• Tidak ada hasil yang ditemukan

DRAFT TOPIK/JUDUL KAJIAN BERDASARKAN USUL PROLEGNAS PRIORITAS DPD-RI TAHUN BIRO PERSIDANGAN I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DRAFT TOPIK/JUDUL KAJIAN BERDASARKAN USUL PROLEGNAS PRIORITAS DPD-RI TAHUN BIRO PERSIDANGAN I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

No JUDUL RUU/PROLEGNAS/

SUBSTANSI MATERI SITUASI PROBLEMATIS &TUJUAN KAJIAN

Pengetahuan

Yang Dihasilkan TOPIK/JUDUL Posisi/Tugas DPD Jenis Kajian

Alat Kelengkapan

Pengusul Keterangan

I

1 RUU Pertanahan Problematika:

• Lemahnya kebijakan pengelolaan pertanahan;

• Belum adanya tertib administrasi pertahanan (pendataan dan sertifikasi). Tujuan :

• Mengidentifikasi peta kebijakan pengelolaan; dan mendorong terwujudnya tertib administrasi pertahanan (pendataan dan sertifikasi).

Socio Legal analysis

Socio Legal analysis Pengelolaan dan Administrasi Pertanahan

Ikut Membahas Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI dan Komisi II DPR RI

2 RUU Pertanahan Problematika:

Banyaknya peraturan dibidang pertanahan yang terindikasi tumpang tindih misalnya dengan UU Penataan Ruang, UU Minerba, UU Kehutanan dll.

Tujuan :

Memetakan dan sinkronisasi regulasi-regulasi pertanahan.

Legal analysis Legal analysis Regulasi Sektoral Pertanahan

Ikut Membahas Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI dan Komisi II DPR RI

3 RUU Tentang Konvergensi Telematika

Problematika:

• Masih senjangnya akses informasi di tiap daerah.

• Teknologi informasi hanya dinikmati oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang bermukim di perkotaan.

Tujuan:

• Belum adanya payung hukum dalam bidang teknologi informasi dan jaminan penyediaan sarana komunikasi di daerah pedesaan dan perbatasan

• Teknologi berkembang menuju arah konvergensi sehingga peraturan-peraturan harus menyesuaikan dengan teknologi yang diatur agar perkembangan teknologi yang terjadi dapat dimanfaatkan

semaksimal mungkin.

Kajian Kebijakan Kajian Kebijakan Urgensi Konvergensi Telematika Dalam Membangun Keterbukaan Informasi Publik

Pandangan DPD RI, DIM, dan Pendapat Mini DPD RI.

Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

4 RUU tentang Perubahan atas UU No 32 tahun 2002 tentang Perijinan Penyelenggaraan Penyiaran

Problematika:

• Belum meratanya ketersediaan infastruktur penyiaran di daerah, khususnya di daerah terpencil dan perbatasan;

• Adanya aturan mengenai diberlakukannya digitalisasi penyiaran di Indonesia;

• Belum adanya regulasi payung yang mengatur telematika secara komprehensif termasuk perijinan penyelenggaraan penyiaran didalamnya

Tujuan:

• Mendorong percepatan infrastruktur penyiaran khususnya di daerah terpencil dan perbatasan; • Mendapatkan informasi kesiapan penyelenggara penyiaran dalam hal digitalisasi penyiaran; • Urgensi kebutuhan untuk menyiadakan regulasi payung yang komprehensif dalam hal telematika.

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Problematika Media Penyiaran di Indonesia (Infrastruktur, Digitalisasi, Perijinan dan Regulasi)

Pandangan DPD RI, DIM, dan Pendapat Mini DPD RI. Kajian jangka pendek,(25 juta) Komisi I DPR RI

KOMITE I

BERDASARKAN USUL PROLEGNAS PRIORITAS DPD-RI TAHUN 2015-2019

(2)

5 RUU tentang Radio dan Televisi Republik Indonesia

Problematika:

• Ketertinggalan pengelolaan Radio Republik Indonesia dibandingkan dengan penyelenggara radio swasta;

• Ketertinggalan pengelolaan Televisi Republik Indonesia dibandingkan dengan penyelenggara televisi swasta;

Tujuan:

• Menyediakan pengelolaan Televisi dan radio yang mampu berkompetisi dengan penyelenggara swasta sekaligus menyediakan informasi yang menjangkau seluruh Indonesia

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan tentang Tantangan Radio Televisi Republik Indonesia

Pandangan DPD RI, DIM, dan Pendapat Mini DPD RI.

Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komisi I DPR RI

6 RUU tentang atas perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Problematika:

• Adanya kerancuan dalam penentuan pidana dalam kebebasan berekspresi dalam hal informasi dan transaksi elektronik;

• Belum jelasnya koridor/rambu-rambu mengenai konten internet yang legal atau illegal Tujuan:

• Menjamin kebebasan memperoleh informasi dan transaksi elektronik • Menjamin kebebasan berekspresi di media elektronik

• Adanya jaminan kepastian hukum mengeni informasi dan transaksi elektronik

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Dampak diberlakukannya UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE terhadap Kebebasan Informasi dan Transaksi Elektronik

Pandangan DPD RI, DIM, dan Pendapat Mini DPD RI.

Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komisi I DPR RI

7 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Problematika:

Pelaksanakannya Pilkada serentak pertama kali pada Desember 2015 Tujuan

Mendapatkan informasi tentang kesiapan penyelenggaraan pilkada serentak

Policy Research Policy Research Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak

Kajian jangka pendek,(25

juta)

8 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Problematika:

• Belum adanya mekanisme secara formal penyelesaian sengketa Pilkada melalui jalur non litigasi; • Problematika kompetensi institusi hukum dalam penyelesaian sengketa Pilkada

Tujuan:

• Menghasilkan mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada melalui jalur non litigasi;

• Untuk mendudukkan kompetensi penyelesaian sengketa Pilkada pada institusi hukum yang tepat

Policy Research Policy Research Penanganan Penyelesaian Sengketa Pilkada secara Litigasi dan Non Litigasi

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

9 Pengawasan UU Otonomi Khusus Papua

Problematika:

Masih adanya permasalahan dalam pelaksanaan UU Otonomi Khusus Papua berkaitan antara lain: Alokasi Dana Otonomi Khusus, Penataan Daerah, dan Penyelesaian Konflik Sosial

Tujuan:

Menghasilan evaluasi dan rekomendasi pelaksanaan UU Otonomi Khusus Papua berkaitan antara lain: Alokasi Dana Otonomi Khusus, Penataan Daerah, dan Penyelesaian Konflik Sosial

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

(3)

10 Pengawasan UU Administrasi Kependudukan

Problematika:

Masih adanya permasalahan implementasi UU Administrasi Kependudukan Tujuan:

Menghasilkan evaluasi dan rekomendasi UU Administrasi Kependudukan

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Implementasi Undang-Undang Administrasi Kependudukan

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

11 Pengawasan UU Aparatur Sipil Negara

Problematika:

Belum optimalnya pelaksanaan UU Aparatur Sipil Negara dalam mewujudkan good governance Tujuan:

Menghasilkan evaluasi dan rekomendasi pelaksanaan UU Aparatur Sipil Negara dalam mewujudkan good governance

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Implementasi UU Aparatur Sipil Negara dalam rangka mewujudkan good governance

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

12 Pengawasan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Problematika:

Adanya perubahan regulasi yang mengatur mengenai pemerintahan daerah khususnya yang menyangkut hubungan pusat dan daerah

Tujuan:

Gambaran dan informasi hubungan pusat dan daerah pasca diterbitkannya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Hubungan Pusat dan Daerah (Kewenangan, Keuangan, Kelembagaan dan Pengawasan) dalam Konteks Pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

13 Pengawasan UU No. 23 tahun 2014 khususnya mengenai Penataan Daerah

Problematika:

Adanya perubahan regulasi yang mengatur mengenai pemerintahan daerah khususnya yang menyangkut penataan daerah

Tujuan:

Menghasilkan gambaran strategi penataan daerah serta deskripsi mekanisme pemekaran dan penggabungan daerah mengacu pada UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Kajian terhadap Penataan Daerah dalam Konteks Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

Komite I DPD RI

14 Pengawasan UU No. 23 tahun 2014 khususnya mengenai Kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan Provinsi yang bercirikan Kepulauan

Problematika:

• Adanya perubahan regulasi yang mengatur mengenai pemerintahan daerah khususnya yang menyangkut kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan yang Bercirikan Kepulauan

• Belum adanya model eksplorasi, eksploitasi dan konverasi dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas untuk daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan

• Belum adanya model pengaturan administrasi, tata ruang dan keamanan di laut untuk daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan

Tujuan:

• Adanya gambaran model eksplorasi, eksploitasi dan konservasi dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas untuk daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan serta model

pengaturan administrasi, tata ruang dan keamanan di laut untuk daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Kajian terhadap Kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan dalam Konteks Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pengawasan Kajian jangka pendek,(25

juta)

(4)

II

1 RUU Ekonomi Kreatif Situasi Problematis yang dihadapi dalam kajian ekonomi kreatif yang paling utama menyangkut harmonisasi perundang-undangan. Hal ini disebabkan, substansi ekonomi kreatif selama ini tersebar dalam berbagai perundang-undangan seperti UU Kepariwisataan, UU Perfilman dan terdapat di bagian-bagian tertentu seperti UU Cagar Budaya, UU Hak Cipta, serta beberapa perda terkait ekonomi kreatif, dsbnya. Dengan demikian dibutuhkan payung aturan dan pengintegrasian serta substansi materi muatan yang tepat di dalam menyusun UU Ekonomi Kreatif.Sedangkan tujuan kajian ini adalah memberikan penguatan bagi pembentukan UU Ekonomi Kreatif yang mampu mengharmonisasikan berbagai kebijakan dan perundang-undangan terkait ekonomi kreatif

Kajian Analisis Legal/Legal Analysis

Analisis Legal Harmonisasi Kebijakan terkait Ekonomi Kreatif

Pembahas Utama Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

2 RUU tentang Bahasa dan Kesenian Daerah

situasi problematis yang dihadapi menunjukkan bahwa realitas kekinian memperlihatkan penggunaan dan pelestarian bahasa dan kesenian daerah sudah semakin memudar. Penggunaan bahasa daerah di tengah masyarakat semakin menurun dan demikian juga dengan kesenian daerah. Kebijakan yang tegas dan jelas terkait perlindungan terhadap pelestarian bahasa dan kesenian lokal belum ada yang signifikan bertindak tegas dalam melindungi bahasa dan kesenian daerah. Dengan demikian tujuan kajian ini untuk melihat latar belakang kebijakan selama ini menyangkut bahasa dan kesenian daerah sehingga dapat ditemukenali persoalan dalam perlindungan bahasa dan kesenian daerah

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan Perlindungan dan Pelestarian Bahasa dan Kesenian Daerah

Pembahas Utama Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

3 RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umroh

Situasi problematis yang dihadapi selama ini adalah penyelenggaraan ibadah haji selama ini terlalu berfokus pada hal-hal teknis manajerial haji seperti mencakup katering, transportasi, pemondokan dan sebagainya serta kurang optimal menyoroti sisi pemenuhan syariat, khususnya pengetahuan jamaah haji terhadap rukun haji. Hal ini memerlukan kajian spesifik menyangkut persoalan masalah pemenuhan syariat dimaksud. Dengan demikian tujuan dari kajian pengelolaan ibadah haji dan penyelenggaraan umroh adalah mengidentifikasi kebijakan maupun implementasi yang dinilai bermasalah di dalam penyelenggaraan haji dan umroh, khususnya sisi pemenuhan syariat.

Kajian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umroh

Memberi Pertimbangan

Pendek, 25 Juta

Komite III Prioritas Prolegnas 2015

4 RUU Tentang Penyandang Disabilitas

Situasi problematis yang tidak dapat dinafikan di masyarakat adalah gejala penyandang disabilitas masih mengalami praktik diskriminasi, baik dalam kebijakan, perlakuan, penyediaan fasilitas umum, pendidikan maupun akses pekerjaan. Situasi problematik ini diharapkan akan diminiamlisasi bila terbit undang-undang penyandang disabilitas yang memberikan perlindungan dan penyetaraan hak bagi disabilitas. Dengan demikian tujuan kajian adakah mengidentifikasi kebijakan yang bermasalah menyangkut disabilitas dan memberikan penguatan akan urgensi pembentukan undang-undang disabilitas.

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan terhadap Penyandang Disabilitas Memberi Pertimbangan Pendek, 25 Juta

Komite III Prioritas Prolegnas 2015

5 RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Situasi problematis yang dihadapi terkait TKI di luar negeri adalah persoalan lemahnya regulasi dan implementasi regulasi. Dari sisi regulasi, UU PPTKILN ternyata minim memberikan perlindungan TKI dan dominan memberikan pertanggungjawaban pada PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta). Dari sisi praktik, terdapat inkonsistensi terhadap ketentuan UU PPTKILN dan pelanggarannya masih marak terjadi yang menyebabkan kerugian bagi pihak CTKI/TKI. Dengan demikian tujuan kajian adalah menyajikan peta permasalahan baik sisi regulasi maupun praktik penempatan dan perlindungan TKI Luar Negeri serta mengevaluasi kebijakan dan implementasi menyangkut penempatan dan perlindungan TKI di luar Negeri

Kajian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan dan Mekanisme Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri

Ikut Membahas Pendek, 25 Juta

Komite III Prioritas Prolegnas 2015

KOMITE III

(5)

6 RUU Tentang Sistem Perbukuan

Menyangkut perbukuan teridentifikasi situasi problematik berikut: 1) Minimnya perlindungan terhadap penulis, termasuk aspek perjanjiannya; 2) etika penerbit yang seringkali melakukan jual beli buku pada satuan pendidikan secara langsung; 3) Materi muatan yang kadang tidak sesuai dengan kebutuhan dan minimnya pengawasan dan kontrol terhadap materi muatannya, seringkali ditemukannya buku-buku yang tidak layak di baca sesuai umur terbit dan 4) dukungan pemerintah atas keberlangsungan penerbitan minim. Tujuan dari kajian adalah mengidentifikasi persoalan sistem perbukuan selama ini dan memberikan penguatan kebijakan urgensi pembentukan RUU tentang Sistem Perbukuan.

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan Sistem Perbukuan di Indonesia

Memberi Pertimbangan

Pendek, 25 Juta

Komite III Prioritas Prolegnas 2015

7 RUU Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Situasi problematis yang dihadapi di bidang tenaga kesehatan adalah realitas kebutuhan akan tenaga kesehatan masih banyak di sisi lain distribusinya timpang. Selain itu, belum ada keseragaman ataupun jaminan memadai kualitas tenaga kesehatan secara optimal. Meskipun ada UU yang mengatur terkait tenaga kesehatan secara parsial, namun pada praktiknya masih belum dapat menyelesaikan persoalan ketimpangan dalam distribusi tenaga kesehatan, kualitas tenaga kesehatan yang belum memenuhi standar dan kompetensi antar tenaga kesehatan baik di tingkat nasional maupun daerah. Tujuan kajian adalah menemukenali persoalan ketimpangan tenaga kesehatan baik dari jumlah, distribusi, mutu dan perlindungannya serta menyusun rekomendasi peluang perbaikannya dalam RUU tentang Perubahan UU tentang Tenaga Kesehatan

Kajian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan mengenai kebutuhan Tenaga Kesehatan di Indonesia dan realitanya

Memberi Pertimbangan

Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

8 RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Situasi problematis yang dihadapi kekinian adalah tuntutan terhadap perguruan tinggi yang semakin besar terkait pemenuhan kualitas, sehingga biaya yang dibebankan kepada mahasiswa menjadi besar atau mahal. Selain itu, Perguruan tinggi belum memiliki standar yang sama di masing-masing daerah. Dan juga belum adanya kolaborasi yang maksimal antara perguruan tinggi dengan lembaga riset baik swasta maupun pemerintah. Tujuan kajian adalah menemukenali secara komperhensif persoalan pendidikan tinggi serta peluang perbaikannya melalui perubahan UU Pendidikan Tinggi.

Kajian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasca di tolaknya UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh MK

Memberi Pertimbangan

Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

9 RUU Tentang Perubahan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Situasi problematis yang dihadapi adalah fakta beberapa pasal yang yang ada di UU Ketenagakerjaan sudah dibatalkan oleh MK. Selain itu, Adanya hubungan industrial yang belum seimbang antara buruh dan pengusaha diantaranya terkait hak-hak buruh dan kewenangan pengusaha dalam mem-PHK buruh termasuk persoalan outsourcing khususnya dari sisi pengaturan sanksi yang belum ada. Tujuan kajian adalah menemukenali permasalahan ketenagakerjaan, mendesain gagasan perbaikan persoalan ketenagakerjaan dan menganalisis peluang perubahan UU Ketenagakerjaan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan.

Policy Research Policy Research Pengawasan Ketenagakerjaan di Indonesia

Ikut Membahas Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

10 RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

Situasi problematis berkembang ketika perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial bagi lingkungan belum diatur secara tegas dalam perundangan terkait tugas dan tanggung jawabnya. Mekanisme pengaturan pelaksanaan tanggung jawab perusahaan dan bagaimana cakupan yang harus diatur dalam UU menjadi permasalahan tersendiri. DI sisi lain, UU Perseroan Terbatas sangat terbatas mengatur mengenai CSR dan itupun hanya bagi korporasi yang bergerak di bidang sumber daya alam. Tujuan kajian adalah mengidentifikasi persoalan CSR selama ini dan memberikan penguatan argumentasi menyangkut kebutuhan UU CSR serta materi muatan apa saja yang diperlukan untuk diatur di dalam RUU CSR.

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan

Ikut Membahas Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

(6)

11 RUU Tentang tentang Perlindungan Umat Beragama

Situasi problematis yang dihadapi menyiratkan adanya kompleksitas, tantangan dan masalah dalam pengembangan kehidupan umat beragama yang beragam di Indonesia, namun di sisi lain minim upaya perlindungan kepada agama yang diakui khususnya dari dimensi legal dan pengaturan legal interaksi antar umat beragama. Tujuan kajian adalah mengidentifikasi persoalan perlindungan umat beragama selama ini dan menggali prospek peluang pengaturan UU perlindungan agama khususnya menyangkut materi muatan apa saja yang prinsipil harus diatur di dalam UU Perlindungan Umat Beragama.

Kajian Latar Belakang Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan Perlindungan Umat Beragama di Indonesia

Ikut Membahas Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

12 RUU Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Kebijakan pendidikan di Indonesia tengah dihadapkan pada situasi probelmatis. Pertama, Kurikulum 2013 diluncurkan dalam situasi kondisi dimana: 1) Penerapan yang tergesa-gesa dengan sosialisasi dan penguatan kapasitas guru yang minim; 2) Tidak melalui tahapan evaluasi kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kedua, menyangkut penyelenggaraan Ujian Nasional maka kebijakan Pemerintahan Jokowi-Kalla hendak meletakkan fungsi UN pada hakikat sesungguhnya sebagai pemetaan mutu. Persoalannya, regulasi belum diubah di mana UN masih menjadi bagian salah satu penentu kelulusan serta penerapannya masih menimbulkan kebingungan di daerah. Tujuan kajian ini adalah untuk mendeskripsikan peta persoalan kurikulum dan ujian nasional, serta menganalisis peluang perubahan UU Sisdiknas untuk memperbaiki penerapan kurikulum 2013 dan Ujian nasional.

Kajian Evaluasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Pelaksanaan Kurikulum 2013 dan Penyelenggaraan Ujian Nasional

Ikut Membahas Pendek, 25 Juta

Komite III Long List 2015-2019

(7)

III

1

Pengkajian tentang Sistem Lembaga Perwakilan Indonesia

Situasi Problematis: mekanisme checks and balances dalam lembaga perwakilan tidak optimal Tujuan Kajian: memberikan dasar argumentasi mengenai perlunya menyempurnakan kedudukan dan fungsi MPR-DPR-DPD sebagai lembaga perwakilan

Meta Study Analysis

Meta Study analysis Kedudukan, fungsi, dan mekanisme hubungan ideal antara MPR-DPR-DPD

Pembahas Utama Muda (Rp. 40 juta)

BPKK

2

Pengkajian tentang Pola Dasar Pembangunan Nasional

Situasi Problematis: sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur melalui beberapa UU terkait dipandang kurang terintegrasi.

Tujuan Kajian: memberikan dasar argumentasi mengenai perlunya payung hukum yang lebih tinggi untuk mengatur pola dasar pembangunan nasional.

Meta Study Analysis

Meta Study analysis Reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional

Pembahas Utama Muda (Rp. 40 juta)

BPKK

Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK)

(8)

IV

1

RUU tentang Wawasan Nusantara

Budidaya rakyat suatu bangsa dalam membina dan meyelenggarakan tata hidup bangsa dan negara yang meliputi baik tata negara (sistem pembinaan negara dan bangsa) maupun tata budaya (sistem pembinaan budi pekerti masyarakat bangsa), dan tata hukum (sistem pembinaan hukum dan Peraturan Perundang-undangan), sebenarnya merupakam cermin dari Wawasan Nusantara. Dengan demikian, Wawasan Nusantara merupakan paradigma suatu Bangsa dalam merancang seluruh aspek tatanan hidup dan kehidupan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional;

Bagi bangsa Indonesia pemikiran tentang Wawasan Nusantara, mula pertama terasa penting dan mendesak dalam rangka usaha mengembangkan konsepsi Ketahanan Nasional. Oleh sebab itulah pengkajian dan pembahasan serta perumusan konsep-konsep Wawasan Nusantara perlu mendapat penguatan dan kepastian hukum guna diimplementasikan dalam setiap ruang gerak masyarakat, bangsa, dan negara guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945;

Pembahasan dan pengkajian mengenai Wawasan Nusantara secara konseptual akan menunjukkan bahwa untuk dapat menyelenggarakan dan meningkatkan kelangsungan hidup bangsa Indonesia memerlukan suatu konsepsi nasional yang merupakan ajaran tentang Wawasan Nusantara. Ajaran inilah yang akan menjadi landasan dan pedoman kebijakan nasional disegala segi kehidupan, yang lebih jelas terumuskan dari apa yang bersifat asas-asas filosofis dalam kelima sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak kalah pentingnya adalah jiwa yang terkandung dalam lambang Bhinneka Tunggal Ika; Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya sebenarnya pernah dirumuskan dalam konteks hukum dan Peraturan Perundang-undangan ketika UUD 1945 belum diamandemen. Konsepsi Wawasan Nusantara pada waktu itu telah diterima dan dirumuskan dalam konstruksi hukum sebagai konsepsi politik

ketatanegaraan melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 dan dinyatakan kembali dalam Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, serta yang terakjir dalam Tap MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

Setelah proses tahapan amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 (empat) pasca reformasi 1998 kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN telah dipangkas, sehingga konsepsi Wawasan Nusantara tersebut menjadi tidak jelas perumusannya dalam produk hukum sehingga implementasinya tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini tentu mengakibatkan Konsepsi Wawasan Nusantara yang masih relevan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional menjadi tidak jelas lagi keberadaannya. Suatu bangsa akan mengalami kegagalan manakala tidak memiliki wawasan dalam bersikap dan bertindak. Oleh sebab itu perumusan dan/atau pembentukan RUU tentang Wawasan Nusantara yang menjadi relevan untuk segera dilaksanakan.

Kajian Latar

Belakang

Kebijakan

Kajian Latar Belakang Kebijakan (Policy Background Paper) Wawasan Nusantara dalam dimensi Hukum dan politik

Pembahas Utama Muda 40 juta

PPUU PPUU

2

RUU Perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman/Long List 2015-2019/ Pengaturan tentang

pelaksanaan Pembudidayaan dan Pemuliaan Tanaman yang dilakukan oleh Petani

UU No. 12 tahun 1992 dibentuk untuk mengatur budidaya tanaman agar produk komoditas pertanian yang dihasilkan berkualitas yang memiliki daya saing dan mampu meningkatkan peranan pemasukan sektor pertanian terhadap pendapatan negara.

Adanya krisis pangan global, alih fungsi lahan produktif dan beredarnya bermacam jenis pestisida dan pupuk buatan menjadi salah satu penghambat pelaksanaan budidaya tanaman. Dalam undang-undang ini belum mengatur kadar penggunaan pestisida dan pupuk kimia terutama masalah batasan

penggunaannya. Selain itu, perubahan iklim yang sangat menentukan produksi tanaman juga belum diakomodasi dalam undang-undang ini. Perkembangan teknologi, budaya, dan pembentukan beberapa undang-undang yang baru sangat mempengaruhi tingkat efektivitas dan aplikasi UU No 12 tahun 1992. Undang-undang ini dirasa sudah tidak aplikatif sehingga harus segera dilakukan perubahan karena penerapannya sudah tidak mendukung dan efektif bagi pelaksanaan budidaya tanaman.

Analisis Legal/Legal Analysis

Analisis Legal/Legal Analysis Putusan Mahkamah Konstitusi No.99/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No.12 Tahun 1992 tentang sistem Budidaya Tanaman terhadap UUD NRI tahun 1945

Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta PPUU

PUSAT PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN INFORMASI HUKUM PUSAT-DAERAH (

LAW CENTER

) DPD RI

(9)

3

RUU tentang

Perkoperasian/Kumulatif terbuka/Pengaturan tentang Perkoperasian terutama kaitannya dengan telah dikeluarkannya Putusan MK No.28/PUU-XI/2012

Permasalahan utama dari UU No 17 Tahun 2012 yang menjadi landasan MK membatalkannya yakni frasa koperasi adalah “badan hukum” bertentangan dengan tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum, jaminan kepastian hukum, asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Bahwa pengertian “Koperasi adalah Badan Hukum” sesungguhnya hanya kontinum dari pengertian UU No 25 Tahun 1992 yang berlaku sebelumnya yang menyebut pengertian koperasi sebagai “Badan Usaha”. Koperasi bukanlah Badan Hukum atau Badan Usaha, tapi Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang dan/atau organisasi rakyat.

Definisi koperasi tersebut juga selaras dengan gerakan koperasi dunia, International Co-operative Alliance (ICA). Sebab itu, koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Sebagai suatu sistem ekonomi sosial, koperasi terbangun dari bottom up process kelembagaan ekonomi, sehingga Koperasi menjadi instrumen kesejahteraan pada kebijakan pro growth, pro poor, pro job dan pro green atas hasil usaha para anggotanya.

Analisis Legal/Legal Analysis

Analisis Legal/Legal Analysis Putusan Mahkamah Konstitusi No.28/PUU-XI/2013tentang Pengujian Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta PPUU

4

RUU tentang Pemerintahan Daerah/ Prioritas Tahun 2015/ Pengaturan tentang pelaksanaan fungsi dan tugas Pemerintahan Daerah.

Saat ini otonomi daerah telah menjadi prinsip dasar dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Prinsip-prinsip tersebut tentunya bertujuan untuk menjadikan pemerintahan daerah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel dalam kerangka penciptaan good governance. Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah yang mengedepankan prinsip pelaksanaan otonomi daerah telah dituangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah namun dalam perjalanannya dengan masih terlalu kompleksnya pengarturan tentang pemerintahan daerah dalam UU tersebut maka pengaturan tentang Pilkada, Desa, serta Masyarakat Hukum Adat yang semula menjadi bagian dari UU Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dipecah menjadi UU terpisah untuk kemudian UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk dengan memuat materi-materi yang terkait dengan pelaksanaan pemerintahan di daerah yang salah satunya mengatur tentang pembagian urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah. Dalam hal tersebut tentunya keberadaan Dewan Perwakilan Daeraah (DPD) sebagai lembaga representasi daerah memiliki peran penting terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi yang tercantum dalam UU tentang Pemerintah Daerah apakah dapat berjalan secara seksama dan merata di tiap daerah atau justru mengerdilkan serta meminimalisir peran daerah dalam pelaksanaannya.

Legal analysis Legal Analysis terhadap Kebijakan Pemerintahan Daerah

Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta Komite I Kajian Eksaminiasi UU tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat memperjelas tugas dan fungsi pemerintahan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yang merupakan objek dari kajian ini sehingga dapat berguna bagi DPD dalam konteks pelaksanaan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga

(10)

5

RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan/ Prioritas Tahun 2015/ Pengaturan tentang perlindungan dan pemberdayaan Nelayan serta pembudidaya Ikan.

Pemberdayaan potensi laut dewasa ini sudah mulai melibatkan unsur-unsur teknologi. Pemberdayaan potensi yang dilakukan secara tradisional sudah mulai tergerus dengan keberadaan teknologi-teknologi tersebut. Kondisi dimana nelayan-nelayan di Indonesia serta pembudidaya ikan yang masih melaksanakan fungsiya dengan hanya menggunakan cara-cara tradisional otomatis menjadi tersingkirkan dengan sendirinya. Kondisi ini yang kemudian perlu untuk dipetakan lebih lanjut agar keberadaan serta pelaksanaan pemberdayaan terhadap nelayan dapat dilaksanakan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Analisis Legal/Legal Analysis Analisis Legal/Legal Analysis Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan

Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta Komite II Pelaksanaan kajian tentang Kodifikasi Hukum yang terkait dengan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan tentunya diperlukan sebagai bahan dukungan data dan teoritis terhadap keberadaan pengaturan hukum yang terkait dengan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang telah terlebih dahulu

6

RUU tentang Perubahan Atas UU

Nomor

Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri/ Long List 2015-2019/ Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang masih belum maksimal menjamin pelaksanaan perlindungan para TKI di luar negeri.

Pelaksanaan perlindungan tenaga kerja di Indonesia dirasakan masih belum secara maksimal dilaksanakan. Masih ditemukannya cara-cara kekerasan bagi tenaga kerja di Indonesia menandakan masih belum terjaminnya pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja. Keberadaan hukum normatif yang ada saat ini masih saja berkutat terhadap pengaturan tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Pengaturan tentang penciptaan sumber daya manusia yang handal serta pelaksanaan perlindungan tidak secara penuh diatur dalam pengaturan hukum-hukum normatif tersebut. Terutama yang terkait dengan perlindungan dan peningkatan mutu serta kualitas tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang asih dirsakan sangat kurang dan belum terlaksana secara komprehensif.

Meta Study Analysis

Meta Study Legal analysis Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan

Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah

Muda 40 juta

Komite III Carut marut pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan di Indonesia secara tidak langsung dapat memberikan dampak bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Pembentukan hukum yang secara komprehensif mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja di Indonesia dirasakan masih perlu dielaborasi dalam rangka menciptakan hukum yang dapat memberi jaminan bagi tenaga kerja di Indonesia.

(11)

7

RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD / RUU tentang DPD.

UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) telah menjelaskan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan DPD, namun beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU MD3 dinilai belum secara maksimal mengejahwantahkan kewenangan DPD sebagaimana UUD 1945 hal ini diperkuat dengan adanya Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang telah mengembalikan kewenangan DPD dalam pemenuhan fungsi legislasinya sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Namun demikian, UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (UU MD3) yang terbit pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dan menggantikan UU No. 27 Tahun 2009, tetap saja memuat ketentuan Pasal-pasal yang mereduksi, menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk UU MD3 nyata-nyata tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-X/2012 tersebut. Kondisi yang demikian ini jelas-jelas tidak memberikan teladan bagi rakyat Indonesia dalam melaksanakan penegakan hukum, karena justru Lembaga Negara setingkat pembentuk UU juga tidak mengindahkan keputusan lembaga yang diberi kewenangan konstitusi untuk memutuskan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945, yakni Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan MK tersebut, DPD berpandangan perlunya dilakukan penyesuaian dan perubahan terhadap UU MD3 terutama kaitannya dengan pelaksanaan kewenangan kelembagaan DPD serta mekanisme pelaksanaan pembahasan legislasi yang konstitusional.

Disisi lain, DPD juga berpandangan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas serta kewenangan DPR, DPD, dan DPRD harus diatur melalui undang-undang yang terpisah. Hal ini sejalan dengan Pasal 22C Ayat (4) jo Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Susunan dan Kedudukan DPD diatur dengan undang-undang. Makna kata “dengan” dapat diasumsikan bahwa pengaturan tengtang susunan dan kedudukan DPD diatur dalam ketentuan undang-undang sendiri. Begitupun dengan DPR sebagaimana Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945.

Adapun tujuan penyusunan RUU Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, adalah:

1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh DPD sebagai lembaga perwakilan daerah dalam proses legislasi khususnya dalam rangka mengemban visi dan misi memperjuangkan kepentingan daerah dalam penentuan kebijakan nasional;

2) Merumuskan permasalahan hukum yang terkait dengan penentuan norma-norma hukum kewenangan DPD sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 1945 yang kemudian didelegasikan ke undang-undang pelaksanaannya, yaini UU MD3;

3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; dan

4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Analisis Legal Analisis Legal Pasal-Pasal Pelaksanaan tugas dan fungsi DPD-RI untuk Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta PANSUS

(12)

8

RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan/ Kumulatif Terbuka/ Perubahan tentang tata cara pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang sesuai dengan amanat Konstitusi (memuat materi Putusan MK No. 92/PUU-X/2012)

Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut merupakan kehendak rakyat (volonte generale) tertinggi bangsa Indonesia yang dijadikan hukum dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia. Pilar utama dalam mewujudkan prinsip negara hukum adalah pembentukan peraturan perundang-undangan dan penataan kelembagaan negara. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.

Ada dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum “responsif”. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan arah perkembangan hukum sehingga lebih bersifat positivis-instrumentalis, yaitu menjadi alat yang ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program negara. Sedangkan dalam strategi pembangunan hukum responsif, lebih menghasilkan hukum yang bersifat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat. Situasi ini yang kemudian dilandasi untuk dapat memnemukan konsep penyusunan undang-undang yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan serta keberadaan lembaga perwakilan (parlemen) sebagai pemegang mandat pembentuk undang-undang.

Analisis Legal Analisis legal Eksaminasi Hukum Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/PUU-X/2012 Terhadap Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta PPUU

9

RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat/ Loang List 2015-2019/ Pengaturan tentang perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam bangsa yang pada masing-masing entitas suku-bangsa tersebut terdapat komunitas-komunitas yang mempunyai tata kelola sendiri dalam mengatur kehidupan politk, ekonomi, sosial, dan budaya; yang disebut dengan kesatuan masyarakat hukum adat. Keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat ini diakui dan dihormati dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang”.

Socio Legal Analysis

Socio Legal Analysis Potensi Hukum Adat dalam Pelaksanaan Pembangunan Hukum Nasional

Pembahas Utama Muda 40 juta

Komite I Potensi Masyarakat Hukum Adat yang beragam di Indonesia menjadi potensi bagi pelaksanaan pembentukan hukum dalam rangka penciptaan hukum yang sesuai dengan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

(13)

10

RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah/ Prioritas Tahun 2015/ Pengaturan tentang pemaksimalan potensi daerah dalam peningkatan PAD

Pelaksanaan otonomi daerah yang saat ini dilaksanakan telah membawa daerah pada kemandirian untuk memajukan pembangunan. Kemandirian tersebut tentunya memposisikan pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam memenuhi kesejahteraan masyarakatnya. Sudah barang tentu makin baiknya pelaksanaan pemerintahan di daerah berarti makin besarnya pendapatan yang diterima oleh daerah guna mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Namun di sisi lain, masih terdapat daerah yang belum secara maksimal memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki. Pemaksimalan potensi terebut tentunya harus didukungan dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan dilengkapi dengan kajian-kajian yang dapat memberikan solusi bagi pemaksimalan potensi daerah dalam meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerahnya.

Meta Study Legal Alysis

Meta Study Legal Analysis Kebijakan PAD dalam rangka otonomi daerah Ikut Membahas RUU bersama dengan DPR dan Pemerintah Muda 40 juta

Komite IV Peran dan fungsi DPD sebagai lembaga perwakilan daerah tentunya memiliki posisi penting bagi pelaksanaan peningkatan pendapatan asli daerah utamanya dalam kerangka pembentukan kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut. Dengan tercantumnya RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam Prioritas Prolegnas Tahun 2015 tentunya DPD harus dapat menjadi fasilitator bagi daerah dalam perumusan RUU tersebut. Dengan demikian melalui kajian ini, DPD dapat secara komprehensif mengawal pembahasan RUU tersebut agar sesuai dengan kondisi dan keinginan

(14)

1 Peran DPD RI dalam memfasilitasi daerah untuk mendapatkan manfaat dari implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015

Masalah :

1. Masyarakat di sebagain besar provinsi di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui seluk beluk MEA 2. Terdapat kesenjangan kemampuan antara Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya maupun antar daerah Indonesia sendiri

3. Indonesia perlu memanfaatkan keunggulan kompetitif-nya pada sektor-sektor tertentu yang perlu dijadikan leverage agar dapat berperan serta secara aktif, secara setara.

Tujuan :

1. Memanfaatkan peluang bagi daerah untuk memasarkan produknya keberbagai negara dan secara maksimal gencar mendatangkan investasi ke daerahnya.

2. Meminimalisir ancaman aliran barang dan jasa dari negara-negara ASEAN secara optimal.

Meta Studi Meta Studi Kesiapan Daerah dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 1. Kajian terkait dengan tugas DPD RI dalam memfasilitasi segala upaya promosi penanaman modal daerah dengan investor asing. 2. Hasil kajian akan bermanfaat bagi DPD RI untuk menjadi pedoman memfasilitasi daerah dalam hubungan kerjasama dengan negara sahabat baik regional maupun internasional. Madya 60 juta BKSP DPD RI

2 Peran Anggota DPD RI dalam Pemanfaatan Kerjasama Luar Negeri Khususnya dalam Perjanjian Sister City

Masalah :

1. Perlu pemanfaatan konkrit dari berbagai kerjasama

2. Potensi setiap daerah yang terkait perlu didalami pemanfaatannya

3. Perlu dipikirkan pemanfaatan kerjasama tersebut dalam konteks pembangunan dan sumber daya manusia.

Tujuan :

1. Optimalisasi peran DPD RI dalam melakukan kerjasama luar negeri baik yang bersifat bilateral, multilateral maupun internasional dan kemanfaatannya bagi daerah.

Meta Studi Meta Studi Peran Anggota DPD dalam Mendorong Smart and Sister City

1. Realisasi peran dan fungsi DPD RI dalam berperan kontributif bagi kepentingan bangsa Indonesia sesuai Tatib. 2. Hasil Kajian dapat dan perlu diimplementasikan oleh seluruh pihak terkait.

Madya 60 juta

Referensi

Dokumen terkait

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Homogenisasi Peralatan tidak steril Penggunaan alat yang telah disterilisasi Bukan CCP Tidak terdapat penggumpalan susu Pemantauan peralatan secara berkala

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan (P4TKN) Gedung LPPMP Lantai 3 Sayap Timur Telp./Fax.. (0274) 550 852;

Wawancara guru mata pelajaran Fisika MAN Model Palangka Raya (tanggal 13/11/2013). Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,

(Ulasan oleh Dato’ Prof. Jika dilihat ayat pada bentuk logik 1 menunjukkan pengalaman mempunyai perisai. Pengalaman bukanlah senjata yang digunakan dalam peperangan kerana

Hasil pengamatan semai gaharu (A. malaccensis) pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.. Menunjukan bahwa rata-rata persentase hidup semai gaharu dari 5

menunjukkan 50% terjadi degenerasi melemak pada sebagian sel hepar, 12,25% degenerasi melemak hampir pada keseluruhan sel hati, 12,25% degenerasi melemak yang disertai

Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada bab sebelumnya, beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap