• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL ”NORWEGIAN WOOD” STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIK

2.1 Definisi Novel

Novel berasal dari bahas Itali yaitu Novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah

“barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”

(Abrams, dikutip Nurgiyantoro. 1995:9). Novel umumnya terdiri dari sejumlah bab yang

masing-masing berisi cerita yang berbeda. Hubungan antarbab kadang kadang merupakan hubungan

sebab akibat, bab yang satu merupakan kelanjutan dari bab-bab yang lain.

Menurut Kosasih (2011:223) novel adalah karya sastra yang mengisahkan sisi utuh atas

problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Novel memberi gambaran tentang

tokoh-tokoh, tentang peristiwa, dan tentang latarnya secara fisik, seolah-olah dapat dilihat, dapat

diraba, serta dapat didengar. Di samping itu, novel juga memberikan pengetahuan tentang hal-hal

yang terdalam, yang tidak dapat dilihat tidak dapat dipegang, tidak dapat didengar melainkan

dapat dirasakan oleh batin yang diperoleh secara tersirat dari gambaran tokoh, peristiwa dan

tempat yang dilukiskan.

Nurgiyantoro (1995: 18-19) membagi novel dalam dua kategori, yaitu novel populer dan

(2)

1. Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,

khusunya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah- masalah yang aktual dan selalu

menzaman, namun hanya pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan

permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel

populer umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman. Novel populer cepat dilupakan

orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

2. Novel Serius

Novel serius adalah novel yang memberikan segala kemungkinan. Untuk membaca novel

serius, untuk mendapatkan pemahaman yang baik, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dan

kemampuan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan hidup yang ditampilkan dalam novel jenis

ini, diungkap sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal . Selain memeberikan

hiburan, novel serius ini juga memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau

paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh

tentang permasalahan yang dikemukakan.

Berdasarkan penjelasan definisi novel diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa novel

yang menjadi objek kajian penelitian penulis adalah novel fiksi yang dalam kategori serius.

Dikatakan demikian karena novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami ini menceritakan

tentang Toru Watanabe sebagai tokoh utama sekaligus narator dalam novel ini yang berusaha

menjalani hidupnya dan menata kembali kehidupannya, dan juga meneritakan bagaimana

(3)

2.2 Resensi Novel “Norwegian Wood”

Novel dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur akan saling berhubungan secara saling

menentukan, yang kesemuanya itu akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang

bermakna, hidup. Unsur-unsur tersebut adalah tema, alur, latar, penokohan dan sudut pandang.

2.2.1 Tema

Menurut Fananie (2000:84), Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang

telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan

masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa

berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah

kehidupan. Namun, tema bisa merupakan pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang

dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengertian tema diatas, tema yang diangkat dalam novel “Norwegian

Wood” ini adalah bagaimana perjuangan seorang laki-laki untuk bangkit dari keterpurukan yang

dialaminya, menata kembali kehidupannya yang sudah berantakan dan semangat hidupnya

ditengah-tengah permasalahan yang dialaminya.

2.2.2 Alur (plot)

Alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per

satu dan saling berhubungan hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Aminuddin,

(4)

tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku

dalam suatu cerita.

Tasrif dalam Nurgiyantoro (1995:149), membedakan tahapan plot menjadi lima bagian.

Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut :

1. Tahap situation (tahap penyituasian), pada tahap ini berisi pengenalan tokoh(-tokoh) cerita dan

situasi latar.

2. Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah dan

peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.

3. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), konflik yang dimunculkan pada tahap

sebelumnya berkembang. Peristiwa yang menjadi inti cerita semakin mencengkam dan

menegangkan.

4. Tahap climax (tahap klimaks), konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui

dan ditimpahkan para tokoh mencapai titik puncak.

5. Tahap denouement (tahap penyelesaian), konflik yang telah mencapai klimaks diberi

penyelesaian, ketegangan dikendorkan.

Menurut susunannya plot terbagi dalam dua jenis, yaitu plot lurus atau maju (progresif)

dan plot sorot-balik, mundur (flash back). Plot lurus atau maju (progresif) adalah jika

peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, yaitu secara runtut cerita dimulai dari dari tahap

awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan

akhir (penyelesaian). Sedangkan plot sorot-balik, mundur (flash back) , yaitu kejadian yang tidak

(5)

cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru

kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “Norwegian Wood” adalah peristiwa alur

mundur (flash back). Peristiwa yang terjadi dalam novel tersebut dimulai saat tokoh utama,Toru

Watanabe berusia 37tahun yang diingatkan kembali kehidupannya 20 tahun silam karena

mendengar lagu Norwegian Wood miliknya The Beatles di dalam pesawat boeing 747 yang akan

mendarat di bandara Hamburg.

2.2.3 Latar (Setting)

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan, Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216). Latar dalam cerita sangat mempengaruhi

pembentukan tingkah laku dan cara berpikir tokoh. Menurut Nurgiyantoro (1995:227), latar

dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial-budaya. Ketiga unsur itu

masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri,

pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1. Latar tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

fiksi ataunon fiksi. Unsur yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama

(6)

Dalam novel “Norwegian Wood”, lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah kota

Tokyo, Kobe, Kyoto, beberapa kota lain yang ada di Jepang, dan bandara Hamburg Jerman.

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi atau non fiksi. Latar waktu mengacu pada hari, tanggal,

bulan, tahun bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Latar novel

“Norwegian Wood” terjadi pada tahun 1960-1980.

3. Latar Sosial

Latar sosial- budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan soial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.Tata cara

kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks.

Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain. Latar sosial juga

berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah dan

tinggi. (Nurgiyantoro, 1998: 233-234).

Novel Norwegian Wood, berlatar tempat di Jepang. Karakteristik dan nilai-nilai budaya

dalam masyarakat Jepang sudah ditanamkan sejak jaman dulu sampai di jaman modern sekarang.

Pola pikir, dan pandangan hidup. Sekarang Jepang menjadi bangsa yang unggul dalam

tekhnologi dan Industri. Semangat juang yang tinggi dalam masyarakat Jepang dikenal dengan

bushido. Bushido dikenal sebagai tata cara samurai untuk menunjukkan perilaku tradisional

(7)

keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kehormatan, kesetiaan dan

pengendalian diri. ( Benedict, 1982:333).

Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh ajaran Budha Zen. Zen merupakan moral

dan filosofi Samurai. Zen merupakan agama dan kepercayaan yang mengajarkan bahwa tidak

ada tenggang waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan. Etika Zen

adalah “langsung, percaya pada diri sendiri dan memenuhi kebutuhan sendiri.

Selain dilandasi oleh etika Zen, bushido juga dilandasi oleh etika Confusius. Ajaran

Confusius mengatur harmonisasi hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan

makhluk lain yang ada di dunia dan hubungan alam dengan semesta. Selain didasari oleh Zein

dan Confusius, bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan pada

kaisar.

Walaupun Samurai telah ditiadakan dan peperangan tidak terjadi lagi di Jepang, ajaran

bushido pada jaman modern masih dilakasanakan dan diwariskan kepada generasi muda melalui

pendidikan rumah dan di sekolah-sekolah. Nilai-nilai tersebut yaitu :

1. Gi ( Integritas)

Gi dalam moral Bushido yaitu etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk

memecahkan masalah dan keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional

sehingga hasil yang diperoleh merupakan sesuatu ketetapan yang adil. Gi merupakan dasar dari

keseluruhan sikap mental terkait dengan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan

(8)

Integritas akan melahirkan kepercayaan. Kepercayaan adalah modal sosial untuk

menciptakan organisasi dan hubungan bisnis yang baik serta besar. Dalam Gi apa yang ada di

hati, yang kita ucapkan yang kita pikirkan dan yang kita lakukan adalah sama. (Agustius

2010:50)

2. Yu ( Keberanian)

Yu adalah sifat samurai dalam berani menghadapi kesulitan dan kegagalan. Keberanian

merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip kebenaran yang dipercaya

meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Untuk mendapat kebenaran, diperlukan rasa

keberanian dan keteguhan hati (Agustian, 2010:64)

Seseorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang

pada majikannya dan orang tua. Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran serta

menghadapi apa saja. -Kode samurai- (Agustian, 2010:65)

3. Makoto – Shin ( Kejujuran dan Keikhlasan)

Jujur dan tulus ikhlas merupakan kode etik samurai yang berarti berkata atau membeikan

informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Pelanggaran makato-shin merupakan

sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau

masyarakat dan bangsa

(9)

Makna Jin adalah murah hati, mencintai sesama dan simpati. Bushido memiliki aspek

keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminin (yang). Samurai yng memiliki kemampuan

tempur yang hebat, dia juga harus memiliki sifat murah hati, memiliki kepedulian sosial yang

tinggi Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan.

5. Rei ( Hormat dan santun kepada orang lain)

Sikap samurai dalam bersikap santun kepada orang lain yang tulus yang di tujukan kepada

semua orang, kepada atasan, pimpinan, dan orang tua. Sikap hormat dan santun tercermin dalam

sikap duduk, cara bicara, cara menghormati dengan menundukkan badan dan kepala.

Makna kehormatan adalah kebahagian bukan mendapatkan sesuatu, tapi kebahagiaan

memberikan sesuatu ( Soichiro Honda dalam Agustian, 2010:90)

6. Meiyo ( Menjaga nama baik)

Meiyo adalah etika samurai untuk menjaga nama baik dan kehormatan. Seorang samurai

memiliki harga diri yang tinggi, yang mereka jaga dengan cara perilaku terhormat.

Penghormatan samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga. Kehormatan

dan harga diri seorang samurai diekspresikan dalam bentuk sikap dan kekokohan mereka

memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang mereka yakini.

(10)

Chungi merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada pimpinan. Kesetiaan

ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan dilakukan untuk

menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan dan juga nama baiknya sendiri. Agustian

(2010 :118).

Seorang ksatria mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas

(Kode Samurai)

2.4.2 Penokohan (perwatakan)

Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran

yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.tokoh cerita menempati

posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja

yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165) adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampaian pesan,

amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Penokohan dalam

novel “Norwegian Wood” adalah sebagai berikut:

1. Toru Watanabe sebagai tokoh utama sekaligus narator dalam novel “Norwegian Wood” adalah

sosok yang bimbang, yang tidak punya pendirian yang teguh dalam menentukan pilihannya

sendiri

(11)

3. Naoko adalah pacar sahabatnya yaitu Kizuki. Perempuan yang sangat tenang dan lemah lembut,

mengalami depresi karena tidak bisa terima dengan kematian pacarnya.

4. Kopasgat adalah teman sekamar dengan Watanabe. Orang yang sangat suka dengan kebersihan

dan juga mempunyai sifat patriotisme

5. Reiko Ishida adalah teman sekamar dengan Naoko di tempat rehabilitasi. Sosok yang sangat

dewasa yang selalu mendampingi Naoko dalam keadaan apapun selama berada di tempat

rehabilitasi tersebut

6. Midori adalah teman sekelas Watanabe dalam mata kuliah sejarah. Perempuan yang sangat

periang, suka berimajinasi.

7. Nagasawa adalah teman satu asrama denga Watanabe, orang yang arogan, menyukai kebebasan,

free sex, dan kehidupan malam.

8. Hatsumi adalah pacar dari Nagasawa. Perempuan yang sangat mencintai dan menyayangi

Nagasawa meskipun telah disakiti berkali kali

2.2.5 Sudut Pandang

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998: 248) Sudut pandang atau view of point

menyaran pada cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk

menyajikan tokoh, tindakan, latar dan peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi

kepada pembaca.

Menurut Aminuddin (2000 : 96) sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang

dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita

tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca mengikuti jalan ceritanya dan memahami temanya.

(12)

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang

orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri

dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu

sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini pengarang

menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Haruki Murakami dalam novelnya “Norwegian

Wood” adalah sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Haruki Murakami sebagai pengarang

yang menuangkan sudut pandang nya melalui tokoh utama.

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra

2.3.1 Studi Pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang didasarkan oleh pembacanya. Sebuah

karya sastra memiliki keindahan dan kegunaan berdasarkan dari pembacanya. Pembaca berperan

dalam hal menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pada tahap tertentu, pendekatan

pragmatik memiliki hubungan dengan sosiologi. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa

ditemukan dalam karya sastra. Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang

hidup dan berlaku dalam masyarakat. Masalah-masalah terjadi pada masyarakat dapat

dipecahkan melalui pendekatan pragmatik berupa tanggapan masyarakat dalam karya sastra.

(13)

Apakah dalam karya sastra tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan

pembaca. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai (Endraswara,

2008:116).

Pendekatan pragmatik yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori Horatius.

Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Endraswara ( 2008:116) mengatakan bahwa

fungsi sastra hendaknya memuat dulce (indah) dan utile (berguna). Dalam pragmatik sastra ada

fungsi memberikan ajaran, memberikan kenikmatan, atau memberikan gambaran kepada

pembaca untuk mendapatkan manfaat dan mampu mengubah dirinya.

Berdasarkan uraian diatas, pendekatan pragmatik dalam karya sastra sepenuhnya

bergantung pada kemampuan pembaca dalam menyikapi dan mengambil nilai-nilai yang

bermanfaat dalam karya sastra tersebut.

2.3.2 Studi Semiotik

Menurut Pradopo dalam Endraswara (2003:119) semiotik adalah ilmu tentang

tanda-tanda. Saussure dalam Nurgiyantoro (1995:43) berpendapat bahwa bahasa sebagai sebuah sistem

tanda memiliki dua unsur yang tak terpisahkan yaitu signifier dan signified, signifiant dan

signifie, atau penanda dan petanda dimana wujud penanda (signifiant) dapat berupa bunyi-bunyi

ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda (signifie) berupa gagasan, konseptual, atau

makna yang terkandung dalam pertanda tersebut.

Semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan

merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan dan konvensi yang

memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang

(14)

ditangkap. Kedua, tanda harus menunjukkan pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan

mewakili dan menyajikan Endraswara (63:2013)

Pragmatik sangat berhubungan dengan semiotik, karena hubunngan pragmatik

merupakan hubungan makna dan pelambangan. Ia dipakai untuk mengkaji, misalnya, signifiant

tertentu mengacu pada signifie tertentu, baris-baris kata dan kalimat tertentu mengungkapkan

makna tertentu, peristiwa-peristiwa tertentu mengingatkan peristiwa-peristiwa yang lain,

melambangkan gagasan tertentu, atau menggambarkan suasana kejiwaan tokoh (Todorov dalam

Nurgiyantoro, 1995: 47).

Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol

kemudian dicoba untuk menjelaskan fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini

penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam novel “Norwegian Wood”

2.4 Sekilas Tentang Biografi Pengarang

Haruki Murakami lahir di Kyoto, 12 Januari 1949. Beliau lahir saat angka kelahiran di

Jepang sedang meningkat setelah Perang Dunia II. Meskipun lahir di Kyoto namun ia banyak

menghabiskan masa mudanya di Shukugawa, Ashiya, dan Kobe.

Ayahnya dari Murakami adalah seorang anak dari imam Budha, sedangkan ibunya anak

dari seorang pedagang Osaka. Ayah ibunya mmpelajari tentang literature Jepang. Sejak kecil

Murakami telah terpengaruh dengan budaya barat, khususnya literature dan musik. Hal ini yang

membedakan Murakami dengan penulis terkenal lainnya. Dia tumbuh dengan membaca berbagai

(15)

Murakami belajar drama di Washeda University Tokyo. Di tempat ini juga pertama kali

ia bertemu dengan istrinya yang bernama Yoko. Selama kuliah Murakami juga bekerja part time

di toko kaset sewaan. Tak lama setelah menyelesaikan studinya Murakami membuka kedai kopi

dan bar Jazz, The Peter Cat, di kokunbuji Tokyo, yang ia jalani bersama istrinya.

Murakami menyisipkan sedikit pengalaman pribadi nya kedalam novel “Norwegian

Wood”. Watanabe sebagai narrator dalam novel ini diceritakan berasal dari kota Kyoto, kuliah

di Universitas swasta di Tokyo mengambil jurusan drama, bekerja part time di toko kaset

sewaan, sampai dengan literature literature yang pernah dibaca Murakami dituangkan kedalam

tokoh Watanabe dalam novel “Norwegian Wood”.

Selain itu, ada juga beberapa tempat yang digunakan sebagai latar tempat dalam novel ini

merupakan tempat-tempat yang memnag pernah dijalani oleh Murakami, seperti kedai kopi di

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam teks hipogram (Pararaton) Tunggul Ametung dibunuh dengan keris buatan Empu Gandring oleh Ken Angrok, dan keris Empu Gandring pada saat itu dibawa oleh Kebo

Masalah yang muncul, terkait Surabaya sebagai Kota Pahlawan, adalah bagaimanakah bentuk heroisme di Kota Surabaya terekspre- sikan dalam puisi Indonesia

[r]

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan “ Citraan atau imaji apasajakah yang terdapat dalam lima sajak pada kumpulan puisi Terkenang Topeng Betawi karya Ajip Rosidi..

Pada Indikator Kinerja ”Jumlah dokumen perencanaan dan keuangan ket ahanan pangan”, realisasinya 10 0 persen (sangat berhasil) dari target, dengan output yaitu :

Pertama, Prinsip-prinsip kepemimpinan Yusuf dalam menghadapi perubahan adalah sebagai berikut, (1) Berpegang teguh pada visi yang berasal dari Allah yang ditunjang dengan

Sedangkan dimensi keterandalan (reliability), kecepat-tanggapan (responsiveness), dan jaminan (assurance) mempunyai nilai CSI yang sama yaitu 0,92. Nilai CSI rata-rata dari