• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Struktur Serat Sewaka. Analisis struktural adalah tugas pendahuluan sebelum mengkaji dari segi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Struktur Serat Sewaka. Analisis struktural adalah tugas pendahuluan sebelum mengkaji dari segi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7

A. Struktur Serat Sewaka

Analisis struktural adalah tugas pendahuluan sebelum mengkaji dari segi manapun juga, sebab karya sastra sebagai dunia kata mempunyai kebulatan mak-na instrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri. (A.Teeuw, 1983 : 61).

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas dalam usaha untuk pemeliharaan dan pelestarian budaya bangsa, maka penulis ingin mengkaji dan mengupas Serat

Sewaka dari segi isi dan manfaat.

Naskah Serat Sewaka yang dibahas dalam penulisan skripsi ini berben-tuk tembang atau puisi tradisional yaitu dalam satu pupuh ada 121 bait tembang

Dhandhanggula yang merupakan sastra wulang. Struktur dalam Serat Sewaka

meliputi beberapa unsur diantaranya ialah: 1. Tema

Tema cerita yang baik hanya berisi perkembangan suatu peristiwa, tetapi juga berisi tentang problem masyarakat atau kelompok masyarakat yang sedang terjadi. Ada juga ketidakadilan terhadap suatu kaum muncul terlalu sering sehingga membuat kejenuhan peminat pembaca sastra. Pengalaman hidup pengarang berpengaruh dalam menyampaikan gagasan dan wujud suatu karya sastra.

(2)

Tema merupakan persoalan yang menduduki tempat utama dalam cerita (Hutagalung, 1967:77). Persoalan yang disajikan dapat berupa persoalan kehi-dupan lahiriah maupun batiniah yaitu pikiran (cipta), perasaan (rasa), dan kehendak (karsa). (Sudiro Satoto, 1986:38). Tema merupakan kesimpulan suatu pembaca tentang makna hakikat eksistensi pengalaman yang dipaparkan di dalam karya sastra.

Sebuah karya sastra harus mempunyai tujuan yang hendak disampaikan pada pembaca atau penikmat. Kemudian penikmat yang menelaah sendiri kira-kira tema dan amanat apa yang ada dalam karya sastra tersebut

Ada tiga macam cara menentukan tema, yaitu: a. Melihat persoalan yang menonjol

b. Secara kuantitatif dipilih persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik yang dapat melahirkan cerita

c. Menghitung waktu penceritaan, yaitu diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa atau tokoh-tokoh dalam sebuah sastra (Mursal Esten. 1991 : 56).

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas dalam usaha untuk pemeliharaan dan pelestarian budaya bangsa, maka penulis ingin mengkaji dan mengupas

Serat Sewaka dari segi isi dan manfaatnya.

Naskah Serat Sewaka yang dibahas dalam penulisan skripsi ini berbentuk tembang macapat atau puisi tradisional yang berjumlah 46 pupuh.

Macapat berasal dari kata ma + capat yang artinya membaca cepat, ada juga arti yang lain yaitu maca + pat yaitu membacanya empat empat. Tembang

(3)

macapat itu sendiri ada bermacam jenis yaitu: Sinom, Durma, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Pucung, Maskumambang, Gambuh, Dhandhanggula, Pangkur dan Durma. (Subalidinata, 1994 : 32).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tema meru-pakan pokok pikiran dari suatu permasalahan yang paling mendasar dalam suatu karya sastra.

2. Amanat

Dalam karya sastra, amanat pengarang biasanya menyisipkan suatu pesan kepada pembacanya. Pesan-pesan itu tersirat di dalam cerita dan disampaikan pengarang dengan gaya bahasa mereka masing-masing. Kadang kala ada suatu karya sastra yang berisi suatu pesan yang bagus tetapi tidak bisa ditangkap oleh masyarakat. Pesan dalam cerita itulah yang dimaksud dengan amanat. Seperti yang diungkapkan oleh Panuti Sudjiman, bahwa gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, atau pendengar disebut amanat. (Panuti Sudjiman, 1984 : 5). Sedangkan Mursal Esten mengatakan bahwa amanat adalah pemecahan dari suatu tema (Mursal Esten, 1987 : 22).

Amanat disampaikan secara eksplisit maupun implisit bila pengarang pada tengah atau akhir menyampaikan seruan atau saran, nasehat, anjuran berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita. Sedang implisit bila jalan keluar atau ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang hanya diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh atau peristiwa dalam cerita.

(4)

3. Alur

Terciptanya sebuah cerita tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur cerita yang membangunnya. Salah satu unsur cerita yang memegang peran penting adalah adanya sebuah alur. Definisi alur sudah banyak dikemukakan oleh para ahli sastra, yang pada hakikatnya tidak berbeda. Alur adalah konstruksi yang dibuat pengarang terhadap sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku (Luxemburg, 1989 : 149). Alur sebagai rangkaian cerita tersebut merupakan suatu susunan yang membentuk kesatuan yang utuh. Keutuhan yang menyangkut masalah logis atau tidaknya suatu peristiwa. Jika tidak disusun berdasarkan hukum sebab-akibat, tidak dapat disebutkan alur melainkan cerita (Sri Widati Pradopo, 1985 : 17). Sedangkan Panuti Sudjiman berpendapat bahwa alur cerita merupakan pengaturan urutan penampilan peristiwa untuk memenuhi beberapa tuntutan. Peristiwa-peristiwa tersebut tersusun dengan memperlihatkan hubungan kausal (Panuti Sudjiman, 1990 : 30).

Dalam merangkai suatu peristiwa, pengarang menggunakan bermacam-macam penyusunan alur. Keanekaragaman penyusunan alur tersebut untuk mendapatkan kesan menarik dan artistik dalam karyanya. Secara garis besar susunan alur terdiri dari perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian (Rahmad Joko Pradopo, 1975 : 26).

(5)

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alur adalah suatu rangkaian cerita yang menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjalin secara logis dan kronologis.

Dari dua pendapat diatas digunakan sebagai teori dalam menganalisis

Serat Sewaka karya R.Ng. Yasadipura II (Tg. Sasranagara), namun hanya

beberapa unsur karya sastra yang digunakan sebagai teori analisis strukturalnya dan disesuaikan dengan ciri struktur yang menonjol dalam Serat Sewaka.

4. Latar (Setting)

Unsur yang cukup penting dalam karya sastra adalah latar atau setting. Latar ialah gambaran karakter yang timbul dalam kebiasaan dari pengertian yang bersifat perlambang dan ekspresi yang berlawanan dan munculnya aksi serta ambisi yang cocok (Chatman dalam Hadi Widodo, 1996 : 15) Selanjutnya Hudson menunjukkan latar sebagai lingkungan millieu dari sebuah cerita, seperti tata cara, kebiasaan hidup, latar belakang alam dan lingkungan sekitar (Hudson dalam Hadi Widodo, 1996 : 16). Dapat juga dikatakan bahwa latar merupakan lingkungan yang ada dalam suatu cerita, yang mencakup kaadaan waktu dan tempat.

5. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan mengenai keadaan tokoh baik lahir maupun batin dapat berupa pandangan hidup, sikap keyakinan, adat, dan lain-lain. Penokohan ini meliputi pula karakter atau watak dari tokoh-tokoh. (Mochtar Lubis, 1981 : 18).

(6)

Penokohan dalam suatu karya sastra berarti mendevinisikan atau mengidentifikasi setiap tokoh yang ada dalam karya sastra tersebut baik secara fisik ataupun batin. Pendapat Suharianto tentang penokohan adalah pelukisan mengenai keadaan tokoh baik lahir maupun batin, dapat berupa pandangan hidup, sikap kayakinan, adat, dan lain-lain. Penokohan ini meliputi pula kartakter atau watak dari tokoh-tokoh (Suharianto, 1982: 31).

Dari pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan penokohan yaitu merupakan merupakan suatu teknik untuk menampilkan watak dari tokoh-tokoh dalam suatu cerita.

B. Pengertian Moralitas

Kata moral artinya ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita (KBBI, 1995 : 665). Adapun ‘kesusilaan’ yang berasal dari kata susila berarti hal-hal yang berkaitan dengan adat dan sopan santun (KBBI, 1995 : 980).

Moral menurut Immanuel Kant dalam Lili Tjahjadi merupakan kesu-silaan sikap dan pandangan kita denagn norma atau hukum batin kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Kesungguhan sikap moral kita baru tampak kalau kita bertindak demi kewajiban itu sendiri, kendati itu tidak mengenakan kita ataupun memuaskan perasaan kita.Jadi disini ditegaskan bahwa kewajibanlah yang menjadi tolok ukur atau batu uji apakah tindakan seseorang boleh disebut tindakan morak atau tidak. (Lili Tjahjadi, 1991 : 48).

Pandangan Jawa sangat penting untuk menganalisis moral seorang tokoh, karena masyarakat Jawa sangat dekat hubungannya dengan budaya Jawa, sehingga pandangan-pandangannya diharapkan juga dapat menjelaskan

(7)

nilai moralitas yang terdapat dalam Serat Sewaka. Poedjawijatna dalam bukunya yang berjudul Filsafat Tingkah Laku menjelaskan tentang tindakan manusia sebagai perwujudan pemilihan kehendak yang bebas. Buku ini dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman pengertian moral. Ia mengemuka-kan, bahwa orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mempunyai keyakinan bahwa apa yang diperbuat ataupun yang dilakukan adalah baik. (Poedjawijatna, 1968 : 28-29).

Berdasarkan uaraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa moral merupakan pengetahuan tentang baik atau buruk. Untuk mendapatkan penilaian tentang moral haruslah tahu dan memilih. Akan tetapi kita harus ingat bahwa apa yang baik menurut kita pribadi belum tentu baik menurut orang lain, karena itu penilaian moral yang mutlak untuk orang lain tidak mungkin sanggup kita berikan. Ini disebabkan orang hanya melihat perbuatan kita secara lahiriah, sedangkan untuk mengetahui dengan pasti tekad batin atau maksud perbuatan tersebut kita tidak tahu pasti. Sehingga hanya Tuhanlah yang mampu untuk melihat bahwa tekad batin kita adalah moral dan murni (Lili Tjahjadi 1991 : 52). Kita pun harus dapat menerima segala resiko akibat keputusan yang telah kita pilih.

Kiranya tepat pengambilan aspek moral dalam penelitian ini, karena obyek penelitian dalam menyangkut suatu naskah yang isinya memuat tentang tatacara, ajaran yang seyogyanya dipakai apabila seseorang akan mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, baik sebagai pimpinan, pejabat ataupun

(8)

sebagai pegawai, baik pegawai dalam pemerintahan maupun suatu perusahaan yang kesemuanya itu membutuhkan akan pedoman tentang hal yang baik.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa moral adalah sama dengan adat kebiasaan perbuatan manusia yang dikatakan baik jika sesuai dengan adat kebiasaan budi pekertinya. Nilai moralitas adalah kualitas dalam perbuatan kemanusiaan (insani) yang benar atau yang salah yang baik atau yang buruk.

C. Pengertian Etika

Masyarakat Jawa hidup berkelompok dalam sebuah komunitas yang mempunyai sebuah tatanan yang rumit, dari hal-hal yang kecil sampai mengangkat hidup yang selaras. Kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral (Franz Magnis Suseno, 1993 : 6). Etika adalah teori tentang baik dan buruknya sepanjang yang ditentukan oleh akal. Nilai baik dipegang oleh masyarakat dan anggota masyarakat menuntut untuk mengamalkannya di sebut moral (Sidi Gazalba, 1988 : 109).

Pusat etika Jawa adalah usaha untuk memelihara keselarasan dalam masyarakat dan alam raya dan keselarasan itu menjamin keadaan selamat yang dirasakan sebagai nilai pada dirinya sendiri.

Ciri dari etika Jawa adalah unsur pengertian sangat ditekankan. Segala-galanya tergantung dari apakah orang mengetahui tempat sosial dan dengan demikian juga tempat dirinya sendiri (sebagai indiviu).

(9)

Etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral. Nilai rasa yang pertama-tama berkembang dalam suasana keluarga yang secara ideal bebas dari tekanan dan paksaan, dalam lingkungan keluarga luas dan diantara para tetangga (Franz Magnis Suseno, 1993 : 197). Sebagai orang Jawa yang mengembangkan rasa kepekaan untuk reaksi-reaksi sesamanya, di sini ia mulai mengenal rasa takut pada alam dunia di luar pribadinya yang berbahaya, disinilah tumbuh rasa takut. Sikap dasar untuk berbuat sesuatu yang jujur, menolong dan rasa keadilan, disini ia membatinkan perintah dasar untuk mencegah konflik-konflik sebagai sesuatu yang positif dan belajar untuk memahami struktur hirarkis masyarakat. Dalam proses pertumbuhan ini sikap hidup sejak semula distruk-turasikan menurut kategori tempat. Dalam etika Jawa unsur pengertian sangat ditekankan, melakukan sesuatu dengan melihat dunia kosmisnya menurut kebutuhan dan kelayakan serta keselarasan dengan lingkungan sekitarnya.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa etika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan semua anggota masyarakat dituntut untuk menjalankan, jika seseorang tidak menjalankan suatu etika maka dikatakan tidak bijaksana.

D. Norma-Norma Kepegawaian dan Kepemimpinan

Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan peme-rintahan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan Aparatur Negara, dan kesempurnaan aparatur negara pada pokoknya, tergan-tung dari kesempurnaan pegawai negeri (H. Nainggolan, 1987 : 23).

(10)

Pegawai negeri yang baik itu harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. Disamping itu dia harus mempunyai kewibawaan, berkelakuan baik, tangguh berkemampuan dan menyadari sepenuhnya akan tanggung jawabnya sebagai abdi bangsa dan negara. Agar pegawai negeri itu dapat menjalankan tugas dan kewajiban dengan baik perlu adanya pedoman untuk melangkah dan bertindak. Pedoman tersebut termuat dalam undang-undang tentang pokok-pokok kepegawaian dan peraturan pemerintah No. 30, Tahun 1980 yang isinya kurang lebih menekankan bahwa seorang pegawai negeri dalam menjalankan tugasnya harus selalu taat dan setia terhadap Pancasila dan UUD 1945, negara, peme-rintah dengan mengutamakan kepentingan negara, jujur, tertib, disiplin, cermat, pandai menciptakan dan menjalin hubungan kerja sama yang kompak dan serasi terhadap atasan, antar teman sejawat dan kepada bawahannya, ber-tindak tegas, adil dan bijaksana serta memberi contoh yang baik, membimbing bawahannya untuk giat bekerja dan meningkatkan prestasinya untuk mengembangkan kariernya.

E. Moralitas bagi Sorang Pemimpin

Moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salahnya suatu tingkah laku (Cheppy Haricahyono, 1995 : 221). Istilah moralitas adalah keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Dalam bahasa Arab disebut akhlak berarti pula budi pekerti, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti baik buruk yang diterima umum mengenai suatu sikap perbuatan atau

(11)

kewajiban yang berdasarkan pada akhlak budi pekerti dan susila sedangkan moralitas adalah sopan-santun. (1989)

Pendapat di atas menunjukkan bahwa moral adalah sama dengan adat kebiasaan perbuatan manusia yang dikatakan baik jika sesuai dengan adat kebiasaan budi pekertinya. Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan kemanusiaan (insani) yang benar atau yang salah yang baik atau yang buruk. Jadi moralitas mencakup pengertian baik atau buruknya perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, jadi bukan mengenai baik buruknya atas kedudukan status sosialnya, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulu tangkis, atau penceramah. Pengertian moralitas sebagai kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang kita pandang sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai bila kita mentaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa moralitas akibat yang menguntungkan.

Moralitas menurut Poespoprodjo adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk (1986 : 102). Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Sedangkan ajaran moral maksudnya adalah ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan ataupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik (Franz Magnis Suseno, 1988 : 15).

(12)

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam hal kepunggawaan ataupun dalam kepegawaian, didalamnya mencakup serta memuat unsur-unsur atasan dan unsur-unsur bawahan. Unsur-unsur atasan dapat disebut pemimpin seperti raja, direktur, kepala bagian dan lain-lain. Sedangkan unsur-unsur bawahan dapat disebut orang yang membantu pelaksanaan kerja atasan antara lain : sekretaris, bendahara, staff dan lain-lain. Di dalam pembahasan ini akan diwakili tentang ajaran, nasehat moral kepada kedua unsur di atas. Adapun pembahasan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

Seorang penguasa dalam pembahasan ini dapat diartikan sebagai pemipin (raja). Seorang pemimpin dalam pandangan masyarakat Jawa merupakan seorang figur atau tokoh adi luhung. Sebagai seorang yang sakti. Pada umumnya orang Jawa beranggapan bahwa seorang raja atau penguasa memiliki keluhuran budi. Dalam pencapaian keadaan budi yang tersebut dicapai atau didapat melalui suatu tindakan yang bersifat metafisis dan bukan tindakan yang bersifat empiris, hal ini dikarenakan dalam pandangan Jawa, kekuasaan menjadi suatu yang keramat, agung dan bersumber vertikal. Dialah yang kuasa di atas segala kekuasaan, kekuasaan dapat diperoleh manusia-manusia terpilih (the coosen), manusia adiluhung yang memiliki daya kekuatan sebagai mampu menyandang kakuasaan yang disebut “wahyu” (Fadlizon, 1994, h : 4).

Jadi kekuasaan bukan merupakan gejala yang khas antar manusia. Kekuasaan bukanlah merupakan suatu tindakan atau kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain.

(13)

Sarana-sarana untuk mencapai kekuasaan, untuk mencapai manusia

adiluhung, manusia yang terpilih (the coosen) yang memiliki daya kekuatan

sehingga mampu menyandang kekuasaan yang disebut wahyu, kasekten itu. Di dalam tradisi Jawa ada cara-cara untuk memusatkan kasekten, kekuasaan kosmis dalam dirinya sendiri. Untuk itu kekuatan lahir batin tidak boleh lepas ke alam lahir. Kontrol terhadap diri sendiri perlu diperketat dan seluruh perhatian batin harus diarahkan pada tujuan yang dialami. Dalam hal ini termasuk pelbagai usaha-usaha tapa seperti puasa mengurangi makan dan minum, mengurangi tidur, dan berpantang seksual, begitu juga semedi. (Franz Magnis Suseno, 1993, h : 104).

Seorang pemimpin akan selalu berusaha untuk menciptakan sebuah keteraturan masyarakat, sehingga masyarakat akan merasa aman. Jadi apabila semuanya tentram, dan apabila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian secukupnya, dan semua orang merasa puas, hal ini dinamakan suatu keadaan yang oleh orang Jawa disebut sebagai ‘adil makmur’. masyarakat semacam ini merealisasikan cita-cita Jawa tentang keadaan yang tata tentrem kerta raharja, namun apabila seorang raja dalam menjalankan pemerintahannya melanggar aturan dan norma, akan berakibat sebaliknya.

Referensi

Dokumen terkait

Respon pelaksanaan program pembelajaran evaluasi oleh mahasiswa peserta mata kuliah untuk 5 subfaktor, yaitu variasi model yang digunakan, keterlibatan berpikir,

0 = 0% Dari hasil presentase diatas dapat kita lihat bahwa dalam buku teks siswa PAI kelas XII, jumlah nilai-nilai multicultural berupa, toleransi sebanyak 6 topik merupakan

Hasil penurunan kadar GDP rata-rata tertinggi adalah pada kelompok tikus yang mendapatkan susu kedelai rumah tangga 2 kali/hari, yaitu sebesar 297,67 mg/dL, diikuti kelompok

Berdasarkan analisis hasil observasi, angket dan pembelajaran dengan pendekatan penggunaan alat peraga benda manipulatif pada siklus pertama untuk

Penelitian ini berkeinginan memberikan hasil yang bermanfaat bagi auditor, pemerintah, manajemen perusahaan, analis laporan keuangan, pemegang saham sebagai

Analyst Vibiz Research Center melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bergerak dalam tekanan imbas adanya koreksi tajam pada bursa global jelang

5) Pada kolom program diisi dengan program yang terkait dengan sasaran strategis ; 6) Pada kolom kegiatan diisi dengan kegiatan yang termasuk dalam program diatasnya 7) Pada

Salah satu ciri-ciri kajian baru, berbeda dengan tiga pendekatan tadi, menekankan kepada sumber-sumber politik luar negeri dan bagaimana proses modernisasi dan