• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAGAL GINJAL AKUT.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAGAL GINJAL AKUT.docx"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Gagal ginjal Akut Gagal ginjal Akut A.

A. DefinisiDefinisi

Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/ARF) merupakan penurunan filtrasi glomerulus Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/ARF) merupakan penurunan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama beberapa j

(Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama beberapa j am hingga beberapa minggu,am hingga beberapa minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk buangan, termasuk urea dan kreatinin

disertai dengan terjadinya akumulasi produk buangan, termasuk urea dan kreatinin (Dipiro,2008). Kriteria primer untuk mendiagnosa ARF menggunakan kombinasi nilai (Dipiro,2008). Kriteria primer untuk mendiagnosa ARF menggunakan kombinasi nilai kreatinin serum (S

kreatinin serum (Scr cr ) dengan perubahan pada S) dengan perubahan pada Scr cr  atau pengeluaran urin (Urine Output/UOP) atau pengeluaran urin (Urine Output/UOP) (Dipiro,2008). Klasifikasi ARF berdasarkan keparahan dari ginjal:

(Dipiro,2008). Klasifikasi ARF berdasarkan keparahan dari ginjal: 1.

1. Risk: kehilangan fungsiRisk: kehilangan fungsi 2.

2. Injury: kerusakanInjury: kerusakan 3.

3. Failure : kegagalan fungsi ginjalFailure : kegagalan fungsi ginjal 4.

4. Loss: kehilangan fungsiLoss: kehilangan fungsi 5.

5. End Stage Renal Disease/ESRD: gagal ginjal stadium akhirEnd Stage Renal Disease/ESRD: gagal ginjal stadium akhir

B.

B. EpidemiologiEpidemiologi

Inseden kejadian gagal ginjal akut sekitar 200 kasus per 1 juta populasi ser tahunnya. Inseden kejadian gagal ginjal akut sekitar 200 kasus per 1 juta populasi ser tahunnya. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut meningkat dari 2% hmeningkat dari 2% hingga 25% pada ingga 25% pada pasien pada unit perawatan intensif.pasien pada unit perawatan intensif. Pada pasien di luar rumah sakit, gagal ginjal akut sering disebabkan oleh obat-obatan Pada pasien di luar rumah sakit, gagal ginjal akut sering disebabkan oleh obat-obatan  NSAIDs

 NSAIDs tanpa tanpa peresepan. peresepan. Obat Obat ini ini mengakibatnyan sekitar mengakibatnyan sekitar 500.000 hingga 500.000 hingga 2.500.000 kasus2.500.000 kasus nefrotoksisitas di Amerika Serikat per tahunnya (Dipiro, 2005).

nefrotoksisitas di Amerika Serikat per tahunnya (Dipiro, 2005). C.

C. EtiologiEtiologi

Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar terdi

Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar terdiri dari 3 bagian yaituri dari 3 bagian yaitu 1.

1. Kegagalan prarenal ( gagal ginjal sirkulatorik )Kegagalan prarenal ( gagal ginjal sirkulatorik )

Merupakan penyebab tersering GGA. Kegagalan prarenal terjadi akibat Merupakan penyebab tersering GGA. Kegagalan prarenal terjadi akibat keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, tetapi yang merusak ginjal dengan keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, tetapi yang merusak ginjal dengan mempengaruhi aliran darah ginjal. Penyebabnya adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aliran darah ginjal. Penyebabnya adalah segala sesuatu yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang parah yang menimbulkan syok, menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang parah yang menimbulkan syok, misalnya infark miokardium, reaksi anafilaktik, kehialngan darah atau deplesi volume misalnya infark miokardium, reaksi anafilaktik, kehialngan darah atau deplesi volume

(2)

yang berat, luka bakar atau sepsis. Tindakan bedah yang menyebabkan penurunan aliran darah ginjal yang lama juga dapat menyebabkan kegagalan prarenal.

2. Kegagalan intrarenal

Jenis GGA yang terjadi akibat kerusakan primer jaringan ginjal itu sendiri. Penyebabnya antara lain gangguan pada glomerulonefritis, pielonefritis, dan mioglobulinuria. Pada kegaglan intrarenal, kerusakan sel-sel ginjal biasanya terjadi akibat nekrosisi tubulus iskemik. Hal ini cenderung mengaburkan perbedaan antara kegagalan prarenal dan intrarenal karena penyebab utama nekrosis tubulus iskemik adalah penurunan aliran darah ginjal. Nekrosis tubulus juga dapat terjadi akibat efek langsung obat-obat nefrotoksik, misalnya logam berat dan pelarut organik. Misalnya antibiotic aminoglikosida, misalnya gentamisin. Kodein dan kafein dapat pula menimbulkan nekrosisi tubulus akut.

3. Kegagalan pascarenal ( obstruksi uropati akut )

Jenis GGA yang terjadi akibat kondisi yang mempengaruhi aliran urin keluar ginjal, dan mencakup cedera atau penyakit ureter, kandung kemih atau uretra. Penyebabnya adalah obstruksi; yang dapat terjadi sebagai respon terhadap banyak faktor, termasuk batu yang tidak diobati, tumor, infeksi berulang, hyperplasia prostat, atau kandung kemih neurogenik (Subekti, 2009).

D. Patofisiologi

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut autoregulasi. Mekanisme yang berperan dalam autoregulasi adalah reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen dan timbal balik tubule glomerular. Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi autoregulasi (Steffany, 2000).

Penyebab gagal ginjal akut dapat dikategorikan berdasarkan tempat kerusakan ginjal atau malfungsi yaitu :

 Pra renal (terjadi akibat perfusi renal)

 Intrinsik (terjadi akibat kerusakan structural dari ginjal)

 Pasca renal (terjadi akibat obstruksi aliran urin dari tubulus ginjal ke uretra)

 Fungsional (terjadi akibat perubahan hemodinamik pada glomerulus tanpa penurunan

(3)

E. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis sulit dikenali dan tergantung pada kondisi pasien. Pasien rawat jalan,  biasanya tidak mengalami kondisi akut. Pasien rawat inap, mengalami ARF setelah kejadian katastrofik. Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas  penyakit dan penyebabnya. Gejala pada pasien rawat jalan : perubahan pada kebiasaan urinasi, berat badan, atau nyeri di sisi tubuh. Gejala lain : edema, urin berwarna atau berbusa,  penurunan volume urin, dan terjadi hipotensi orostatik (Dipiro, 2008). Dapat terjadi oliguria, terutama apabila kegagalan disebabkan oleh iskemia atau obstruksi. Oliguria terjadi karena  penurunan GFR. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria dan terkait dengan

dihasilkannya volume urin encer yang adekuat (Subekti, 2009). F. Diagnosis

 Riwayat medis

 Riwayat penggunaan obat

 Pemeriksaan fisik : Jika produksi air kemih berkurang, maka patut dicurigai sebagai

gagal ginjal akut. Banyak pasien mengalami pembengkakan di seluruh tubuh disebabkan oleh retensi urin.

 Penilaian pada hasil laboratorium:

1. BUN (Blood Urea Nitrogen): Nitrogen urea terbentuk ketika protein rusak. Tes dilakukan dengan mengukur nitrogen urea dalam darah. Uji BUN dilakukan untuk

(4)

menguji fungsi ginjal. Nilai BUN orang normal berkisar 7-20 mg/dL. Gagal ginjal akut ditandai dengan peningkatan kadar BUN.

2. Creatinine clearance : Mengukur kreatinin dalam darah dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal (GFR) dalam ekskresi kreatinin. Penurunan nilai kreatinin klearan mengindikasikan gagal ginjal akut.

 Nilai normal : Pria : 97-137 ml/min, Wanita : 88-128 ml/min

3. Creatinine

 – 

 urine : Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatinin otot dan kreatinin fosfat (protein), disintese dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah, dan diekskresikan dalam urine. Tes ini dapat digunakan sebagai tes skrining untuk mengevaluasi fungsi ginjal. Tes digunakan untuk memberikan informasi mengenai bahan kimia lain dalam urin seperti albumin atau  protein. Nilai kreatinin dalam urin (sampel 24-jam) berkisar 500-2000 mg / hari,

tergantung pada usia Anda dan jumlah massa tubuh.

4. Serum creatinine ( Blood Creatinine ): Pemeriksaan kreatinin serum berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerolus. Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal. Perbandingan normal antara BUN dan kreatinin adalah 12 : 1

 – 

 20 : 1. Nilai rasio yang lebih tinggi menjadi petunjuk adanya gangguan prerenal. Nilai normal dalam darah (Yaffe dan Joyce L. F. Kee, 1997): Pria : 0,6-1,3 mg/dl, atau 45-132,5 umol/L,

Wanita : 0,5-0,9 mg/dl

Anak : 0,4-1,2 mg/dl (27-54 umol/L) Bayi : 0,7-1,7 mg/dl

Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl

5. Serum potassium (test hiperkalemia): Tes ini mengukur jumlah kalium dalam darah. Kalium (K +) membantu saraf dan otot berkomunikasi. Hal ini juga membantu nutrisi pindah ke sel dan produk-produk limbah keluar dari sel. kadar Kalium dalam tubuh terutama dikendalikan oleh hormon aldosteron. Kadar Kalium normal berkisar 3,7-5,2 mEq / L (miliekuivalen per liter). Hiperkalemia dapat terjadi apabila ada gangguan ginjal, oliguri, anuria.

6. Urinalysis:  warna urin normal bervariasi dari hampir tidak berwarna hingga kuning tua. Biasanya glukosa, keton protein, dan bilirubin tidak terdeteksi dalam urin., yang ditemukan dalam urin: hemoglobin, nitrit, sel darah putih. Kisaran nilai normal mungkin sedikit berbeda antara laboratorium yang berbeda

 Studi pensitraan (imaging studies)  Monitoring pada perubahan UOP

(5)

G. Faktor risiko

Faktor resiko ARF diantaranya peningkatan usia, infeksi akut, gangguan pernafasan atau kardiofaskular kronik yang sudah ada sebelumnnya, dehidrasi dan gagal ginjal kronik. Penurunan perfusi ginjal yang menyertai operasi bypass abdominal atau koroner, kehilangan darah akut akibat trauma, dan nefropati asam urat juga dapat meningkatkan resiko (Dipiro, 2008).

H. Terapi

Tujuan Terapi  : mencegah ARF. Apabila terjadi ARF, tujuan terapi adalah utnuk menghindari dan meminimalisasi kerusakan ginjal lebih lanjut yang dapat menghambat  pemulihan dan untuk menyediakan fungsi penujang sampai fungsi ginjal kembali normal.

Strategi terapi :meningkatkan output urine & RBF, menjaga keseimbangan cairan & elektrolit, menghilangkan sampah metabolit, meminimalkan nephrotoxic injury lebih lanjut. Pada terapi GGA, terdapat terapi konservatif, yaitu preventif, suportif dan substitusi yang  berguna untuk mencegah komplikasi GGA, dan jika terapi konservatif ini gagal maka akan diberlakukan managemen terapi GGA dengan terapi ginjal pengganti atau dialisa (Dipiro, 2008).

1. Terapi Konservatif

a. Terapi Preventif (Fase Oliguri Awal) Tujuan :

 mencegah terjadi faktor resiko yang ada baik akibat tindakan di dalam rumah

sakit maupun yang sudah ada sebelumnnya.

 Memperingan keadaan GGA dan mengusahakan agar perfusi renal seoptimal

mungkin sehingga oliguri diubah menjadi non-oliguri.

Diusahakan pasien memenuhi asupan cairan tiap harinya untuk memenuhi volume efektif tubuh kurang lebih 2 L/hari untuk mencegah dehidrasi. Cara mengatasi kehilangan volume cairan tubuh :

1. a. Pendarahan diberi transfuse

 b. Plasma expander bila ada luka peritonitis, trauma c. Air dan elektrolit yang sesuai :

(6)

 Muntah

 – 

 muntah diberi NaCl 0,45% ditambah kalium (10-20m/mol)

 Kehilangan cairan/gangguan pankrealitis, diberi NaCl 0,9% dtambah HCO3

 Diare diberi D5% ditambah HCO3 + Kalium

2. Bila volume efektif tubuh sudah teratasi/rehidrasi masih tetap oliguri bisa diberi dieresis osmotik berupa :

 Manitol 12,5 gr i.v tiap 5 menit, dapat diulang 30 menit kemudian bila produksi

urin <20 cc/jam. Apabila diuresi >20 cc/jam manitol dapat diteruskan 100 g dalam D5% liter/24 jam.

 Furosemid 40

 – 

  80 mg i.v. Penggunaan furosemid secara dini pada saat belum

terjadi kelainan organ sangat membantu mencegah terjadinya nekrosis tubular akut (NTA). Bila 1

 – 

  2 jam sesudah pemberian dieresis tidak timbul dilakukan diuresis paksa dengan dosis 250

 – 

 500 mg drip dalam 150 cc D5%/jam.

3. Bila tetap oliguri dapat diberikan obat vasoaktif untuk memperbaiki perfusi ginjal yakni dopamine, natriuretik peptide dari atrium. Pemberian dopamine dosis rendah 2

 – 

 5 mg/kg/menit dalam 12 jam.

4. Untuk mempertahankan integritas sel diberi bahan

 – 

 bahan sitoprotektif yang akhir

 – 

akhir ini dicoba pada tahap dini (oliguri) yakni obat penghambat kanal kalsium (nifedipine) , prostaglandin, maupun anti radikal bebas (n-asetylcystein).

5. Bila semua tindakan tindakan pengobatan 1, 2, 3, 4 gagal diperlukan terapi aktif/ dialisa agar tidak masuk tahap oliguri menetap (Hadi, 1996).

2. Terapi Suportif (Fase Oliguri Menetap)

Fase ini merupakan fase gawat darurat pada GGA/NTA. Komplikasi dapat terjadi dan  berakibat mematikan pada fase ini sehingga harus diobati dengan baik, seperti

hiperkalemi, infeksi/sepsis, kelainan neurologi (koma), kardiovaskuler, gastrointestinal (hematemesis-melena), respirasi, asidosis metabolik. Tujuan terapi adalah menjaga agar  pasien tetap dapat bertahan hidup sehingga ada kesempatan ginjal lebih baik. Terapi

secara suportif homeostatis mengatasi gangguan keseimbangan, antara lain:

 Pendekatan non-farmakologis :

- Perawatan suportif yang bertujuan untuk memelihara curah jantung/output jantung dan tekanan darah dalam mengoptimalkan perfusi jaringan selama restorasi/pemulihan fungsi ginjal.

- Tidak menggunakan/menghentikan obat-obatan yang dapat mempengaruhi  penurunan aliran darah ginjal

- Dialisis atau terapi pengganti ginjal : dialisis dilakukan dengan indikasi ureum darah >200mg%, hiperkalemia >7,5 mEq/L, bikarbonat serum <12 mEq/l, adanya gejala overhidrasi (edema paru

 – 

 paru, dekompensasi jantung, dan hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat

 – 

  obatan), uremia dengan penurunan kesadaran. Pengobatan pengganti ginjal secara kontinyu dengan CAVH (continous arterivenous hemofiltrstion) yang tidak memerlukan mesin pompa sederhana. CAVH dan CVVH (continuous venovenous hemofiltration) berdasarkan prinsip  pengeluaran cairan bersama solutnya melalui membrane semipermeable oleh

hemofilter oleh karena perbedaan tekanan (convective clearance). - Pengaturan elektrolit (electrolit management ) :

 Hiperkalemia: 5,5-7,0 mEq/L diatasi dengan kation exchange resin.Bila kadar

kalium <7,0 atau ada kelainan EKG atau aritmia jantung diberikan kalsium glukonat 10% 0,5 ml/kgBB intravena dan natrium bikarbonat 7,5% 2,5mEq/kgBB intravena masing

 – 

  masing dalam 10

 – 

  15 menit. Bila hiperkalemia masih ada, berikan glukosa 0,5 g/kgBB/invus selama 30 menit

(7)

ditambah insulin 0,1 U/kgBB atau 0,2 U/g glukosa. Kalsium glukonat adalah terapi pilihan jika ada abnormalitan EKG (Renal Clinicians Group, 2005).

 Hiponatremia: <120mmol/L atau disertai gejala celebral dikoreksi dengan

 NaCl hipertonik 3% dalam 1

 – 

  4 jam sampai Na serum 125mEq/L dengan rumus Na (mmol) = (jumlah mol Na yang diinginkan (mmol/L)- jumlah mol  Na pada saat itu (mmol/L)) x 0,6 x BB (kg) (Renal Clinicians Group, 2005).

Sehingga memerlukan pembatasan asupan natrium yang tidak melebihi 3 gram. Semua sumber natrium termasuk antibiotik, perlu dipertimbangkan dalam perhitungan asupan natrium harian.

 Hipernatremia: biasanya karena cairan ekstrarenal pada pasien atau

ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium, kelebihan Na bicarbonate, resusitasi volume, Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total. Adanya defisit cairan tubuh dapat dihitung dengan BB x 0,65 x (( jumlah mol  Na pada saat itu

 – 

 140)/140). Deficit cairan diganti dengan 0,45% salin selama

36

 – 

 72 jam (Renal Clinicians Group, 2005).

 Hiperfosfatemia: terjadi restruksi fosfat, fosfat mengikat kalsium karbonat jam

(Renal Clinicians Group, 2005).

 Hipofosfatemia: terjadi pada status poliuri, larutkan solution NaPO4  (atau

KPO4) 1 dalam 10 water of injection dan berikan pada 0,12-0,25 ml/jam jam (Renal Clinicians Group, 2005).

 Hipokalsemia: disebabkan karena kegagalan absorbi di gastrointestinal, proses

asidosis rhabdomyolisis. Jika emergency  diberikan 0,5mL/kg/jam 10% Ca glukonat, non emergency diberikan 120ml/m2 10% Ca glukonat per hari. Jika resisten terhadap Ca glukonat, periksa magnesium (Renal Clinicians Group, 2005).

 Hipermagnesia: sering merupakan gejala paralisis otot, depresi pernafasan,

hipotensi bahkan koma. Hati-hati pemberian antasida atau laksan yang mengandung magnesium. Terapi dengan preparat kalsium; insulin + dekstrosa 5%.

 Gangguan keseimbangan Asam-Basa

Terapi gangguan keseimbangan asam basa dibagi menjadi dua antara lain : 1. Terapi asidosis respiratorik

 Diberikan cairan yang mengandung bikarbonat dengan pH < 7, 10 segera diberikan bikarbonat 2-4mEq/kgBB

 Bila mungkin lakukan pemeriksaan analisis gas darah dengan memakai rumus berikut :

Bikarbonat yang diperlukan (mEq) = BE x 0,3 BB

 Keadaan terkompensasi (pH normal) berikan setengah cairan secara cepat dan sisanya dengan infuse. Keadaan tak terkompensasi (pH < 7,140) berikan koreksi penuh secara cepat.

 Bila terdapat gangguan fungsi ginjal pemberian natrium bikarbonat harus berhati

 – 

 hati, karena natrium dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler.

2. Terapi alkalosis respiratorik

Pengobatan alkalosis metabolic atau respiratorik adalah dengan pemberian ammonium klorida dengan dosis menurut rumus :

Ammonium klorida yang diperlukan (mEq) = (kons. Na bikarbonat yang diinginkan

 – 

 kons. Na bikarbonat yang diukur) x BB (kg) x faktor distribusi dalam tubuh (untuk ammonium klorida adalah 0,2-0,3).

(8)

Pada GGA kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan keadaan proses kataboliknya. GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yang amat komplek, tidak hanya mengatur air, asam basa, elektrolit, tetapi asam amino atau protein, karbohidrat dan lemak.

Pengaturan karbohidrat : untuk mencegah pemecahan jaringan endogen dan starvation ketoasidosis harus diberikan cukup kalori, yaitu 35

 – 

 50 kal/kgBB. Pengaturan protein : keperluannya ditentukan oleh hiperkatabolisme penderita, sebaiknya diberikan protein hewani sebanyak 0,5g/kgBB/hari bila hiperkatabolisme ringan; bila berat protein dapat ditolerir diberikan 1-1,5g/kgBB/hari. Protein yang diberikan kombinasi asam amino essensial dan non essensial. Lemak dapat diberikan dalam bentuk non essensial dengan  jumlah lebih kecil (maksimal 1/3 jumlah kalori).

 Pendekatan Farmakologi

Bila ada overdehidrasi, dapat diberikan furosemid 40-80 mg/i.v. Bila tetap gagal dapat dilakukan dialisa. Terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy/RRT), seperti hemodialisis dan dialysis perotonial berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit saat dilakukan eksresi produk buangan untuk indikasi bagi RRT pada penderita ARF. AEIOU Sebagai dasar Indikasi Untuk Terapi Penggantian ginjal.

(9)

Alogaritma terapi GGA oliguri (Dipiro,2005)

Kombinasi terapi diuretis adalah salah satu solusi jika mengalami resistensi diuretik, misal diberikan kombinasi terapi loop diuretic dengan sediaan diuretic yang mempunyai kelas farmakologi ang berbeda akan lebih efektif pada pasien GGA. Kombinasi dengan sediaan diuretic yang bekerja pada masing

 – 

 masing tubulus, seperti thiazide diuretik untuk tubulus distal atau amiloride untuk tubulus kolektivus dapat bekerja sinergis dengan loop diuretic dengan membloking peningkatan compensary penyerapan natrium dan klorida (Dipiro, 2005).

Diuretik loop

Tidak menunjukkan peningkatan pemulihan pada pasien ARF. Namun Diuretik dapat memfasilitasi pengaturan kelebihan cairan. Diuretic yang paling efektif adalah manitol dan diuretic loop (furosemid).

a. Manitol 20% diberikan pada dosis 12.5-25 g secara iv selama 3-5 menit. Kerugian : harus diberikan secara iv, risiko hiperosmolaritas, dan kebutuhan yang tinggi akan  pengawasan karena manitol dapat berkontribusi pada terjadinya ARF.

 b. Diuretic loop (furosemid, bumetanid, torsemid, asam etakrinat) memiliki efikasi yang mirip. Asam etakrinat digunakan khusus untuk pasien dengan alergi obat golongan sulfa. Pemberian diuretic secara kontinu melalui infuse terlihat lebih efektif dan

(10)

memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan pemberian bolus secara intermiten.

c. Dosis permulaan (loading dose) iv (setara dengan 40/80 mg furosemid) sebaikanya diberikan sebelum memulai pemberian infus kontinu (setara dengan pemberian furosemid 10-20 mg/jam).

d. Beberapa strategi dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan umum pada pasien ARF yakni resistansi diuretic. Gologan obat diuretic bekerja pada tubulus distal (tiazida) atau pada duktus pengumpul (amilorida, triamteren, spinorolakton) yang dapat bekerja sinergis apabila digunakan bersamaan dengan diuretic loop. Etolazon umum digunakan karena berbeda dengan tiazida lain. Metolazone dapat memberikan hasil dieresis yang positif pada pasien dengan GFR kurang dari 20 ml/menit (Dipiro, 2008).

Penyebab Umum Resistensi Diuretik Pada Pasien Gagal Ginjal Akut

3. Terapi Substitusi (Fase dieresis dan Penyembuhan)

Pada Fase ini yang perlu diperhatikan adanya poluri (sampai 4000-5000 cc/hari) yang mungkin berakibat dehidrasi, asidosis, bahkan hipokalemi. Terapi dengan substitusi cairan, garam, bikarbonat, kalium, dicoba per oral bila tidak mungkin bisa parenteral 3

 – 

 5 hari. Fase  poliuri ini berhenti dan pelan

 – 

 pelan normal bila BUN menurun sampai <45 mg%.

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2005,

 Pharmacotherapy : A Phatophysiologic Approach, Ed 6 th , Mc. Graw-Hill, New York. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G C., Matzke, G . R., Wells, B. G., and Posey. L M., 2008,

 Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc., New York

Referensi

Dokumen terkait

Gagal ginjal akut post renal terjadi bila obtruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan ureter bilateral, atau obtruksi pada ureter unilateral di mana ginjal satunya

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan

2 Intolerasi aktivitas BH D anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal ginjal yang ditandai dengan : DO : Biasanya pasien mengeluh lelah, dan nyeri sendi.. D S : lelah,

Pengobatan gagal ginjal dengan cara meminum obat-obatan, mengontrol makanan dan cairan yang akan masuk dalam tubuh (sesuai ketentuan) apabila sudah kronik, harus melakukan

Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk

Bila ginjal tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya maka akan timbul masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik seperti Kelebihan

Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu

Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada