ANALISIS LATAR CERITA HIROSHIMA KARYA JOHN HERSEY
JOHN HERSEYNO SAKUHIN NO HIROSHIMA TO IU SHOUSETSU NO BAMENMONOGATARI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
Rovindo Maraden Panjaitan 100708027
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS LATAR CERITA HIROSHIMA KARYA JOHN HERSEY
JOHN HERSEYNO SAKUHIN NO HIROSHIMA TO IU SHOUSETSU NO BAMENMONOGATARI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
Rovindo Maraden Panjaitan 100708027
Pembimbing I Pembimbing II
Zulnaidi, S.S, M.Hum
NIP. 196708072004111001 NIP. 196910112002121001
Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Depatemen Sastra Jepang Ketua Departemen
NIP. 19600919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat penyertaan-Nya penulis diberi kesehatan selama mengikuti perkuliahan
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul Analisis Latar Cerita ‘Hiroshima’ karya John
Herseyini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada
Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Penulis juga
mendapat bimbingan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. selaku ketua Departemen Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan meluangkan waktu serta membantu dalam akademik
penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II,
5. Bapak/Ibu Dosen yang telah banyak memberikan ilmu dan Staf
Administrasi yang telah membantu selama penulis mengikuti kegiatan
akademis di Departemen Sastra Jepang ini.
6. Ayahanda tercinta Sanusi Panjaitan dan Ibunda Norliana Gultom, Abang,
dan Adik yang telah memberikan segala bentuk pengorbanan, nasihat,
kasih sayang tiada batas dan doa tulusnya demi keberhasilan penulis.
7. Terima kasih kepada teman-teman Stambuk 2010 Departemen Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Budaya. Semoga segala kebaikan dibalas oleh Nya
dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amin.
Masih banyak orang yang ingin penulis sampaikan rasa terimakasih. Kepada
seluruh pihak yang telah mendukung penulis baik langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berterimakasih
kepada Tuhan telah memberikan kalian dalam hidup penulis dan berdoa semoga
kita diberkati Tuhan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat
untuk penulis sendiri dan pembaca secara khusus.
Medan, Oktober 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 5
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 5
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.6 Metode Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SASTRA, UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA, LATAR, DAN KONDISI PREFEKTUR HIROSHIMA 2.1 Pengertian Karya Sastra ... 13
2.1.1 Karya Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif... 16
2.2 Unsur-unsur Karya Sastra ... 18
2.2.1 Unsur Instrinsik ... 18
2.2.2 Unsur Ekstrinsik ... 21
2.3 Latar ... 22
2.3.3 Pertanyaan Tentang Lingkungan Sosial ... 25
2.4 Kondisi Prefektur Hiroshima ... 25
2.4.1 Kondisi Geografis ... 27
2.4.2 Sejarah Kota Hiroshima ... 28
BAB III ANALISIS LATAR CERITA HIROSHIMA KARYA JOHN HERSEY 3.1 Ringkasan Cerita Hiroshima Karya John Hersey ... 33
3.2 Latar Cerita Hiroshima Sebelum dan Saat Peristiwa Pemboman ... 36
3.2.1 Latar Tempat ... 36
3.2.2 Latar Waktu... 41
3.2.3 Latar Lingkungan Sosial ... 47
3.3 Latar Cerita Hiroshima Pasca Peristiwa Pemboman... 51
3.3.1 Latar Tempat ... 51
3.3.2 Latar Waktu... 55
3.3.3 Latar Lingkungan Sosial ... 57
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 59
4.2 Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
Latar tidak hanya tentang tempat, waktu dan lingkungan sosial namun
ketiga unsur itu masing-masing mempunyai permasalahan yang berbeda.
Ketiganya dapat dibicarakan secara terpisah, tetapi kenyataannya saling berkaitan
dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada akhirnya latar akan
memberikan gambaran cerita secara konkret dan jelas.
Buku Hiroshima merupakan karya sastra nonfiksi dengan latar belakang
sejarah yang ditulis secara narasi tanpa menambahkan fiksi di dalamnya.
Penulisan Hiroshimasecara narasi menambah nilai historis, estetis, informatif,
edukatif, dan moral yang tidak dijumpai pada penulisan sejarah
murni.Hiroshimaditulis dengan mengumpulkan informasi lewat wawancara yang
dilakukan John Hersey kepada enam korban bom atom. Keenam orang ini
menjadi tokoh-tokoh utama dalam cerita tersebut.
Latar menjadi salah satu unsur karya sastra yang penting untuk dianalisis
Hiroshima karya John Hersey. Analisis latar dalam karya sastra berlatar belakang
sejarah tidaksekedar menginformasikan dimana, kapan dan bagaimana situasi
peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga terhadap gambaran tradisi,
karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis.
Latar cerita Hiroshima dapat dibagi atas periode sebelum, saat dan pasca peristiwa
bom atom meledak.
Latar cerita Hiroshimasebelum peristiwa pemboman adalah latar yang
menggambarkan aktivitas enam tokoh utama John Hersey sebelum bom atom
meledak. Nona Toshiko Sasaki, seorang juru tulis di departemen personalia
perusahaan East Asia Tin Works, sedang berbicara dengan gadis di sebelahnya.
Dokter Masakazu, seorang pemilik rumah sakit swasta, baru saja duduk dengan
nyaman di terasnya. Nyonya Hatsuyo Nakamura, seorang penjahit yang telah
menjadi janda, sedang melihat pemandangan aneh dari rumahnya. Pastur Wilhelm
Kleinsorge, seorang pendeta Jerman sedang membaca tentang Penginjilan. Dokter
Terufumi Sasaki, seorang dokter bedah muda, sedang berjalan di koridor rumah
sakit sambil membawa spesimen darah yang akan dipakai untuk tes wasserman,
dan Pendeta Kiyoshi Tanimoto, seorang pendeta Gereja Metodis Hiroshima,
sedang mulai mengeluarkan pakaian dan barang-barang lainnya dari gerobak di
depan sebuah rumah di pinggiran kota.
Latar cerita saat bom meledak di Hiroshima digambarkan lewat berbagai
kejadian dan hal-hal yang dilihat, didengar, dirasakan oleh karakter pada saat bom
meledak. Ledakan bom seperti kilatan cahaya sangat besar, kilat tersebut tampak
bertabrakan dengan bumi. Bom meledak tepat pukul 08.15 waktu Jepang pada 6
Agustus 1945.
Latar sesudah bom meledak adalah ketika karakter menyaksikan secara jelas
bahwa bukan hanya daerah Koi saja yang dibom, tetapi seluruh wilayah
Hiroshima. Pasca ledakan itu seluruh wilayah Hiroshima mengepulkan debu yang
tebal, banyak kerusakan parah yang terjadi, dan banyak korban jiwa berjatuhan.
Peristiwa ini mengguncang batin setiap orang yang menjadi saksi hidup peristiwa
ini. Berikutnya John Hersey menuliskan dengan detail perjalanan waktu yang
dilalui enam tokoh utamanya pasca ledakan bom.
Seluruh unsur-unsur latar dalam cerita ini kemudian dianalisis
masing-masing latar tempat, latar waktu, dan latar lingkungan sosialnya. Latar tempat
ditentukan lewat lokasi sebuah peristiwa terjadi dan melalui apa yang dilihat,
didengar, dan dirasakan karakter. Meskipun tempat-tempat itu terjadi di dalam
benak tokoh cerita misalnya di dalam mimpi atau sebuah ingatan. Latar waktu
dapat dengan mudah diidentifikasi lewat periode, lama waktu kejadian, dan
perjalanan waktu pada sebuah peristiwa yang dilalui karakter. Pukul, tanggal,
bulan, tahun, pagi, siang, malam, hari, minggu, dan satuan waktu lainnya menjadi
hal penting dalam menentukan latar waktu. Ini menguatkan fakta bahwa sebuah
peristiwa benar telah terjadi. Dalam sebuah karya sastra berlatar belakang sejarah,
latar lingkungan sosial ditentukan lewat sopan santun, adat istiadat, kebiasaan,
ritual, atau kode etik masyarakat. Unsur-unsur ini penting untuk memahami
hukum tertulis dan tidak tertulis dalam sebuah masyarakat. Unsur-unsur ini
Penelitian ini memakai teori latar Sogang University dan memakai metode
penelitian deskriptif kualitatif. Untuk membuktikan bahwa sejarah dalam
Hiroshima karya John Hersey ini dapat dianalisis lewat analisis latar cerita.
Kemudian dipaparkan pengaruh bagaimana unsur-unsur dalam analisis latar
mempengaruhi karakter cerita. Penelitian ini dimaksudkan menjadi bahan bacaan
informatif dan inspiratif kepada pembaca dari berbagai kalangan.
John Hersey の作品Hiroshimaという小説の場面物語の分析
場面は社会環境や時間や場所のことだけではなく、その三つの要素
は別々の問題がある。その三つの要素は別々に議論されているが、現実で
互いに関係がある。結局、場面ははっきりで明確的な物語を表す。
Hiroshima 小説はフィクションをく加えなくて、歴史の場面物語で
書 か れ た ノ ン フ ィ ク シ ョ ン の 文 学 作 品 で あ る 。 物 語 的 で 書 か れ た
Hiroshima 小説は歴史的な価値、有益の価値、教育の価値、道徳の価値を
追加して純粋な歴史的の書き込みに発見されない。Hiroshima は John
Hersey が六人の原子爆弾の罹災者に面接でインフォメーションを集める
ことによって書かれる。この小説の中にいる六人は主人公になる。
歴史的背景で書かれた文学作品のような John Hersey の作品の
Hiroshima という小説に場面を分析するのが重要な要素になる。物語がか;
、いつ発生するか、どこで発生するかを知らせるだけではなく、伝統、キ
ャラクター、社会行動にも関係がある。Hiroshima 小説の場面は原子爆弾
が爆発の前、中、後の場面に分割される。
原子爆弾の前の Hiroshima 小説の場面は原子爆弾が爆発する前の六
人の主人公の活動を表す。としこささきさんは East Asia Tin Works の会
社の人事部のスクラブでとなりの女としゃべている。まさかず医者、私立
病院の所有者でテラスに座っている。はつようなかむらさんは未亡人にな
ったテーラーで、家から変な景色を見る。Wilhelm Kleinsorge の牧師はゴ
スペルについて読んでいるドイツの牧師である。てるふみささき医者は外
科医としてwasserman のテストのために血を持ちながら病院の廊下に歩い
ている。きよしたにもとの牧師は広島メソジスト教会の牧師で、郊外の家
の前にカートから荷物と服を運ぶ。
広島に原子爆弾が爆発する前の場面は主人公が見られる、聞かれる
、感情されることによって表せる。原子爆弾の爆発が地球を打たれる流星
で大きくて黄色閃光のような爆発である。原子爆弾が一九四五年六月の日
本の時間のは八時十五分に爆発する。
原子爆弾が爆発との場面は原子爆弾で爆発される地方がコイ県だけ
ではなく、全部の広島だった。その爆発の後で全部広島の地方に埃が立て
、大きな損害を蒙って、死亡者も多い。この事件は証人の心を振った。次
それから、別々の場所、時間の場面、社会環境の場面を分析する。
場所は事件の発生の所とキャラクターの何か見られる、聞かれる、感情さ
れるのとして決まる。たとえ、その場所がキャラクターの思い出と夢の中
に発生してもかまわない。時間の場面は期間、事件の時間、移動時間のキ
ャラクターが発生する事件によって簡単で知られる。時間、日、月、年、
朝、昼、夜、習慣などは時間の場面を決めるために大切なことになる。こ
れらは発生する事件の事実を強化する。環境的の歴史的背景の文学作品の
中に社会の書かれるか書かれない方法を知るために丁寧、伝統、習慣、儀
式、などが大切になる。この要素は物語のキャラクターに密接な関係があ
る。
この論文はデスクリティブでクアリタティブの研究を使って、
Sogang University の理論を使う。John Hersey の Hiroshima小説の歴史は物
語の場面分析で深く分析をできる。それから、どのように場面分析の要素
は物語のキャラクターの影響するだと説明する。この研究の目的は読む人
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, ide, semangat dan keyakinan dalam satu bentuk gambaran konkrit
yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Soemardjo, 1997:3).
Demikian juga menurut Luxemburg (1992:23) sastra dapat dipandang
sebagai suatu gejala sosial, sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Sastra
pun dipergunakan sebagai sumber untuk menganalisis sistem masyarakat. Sastra
juga mencerminkan kenyataan dalam masyarakat dan merupakan sarana untuk
memahaminya.
Sastra dan kaitannya dengan bidang studi lain dapat dengan mudah
ditemukan, misalnya, sosiologi, psikologi, politik, sejarah dan lain-lain.
Salah satu kajian sastra dan sejarah dapat ditemukan pada sebuah karya
sastra dengan latar belakang sejarah. Karya sastra dengan latar belakang sejarah
dapat dijadikan sebagai rujukan atau bahan data untuk mengetahui peristiwa
sejarah.
Dalam menyampaikan karyanya seorang sastrawan biasanya menggunakan
daya khayal. Dengan itu pembaca dapat membayangkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam karya tersebut. Daya khayal yang terkandung akan memberi
memberi respon terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah
karya sastra. Tidak ubahnya dengan karya sastra yang dihasilkan dari sejarah.
Salah satu unsur karya sastra yang berperan penting dalam karya sastra
dengan latar belakang sejarah adalah latar.Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
(1995:216) latar yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu: waktu, tempat, dan
sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda
dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting
untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa
dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, di samping itu dimungkinkan
untuk berperan secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar.
Harsono dan Setiyono (2008: 9) menginformasikan bahwa Hiroshima karya
John Hersey pertama kali dipublikasikan sebagai artikel di majalah The New
Yorker, 31 Agustus 1946. Artikel tersebut terdiri dari 31.000 kata dan mengisi
semua halaman dalam majalah tersebut dan dalam tahun yang sama, artikel
tersebut dipublikasikan dalam bentuk buku. Dari judulnya jelas bahwa Hiroshima
karya John Hersey berisi tentang pembom-atoman yang terjadi di Hiroshima,
Sejak dianugerahi penghargaan ‘The Best Works of Journalismin the United
States in the 20th Century’Hiroshima karya John Hersey menjadi sebuah
masterpiece di dunia jurnalistik.Menurut Harsono dan Setiyono (2008: 24)
penghargaan tersebut diberikan pada Maret 1999 di Universitas New York setelah
dipilih oleh 37 sejarawan, jurnalis, penulis dan akademisi.
Hiroshima karya John Hersey ditulis berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada seorang juru tulis, seorang dokter pemilik rumah sakit swasta,
seorang penjahit yang telah menjadi janda, seorang pendeta Jerman, seorang
dokter bedah muda, dan seorang pendeta Gereja Metodis Hiroshima.
Melalui keenam orang ini John Hersey menyampaikan cerita mereka kepada
pembaca dengan merekonstruksi peristiwa pemboman di Hiroshima.
Rothman (Januari 1997) mengatakan bahwa John Hersey belajar di
Universitas Yale dan Universitas Cambridge. Dia bekerja selama beberapa tahun
sebagai seorang jurnalis dan pada awal tahun 1947 dia menghabiskan waktunya
khusus menulis fiksi. Dia memenangkan Penghargaan Pulitzer untuk novelnya
yang berjudul A Bell for Adano, selama dua puluh tahun mengajar di Universitas
Yale, merupakan presiden Ikatan Penulis Amerika, dan sebagai duta Akademi
Seni dan Kesusastraan Amerika. John Hersey meninggal pada 1993.
Hiroshima karya John Hersey bukan merupakan laporan peristiwa sejarah
saja, tetapi juga merupakan gabungan sejarah, karya jurnalistik dan sastra. Ditulis
dengan narasi dengan menambahkan nilai historis, estetis, informatif, edukatif dan
moral yang tidak dijumpai pada penulisan sejarah murni.
Dari keterangan di atas, penulis mencoba memaparkan gambaran keadaan
dan pasca peristiwa bom atom di Hiroshima lewat buku Hiroshima karya John
Hersey. Berdasarkan alasan tersebut, penulis akan membahasnya dalam proposal
yang berjudul “Analisis Latar Cerita Hiroshima karya John Hersey”.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring istilah sejarah berarti
asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau; riwayat; tambo: cerita --; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa
dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau.
Menilik pada makna di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah
menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting
dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi
masalah ini dengan membuat periodisasi.
Peristiwa pemboman Hiroshima sebagai salah satu peristiwa sejarah dunia
pada masa Perang Dunia II telah menimbulkan efek begitu dahsyatnya terhadap
kondisi tempat dan sosial korban.
John Hersey mulai merangkai dan membangun kembali peristiwa tersebut
lewat enam orang tokoh utama. Ia memilih mereka dari berbagai latar belakang
yang berbeda agar lebih memahami kondisi saat itu. Lewat wawancara yang
dilakukan dihasilkan Hiroshima sebagai karya sastra nonfiksi yang ditulis dengan
gaya narasi.
Kondisi tokoh dan tempat saat itu semua ia tuliskan dengan detail, diksi
yang menarik dan alur yang mengalir dengan baik tanpa mencampurinya dengan
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana latar sebelum dan saat peristiwa pemboman di Hiroshima?
2. Bagaimana latar pasca peristiwa pemboman di Hiroshima?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penulis menganggap
diperlukan adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan penelitian ini.
Hal ini dilakukan sebagai upaya agar masalah tidak terlalu luas dan berkembang
jauh dari topik penelitian, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.
Batas ruang lingkup pembahasan adalah membahas mengenai unsur latar
Hiroshima. Unsur latar dibagi menjadi tiga bagian yakni, latar tempat, latar waktu
dan latar lingkungansosial.
Data dalam penelitian ini menggunakan buku Hiroshima oleh John Hersey
terjemahan bahasa Indonesia oleh Gatot Triwira cetakan pertama, Mei 2008 oleh
penerbit Komunitas Bambu.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Sastra pada hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran kehidupan. Citra
kehidupan (image of life) dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret
faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca (Saxby dalam
Nurgiyantoro, 1995:4).
Dalam karya yang lebih luas, struktur tidak hanya hadir melalui kata dan
tata bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya
seperti tema, plot, karakter, latar, point of view (Fananie, 2000:116).
Dalam karya sastra, latar merupakan satu elemen pembentuk cerita yang
sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum
sebuah karya (Abrams dalam Fananie, 2000:97). Latar pada hakikatnya tidaklah
hanya sekedar menyatakan di mana, kapan dan bagaimana situasi peristiwa
berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter,
perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Fananie,
2000:98).
Menurut Lukens dalam Nurgiyantoro (1995:248) pada sebuah karya sastra,
latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak tokoh, sehingga tidak
terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar.
Kajian tentang latar termasuk dalam unsur intrinsik sebuah karya sastra.
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Latar harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam
dimensinya terkait dengan tempat, waktu, daerah dan orang-orang tertentu dengan
watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup dan
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu
dan sosial-budaya. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan
permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada
kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
Di samping itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih
menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu
dalam cerita.
Fungsi latar yang dimaksud adalah :
a. Latar sebagai Metaforik
Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu pembandingan yang
mungkin berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain. Secara prinsip
metafora merupakan cara memandang (menerima) sesuatu melalui sesuatu yang
lain. Fungsi pertama metafora adalah menyampaikan pengertian, pemahaman
(Lakoff dan Johnson dalam Nurgiyantoro, 1995:241).
b. Latar sebagai Atmosfer
Istilah atmosfer mengingatkan kita pada lapisan udara tempat kehidupan
dunia berlangsung. Manusia hidup karena menghirup udara atmosfer.
Atmosfer dalam cerita merupakan “udara yang dihirup pembaca sewaktu
memasuki dunia rekaan”. Ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu
menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram,
cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya, yang berfungsi mendukung
elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan
(Alterberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 1995:245).
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian sastra, dibutuhkan titik tolak untuk menganalisis setiap
masalahnya. Pada penambahannya, sebuah karya sastra merupakan suatu
penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Pengarang sebuah karya sastra
memiliki tujuan tersendiri dalam menuliskan karyanya. Banyak pesan-pesan yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya yang dirangkum dalam hasil
karyanya (Fikri, 2010:8)
Seperti halnya sebuah karya sastra yang diangkat dari peristiwa sejarah,
pengarang ingin menyampaikan gambaran suatu gerak atau adegan kehidupan
yang nyata dalam suatu alur atau keadaan. Sastrawan juga ingin mengungkapkan
kebudayaan dan masyarakat yang tercermin dalam karyanya.
Umar Junus dalam Fikri (2010:67) memberi pengertian karya sastra sebagai
refleksi realitas, yaitu tidak sekedar melaporkan realitas itu sendiri, namun
melaporkan realitas yang telah menjadi pemikiran pengarangnya. Dengan
demikian, realitas hadir untuk kepentingan pemikiran itu sendiri. Di dalamnya
termasuk juga realitas filsafat, psikologi dan sosial.
Karya sastra nonfiksi mencoba mengangkat fakta atau peristiwa-peristiwa
faktual yang dikemas dengan gaya sastrawi sehingga lebih menarik dan
memudahkan pembaca dalam memahami karya tersebut. Sastra nonfiksi yang
Namun dengan diksi yang tepat di dalam narasi sejarah dapat dinikmati tanpa
meninggalkan fakta-fakta yang ada.
Sebuah karya sastra dapat dipahami apabila mengikutsertakan kondisi
lingkungan, kebudayaan dan peradaban yang telah menghasilkannya. Setiap karya
sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural.
Dalam hal ini, analisis latar menjadi penting sebagai salah satu usaha memahami
pemikiran pengarangnya sesuai dengan situasi zamannya.
Latar menjadi salah satu unsur penting dalam menganalisis sebuah karya
sastra berlatar belakang sejarah. Menurut Kusmayadi (2008:61) latar adalah
tempat, waktu, dan keadaan sosial yang melatari dan mewadahi berbagai peristiwa
dalam cerita. Penulis menggunakan teori Sogang University dan Lukens untuk
menganalisis latar yang terdapat dalam buku Hiroshima. Dalam mengidentifikasi
latar,Sogang University menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
membantu menentukan latar dalam sebuah karya sastra.
Selain itu penulis juga menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik
digunakan untuk memberikan makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian
struktural. Semiotik hanya dapat dilaksanakan melalui penelitian strukturalisme
yang memungkinkan kita menemukan tanda-tanda yang dapat memberi makna
(Junus, 1988:98).
Semiotik berasal dari kata Yunani: semeion yang berarti tanda.Semiotik
adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut
dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering
digunakan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama, merujuk pada
Secara umum, semiotik didefenisikan sebagai berikut. “Semiotik biasanya
didefenisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi
tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk
mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal
serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa
diterima oleh seluruh indra yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut
membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau
pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia”.
Tanda (sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk atau mereprensentasi
hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda terbagi menjadi tiga yaitu simbol,ikon,
dan indeks. Simbol adalah tanda yang muncul dari kesepakatan atau
konvensi-konvensi bahasa. Ikon adalah tanda-tanda yang muncul dari perwakilan fisik.
Indeks adalah tanda yang muncul dari hubungan sebab akibat.
Dalam lingkungan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik
dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai
tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem,
konvensi, dan aturan-aturan tertentu.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui latar sebelum dan saat peristiwa pemboman di
Hiroshima.
b. Untuk mengetahui latar pasca peristiwa pemboman di Hiroshima.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis sendiri, diharapkan dapat menambah wawasan mengenai
sejarah Jepang khususnya pada peristiwa bom atom
Hiroshima-Nagasaki pada Perang Dunia II.
b. Bagi pembaca dan pelajar-pelajar bahasa Jepang pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya diharapkan semoga penelitian ini bisa
sebagai bahan referensi dan menambah informasi tentang sejarah
Jepang.
c. Untuk pembaca penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada
sebelumnya.
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk
menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para
pembaca. Metode penelitian adalah cara pengumpulan data, penyusunan data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian
deskriptif. Menurut Nazir (1988: 54), metode penelitian deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem
pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif
juga termasuk sebagai metode dalam penelitian kualitatif.
Menurut Moleong (1994: 6), metode penelitian kualitatif adalah merupakan
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Penelitian kualitatif ini bukanlah penelitian kuantitatifikasi yang
berdasarkan angka-angka, tapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap
interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris.
Untuk mendukung deskripsi dan analisis latar pada buku Hiroshima karya
John Hersey ini, penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan untuk
mengumpulkan data-data pendukung. Yaitu dengan cara mengumpulkan data dari
berbagai macam literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian dan
menghimpun data yang bersumber dari internet seperti Google dan blog-blog
yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Kemudian semua data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SASTRA, UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA, LATAR DAN KONDISI PREFEKTUR HIROSHIMA
2.1 Pengertian Karya Sastra
Ada beberapa problematika dalam mendefinisikan karya sastra.
Problematika itu bersumber pada beberapa hal. Pertama, kebanyakan orang
mendefinisikan karya sastra secara umum, tetapi perlu dipertimbangkan adanya
kenyataan bahwa ada berbagai jenis karya sastra (Siswanto, 2008:70-71).
Selain bersifat umum, karya sastra juga bersifat khusus, bahkan
perseorangan. Dikatakan bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya
dapat dibedakan dengan bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti
seni patung, seni tari, seni lukis, seni rupa, dan pidato. Karya sastra bersifat
khusus karena karya sastra bisa dibedakan atas puisi, prosa dan drama. Kita akan
setuju bila setiap jenis karya sastra itu tidak sama satu sama lain. Hal inilah yang
menyebabkan orang gagal jika akan mendefinisikan karya sastra secara umum.
ekspresif, impresif, ode, atau jenis puisi lainnya. Prosa dapat dibedakan atas
cerpen, novelet, novel, roman atau jenis pembagian yang lain.
Kedua, definisi karya sastra hanya didasarkan pada satu sudut pandang saja.
Kita tidak mendefinisikan karya sastra berdasarkan situasi kesusastraan:
sastrawan-karya sastra-alam-pembaca. Sebagai contoh, dalam hubungannya
karya sastra dengan alam, ada orang menyatakan bahwa karya sastra adalah
sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Ternyata
definisi yang demikian juga terdapat dalam laporan di koran-koran yang ditulis
secara kreatif seperti wawancara yang dilakukan John Hersey terhadap enam
tokohnya dalam peristiwa pemboman Hiroshima. Buku Hiroshimatidak pernah
disebut sebagai novel meskipun ia memiliki semua unsur karya sastra dan ditulis
dengan gaya narasi.
Ketiga, dalam mendefinisikan hakikat karya sastra, definisi hanya
didasarkan pada definisi evaluatif. Orang mendefinisikan dengan memasukkan
keinginan untuk menilai apakah sebuah karya tulis termasuk karya sastra yang
baik atau tidak.
Keempat, banyak definisi karya sastra di Indonesia diambil dari
contoh-contoh dan definisi-definisi karya sastra Barat. Sejarah dan perkembangan sastra
di Barat berbeda degnan sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Estetika yang
dianut orang Barat juga tidak selalu sama dengan yang kata anut. Apalagi, di
Barat terlebih dahulu mengalami kemajuan di bidang tradisi tulis. Oleh karena itu,
definisi yang diambil dari Barat tidak atau kurang memerhatikan bentuk-bentuk
yang mempunyai estetika sendiri. Ia mencontohkan Tembang di Jawa yang
mempunyai laras, guru lagu, guru wilangan, atau kriteria keindahan yang berbeda
dengan di dunia Barat.
Luxemburg dalam Wicaksono (2014:7) menjelaskan beberapa ciri yang
selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan, yaitu:
a. Sastra merupakan ciptaaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.
b. Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari
dunia nyata.
c. Sastra mempunyai koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.
d. Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling
bertentangan.
e. Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.
Lebih lanjut, Sumardjo dan Saini dalam Wicaksono (2014:7-8) mengajukan
sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu:
a. Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
b. Sastra adalah komunikasi, artinya bisa dipahami oleh orang lain.
c. Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tidak tunduk pada
kaidah-kaidah seni.
d. Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa
senang pada pembaca.
e. Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi,
g. Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.
h. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat, artinya
padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
i. Karya sastra yang bermutu merupakan (hasil) penafsiran kehidupan.
j. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah pembaharuan.
Wicaksono (2014:1) sendiri menyimpulkan karya sastra adalah bentuk
kreativitas dalam bahasa yang indah berisi sederetan pengalaman batin dan
imajinasi yang berasal dari penghayatan realitas sosial pengarang.Karya sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia dan
kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Karya sastra
merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.
Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan
hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi
murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaman
peristiwa) atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran
keduanya.
Meskipun begitu sebuah karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati,
dihayati dan dimanfaatkan bagi khalayak (pembaca).
Oleh karena itu, untuk dapat menikmati dan memahami suatu karya sastra
secara optimal dapat ditempuh dengan jalan menganalisis struktur karya sastra
tersebut secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, karena wujud formal suatu
2.1.1 Karya Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif
Menurut Wicaksono (2014:5) terdapat tiga hal yang membedakan karya
sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu sifat khayali, adanya nilai-nilai
seni/estetika, dan penggunaan bahasa yang khas. Karya satra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra
non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri isinya bersifat khayali,
menggunakan bahasa yang konotatif, memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sastra
non-imajinatif mempunyai ciri-ciri isinya menekankan unsur faktual/fakta,
menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, memenuhi unsur-unsur estetika
seni. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada bentuk, tetapi juga
keindahan isi yang berkaitan dengan emosi, imaji, kreasi dan ide (Retno Winarni
dalam Wicaksono, 2014:5).
Dengan demikian, kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif
adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan (unity),
keselarasan (harmony), keseimbangan (balance), fokus/pusat penekanan suatu
unsur (right emphasis). Perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra
imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif sedangkan isi sastra non-imajinatif
didominasi oleh fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif
sedangkan bahasa sastra non-imajinatif cenderung denotatif.
Bentuk karya sastra yang termasuk karya sastra imajinatif adalah:
a. Puisi : 1. Epik 2. Lirik 3. Dramatik
b. Prosa : 1. Fiksi (novel, cerpen, roman) 2. drama (drama prosa, drama puisi)
a. Esai, yaitu karangan pendek tentang suatu fakta yang dikupas menurut
pandangan pribadi penulisnya.
b. Kritik, adalah analisis untuk menilai suatu karya seni atau karya sastra.
c. Biografi, adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain.
d. Otobiografi, adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri.
e. Sejarah, adalah cerita tentang zaman lampau suatu masyarakat berdasarkan
sumber tertulis maupun tidak tertulis.
f. Memoar, adalah otobiografi tentang sebagian pengalaman hidup saja.
g. Catatan harian, adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungannya
yang ditulis secara teratur.
2.2 Unsur-Unsur Karya Sastra
Sebuah karya sastra yang baik dibangun dari unsur-unsur karya sastra yang
menjadikannya satu kesatuan yang utuh. Sebuah karya sastra setidak-tidaknya
terbentuk dari dua unsur dasar, yakni unsur instrinsik atau unsur dari dalam karya
sastra yang membangun terciptanya sebuah karya sastra dan unsur ekstrinsik
yakni unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra.
2.2.1 Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang ada dalam sebuah karya sastra itu
sendiri. Unsur ini secara langsung turut membangun cerita. Menurut Nurgiyantoro
(1995:23) unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang
Menurut Stanton dalam Wiyatmi (2006:30) unsur-unsur tersebut adalah
tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat.
a. Tokoh
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995: 20), tokoh cerita (character)
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau dalam
sebuah drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan melalui tindakan.
Tokoh dan penokohan adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan.
Tokoh secara langsung menunjuk pada orang atau pelakunya. Penokohan berarti
lebih luas dari tokoh, seperti yang dikatakan oleh Jones dalam Nurgiyantoro
(1995:165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dapat dikatakan bahwa
penokohan bermakna lebih luas dari tokoh dan tokoh sendiri ada dalam unsur
penokohan.
b. Alur
Alur (plot) menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:13), adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab-akibat.
Alur sering berpusat pada konflik, namun konflik tidak bisa dipaparkan
begitu saja. Sebuah alur haruslah terdiri atas tahap awal, tahap tengah, dan tahap
akhir.
Latar (latar) yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).
d. Judul
Judul merupakan hal pertama yang paling mudah dikenal oleh pembaca.
Judul sering mengacu pada tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari ketiganya.
Judul harus mewakili keseluruhan isi cerita. Bentuknya singkat namun padat dan
jelas.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) terbagi atas sudut pandang orang pertama dan
sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama dibagi lagi menjadi
sudut pandang akuan sertaan (first person central) yaitu cerita disampaikain oleh
tokoh utama dengan memakai kata ganti “aku”, dan sudut pandang akuan
taksertaan (first person peripheral) yaitu pencerita merupakan tokoh pembantu
yang merupakan tokoh pembantu yang hanya muncul di awal dan di akhir cerita.
Sedangkan sudut pandang orang ketiga dibagi lagi menjadi sudut pandang
diaan maha tahu (third person omniscient) yaitu pencerita berada di luar cerita dan
menjadi pengamat dan mengetahui banyak hal tentang tokoh-tokoh lain, dan sudut
pandang diaan terbatas (third person limited) yaitu pencerita hanya tahu dan
menceritakan tokoh yang menjadi tumpuan cerita saja. Sudut pandang ini jarang
ditemui karena dengan detail tokoh yang terbatas, cerita menjadi kurang hidup.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi seorang
(citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat). Gaya dalam karya sastra akan
memperindah bahasa, sehingga menaruh nilai lebih pada sebuah karya sastra.
g. Tema
Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra (Fananie, 2000:84). Karena sastra
merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam
karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika,
agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan masalah
kehidupan.
h. Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.
Amanat biasanya merupakan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai
kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Fikri
(2010:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat
diambil melalui cerita oleh pembaca.
2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Wellek dan Warren (1995:290) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik sebuah
novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik
adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang ikut
mempengaruhi penciptaan karya sastra.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga memiliki
memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang keseluruhannya itu akan
mempengaruhi karyayang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor
yang melatarbelakangipenciptaan karya sastra. Yang merupakan milik subjektif
pengarang yang berupakondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan
mempengaruhi kepengarangan seseorang.
Unsur-unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang, adat-istiadat
yang berlaku, situasi politik, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, agama,
ekonomi dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial
yangtampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema.
Unsurekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan
cerita yang dihasilkan.
2.3 Latar
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216) latar yang disebut juga
sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Dalam sebuah karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di
dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang
latar (Lukens dalam Nurgiyantoro, 1995:248).
Latar sebuah karya sastra fiksi mencakup tiga aspek yang berkaitan erat
(Sogang University, http://serc.sogang.ac.kr/erc/Literature/Setting.htm), yaitu :
a. Fisik, dunia yang berhubungan dengan panca indera sebuah karya.
c. Lingkungan sosial dari karakter (misalnya sopan santun, adat istiadat,
dan nilai-nilai moral masyarakat dari karakter tersebut).
Sama halnya dengan sebuah gambar, cerita juga memiliki latar depan dan
latar belakang, yaitu :
a. Karakter utama dan tindakan mereka, merupakan ketertarikan terbesar
bagi pembaca untuk membentuk latar depan.
b. Waktu dan tempat peristiwa serta keadaan yang mengelilingi peristiwa
tersebut untuk membentuk latar belakang atau latar.
Sebuah cerita yang menggunakan latar yang benar atau untuk waktu dan
tempat tertentu menggunakan verisimilitude (sesuatu yang seakan-akan tampak
benar adanya). Kadang-kadang latar dan plot tidak dapat dipisahkan.
a. Beberapa konflik cerita hanya bisa terjadi dalam suatu lingkungan
tertentu.
b. Lainnya, konflik dan cerita bisa terjadi di setiap waktu dan tempat.
Latar juga dapat membantu untuk mengungkapkan karakter.
a. Lingkungan di mana kehidupan karakter dapat membantu pembaca untuk
memahami motif karakter dan perilaku. Misalnya, pencurian sepotong
roti dari orang kaya oleh orang miskin, orang yang lapar akan
memberikan satu interpretasi dari karakter tersebut, sedangkan pencurian
lain. Pencurian oleh orang kaya yang sama-sama kaya akan
menyebabkan kesan yang berbeda.
b. Bagaimana latar menjelaskan sesuatu juga dapat menunjukkan perasaan
batin karakter.
Bagaimana latar dijelaskan juga dapat mempengaruhi suasana sebuah cerita.
Misalnya, membandingkan cuaca dingin, gerimis basah dengan dingin, lembut,
hujan musim semi.
2.3.1 Pertanyaan tentang Tempat
Pertama harus mendapatkan rincian latar fisik yang jelas.
1. Di mana tindakan berlangsung?
a. Di planet, negara, dan daerah mana?
b. Seperti apa yang dilihat, didengar dan dirasakan?
2. Apakah ada kesan dominan latar?
Kemudian tanyakan: Apa hubungan tempat tersebut dengan karakterisasi
dan tema? Dalam beberapa novel, lokasi geografis tampaknya tidak berpengaruh
pada karakter. Dalam atau di luar, dalam satu daerah atau lain mereka berperilaku
sama. Dalam cerita-cerita yang lain, tempat mempengaruhi karakter secara
mendalam.
2.3.2 Pertanyaan tentang Waktu
Tiga jenis utama yang penting dari pertanyaan tentang waktu.
a. Apakah peristiwa sejarah mempengaruhi karakter?
2. Berapa lama waktu yang diperlukan tindakan tersebut terjadi?
a. Petunjuk apa yang penulis berikan dalam bagian waktu?
b. Apakah bagian waktu penting untuk tema?
c. Apakah bagian waktu penting bagi kepercayaan dari cerita ini?
d. Apakah waktu yang digunakan dalam struktur cerita tersebut?
3. Bagaimana perjalanan waktu yang dirasakan oleh karakter?
a. Apakah bagian cepat atau lambat waktu membantu dalam memahami
tindakan dan pikiran karakter?
2.3.3 Pertanyaan tentang Lingkungan Sosial
Kadang-kadang lingkungan sosial tidak penting dan dilain waktu perannya
sangat penting.
a. Apakah lingkungan sosial dari cerita ini?
1. Apa penulis merasakan tentang sopan santun, adat istiadat, kebiasaan,
ritual, atau kode etik masyarakat?
2. Bagaimana mereka mempengaruhi karakter?
Hiroshima (広 島 市 Hiroshima-shi) merupakan sebuah kota di Jepang,
tepatnya di bagian barat Prefektur Hiroshima, bagian selatan wilayah Chugoku,
barat daya pulau Honshu. Pada zaman dulu merupakan ibu kota Provinsi Aki dan
sekarang merupakan ibu kota Prefektur Hiroshima.
Hiroshima adalah kota pelabuhan di tepi Laut Pedalaman Seto yang dikenal
sebagai pusat industri tekstil dan barang-barang dari karet. Kota ini didirikan pada
abad ke-16 sebagai kota istana di delta Sungai Ota.
Kota ini juga menjadi kota pertama di dunia yang pernah dijatuhi bom atom
di akhir Perang Dunia II, 6 Agustus 1945. Sekarang, Hiroshima terkenal di dunia
sebagai kota perdamaian. Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome)
terletak di pusat kota Hiroshima.
Secara harafiah Hiroshima berarti “pulau luas”. Pada waktu itu istana
didirikan di tengah pulau (daratan) yang paling luas di tengah-tengah delta sungai.
Nama “Hiroshima” mungkin berasal dari nama-nama tokoh yang dulunya
mendirikan kota Hiroshima. “Hiro” diambil dari nama Ōe Hiromoto (nenek
moyang klan Mōri), sedangkan “shima” diambil dari nama Fukushima Motonaga
yang memimpin pembangunan konstruksi istana.
Hiroshima merupakan kota utama di wilayah Chugoku. Pada zaman Edo,
Hiroshima merupakan kota di sekeliling istana untuk Han Hiroshima. Sejak
zaman Meiji hingga berakhirnya Perang Dunia II, Hiroshima merupakan pusat
industri militer dan logistik untuk keperluan perang. Di antara produk kebanggaan
kota Hiroshima adalah mobil Mazda, makanan ringan merek Calbee dan saus
Tim bisbol kebanggaan penduduk kota Hiroshima adalah Hiroshima Carp.
Tim tersebut pernah menjadi juara Central League sebanyak 6 kali dan juara
Japan Series sebanyak 3 kali.
Berikut adalah kondisi prefekstur kota Hiroshima yang dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hiroshima,_Hiroshima dengan referensi dari
Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius, 1993 (diakses pada 23 September
2014).
2.4.1 Kondisi Geografis
Di sebelah selatan, Hiroshima berbatasan Laut Pedalaman Seto dan Teluk
Hiroshima. Di tengah kota mengalir Sungai Ōta. Pusat kota terletak di delta
Sungai Ota yang dikelilingi daerah pegunungan di bagian barat, utara, dan timur.
Kota terbelah menjadi 6 buah daratan yang dipisahkan oleh 7 anak sungai Ota
yang bermuara di Teluk Hiroshima.
Gunung : Gunung Shiraki (889 m), Gunung Bizenbō (789 m)
Sungai : Sungai Ōta, Sungai Sanjō, Sungai Seno, Sungai Yahata,
Sungai Kyūōta, Sungai Motoyasu, Sungai Tenma, Sungai,
Kyōbashi, Sungai Enkō, Sungai Fuchūōkawa
Pulau : Ninoshima, Kanawajima, Ujinajima, Tōgejima
Ujina).
Hiroshima memiliki delapan distrik, berikut jumlah populasi menurut data
31 Oktober 2006.
Distrik Populasi Luas wilayah (km²) Kepadatan (per km²)
Aki-ku 78,176 94.01 832
Asakita-ku 156,368 353.35 443
Asaminami-ku 220,351 117.19 1,88
Higashi-ku 122,045 39.38 3,099
Minami-ku 138,138 26.09 5,295
Naka-ku 125,208 15.34 8,162
Nishi-ku 184,881 35.67 5,183
Saeki-ku 135,789 223.98 606
Perkiraan jumlah penduduk penduduk: 1.158.788 (urutan ke-11 di Jepang,
data tahun 2006). Kepadatan penduduk 1.532,44 orang per km². Luas wilayah
741.75 km².
2.4.2 Sejarah Kota Hiroshima
Sejarah kota Hiroshima disajikan secara lugas menurut tahun-tahun penting
yang telah dilalui oleh kota Hiroshima selama sepuluh tahun dari 1989 hingga
1998. Berikut linimasa sejarah Hiroshima.
a. Zaman Azuchi Momoyama hingga Zaman Edo
1989: Mōri Terumoto mereklamasi tanah dan memerintahkan pembangunan
Istana Hiroshima di Gokashō no Hakoshima (sekarang berada di kawasan yang
1591: Walaupun masih dalam penyelesaian, Mōri Terumoto pindah ke Istana
Hiroshima, dan menyebut kotanya sebagai Hiroshima.
1599: Pembangunan Istana Hiroshima selesai.
1600: Klan Mōri mengalami kekalahan dalam Pertempuran Sekigahara, wilayah
kekuasaan ditukar dengan Provinsi Nagato yang beribu kota di Hagi. Istana
Hiroshima berpindah tangan menjadi milik Fukushima Masanori
1619: Kekuasaan Fukushima Masanori dicabut dan Asano Nagaakira ditunjuk sebagai pengganti. Klan Asano terus menjadi penguasa wilayah han Hiroshima
hingga Restorasi Meiji.
b. Zaman Meiji hingga Perang Dunia II
19 Agustus 1871: Seluruh Han Hiroshima secara resmi menjadi Prefektur Hiroshima berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai penghapusan sistem han.
12 Oktober 1871: Pangkalan militer Divisi I Garnisun Kyushu ditempatkan di Hiroshima. Pendaftaran calon taruna belum dimulai. Prajurit diambil dari prajurit
bekas Han Hiroshima.
9 Januari 1873: Divisi I Garnisun Kyūshū berganti nama menjadi Divisi V
Garnisun Hiroshima
September 1884: Pembangunan Pelabuhan Hiroshima dimulai
1 April 1889: Hiroshima dijadikan ibu kota Prefektur Hiroshima
November 1889: Proyek reklamasi dan pembangunan Pelabuhan Ujina selesai
Mei 1893: Pendirian perusahaan listrik Hiroshima
10 Juni 1894: Jalur kereta api Sanyō sampai ke Hiroshima
4 Agustus 1894: Pembangunan rel kereta api antara Stasiun Hiroshima dengan Pelabuhan Ujina dimulai. Pembangunan dilakukan atas permintaan kantor
angkatan darat dan diselesaikan dalam 2 minggu
15 September 1894: Semasa Peperangan Jiawu, markas besar angkatan perang Jepang (Daihonei) dan parlemen kekaisaran dipindahkan untuk sementara ke
Hiroshima. Sejak itu pula Hiroshima dijadikan kota pangkalan militer.
Oktober 1894: Perusahaan listrik mulai beroperasi di kota Hiroshima.
1 Januari 1899: Perusahaan air minum mulai beroperasi di kota Hiroshima.
27 Desember 1903: Pembangunan jalur kereta Kure dari Kaitaichi hingga pelabungan militer Kure dimulai.
Februari 1905: Pabrik rokok yang sekarang disebut JT dibangun di Hiroshima.
Oktober 1909: Pendirian prusahaan Hiroshima Gas
1 Oktober 1910: Distribusi gas untuk rumah tangga di kota Hiroshima dimulai.
1911: Pengurukan parit luar Istana Hiroshima.
Februari 1945: Selesainya pembangunan pabrik percetakan uang darurat dan dimulainya pencetakan uang darurat dimulai
3 April 1945: Anak-anak usia sekolah dievakuasi ke luar kota memperhitungkan Hiroshima akan dijadikan target militer.
6 Agustus 1945: Bom atom menghancurkan kota Hiroshima.
c. Pasca-Perang Dunia II
17 September 1945: Hiroshima dilanda angin topan Makurazaki, sejumlah 2.012 orang tewas dan hilang.
1949: Parlemen Jepang memproklamirkan Hiroshima sebagai Kota Perdamaian atas inisiatif wali kota Shinzo Hamai.
1961: Pembangunan Bandar Udara Hiroshima dimulai.
10 Maret 1975: Stasiun JR Hiroshima menjadi stasiun pemberhentian Sanyō
Shinkansen.
1994: Penyelenggaraan Asian Games 1994.
1998: Pendirian Institut Perdamaian Hiroshima di Universitas Hiroshima.
Hiroshima memiliki sistem transportasi berupa trem yang dapat mencapai
semua penjuru kota. Trem dalam kota Hiroshima dioperasikan oleh Hiroden.
peristiwa tahun 1945. Lainnya adalah Monorel Astram Line dan Kereta JR jalur
Sanyō Honsen, Geibi, dan Kabe.
Berikut tempat-tempat pariwisata yang dapat dikunjungi di Hiroshima.
a. Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome)
b. Taman Monumen Perdamaian Hiroshima
c. Istana Hiroshima
d. Kebun Binatang Asa
e. Taman Jepang Shukkeien
f. Kuil Fudōin
g. Kuil Mitakidera
Sama halnya dengan kota-kota lainnya di Jepang, kota Hiroshima memiliki
festival yang rutin dilaksanakan dan menjadi salah satu sajian wisata yang
menarik wisatawan lokal dan mancanegara.
a. Hiroshima Flower Festival (3-5 Mei)
b. Hiroshima Animation Festival (setiap 2 tahun sekali)
Salah satu hal yang penting dari setiap daerah adalah makanan khas daerah
tersebut. Di Hiroshima ada beberapa nama makanan khas yang patut untuk
dicoba, yakni:
a. Tiram
b. Hiroshimayaki
BAB III
ANALISIS LATAR CERITA HIROSHIMA KARYA JOHN HERSEY
3.1 Ringkasan Cerita HiroshimaKarya John Hersey
Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama dijatuhkan dari sebuah
pesawat Amerika pada 245.000 penduduk Hiroshima, Jepang. Sebagian besar kota
hancur dan ribuan penduduknya mati. Beberapa warganya bertahan dan menderita
efek yang membuat mereka tak berdaya akibat luka bakar yang mengerikan dan
penyakit radiasi. Kehidupan enam orang korban yang selamat ini diceritakan
ulang dalam beberapa hari setelah pengeboman.
Ketika bom meledak, Nyonya Hatsuyo Nakamura sedang melihat rumah
tetangganya dan mengawasi anak-anaknya yang sedang tidur; semua berakhir
dalam puing-puing ketika rumah mereka hancur. Nona Toshiko Sasaki, seorang
juru tulis kantor, sedang bersandar dan berbicara dengan sesama pekerja ketika
dia terlempar dari mejanya dan terperangkap di bawah rak buku yang berat.
Kakinya terluka sangat parah. Seorang dokter medis, Masakazu Fujii, sedang
membaca di teras ketika ia terlempar ke sungai dan terjepit di antara dua kayu
besar. Masih seorang dokter lainnya, Terufumi Sasaki, jatuh ke lantai di koridor
Rumah Sakit Palang Merah dan menatap heran pada sebuah pemandangan di luar
jendela. Pastur Wilhelm Kleinsorge terbangun dan hal yang diingatnya adalah ia
terluka dan kebingungan. Pendeta Kiyoshi Tanimoto menjatuhkan dirinya di
antara dua batu besar kemudian badannya ditimpa pecahan papan dan genting .
Sebagian besar dari enam korban terluka, tetapi mereka semua hidup.
Pada jam-jam pengeboman berikutnya, masing-masing korban berusaha
membebaskan dirinya sendiri, mencari orang yang dicintai, dan membantu orang
lain jika mungkin. Dokter Sasaki bekerja 19 jam pada suatu waktu, mencoba
membalut 10.000 orang yang terluka. Pada jam-jam dan hari setelah pengeboman,
dia menjadi robot, beralih dari satu pasien ke pasien lain. Dokter Fujii sendiri
terluka parah, namun ia mencoba untuk membantu perawat-perawatnya dan
menemukan jalan ke rumah keluarganya di mana ia bisa mendapatkan pasokan
pertolongan pertama. Nyonya Nakamura bekerja tanpa henti untuk membebaskan
ketiga anaknya dari puing-puing; mereka tidak terluka tapi kebingungan dan
terguncang. Dia membawa anak-anaknya ke Asano Park di mana mereka dapat
menemukan tempat berteduh di bawah pohon. Nona Sasaki menghabiskan hari
dan jam di puing-puing, tapi dia akhirnya diselamatkan meskipun setengah sadar
dan kesakitan dan ditinggalkan dalam kondisi yang buruk. Pastor Kleinsorge
membantu mereka yang terperangkap di bawah rumah dan membuat jalan ke
Taman Asano bersama Tuan Tanimoto. Keduanya membantu orang-orang di
taman yang sedang berusaha memadamkan api dan mendapatkan bantuan medis.
Selama malam 6 Agustus, para korban berjuang untuk bertahan dan
membantu satu sama lain. Kota ini seperti sebuah bola api, dan taman penuh
dengan hujan radiasi dan angin puyuh. Penderitaan ribuan orang dan luka bakar
mereka dijelaskan berulang kali. Tuan Tanimoto harus mengingatkan dirinya
orang ke hulu untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Beberapa imam terluka
dan keluarga Nakamura dievakuasi ke Novisiat di bukit. Yang terluka dan sekarat
begitu banyak, dokter tidak lagi membantu yang terluka parah karena mereka
tidak akan bertahan hidup. Nona Sasaki akhirnya dievakuasi, ia memulai hari-hari
dan minggu-minggunya dipindahkan dari satu rumah sakit atau stasiun
pertolongan ke rumah sakit dan stasiun pertolongan yang lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, ketenteraman perlahan-lahan pulih, tapi
adegan kesengsaraan dan penderitaan manusia yang luar biasa adalah menghadapi
berita resmi yang dirilis dari berbagai pemerintah. Pada tanggal 9 Agustus, bom
kedua dijatuhkan, kali ini di kota Jepang Nagasaki. Pada tanggal 15 Agustus,
Kaisar Jepang memberikan pidatonya di radio dan memberitahu masyarakatnya
bahwa Jepang telah menyerah.
Selanjutnya, pemberitahuan mengenai penyakit radiasi yang mengerikan
dimulai. Dokter Kleinsorge harus pergi ke rumah sakit di Tokyo. Dia tidak akan
pernah lagi mendapatkan energi atau kesehatannya kembali. Nona Sasaki, juga di
rumah sakit, ia begitu tertekan atas kenyataan bahwa ia akan lumpuh selama sisa
hidupnya, dokternya meminta Pastur Kleinsorge untuk mengunjunginya. Dokter
Sasaki menghabiskan bulan dan tahun menganalisis efek radiasi dan cara terbaik
untuk mengobatinya; ia menikah dan memulai praktek medis. Dokter Fujii juga
membuka praktek medis dan mulai bersosialisasi dengan petugas sipil. Nyonya
Nakamura dan anak-anaknya kehilangan rambut mereka dan menderita berbagai
penyakit, tetapi karena mereka begitu miskin, mereka tidak mampu ke dokter.
hancur parah. Korban yang selamat berjuang dengan efek radiasi, dan berusaha
menemukan cara untuk berhasil meskipun mereka cedera.
3.2 Latar Cerita Hiroshima Sebelum dan Saat Peristiwa Pemboman
3.2.1 Latar Tempat
Cuplikan 1 (halaman 3) :
Dari seluruh kota penting di Jepang, hanya dua kota: Kyoto dan Hiroshima
yang belum disatroni kekuatan dahsyat B-san alias Tuan B. Begitulah orang
Jepang menyebut sekaligus menghargai dengan terpaksa pesawat pengebom B-29
yang terkenal saat itu.
Analisis:
Seluruh penduduk kota menunggu, harap-harap cemas akan nasib mereka.
Begitu juga Pendeta Tanimoto. Ia menunggu kedatangan pesawat tersebut dengan
sangat cemas. Apalagi ia sudah mendengar laporan rinci mengenai serangan
besar-besaran terhadap kota Kure, Iwakuni, Tokuyama, dan kota-kota lain di
sekitarnya. Ia yakin giliran Hiroshima akan segera tiba.
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat sebelum berlangsungnya suatu
peristiwa. Dari seluruh kota penting di Jepang, hanya dua kota: Kyoto dan
Hiroshima yang belum disatroni kekuatan dahsyat B-sanalias Tuan B. Kondisi ini
menyebabkan penduduk kota cemas.. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Sogang University bahwa latar tempat dapat dibuktikan dengan
adanya lokasi yang jelas pada sebuah peristiwa dan latar tersebut mempengaruhi
Cuplikan 2 (halaman 4) :
Selama berminggu-minggu, malam-malam Hiroshima dipenuhi dengan
peringatan serangan udara. Saat itu, pesawat pengebom B-29 menjadikan Danau
Biwa yang ada di sebelah timur laut Hiroshima sebagai tempat rendezvous (titik
temu). Jadi, kota mana pun yang akan diserang Amerika, pengebom-pengebom
Superfortres ini pasti terbang di atas pantai dekat Hiroshima.
Analisis:
Peringatan yang
terus-menerus ditambah tidak adanya kejelasan mengenai kedatangan B-sandi
Hiroshima membuat penduduk diamuk rasa cemas.
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat sebelum peristiwa pengeboman.
Hal ini merujuk pada penulis yang menginformasikan daerah atau lokasi sebuah
peristiwa yakni, Danau Biwa yang ada di sebelah timur laut Hiroshima dan di atas
pantai dekat Hiroshima. Tidak adanya kejelasan mengenai kedatangan pesawat
pengebom di Hiroshima membuat penduduk diamuk rasa cemas.
Cuplikan 3 (halaman 9) :
Tiba-tiba sebuah kilatan cahaya yang sangat besar melintas di langit.
Cahaya itu terlihat seperti kilatan cahaya matahari. Pendeta Tanimoto ingat sekali
Analisis:
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat pada saat sebuah peristiwa
terjadi. Hal ini merujuk pada penjelasan seperti apa ketika detik-detik pemboman
berlangsung yakni, kilatan cahaya sangat besar melintas di atas langit, bergerak
dari timur ke barat, dari kota menuju perbukitan. Pernyataan ini sesuai dengan
teori latar tempat yang dapat ditentukan lewat apa yang dilihat, didengar dan
dirasakan.
Cuplikan 4 (halaman 18):
Dokter Fujii duduk bersila di atas matras yang bersih, memakai
kacamatanya, dan mulai membaca Osaka Asahi. Ia senang membaca koran Osaka
karena istrinya tinggal di sana. Ketika sedang membaca, tiba-tiba saja ia melihat
kilat. Kilat tersebut tampak berwarna kuning karena ia membelakangi pusat
ledakan dan memandang ke atas kertas. Pada waktu yang bersamaan, rumah sakit
tempatnya berdiri mulai miring. Sepersekian detik kemudian, bangunan yang
berjarak 1.400 m dari pusat ledakan ini jatuh ke sungai dengan suara yang
bergemuruh. Sang dokter yang sedang berusaha berdiri terdorong ke depan dan
terjatuh. Kejadiannya begitu cepat. Tiba-tiba saja ia sudah terbawa reruntuhan
rumah sakitnya dan kehilangan kesadaran. Ketika sadar beberapa saat
Analisis:
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat pada saat pemboman
berlangsung di Hiroshima. Hal ini merujuk pada informasi tokoh melihat kilat,
kilat tersebut tampak berwarna kuning..., rumah sakit tempatnya berdiri mulai
miring, bangunan... jatuh ke sungai dengan suara yang bergemuruh, gejolak air
terasa di sekelilingnya. Pernyataan ini sesuai dengan teori bahwa latar tempat
dapat diidentifikasi lewat apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
Cuplikan 5 (halaman 21-22) :
Beberapa detik kemudian, sebuah kilat yang hebat muncul. Pastur
Kleinsorge sempat berpikir kalau sebuah bom telah jatuh tepat di atasnya.
Dugaannya memang beralasan. Jaraknya hanya sekitar 1.280 m dari pusat
ledakan. Sebelum pingsan, sebuah ingatan masa kecil sempat menderanya,
membuatnya berpikir bahwa kilatan itu adalah sebuah meteor yang bertabrakan
dengan bumi
Analisis:
.
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat saat terjadinya ledakan bom. Hal
ini merujuk pada perkiraan tempat meledaknya bom di dalam benak tokoh
tersebut yakni, Pastur Kleinsorge sempat berpikir kalau sebuah bom telah jatuh
tepat di atasnya, ...membuatnya berpikir bahwa kilatan itu adalah meteor yang
oleh Lukens bahwa dalam sebuah karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja
termasuk di dalam benak tokoh. Menurut teori yang diungkapkan oleh Sogang
University latar tempat dalam cuplikan ini diidentifikasi lewat pertanyaan di mana
lokasi kejadian berlangsung yakni, ...bom telah jatuh tepat di atasnya, dan lewat
pertanyaan di planet apa kejadian berlangsung yakni, ...sebuah meteor yang
bertabrakan dengan bumi.
Peristiwa ini turut mempengaruhi hubungan antara latar tempat dengan
karakterisasi peristiwa dalam cerita tersebut. Dalam hal ini tokoh mengira bom
tersebut jatuh tepat di atasnya dan membuat tokoh didera sebuah ingatan masa
kecil sebelum ia pingsan akibat ledakan tersebut.
Cuplikan 6 (halaman 23-24) :
Ia ingat, dalam mimpinya, ia sedang berada di samping tempat tidur seorang
pasiendi pedesaan. Tiba-tiba seorang polisi dan dokter yang pernah ditainyanya
masuk ke dalam ruangan itu
Analisis:
. Mereka menangkapnya, menyeretnya keluar, dan
memukulinya dengan kejam. Mimpi ini cukup memengaruhinya. Dalam kereta
pagi itu, ia pun memutuskan untuk menghentikan praktik pribadinya di
Mukaihara. Rasanya tidak mungkin mendapatkan surat izin ini akan berbenturan
dengan kewajibannya di Rumah Sakit Paling Merah.
Cuplikan di atas menunjukkan latar tempat di mana keseluruhan
tokoh bahwa ia sedang berada di samping tempat tidur seorang pasien. Tiba-tiba
seorang polisi dan dokter yang pernah ditanyainya masuk ke dalam ruangan itu.
Pernyataan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Lukens bahwa dalam
sebuah karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak
tokoh. Dalam cuplikan ini adalah mimpi tokoh dalam peristiwa tersebut. Menurut
teori yang diungkapkan oleh Sogang University latar tempat dalam cuplikan ini
diidentifikasi dengan menggunakan pertanyaan di mana lokasi kejadian
berlangsung yakni, di samping tempat tidur seorang pasien.