• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bismillah Skripsi Gout Lancar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bismillah Skripsi Gout Lancar"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh:

Siti Khoiriya

NIM: 125070201111009

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT DI PUSKESMAS DADAP KUNING,

CERME GRESIK

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh :

Siti Khoiriya

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga proposal tugas akhir penulis yang berjudul “Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Rendah Purin pada Penderita Gout Di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik“ ini dapat di selesaikan dengan baik. Proposal penelitian ini disusun berdasarkan pada tingginya ketidakpatuhan terapi pada penderita gout khususnya di Puskesmas Dadap Kuning dimana responden masih mengkonsumsi makanan tinggi purin sehingga penulis ingin mengetahui lebih lanjut apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin.

Dengan selesainya penyusunan proposal tugas akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

2. Dr. dr. Kusworini, M.Kes., SpPK selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

3. Ns. Heri Kristianto, S.Kep. M.Kep. Sp. Kep. MB selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dalam

Pembimbing I

Ns. Heri Kristianto, S.Kep. M.Kep. Sp. Kep. MB NIP. 1982 1126 200812 1 001

Pembimbing II

Ns. Tony Suharsono, S.kep. M.kep NIP. 1980 0902 200604 1 003

(4)

memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

4. Ns. Tony Suharsono, S.kep. M.kep selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dalam memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

5. Ns. Lilik Supriati, S.Kep., M.Kep dan Ns. Septi Dewi, S.Kep., M.Ng selaku coordinator tugas akhir yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian proposal tugas akhir ini.

6. Segenap anggota tim tugas akhir FKUB yang telah banyak memfasilitasi kelengkapan sarana penyelesaian proposal tugas akhir ini.

7. Ibu, Bapak dan Saudara tercinta yang senantiasa berdoa, dan memberikan semangat serta dukungan dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

8. BUGE dan Teman-teman seperjuangan PSIK REGULER 1 2012 yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

9. Teman-teman kosan Pak Rochim yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan proposal tugas akhir ini.

10. Kak Jonghyun dan Kak Chanyeol yang sudah menghibur ketika penulis mengalami kejenuhan dalam penyusunan proposal.

11. Semua pihak yang turut berperan dalam penyelesaian penyusunan tugas akhir ini.

12. Penulis menyadari penulisan proposal tugas akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga proposal tugas akhir ini dapat bermanfaat.

13. Malang, 26 November 2015

(5)

15. Penulis 16.

(6)

17. DAFTAR ISI

Halama

Halaman Judul...i Halaman Persetujuan...ii Kata Pengantar...iii Daftar Isi...v Daftar Tabel...vii Daftar Lampiran...viii BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan Penelitian...5 1.3.1 Tujuan Umum...5 1.3.2 Tujuan Khusus...5 1.4 Manfaat Penelitian...6 1.4.1 Manfaat Teoritis...6 1.4.2 Manfaat Praktis...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Konsep Gout...7 2.1.1 Definisi Gout...7 2.2.2 Etiologi Gout...7 2.2.3 Manifestasi klinik...8 2.2.4 Penatalaksanaan Gout...10 2.2 Diet Gout...13 2.3 Konsep Kepatuhan...14 2.3.1 Definisi Kepatuhan...14

(7)

2.4 Konsep Keluarga...16

2.4.1 Definisi Keluarga...16

2.4.2 Fungsi Keluarga...17

2.4.3 Definisi Dukungan Keluarga...18

2.4.3 Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan melaksanakan diet ... 20

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS...22

3.1 Kerangka konsep...22

3.2 Hipotesis...24

BAB IV METODE PENELITIAN...25

4.1 Desain Penelitian...25

4.2 Populasi dan Subjek Penelitian...25

4.2.1 Populasi...25

4.2.2 Subjek...25

4.2.3 Teknik Sampling...26

4.3 Identifikasi variabel...26

4.3.1 Variabel bebas (independent)...26

4.3.2 Variabel tergantung (dependent)...26

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian...27

4.5 Instrumen penelitian...27

4.6 Definisi Operasional...30

4.7 Uji coba instrumen penelitian...32

4.8 Kerangka Kerja...33

4.9 Pengumpulan dan Pengolahan Data...34

4.10 Teknik Analisa Data...35

4.10.1 Pre Analisa...35

4.10.2 Analisa Data...37

4.11 Etika Penelitian...39

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin

dan anjuran makan ... 13

Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 32

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Kisi-kisi Kuesioner ... 47 Lampiran 2 Lembar Kuesioner ... 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit asam urat yang dalam istilah medis dikenal dengan gout, merupakan penyakit akibat penumpukan asam urat, baik karena produksi yang meningkat atau ginjal tidak mampu mengeluarkannya sehingga kristal asam urat menumpuk di persendian. Produksi yang meningkat disebabkan

(9)

oleh mengkonsumsi makanan dengan kadar purin tinggi. Selain itu, karena obat-obatan, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus (Wahyuningsih, 2013).

Kadar asam urat yang tinggi disebut dengan hiperurisemia, batas pada pria yaitu 7,0 mg/dl dan 6 mg/dl pada wanita (Ikatan Dokter Indonesia, 2014). Keadaan hiperurisemia meningkatkan risiko arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal (Putra, 2006; Wortmann, 2009). Tahun 1999, prevalensi gout dan hiperurisemia di USA adalah 41 per 1000, dan di UK adalah 14 per 1000 (Bandolier Team, 2005). Tahun 2003 di Kanada, terdapat 3,0% gout pada orang dewasa (Wong, 2010). Tahun 2004 di Australia prevalensinya 3,8% (Minaur et al., 2004, dalam Wong, 2010). Tahun 2005, terdapat 1,4% gout di UK dan Jerman (Annemans et al., 2008 dalam Wong, 2010). Tahun 2006-2007 dari New Zealand Health Survey, 1,3% dari orang dewasa dan lebih tua memiliki gout. Gout lebih umum pada laki-laki (2,4%) daripada perempuan (0,3%). Prevalensi gout meningkat dengan usia, paling tinggi pada kelompok usia 55-64 tahun (Wong, 2010). Di Indonesia, artritis gout merupakan penyakit rematik ketiga yang sering menyerang golongan usia lanjut, yaitu sekitar 6-7% (Departemen Kesehatan, 2006). Data dari Puskesmas Dadap Kuning Cerme Gresik, jumlah penderita gout mulai bulan Mei 2015 sampai Oktober 2015 adalah 44 orang.

Sebanyak 75% penderita gout awalnya terserang pada bagian sendi ibu jari kaki. Bagian lain yang dapat terserang adalah pergelangan kaki, tumit, pergelangan tangan, jari, dan siku. Pada keadaan akut, kristal asam urat di sendi menyebabkan rasa nyeri intens dan bengkak. Tahap gout tofi kronis, dapat mengakibatkan kerusakan sendi yang permanen dan penyakit ginjal (NIAMS, 2002). Untuk menghentikan serangan akut, mencegah kambuhnya

(10)

serangan dan mencegah komplikasi, dibutuhkan terapi modifikasi gaya hidup dan obat. Modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan (bagi yang obesitas), mengurangi konsumsi alkohol, meningkatkan asupan cairan, mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout, terapi es pada tempat yang sakit dan menghindari makanan yang mengandung purin tinggi (Depkes RI, 2006).

Makanan purin tinggi didapat dari makanan yang mengandung protein. Penelitian pada 14.809 orang di Amerika menunjukkan hasil bahwa peningkatan konsumsi daging dan seafood berhubungan dengan tingginya serum asam urat (Choi, Liu, and Curhan, 2005). Penelitian pada dosen di Universitas Siliwangi didapatkan hasil, hiperurisemia lebih banyak terjadi pada responden dengan konsumsi makan tinggi purin yang sering dibandingkan dengan yang jarang (Lina & Setiyono, 2014). Penelitian pada lansia gout menyatakan adanya hubungan signifikan antara gout dan konsumsi makanan tinggi purin. Faktor yang menyebabkan konsumsi makanan tinggi purin karena ketersediaan makanan tersebut yang terjangkau (Nengsi, Bahar, Salam, 2014). Penelitian Ferre et al (2013), dari 99 sampel, 66,7% mempunyai kadar asam urat tidak normal, sebanyak 55,6% responden memiliki asupan purin tinggi yaitu >1000mg per hari. Sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan purin dan penyakit artritis gout.

Intervensi diet pada penderita gout dapat menurunkan kadar urat sampai 18% dan frekuensi serangan gout sampai 67% (Jordan, 2004 dalam Depkes RI, 2006). Setengah dari asam urat dalam tubuh didapat dari asupan makanan tinggi purin. Jika asupan makanan tinggi purin tidak dikendalikan, maka kadar urat dapat melonjak sampai 12-14mg/dL (McCarty, 2003). Dilihat

(11)

dari pertimbangan biaya dan manfaat, diet rendah purin harus menjadi pilihan pertama dalam terapi pasien. Hasil penelitian menunjukkan level serum urat mengalami penurunan yang terus berlanjut dengan intervensi modifikasi diet (Peixoto et al., 2001).

Gout memiliki tingkat kepatuhan terendah dibandingkan dengan penyakit rematik lainnya, dan dari banyak penyakit kronis seperti hipertensi, hipotiroidisme, diabetes tipe 2, gout merupakan penyakit dengan ketidakpatuhan tertinggi terhadap pengobatan, selain itu ketidakpatuhan terhadap diet dan gaya hidup lebih buruk daripada ketidakpatuhan terhadap farmakoterapi (Reach, 2011). Hasil penelitian di Cina, kepatuhan terhadap rekomendasi diet dan pengobatan gout sangat buruk (Sheng, Zeng and Fang, 2014).

Kepatuhan diet dipengaruhi oleh pendidikan, motivasi, perilaku, ketersediaan makanan dan dukungan (Sherman et al., 2000). Review 122 penelitian ditemukan kepatuhan 27% lebih tinggi ketika pasien mempunyai dukungan praktis (DiMatteo, 2004). Penelitian sebelumnya menyimpulkan, kurangnya dukungan sosial secara signifikan dihubungkan dengan ketidakpatuhan diet (Aggarwal et al., 2010). Dukungan sosial, termasuk dukungan keluarga membantu pasien menyiapkan makanan yang sehat dan membatasi makanan yang tidak sehat (Barbiera, Attree, Todd., 2008).

Keluarga terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di bawah satu atap, dimana terdapat dukungan keluarga meliputi dukungan emosional, penilaian, instrumental dan dukungan informasional (Friedman, 1998). Dukungan keluarga secara terus-menerus diperlukan agar penderita dapat melaksanakan rencana pengobatan dan tetap patuh terhadap diet yang dianjurkan. Wawancara yang dilakukan peneliti pada 13 penderita gout yang pernah berkunjung di Puskesmas Dadap Kuning, 9

(12)

diantaranya masih mengkonsumsi makanan dengan kandungan purin tinggi atau sedang. Penderita gout menyadari bahwa makanan tersebut dapat mencetuskan serangan, namun ada berbagai faktor yang menyebabkan makanan tersebut tetap dikonsumsi diantaranya keinginan mengkonsumsi makanan tersebut, dan keluarga tidak selalu mengingatkan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga instrumental pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

2. Mengidentifikasi dukungan keluarga informasional pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

3. Mengidentifikasi dukungan keluarga penilaian pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

4. Mengidentifikasi dukungan keluarga emosional pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

5. Mengidentifikasi kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

(13)

6. Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka mengenai hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan melaksanakan diet rendah purin pada penderita gout.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan tentang pentingnya dukungan keluarga dalam menjalankan diet rendah purin pada penderita gout.

2. Bagi pasien

Bahan pertimbangan dan masukan bagi penderita gout agar mengetahui dampak yang diakibatkan jika tidak patuh dalam menjalankan diet rendah purin sehingga akan memenuhi aturan-aturan diet tersebut.

3. Bagi keluarga

Bahan pertimbangan dan masukan bagi keluarga akan pentingnya mematuhi diet rendah purin sehingga dapat menjadi masukan bagi keluarganya untuk memberi dukungan terhadap kepatuhan diet.

4. Bagi tempat penelitian

Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan atau perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada penderita gout yang tidak patuh dalam menjalankan diet rendah purin.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gout

2.1.1 Definisi Gout

Gout menggambarkan sekumpulan penyakit termasuk hiperurisemia, serangan akut pada sendi yang berkaitan dengan adanya monosodium urat dalam leukosit yang ditemukan pada cairan sendi sinovial, endapan kristal monosodium urat dalam jarigan (tofi), penyakit ginjal interstisial, nefrolitiasis asam urat. Kondisi hiperurisemia dapat hanya berupa peningkatan kadar asam urat dalam serum, tetapi asimtomatik. Risiko gout terjadi jika konsentrasi urat supersaturasi yaitu lebih besar dari 7,0mg/dL (Hawkins & Rahn, 2005).

2.2.2 Etiologi Gout

Hiperurisemia terjadi akibat ekskresi asam urat oleh ginjal yang tidak adekuat atau produksi asam urat yang berlebihan (hasil dari pemecahan makanan atau purin endogen). Penyebab berkurangnya ekskresi asam tidak diketahui, tetapi ada faktor yang berperan seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, menurunnya fungsi ginjal, konsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu. Obat-obatan yang menyebabkan hiperurisemia dan gout seperti, diuretik loop dan tiazid, yang menghalangi ekskresi asam urat pada distal tubular. Pada usia premenopause berkurangnya estrogen dapat meningkatkan asam urat

(15)

karena fungsi estrogen adalah untuk mendorong ekskresi asam urat. Tahap selanjutnya asam urat tersebut akan membentuk endapan kristal asam urat di sendi dan tendon. Kelarutan asam urat berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Hal ini yang menyebabkan mengapa pada cuaca dingin lebih terasa nyeri (Setter & Sonnet, 2005).

2.2.3 Manifestasi klinik

Gout adalah diagnosis klinis, sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimia. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat, dilakukan aspirasi cairan sinovial dari sendi yang inflamasi dan kristal monosodium urat diidentifikasi melalui mikroskop polarisasi. Namun, dokter dan tenaga kesehatan sangat jarang menggunakan cara tersebut karena membutuhkan alat dan latihan khusus. Banyak dokter mendiagnosa pasien didasarkan pada gejala klasik. Panduan diagnosis klinis dari American College of Rheumatology termasuk adanya nyeri sendi secara tiba-tiba, merah, dan bengkak. Tanda lain adalah hiperurisemia (Choi et al., 2013).

1. Hiperurisemia asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik (Wortmann, 2009; Edward, 2008).

(16)

2. Arthritis gout, meliputi 3 stadium: a. Artritis gout akut

Serangan pertama terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Gejala yang muncul, yaitu radang sendi, timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit. Keluhan berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Faktor pencetus antara lain trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang meningkatkan atau menurunkan asam urat (Wortmann, 2009; Edward, 2008; Tehupeiroy, 2006).

b. Stadium interkritikal

Stadium ini tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi terus berlangsung. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut (Tehupeiroy, 2006).

c. Artritis gout kronik = kronik tofaseus gout

Ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, menyebabkan destruksi pada sendi dan menimbulkan deformitas. Tofi sering pecah dan sulit sembuh, hingga terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya

(17)

hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik (Wortmann, 2009; Edward, 2008).

2.2.4 Penatalaksanaan Gout A. Modifikasi gaya hidup

1. Penurunan berat badan (bagi yang obesitas).

2. Menghindari makanan yang mengandung purin tinggi (hati, ginjal, lidah), dan minuman tertentu (tinggi fruktosa).

3. Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol), alkohol meningkatkan produksi urat dan menurunkan ekskresi urat dan dapat mengganggu ketaatan pasien.

4. Meningkatkan asupan cairan.

5. Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (misal: diuretik tiazid).

6. Terapi es pada tempat yang sakit. B. Obat

1. Kolkhisin

Untuk mengurangi nyeri dan mengurangi bengkak pada gout akut, dosis yang digunakan adalah 2 tablet (1,2 mg) diberikan segera, 1 jam kemudian diberikan 1 tablet (0,6 mg). Dilanjutkan 1 tablet dua atau tiga kali sehari selama satu minggu. Obat ini harus diminum setelah makan, karena risiko untuk terjadi gangguan lambung. Efek samping yang mungkin terjadi adalah diare, mual atau muntah dan nyeri lambung. Kolkhisin harus digunakan hati-hati pada orang dengan gangguan ginjal.

2. Glukokortikosteroid (Methylprednisolone (Medrol), Prednisone (Deltasone), Triamcinolone (Kenalog).

Kenalog 60 mg diikuti dengan steroid dosis rendah atau prednison secara oral diberikan 30 mg sampai 0 mg sampai 10 hari. Untuk mencegah serangan gout diberikan 1 atau 2 tablet

(18)

(0,6 mg) per hari, maksimum 1,2 mg perhari. Efek samping antara lain: retensi sodium dan cairan, kenaikan berat badan, tekanan darah tinggi, kehilangan potasium, buruknya kontrol gula darah, dan sakit kepala. Hati-hati penggunaan pada pasien diabetes.

3. Nonsteriodal antiinflammatory drugs (NSAIDs) (Celecoxib (Celebrex), Ibuprofen (Advil), Indomethacin (Indocin), Naproxen (Aleve, Naprosyn)).

Dosis tinggi diberikan selama tiga hari pertama, diikuti dengan dosis sedang selama 7 hari. Untuk mencegah serangan gout dosis rendah digunakan selama 6 bulan pertama untuk terapi penurunan urat. Efek samping yang terjadi seperti mual, perut tidak nyaman, retensi sodium dan cairan, dispepsia, ulser lambung, dan sakit kepala. Khususnya pada pasien tua, obat mungkin berinteraksi dengan tekanan darah dan obat jantung. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan riwayat ulser lambung, penyakit ginjal dan orang tua. 4. Allopurinol (Lopurin, Zyloprim)

Terapi jangka panjang untuk menurunkan asam urat, dosis yang digunakan adalah 100-800 mg per hari. Dosis dimulai dengan 100 mg setiap 2 sampai 4 minggu untuk mencapai level asam urat dibawah 6,0 mg/Dl. Penggunaan pada pasien gagal ginjal harus dimulai dengan dosis 50 mg per hari. Efek samping berupa kemerahan, gatal, mual.

5. Febuxostat (Uloric)

Dosis awal 40 mg per hari kemudian ditingkatkan sampai 80 mg per hari selama 2 minggu jika serum urat tidak turun

(19)

dibawah 6,0 mg/Dl. Efek samping berupa peningkatan enzim hati, mual, nyeri sendi dan kemerahan.

6. Pegloticase (Krystexxa)

Dosis 8 mg diberikan via intravena setiap 2 minggu. Digunakan untuk gout kronis dan hiperuricemia yang sulit dikontrol. Efek samping berupa demam, mual dan hipotensi. 7. Probenecid and colchicine (Col-Benemid, Col-Probenecid,

Proben C).

1 tablet (mengandung 500 mg probenecid dan 0,5 mg kolkhisin) 2 kali per hari. Efek samping berupa diare, sakit kepala, tidak nafsu makan, mual muntah, nyeri lambung dan kemerahan. Pada pasien dengan riwayat batu ginjal obat ini tidak dianjurkan (Choi et al., 2013).

2.2 Diet Gout

Tujuan dari diet penderita asam urat yaitu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Energi diberikan sesuai kebutuhan tubuh pasien. Apabila pasien mengalami kegemukan diberikan diet rendah energi, yaitu asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000 kkal dari kebutuhan energi normal.

2. Protein diberikan sekitar 1 g/kgBB/hari atau 10-15% dari kebutuhan energi total dan menghindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin >150mg/100 gram.

Tabel 2.1 Pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin dan anjuran makan

Kelompok Contoh bahan makanan

Kelompok 1

Kandungan purin tinggi

(150-800 mg purin/100 g bahan makanan)

Sebaiknya dihindari

Otak, hati, jantung, ginjal, usus, babat, jeroan, ekstrak daging atau kaldu, bouillon, bebek, ikan sarden, makarel, remis.

(20)

Kelompok 2

Kandungan purin sedang

(900-1000 mg purin/ 100 g bahan makanan)

Dibatasi

Sumber protein hewani

Maksimal 50-75 gram/hari (1-11/2 potong) daging, ayam, ikan tongkol, tenggiri, bandeng, kerang, udang. Sumber protein nabati

Tempe, tahu maksimum 50 gram/hari. Kacang-kacangan (kacang hijau, kacang tanah, kedelai maksimum 25 gram/hari.

Sayuran

Bayam, buncis, daun/biji melinjo, kapri, kacang polong, kembang kol, asparagus, kangkung, dan jamur maksimum 100 gram/hari.

Kelompok 3

Kandungan purin rendah

(dapat diabaikan, dapat dimakan setiap hari)

Nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, cake, kue kering, puding, susu, keju, telur, lemak dan minyak, gula, sayuran dan buah (kecuali sayuran dalam kelompok 2)

3. Lemak diberikan 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak berlebihan dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin. 4. Karbohidrat diberikan 65-75% dari kebutuhan energi total. Dianjurkan

untuk menggunakan sumber karbohidrat kompleks. 5. Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai kebutuhan.

6. Cairan dianjurkan 2-2 ½ liter perhari, dengan tujuan untuk mencegah

pembentukan batu ginjal (Wahyuningsih, 2013; Kemenkes RI, 2011). 2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan merupakan perilaku seseorang dalam mengambil obat, mengikuti diet, atau merubah gaya hidup yang sesuai dengan anjuran medis. Pelayanan kesehatan telah memberi informasi tentang pengaruh obat-obatan, untuk meningkatkan kepatuhan. Namun informasi tersebut tidak dapat meningkatkan kepatuhan jika pasien tidak dimotivasi secara penuh (Hansen, 1992). Ketidakpatuhan dapat disengaja atau tidak disengaja, nasihat pengobatan tidak dipahami, atau diabaikan (DiMatteo, 2004).

(21)

2.3.2 Faktor yang meningkatkan kepatuhan diet 1. Pendidikan

Pemahaman yang rasional dibutuhkan untuk merubah diet. Pengetahuan dapat memotivasi dan membantu individu untuk mempertimbangkan perubahan dan meningkatkan atau menjaga perubahan.

2. Motivasi

Motivasi individu untuk mengubah dietnya termasuk meningkatkan harapan (persepsi manfaat dan biaya) dan self efficacy (persepsi untuk membuat perubahan pada diet). Pendekatan yang berfokus pada pasien yaitu untuk mendorong individu mengidentifikasi manfaat yang dihubungkan dengan perubahan diet. Harapan dapat diperoleh dari pengalaman seperti kecakapan individu, pengalaman orang lain (observasi), persuasi verbal (konseling), timbal balik psikologis. Self efficacy dapat ditingkatkan melalui perilaku positif, yaitu menggunakan dukungan sosial untuk meningkatkan dan mengaja perubahan diet.

3. Keterampilan perilaku

Keterampilan perilaku dan kognitif harus dikembangkan untuk membantu orang berubah atau memodifikasi situasi atau perilaku yang dihubungkan dengan perubahan dan pemeliharaan. Termasuk menyadari atau menghindari situasi yang meningkatkan kekambuhan, bertanya untuk mendapat dukungan sosial, catatan pengingat.

4. Ketersediaan makanan

Saat ini, toko menawarkan makanan baru untuk membantu konsumen memilih makanan yang spesifik. Sehingga dapat juga digunakan untuk meningkatkan kepatuhan individu dalam memilih

(22)

makanan. Contohnya, makanan rendah lemak dapat digunakan individu untuk mengurangi konsumsi lemak tanpa harus mengurangi atau tidak mengkonsumsi makanan.

5. Dukungan

Dukungan dari orang lain dapat juga meningkatkan kepatuhan terhadap diet. Interaksi sosial mungkin menjadi contoh yang baik terhadap makan yang sehat, penguatan untuk mengevaluasi diri sendiri. Teman sebaya, ahli gizi dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional terhadap perubahan yang dilakukan pada pasien (Sherman et al., 2000).

2.4 Konsep Keluarga

2.4.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dan dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam Andarmoyo, 2012). Pernyataan ini didukung oleh (Duval, 1976 dalam Andarmoyo, 2012), yang menyatakan keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran dengan tujuan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak, adik. Tujuannya untuk menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial keluarga.

(23)

2.4.2 Fungsi Keluarga

Menurut Friedmann (1986) dalam Setyowati & Murwani, 2008: 1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keluarga yang mampu memenuhi fungsi afektif akan tampak bahagia dan gembira karena masing-masing anggota keluarga dapat bersikap positif. 2. Fungsi sosialisasi

Pertama kali anak belajar bersosialisasi adalah di lingkungan keluarga. Fungsi ini dinilai berhasil jika antar anggota keluarga saling berinteraksi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga. 3. Fungsi reproduksi

Melalui ikatan perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.

5. Fungsi perawatan kesehatan

Keluarga berperan untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.

2.4.3 Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998). Dukungan keluarga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi dalam kehidupan. Berbagai penelitian tentang dukungan keluarga

(24)

menyebutkan bahwa dukungan sosial bermanfaat sebagai koping keluarga, baik dukungan yang bersifat eksternal atau internal. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain: sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami, istri, dari saudara kandung atau dukungan dari anak (Friedman 1998 dalam Harnilawati, 2013).

2.4.4 Bentuk-bentuk dukungan keluarga

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga dapat diberikan dalam beberapa bentuk yaitu:

a. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bentuk dukungan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi, misalnya bantuan langsung dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi makanan maupun perawatan yang mengarah pada diet (Nisfiani, 2014).

b. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator (penyebar informasi). Bantuan informasi yang disediakan dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lain yang dibutuhkan. Bentuk dukungan informasi untuk menjalankan diet seperti manfaat tidak mengkonsumsi makanan yang dilarang, pengalaman dan kebiasaan mengkonsumsi makanan pantangan yang menyebabkan kekambuhan, sehingga

(25)

keluarga lebih berhati-hati dalam memberikan asupan makanan agar penderita tidak mengalami kekambuhan (Nisfiani, 2014).. c. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validitor identitas keluarga. Bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian yang dibutuhkan dalam dukungan keluarga adalah penilaian yang positif. Bentuk dukungan penghargaan yang diterima oleh penderita seperti memuji dan pernyataan anggota keluarga yang mengharapkan untuk selalu patuh dalam diet. Anggota keluarga memuji apabila penderita makan sesuai dengan anjuran diet (Nisfiani, 2014).

d. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman untuk istirahat dan pemulihan serta membantu kondisi psikologis anggotanya. Dukungan ini berupa simpatik, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Sehingga seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati dan berempati terhadap persoalan yang dihadapinya dan membantu memecahkan masalah. Dukungan emosional yang diterima dapat diwujudkan dalam memberikan makanan khusus kepada penderita yaitu berbeda dengan makanan yang dikonsumsi anggota keluarga dengan harapan tidak mengalami kekambuhan. Apabila penderita makan yang dilarang seperti makanan tinggi purin, maka anggota keluarga menjadi kurang

(26)

berkenan sehingga meminta penderita untuk segera tidak mengkonsumsi makanan tersebut (Nisfiani, 2014).

2.4.3 Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan melaksanakan diet

Keluarga harus dilibatkan dalam program diet, agar anggota keluarga yang sakit patuh pada diet yang dianjurkan. Dukungan keluarga merupakan faktor penting untuk mewujudkan kepatuhan terhadap program medis. Status kesehatan keluarga dipengaruhi oleh peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Peran keluarga tersebut termasuk dukungan internal yang meliputi dukungan dari suami, istri, anak, atau saudara, yang akan membantu dalam meningkatkan kesehatan keluarga (Friedmann, 1986 dalam Setyowati & Murwani, 2008). Bentuk dukungan keluarga yang dapat diberikan sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout antara lain, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan emosional. Dukungan-dukungan tersebut berupa modifikasi makanan, memberikan informasi mengenai diet, pujian dan motivasi untuk selalu patuh pada diet dan kepedulian dalam bentuk teguran jika penderita makan makanan yang dilarang.

Dukungan keluarga secara terus-menerus dibutuhkan agar penderita tetap mematuhi program dietnya. Hubungan antara manajemen penyakit dan hubungan sosial telah banyak diteliti dalam ilmu perilaku dan sosial. Meskipun mekanisme dukungan sosial yang mempengaruhi hasil kesehatan belum dipahami secara lengkap, penelitian menyatakan dukungan sosial bermanfaat bagi kesehatan

(27)

pasien yaitu sebagai penyeimbang stres, meningkatkan self efficacy, dan mempengaruhi perubahan dalam perilaku kesehatan yang negatif (DiMatteo, 2004 dalam Miller & DiMatteo, 2013).

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep

Penderita gout

(hiperurisemia + keluhan) Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kepatuhan diet: - Pendidikan - Motivasi - Perilaku - Ketersediaan makanan Obat Modifikasi gaya

hidup (diet rendah purin) Kepatuhan: -Patuh -Kurang patuh -Tidak patuh Kadar urat: - Hiperurisemia - Normal Keluhan: - Ada keluhan - Tidak ada keluhan

-Tinggi -Sedang -Rendah Dukungan keluarga: - Dukungan instrumental - Dukungan informasional - Dukungan emosional - Dukungan penghargaan

(28)

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Penjelasan Kerangka Konsep

Penderita gout (hiperurisemia dan keluhan persendian) secara medis akan mendapatkan intervensi modifikasi gaya hidup dan obat. Salah satu penatalaksanaan modifikasi gaya hidup seperti diet rendah purin. Pasien gout dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung purin rendah, karena salah satu penyebab meningkatnya serum urat pada penderita gout adalah didapatkan dari makanan yang mengandung tinggi purin. Penderita gout secara konsisten harus menghindari makanan tinggi purin, dan membatasi makanan yang mengandung purin sedang. Penderita gout harus patuh terhadap anjuran diet rendah purin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet pada penderita gout, seperti faktor pendidikan, motivasi, perilaku, ketersediaan makanan dan dukungan. Peneliti memfokuskan penelitian pada faktor dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet rendah purin. Faktor dukungan yang mempengaruhi kepatuhan diet termasuk dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga tersebut

(29)

dapat berupa dukungan instrumental, informasional, emosional dan penghargaan. Dukungan keluarga nantinya akan mempengaruhi tingkat kepatuhan diet penderita gout. Kepatuhan yang diakui oleh penderita melalui kuesioner, akan divalidasi oleh peneliti dengan mengukur kadar urat dan anamnesa adanya keluhan di persendian pada penderita gout.

3.2 Hipotesis

Ho :Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

H1 :Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah

purin pada penderita gout di Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik.

(30)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik, artinya penelitian yang bertujuan untuk pengamatan dan mencari hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesa. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana variabel sebab dan akibat diukur satu kali dalam waktu yang bersamaan dan tidak ada follow up.

4.2 Populasi dan Subjek Penelitian 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita gout yang pernah berkunjung ke Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik. Data diperoleh dari Puskesmas selama 6 bulan terakhir, mulai bulan Mei sampai Oktober 2015, terdapat 44 pasien yang menderita gout.

(31)

4.2.2 Subjek

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan riwayat gout (hiperurisemia dan keluhan-keluhan pada persendian) serta mempunyai keluarga (suami, istri, anak, saudara, cucu, atau menantu).

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Teknik ini digunakan karena jumlah populasi relatif kecil dan peneliti ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

4.3 Identifikasi variabel

4.3.1 Variabel bebas (independent)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen, variabel ini bebas dalam mempengaruhi variabel. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah dukungan keluarga.

(32)

4.3.2 Variabel tergantung (dependent)

Variabel terikat merupakan variabel akibat atau efek. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kepatuhan diet rendah purin.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan (Oktober sampai Februari), mulai dari penyusunan proposal sampai pembuatan laporan penelitian.

4.5 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disampaikan langsung kepada responden untuk mengetahui dukungan keluarga dan kepatuhan diet rendah purin pada penerita gout. Pada lembar kuesioner akan tercantum judul penelitian, inisial responden berupa pengkodean dengan menggunakan nomor dan usia responden. Pada lembar kuesioner terdapat 3 bagian, yaitu:

(33)

a. Bagian A yang merupakan data umum responden (keluarga) meliputi nomor responden, nama (inisial), hubungan dengan penderita, usia, pendidikan dan jenis kelamin. Data umum responden (penderita gout) meliputi nama (inisial), jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, penyakit yang diderita, lama menderita asam urat, kadar asam urat, obat yang dikonsumsi, dan pertanyaan kepatuhan minum obat.

b. Bagian B yang merupakan pernyataan mengenai dukungan keluarga. Kuesioner ini merupakan modifikasi dari kuesioner Widyana (2011) dengan judul penelitian “Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kepatuhan Melaksanakan Diet Hipertensi pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Wlingi”, kuesioner juga dibuat peneliti berdasarkan teori dukungan keluarga (dukungan instrumental, informasional, emosional dan penilaian). Dukungan instrumental terdiri dari 4 pernyataan, dukungan informasional terdiri dari 3 pernyataan, dukungan penilaian terdiri dari 2 pernyataan dan dukungan emosional terdiri dari 3 pernyataan. Pada bagian ini keluarga diminta memberikan tanda ceklist (√) pada 13 buah pernyataan yang diukur dengan skala Likert (tidak pernah = jika kegiatan tidak pernah dilakukan, kadang-kadang = jika kegiatan hanya dilakukan sewaktu-waktu, sering = jika sebagian besar kegiatan dilakukan, selalu = jika rutin dilakukan) yang sesuai dengan kondisi mereka mengenai bentuk dukungan keluarga yang diperoleh. Setiap item pernyataan positif (Favorable) nilainya selalu = 3, sering =

(34)

2, kadang-kadang = 1, tidak pernah = 0, sedangkan pernyataan negatif (unfavorable) nilainya selalu = 0, sering = 1, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 3.

Data dukungan keluarga diklasifikasikan menjadi 3 yaitu tinggi, sedang, rendah dengan cara perhitungan:

1. Menetapkan nilai tertinggi, yaitu jumlah pernyataan dikalikan skor tertinggi, maka didapatkan 13 x 3 = 39

2. Menetapkan nilai terendah, yaitu jumlah pernyataan dikalikan skor terendah, maka didapatkan 13 x 0 = 0

Panjang kelas dapat dihitung dengan cara:

c = Xn – X1

k

c = perkiraan besarnya kelas

k = banyaknya kelas

Xn = nilai observasi terbesar

(35)

Jadi, c = 39 – 0

3

= 13

Maka dukungan keluarga dikategorikan sebagai berikut:

 0 – 13 = dukungan rendah

 14 – 26 = dukungan sedang

 27 – 39 = dukungan tinggi

c. Bagian C merupakan pernyataan mengenai kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout. Instrumen untuk mengukur kepatuhan diet rendah purin dikembangkan oleh peneliti dari teori diet gout dalam buku “Penatalaksanaan Diet pada Pasien”, dan dari brosur Kemenkes RI (2011). Lembar kuesioner ini terdapat 24 pernyataan yang terdiri dari kelompok makanan yang dilarang dan kelompok makanan yang dibatasi.

Masing-masing pernyataan dinilai dengan skala Likert yaitu makanan yang dilarang dan dibatasi (protein hewani) (tidak pernah = 3, ½ potong = 2, 1 potong = 1, > 1 potong = 0). Makanan yang dibatasi (protein nabati) (tidak pernah = 3, < 5 potong = 2, 5 potong =

(36)

1, > 5 potong = 0, < 2 potong = 2, 2 potong = 1, > 2 potong = 0. Udang (tidak pernah = 3, < 5 sendok = 2, 5-7 sendok = 1, > 7 sendok = 0). Kerang (tidak pernah = 3, < 5 buah = 2, 5 buah = 1, > 5 buah = 0). Kacang-kacangan (tidak pernah = 3, < 2 ½ sendok = 2, 2 ½ sendok = 1, > 2 ½ sendok = 0. Sayuran yang dibatasi (tidak pernah = 3, < 1 mangkok = 2, 1 mangkok = 1, > 1 mangkok = 0).

Data kepatuhan diet rendah purin diklasifikasikan menjadi 3 yaitu patuh, kurang patuh dan tidak patuh dengan cara perhitungan:

1. Menetapkan nilai tertinggi, yaitu jumlah pernyataan dikalikan skor tertinggi, maka didapatkan 24 x 3 = 72

2. Menetapkan nilai terendah, yaitu jumlah pernyataan dikalikan skor terendah, maka didapatkan 24 x 0 = 0

Panjang kelas dapat dihitung dengan cara:

c = Xn – X1

k

c = perkiraan besarnya kelas

k = banyaknya kelas

(37)

X1 = nilai observasi terkecil

Jadi, c = 72 – 0

3

= 24

Maka kepatuhan diet rendah purin dikategorikan sebagai berikut:

 0 – 24 = tidak patuh

 25 – 48 = kurang patuh

 49 – 72 = patuh

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan mengenai cara menentukan variabel dan mengukur variabel. Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Parameter Alat ukur Skala Skor 1 Dukungan

keluarga

Bantuan yang diberikan oleh orang

Indikator pengukuran

Kuesioner Ordinal

(38)

yang

bertanggungjawab atas perawatan anggota keluarga yang sakit, dan ada hubungan darah dengan penderita baik sebagai suami, istri, anak, saudara, cucu, menantu. dukungan keluarga: - Dukungan instrumental - Dukungan informasional - Dukungan emosional - Dukungan penilaian = dukungan sedang Dukungan tinggi jika skor 27 – 39 Dukungan sedang jika skor 14 – 26 Dukungan rendah jika skor 0 – 13 = dukungan tinggi 2 Kepatuha n diet rendah purin Ketaatan dalam melaksanakan diet rendah purin yang telah ditetapkan tenaga kesehatan Indikator pengukuran meliputi: - Makanan yang dilarang - Makanan yang dibatasi Kuesioner Ordinal = tidak pat= kurang patuh

Patuh jika skor 49 – 72

Kurang patuh jika skor 25 – 48

= patu

Tidak patuh jika skor 0 – 24

(39)

4.7 Uji coba instrumen penelitian

4.7.1 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

a. Uji validitas

Kuesioner yang dipakai untuk menilai hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout merupakan kuesioner hasil modifikasi dan dibuat oleh peneliti berdasarkan teori, sehingga perlu dilakukan uji validitas. Uji validitas untuk penelitian ini akan dilakukan di tempat praktik dr. Marthika Juliawan yang berada di Kedung Sekar Kidul Benjeng Gresik pada bulan Desember 2015, dengan mengambil responden sebagai sampel sebanyak 10 orang. Pengujian validitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik komputer SPSS 20.0 for Windows. Teknik pengujiannya dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%. Hasil pengujian validitas untuk masing-masing instrument dikatakan valid jika kriteria probabilitas kurang dari 0,05.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen reliabel atau dapat diandalkan. Suatu instrumen

(40)

dikatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach alpha ≥ 0,6. Uji reliabilitas pada penelitian ini dicari dengan menggunakan analisis cronbach alpha, jika nilai alpha cronbach > 0,6, maka kuesioner dinyatakan reliabel atau handal.

4.8 Kerangka Kerja

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita gout yang pernah berkunjung ke Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik

Kesimpulan Pengolahan data

Editing, koding, skoring, tabulating, prosesing, cleaning dan interpretasi data Pengumpulan data

Kuesioner dukungan keluarga dan kuesioner kepatuhan diet rendah purin Sampling

Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh Sampel

Pasien dengan riwayat gout, yang pernah berkunjung ke Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik, yaitu sebanyak 44 orang

(41)

4.9 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam penelitian ini terdiri dari: penyusunan proposal, uji validitas dan reliabilitas, uji kelayakan etik, perizinan penelitian, pengumpulan data, pentabulasian atau penganalisaan data serta penyusunan laporan penelitian. Proses penyusunan proposal terdiri dari pembuatan judul, penyusunan bab 1 hingga bab 4. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik. Surat ijin studi pendahuluan yang didapat peneliti dari Universitas Brawijaya digunakan peneliti untuk mendapatkan ijin dari pimpinan Puskesmas dengan tujuan mencatat data pasien gout yang pernah berkunjung ke Puskesmas.

Langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan uji kelayakan etik. Uji kelayakan etik dilakukan untuk memenuhi persyaratan dan kelayakan dalam melakukan penelitian menggunakan subjek manusia. Tahap selanjutnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner dukungan keluarga dan kuesioner kepatuhan diet rendah purin. Data penderita gout yang digunakan untuk uji tersebut didapatkan dari rekam medis tempat praktik dr. Marthika Juliawan yang berada di Kedung Sekar Kidul Benjeng Gresik. Peneliti door to door untuk memberikan kuesioner dukungan keluarga kepada salah satu keluarga penderita (suami, istri,

(42)

anak, saudara, cucu atau menantu) dan kuesioner kepatuhan diet rendah purin diberikan pada penderita. Peneliti memeriksa kadar urat penderita dan anamnesa adanya keluhahan-keluhan pada persendian, digunakan sebagai data objektif terhadap kepatuhan diet rendah purin.

Peneliti mengurus perizinan penelitian ke Badan Penelitian dan Pengembangan Gresik, Dinas Kesehatan Gresik dan Kepala Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik. Perizinan penelitian didapat dan langkah selanjutnya, yaitu proses pengumpulan data. Peneliti melakukan door to door menggunakan kuesioner yang valid dan reliabel, kemudian Inform consent dan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan diberikan kepada responden untuk mengetahui apakah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Kuesioner dukungan keluarga diberikan kepada salah satu anggota keluarga (suami, istri, anak, saudara, cucu atau menantu) dan kuesioner kepatuhan diet rendah purin diberikan kepada penderita. Peneliti memeriksa kadar urat penderita dan anamnesa adanya keluhahan-keluhan pada persendian, digunakan sebagai data objektif terhadap kepatuhan diet rendah purin.

Kedua kuesioner selesai diisi, kemudian peneliti memeriksa kelengkapan isi kuesioner, setelah lengkap peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi responden dalam penelitian ini. Peneliti mengumpulkan semua lembar kuesioner dan kemudian melakukan pengolahan data, menganalisa data serta menyusun laporan penelitian yang telah dilakukan.

(43)

4.10 Teknik Analisa Data

4.10.1 Pre Analisa

1. Editing

Peneliti memeriksa kuesioner satu persatu untuk mengecek apakah telah diisi sesuai dengan petunjuk yang ditentukan.

2. Coding

Coding data yaitu peneliti memberi penilaian untuk setiap pertanyaan yang jawabannya benar sesuai dengan format kesioner. Memberi identitas pada masing-masing angket kuesioner sesuai dengan nomor urut responden.

3. Scoring

Skor untuk setiap item dalam penelitian ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 0 sampai 3.

4. Tabulating

Tabulating yaitu menyusun proses perhitungan frekuensi yang terbilang di dalam masing-masing kategori.

(44)

5. Processing

Processing adalah data diproses dengan cara memasukan data tersebut ke dalam program komputer. Program paket komputer yang digunakan adalah SPSS.

6. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri ada kesalahan atau tidak.

a. Mengetahui missing data

Cara mendeteksi adanya missing data adalah dengan melakukan list (distribusi frekuensi) dari variabel yang ada.

b. Mengetahui variasi data

Dengan mengetahui variasi data akan diketahui apakah data yang dientri benar atau salah. Cara mendeteksi dengan mengeluarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel.

c. Mengetahui konsistensi data

Cara mendeteksi data adanya ketidak konsistensian data dengan menghubungkan dua variabel.

(45)

4.10.2 Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel dan grafik. Setiap variabel yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik secara angka mutlak maupun secara presentase. Presentase pada tabel distribusi frekuensi dihitung dengan cara kuantitatif kelompok dengan menggunakan rumus sebagai berikut: P =

F

N

x 100% Keterangan: P = jumlah presentase

F = jumlah frekuensi dari suatu karakteristik

(46)

Hasil pengolahan dari distribusi frekuensi diinterpretasikan dengan menggunakan skala sebagai berikut:

100% = seluruhnya 76-99% = hampir seluruhnya 51%-75% = sebagian besar 50% = setengah 26%-49% = hampir setengah 1%-25% = sebagian kecil 0% = tidak satupun 2. Analisa bivariat

Hipotesa yang digunakan dalam peneltiian ini adalah hipotesis asosiatif atau hubungan. Hipotesis hubungan adalah suatu pertanyaan tentang hubungan antara 2 variabel atau lebih, yaitu hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita gout.

(47)

Uji statistik yang digunakan untuk menghitung antar variabel bila datanya berbentuk ordinal adalah spearman rank different correlation (rho).

Langkah uji:

a. Merumuskan hipotesis nihil

b. Membuat ranking dan menghitung nilai p hitung. Korelasi spearman rank bekerja dengan data ordinal, maka terlebih dahulu menjadi data ordinal dalam bentuk ranking.

p=1−6

bi

2

Keterangan:

P= koefisien korelasi spearman rank

bi= different (beda antar jenjang tiap subyek)

n= jumlah sampel

c. Kesimpulan

 Bila rho hitung > rho tabel, maka Ha gagal ditolak  Bila rho hitung < rho tabel maka, Ha ditolak

Data yang diperoleh diinterpretasikan sesuai dengan pedoman interval koefisien dan tingkat hubungan (Sugiyono, 2008).

 0-0,05 : Korelasi sangat lemah n (n2

(48)

- >0,25-0,5 : Korelasi cukup  >0,5-0,75 : Korelasi kuat

 >0,75-1 : Korelasi sangat kuat

Korelasi dapat positif atau negatif, signifikansi hubungan dua variabel dapat dianalisa dengan ketentuan sebagai berikut:

 Jika probabilitas <0,5, hubungan kedua variabel signifikan  Jika probabilitas >0,05, hubungan kedua variabel tidak

signifikan.

4.11Etika Penelitian

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan ijin pengambilan data kepada Kepala Puskesmas Dadap Kuning, Cerme Gresik yang telah mendapatkan ijin rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Setelah ijin penelitian diperoleh, penelitian dilakukan dengan subjek manusia harus berdasarkan pada The Three Belmont’s Principles yang meliputi:

(49)

1) Otonomi

Pelaksanaan prinsip menghormati hak dan martabat manusia dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menjamin hak otonomi penderita gout dan keluarga, yaitu berhak memutuskan kesediaannya menjadi subyek penelitian atau tidak tanpa adanya paksaan.

2) Informed Consent

Penderita gout dan keluarga akan diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai prosedur penelitian, yaitu persetujuan sebelum dilakukan penelitian dengan adanya pernyataan tertulis, dan responden berhak menolak berpartisipasi di awal, dan selama penelitian berlangsung.

3) Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden, lembar tersebut hanya akan diberi kode yang diketahui oleh peneliti saja

(50)

Pada penelitian semua responden mendapat informasi, penjelasan, dan perlakuan secara adil sejak sebelum, selama, hingga sesudah keikutsertaannya dalam penelitian. Perlakuan adil yang diterima responden meliputi: mendapatkan informasi penelitian, kuisioner, dan konsumsi yang sama. Penelitian ini diselenggarakan tanpa adanya diskriminasi.

c. Beneficence (Prinsip manfaat)

Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh penderita gout dan keluarganya sebagai subyek penelitian. Manfaat yang akan didapatkan oleh responden dengan berpartisipasi dalam penelitian ini adalah responden memperoleh infomasi tentang pentingnya dukungan keluarga dan pentingnya kepatuhan diet rendah purin untuk mengontrol gout.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal B., Liao M., Allegrante JP., Mosca L. 2010. Low Social Support Level is Associated with Non-Adherence to Diet at 1 Year in the Family Intervention Trial for Heart Health (FIT Heart)Journal of Nutrition Education and Behavior. Volume 42, Number 6.

Andarmoyo, S. 2012. Keperawatan Keluarga: Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bandolier team. 2002. Prevalence and Incidence of Gout. Bandolier. Bandolier team. 2005. Epidemiology of gout. Bandolier.

Barbiera AM, Attree M, Todd C. 2008. Understanding eating behaviours in Spanish women enrolled in a weightloss treatment. J Clin Nurs.

Berger BA, Krueger KP, Felkey BG. 2004. The pharmacist's role in treatment adherence. Part 1: Extent of the problem. US Pharm.

Choi HK, Liu S, and Curhan G. 2005. Intake of Purine-Rich Foods, Protein, and Dairy Products and Relationship to Serum Levels of Uric Acid. American College of Rheumatology.

Choi HK, et al. 2013. Medical Professional Guide: Gout Diagnosis and Treatment. Gout and Uric Acid: Education Society.

Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthiritis Rematik. Izkafiz: Direktoral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

DiMatteo MR. 2004a. Social support and Patient Adherence to Medical Treatment: A Meta-Analysis. Health psycology. University of California, Riverside.

DiMatteo MR. 2004b. Variations in patients’ adherence to medical recommendations: a quantitative review of 50 years of research. Med Care. DiMatteo MR, Miller TA. 2013. Treatment adherence in adolescence. In:

O’Donohue WT, Benuto LT, Tolle LW, editors. Handbook of Adolescent Health Psychology. New York, NY: Springer.

Edward NL. 2008. Gout: Clinical features. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. 3thed. New York: Springer.

Ferre MG, Bullo M, Babio N, Gonzalez MA, Estruch R, Covas MI, dkk. 2013. Mediterranean Diet and Risk of Hyperuricemia in Elderly Participants at High

(52)

Cardiovascular Risk. J Gerontol A Biol Sci Med Sc. (Online), (http://biomedgerontology.oxfordjournals.org), diakses 30 Oktober 2015. Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek. Edisi 3. Jakarta:

EGC.

Handayani SP, Nasoetion A, Sukandar D. 2008. Konversi Satuan Ukuran Rumah Tangga ke Dalam Satuan Berat (Gram) pada Beberapa Jenis Pangan Sumber Protein. Jurnal Gizi dan Pangan. (Online), (http://repository.ipb.ac.id), diakses 24 Oktober 2015.

Hansen EH. 1992. Technology assessment in a user perspective: experiences with drug technology. Int J Technol Assess Health Care

Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Pustaka As Salam.

Hawkins D.W., Rahn D.W. 2005. Gout and Hyperuricemia. Pharmacotherapy, A Pathophysiological Approach. McGraw-Hill.

Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.

Jordan K.M. 2004. An Update on Gout, Topical Reviews. Arthritis Research Campaign.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Diet Rendah Purin. Direktorat Bina Gizi: Subdit Bina Gizi Klinik. (Online), ( http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/09/Brosur-Diet-Rendah-Purin.pdf), diakses 25 Oktober 2015.

Krueger KP, Berger BA, Felkey B. 2005. Medication adherence and persistence. In: National Quality Forum. Improving use of prescription medications: a national action plan. Washington, DC: National Quality Forum.

Lestari, E., Maryanto, S., Paundrianagari, MD. 2013. Hubungan Konsumsi Makanan Sumber Purin Dengan Kadar Asam Urat Pada Wanita Usia 45-59 Tahun Di Desa Sanggrahan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. McCarty, D.J. 2003. Gout, Hyperuricemia, and Crystal-Associated Arthropathies.

Best Practice of Medicine..

Miller TA & DiMatteo MR. 2013. importance of family/social support and impact on adherence to diabetic therapyDiabetes, Metabolic Syndrome and

Obesity: Targets and Therapy.(Online), (http://www.dovepress.com/diabetes-metabolic-syndrome-and-obesity-targets-and-therapy-journal), diakses 30 september 2015.

Ministry of Health. Data and Statistics: New Zealand Health Survey. (Online),

(53)

Nengsi SW., Bahar B., Salam A. 2014. Gambaran Asupan Purin, Penyakit Artritis Gout, Kualitas Hidup Lanjut Usia Di Kecamatan Tamalanrea. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Hasanuddin

NIAMS. 2002. Questions and Answers About Gout, Health Topics. National Institute of Health.

Nisfiani AD. 2014. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diit Hipertensi pada Lanjut Usia Di Desa Begajah Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Ed 2. Jakarta: Salemba Medika.

Peixoto MD, et al. 2001. Diet and Medication in the Treatment of Hyperuricemia in Hypertensive Patients. Diet and medication in the treatment of hyperuricemia. Arq Bras Cardiol.

Perdana DC. 2014. A 46 Years Old Woman With Gouty Arthritis, High Purin Intake And Work As A Servant. J Medula Unila, Volume 3 Nomor 1. Faculty of Medicine: Universitas Lampung.

Putra TR. 2006. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Reach G. 2011. Treatment Adherence in patients with gout. Joint Bone Spine. Elsevier Masson France.

Sheng F, Zeng X and Fang W. 2014. Adherence to Treatment Recommendations of Gout: A Patient Survey in China. Abstrak. (Online), (http://acrabstracts.org/abstract/adherence-to-treatment-recommendations-of-gout-a-patient-survey-in-china/), diakses 19 oktober 2015.

Setiadi. 2008. Konsep Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Ed 2.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setyowati, S & Murwani, A. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga.Jogyakarta: Mitra Cendikia.

Sherman AM, et al. 2000. Dietary Adherence: Characteristics and Interventions. Elsevier Science In. Avenue of the Americas, New York.

Stromberg A. et al. 1999. Factors influencing patient compliance with therapeutic regimens in chronic heart failure: A critical incident technique analysis. Heart Lung. Volume 28, No 5.

(54)

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Tehupeiroy ES. 2006. Artrtritis pirai (artritis gout). Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Wahyuningsih, R. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Widyana, YN. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kepatuhan Melaksanakan Diet Hipertensi pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Wlingi. Skripsi. Universitas Brawijaya.

World Health Organization. 2003. Adherence to long-term therapies: evidence for

action. (Online),

(http://www.who.int/chronic_conditions/adherencereport/en/), diakses 19 oktober 2015).

Wong, R., Davis A., Badley E,, Grewal R., Mohammed M. 2010. Prevalence Of Arthritis and Rheumatic Diseases Around The World. A Growing Burden and Implications for Health Care Needs. Arthritis Community Research and Evaluation Unit. University Health Network.

Wortmann RL. 2009. Gout and hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 8thed. Philadelphia:Saunders.

(55)

KISI-KISI KUESIONER

Variabel Sub Variabel Jumlah Soal Nomor Soal Dukungan keluarga a. Dukungan Instrumental b. Dukungan Informasional c. Dukungan Penilaian d. Dukungan Emosional 4 4 2 3 1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8 9, 10 11, 12, 13 Kepatuhan diet rendah purin a. Makanan yang dilarang b. Makanan yang dibatasi 7 17 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 8, 9, 10, 13, 14, 11, 12, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24

(56)

Lampiran 2

LEMBAR KUESIONER

PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT

A. PROSEDUR PENGISIAN

1. Lengkapilah identitas diri anda sebelum menjawab format.

2. Jawablah pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban yang anda anggap benar dengan memberi tanda (√).

3. Mohon jawaban yang anda beritahu sesuai dengan apa yang anda alami, demi tercapainya hasil yang diinginkan pada penelitian ini.

B. DATA RESPONDEN (KELUARGA PENDERITA)

No Responden :

Nama (inisial) :

(57)

Usia :

Berikan tanda (x) pada kotak yang telah disediakan.

I. Data demografi

1. Pendidikan 2. Pekerjaan

a. Tidak sekolah a. Petani

b. SD b. Pedagang

c. SMP c. Wiraswasta

d. SMA d. PNS

(58)

3. Jenis kelamin

a. Laki-laki

(59)

LEMBAR KUESIONER

KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN PADA PENDERITA GOUT

A. PROSEDUR PENGISIAN

1. Lengkapilah identitas diri anda

2. Jawablah pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban yang anda anggap benar dengan memberi tanda (√)

3. Jika dalam pengisian anda mengalami kesulitan dalam membaca maka dapat meminta bantuan kepada peneliti.

B. DATA RESPONDEN 1. Nama inisial : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Berat badan : 5. Tinggi badan : 6. Pendidikan : 7. Pekerjaan : 8. Penyakit yang diderita:

Asam urat Dislipidemia/ Kolesterol Tekanan darah tinggi Penyakit ginjal

 Obat tekanan darah tinggi yang dikonsumsi : 9. Lama menderita asam urat/gout:

< 1 tahun 1-2 tahun 2-3 tahun > 3 tahun 10. Kadar asam urat :

11. Obat yang dikonsumsi :

12. Apakah kadang-kadang lupa minum obat? Ya Tidak 13. Selama 2 minggu terakhir apakah pernah tidak minum obat?

Gambar

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

&#34;embatan yang didesain oleh *eon #olomon Moissei ini mulai dibangun pada 1 Oktober 11( 0emasangan kabel utama dilaksanakan pada 1 Agustus 17( 0ada tanggal

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam.. bidang keperawatan yang program pendidikannya telah

diperhatikan, misalnya hampir seluruh responden (92%) tidak mengetahui bahwa remaja dapat hamil jika melakukan hubungan seksual, lebih dari seperempat responden (27,8%)

Satuan Kerja Kegiatan Swakelola Lokasi Pekerjaan Pelaksanaan Pengadaan Pelaksanaan Kegiatan Keterangan... Nilai

Database atau sering juga disebut “ basis data adalah sekumpulan informasi yang disimpan dalam komputer secara sistematik dan merupakan sumber. informasi yang dapat

This pocket reference summarizes Python types and state- ments, special method names, built-in functions and excep- tions, commonly used standard library modules, and

Penelitian ini terbatas pada bahasan secara deskriptif mengenai persepsi pegawai humas dan protokol SETDA Surakata terhadap media sosial saja, tanpa melihat adanya

Peraturan Daerah Nomor 12Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Polewali Mandar (Lembaran Daerah Kabupaten Polewali Mandar Tahun