• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIABILITAS DAN MORFOLOGI Aspergillus fumigatus PADA PENYIMPANAN DENGAN KERTAS SARING DAN AGAR DALAM AIR SULING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VIABILITAS DAN MORFOLOGI Aspergillus fumigatus PADA PENYIMPANAN DENGAN KERTAS SARING DAN AGAR DALAM AIR SULING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

VIABILITAS DAN MORFOLOGI Aspergillus fumigatus

PADA PENYIMPANAN DENGAN KERTAS SARING

DAN AGAR DALAM AIR SULING

(Viability and Morphology of Aspergillus fumigatus in Filter Paper

and Agar with Distilled Water Preservation)

ENI KUSUMANINGTYAS

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 ABSTRAK

Pemilihan metode untuk penyimpanan kapang sangat penting untuk mempertahankan morfologi, fisiologi dan sifat genetik terutama untuk kepentingan penelitian. Viabilitas dan morfologi kapang Aspergillus fumigatus yang disimpan dalam kertas saring dan agar dalam air suling dievaluasi untuk mengetahui pengaruh penyimpanan. Kertas saring diinokulasi dengan spora kapang A. fumigatus, dikeringkan pada suhu 40oC selama semalam, kemudian dimasukkan dalam kantung plastik yang dirapatkan untuk mengeluarkan udara dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 6 bulan.. Pada metode agar dengan air suling, A. fumigatus ditumbuhkan pada Sabouraud dextrose agar (SDA) dalam botol contoh dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 hari, ditambah dengan air suling steril dan diinkubasi lagi pada suhu 25°C selama 6 bulan. A. fumigatus yang disimpan dalam kertas saring dan agar dalam air suling steril masih mampu tumbuh dengan baik ketika diinokulasikan ke dalam SDA. Morfologi makroskopik A. fumigatus pada penyimpanan kedua metode juga tidak mengalami perubahan. Pengamatan mikroskopik A. fumigatus pada penyimpanan dengan agar dalam air suling dan kertas saring masih normal.

Kata Kunci:A. fumigatus, Penyimpanan, Air Suling, Kertas Saring ABSTRACT

The choice of the methods of preservation is important for maintaining morphology, physiology and genetic stability especially for research purposes. Viability and morphology of Aspergillus fumigatus preserved in filter paper and agar in distilled water was evaluated in order to find out the effect of preservation. Filter paper was inoculated with spores of A. fumigatus, dried at 40°C overnight, placed in vacuum plastic bag and incubated at 25°C for 6 months. In agar with distilled water method, A. fumigatus was growed in the bottles containing Sabouraud dextrose agar (SDA) and incubated at 25°C for 5 days, added with distilled water and incubated at 25°C for 6 months. A. fumigatus preserved in filter paper and agar with distilled water was still grow well when they was inoculated on SDA plates. Macroscopic morphology of A. fumigatus in both methods did not change. Microscopic observation of A. fumigatus in agar with distilled water and filter paper showed also normal result.

Key Words:A. fumigatus, Preservation, Distilled Water, Filter Paper

PENDAHULUAN

Aspergillus fumigatus merupakan salah satu kapang penyebab aspergilosis. Kapang tersebut mampu menginfeksi paru-paru dan dapat menyebabkan aspergilosis paru-paru, bola kapang dalam rongga paru-paru dan reaksi alergi. A. fumigatus secara alamiah banyak terdapat di udara dan tanah dan dapat dengan mudah diisolasi menggunakan media agar.

Penggunaan lebih lanjut dari cendawan yang telah terisolasi untuk kepentingan penelitian memerlukan penyimpanan seperti koleksi kultur. Dalam perlakuannya untuk mempertahankan dan menyimpan kapang diperlukan pemeriksaan secara rutin terhadap koleksi kultur (PANIZO et al., 2005). Penyimpanan cendawan terutama yang bersifat patogen sangat penting sehingga penentuan metode penyimpanan yang tepat untuk

(2)

masing-masing spesies dan pemeriksaan secara periodik untuk mengetahui stabilitas genetik, morfologi dan patogenitas menjadi sangat diperlukan (DE LIMA dan DE MORAES BORBA, 2001).

Beberapa metode telah digunakan untuk penyimpanan kapang dan masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan ketersediaan peralatan laboratorium, waktu penyimpanan dan stabilitas genetik dari kultur (RODRIGUEZ et al., 1992). Metode penyimpanan cendawan dengan mineral oil dan tanah banyak digunakan di beberapa laboratorium dengan berbagai ragam spesies (ONIONS, 1983; BARNES, 1984; WINDELS et al., 1993). Walaupun demikian, beberapa studi menunjukkan bahwa penyimpanan pada waktu yang lama diduga dapat memicu perubahan morfologi (MENDES DA SILVA et al., 1994), perubahan komponen dinding sel (SAN-BLAS

et al., 1977) dan pengurangan atau penguatan patogenitas (BRUMMER et al., 990).

Selain itu, mempertahankan karakteristik kultur seperti semula juga penting dalam pemilihan metode penyimpanan terutama penyimpanan jangka panjang (SANTOS dan LIMA, 2001). Cendawan berfilamen seperti kapang ketika ditumbuhkan menunjukkan kecenderungan melakukan perubahan spontan baik secara morfologi maupun fisiologi (seperti produksi metabolit sekunder) (SANTOS et al., 2002). Mempertimbangkan hal tersebut maka perlu dikembangkan kriteria penyimpanan baru dengan penekanan pada kriteria strain tertentu untuk mengurangi ketidakstabilan produksi metabolit skunder (RYAN et al., 2003).

Metode utama terbagi atas kultur berkala (continuous growth), pengeringan (drying) dan pembekuan (freezing) (NAKASONE et al., 2004). Kultur berkala pada kapang yang ditumbuhkan ke dalam agar biasanya digunakan untuk penyimpanan jangka pendek dan biasa disimpan pada suhu ruangan 5° – 28° C. Penggunaan suhu penyimpanan yang lebih rendah digunakan untuk memperpanjang interval subkultur. Metode tersebut sederhana dan tidak memperlukan peralatan khusus. Pengeringan biasa digunakan untuk penyimpanan kultur yang memproduksi spora. Silika gel, glass beads, dan tanah merupakan bahan yang biasa digunakan dalam proses pengeringan. Cendawan dapat bertahan dalam silica gel sampai 11 tahun. Sedangkan

freeze-drying atau lyofilisasi dilakukan dengan pembekuan kultur dan pengeringan dalam kondisi hampa udara (NAKASONE et al., 2004).

Untuk penyimpanan sampai satu tahun biasa digunakan kultur berkala. Meskipun metode ini murah dan sederhana tetapi kultur kapang yang terlalu sering akan memicu perubahan morfologi dan fisiologi kapang. Oleh karena itu perlu dicari alternatif metode yang sederhana dan mudah yang mempunyai daya simpan lebih lama daripada kultur berkala menggunakan agar tanpa harus mengubah morfologi kapang yang disimpan. Penggunaan metode agar dalam air suling yang biasa disebut metode Castellani sudah lama digunakan dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Walaupun demikian perlu dicoba penggunaan metode penyimpanan menggunakan kertas saring yang disimpan dalam kantung plastik yang dirapatkan untuk memberikan kondisi hampir hampa udara. Dalam keadaan hampa udara, spora kapang dorman atau lambat untuk tumbuh sehingga mampu bertahan hidup lebih lama.

MATERI DAN METODE

Mikroorganisme. Isolat kapang yang dipakai pada penelitian ini adalah: kapang patogenik (Aspergilllus fumigatus) (BCC: F0081) yang diperoleh dari Balitvet Culture Colection.

Kertas saring dan air suling. Kertas saring dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm disterilisasi, dimasukkan dalam suspensi spora

Aspergillus fumigatus dengan konsentrasi 106 spora/ml dan dikeringkan pada suhu 40oC

semalam dan dimasukkan dalam kantung plastik steril yang dipipihkan untuk mengeluarkan udara di dalamnya, ditutup dengan sealer kemudian disimpan dalam suhu ruang (25°C). Kertas saring yang sudah diinokulasi dengan spora kapang dan telah disimpan ditumbuhkan kembali dengan meletakkan kertas saring tersebut di dalam cawan petri yang berisi media Sabouraud

Dextrose Agar (SDA) dan diinkubasi pada

suhu 25°C selam 5 hari. Perlakuan dilakukan dengan 5 kali ulangan.

Agar dalam air suling. Untuk metode agar dalam air suling dilakukan dengan menginokulasi A. fumigatus dalam botol bijou

(3)

yang sudah berisi Sabouraud dextrose agar

(SDA) dengan tebal 1 cm. Botol kemudian diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 hari. Setelah inkubasi, air suling sebanyak 1 mL ditambahkan di atas agar yang sudah terinokulasi dengan A. fumigatus. Botol diinkubasi kembali pada suhu 25°C selama 6 bulan. A. fumigatus ditumbuhkan kembali ke dalam cawan petri yang berisi media SDA dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 hari. Perlakuan dilakukan dengan 5 kali ulangan.

Pengamatan. Pengamatan terhadap

viabilitas dilakukan dengan melihat kemampuan hidup kapang Aspergillus

fumigatus pada penyimpanan dengan kertas

saring dan agar dalam air suling. Pengamatan makroskopik dilakukan dengan melihat morfologi koloni sedangkan untuk morfologi mikroskopik dilakukan dengan membuat kultur slide dan diamati perubahan morfologinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyimpanan jangka pendek sampai satu tahun biasanya dilakukan dengan subkultur secara berkala. Walaupun metode tersebut mudah tetapi mempunyai banyak kelemahan diantaranya memerlukan waktu dan perhatian yang lebih untuk subkultur untuk periode waktu tertentu. Kultur juga harus sering diuji untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kontaminasi dan kekeringan. Lebih lanjut, morfologi dan fisiologi dari kultur kapang juga mungkin mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kemampuan untuk sporulasi atau menginfeksi inang juga dapat berkurang setelah subkultur berkali-kali. Beberapa kekurangan dari teknik tersebut kurang sesuai untuk penyimpanan kapang untuk waktu yang lebih panjang.

Beberapa kultur kapang lebih tahan apabila disimpan dalam suhu yang lebih dingin dari suhu ruang, misalnya 4°C. Walaupun demikian karena beberapa keterbatasan tidak semua laboratorium dapat menyediakan tempat khusus penyimpanan pada suhu rendah. Oleh karena itu perlu dicari alternatif penanggulangannya. Penyimpanan kapang pada agar dalam air suling sudah lama digunakan karena metode tersebut mudah dan murah. Metode tersebut dilaporkan dapat mempertahankan viabilitas dan tidak mengubah

morfologi kapang-kapang tertentu. Pemilihan metode penyimpanan mikroorganisme terutama yang sering digunakan untuk penelitian sangat penting terutama untuk mempertahankan sifat genetik. Metode agar dalam air suling atau lebih dikenal dengan metode Castellani dilakukan dengan memasukkan kapang ke dalam air suling steril. Dalam kondisi lingkungan yang optimal akan menentukan keberhasilan penyimpanan dan kemampuan hidup kapang. Metode Castellani

banyak direkomendasikan karena mudah, murah dan sesuai untuk hampir semua kapang dan khamir (HARTUNG DE CAPRILES et al., 1989).

Pada penelitian ini penyimpanan dengan agar dalam air suling digunakan sebagai pembanding terhadap metode dengan kertas saring (Gambar 1). Metode ini memungkinkan untuk dipakai di laboratorium dengan fasilitas terbatas karena tidak memerlukan peralatan khusus, mudah dan murah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan dengan air suling memiliki keberhasilan yang tinggi. Isolat khamir dapat mencapai viabilitas hingga 100% setelah disimpan selama 2 tahun dengan metode agar dalam air suling tersebut (RODRIGUES et al., 1992). Laporan lain menyebutkan bahwa isolat kapang dan khamir yang disimpan pada agar dalam air mampu bertahan sampai 12 tahun dengan viabilitas mencapai 89,7% (QIANGQIANG et al., 1998). Morfologi kapang juga stabil (PANIZO et al.,

2005).

Penyimpanan dengan kertas saring merupakan modifikasi penyimpanan kering yang biasa dilakukan dengan media tanah atau pasir steril. Pada penyimpanan kering tersebut kultur dapat bertahan sampai 27 tahun tanpa mengalami perubahan morfologi (RAPER dan FENNELL, 1973). Kertas saring dipakai sebagai media karena mampu menyerap suspensi kapang dan mempunyai pori dengan ukuran tertentu yang memungkinkan spora dapat melekat erat dalam kertas saring. Suspensi kapang dalam keadaan cair menimbulkan kelembaban yang tinggi pada kertas saring dan mempertinggi kemungkinan timbulnya kontaminasi. Oleh karena itu dilakukan proses pengeringan pada suhu 40°C selama semalam. Pemilihan suhu tersebut berdasarkan data bahwa spora A. fumigatus masih dapat bertahan hidup dengan baik pada suhu 50oC

(4)

(RAPER dan FENNELL, 1973). Setelah itu, kertas saring dimasukkan ke dalam kantung plastik yang kemudian dirapatkan untuk mengeluarkan udara dalam kantung plastik. Dalam keadaan hampir hampa udara dan kondisi kering pertumbuhan kapang akan tertekan (dorman).

Hasil pengamatan makroskopik setelah penyimpanan 6 bulan menunjukkan bahwa pada penyimpanan dengan agar dalam air suling maupun dalam kertas saring tidak ada perubahan dalam morfologi koloni. Kapang juga masih tumbuh dengan cepat pada media SDA setelah inokulasi dan inkubasi selama 5 hari (Gambar 2a dan 2b).

Pengamatan secara mikroskopik menunjukkan bahwa morfologi A. fumigatus

pada penyimpanan menggunakan agar dalam air suling masih normal. Fruiting head dengan sterigmata yang membawa konidia berkembang sempurna. Spora yang dihasilkan juga melimpah.

Pada penyimpanan menggunakan kertas saring, meskipun morfologi koloni menunjukkan ciri-ciri normal tetapi morfologi mikroskopik mulai mengalami perubahan setelah penyimpanan 6 bulan. Pada penyimpanan 4 bulan, morfologi mikroskopik masih normal tetapi seperti terlihat pada Gambar 3b, susunan spora tidak mengembang sempurna seperti pada Gambar 3a. Spora yang dihasilkan juga lebih sedikit.

Gambar 1. Metode penyimpanan kapang dalam agar dan air suling steril (a) dan dalam kertas saring (b)

Gambar 2. Morfologi koloni A. fumigatus hasil inokulasi kembali dari penyimpanan pada agar dan air suling steril (a) dan kertas saring (b) setelah penyimpanan selama 6 bulan

(a)

(b)

(5)

(a) (b) (c)

Gambar 3. Morfologi mikroskopik (perbesaran 400x) A. fumigatus hasil kultur slide pada penyimpanan agar dalam air suling pada masa penyimpanan 6 bulan (a), dalam kertas saring pada penyimpanan 4 bulan (b), dan dalam kertas saring pada penyimpanan 6 bulan (c)

Setelah masa penyimpanan 6 bulan, spora yang dihasilkan juga sedikit dan ada perubahan morfologi. Walaupun demikian, morfologi secara umum belum berubah. Belum diketahui apakah perubahan tersebut bersifat sementara atau permanen. Perbedaan morfologi diduga karena pengaruh media untuk penyimpanan. Pada penyimpanan dengan agar dalam air suling steril, SDA dalam botol dengan penambahan air suling steril memungkinkan ketersediaan bahan makanan dan kelemababan yang cukup sehingga A. fumigatus masih dapat tumbuh normal. Pada penyimpanan dengan kertas saring, pengeringan menyebabkan berkurangnya kandungan air sehingga spora tidak tumbuh dan bertahan dalam bentuk spora. Sumber makanan yang sesuai dengan pertumbuhan juga tidak tersedia. Diduga perbedaan penampakan morfologi akibat tidak tersedianya air. Baik pada penyimpanan dengan menggunakan agar dalam air suling aupun dalam kertas saring tidak terjadi kontaminasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kapang Aspergillus

fumigatus dapat bertahan hidup tanpa

mengalami perubahan morfologi makroskopik padapenyimpanan dengan menggunakan agar dalam air suling dan kertas saring selama 6 bulan. A. fumigatus pada penyimpanan dengan kertasa saring menunjukkan bahwa spora yang dihasilkan lebih sedikit. Tidak ditemukan kontaminasi pada penyimpanan pada agar dalam air suling dan kertas saring.

DAFTAR PUSTAKA

BRUMMER, E., A. RESTREPO, L.H. D.A. HANSON, STEVENTS. 1990. The influence of in vitro passage and storage. 109: 13-17.

BARNES, G.L. 1984. Long-term survival of isolates of various Cladosporium and Fusicladium species under mineral oil. 87: 95-97.

DE LIMA RF and DE MORAES BORBA C. 2001. Viability, morphological characteristic and dimorphic ability of fungi preserved by different methods. Rev Iberoam Micol. 18: 191 – 196.

HARTUNG DE CAPRILES C, S. MATA and M. MIDDELVEEN. 1989. Preservation of fungi in water (Castellani): 20 years. Mycopathologia. 106(2): 73 – 79.

MENDES D.A., A.M. SILVA, C.M. BORBA and OLIVEIRA. 1994. Viability and Morphological alterations of Paracoccidioides brasiliensis strains preserved under ineral oil for long periods of time. Mycoses 37: 165 – 169. NAKASONE, K.K.; S.W. PETERSON,S.JONG. 2004.

Preservation and distribution of fungal cultures. Biodiversity of fungi: inventory and monitoring methods. Amsterdam: Elsevier Academic Press. hlm. 37 – 47.

ONION, A.H.S. 1983. Preservation fungi. In: The filamenteus fungi. SMITH, J.E., D.R. BERRY

and B.KRISTIANSEN (Eds). Edward Arnold. London. pp. 373 – 390.

PANIZO,M.M.,V.REVIAKINA andW.MONTES. 2005. Mantenimiento y preservación de hongos en agua destilada y aceite mineral. Rev. Soc. Ven. Microbiol. 25(1): pp. 35 – 40.

(6)

QIANGQIANG,Z.,W.JIAJUN andL.LI. 1998. Storage of fungi using sterile distilled water or lyophilization: comparison after 12 years. Mycoses. 41(5 – 6): 255 – 257.

RAPER, K.B. and D.I. FENNELL. 1973. The genus Aspergillus. The Williams & Wilkuns Company. P. 46.

RODRIGUES, E.G., V.S. LIRIO and C.D.S. LACAZ. 1992. Preservation of fungi and Actinomycetes of medical importance in distilled water. Rev Inst Med Trop Sao Paulo. 34(2): 159 – 165. RYAN,J.,D. SMITH,P.D.BRIDGE andP.JEFFRIES.

2003. The relationship between fungal preservation method and secondary metabolite production in Metarhizium anisopliae and Fusarium oxysporum. World J. Microbiol. Biotech. 19(8): 839 – 844.

SAN-BLAS, G., F. SAN-BLAS and L.E. SERRANO. 1977. Host-parasite relationships in the yeastlike form of Paracoccidiodes brasiliensis strains IVIC Pb9. Infect immune. 15: 343 – 346.

SANTOS,I.M.andN.LIMA. 2001. Criteria followed in the establishment of a filamentous fungal culture collection- Micoteca da Universidade do minho (mum). World J. Microbiol. Biotech. 17: 215 – 220.

SANTOS,I.M.,L.ABRUNHOSA,A.VENANCIO andN. LIMA. 2002. The effect of culture preservation techniques on patulin and citrinin production by Penicillium expasum link. Lett. Appl. Microb. 35: 272 – 275.

WINDELS.C.E.,P.M.BURNES and T.KOMENDAHL. 1993. Fusarium species stored on silica gel and soil for ten years. Mycologia 85: 21 – 23.

Gambar

Gambar 2.  Morfologi koloni A. fumigatus hasil inokulasi kembali dari penyimpanan pada agar dan air suling  steril (a) dan kertas saring (b) setelah penyimpanan selama 6 bulan
Gambar 3.  Morfologi mikroskopik (perbesaran 400x) A. fumigatus hasil kultur slide pada penyimpanan agar  dalam air suling pada masa penyimpanan 6 bulan (a), dalam kertas saring pada penyimpanan 4  bulan (b), dan dalam kertas saring pada penyimpanan 6 bula

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, yang lebih penting lagi adalah bagaimana orang tua memberikan arahan kepada anak ketika anak itu mendengarkan atau memainkan alat musik, karena mendengarkan suara

penelitian ini menyatakan bahwa penerapan metode EOQ kuantitas jumlah pembelian yang paling optimal tidak melebihi dari kapasitas penyimpanan minimum tanki BBM HSD sebesar

Secara teori terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti faktor individu yang berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen dan lain lain, faktor kerja

Error in recording cash transfer, April 8 ( 45,000) Cash transfer recorded in subsequent year, Dec. Investment in Branch account (Home

Pokja mengadaan evaluasi kualifikasi terhadap penawaran yang telah lulus tahapan penilaian administrasi, teknis dan harga..

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan modalitas fisioterapi berupa ultrasound dan terapi latihan, ultrasound mampu mengurangi keluhan

Hasil analisis menunjukan faktor risiko kejadian status gizi pendek pada anak balita adalah pola asuh dengan OR=50.3, tinggi badan ibu (OR =3.68), tinggi badan ayah (OR=5.05),

Delila Kania, 2013 Pembelajaran Konsep Hukum Perdata Untuk Meningkatkan Kebermaknaan Pendidikan Dan Kewarganegaraan Universitas Pasundan Bandung Universitas Pendidikan Indonesia