• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Samping Toksisitas Dan Kontraindikasi Obat AINS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efek Samping Toksisitas Dan Kontraindikasi Obat AINS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A.

Teori Analgetik, Antipiretik, dan

Anti-inflamasi NSAID

Obat analgetik, antipiretik, serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin. Karena itu, banyak golongan dalam obat ini sering disebut obat mirip aspirin (Aspirin-like drugs).

Klasifikasi kimiawi OAINS sebenarnya tidak banyak manfaat kimianya karena ada OAINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda. Sebaliknya ada OAINS yang berbeda subgolongan tapi memiliki sifat yang serupa. Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).

(Farmakologi dan terapi : 230) Mekanisme kerja dan yang berhubungan dengan system biosintesis. Prostaglandin ini mulai diperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik Prostaglandin. Penelitian lanjutan membuktikan bahwa Prostaglandin akan dilepaskan bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun secara invitro OAINS diketahui menghambat obat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgetic, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu, OAINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi.

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa anti-inflamasi

(2)

parasetamol praktis tidak ada aspirin sendiri menghambat dengan mengasetiliasi gugus aktifserin dan enzim ini.Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan ini karena selain tidak mampu mengadakan regenerasi enzim sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit yaitu 8-11 hari.

(Farmakologi dan Terapi 231-232) Toksisitas adalah kualitas yang beracun atau berbahaya; sering digunakan untuk merujuk pada efek samping obat. Efek samping dalam dunia kedokteran adalah suatu dampak atau pengaruh yang merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau intervensi lain seperti pembedahan. Suatu pengaruh atau dampak negatif disebut sebagai efek samping ketika hal itu timbul sebagai efek sekunder dari efek terapi utamanya. Jika efek itu muncul sebagai hasil dari dosis atau prosedur yang tidak tepat maka disebut sebagai kesalahan medis. Efek samping terkadang mengacu kepada Iatrogenik karena hal itu ditimbulkan oleh dokter/pengobatan. Sedangkan kontraindikasi berarti kontra-indikasi, yaitu melawan sesuatu yang diindikasikan (dianjurkan atau diperlukan). Kontraindikasi adalah situasi di mana aplikasi obat atau terapi tertentu tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan risiko terhadap pasien. Misalnya, ketika seseorang memiliki alergi terhadap penisilin, dia dianggap kontraindikasi untuk pemberian penisilin, karena akan memicu reaksi alergi. Kontraindikasi adalah salah satu dari fakta medis utama yang dipertimbangkan ketika memulai rencana perawatan untuk pasien. Kontraindikasi bisa bersifat absolut atau relatif.

(Kamus Kedokteran.2000)

ANTIPRETIK

Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh. Digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi, dan neoplasma). Antipiretik menurunkan demam dengan mempengaruhi termogulator pada SSP dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer. Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan

(3)

perdarahan (resiko perdarahan lebih rendah dengan salisilat lainnya). Aspirin dan salisilat lain harus dihindari pada anak-anak dan remaja. Gunakan aspirin atau ibuprofen secara hati-hati pada pasien-pasien dengan penyakit ulkus. Hindari pemakaian asetominofen kronik dosis besar. Aspirin dosis besar dapat menggeser obat lain yang berikatan kuat dengan protein. Iritasi GI tambahan dengan ibuprofen, aspirin, dan agens antiinflamasi nonsteroid atau glukokortikoid. Aspirin atau ibuprofen dapat meningkatkan resiko perdarahan bila digunakan bersama obat lain yang mempengaruhi hemostasis (antikoagulan, trombolitik, antineoplastik, dan beberapa antiinfeksi).

1. Kaji demam, catat adanya gejala yang menyertainya (diaphoresis, takikardia, dan malaise). Diagnosis Keperawatan Potensial

2. Resiko tinggi gangguan suhu tubuh (indikasi).

3. Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga).

Pemberian bersama makanan atau antacid dapat meminimalkan iritasi GI (aspirin dan ibuprofen). Tersedia dalam bentuk dosis oral dan rectal, dalam kombinasi dengan obat lain. Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter bila demam tidak berkurang dengan dosis rutin atau bila lebih dari 39,5oC atau berlangsung lebih dari 3 hari. Center for Disease Control memperingatkan pemberian aspirin pada anak-anak atau remaja yang menderita varisela (cacar air), atau penyakit virus serupa influenza karena kemungkinan berhubungan dengan syndrome Reye. Efektivitas terapi ditunjukan dengan: pengurangan demam.

Antipiretik yang terdapat dalam Pedoman Obat 1. Asetaminofen

2. Aspirin

3. Kolin dan magnesium salisilat 4. Kolin salisilat

5. Ibuprofen 6. Salisalat

(4)

ANALGETIK

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua kelompok.

o Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika, “kelompok opiat”)

o Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik.

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. walau pun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian dalam tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika ransangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri.

(Ernst Mutschler : 177-178)

ANTI-INFLAMASI

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakidonat (Dorland, 2002).

Obat AINS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1899. Obat AINS yang pertama adalah asam asetil salisilat yang diproduksi oleh Felix Hoffman dari

(5)

Bayer Industries. Berdasarkan saran dari Hermann Dreser, senyawa tersebut diberi nama aspirin yang berasal dari gabungan kata bahasa Jerman untuk senyawa, acetylspirsäure (spirea = nama genus tanaman asal obat tersebut, dan Säure = asam) (Wolfe, et al., 1999; Katzung & Payan, 1998).

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakidonat (Dorland, 2002).

Hingga saat ini, obat AINS banyak digunakan sebagai peresepan yang utama. Di banyak negara, obat AINS terutama digunakan untuk gejala yang berhubungan dengan osteoarthritis. Indikasi lain meliputi sindroma nyeri miofasial, gout, demam, dismenore, migrain, nyeri perioperatif, dan profilaksis stroke dan infark miokard. Obat AINS memiliki spektrum luas dalam klinis, sehingga banyak digunakan sebagai peresepan (Harder & An, 2003).

Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin. Aspirin dan obat AINS yang lain, menghambat seluruh aktivitas jalur siklooksigenase dan seluruh sintesis prostaglandin. Terdapat 2 bentuk siklooksigenase (COX) yang disebut dengan COX-1 dan COX-2. COX-1 diekspresikan pada mukosa lambung. Prostaglandin mukosa yang dihasilkan oleh COX-1 bersifat protektif terhadap kerusakan yang diinduksi asam. Penghambatan COX-1 dan COX-2 mengurangi inflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin dan juga predisposisi dari ulkus lambung. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi dari penghambatan COX dan pencegahan efek merugikan pada mukosa lambung, saat ini telah tersedia COX-2 inhibitor (Mitchell & Cotran, 2003).

Selektivitas terhadap COX-1 dan COX-2 bervariasi dan tidak lengkap. Misal, tes tehadap enzim tikus, aspirin, indometasin, piroksikam, dan sulindak dianggap lebih efektif menghambat COX-1. Ibuprofen dan meklofenamat mempengaruhi COX-1 dan COX-2 sama besarnya. Metabolit aktif nabumeton sedikit agak selektif terhadap COX-2. Celecoxib dan rofecoxib telah

(6)

dikembangkan lebih selektif terhadap enzim COX-2 (Meade, 1993 cit Katzung & Payan, 1998; Harder & An, 2003).

Selama pengobatan dengan obat AINS, peradangan berkurang dengan menurunnya pelepasan mediator dari granulosit, basofil, dan sel mast. Obat-obat AINS menurunkan kepekaan pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokindari limfosit T, dan melawan vasodilatasi. Obat-obatan AINS menghambat agregasi trombosit dan bersifat iritasi terhadap lambung (Katzung & Payan, 1998).

Karena pentingnya ulserasi lambung pada penderita yang mendapat dosis antiinflamasi obat AINS, maka perlu dipertimbangkan usaha pencegahan komplikasi atau mengurangi keparahannya. Analog prostaglandin E1 (misoprostol) menghambat sekresi asam lambung pada beberapa dosis dan mungkin juga meningkatkan sekresi faktor pelindung mukosa lambung (misal, bikarbonat). Misoprostol diberikan pada pemakai obat AINS yang mudah mendapat tukak lambung (Katzung & Payan, 1998).

(7)

B. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati Antipiretik,

Analgetik, dan Anti-Inflamasi NSAID

Derivat asam salisilat

1. Aspirin

Efek samping : Aspirin misalnya rasa tidak enak diperut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. obat ini dapat mengganggu hemeostatis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan. Efek samping yang sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan samar (occult). Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan aspirin dalam dosis tinggi.

Kontraindikasi : Tukak lambung dan peka terhadap derivet asam salisilat, penderita asma dan alergi, penderita yang pernah atau sering mengalami pendarahan di bawah kulit, penderita hemofilia;, anak-anak di bawah umur 16 tahun.

Toksisitas : Intoksikasi salisilat bisa ringan atau berat. bentuk ringan disebut salisilismus dan ditandai dengan mual, muntah, hiperventilasi yang jelas, nyeri kepala, “mental confusion”, pusing dan tinitus (telinga berdengung). Jika diberikan salisilat dosis besar, dapat terjadi intoksikasi salisilat yang berat. Gejala-gejala yang telah disebutkan diatas yaitu, kelelahan, delirium, halusinasi, konvulsi,

(8)

koma, asidosis pernapasan dan metabolik, dan kematian karna kegagalan pernapasan. Intoksikasi salisilat lebih cenderung terjadi pada anak-anak. Penelanan aspirin sekecil 10 g (atau 5 g metil salisilat, yang digunakan sebagai obat gososk dalam minyak) dapat menyebabkan kematian pada anak. Pengobatan salisilismus harus termasuk pengukuran konsentrasi salisilat dalam serum dan pH untuk menunjukkan bentuk terapi yang baik. pada kasus yang ringan, pengobatan simtomatik biasanya sudah cukup. Peningkatan pH urine meningkatkan eliminasi salisilat. Pada kasus berat, pengukuran yang diharuskan termasuk pemberian cairan intravena, dialisis (hemodialisis atau dialisis peritoneal), dan penetapan dan koreksi asam basa serta keseimbangan elektrolit. (catatan diflunisal tidak menyebabkan salisilismus).

2. Diflunisal

Efek samping : Lebih ringan dari pada asetosal dan tidak dilaporkan menyebabkan gangguan pendengaran. Ngantuk, sakit kepala, pusing, tinitus, mual, nyeri pada epigastrum, diare, perdarahan saluran cerna dan bercak kemerahan pada kulit.

Kontraindikasi : Hemofilia

Toksisitas : Toksisitas diflunisal mirip dengan asam salisilat. Dengan kekecualian pengaruh terhadap fungsi trombosit, yang hanya sangat lemah.

Derivat Asam Propionat

(9)

Efek samping : jarang terjadi, mual, muntah gangguan saluran pencernaan. Pernah dilaporkan adanya ruam kulit trombositopenia dan limpofenia.

Kontraindikasi : Hipersensitif ibuprofen, penderita ulkus peptikum, kehamilan trisemester pertama.

Toksisitas : Gejala-gejala overdosis ibuprofen mirip dengan gejala yang disebabkan oleh overdosis OAINS lain. Kolerasi antara tingkat keparahan gejala dengan kadar ibuprofen dalam plasmah darah pernah ditemukan. Efek racun tidak mungkin muncul pada dosis dibawah 100mg/kg tetapi saat diatas 400mg/kg (sekitar 150 tablet dari 200unit mg). Dosis letal sukar ditentukan karena bervariasi tergantung dari usia, berat badan, dan penyakit pada pasien. Terapi untuk over dosis dalam kasus awal adalah dekontaminasi lambung menggunakan arang aktif, arang menyerap obat sebelum bisa masuk kesirkulasi sistemik. Lavage lambung sekarang jarang digunakan, namun dapat dipertimbangkan jika jumlah yang dikomsumsi secara potensial mengancam kehidupan dan dapat dilakukan dalam waktu 60 menit setelah menelan. Emesis tidak dianjurkan. mayoritas komsumsi ibuprofen hanya menghasilkan efek ringan dan pengelolaan overdosis sangatlah mudah. Standar langkah-langkah untuk mempertahankan output urine normal harus dilakukan dan fungsi ginjal harus dipantau. Ibuprofen memiliki sifat asam dan juga diekskresikan dalam urine, diuresis paksa alkali secara teori menguntungkan. Namun, karena ibuprofen sangat terikat protein dalam darah,

(10)

sehingga eksresi dari ginjal minimal. Diuresis paksa alkalin mempunyai manfaat yang terbatas. Terapi simtomatis untuk hipotensi, perdarahan GI, asidosis dan toksisitas ginjal dapat diindikasikan. Kadang-kadang, pemantauan ketat diunit perawatan intensif selama beberapa hari diperlukan. Jika seorang pasien bertahan pada keracunan akut, mereka biasanya tidak akan mengalami gejala ulang.

2. Naproksen

Efek samping : Rasa tidak enak pada perut, waktu perdarahan memanjang, “epigastric distress”, reaksi gigi, tukak peptik, alergi kulit, pruritus, isomnia, sakit kepala, edema periferal, tinitus, vertigo. Rasa tidak enak pada rektum, gatak didaerah anal, rasa terbakar, perdarahan per rektal, tenesmus, proctitis, eritema, edema.

Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita dimana aspirin atau obat anti-inflamasi non steroid lain/analgesik menyebabkan sindroma asma, rinitis, dan polip hidung, kehamilan trisemester 3, wanita menyusui. Toksisitas : Obat ini dapat mengakibatkan efek toksik yang

disebabkan oleh overdosis, mengakibatkan resiko yang sangat fatal dan sangat serius pada pencernaan. Dan toksisitas timbul obat ini tergantung dari dosis yang diberikan.

4. Ketoprofen

Efek samping : Tukak peptik, dispepsia, mual, muntah, pusing, sakit kepala, ruam kulit, rasa tidak enak pada abdomen, diare, konstipas, perdarahan, perforasi, rua kulit, gangguan fungsi hati dan ginjal, nyeri

(11)

abdomen, rasa panas terbakar pada uluhati, bingung, vertigo, edema, perubahan mood, insomnia, trombositopenia, bronskospasme, anafilaksis. Reaksi lokal pada tempat ini, termasuk rasa nyeri dan panas terbakar.

Kontraindikasi : Riwayat asma, utikaria, arau reaksi alergi lain sesudah penggunaan AINS. gangguan fungsi ginjal dan hati berat. Riwayat tukak lambung, dispepsia kronik, tukak peptik aktif.

Toksisitas : Obat ini dapat meningkatkan resiko gangguan jantung atau sirkulasi darah yang mengancam jiwa seperti, serangan jantung atau strok. Jangan menggunakan obat ini sesaat atau sebelum menjalani operasi arteri koroner atau CABG. Ketoprofen dapat juga meningkatkan resiko efek serius pada perut atau pencernaan, termasuk berdarah atau berlubang, kondisi ini dapat menjadi fatal dan efek Gastrointestinal dapat terjadi tanpa peringatan kapan pun ketika anda menggunakan ketoprofen. Mereka yang berusia lanjut dapat memiliki resiko yang lebih besar dari efek samping gastrointestinal yang serius ini.

Derivat Asam Fenamat

1. Asam Mefenamat

Efek samping : Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek pada darah : penurunan hematokrit (pemakaian jangka lama), anemia, memperpanjang waktu pendarahan, Efek pada sistem syaraf : pusing, sakit kepala, ketakutan, bingung, depresi,

(12)

bermimpi, sulit tidur, cemas, Efek pada mata/pendengaran: tinitus, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, sembab mata.Efek samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritema kulit dan bronkokonstriksi.

Kontraindikasi : Tukak lambung, inflamasi saluran cerna, gangguan ginjal atau pernah menderita sakit ginjal/hati, asma, hamil dan menyusui. Ulserasi gigi aktif.

Toksisitas : Toksisitas asam mefenamat menimbulkan jika telah diberikan pemakaian lebih dari 7 hari akan mengakibatkan peradangan pada lambung, dan perdarahan memanjang. jika pemakaian dosis lebih akan mengakibatkan diare yang hebat.

Derivat Asam Fenilsetat

1. Diklofenac

Efek samping : Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim transaminase dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali kenormal. gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi dibanding dengan AINS lain. Dalam kasus terbatas gangguan hematologi (trombositopenia, leukopenia, anemia, agranulositosis). Penyakit epigastric, nausea, vomiting, diare, keram abdomen, dispepsia, flatulence, asma, reaksi anafilaksasi sitemik (hipotensi), gangguan sensasi (erupsi kulit).

Kontraindikasi : Ulkus intestinal atau lambung aktif, periforasi dan perdarahan. Reaksi anafilaktif atau alergi

(13)

pada aspirin atau obat-obat anti-inflamasi non steroid. Penderita tukak lambung.

Toksisitas : Kira-kira 20% dari pasien dan meliputi distres gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal yang terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa AINS lainnya. sebuah kombinasi antara diklofenac dan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare. Peningkatan serum aminotrasferases lebih umum bisa terjadi dengan obat ini dari pada dengan ains lainnya.  Derivat Asam Asetat-inden

1. Indometasin

Efek samping : Efek samping indometasin terjadi sampai 50% penderita yang diobati; sekitar 20% ditemukan efek samping yang tidak bisa ditoleransi dan pemakaian obat dihentikan. Kebanyakan efek samping ini berhubungan dengan dosis. Keluhan saluran cerna yaitu mual, muntah, anoreksia, diare, dan nyeri abdomen. Gangguan gastrointestinal, uleserasi dan perdarahan, sakit kepala, pusing, rasa ringan, hipersensivitas, hipertensi, reaksi hematologi. Efek hepatik jarang, tetapi telah dilaporkan adanya beberapa kasus hepatitis dan ikterus yang fatal. Reaksi hemattopoietik yang dilaporkan dengan

indometasin berupa neutropenia,

trombositopenia, dan sangat jarang anemia aplastik.

Kontraindikasi : Hipersensivitas terhadap aspirin atau obat AINS lainnya, riwayat lesi gastrointestinal berulang, ulserasi peptik, kehamilan, laktasi. Proktitis atau

(14)

riwayat perdarahan rektal yang baru saja dialami. diketahui tidak tolerans terhadap alkohol.

Toksisitas : indometasin menimbulkan insidensi efek toksik yang tinggi yang berhubungan dengan dosis. efek terhadap saluran cerna meliputi nyeri abdomen, diare, perdarahan saluran cerna, dan pankreatitis. Nyeri kepala yang hebat dialami oleh 20-25% penderita dan mungkin disertai dengan pusing, bingung, dan depresi. Indometasin juga pernah dilaporkan menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia. Vasokonstriksi pembuluh darah koroner pernah dilaporkan. Hiperkalemia dapat terjadi akibat hambatan kuat terhadap biosintesis PG di ginjal.

2. Sulindak

Efek samping : Sakit kepala, pusing mengantuk, edema, penglihatan kabur, tinitus, mual, dispepsia, muntah, diare, konstipasi, rasa tidak nyaman, hepatitis, flatulens, anoreksia, diare, pankreatitis, ruam, fotosensitivitas, masa perdarahan memanjang, reaksi alergi termasuk sindrom hipersensivitas, dan anafilaksis.

Kontraindikasi : Hipersensivitas, sensivitas silang dapat terjadi dengan agens antiinflamasi nonsteroid lainnya, termasuk aspirin. Perdarahan GI aktiv dan penyakit ulkus, kehamilan.

Toksisitas : Sulindak menimbulkan efek toksik yang tinggi jika pemakaian dosis yang berlebihan. Efek yang timbul akan mengakibatkan kerusakan saluran cerna dan perdarahan memanjang meningkatnya toksisitas hematologik atau agens anti inflamasi non steroid lainnya dan meningkatnya kadar serum dan toksisitas litium.

(15)

 Derivat Pirazolon 1. Fenilbutazon

Efek samping : Efek samping fenilbutazon sedikit sekali di toleransioleh kebanyakan penderita; efek samping terjadi pada hampir setengah dari mereka yang diobati. Serius terhadap darah dan lambung. mual, muntah, obat ini mengiritasi lambung sehingga mengakibatkan nyeri epigastrum dan bahkan korosi lambung, reaksi alergi pada kulit, gangguan lambung, diare, vertigo, insomnia, stomatitis, eforia, hematuria, dan penglihatan menjadi kabur. Efek samping yang jarang terjadi seperti leukopenia, trombositopenia, anemia splastik, agranulosis, rematoid aktif, osteoartritis akut, anemia splastik, sindrom pulmonaria akut. Fenilbutazon mengurangi ambilan yodiumoleh kelnjar tiroid, kadang-kadang mengakibatkan struma dan miksedema. Fenilbutazon dapat menggantikan tempat obat-obat lain pada protein plasma, sehingga menimbulkan akibat yang serius. Karena semua potensi efek samping ini, obat ini seharusnya diberikan dalam jangka waktu yang pendek hanya sampai 1 minggu. Penderita harus diobservasi dengan ketat, tes darah harus sering dilakukan.

Kontraindikasi : Kelainan darah, kelainan gigi aktif. Tukak peptik, penyakit KV atau tiroid, gangguan fungsi hati atau ginjal berat, riwayat alergi terhadap aspirin. Riwayat bronkospasme terhadap aspirin atau AINS lain, riwayat diskarsia darah, pankreatritis, parolitis, atritis, rematik

(16)

polimialgia, anak < 14 th. Pada penderita hipertensi, penyakit jantung.

Toksisitas : Fenilbutazon dapat menimbulkan koma, trismus, kejang tonik dan klonik,syok, asidosis metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria, hematuria, oliguria, gagal ginjal, dan ikterus hepatoselular.

 Derivat Amino Fenol 1. Acetaminofen

Efek samping : Reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi. manifestasinya berupa eritema atau utikaria dan gejala yang lebih berat berupa demamdan lesi pada mukosa. Efek samping jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis di atas 6 g mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversibel. Gangguan saluran cerna, mengantuk, pusing, mulut kering, sulit berkemih, berkeringat, menurunkan nafsu makan, serangan seperti epilepsi (dosis tinggi).

Kontraindikasi : Jangan digunakan pada penderita penyakit hati, Hipersensitif, penderita dengan gangguan fungsi hati parah, penderita tekanan darah tinggi berat, dan yang mendapat terapi obat anti depresan tipe menghambat MAO.

Toksisitas : Asetaminofen adalah salah satu obat yang paling sering digunakan untuk percobaan bunuh diri, atau kecelakaan sehingga terjadi over dosis. Dosis lebih dari 150 – 200 mg/kg bb (anak) atau 7 g total (dewasa) dianggap potensial toksik. Metabolit toksik akan terikat oleh glutation menjadi asam merkapturat yang mudah

(17)

dieksresikan. Penyebab toksik utama adalah adanya metabolit toksik yang tidak dapat di ikat/dinetralkan oleh glutation, karena jumlah metabolit berlebihan yang disebabkan karena over dosis. Pada saat terjadi over dosis, pasien tidak menunjukkan gejala atau hanya menunjukkan gejala ringan pada GI seperti mual dan muntah. Setelah 24-36 jam kerusakan hepar terjadi yang ditandai dengan meningkatnya enzim aminotransferase dan hipoprotombinema. Dalam kasus yang berat, terdapat ancaman gagal hepar menyebabkan encephalopati hepatik dan kematian. Gagal ginjal juga mungkin terjadi. Toksisitas juga dapat diprediksi dari kadar asetaminofen dalam darahnya. jika kadarnya lebih dari 150-200 mg/L segera setelah minum obat, pasien berada dalam resiko gagal hepar. Pada pengguna alkohol kronis atau pada pasien yang menggunakan obat yang dapat meningkatkan C-P450 menyebabkan pembentukan metabolit aktif lebih cepat. Efek toksik dapat timbul walaupun kadar dalam darahnya < dari 100 mg/L. Antidotum untuk keracunan asetaminofen adalah asetisistein (suatu antioksidan) yang bekerja sebagai subtitusi glutation dalam mengikat metabolit aktif atau toksis. Pemberian asetilsistein akan lebih bermanfaat dibetikan segera setelah terjadi keracunan jika memungkinkan.

2. Fenasetin

Efek samping : Efek samping yang paling berarti pada pemberian kronik fenasetin adalah anemia hemolitik, yang

(18)

khusus terjadi pada defisiensi glukose-6-fosfat dehidrogenase. Selanjutnya, khusus pada pasien yang menggunakan sejumlah besar sediaan kombinasi yang mengandung fenasetin dalam waktu yang lama, harus diperhitungkan terjadinya kerusakan ginjal yang parah (nefritis interstisial, nekrosis papilla, insufisiensi ginjal ) serta nisbah terjadinya karsinoma pelvis renal yang tinggi. Berdasarkan ini, fenasetin telah diganti dengan parasetamol dalam berbagai sediaan. Walaupun demikian sampai sekarang tidak dijamin sempurna bahwa pemberian parasetamol dalam waktu lama lebih kurang toksik terhadap ginjal dibandingkan dengan fenasetin.

Kontraindikasi : Hipersensitif, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, penderita alergi, tukak lambuing.

Toksisitas : Toksisitas akut fenasetin ditandai dengan keadaan terangsang, delirium dan kejang-kejang. Sebaliknya toksisitas parasetamol terutama ditandai dengan kerja hepatotoksis. Dosis lebih dari 10 g menyebabkan nekrosis sel hati yang parah, kadang-kadang mematikan. Kerja yang merusak sel hati disebabkan oleh ikatan metabolit parasetamol yang reaktif dan terjadi akibat oksidasi mikrosomal pada protein sel hati. Dari metabolit ini, N-asetil-kuinonimina yang paling berarti. Pada dosis lazim, metabolit ini ditangkap oleh glutation dengan membentuk konjugat yang tidak toksik. Baru apabila cadangan glutation habis, terjadi reaksi sitotoksik.

 Derivat Oksikam 1. Piroksikam

(19)

Efek Samping : Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna antara lain yang berat adalah tukak lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Perdarahan lambung, edema, penurunan HB dan hematokrit. Efek samping obat ini tersering mengenai saluran cerna berupa iritasi saluran cerna seperti tukak peptic, hingga perdarahan yang menyebabkan anemia serta gangguan system hematologi lain. Pada ginjal dapat menyebabkan abnormalitas fungsi ginjal karena penggunaannya berlebih sehingga ekskresinya pada ginjal mengalami gangguan. Efek samping lain yang tidak boleh dilupakan adalah hipersensitifitas terhadap penggunaan karena manifestasinya tidak jelas seperti bentol-bentol, gatal, kemerahan, eritema, foto-sensitif, berkeringat, sampai syok anafilaktik sampai Stevens-Johnson sindrome. Kontraindikasi : Riwayat tukak atau perdarahan lambung,

hipersensitif terhadap piroksikam. mengalami bronkospasme, polip hidung, angioedema,. Kontraindikasi penggunaan piroksikam ditujukan kepada wanita hamil, pasien tukak lambung, pasien yang sedang minum antikoagulan dan tentunya penderita yang hipersensitif piroksikam dan penderita yang mengalami urtikaria, angioderma, bronkospasme, rinitis berat dan syok akibat Antiinflamasi Nonsteroid Agent.

Toksisitas : Efek toksis yang ditimbulkan dalam sistem hematologi obat ini juga dapat menyebabkan anemia yang disebabkan bila terdapat perdarahan saluran

cerna pasif, memperpanjang waktu

(20)

ytopenia.Trombositopenia ini diakibatkan oleh mekanisme kerja obat yang menghambat biosintesa prostaglandin akibatnya agregasi platelet terganggu. 2. Meloksikam

Efek Samping : Dispepsia, mual, muntah, nyeri abdomen, konstipasi, kembung, diare, parameter fungsi hati abnormal (sementara), esofagitis, tukak gastroduodenal, pendarahan gastrointestinal, tersamar atau makroskopik, kolilis, anemia, leukopenia, trombosilopenia, pruritus, ruam kulit, stomatitis, urtikaria, fotosensitisasi, asma akut, kepala terasa ringan, sakit kepala, vertigo, tinitus, mengantuk, edema, peningkatan TEO, palpitasi, parameter fungsi ginjal abnormal, peningkatan kadar transeminase, atau bilirun serum.

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap AINS lain atau anti sosial. penyakit ginjal berat. tukak lambung aktif selama 6 bulan terakhir atau punya riwayat tukak lambung berulang. Gagal ginjal nondialisis berat. Perdarahan sel cerna serebrovaskular atau penyakit lain, gangguan fungsi hati berat. Diketahui memiliki gejala asma, polip hidung, angioderma sesudah penggunaan asetosal, atau AINS lain, hamil dan laktasi, anak.

Toksisitas : Toksisitas obat ini muncul ketika pemakaian obat berlebihan dan menimbulkan kerusakan pada Gastrointestinal atau terjadinya perdarahan.

(21)

mekanisme kerja

Sebagian besar efek terapi dan efek samping NSAID berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Pada saat sel mengalami kerusakan, maka akan dilepaskan beberapa mediator kimia. Di antara mediator inflamasi, prostaglandin adalah mediator dengan peran terpenting. Enzim yang dilepaskan saat ada rangsang mekanik maupun kimia adalah prostaglandin endoperoksida sintase (PGHS) atau siklo oksigenase (COX) yang memiliki dua sisi katalitik. Sisi yang pertama adalah sisi aktif siklo oksigenase, yang akan mengubah asam arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya adalah sisi aktif peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid lain yaitu PGH2. PGH2 selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin dan tromboksan A2, yang ketiganya merupakan mediator utama proses inflamasi. COX terdiri atas dua isoform yaitu COX-1 dan COX-2.

Golongan obat ini menghambat enzim siklo oksigenase (COX) sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat dengan cara berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Inhibisi biosintesis prostaglandin oleh aspirin menyebabkan asetilasi yang irreversibel di sisi aktif siklo okigenase, sedangkan sisi aktif peroksidase tidak terpengaruh. Berlawanan dengan aksi aspirin yang irreversibel, NSAID lainya seperti ibuproven atau

(22)

indometasin menyebabkan penghambatan terhadap COX baik reversibel maupun irreversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam arakhidonat.

Perbandingan COX-1 dan COX-2

COX-1 memiliki fungsi fisiologis, mengaktivasi produksi prostasiklin, dimana saat prostasiklin dilepaskan oleh endotel vaskular, maka berfungsi sebagai anti trombogenik, dan jika dilepaskan oleh mukosa lambung bersifat sitoprotektif. COX-1 di trombosit, yang dapat menginduksi produksi tromboksan A2, menyebabkan agregasi trombosit yang mencegah terjadinya perdarahan yang semestinya tidak terjadi. COX-1 berfungsi dalam menginduksi sintesis prostaglandin yang berperan dalam mengatur aktivitas sel normal. Konsentrasinya stabil, dan hanya sedikit meningkat sebagai respon terhadap stimulasi hormon atau faktor pertumbuhan. Normalnya, sedikit atau bahkan tidak ditemukan COX-2 pada sel istirahat, akan tetapi bisa meningkat drastis setelah terpajan oleh bakteri lipopolisakarida, sitokin atau faktor pertumbuhan. meskipun COX-2 dapat ditemukan juga di otak dan ginjal. Induksi COX-2 menghasilkan PGF2 yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus pada akhir kehamilan sebagai awal terjadinya persalinan.

Penghambat COX-1 dan COX-2

Masing-masing NSAID menunjukkan potensi yang berbeda-beda dalam menghambat COX-1 dibandingkan COX-2. Hal inilah yang menjelaskan adanya variasi dalam timbulnya efek samping NSAID pada dosis sebagai anti inflamasi. Obat yang potensinya rendah dalam menghambat COX-1, yang berarti memiliki rasio aktivitas COX-2/ COX-1 lebih rendah, akan mempunyai efek sebagai anti inflamasi dengan efek samping lebih rendah pada lambung dan ginjal. Piroksikam dan indometasin memiliki toksisitas tertinggi terhadap saluran gastrointestinal. Kedua obat ini memiliki potensi hambat COX-1 yang lebih tinggi daripada menghambat COX-2. Dari penelitian epidemiologi yang membandingkan rasio COX-2/ COX-1, terdapat korelasi setara antara efek samping gastrointestinal dengan rasio COX-2/ COX-1. Semakin besar rasio COX-2/ COX-1, maka semakin besar pula efek samping gastrointestinalnya. Aspirin memiliki selektivitas sangat tinggi terhadap COX-1 daripada COX-2, sehingga efek terhadap gastrointestinal relatif lebih tinggi.

(23)

Tabel 1 berikut menunjukkan rasio COX-2/ COX-1 pada beberapa NSAID;

Tabel 1. Rasio COX-2/COX-1 pada NSAID

NSAID COX-2 COX-1 COX-2/COX-1

Tolmetin 7 0.04 175 Aspirin 50 0.3 166 Ibuprofen 15 1 15 Asetaminofen 20 2.7 7.4 Diklofenak 0.35 0.5 0.7 Naproksen 1.3 2.2 0.6 Celecoxib 0.34 1.2 0.3 Refecoxib 0.84 63 0.013

Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID selektif menghambat COX-2 yang pertama kali diperkenalkan adalah celecoxib dan rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur yang berbeda dengan coxib lainnya, tidak menyebabkan efek samping pada kardiovaskuler dan komplikasi gastrointestinal yang rendah. Insiden serangan jantung yang lebih tinggi menjadi faktor risiko semua inhibitor COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib ditarik dari pasaran. Valdecoxib selain menyebabkan infark miokard juga dapat menyebabkan skin rash. Valdecoxib dan parecoxib dihubungkan dengan insiden penyakit jantung.

Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki aktivitas sebagai analgesik antipiretik, termasuk juga prekursornya yaitu fenasetin, aminopiron dan dipiron. Banyak dari obat ini yang tidak ada di pasaran karena toksisitasnya terhadap leukosit, tetapi dipiron masih digunakan di beberapa negara. Parasetamol menghambat lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan berdasarkan penelitian diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui penghambatan terhadap COX-3, yaitu derivat dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem saraf pusat.

Efek Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi, dengan derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.

(24)

Efek analgesik

Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek sentral yang merugikan.

Efek Antipiretik

Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.

Efek Anti inflamasi

NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.

Efek Samping

Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian parenteral.

(25)

Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli. Obat yang digunakan sebagai terapi profilaksis trombo-emboli dari golongan ini adalah aspirin. Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal.

Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut.

Gambar

Tabel  1 berikut menunjukkan rasio COX-2/ COX-1 pada beberapa NSAID;

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab orang Melayu adalah majoriti dalam masyarakat Islam Singapura; kebetulan terdapat ada antara adat Melayu lama yang tidak sejajar dengan ajaran Islam, maka dalam

Asumsi pertama yang digunakan adalah akan terjadi kelongsoran pada suatu bidang gelincir tertentu, maka dengan menghitung besarnya gaya atau momen penggerak yang

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

RINCIAN PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA PERANGKAT

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta cukup banyak, namun pada tulisan ini hanya disajikan empat buah, yaitu 1) mengapa penggunaan bahasa Bali dewasa

Sekalipun perbedaan keyakinan menjadi faktor penting, namun sikap dan pandangan generasi muda pada temuan survei ini tidak bisa mentoleransi tindakan radikalisme dan

PDI Perjuangan adalah partai yang ikut mendukung tercetusnya kebijakan kuota keterwakilan perempuan, sebagai partai senior yang memiliki keterikatan sejarah dengan proses

Surat pernyataan tidak sedang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (form CDP-2). 9 Mencalonkan diri atau