BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Auditing
2.1.1 Pengertian Auditing
Menurut Mulyadi & Puradiredja (2010:9) auditing adalah:
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”
Pengertian auditing juga telah dirumuskan oleh beberapa akademisi, Arens
et al. (2010:4) yang mendefenisikan auditing adalah sebagai berikut:
”Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan
sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukung dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Menurut Konrath (2002:6) dapat diuraikan 5 (lima) karakteristik dalam
pengertian auditing, sebagai berikut:
1. Informasi Yang Dapat Diukur Dari Kriteria Yang Telah Diterapkan
Dalam proses pemeriksaan, kriteria-kriteria informasi yang diperlukan harus ditetapkan dan informasi tersebut dapat diverifikasi kebenarannya untuk dijadikan buktu audit yang kompeten.
2. Entitas Ekonomi
Proses pemeriksaan harus jelas dalam hal penetapan kesatuan ekonomi dan periode waktu yang diaudit. Kesatuan ekonomi ini sesuai dengan entity theory dalam ilmu akuntasi yang menguraikan posisi keuangan suatu perusahaan terpisah secara tegas dengan posisi keuangan pemilik perusahaan.
3. Aktivitas Mengumpulkan Dan Mengevaluasi Bahan Bukti
Auditor pelaksana selalu mencakup aktivitas mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang dianggap kompeten dan relevan dengan proses pemeriksaan yang sedang dilakukan. Aktivitas tersebut diawali dari penentuan jumlah bukti yang diperlukan sampai pada proses evaluasi atau penilaian kelayakan informasi dalam pencapaian sasaran kegiatan audit.
4. Independensi Dan Kompetensi Auditor Pelaksana
Auditor pelaksana harus mempunyai pengetahuan audit yang cukup. Pengetahuan itu penting untuk dapat memahami relevansi dan keandalan informasi yang diperoleh. Selanjutnya, informasi tersebut menjadi bukti yang kompeten dalam penentuan opini audit. Agar opini publik tidak biasa, pihak auditor dituntut untuk bersikap bebas (independen) dari kepentingan mana pun. Independensi adalah syarat utama agar laporan audit objektif.
5. Pelaporan Audit
Hasil aktivitas pemeriksaan adalah pelaporan pemeriksaan tersebut. Laporan audit berupa komunikasi dan ekspresi auditor terhadap objek yang diaudit agar laporan atau ekspresi auditor tersebut dapat dimengerti. Laporan ini harus mampu menyampaikan tingkat kesesuaian antara informasi yang diperoleh dan diperiksa dengan kriteria yang ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses pengumpulan dan
evaluasi bukti yang berhubungan dengan informasi suatu entitas ekonomi yang akan diukur dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang
berkepentingan. Auditing bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi laporan
keuangan perusahaan, karena tujuan akhir auditing adalah memberikan pendapat
mengenai kewajaran posisi keuangan suatu kesimpulan mengenai reabilitas dari
asersi yang tertulis yang merupakan salah satu bentuk assurance.
2.1.2 Jenis-jenis Audit
Menurut Arens et al. (2010:16) ada tiga jenis audit, yaitu:
a. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai
dengan kriteria tertentu dan menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Biasanya, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnnya.
b. Audit Kepatuhan (Compilance Audit)
Audit kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit kepatuhan ini biasanya dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam membuat kriteria.
c. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian
dari prosedur dan metode organisasi. Audit ini melakukan review
secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk
memperbaiki operasi. Dalam audit operasional, review yang dilakukan
tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat mencakup evaluasi atau struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya.
2.1.3 Standar Auditing
Standar Auditing terdiri dari sepuluh standar dari semua Pernyataan
Standar Auditing (PSA) yang berlaku. Sepuluh Standar Auditing dibagi menjadi
tiga kelompok: (1) standar umum; (2) standar pekerjaan lapangan; (3) standar pelaporan. Standar umum menekankan pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki auditor, standar pekerjaan lapangan menyangkut pengumpulan bukti dan aktivitas lain selama pelaksanaan audit yang sebenarnya, dan standar pelaporan mengharuskan auditor menyiapkan laporan mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan, termasuk pengungkapan informatif. Menurut Arens et al. (2010:43),
Standar Auditing disajikan berikut ini:
a. Standar Umum
1) Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan
dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor.
2) Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen
dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
3) Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam
melaksanakan audit dan menyusun laporan.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan
2) Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
3) Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan
melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit.
c. Standar Pelaporan
1) Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2) Auditor harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai
keadaan di mana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.
3) Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif
belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor.
4) Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan,
secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan
satu pendapat secara keseluruhan, auditor harus menyatakan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dalam laporan keuangan, auditor itu harus dengan jelas menunjukkan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor.
2.1.4 Jenis-jenis Auditor
Mulyadi & Puradiredja (2010:28) mengemukakan bahwa orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan: auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor internal.
1. Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakan informasi keuangan seperti: kreditor, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak).
2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah audit profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi
atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
3. Auditor Internal
Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Menurut Sunarto (2003:19), jenis-jenis auditor terdiri dari:
1. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah audit atas keuangan negara pada instansi pemerintah. Di Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-Undang Dsar 1945.
2. Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan
oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut.
3. Auditor Independen
Tanggung jawab utama akuntan publik adalah melakukan fungsi pengendalian atas laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka yaitu perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal,
perusahaan besar, dan juga perusahaan kecil, serta organisasi yang tidak bertujuan mencari laba.
2.1.5 Laporan Hasil Audit
Laporan audit dibuat setelah selesai melakukan audit. Laporan ditujukan kepada manajemen, dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit. Menurut Mulyadi (2002:19), terdapat lima pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yaitu:
a. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified Opinion Report)
Pendapat ini diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.
b. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan
Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report With Explanatory
Language)
Pendapat ini diberikan jika terdapat hal-hal yang memerlukan penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien secara wajar, auditor dapat
menerbitkan laporan audit bentuk baku ditambah dengan bahasa penjelasan.
c. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified
Opinion Report)
Pendapat ini diberikan jika auditor menjumpai kondisi-kondisi sebagai berikut:
1) Lingkup audit dibatasi klien.
2) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau
tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor.
3) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
d. Laporan yang Berisi Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion Report)
Pendapat ini diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan. Auditor memberikan pendapat ini jika tidak dibatasi ruang lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya.
e. Laporan yang Berisi Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer Of Opinion Report)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat. Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah:
1) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
2) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.2 Audit Internal
2.2.1 Pengertian Audit Internal
Pengertian mengenai audit internal dikemukakan oleh para ahli, The
Institute of Internal Auditors (1995:3)mengungkapkan pengertian audit internal: “Internal Audit is an independent appraisal function estabilished within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization.”
Sementara itu, redefenisi audit internal yang telah disetujui oleh IIA’S
Board of Directors pada bulan Juni 1999 dalam buku International Proffesional Practices Framework (IPPF) (2011:2) adalah:
“Internal auditing is an independent, objective assurance, and consulting activity designed to add value and unprove an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a
systematic, disciplined approach to evaluate and unprove the effectiviness of risk management, control, and governance process.”
Dalam Standar Profesional Audit Internal (SPAI) yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9), pengertian audit internal tersebut adalah sebagai berikut:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan
objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance.”
Sawyers (2005:10) menyatakan defenisi audit internal, yaitu:
“Audit internal merupakan sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisir; (3) peraturan eksternal dan kebijakan serta prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif-temuan dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”
Dari defenisi tersebut, semakin jelas bahwa fungsi audit internal masa kini tidak lagi hanya terbatas dalam audit keuangan dan operasi organisasi atau perusahaan saja, tetapi juga memberikan jasa konsultasi yang dapat menambah nilai organisasi atau perusahaan agar dapat mencapai tujuannya. Selanjutnya dengan mengacu pada defenisi dalam Standar Profesional Audit Internal (SPAI) tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak yang muncul dari pernyataan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal tahun 2004 silam adalah perlunya peningkatan kapasitas dan kualitas auditor internal dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
Oleh karena itu, auditor internal harus memiliki latar belakang pengetahuan yang luas, mencakup seluruh fungsi organisasi termasuk teknologi informasi. Hal ini disebabkan munculnya fungsi baru dalam fungsi audit internal yaitu sebagai konsultan bagi manajemen dalam peningkatan manajemen risiko dan pengendalian tata kelola organisasi atau perusahaan.
Teori-teori dasar dan konsep-konsep audit telah menjawab bahwa keberadaan atau alasan diadakannya audit dalam organisasi yaitu untuk memperbaiki kinerja. Tabel 2.1 menjabarkan suatu bentuk perbandingan konsep kunci pengertian audit internal, dan menjelaskan perbedaan antara defenisi auditor internal yang lama dengan defenisi auditor internal yang baru:
Tabel 2.1
Perbandingan Konsep Kunci Pengertian Audit Internal
No Lama 1947 Baru 1999
1 Fungsi penilaian independen yang
dibentuk dalam suatu organisasi. Suatu aktivitas independen objektif.
2 Fungsi penilaian. Aktivitas pemberian jaminan
keyakinan dan konsultasi.
3
Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi.
Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi.
4
Membantu agar para anggota organisasi dapat menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.
Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya.
5
Memberi hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan
menciptakan pengendalian efektif dengan biaya yang wajar.
Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian, dan proses peraturan dan pengelolaan organisasi.
Sumber: Tugiman (2006:13)
Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa audit internal sekarang ini mempunyai pandangan luas serta pemahaman terhadap proses manajerial dan berkaitan dengan manusia yang mendasari fungsi audit internal. Selain itu audit internal harus bertindak profesional dalam segala hal, sifat inilah yang dapat memberikan nilai tambah dalam menghadapi berbagai risiko organisasi, keterbukaan, dan globalisasi.
Audit internal dilakukan oleh seseorang yang berasal dari dalam organisasi yang bersangkutan yang disebut auditor internal. Untuk menjamin kelancaran tugas guna memperoleh suatu hasil yang memuaskan secara independen dan
objektif, auditor internal diberi wewenang yang jelas dalam menjalankan tugasnya serta menempati kedudukan khusus dalam struktur organisasi. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a. Audit internal merupakan suatu kegiatan penilaian dalam suatu
organisasi usaha dan dilakukan secara berkesinambungan.
b. Audit internal bertanggung jawab kepada manajemen puncak atas
hasil pekerjaan yang dilaksanakan.
c. Audit internal merupakan alat kontrol bagi manajemen yang berfungsi
mengukur dan menilai keefektifan alat-alat pengendalian lainnya.
d. Objek penelitian audit dan penilaian bagi audit internal adalah
prosedur, catatan, dan ketentuan lainnya yang ditetapkana oleh perusahaan.
e. Penilaian yang dilakukan secara objektif dan independen.
2.2.2 Standar Profesi Audit Internal
Standar profesi audit internal mutlak diperlukan untuk menjaga profesionalisme dalam profesi audit internal. Standar profesi diperlukan untuk dijadikan standar atau patokan bagi auditor internal untuk melaksanakan pekerjaannya. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpangan yang pada akhirnya akan merugikan profesi audit internal itu sendiri. Tujuan dari Standar Profesi Audit Internal adalah:
a. Memberikan kerangka dasar yang konsisten untuk mengevaluasi
b. Menjadi saran bagi pemakai jasa dalam memahami peran, ruang lingkup, dan tujuan audit internal.
c. Mendorong peningkatan praktik audit internal dalam organisasi.
d. Memberikan kerangka untuk melaksanakan dan mengembangkan
kegiatan audit internal yang memberikan nilai tambah dan meningkatkan kinerja kegiatan operasional organisasi.
e. Menjadi acuan dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan
auditor internal.
f. Menggambarkan prinsip-prinsip dasar praktik audit internal yang
seharusnya.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15), dalam Standar Profesional Auditor Internal berisikan Standar Implementasi yang meliputi:
a. Independensi
Setiap auditor internal harus independen dalam menjalankan pekerjaannya. Independen berarti bebas dari pengaruh baik terhadap manajemen yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan maupun terhadap para pengguna laporan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar auditor tersebut bebas dari pengaruh subjektifitas para pihak yang terkait, sehingga pelaksanaan dan hasil auditnya dapat diselenggarakan secara objektif. Independensi yang dimaksud meliputi independensi dalam kenyataan dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental yang tidak terpengaruh oleh pihak manapun. Independensi dalam penampilan
ditunjukkan oleh keadaan tampak luar yang dapat mempengaruhi pendapat orang lain terhadap independensi auditor.
b. Kompetensi
Selain independen, auditor internal juga harus kompeten dalam menjalankan tugasnya. Kompeten artinya auditor harus memiliki
keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai bidang yang diauditnya. Kompetensi seorang auditor di
bidang auditing ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang dimilikinya. Dari sisi pendidikan, idealnya seorang auditor memiliki latar belakang pendidikan (pendidikan formal atau pendidikan informal dan pelatihan yang memberikan sertifikasi) di
bidang auditing.
c. Program Audit Internal
Pekerjaan auditor internal yang harus dilakukan sebelum melaksanakan audit internal adalah membuat program audit. Program audit internal adalah pedoman bagi auditor internal dan merupakan satu kesatuan dengan supervisi audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Program audit merupakan alat yang
d. Pelaksanaan Audit Internal
Pekerjaan yang dilakukan auditor internal setelah menyusun program audit adalah melaksanakan audit. Pelaksanaan audit internal dilakukan berdasarkan program audit yang telah disusun oleh auditor internal sebelumnya.
e. Laporan yang Dihasilkan
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh auditor internal setelah melaksanakan audit adalah menyusun laporan audit, yang berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada para penggunanya. Laporan audit internal merupakan kesempatan bagi auditor internal untuk mendapat perhatian dari manajemen. Laporan audit biasanya berisi temuan-temuan dan opini audit. Laporan audit harus disusun secara objektif, jelas, dan singkat.
f. Tindak Lanjut Atas Laporan yang Dihasilkan
Setelah laporan audit diserahkan pada pihak yang berkepentingan, langkah yang terakhir adalah tindak lanjut. Tindak lanjut dimaksudkan agar auditor internal mempunyai keyakinan bahwa tindakan yang layak telah diambil sesuai dengan laporan temuan audit yang telah dilaporkan.
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengembang tanggung jawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh karenanya, Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor menetapkan kode etik bagi para auditor internal. Kode etik ini memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan
praktik audit internal. SPAI (2004:11) standar perilaku Qualified Internal Auditor
sebagai berikut:
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan
kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap
organisasinya atau terhadap pihak yang dilayaninya. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan
atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang
dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.
5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apa
pun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, atau pun mitra bisnis organisasinya, sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.
6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar
senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam
menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia: (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi; (ii) secara melanggar hukum; atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus
mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat: (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direview; atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
2.2.3 Ruang Lingkup Audit Internal
Ruang lingkup audit internal mencakup bidang yang sangat luas dan kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya administratif maupun operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen bahwa fungsi audit internal adalah membantu manajemen dalam mengawasi berjalannya roda organisasi. Namun demikian audit internal bukan sebagai mata-mata melainkan merupakan mitra yang siap membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
Auditor internal memiliki ruang lingkup yang luas dan fleksibel, yang sejalan dengan kebutuhan dan harapan dari manajemen. Auditor memiliki tugas untuk menentukan, memverifikasi atau memastikan apakah sesuatu itu ada atau tidak, menilai, menaksir atau mengevaluasi pengendalian dan operasi berdasarkan kriteria yang sesuai dan merekomendasikan tindakan korektif kepada manajemen. Semua hal tersebut dilakukan dengan independensi dalam organisasi. Pandangan yang sehat meliputi pula segala hal yang dilakukan sejak memeriksa keakuratan catatan akuntansi, mengkaji pengendalian sistem informasi yang dikomputerisasi sehingga pemberian konsultasi internal.
Selanjutnya, lingkup pekerjaan audit internal menurut Tugiman (1997:16) adalah menilai:
a. Cukup tidaknya pengendalian internal.
b. Kualitas pelaksanaan dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan.
c. Realibilitas dan integritas informasi keuangan dan operasional, yaitu untuk
membantu para organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien.
d. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan.
e. Verifikasi dan perlindungan harta.
f. Keekonomisan atau kehematan dan efisiensi dalam penggunaan berbagai
sumber daya.
2.2.4 Tujuan, Fungsi, dan Tanggung Jawab Audit Internal
Menurut The Institute of Internal Auditors adalah:
“Membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawab secara efektif; untuk tujuan tersebut, pengawasan internal menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat, dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.”
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dalam Standar Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan bahwa:
“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Adapun tanggung jawab auditor internal menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001:332) adalah sebagai berikut:
“Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lainnya kepada manajemen satuan usaha dan dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawab tersebut, auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya. Tidak jarang seorang auditor internal juga menasihati seorang manajer tentang hal-hal yang menyangkut operasional dalam rangka untuk memperbaiki kinerjanya."
Sawyers (2003:32), mengemukakan bahwa fungsi audit internal adalah sebagai berikut:
a. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi oleh manajemen
puncak.
b. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko.
c. Memvalidasi laporan ke manajemen senior.
d. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis.
e. Membantu proses pengambilan keputusan.
f. Menganalisis masa depan, bukan hanya untuk masa lalu.
g. Membantu manajer untuk mengelola perusahaan.
Fungsi audit internal secara terperinci dan relatif lengkap menunjukkan bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas
catatan-catatan akuntansi. Fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai pengendalian internal dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsi audit internal merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian internal lainnya.
2.2.5 Peran Audit Internal
Peran audit internal sebagai watchdog berlangsung sejak sekitar tahun
1940-an, sedangkan sebagai konsultan muncul sekitar tahun 1970-an. Adapun peran auditor sebagai katalis baru berkembang sekitar tahun 1990-an. Perbedaan pokok ketiga peran auditor internal tersebut adalah:
Tabel 2.2
Perbedaan Peran Auditor Internal
Uraian Watchdog Konsultan Katalis
Proses Audit Kepatuhan Audit
Profesional Quality Assurance
Fokus
Adanya variasi
(penyimpangan, kesalahan, atau kecurangan, dll)
Penggunaan
sumber daya Nilai (value)
Implikasi Jangka pendek Jangka
menengah Jangka panjang
Sumber: Muh. Arief Effendi (2007)
Terdapat pergeseran filosofi audit internal dari paradigma lama (pendekatan tradisional) menuju paradigma baru (pendekatan baru) yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi auditor internal, yaitu:
Tabel 2.3
Perbandingan Audit Internal Paradigma Lama dengan Paradigma Baru Uraian Paradigma Lama Paradigma Baru
Peran Watchdog Konsultan dan katalis
Pendekatan Detektif (mendeteksi
masalah)
Preventif (mencegah masalah)
Sikap Seperti polisi Sebagai mitra bisnis
Ketaatan/kepatuhan Semua kebijakan Hanya kebijakan yang
relevan
Fokus Kelemahan atau
peyimpangan
Penyelesaian yang konstruktif
Komunikasi
dengan Manajemen Terbatas Reguler
Audit Audit keuangan atau audit
kepatuhan
Audit keuangan, audit kepatuhan, audit profesional
Jenjang karier Sempit Berkembang luas
Sumber: Muh. Arief Effendi (2007)
Halim (2004:8) mengemukakan peranan audit internal sebagai kegiatan penilaian yang independen di dalam suatu organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada manajemen. Sementara itu, Chamber dalam Samid (2003:40) mengungkapkan bahwa audit internal merupakan bagian dari manajemen dan berfungsi mengukur serta mengevaluasi keefektifan pengendalian internal. Audit internal adalah alat pengendalian yang efektif bagi manajemen. Sedangkan, Teri dalam Samid (2003:48) mengemukakan empat asas yang harus ada dalam setiap organisasi,
yakni: planning, organizing, actuating, dan controlling. Dengan fungsi
audit internal adalah melaksanakan aktivitas penilaian yang bebas dalam suatu organisasi untuk menelaah kembali kegiatan-kegiatan dalam bidang akuntansi, keuangan, dan bidang-bidang operasi lainnya sebagai dasar pemberian layanan
kepada manajemen. Audit internal menjalankan fungsi pengendalian (controlling)
dalam proses manajemen.
2.3 Good Corporate Governance
2.3.1 Pengertian Good Corporate Governance
Governance diambil dari kata latin, yaitu gubernance yang artinya
mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut
diadaptasi menjadi corporate governance yang diartikan sebagai upaya
mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi,
termasuk perusahaan.
Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang
digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusaha-usahaan serta
kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate
Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit
(shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders) namun pada umumnya
Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) dalam Hery
(2010) mendefenisikan Corporate Governance sebagai berikut:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate
Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).”
Corporate Governance menurut Sutedi (2011:1) adalah:
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.”
Menurut Bank Dunia (World Bank), dalam Hessel (2003), Good
Corporate Governance, yaitu:
“Good Corporate Governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.”
Good Corporate Governance menurut Mas Achmad Daniri (2005:8) adalah sebagai berikut:
“Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (direksi, dewan komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.”
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, GCG secara singkat dapat diartikan sebagai perangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini
disebabkan karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja organisasi yang bersih, transparan dan profesional. Penerapan GCG di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya, seperti melakukan investasi baru.
2.3.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Berbagai aturan main dan sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance menurut Menteri BUMN No.
Kep/117/M-MBU 1 Agustus 2002 pasal 3, yaitu:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan dan mencegah upaya penyembunyian
informasi yang relevan bagi pengguna maupun stakeholders.
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip koorporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi-fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana dengan baik.
4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip koorporasi yang sehat.
5. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun prinsip-prinsip Good Corporate Governance menurut
Organization for Corporation and Development (OECD) dalam Tunggal (2002),
sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of
Shareholdes).
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The
Equitbale Treatment of Shereholders).
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of
Stakeholders).
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and transparancy).
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The Accountability of The Board).
Menurut Sutedi (2011), beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan
dalam Corporate Governance, yaitu:
1. Transparancy (Keterbukaan)
Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta
2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan
kesalahan (oversight) dan pengawasan.
3. Fairness (Kesetaraan)
Secara sederhana kesetaraan didefenisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan
perusahaan perlu ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya.
4. Sustainability (Kelangsungan)
Kelangsungan adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan
menghasilkan keuntungan. Ketika perusahaan negara (corporation) exist
dan menghasilkan keuntungan dalam jangka mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil.
2.3.3 Unsur-Unsur Good Corporate Governance
Menurut Sutedi (2011), unsur-unsur dalam GCG yaitu: a. Corporate Governance – Internal Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah:
1) Pemegang saham;
2) Direksi;
3) Dewan komisaris;
4) Manajer;
5) Karyawan;
6) Sistem remunerasi berdasar kerja;
7) Komite audit.
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain meliputi:
1) Keterbukaan dan kerahasiaan (disclosure);
2) Transparansi;
3) Akuntabilitas;
4) Kesetaraan;
5) Aturan dari code of conduct.
b. Corporate Governance – Eksternal Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah:
1) Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum;
2) Investor;
4) Akuntan publik;
5) Institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan;
6) Pemberi pinjaman;
7) Lembaga yang mengesahkan legalitas.
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan anatara lain meliputi:
1) Aturan dari code of conduct;
2) Kesetaraan;
3) Akuntabilitas;
4) Jaminan hukum.
Perilaku partisipasi pelaku Good Corporate Governance yang berada di
dalam rangkaian unsur-unsur internal maupun eksternal menentukan kualitas
Good Corporate Governance.
2.3.4 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance
Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance menurut Hery (2010), yaitu:
1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber
daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.
2. GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa
perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan
penggunaan aset.
5. Mengurangi korupsi.
Penerapan Good Corporate Governance di lingkungan BUMN dan
BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN No. Kep/117M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 4 yang dalam Hery (2010), yaitu:
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan
efisiensi, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya
tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi.
2.3.5 Peran Audit Internal Dalam Upaya Mewujudkan Pelaksanaan Good Corporate Governance
Di jaman yang sudah mulai berkembang seperti saat ini, tentunya telah banyak menciptakan arus informasi yang mampu mengubah cara pandang dan cara berfikir manusia, sehingga timbul tuntutan-tuntutan tinggi terhadap kinerja SDM yang ada, agar mampu mengantisipasi dan menyesuaikan pada kemajuan dan perubahan lingkungan. Tuntutan ini juga berpengaruh pada bidang audit internal yang semakin lama harus meningkatkan mutu dan kualitas kinerjanya
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mengingat fungsinya sebagai Compliance
Auditors dan Internal Business Consultant bersama dengan unsur-unsur
perusahaan yang lain dengan berpijak pada fungsi profesinya masing-masing.
Audit internal sangat berperan dalam mewujudkan pelaksanaan Good
Corporate Governance ini, di mana dalam melaksanakan tugasnya auditor
internal memerlukan ketelitian yang cukup profesional dalam mengevaluasi sistem akuntansi keuangan perusahaan dengan sikap independensi, objektif, dan kompetensi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk membantu perusahaan mencapai tujuan yang diharapkan dengan mewujudkan transparansi
dalam pengambilan keputusan dan informasi yang materil, kemandirian dalam mengelola perusahaan secara profesional tanpa terpengaruh pihak luar, akuntabilitas dalam kejelasan fungsi-fungsi pelaksanaan organisasi, pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan yang baik, dan kewajaran
dalam memenuhi hak-hak stakeholders.
2.4 Kerangka Pemikiran
Audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas, dipersiapkan dalam organisasi sebagai suatu jasa dalam organisasi. Kegiatan ini menilai dan memeriksa efektivitas kegiatan unit lain. Tanpa fungsi audit internal, dewan direksi tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja para manajer. Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9), pengertian audit internal tersebut adalah sebagai berikut:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan
objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
Sawyers (2005:10) menyatakan defenisi audit internal, yaitu:
“Audit internal merupakan sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisir; (3) peraturan eksternal dan kebijakan serta prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif temuan dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”
Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik dan mencapai tujuan, perusahaan tidak dapat mengabaikan bahwa suatu pengawasan dalam pengelolaan perusahaan yang memadai mutlak harus ada. Dengan keberadaan fungsi Audit Internal yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara ekonomis dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan dapat dipercaya.
GCG menjadi salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka. GCG merupakan sistem mengenai bagaimana suatu organisasi
dikelola dan dikendalikan. Sistem governance antara lain mengatur mekanisme
pengambilan keputusan pada tingkat atas organisasi. Corporate governance
mengatur hubungan antar Dewan Komisaris, Direksi, dan manajemen perusahaan agar terjadi keseimbangan dalam pengelolaan organisasi. GCG adalah sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan menaikkan nilai pemegang saham serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditur, pemasok, asosiasi bisnis,
konsumen, karyawan, pemerintah, serta masyarakat umum.
Pengertian Good Corporate Governance (GCG) menurut Indra Surya
(2006:25) adalah sebagai berikut:
“Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan, dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan
kepentingan stakeholders.”
Good Corporate Governance menurut Mas Achmad Daniri (2005:8)
adalah sebagai berikut:
“Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (direksi, dewan komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya,
Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik dan mencapai tujuan, perusahaan tidak dapat mengabaikan bahwa suatu pengawasan dalam pengelolaan perusahaan yang memadai mutlak harus ada. Dengan keberadaan pengendalian internal yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara efisiensi dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dan
pengawasan pada good corporate governance dapat memberikan perbaikan dalam
setiap sistem pada organisasi untuk mencapai tujuan.
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Auditor Internal berperan dalam upaya
mewujudkan pelaksanaan Good Corporate Governance”.
Audit Internal Good Corporate Governance Peran