• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaji Eksperimental Pengaruh Pembebanan terhadap Emisi Debu Partikulat pada Motor Bensin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kaji Eksperimental Pengaruh Pembebanan terhadap Emisi Debu Partikulat pada Motor Bensin"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

79

Kaji Eksperimental Pengaruh Pembebanan terhadap Emisi Debu

Partikulat pada Motor Bensin

Khairil*, Hamdani, Jalaluddin

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syeh Abd. Rauf No.7, Darussalam, Banda Aceh, Indonesia

Phone/FAX: 0651-7428420, *E-mail: khairil@msn.com

Abstract

The effect of engine loading on emission of particulate matter was studied by using an Otto engine (Honda astrea grand 110 cc). In the experiment, the characteristics of loading engine, fuel consumption and composition of particulate matter were investigated. The engine loading was determinated in term of engine transmittion, the fuel consumption was measured by using plastic tube scale, and composition of deposit particulate matter was analyzed by using spectrophotometer. The experimental results show that the quantity and fuel consumption was increased by the increasing engine loading. The deposite of particulate matter was generally characterized by organic carbon content.

Keyword: motor bensin, emisi debu, transmisi 1. Pendahuluan

Pertumbuhan dan perkembangan industri di negara sedang berkembang dalam menuju modernisasi mulai memberikan dampak

negatif bagi pencemaran lingkungan,

khususnya pencemaran terhadap udara. Hal ini barangkali diakibatkan oleh banyaknya penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas alam dan minyak bumi sebagai sumber energi untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, pemanasan dan transportasi. Transportasi saat ini juga telah berkontribusi banyak terhadap pencemaran udara, khususnya di daerah perkotaan. Menurut data (Wiranto, 2002) sekitar 0.5 juta hingga 1 juta orang di negara berkembang mengalami kematian dini akibat dari pencemaran udara setiap tahunnya. Sebagai mana diketahui bahwa sumber polutan dapat dibedakan yaitu polutan primer atau polutan sekunder. Polutan

primer seperti misalnya sulfur oksida (SOx),

nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC)

langsung dibuang ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Sedangkan polutan sekunder adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi, seperti misalnya pembentukan

ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN).

Berdasarkan komposisi polutan juga dapat dibedakan menjadi zat organik dan zat anorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, dan juga terdapat beberapa unsur seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor. Sebagai contoh misalnya hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Sedangkan jenis polutan anorganik dapat berupa seperti misalnya karbon

monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

Pembakaran tak sempurna pada kendaraan

juga menghasilkan gas buang yang

mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat dalam bahan bakar. Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa macam gugus yaitu alkana, alkena, alkuna. Alkana merupakan senyawa inert dan tidak reaktif pada atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif di atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian-penelitian terhadap polutan alkena menjadi sangat penting, terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang berasal

dari reaksi fotokimia alkena, seperti

peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon O3

(Srikandi, 1992). Sedangkan senyawa

aromatik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons

(PAHs) yang dihasilkan dari gas buang pada motor diesel dapat dikelompokkan dalam beberapa macam gugus seperti misalnya

naphthaline, acenaphtaline, antracine, dan

pyrene (Khairil, 1995). PAHs ini berbahaya

apabila terhirup oleh bagi makhluk hidup karena berpotensi menimbulkan penyakit karsinogen (Delgado-Saborit dkk, 2011). Penelitian pengaruh toksikologi dari senyawa PAHs membuktikan adanya hubungan antara pemaparan PAH pada hewan terhadap kerusakan sistem reproduksi, efek terhadap

kardiovaskuler, dan penurunan sistem

kekebalan tubuh (Collins dkk., 1998). Studi lainnya menyebutkan bahwa pemaparan PAH pada makhluk hidup dapat menyebabkan

(2)

80

timbulnya penyakit kanker lebih tinggi (Anderson dkk., 1997; Zhang dkk., 2012) Emisi gas buang dapat berupa padatan atau gas. Gas buang dalam bentuk padatan sering

dikenal dengan debu partikulat (particulate

matter). Partikulat matter (PM) bisa berupa

padatan seperti debu, abu atau bentuk cairan seperti kabut dan spray. Sebagai mana diketahui bahwa salah satu sifat dari PM adalah susah terlarut dan dapat bertahan di atmosfer. Sehingga bila PM masuk ke dalam sistem pernafasan manusia dapat menyebabkan bronchitis, asma, gangguan kardiovaskular dan berpotensi menyebabkan kanker (Delgado-Saborit dkk, 2011). PM juga dapat berakibat fatal bagi tumbuh-tumbuhan. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat merusak jaringan daun jika terserap ke dalamnya. Selain itu PM akan menutup stomata sehingga mengurangi kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis. Sedangkan pada hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh PM dapat mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan zat-zat berbahaya yang terdapat pada PM tersebut (Roy, 2001).

PM yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang berkomposisikan senyawa organik hidrokarbon. Selain itu PM juga mengandung timbal yang merupakan bahan

aditif untuk meningkatkan kinerja

pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan (Roy, 2001). Sifat PM yang penting adalah ukurannya, yang berkisar antara diameter 0.0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Kisaran tersebut dalam bentuk tersuspensi di udara mempunyai

umur antara beberapa detik sampai

beberapa bulan. PM hasil pembakaran termasuk kecil ukurannya, 0,1 sampai 1 mikron (Srikandi, 1992).

Dari peneliti sebelumnya (Arends dan Berenschot, 1980) dapat dilaporkan bahwa adanya kecenderungan perubahan emisi gas buang terhadap pembebanan mesin, dimana

emisi gas buang H2O, CO2 dan CO untuk

pembebanan netral adalah rendah jika dibandingkan dengan pembebanan sedang. Namun demikian, emisi gas buang CO cenderung turun kembali untuk pem- bebanan penuh. Dari penelitian sebelumnya

masih kurang informasi tentang efek pembeban terhadap emisi padat atau lebih dikenal dengan debu particulat (PM) dari hasil pembakaran motor bensin. Oleh karena itu, dipandang perlu juga mengkaji secara detail tentang karakteristik emisi debu partikulat pada motor bensin.

Kajian penelitian ini difokuskan pada pengaruh pembebanan terhadap kuantitas dan komposisi emisi debu partikulat pada motor bensin. Pengambilan sampel dilakukan pada sisi dalam katub buang sepeda motor Honda Astrea Grand 110 CC. Pengaruh pembebanan terhadap komposisi emisi debu partikulat dan komposisi zat-zat organik

yang terlarut juga akan dianalisa. Efek dari

konsumsi bahan bakar terhadap jumlah deposit debu partikulat juga diverifikasi. 2. Metodologi

Eksperimen dilakukan dengan meng-

gunakan sebuah sepeda motor Honda Astrea

Grand 110 CC. Pembebanan dilakukan

berdasarkan perbedaan sistem transmisi

mesin, dimana variasi pembebanan

dilakukan atas percepatan netral, 1, 2, 3 dan 4. Waktu pembebanan dipilih selama masa waktu 24 jam untuk setiap kali pembebanan. Posisi pengambilan sampel diambil pada katup buang yang terletak di dalam kepala silinder dari sepeda motor Honda Astrea Grand 110 CC seperti dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Posisi katup buang di dalam kepala silinder

Sebelum pengambilan sampel untuk analisis debu partikulat (PM) pada eksperimen ini, katup buang dibersihkan dulu dari kotoran sisa bahan bakar dan oli dengan cara membuka kepala selinder seperti dapat dilihat pada Gambar 1 di atas. Setelah dilakukan pembersihan maka kepala selinder bersama katub buang dipasang kembali dan mesin dihidupkan selama 24 jam sesuai

(3)

81 dengan variasi pembebanan yang telah

ditentukan. Setelah mesin dihidupkan

selama 24 jam sesuai dengan pembebanan tertentu, maka kepala selinder dibuka dan sampel diambil dari deposit debu partikulat (PM) di posisi katub buang bagian depan. Pada bagian depan katub buang diharapkan

debu partikulat belum terkontaminasi

dengan saluran pembuangan lainnya.

Diagram alir prosedur pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir prosedur pengujian 3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Efek Konsumsi Bahan Bakar Terhadap Pembebanan

Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan dengan mengunakan gelas ukur dan pengu-kuran waktu konsumsi bahan bakar dengan menggukan stop wacth. Laju konsumsi bahan bakar dihitung berdasarkan jumlah konsumsi bahan bakar (liter) di bagi dengan waktu konsumsi bahan bakar (detik). Profil efek dari konsumsi bahan bakar terhadap pembebanan mesin dapat dilihat pada Gambar 3. Komsumsi bahan bakar yang tercantum pada sumbu vertikal pada Gambar 3 dimaksud adalah bentuk generalisi konsumsi bahan bakar selama 24 jam mesin running. Gambar 3 menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari konsumsi bahan bakar terhadap pembebanan. Dimana konsumsi bahan bakar bertambah dengan kenaikan tingkat pembebanan. Dari gambar juga

dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar maksimum terjadi untuk tingkat pem- bebanan maksimum. Hal ini barangkali disebabkan karena banyak energi thermal yang dibutuhkan untuk merubah gerak translasi dari torak menjadi gerak rotasi dalam bentuk putaran poros engkol.

Gambar 3. Profil konsumsi bahan bakar terhadap pembebanan

3.2. Deposit debu Partikulat pada Katup Buang

Sampel deposit debu partikulat pada katup buang diambil setelah mesin dihidupkan selama 24 jam, untuk masing-masing jenis pembebanan yang telah ditentukan. Sampel deposit yang telah diambil dari katup buang, dimasukkan kedalam botol dan ditimbang dengan timbangan elektronik. Besarnya kuantitas deposit debu partikulat dapat dihitung berdasarkan persamaan yaitu berat debu partikulat ditambah dengan berat botol dikurangi dengan berat botol kosong.

Gambar 4. Profil kuantitas deposit debu partikulat terhadap pembebanan

Pada Gambar 4 dapat dilihat adanya efek perubahan kuantitas deposit debu partikulat

terhadap pembebanan. Sebagai mana

diketahui bahwa kuantitas kerak juga dapat dipengaruhi oleh kualitas bahan bakar, pengapian busi, keausan/bocor seal katup Pengecekan (pembersihan katup

dan piston, oli dan bahan bakar)

Buka kepala silinder untuk pengambilan sampel

Penimbangan berat sampel

Selesai Mulai

Mesin dihidupkan selama 24 jam setiap sampel tingkatan

percepatan 0,1607 0,0729 0,0922 0,2333 0,1121 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0 1 2 3 4 B e ra t ke ra k (g ) Pembebanan (Transmisi) 0,1607 0,07290,0922 0,2333 0,1121 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0 1 2 3 4 B e ra t ke ra k (g ) Pembebanan (Transmisi)

(4)

82

atau piston sehingga pelumas mesin masuk ke ruang bakar. Kuantitas deposit yang banyak terjadi pada percepatan 3 sebesar 0,2333 gram dan pada keadaan tanpa beban. Kondisi ini barang kali pada keadaan beban penuh dan tanpa beban diperlukan suatu proses pembakaran dengan campuran kaya (Wiranto., 2002). Sedangkan kuantitas deposit minimum terjadi pada percepatan 1 sebesar 0,0729 gram. Pada percepatan 1 sampai dengan percepatan 3 kuantitas deposit terus meningkat sampai titik maksimum. Terjadinya penurunan kuantitas deposit pada percepatan netral sampai dengan 1 karena dipengaruhi putaran poros. 3.3. Komposisi debu partikulat

Komposisi debu partikulat dianalisis dengan spectrophotometer yang bekerja berdasar-kan prinsip dari absorpsi energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang zat yang dianalisis. Debu partikulat dilarutkan dalam campuran larutan asam sulfat pekat, kalium dikromat dan larutan standar karbon 5000 ppm. Hasil dari analisis komposisi karbon dalam debu partikulat dapat dilihat pada Gambar 5.

0 10 20 30 40 50 1 3 Kan du n gan Karb o n (% ) Pembebanan (Transmisi)

Gambar 5. Profil kandungan karbon dalam debu partikulat

Gambar 5 terlihat bahwa komposisi debu

partikulat yang terdeteksi oleh

spectrophotometer adalah hanyalah karbon. Kandungan karbon dalam debu partikulat pada pembebanan 1 adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan pem- bebanan 3. Hal ini barangkali disebabkan karena pada

pembebanan awal dimana proses

pembakaran belum sempurna sehingga

waktu yang diperlukan (residence time)

karbon untuk membentuk CO2 belum cukup.

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh pembebanan terhadap emisi partikulat pada motor Honda Astrea Grand 110 CC dapat disimpulkan

bahwa, konsumsi bahan bakar meningkat dengan meningkatnya tingkat pembebanan. Kuantitas deposit debu partikulat beru-bah sesuai dengan tingkat pembebanan, dimana kuantitas deposit debu partiku-lat terjadi pada pembebanan 3 dan minimum terjadi pada pembebanan 1. Komposisi debu partikulat umumnya mengandung karbon organik.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Balai Riset Perdagangan dan Perindustrian yang telah membantu analisis sampel. Selanjutnya ucapan terimakasih juga kepada Hendra Syahputra, mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Unsyiah yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini. Daftar Pustaka

Andersson, K, Bakke, J.V., Bjorseth, O., Bornehag, C.G., Clausen, G., Hongslo, J.K., (1997) TVOC and health in non-industrial indoor environments - report from a Nordic scientific consensus meeting at Langholmen in Stockholm, 1996. Indoor Air Int J Indoor Air Qual Climate 1997;7(2):78–91.

Arends, B.P.M., Berenschot, H. (1980) Motor

Bensin, Terjemahan: Umar Sukrisno,

Erlangga, Jakarta.

Collins, J.F., Brown, J.P., Alexeeff, G.V.,

Salmon A.G.(1998) Potency

equivalency factors for some polycyclic aromatic hydrocarbons and polycyclic

aromatic hydrocarbon derivatives.

Regul Toxicol Pharmacol, 28(1), 45. Delgado-Saborit, J.M., Stark, C., Roy M.

Harrison, R.M. (2011) Carcinogenic potential, levels and sources of

polycyclic aromatic hydrocarbon

mixtures in indoor and outdoor environments and their implications for air quality standards, Environment International, 37, 383-392.

Khairil (1995) The Analysis of Diesel Engine

Particulate Using GCMS, Technical

Report, JICA Training Program, TUT.

Toyohashi, Japan.

Roy M. H. (2001) Pollution: Causes, Effect

and Control, fourth edition, The Royal

(5)

83

Srikandi, F. (1992) Polusi Air dan Polusi

Udara, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan dan IPB, Bogor.

Wiranto. W. (2002) Spesifikasi Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor di Indonesia

World Bank Technical Paper No. 508,

Masami Kojima dan Magda lovei World

Wide Fuel Charter (WWFC).

Wiranto. A. (2002) Penggerak Mula Motor

Bakar Torak, Edisi kelima, Penerbit

ITB, Bandung.

Zhang, K., Zhang, B.Z., Li, S.M., Wong, C.S.,

Zeng, E.Y., (2012) Calculated

respiratory exposure to indoor size-fractioned polycyclic aromatic hydro-carbons in an urban environment, Science of the Total Environment, 431, 245-251.

Gambar

Gambar 1. Posisi katup buang di dalam kepala  silinder
Gambar 2. Diagram alir prosedur pengujian  3. Hasil dan Pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

Abstract: Childhood has an important role in the process of character building, in this phase, the experience received by the child will have a dominant influence on

Berdasarkan hasil analisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial menunjukan bahwa perlakuan lanjaran dan berbagai pupuk organik cair berpengaruh tidak

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: 1) proses seleksi siswa kelas SME di MIM PK Kartasura; 2) implementasi pembelajaran IPA berbasis Bahasa Inggris di kelas SME MIM

Selain itu dengan metode usability peneliti dapat mengetahui tingkat kemudahan user dalam menggunakan website traveloka.com beberapa variabel seperti learnability untuk

Secara teori warna dapat dipelajari melalui dua pendekatan, yaitu teori warna berdasarkan cahaya (dipelopori Isac Newton), dan teori warna berdasarkan pigmen warna

In this study, the X-ray diffraction crystal structure of CK2 in complex with DBC has been determined, and it was exploited as a starting point for a linear interaction energy

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada