• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling dalam Meilinda (2013), hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas

nama principal serta memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agent akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal.

Menurut Meisser, et. al (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu : terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik, dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Masing-masing pihak memiliki kepentingan dan motivasi yang berbeda sehingga

(2)

menimbulkan konflik atau masalah keagennan (agency problem) antara CFO

expert Power sebagai agent dan pemilik perusahaan sebagai principal. Sehingga

seorang CFO expert Power akan melakukan manipulasi atas laporan laba rugi tanpa memperhitungkan kepentingan dari pemilik perusahaan sebagai principal.

Leverage perusahaan dapat digunakan oleh manager sebagai agent untuk menekan biaya pajak perusahaan dengan memanfaatkan biaya bunga hutang

(

Jensen dan Meckling dalam Imelia (2015)

).

Hal agar perusahaan memiliki laba yang rendah sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar bagi shareholder sebagai principal. Teori keagenan bererat hubungannya dengan profitabilitas diperusahaan, teori ini akan memacu para manager untuk menurunkan laba perusahaan agar dapat membayar pajak yang rendah. Karena apabila laba diperusahaan tinggi maka secara otomatis akan membayar lebih rendah.

Teori keagenan, dapat memberikan gambaran sumber daya yang dimiliki perusahaan dari ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki skala besar dapat membayar pajak lebih rendah daripada perusahaan kecil atau sebaliknya

(

Noor et.

al (2010)

).

Hal ini disebabkan adanya sumber daya yang dapat memberikan prencanaan pajak yang baik bagi perusahaan. Selain itu, manager sebagai agent dapat membantu perusahaan dalam mengkoreksi asset tetap yang dapat disusutkan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan diIndonesia, agar dapat dijadikan sebagai pengurang pajak penghasilan perusahaan.

(3)

1.2 Teori Eselon

Teory Eselon menyatakan bahwa karakteriktik latar belakang manajerial

mempengaruhi strategi terhadap kinerja perusahaan dalam mengambil keputusan (Hambrick dan Mason dalam Lindrianasari, 2010). Teori ini menawarkan bahwa top puncak manager dapat berpengaruh terhadap strategi organisasi dan tingkat kinerja perusahaan dalam merefleksikan karakteristik manajerial (Hambrick dan Mason dalam Lindrianasari, 2010). Top puncak manager ini salah satunya diduduki oleh CFO political power. Wu et. al 2008 dalam Pu. Danlin (2015) menyatakan bahwa CFO yang memiliki hubungan politik dengan pemerintah dapat mengurangi tarif pajak efektif diperusahaan.

2. Chief Financial Officer (CFO)

Chief Financial Officer (CFO) adalah jabatan tertinggi suatu perusahaan

terutama bertanggung jawab untuk mengelola resiko keuangan korporasi. Perusahaan tertentu mungkin menyebutnya “Vice President of Financial” atau Direktur Keuangan. Seorang CFO bertanggung jawab langsung terhadap Chief

Executif Officer (CEO) atau ke President Director yang bertanggungjawab

terhadap Dewan Direksi dan Komisaris. Secara teknis seorang CFO memiliki status yang sejajar dengan Vice President divisi lain.

Dalam struktur organisasi perusahaan, CFO merupakan orang terpenting dan paling berkuasa kedua dalam suatu perusahaan setelah CEO. Karena semua siklus operasional perusahaan tidak akan berjalanan tanpa dana dan keefektifan pengunaan dana, sehingga wewenang dan tanggung jawab CFO dimulai dari

(4)

perencanaan, alokasi, penggunaan, hingga pengukuran hasil akhir operasional perusahaan menjadi tanggungjawab sekaligus wewenang CFO. Oleh karena itu, dewan direksi dan pemegang saham, CFO dipandang sebagai orang yang paling banyak mengetahui kondisi operasional perusahaan dari hulu hingga hilir, dari awal hingga akhir siklus.Itu sebabnya mengapa kebanyakan posisi CEO di perusahaan-perusahaan besar lebih banyak digantikan oleh CFO dibandingkan direktur dari bagian lain. Kebanyakan CFO dari perusahaan besar memiliki kualifikasi keuangan seperti MBA atau berasal dari sebuah latar belakang akuntansi.

2.1 Peranan Seorang Chief Financial Officer Peran seorang Chief Financial Officer terdiri dari :

1. Untuk menjalankan sebuah organisasi keuangan yang ketat dan disiplin, seperti pendanaan, manajemen treasury, akuntansi, manajemen perpajakan, dan lainnya dilaksanakan secara efektif dan cepat. Meskipun hal ini tidak selalu menciptakan nilai, tapi ini sangat relevan untuk dapat memberikan informasi yang konsisten dan transparan kepada para pemegang saham. Dan yang lebih penting, mencegah terjadinya hal-hal yang mengejutkan.

2. Untuk lebih relevan terkait dengan penciptaan nilai. Untuk itu, CFO harus banyak terlibat dalam mendefinisikan strategi. Guna menciptakan shareholder value, perusahaan memerlukan strategi yang dirancang untuk

(5)

penciptaan nilai. Ada banyak contoh di mana strategi yang terlihat menarik sebenarnya tidak menciptakan nilai bagi pemegang saham, oleh karena itu penciptaan nilai harus menjadi unsur utama dari strategi itu sendiri.

2.2 Tim Yang Ada di Bagian Chief Financial Officer

Tim besar yang ada dibagian Chief Financial Officer terdiri dari 2 tim, yaitu :

a) Tim Pengukur/Pemeriksa (The Measurer)

Tim pengukur (The Measurer) lebih banyak melakukan fungsi pengukuran, pemeriksaan dan perencanaan keuangan. Tim ini dipimpin oleh seorang Controller. Controller dipandang memiliki bidang tugas yang lebih luas, dimana nyaris semua bagian perusahaan tidak luput dari pengawasan (measurement and assessment)-nya. Didalam tim ini ada seorang akuntan pajak yang melakukan pemeriksaan terhadap kewajiban pajak perusahaan, dia juga berperan dalam membuat perencanaan untuk meminimalkan biaya pajak atas opersional perusahaan secara keseluruhan.

b) Tim Pelaksana (The Executor)

Tim Pelaksana (The Executor) lebih banyak berfokus di dalam pelaksanaan dan perencanaan. Tim pelaksana dipimpin oleh seorang Treasurer.

(6)

2.3 Chief Financial Officer Expert Power

Chief Financial Officer expert power adalah seorang CFO yang memiliki

kemampuan yang kuat dan berpengalaman dalam bidang akuntansi atau bidang keuangan. Seorang CFO expert power yang memiliki sertifikasi profesional, latar belakang keuangan, pengalaman cenderung meningkatkan kualitas laba yang lebih baik dan dapat menghasilkan estimasi akuntansi yang lebih akurat (McNichols 2002). Selain itu, gelar yang dimiliki dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan seorang CFO (Aier et. al 2005).

2.4 Chief Financial Officer Political Power

Chief Financial Officer political power adalah seorang CFO yang

memiliki hubungan politik dengan pemerintah dan mendukung perusahaan dalam menjalankan usahannya, karena memberikan banyak manfaat bagi perusahaan. Misalnya akses lebih mudah untuk pinjaman bank dan perlakuan pajak yang menguntungkan. Sehingga CFO memiliki manfaat dalam menikmati hak istimewa pribadi, manfaat dari pajak dan biaya lisensi pemotongan, kontrak negara baru, dan hambatan masuk pasar.

3. Karakteristik Perusahaan

Karakteristik perusahaan adalah salah satu yang membedakan varian tarif pajak efektif diperusahaan dan dapat dijadikan untuk memaksimalkan manajemen pajak. Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat pada suatu entitas usaha (Surbakti, 2012:14). Karakteristik perusahaan dapat dilihat dari

(7)

berbagai segi, diantaranya jenis usaha atau industri, tingkat likuiditas, profitabilitas perusahaan (Ibrahim, 2010:78), financial leverage dan kepemilikan saham (Djebali and Belanes, 2012:177), ukuran perusahaan (Zadeh and Eskandari, 2012:9) dan lain-lain.

3.1 Leverage

Leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan asset dan

sumber dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan asset (aktiva) atau dana tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan

(

Sri M. et. al (2014)

)

. Leverage pada perusahaan ada dua macam, yaitu operating leverage dan financial leverage (Martono dan Harjito, 2006:295). Operating leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before

interest and taxes (EBIT) (Syamsuddin, 2007:107).

Leverage didefinisikan sebagai rasio dari hutang jangka panjang terhadap

total aktiva (Noor et. al (2010:190) mendefinisikan leverage sebagai total hutang dibagi dengan total aktiva. Adhikari et. al (2006:584) juga mendefinisikan leverage sebagai rasio dari total hutang dibagi dengan total aktiva. Perusahaan yang menggunakan hutang akan menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar. Pada peraturan perpajakan, yaitu pasal 6 ayat 1 huruf angka 3 UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense) terhadap penghasilan kena pajak. Beban bunga yang bersifat

(8)

deductible akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi berkurang.

Laba kena pajak yang berkurang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan.

Penelitian ini menggunakan total hutang dibagi dengan total aktiva (aset) dalam perhitungan leverage (Noor et. al (2010:190) dan Adhikari et. al (2006:584)) dapat dirumuskan sebagai berikut:

LEV = Total Hutang

Total aset

3.2 Profitabilitas

(

ROA (Return On Asset)

)

Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan menurut Kasmir (2008). Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Untuk menghitung profitabilitas perusahaan menggunakan Return On Asset (ROA), karena ROA menunjukkan efektifitas perusahaan dalam mengelola aktiva baik modal sendiri maupun dari modal pinjaman, investor akan melihat seberapa efektif perusahaan dalam mengelola aset. ROA juga mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Semakin tinggi ROA, semakin tinggi keuntungan perusahaan sehingga semakin baik pengelolaan aset perusahaan

(

Rinaldi dan Charoline (2015)

)

.

(9)

Ghozali dan Chariri (2011) menjelaskan laba akuntansi merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Pengertian pendapatan dalam akuntansi keuangan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban suatu organisasi sebagai akibat dari penjualan barang dan atau jasa kepada pihak lain dalam periode akuntansi tertentu. Selisih antara pendapatan yang diterima oleh perusahaan akan dikurangkan dengan biaya untuk melihat kinerja perusahaan, apakah mendapatkan laba atau merugi dari kegiatan usaha perusahaan.

Pengukuran ROA dapat diukur dengan membandingkan jumlah laba sebelum pajak dengan total aset perusahaan

(

Noor et. al (2006) , Soepriyanto (2011), Septi Imelda (2015) dan Nugroho (2011)

)

dirumuskan sebagai berikut:

ROA = Laba Sebelum Pajak

Total aset

3.3 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan. Besar kecilnya usaha tersebut ditinjau dari lapangan usaha yang dijalankan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain menurut Suwito dalam Darmadi (2013). Porcano dalam Noor

et. al (2010) menjelaskan bahwa perusahaan berskala besar mempunyai lebih

banyak sumber daya yang dapat digunakan untuk perencanan pajak dan melobi politik.

(10)

Akan tetapi ada juga penelitian yang menyebutkan bahwa perusahaan yang berskala besar membayar pajak lebih besar daripada peruasahaan kecil, hal ini dikarenakan adanya political cost yang menyebabkan jumlah beban pajak yang dibayarkan oleh perusahaan besar menjadi lebih tinggi dari yang seharunyanya (Zimmerman dalam Noor et. al (2010)). Seharusnya semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin kecil manajemen pajanya, karena semakin baik manajemen pajak perusahaan makan akan semakin rendah tarif pajak efektifnya.

Ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang dilihat dari total aktiva perusahaan pada akhir tahun. Penelitian ukuran perusahaan dapat menggunkan tolak ukur aset. Karena total asset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat disederhanankan dengan mentransformasikan ke dalam logaritma natural (Ghozali, 2013), sehingga ukuran perusahaan juga dapat dihitung dengan :

SIZE = Ln (Total Aset)

3.4 Intensitas Modal

Intensitas modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan tersebut ditetapkan oleh manajemen perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Intensitas modal mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Sumber dana atau kenaikan modal dapat diperoleh dari penurunan aktiva tetap (dijual) atau peningkatan jumlah aktiva tetap (pembelian). Intensitas modal merupakan proporsi aset tetap terhadap total aset (capital intensity) dan proporsi persedian terhadap total aset (inventory intensity) digunakan sebagai proksi dari tingkat

(11)

investasi yang menunjukkan kebijakan investasi suatu perusahaan

(

Sri M et. al (2014)

)

.

Intensitas modal didefinisikan sebagai rasio antara aktiva tetap seperti peralatan, mesin dan berbagai properti terhadap total aktiva (Noor et. al, 2010:190). Rasio ini menggambarkan seberapa besar aset perusahaan yang diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap. Konsisten dengan penelitian terdahulu, penelitian ini juga menggunakan rasio antara aktiva tetap bersih terhadap total aktiva untuk menghitung intensitas modal.

Pemilihan investasi dalam bentuk aset atau modal pun terkait perpajakan adalah dalam hal depresiasi. Perusahaan yang memutuskan untuk berinvestasi dalam bentuk aset tetap dapat menjadikan biaya penyusutan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan atau bersifat deductible expense. Biaya penyusutan yang bersifat deductible akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi berkurang yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan. Proporsi aset tetap terhadap total aset (capital

intensity) digunakan sebagai proksi dari tingkat investasi yang menunjukkan

kebijakan investasi suatu perusahaan

(

Sri M et. al (2014)

)

.

Perhitungan untuk mengukur intensitas modal yaitu aktiva tetap dibagi total asset

(

Sri M et. all (2014), Noor et. al (2010), Adhikari, Derashid, dan Zhang (2006)

)

dengan rumus sebagai berikut:

CAPR = Aktiva tetap Total asset

(12)

4. Perpajakan

4.1 Pengertian Perpajakan

Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan arti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami.

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umumdan Tata cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutangoleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Rochamat Soemitro dalam waluyo (2008:3), pengertian pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak menurut Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah sebagai sumber pendapatan negara yang penting ditingkatkan peranannya terutama pajak langsung, secara bertahap sesuai dengan kemampuan masyarakat dan dirasakan adil agar mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban dan mampu menunjang kegiatan ekonomi.

Menurut Sonnerfeld Ray M. Anderson herschel M., dan Blrock Horace R. dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun

(13)

wajib dilaksanakan. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksankan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintah.

Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam Suandy (2005:10) menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Dari definisi yang dikemukan diatas, menurut Nurmantu (2005) terdapat unsur pokok yang melekat dalam pajak yaitu :

1. Pajak merupakan iuran atau pungutan

Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat sehingga ada aliran uang masuk kekas Negara.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang

Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pungutannya harus berdsarkan undang-undang. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya pajak adalah beban yang harus ditanggung oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan pajak, rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujuinya melalui Dewan Perwakilan Rakyat.

3. Pajak bersifat memaksa

Dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur perpajakan, fiskus mendapat wewenang dari undang-undang untuk memaksa wajib pajak supaya mematuhi melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wewenang tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi-sanksi baik administratif maupun pidana

(14)

dalam undang-undang perpajakan, khususnya UU KUP. Fiskus juga mendapat wewenang dari undang-undang untuk mengadakan tindakan memaksa wajib pajak dalam bentuk penyitaan baik harta gerak maupun harta tetap.

4. Pembayaran pajak tidak memperoleh kontra prestasi secara langsung

Tidak seperti retibusi yang mendapatkan timbal balik secara tidak langsung. Timbal balik secara tidak langsun gini diterima secara kolektif dengan penduduk lainnya yang mungkin tidak membayar pajak. Misalnya wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, pemerintah menggunakan dana pajak tersebut untuk membangun atau memperbiki jalanraya. Wajib pajak tadi tentu lebih nyaman dengan adanya jalan yang baru.Namun yang bukan pembayaran pajak juga dapat menggunakan jalan tersebut.

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum

Dalam menjalankan proses pemerintah, pemerintah tentunya butuh dana yang besar. Pajak merupakan salah satu sumber utang pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dalam menjalakan proses pemerintahan.

4.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Perpajakan Indonesia (2005:6), terdiri dari daua fungsi yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengluaran baik rutin maupun

(15)

pembangunan. Sebagai sumber Negara, pemerintah berupaya memassukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensitfikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lai-lain.

2. Fungsi Regulerend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

4.3 Tarif Pajak

Tarif pajak yang berlaku di Indonesia menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 pasal 17 untuk tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp.50.000.000,00 5%

Diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 15% Diatas Rp.50.000.000,00 s/d Rp. 500.000.000,00 25%

Diatas Rp. 500.000.000,00 30%

Sumber : Taxation

Sedangkan mulai tahun pajak 2010, tarif pajak PPh Badan yang diberlakukan adalah 25% yang dikenakan sama terhadap setiap Wajib Pajak

(16)

Badan tanpa melihat lapisan Penghasilan Kena Pajak. Artinya Wajib Pajak badan dengan omzet dan laba yang besar ataupun Wajib Pajak Badan dengan omzet dan laba yang kecil, tetap dikenakan tarif pajak yang sama yaitu 25% (tidak dibeda-bedakan). Sehingga berbeda dengan dasar prinsip keadilan dalam perpajakan. Sehingga, untuk memenuhi sisi keadilan, maka sejak berlaku Undang-Undang No. 36 tahun 2009, melalui Pasal 31 huruf E, pajak ( pemerintah) memberikan unsur fasilitas pengurangan tarif pajak khususnya bagi yang omzetnya masih tergolong kecil. Bunyi Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Pasal 31 huruf E yaitu : “ Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Di sini terlihat bahwa Wajib Pajak Badan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif pajak sampai dengan 50%. Namun demikian, jika dirasakan fasilitas pengurangan tarif tersebut tidak secara full diberikan, karena dibatasi sampai dengan omzet/peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00. Ini artinya, untuk omzet s.d Rp. 4.800.000.000,00 mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%, sementara untuk bagian omzet yang diatas Rp.4.800.000.000,00 tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif pajak.

(17)

4.4 Tarif Pajak Efektif

Tarif pajak efektif yaitu persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu menurut Waluyo (2011: 10). Tarif pajak efektif sebagai rasio jumlah bersih dari beban pajak dikurangi beban pajak tangguhan dengan laba sebelum bunga dan pajak (Porcano dalam Noor et.

al 2010).

ETR = income tax expense deferred tax expense

Pretax income

5. Hubungan Politik

Purwoto (2011:7) menyatakan bahwa negara Indonesia dan Presiden Soeharto telah menjadi populer dalam pengembangan awal literatur koneksi politis (political connection). Perusahaan berkoneksi politik ialah perusahaan yang dengan cara–cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah (Purwoto, 2011:7).

Hubungan politik dipercaya sebagai suatu sumber yang sangat berharga bagi banyak perusahaan (Fisman 2001 dalam Leuz and Gee, 2006: 411). Faccio (2006:369) menjelaskan bahwa perusahaan dianggap memiliki koneksi secara politik jika setidaknya salah satu pemegang saham yang besar (seseorang yang mengendalikan setidaknya 10% dari total saham dengan hak suara) atau salah satu pimpinan perusahaan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua atau sekretaris)

(18)

adalah anggota parlemen, menteri, atau orang yang berkaitan erat dengan politikus atas atau partai politik.

Hubungan politik juga dapat dilihat dari ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan (Adhikari et. al, 2006:538). Menurut

Haggard, et. al dalam Nugroho (2011) menggunakan apa saja yang menjadi

konsekuensi politik dari fakta bahwa sebagian besar keputusan investasi dalam ekonomi kapitalis yang dibuat oleh pelaku swasta, menanggapi perkembangan pasar dan ekspektasi masa depan terhadap tindakan pemerintah. Ada dua pandangan yang menjadi dasar pertimbangan dalam konsekuensi politik yaitu

structural-view dan instrumental-view.

Dalam structural-view terdapat tiga pendekatan analisis. Pertama adalah

business-capital, sebagai sebuah penelitian pendekatan ini biasanya tidak menarik

perbedaan antara berbagai jenis kegiatan ekonomi. Keduanya adalah sektoral analysis, karakteristik dari aktivitas ekonomi seperti faktor intensity , asset analysis, dan tingkat bunga konsentrasi industri muncul untuk membentuk preferensi bisnis, membangun kapasitas untuk tindakan kolektif, dan hasil kebijakan, Negara tersebut dibatasi bukan oleh kontrol pribadi (private control) atas sumber daya investasi melainkan oleh pertarungan kepentingan antar sektor yang berbeda.

Pendekatan yang ketiga mempertimbangkan konsekuensi politik dari organisasi perusahaan atau yang disebut business as firm. Dalam pendekatan ini, karakteristik dari struktur perusahaan, termasuk ukuran perusahaan, organisasi internal, kepemilikan, dan polo pembiayaan, tampaknya mempengaruhi preferensi

(19)

bisnis dan harus berhadapan dengan pemerintah. Dua dimensi organisasi secara khusus sangat penting pada negara berkembang yaitu ukuran dari perusahaan besar dan tidak diverifikasi dalam perusahaan atau kelompok tertentu.

Pandangan lain yang bertolak belakang ialah instrumental-view. Terdapat dua pendekatan analisis dalam instrumental view. Pertama business as

associations mempengeruhi preferensi bisnis melalui lobi-lobi tetapi juga

bagaimana mereka mempengaruhi implementasi kebijakan. Pendekatan terakhir adalah konsep yang lebih sosiologis dari bisnis sebagai manajer dan pemilik.

Berdasarkan pendekatan ini, interaksi dengan pemerintah berasal tidak melalui intitusi formal tetapi melalui jaringan hubungan personal dan peran yang tumpang tindih dapat mengaburkan perbedaan antara pemerintah dengan sektor swasta.

6. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Wilson (2012) mengenai hubungan antara agresivitas penghindaran pajak perusahaan dan praktek kompensasi eksekutif. Mereka menemukan hubungan signifikan positif antara agresivitas pajak dan CFO kompensasi berbasis ekuitas. Adhikari et. al ( 2006 ) meneliti hubungan antara tarif pajak efektif dan hubungan politik di Malaysia. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang memiliki hubungan politik dapat membayar pajak signifikan lebih rendah daripada perusahaan yang tanpa adanya hubungan politik. Hubungan politik berperan penting dalam tarif pajak efektif dengan adanya hubungan ekonomi.

(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Li et. al (2010) berkaitan dengan undang-undang keuangan Sarbanes-Oxley Act 404 tahun 2002 menemukan bahwa perusahaan mengalami kerugian akibat dari seorang CFO dengan kualifikasi lemah (dalam hal pengetahuan dan pengalaman sebagai CFO akuntansi). Oleh karena itu, CFO dengan keahlian keuangan dan akuntansi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap strategi meminimalkan pajak perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Pu Danlin et. al (2015) mengenai pengaruh

Chief Financial Officer Power dan institusi lingkungan terhadap tarif pajak efektif

diperusahaan. Mereka menemukan bahwa CFO expert power dan political power berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif, semakin perusahaan memiliki seorang CFO expert power berpengalaman maka tarif pajak efektif akan semakin rendah dan semakin perusahaan memiliki seorang CFO political power yang memiliki kedekatan dengan pemerintah maka tarif pajak efektif semakin rendah. Menurut penelitian yang dilakukan Bunkanwanicha dan Wiwattanakantang (2009) menemukan bahwa jika perusahaan yang memiliki hubungan politik, mereka dapat menikmati manfaat dari pajak dan biaya lisensi pemotongan, kontrak negara baru, dan hambatan masuk pasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Aier et. al (2005) menemukan bahwa perusahaan yang mempekerjakan CFO berpengalaman dibidangnya sebagai CFO dengan bergelar MBA dan bersertifikat MBA signifikan dengan kesalahan dalam penyajian akuntansi. Perusahaan cenderung membandingkan CFO yang memiliki pengalaman kerja sebagai CFO dengan gelar MBA dan atau telah bersertifikat akuntan publik (CPA). Penelitian yang dilakukan oleh Faccio (2006) menemukan

(21)

bahwa pejabat eksekutif seperti CEO dan CFO memiliki koneksi politik untuk mendukung perusahaannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Noor et. al (2010) mengenai faktor perencanaan pajak terhadap tarif pajak efektif diperusahaan menemukan pengaruh karakteristik perusahaan (ROA, leverage, intensitas modal, ukuran perusahaan) terhadap tarif pajak efektif. Penelitian yang dilakukan Richardson dan Lanis (2007) mengenai faktor variasi tarif pajak efektif menemukan pengaruh antara karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, leverage, intensitas modal dan Profitabilitas (ROA)) terhadap tarif pajak efektif.

Berbeda penelitian tarif pajak efektif yang dilakukan oleh Andri Adi Nugroho (2011) meneliti mengenai pengaruh hubungan politik dan reformasi perpajakan terhadap tarif pajak efektif yang menghasilkan kesimpulan bahwa perusahaan yang terindikasi mempunyai hubungan politik dengan penguasa pemerintah tidak memiliki tarif pajak efektif dan reformasi perpajakan yang menurunkan tarif pajak statutori, terbukti berpengaruh pada penurunan pajak efektif perusahaan. Dan reformasi perpajakan yang menurunkan tarif pajak statutori terbukti berpengaruh pada penurunan pajak efektif perusahaan.

Hanum (2009) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas tarif pajak efektif perusahaan go public di indonesia. Faktor-faktor yang diteliti oleh Hanum (2009) adalah karakteriktik perusahaan (ukuran perusahaan, komposisi pendanaan, dan komposisi aset) dan karakteristik book tax (laba anak perusahaan, koreksi atas perbedaan permanen dan koreksi atas

(22)

perbedaan temporer). Menghasilkan kesimpulan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap tarif pajak efektif. Sedangkan

Soepriyanto (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi variasi tarif pajak efektif menemukan pengaruh antara ukuran perusahaan, leverage dan intensitas modal dengan tarif pajak efektif, sedangkan profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh antara tarif pajak efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Imelia 2015 mengenai analisis faktor yang mempengaruhi manajemen pajak dengan indikator tarif pajak efektif pada perusahaan LQ45 menemukan pengaruh antara leverage dan intensitas modal terhadap tarif pajak efektif, dan menemukan tidak adanya pengaruh antara ukuran perusahaan dan profitabilitas dengan terhadap tarif pajak efektif.

Rinaldi dan Charolne (2014) mengenai pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan dan kompensasi terhadap tax avoidance (menggunakan tarif pajak efektif ) menghasilkan kesimpulan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif, apabila perusahaan ingin menghindari pajak, maka perusahaan harus semakin efisien dari segi beban sehingga tidak perlu membayar pajak dalam jumlah besar. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, karena perusahaan dengan ukuran besar akan lebih stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dan membayar kewajibannya dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil.

(23)

Nama dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitiaan Pu Danlin. et. al

(2015) Chief Financial Officer Power, Institutional Environment, and Corporate Effective Tax Rate: Evidence From China

CFO expert power dan

political power berpengaruh

signifikan terhadap tarif pajak efektif.

Septi Imelia

(2015) Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Pajak Dengan Indikator Tarif Pajak Efektif Pada Perusahaan LQ45

Menemukan pengaruh antara

leverage dan intensitas modal

terhadap tarif pajak efektif, dan menemukan tidak adanya pengaruh antara ukuran perusahaan dan profitabilitas dengan terhadap tarif pajak efektif.

Rinaldi dan

Charolne (2014) Pengaruh Profitabilitas, Ukuran perusahaan dan Kompensasi terhadap tax avoidance (menggunakan tarif pajak efektif )

Menghasilkan kesimpulan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif dan ukuran perusasahaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif.

Rego dan Wilson

(2012) Equity Risk Incentives and Corporate Tax Aggressiveness

Menemukan adanyapengaruh signifikan positif antara agresivitas pajak dan CFO kompensasi berbasis ekuitas. Andri Adi

Nugroho (2011) Pengaruh Hubungan Politik, Reformasi Perpajakan Terhadap Tarif Pajak Efektif diperusahaan

Bahwa perusahaan yang terindikasi mempunyai hubungan politik dengan penguasa pemerintah tidak memiliki tarif pajak efektif dan reformasi perpajakan yang menurunkan tarif pajak statutori, terbukti berpengaruh pada penurunan pajak efektif perusahaan.

Noor et. al (2010) Faktor Perencanaan Pajak Terhadap Tarif Pajak Efektif Dipeusahaan

Menemukan pengaruh karakteristik perusahaan (ROA, leverage, intensitas modal, ukuran perusahaan) terhadap tarif pajak efektif, Gatot Soepriyanto

(24)

Tarif Pajak Efektif dan intensitas modal dengan tarif pajak efektif, sedangkan profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh antara tarif pajak efektif. Li C et. al (2010) Financial Executive

Qualifications, Financial Executive Turnovr, and Adverse SOX 404 Opinions

Menemukan bahwa perusahaan mengalami kerugian akibat dari seorang CFO dengan kualifikasi lemah (dalam hal

pengetahuan dan pengalaman sebagai CFO akuntansi). Oleh karena itu, CFO dengan keahlian keuangan dan akuntansi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap strategi meminimalkan pajak perusahaan.

Hanum (2009) Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Variabilitas Tarif Pajak Efektif Perusahaan go

public di Indonesia

Karakteriktik perusahaan (ukuran perusahaan, komposisi pendanaan, dan komposisi aset) dan

karakteristik book tax (laba anak perusahaan, koreksi atas perbedaan permanen dan koreksi atas perbedaan temporer). Menghasilkan kesimpulan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap tarif pajak efektif.

Bunkanwanicha dan

Wiwattanakantang (2009)

Big Business Owners in

Politics Menemukan perusahaan yang memiliki hubungan politik, mereka dapat menikmati manfaat dari pajak dan biaya lisensi pemotongan, kontrak negara baru, dan hambatan masuk pasar.

Richardson dan

Lanis (2007) Faktor Variasi Tarif Pajak Efektif diperusahaan Menemukan negatif antara karakteristik hubungan perusahaan (ukuran perusahaan, leverage,

intensitas modal dan Profitabilitas (ROA)) terhadap tarif pajak efektif.

(25)

(2006) Connections, and Effective Tax Rates: Longitudinal Evidence From Malaysia

memiliki hubungan politik dapat membayar pajak signifikan lebih rendah daripada perusahaan yang tanpa adanya hubungan politik. Hubungan politik berperan penting dalam tarif pajak efektif dengan adanya hubungan ekonomi.

Faccio M. (2006) Politically Connected Firms.” American Economic Review”

Menemukan bahwa pejabat eksekutif seperti CEO dan CFO memiliki koneksi politik untuk mendukung

perusahaannya. Aier et. al (2005) The Financial Expertise

Of CFOs and Accounting Restatements

Menemukan bahwa perusahaan yang mempekerjakan CFO berpengalaman dibidangnya sebagai CFO dengan bergelar MBA dan bersetifikat MBA signifikan dengan kesalahan dalam penyajian akuntansi. Perusahaan cenderung membandingkan CFO yang memiliki pengalaman kerja sebagai CFO dengan gelar MBA dan atau telah

bersertifikat akuntan publik (CPA).

Sumber : Dari berbagai Jurnal dan penelitian terdahulu

B. Rerangka Pemikiran

Tarif pajak efektif adalah jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan relatif terhadap laba kotor (Harris & Feeny dalam Noor et. al 2010). Secara luas, tarif pajak efektif sebenarnya ukuran dari beban pajak perusahaan karena menyatakan nilai dari pajak yang dibayar atas pendapatan perusahaan (Noor et. al 2010). Adanya kasus - kasus skandal yang melibatkan seorang CFO dalam

(26)

mengurangi tarif pajak efektif di perusahaan. Keberadaan CFO diperusahaan sangat berpengaruh besar diperusahaan setelah keberadaan CEO.

Sedangkan karakteristik perusahaan adalah salah satu yang membedakan varian tarif pajak efektif diperusahaan dan dapat dijadikan untuk memaksimalkan manajemen pajak. Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat pada suatu entitas usaha (Surbakti, 2012:14). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu : variabel dependen dan varaibel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tarif pajak efektif. Variabel independennya yaitu CFO expert power , CFO political power, dan Karakteristik Perusahaan. Model dalam penelitian ini dapat dibuatkan rerangka pemikiran sebagai berikut:

GAMBAR 2.1 Rerangka Penelitian

H1 H2 H3 H4 H5 H6 CFO EXPERT POWER

(X1)

CFO POLITICAL POWER (X2) LEVERAGE (X3) TARIF PAJAK EFEKTIF (Y) PROFITABILITAS (X4) UKURAN PERUSAHAAN (X5) INTENSITAS MODAL (X6)

(27)

C. Hipotesis

1. Pengaruh Chief Financial Officer Expert Power Terhadap Tarif Pajak Efektif

Penelitian yang dilakukan oleh (Norton 2007) yang menyebutkan bahwa CFO expert Power dapat meminimalkan risiko penyesuaian pada pengawasan oleh otoritas pajak, serta dapat membantu dalam struktur global dalam mendistribusikan keseluruhan keuntungan tanpa melanggar hukum dan merugikan operasi bisnis yang mendasari. Sehingga, CFO expert Power terkenal dengan standar akuntansi dan undang-undang pajak, yang membantu dalam membentuk strategi perencanaan pajak yang efektif dan tarif pajak yang lebih rendah.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pu Danlin et. al (2015) menunjukan bahwa CFO expert power berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, dan perusahaan yang memiliki CFO expert power akan memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah. Sehingga mendukung peneliti membangun hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 1 : Chief Financial Officer expert power mempengaruhi tarif pajak efektif

2. Pengaruh Chief Financial Officer Political Power Terhadap Tarif Pajak Efektif

Penelitian yang dilakukan oleh Wu et. al (2008) bahwa hubungan politik adalah penentu paling penting dari tarif pajak yang berhubungan dengan ekonomi.

(28)

CFO political power memiliki kemampuan untuk melobi pemerintah dan mendirikan aturan yang menguntungkan untuk mengurangi tingkat pajak perusahaan. CFO political power yang lebih besar memungkinkan perusahaan untuk membayar pajak yang lebih rendah karena mereka lebih mungkin untuk menikmati hak istimewa seperti pemotongan pajak khusus dan kredit pajak.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pu Danlin et. al (2015) menunjukan bahwa CFO political power berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, dan perusahaan yang meemiliki CFO political power akan memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah. Sehingga mendukung peneliti membangun hipotesis sebagai berikut::

Hipotesis 2 : Chief Financial Officer political power mempengaruhi tarif pajak efektif

3. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tarif Pajak Efektif 3.1 Pengaruh Leverage Terhadap Tarif Pajak Efektif

Berdasarkan teori keagenan, hutang dapat digunakan oleh manajer untuk menekan biaya pajak perusahaan dengan memanfaatkan biaya bunga hutang (Jensen dan Meckling dalam Imelia Septi 2015). Biaya hutang yang timbul karena adanya hutang dapat menjadi faktor pengurang pajak. Bunga pinjaman baik yang dibayar maupun yang belum dibayar pada saat jatuh tempo adalah biaya yang dapat dikurangkan (Prabowo 2006 dalam Imelia 2015).

(29)

(2006) menunjukan pengaruh leverage terhadap tarif pajak efektif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan mendapatkan tarif pajak efektif yang lebih rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Richardson dan Lanis (2007) menemukan pengaruh antara leverage terhadap tarif pajak efektif. Sama halnya penelitian yang dilakukan diindonesia oleh Septi Imelia (2015) menunjukan leverage berpengaruh terhadap tarif pajak efektif. Semakin tinggi leverage maka akan mendapatkan tarif pajak efektif yang lebih rendah.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa

Leverage berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, sehingga mendukung peneliti

membangun hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 3 : Leverage berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Tarif Pajak Efektif

Adanya teori agensi akan memacu para manajer untuk meningkatkan laba perusahaan. Ketika laba yang diperoleh membesar, maka secara otomatis jumlah pajak penghasilan akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat membayar pajak lebih tinggi dari perusahaan yang memiliki profitabilitas yang rendah. Penyebabnya adalah karena pajak penghasilan perusahaan akan dikenakan berdasarkan besarnya penghasilan yang diterima oleh perusahaan.

Richardson dan Lanis (2007) menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan membayar pajak lebih tinggi dari

(30)

perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Noor et. al (2010) menemukan pengaruh profitabilitas antara tarif pajak efektif diperusahaan. Penelitian ini sejalan dengan di Indonesia yang dilakukan oleh Soepriyanto (2011) dan Septi Imelia 2015 menemukan pengaruh profitabilitas antara tarif pajak efektif.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, sehingga mendukung peneliti membangun hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 4 : Profitabiltas berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tarif Pajak Efektif

Perusahaan yang termasuk dalam skala perusahaan besar akan mempunyai sumber daya yang berlimpah yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Berdasarkan teori keagenan, sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan oleh manajer untuk memaksimalkan kompensasi kinerja manajer, yaitu dengan cara menekan biaya pajak perusahaan untuk memaksimalkan kinerja perusahaan.

Penelitian Derashid dan Zhang (2003) menjelaskan bahwa perusahaan yang termasuk dalam perusahaan berskala besar membayar pajak lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil sesuai dengan penelitian yang dilakukan Noor et. al (2010), ini disebabkan karena perusahaan berskala besar mempunyai lebih banyak sumber daya yang dapat digunakan untuk perencanaan pajak dan lobi politik. Dari kedua penelitian yang dilakukan diatas menemukan hubungan

(31)

antara ukuran perusahaan terhadap tarif pajak efektif.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, sehingga mendukung peneliti membangun hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 5 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

3.4 Pengaruh Intensitas Modal Terhadap Tarif Pajak Efektif

Intensitas modal merupakan proporsi aset tetap terhadap total aset (capital

intensity) dan proporsi persedian terhadap total aset (inventory intensity)

digunakan sebagai proksi dari tingkat investasi yang menunjukkan kebijakan investasi suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Noor et. al (2010) intensitas modal berpengaruh terhadap tarif pajak efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Newberry dalam Noor et. al (2010) menemukan

intensitas modal berpengaruh terhadap tarif pajak efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Richardson et. al (2007) menemukan pengaruh terhadap antara intensitas modal terhadap tarif pajak efektif. Sehingga, apabila intensitas modal tinggi maka tarif pajak efektif akan tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Soepriyanto (2011) menunjukan hasil yang sama yaitu intensitas modal berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Karena proporsi yang lebih besar dari fixed aset cenderung memilik tarif pajak efektif yang lebih rendah untuk menunjang modal perusahaan.

(32)

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa intensitas modal berpengaruh terhadap terhadap tarif pajak efektif, sehingga mendukung peneliti membangun hipotesis sebagai berikut:

Gambar

GAMBAR 2.1 Rerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan partai politik dapat digunakan sebagai sarana pendidikan demokrasi karena partai politik sebagai sarana atau wadah bagi masyarakat untuk berkumpul,

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Pihak perusahaan mengantarkan langsung limbah solid ini ke lokasi peternak, pemberian limbah solid harus dicampur dengan bahan pakan lainnya yang ada disekitar lokasi

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Hasil Olah Data Penyebab Rendah Minat Belajar Matematika siswa MTs Ulul Albab (Ketertarikan Pada Materi Dan Guru, pertanyaan no.. dapat diketahui bahwa dari 60 orang siswa

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rachim (2004) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara men- cuci tangan sebelum makan dengan kejadian hepatitis A dengan nilai p

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian