• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disain Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial di Sekolah Menengah Pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disain Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial di Sekolah Menengah Pertama"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Disain Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial di Sekolah Menengah Pertama

Usman Mulbar

Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar E-mail: u_mulbar@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meihat keterlaksanaan disain pembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswa pada pokok bahasan aritmetika sosialdi SMP. Hasil yang diperoleh, yaitu: Pertama, kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk dalam kategori cukup baik. Kedua,siswa memberikan penilaian positif terhadap buku siswa dan LKS, sehingga dapat digunakan dengan baik dalam proses pembelajaran. Selain itu, siswa senang terhadap suasana pembelajaran dan cara guru mengajar di kelas dan pendekatan pembelajaran tersebut termasuk baru bagi siswa. Ketiga, tes hasil belajar matematika diperoleh bahwa 87,64% siswa yang memperoleh skor 65 ke atas. Selain itu, terdapat: 12,36% siswa yang memperoleh skor rendah (belum mencapai ketuntasan belajar); 31,24% siswa yang memperoleh skor sedang; 35,53% siswa yang memperoleh skor baik; dan 20,87% siswa yang memperoleh skor sangat baik.

Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Karena itu, untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika (kompetensi matematika) yang kuat sejak dini. Penguasaan kompetensi matematika yang harus dimiliki oleh siswa, dalam prakteknya, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan pengalaman kehidupan nyata siswa, sehingga apa yang dipelajari menjadi bermakna dan dirasakan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari.

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika adalah Realistic Mathematics Education

(RME). RME di Indonesia dikenal dengan nama pendidikan matematika realistik dan secara

operasional disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Freudenthal (1991) menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Karena itu, prinsip menemukan kembali ide dan konsep matematika dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses menemukan kembali ide dan konsep matematika menggunakan konsep matematisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak hanya mengacu pada realitas tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000).

Beberapa tahun terakhir, seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, khususnya untuk domain kognitif. Salah satu perkembangan yang menarik adalah upaya para ahli pendidikan

(2)

untuk merevisi Taksonomi Bloom tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (2001) merevisi Taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Hasil revisi yang menonjol tentang dimensi proses kognitif adalah ditiadakannya aspek sintesis di antara aspek analisis dengan aspek evaluasi, kemudian ditambahkannya aspek kreativitas sesudah aspek evaluasi. Sedangkan aspek-aspek dari dimensi pengetahuan yang dikemukakan adalah: (1) Pengetahuan faktual (factual knowledge); (2) Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge); (3) Pengetahuan prosedural (procedural knowledge); dan (4) Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge). Oleh karena itu, salah satu aspek dimensi pengetahuan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya dalam pembelajaran matematika realistik adalah aspek metakognisi.

Brown (dalam Gama, 2004) membagi metakognisi ke dalam dua komponen, yaitu: (1) Pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition); dan (2) Regulasi tentang kognisi (regulation of cognition). Kedua komponen tersebut, masing-masing berkaitan satu sama lain. Hacker (1998) menggolongkan metakognisi kedalam tiga komponen, yaitu: (1) Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge); (2) keterampilan metakognitif (metacognitive skill); dan (3) Pengalaman metakognitif (metacognitive experience). Sedangkan Tobias & Everson (1998) menyatakan bahwa metakognisi sebagai gabungan dari pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang apa yang diketahuinya, sedang keterampilan metakognitif berkaitan dengan apa yang akan dilakukan seseorang pada saat itu.

Pengetahuan deklaratif mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-konsep matematika yang dimiliki siswa atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan perhatiannya dalam pembelajaran. Pengetahuan prosedural mengacu kepada kesadaran seseorang tentang bagaimana cara melakukan sesuatu (menggunakan suatu strategi) dalam pembelajaran. Sedangkan pengetahuan kondisional mengacu kepada kesadaran seseorang akan kondisi yang mempengaruhi belajarnya, yaitu: kapan suatu strategi seharusnya diterapkan, mengapa menerapkan strategi tersebut, dan kapan strategi yang diterapkan itu tepat dalam pembelajaran.

Desoete (2001) secara sederhana menggambarkan keterampilan metakognif sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan ketrampilan kognitif yang dimilikinya. Selanjutnya Desoete secara substansial membedakan keterampilan metakognisi menjadi empat komponen, yaitu: keterampilan prediksi, keterampilan perencanaan, keterampilan monitoring, dan keterampilan evaluasi. Keterampilan prediksi adalah kegiatan pengklasifikasian yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu permasalahan (tugas), yaitu: melakukan suatu prediksi tentang waktu yang akan dipergunakannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan (tugas) dalam pembelajaran. Keterampilan perencanaan mengacu kepada kegiatan berpikir awal seseorang tentang bagaimana, kapan, dan mengapa melakukan tindakan guna mencapai tujuan melalui serangkaian tujuan khusus menuju kepada tujuan utama permasalahan.Keterampilan monitoring mengacu kepada kegiatan pengawasan seseorang terhadap strategi kognitif yang dipergunakannya selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guna mengenali masalah dan memodifikasi rencana. Sedangkan keterampilan evaluasi dapat didefinisikan sebagai verbalisasi mundur (retrospective) yang dilakukannya setelah kejadian berlangsung, dimana seseorang melihat kembali strategi yang telah ia gunakan dan apakah strategi tersebut mengarahkannya pada hasil yang diinginkan atau tidak.

Berdasarkan uraian secara teoretis tentang metakognisi, dapat dikatakan bahwa metakognisi memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam

(3)

mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran matematika realistik dapat mengakibatkan lebih efektif dan efisien.

Pembelajaran matematika realistik dimulai dengan masalah kontekstual, selanjut-nya masalah kontekstual diuraikan agar unsur-unsur matematika yang terkandung di dalamnya dapat dikenali.Melalui pengenalan unsur-unsur matematika di dalamnya, siswa dapat menerjemahkannya ke dalam model matematika yang mereka hasilkan sendiri, sehingga siswa dapat menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah kontekstual.Penyelesaian matematis yang diperoleh siswa, kemudian diterjemahkan kembali, sehingga diperoleh jawaban dari masalah kontekstual yang sebenarnya. Proses tersebut secara implisit melibatkan kemampuan metakognitif siswa. Penelitian ini adalah penelitian multi-tahun (2009-2011), serta rangkaian penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswa yang berkualitas baik. Selanjutnya akan dilakukan suatu pengkajian secara mendalam tentang keterlaksanaan disainpembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswapada pokok bahasan aritmetika sosialdiSekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Makassar.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah kombinasi penelitian kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap secara mendalam keterlaksanaan disainpembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswapada pokok bahasan aritmetika sosialdiSekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Makassar.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri di Kota Makassar. Pemilihan subjek dilakukan dengan langkah-langkah: (1)Memilih satu SMP secara purposif di daerah pusat dan daerah pinggiran Kota. (2) Memilih kelas VII secara random dari sejumlah kelas yang ada sebagai tempat pelaksanaan penelitian. (3) Memilih tiga orang siswa secara purposif pada kelas yang terpilih di langkah kedua sebagai subjek penelitian. Selain itu, pemilihan subjek observasi dilakukan dengan memperhatikan kemampuan matematika dan jenis kelamin, sehingga siswa yang terpilih merupakan representasi karakteristik siswa di kelas penelitian.

Prosedur Penelitian

Prosedur pengumpulan data untuk mengungkap keterlaksanaan disain pembelajaran, yaitu: (1) Melakukan observasi dan merekam gambar pelaksanaan pembelajaran di kelas. Observasi yang dimaksud adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran ditinjau dari aspek: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup, kesesuaian pembelajaran dengan RPP, dan suasana kelas; (2) Angket keterlaksanaan:buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), pelaksanaan pembelajaran, dan cara guru mengajar.

Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, angket keterlaksanaan buku siswa dan LKS, dan intrumen elektronika.Analisis data untuk meng-ungkap keterlaksanaan pembelajaran, yaitu: menganalisis hasil observasidan hasil rekaman

(4)

gambar terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Melakukan rekapitulasi data hasil penilaian pengamat kedalam setiap aspek yang dinilai. 2) Menentukan nilai rata-rata pengamat untuk setiap aspek yang dinilai. Nilai tersebut

merupakan nilai Kemampuan Guru (KG).

Nilai Kemampuan Guru (KG), selanjutnya dirujuk pada interval kriteria kualitas perangkat yang diadaptasi dari Bloom, Madaus & Hasting (1981) untuk menentukan tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, yaitu:

3,6≤ KG sangat baik 3,2≤ KG < 3,5 baik

2,8≤ KG <3,2 cukup baik 2,4≤ KG <2,8 kurang baik KG <2,4 tidak baik

Keterangan: KG adalah nilai kemampuan guru.

Kriteria kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, apabila tingkat pencapaian nilai kemampuan guru memenuhi kriteria minimal cukup baik. Apabila nilai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di bawah kriteria minimal cukup baik, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap disain pembelajaran (melakukan revisi) khususnya terhadap aspek yang kurang atau memberi masukan pada guru untuk meningkatkan penguasaan dan keterampilan mengajarnya, khususnya pada bagian yang teramati belum memenuhi kriteria minimal cukup baik.

Data hasil angket keterlaksanaan buku siswa, LKS, pelaksanaan pembelajaran, dan cara guru mengajardianalisis dengan menentukan banyaknya siswa yang memberi jawaban bernilai positif atau negatif untuk setiap katagori yang ditanyakan dalam angket. Bernilai positif artinya (lebih dari 80% siswa yang menyatakan senang, baru, berminat, jelas, dan tertarik): menggunakan buku siswa, LKS, pelaksanaan pembelajaran, dan cara guru mengajar, sedang bernilai negatif berarti sebaliknya.Komentar siswa yang bersifat konstruktif digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan revisi.Selanjutnya kriteria pengkategorian skor tes hasil belajar, menggunakan aturan pengkategorian di SMP Negeri di Kota Makassar yang mengacu pada KTSP (Depdiknas, 2006).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keterlaksanaan pembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswa pada pokok bahasan aritmetika sosialadalah sebagai berikut.

1. Kemampuan guru mengelola pembelajaran telah m emenuhi kriteria minimal cukup baik. Namun diawal pembelajaran terdapat aspek yang belum memenuhi kriteria(KG <2,8). Aspek tersebut adalah sebagai berikut.

Kegiatan pendahuluan

Aspek kemampuan guru menghubungkan materi pembelajaran pada saat itu dengan materi sebelumnya, mengingatkan materi prasyarat, dan langkah-langkah pembelajaran.Aspek tersebut tidak terlaksana di awal-awal pembelajaran (RPP-I dan II), sedangkan dua pertemuan terakhir aspek tersebut, memenuhi kriteria. Selain itu, berdasarkan catatan pengamat diperoleh bahwa waktu yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pendahuluan untuk dua pertemuan terakhir (RPP-IIIdan IV) melebih alokasi waktu yang telah ditetapkan pada RPP, namun masih dalam batas kewajaran (toleransi waktu tidak lebih dari ± 5%).

(5)

Kegiatan inti

• Menjelaskan petunjuk penyelesaian masalah kontekstual (aspek metakognitif) yang akan digunakan oleh siswa untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran. Aspek tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada pertemuan pertama (RPP-I). Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II, walaupun terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik. Hal ini dapat dimaklumi, karena guru memiliki keraguan untuk menjelaskan petunjuk penyelesaian masalah kontekstual dalam pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan aspek metakognisi siswa. Alasan yang dikemukakan oleh guru, yaitu:

• “… saya masih ragu menjelaskannya pak, karena belum memahami dengan baik

apa yang dimaksud metakognisi siswa …”.

• Mengarahkan siswa untuk memahami, menemukan jawaban, dan cara menjawab masalah kontekstual dengan memberikan bantuan terbatas.Aspek tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada pertemuan pertama (RPP-I). Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II) walaupun terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik.

• Kemampuan mengamati cara siswa menyelesaikan masalah kontekstual. Aspek tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, namun pada pertemuan kedua (RPP-II), ketiga (RPP-III), termasuk dalam kategori kurang baik.

• Kemampuan guru memimpin diskusi kelas/menguasai kelas. Aspek tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada pertemuan pertama (RPP-I). Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II), walaupun terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik.Aspek yang belum memenuhi kriteria disebabkan “karena guru belum terbiasa dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik”. Misalnya dalam memberikan bantuan terbatas kepada siswa, guru menjelaskan secara tuntas penyelesaiannya. Sedang pada saat dilakukan diskusi kelas, guru menjelaskan secara klasikal penyelesaiannya yang seharusnya dijelaskan oleh siswa.

Kegiatan penutup

Kegiatan menutup pembelajaran, khususnya pada pertemuan awal (RPP-I dan II) belum memenuhi kriteria.Hal ini disebabkan karena guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk menjelaskan intisari pembelajaran dengan baik.

Kesesuaian pembelajaran dengan rencana pelaksanaan pembelajaran

Kesesuaian pembelajaran dengan RPP belum memenuhi kriteria, khususnya pada pertemuan awal (RPP-I &II).Hal ini dapat dimaklumi, karena guru kelihatannya belum terbiasa dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik, khususnya dengan memanfaatkan disain tersebut. Pada pertemuan-pertemuan awal guru cenderung mengikuti pola pembelajaran konvensional, yaitu: menjelaskan konsep atau prosedur matematika disertai tanya-jawab, kemudian memberikan contoh soal dan soal latihan. Guru kurang mengikuti tahapan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan alokasi waktu yang ditetapkan pada RPP.

Suasana kelas

Antusiasme guru, khususnya pada pertemuan pertama (RPP-I dan II) walaupun terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik.

(6)

2. Keterlaksanaan buku siswa,LKS, suasana pembelajaran, dan cara guru mengajar

Keterlaksanaan buku siswa

Hasil keterlaksanaan buku siswa dalam pembelajaran menunjukkan bahwa: (1) 97,50% siswa yang menyatakan senang dan 2,50% siswa yang menyatakan tidak senang; (2) 92,50% siswa yang menyatakan baru dan hanya 7,50% siswa yang menyatakan tidak baru; (3) 85% siswa yang menyatakan dapat memahami dengan jelas bahasa yang dipergunakan dan 15% siswa yang menyatakan tidak dapat memahami dengan jelas bahasa yang dipergunakan; dan (4) 90% siswa yang menyatakan tertarik dengan penampilan buku siswa dan 10% siswa yang menyatakan tidak tertarik terhadap penampilan buku siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa memberikan penilaian positif terhadap buku siswa. Dengan demikian, disimpulkan bahwa buku siswa dapat digunakan dengan baik dalam proses pembelajaran.

Keterlaksanaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Hasil keterlaksanaan LKS dalam pembelajaran menunjukkan bahwa: (1) 92,50% siswa yang menyatakan senang dan hanya 7,50% siswa yang menyatakan tidak senang; (2) 82,50% siswa yang menyatakan baru dan 17,50% siswa yang menyatakan tidak baru; (3) 87,50% siswa yang menyatakan dapat memahami dengan jelas bahasa yang dipergunakan dan 12,50% siswa yang menyatakan tidak dapat memahami dengan jelas bahasa yang dipergunakan; dan (4) 85% siswa yang menyatakan tertarik dengan penampilan LKS dan 15% siswa yang menyatakan tidak tertarik terhadap penampilan LKS. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa memberikan penilaian positif terhadap lembar kegiatan siswa.Dengan demikian, disimpulkan bahwa LKS dapat digunakan dengan baik dalam proses pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran

Suasana pembelajaran di kelas menunjukkan bahwa 77,5% siswa yang menyatakan senang dan 22,5% siswa yang menyatakan tidak senang. Sedangkan 88,5% siswa yang menyatakan pendekatan pembelajaran di kelas termasuk baru dan 15% siswa yang menyatakan pendekatan pembelajaran di kelas termasuk tidak baru. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa memberikan respons negatif terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas.Karena itu, dapat dikatakan bahwa siswa menyatakan senang terhadap suasana pembelajaran di kelas dan pendekatan pembelajaran tersebut termasuk baru bagi siswa.

Cara guru mengajar

Hasil penilaian terhadap cara guru mengajar di kelas menunjukkan bahwa 79,5% siswa yang menyatakan senang dan 20,5% siswa yang menyatakan tidak senang. Sedangkan 91,5% siswa yang menyatakan cara guru mengajar di kelas termasuk baru dan 8,5% siswa yang menyatakan cara guru mengajar di kelas termasuk tidak baru. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa memberikan respons negatif terhadap cara guru mengajar di kelas. Karena itu, dapat dikatakan bahwa siswa menyatakan senang terhadap cara guru mengajar dan cara guru mengajar termasuk baru bagi siswa.

3. Hasil analisis data tes hasil belajar matematika, diperoleh bahwa 87,64% siswa yang mem-peroleh skor 65 ke atas. Selain itu, terdapat: 12,36% siswa yang memmem-peroleh skor rendah (belum mencapai ketuntasan belajar); 31,24% siswa yang memperoleh skor sedang; 35,53% siswa yang memperoleh skor baik; dan 20,87% siswa yang memperoleh skor sangat baik.

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, berikut disajikan simpulan berupa disain (fase-fase) pembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswa pada pokok bahasan aritmetika sosial di sekolah menengah pertama, yaitu:

1. Model, Strategi, Pendekatan, dan Metode Pembelajaran

Model : Kooperatif

Strategi : Siswa aktif belajar

Pendekatan : Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Metode : Pemberian tugas disertai tanya jawab, diskusi, dan ceramah

Fase Pendahuluan: Menyampaikan tujuan; memotivasi (± 7 menit).

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu Keterangan

• Memotivasi siswa dengan menguraikan pentingnya mempelajari materi ajar harga pembelian, harga penjualan, untung, dan rugi dalam kehidupan sehari-hari.

• Mendengarkan penjelasan guru 2 menit Sebelum memulai pembelajaran, guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok dan setiapkelompok masing-masing 3-5 siswa. Kemudian kepada siswa dibagikan buku siswa dan LKS-1. • Menyampaikan kompetensi dasar, indikator

pencapaian kompetensi dasar, dan pendekatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

• Mendengarkan penjelasan guru.

2 menit

• Mengingatkan kembali materi prasyarat, yaitu: operasi hitung pada bilangan bulat, pecahan, persamaan, dan bentuk aljabar dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa.

• Mendengarkan dan menjawab

pertanyaan guru.

3 menit

Fase Inti: Menyajikan informasi; Mengorganisasikan/Membimbing Siswa bekerja dan belajar; evaluasi(± 70 menit).

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu Keterangan

• Menjelaskan hal-hal yang perlu diingat untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan baik. Misalnya pengetahuan matematika yang dimiliki siswa (materi prasyarat), melakukan prediksi dan perencanaan sebelum menyele-saikan masalah kontekstual, dan sebagainya.

• Mendengarkan penjelasan guru.

3 menit • Seperti yang tertulis di Buku Petunjuk Guru (BPG)

(8)

• Meminta siswa membaca dan memahami masalah kontekstual di buku siswa, kemudian menuliskan: pengetahuan matematika yang dimilikinya yang berkaitan dengan masalah kontekstual (misalnya materi prasyarat/rumus yang akan digunakan, dan sebagainya), memprediksi apakah masalah kontekstual termasuk mudah atau susah dan lamanya waktu yang akan digunakan dalam

menyelesaikan masalah kontekstual tersebut, apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah kontekstual di LKS-1. Selanjutnya memberikan kesempatan kepada siswa yang belum memahami masalah kontekstual untuk bertanya. • Membaca dan memahami masalah kontekstual, kemudian menuliskan: penge-tahuan matematika yang dimilikinya (materi prasyarat), memprediksi masalah kontekstual apakah termasuk mudah atau susah dan lamanya waktu yang ia guna-kan dalam menyele-saikan masalah kon-tekstual, apa yang diketahui dan ditanya-kan pada masalah kontekstual di LKS-1. Selain itu, bertanya kepada guru jika belum memahami masalah kontekstual.

7 menit • Langkah-1 PMR (Memahami masalah kontekstual).

Karakteristik ke-1 dan ke-4 PMR (penggunaan konteks nyata dan adanya interaksi).

• Meminta siswa melakukan perencanaan (misalnya memikirkan langkah-langkah penyelesaian) sebelum menyelesaikan masalah kontekstual secara mandiri di LKS-1. Selama siswa bekerja, guru berkeliling di kelas untuk melihat pekerjaan siswa.

• Siswa melakukan perencanaan (me-mikirkan langkah-langkah penyelesaian) sebelum menyelesai-kan masalah kon-tekstual secara man-diri di LKS-1. 40 menit • Langkah-2 PMR (menyelesaikan masalah). • Karakteristik ke-2 PMR (menggunakan model).

• Setelah siswa menemukan jawaban dari masalah yang diberikan, selanjutnya meminta siswa untuk mendiskusikan atau

membandingkan jawaban dengan teman sekelompoknya. Guru memfasilitasidiskusi kelompok dengan mengarahkan siswa untuk melakukan monitoring dan evaluasi dalam memilih jawaban yang paling tepat.

• Siswa

membandingkan dan mendiskusikan hasil pekerjaan dengan teman sekelompok-nya. Selain itu siswa melakukan monitor-ing dan evaluasi hasil pekerjaannya dengan memberi tanda (√).

7 menit • Langkah ke-3 PMR (membandingkan dan mendiskusikan jawaban).

• Karakteristik ke-3 dan ke-4 PMR (konstribusi siswa dan interaksi).

• Memfasilitasi diskusi kelas dengan meminta beberapa siswa mewakili kelompoknya untuk maju ke depan kelas menyampaikan jawaban berdasarkan hasil diskusi kelompok. Sedang-kan kelompok lain yang memiliki jawaban berbeda diminta untuk melakukan monitoring dan evaluasi dengan memberikan tanggapan.

• Menyampaikan jawaban kelompok, melakukan monitoring dan evaluasi dengan menanggapi jawaban kelompok lain.

8 menit • Langkah ke-3 PMR (membandingkan dan mendiskusikan jawaban).

• Karakteristik ke-3 dan ke-4 PMR (konstribusi siswa dan interaksi). • Mengarahkan siswa untuk menyimpulkan

hasil diskusi.

• Menyimpulkan hasil diskusi kelas.

5 menit • Langkah ke-4 PMR (menarik kesimpulan). • Karakteristik ke-3 dan ke-4 PMR (konstribusi siswa dan interaksi).

(9)

Fase Penutup: Evaluasi (± 3 menit).

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu Keterangan

• Menegaskan hal-hal penting (intisari) yang berkaitan dengan materi pembelajaran.

• Guru memberikan tugas kompetensi 1 sebagai PR kepada siswa.

• Mendengarkan/memperhati kan penjelasan guru. • Mendengarkan/memperhati

kan penjelasan guru.

1,5 menit

0,5 menit

• Menutup pelajaran. 1 menit

Saran

1. Disain pembelajaran yang dihasilkan, belum diimplementasikan secara luas di sekolah-sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena itu, untuk mengetahui keefektifan disain, disarankan kepada para guru dan peneliti lainnya untuk mengimplementasikannya pada ruang lingkup yang lebih luas di sekolah-sekolah, khususnya di SMP. Selain itu, hasil-hasil penelitian yang terkait dengan perangkat disain pembelajaran ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan disain pembelajaran lainnya dan tetap melibatkan metakognisi siswa.

2. Bagi guru matematika yang berkeinginan menerapkan perangkat disain ini pada materi yang lain, dapat mengembangkan sendiri dengan memperhatikan keterkaitan aspek metakognisi dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.

3. Guru yang berupaya untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan siswa menyelesaikan masalah, serta meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika, penerapan disain ini dapat dijadikan salah satu alternatif jawaban permasalahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.W. & Krathwohl, D.R., 2001.A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing

(A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addision

Wesley Longman, Inc.

Depdiknas., 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. http:/www.

puskur.net/

Desoete, A., 2001. Off-Line Metacognition in Children with Mathematics Learning

Disabilities.Faculteit Psychologies en Pedagogische Wetenschappen.

Universiteit-Gent., https:/archive.ugent.be/retrieve/917/ 801001505476.pdf

Freudenthal, H., 1991. Revisiting Mathematics Education.China Lectures. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. http://www.fi.ruu.nl/

Gama, C., 2004. Integrating Metacognition Instruction in Interactive Learning Environments. Submitted for the degree of D. Phil. http://www.dcc.utba. br/~claudiag/thesis/

indexGama.pdf.

Gravemeijer., 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute.

(10)

Hacker, DJ., 1998. Definitions and Empirical Foundations. In DJ Hacker, J. Dunlosky, & AC Graesser (Eds.), Metacognition in educational theory and practice (pp. 1-24). Mahwah, NJ: Erlbaum. Retrieved Sept. 25, 2005 from http://www.psyc. memphis.edu/trg/meta.htm Halmos, P., (1980). The Heart of Mathematics. American Mathematical Monthly, 87,

519-524. http://www-gse.berkeley.edu/

Slettenhaar., 2000. Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. Bandung: Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000.

Tobias, S., & Everson, H.T., 1998. Research on the Assessment of Metacognitive Knowledge

Monitoring. Paper presented at a symposium on "Metacognition: Assessment and

Training," at the annual convention of the American Educational Research Association, San Diego CA. www.fordham.edu/gse/faculty/tobias/SSSR.html

Referensi

Dokumen terkait

•Yang dimaksud sebagai ular berbisa adalah ular berbisa dengan bisa yang tersiram, dengan bisa yang termakan (asitavisa) atau bisa yang seperti. pedang (āsittavisātipi

Pada PUFK ini, pengukuran tinggi pohon dengan metode paralaks dapat dilakukan dengan lebih cermat karena skala potret relatif besar (1: 8.000).. Pengukuran pohon pada tempat-tempat

1 Perlakuan Keuntungan Pembiayaan musyarakah Pada saat nasabah memperoleh keuntungan atas usaha yang dikelolanya, maka BMT-Maslahah Sidogiri Pasuruan akan mengakui pendapatan bagi

Dari pemaparan tersebut di atas penulis simpulkan bahwa perana P2TP2A Kabupaten Malang dalam memberikan layanan advokasi korban khususnya terhadap anak sebagai

Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan penyelesaian utang

Dalam pertemuan antara BAN-PT, Dirjen DBK bersama stafnya, para asesor BAN-PT, dan beberapa pimpinan sekolah teologi, serta pengurus asosiasi sekolah-sekolah teologi, (Hotel Grand

Contohnya seperti yang terlihat pada gambar di atas menggunakan perintah $sftp 10.252.108.171 dimana 10.252.108.171 merupakan alamat ip client, dan mget