• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Sumber Daya Manusia (Sebuah Upaya Pendekatan dalam Teori Islam) Oleh: Siti Djazimah *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manajemen Sumber Daya Manusia (Sebuah Upaya Pendekatan dalam Teori Islam) Oleh: Siti Djazimah *"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Siti Djazimah

* Abstrak

Manusia dengan segala dimensi hidupnya merupakan makluk unik. Ia memiliki sejumlah piranti yang berujud akal dan kreatifitas untuk mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Semuanya itu menjadi dasar atau potensi yang besar dan akan bermanfaat jika didayagunakan serta diatur sesuai dengan fitrah kemanusiaannya. Namun perlu disadari bahwa potensi dan kemampuan besar itu akan tercecer serta tidak memberi manfaat yang besar bagi kehidupan manakala tidak dimenej secara baik. Dari asumsi ini, maka manajemen terhadap sumber daya manusia secara holistik dan komprehensif menjadi kebutuhan krusial saat ini.

Islam sebagai sebuah agama yang memiliki aturan tertib bagi pemeluknya berbicara banyak tentang pentingnya manajemen. Keteraturan Islam telah dibuktikan Tuhan sendiri dalam mencipta alam semesta dengan segala perubahan-perubahannya yang sangat dinamik. Sumber daya manusia ibarat sebuah atom dalam inti nuklir. Jika atom itu diledakkan, maka segala-galanya akan hancur karena kekuatan dahsyatnya tetapi jika energi atom itu diatur penggunaannya sesuai dengan kebutuhan manusia secara benar dan positif, maka manfaat besar akan dirasakan umat manusia.

A. Pendahuluan

Manajemen memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah organisasi atau perkumpulan, baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Suatu organisasi akan berjalan sehat apabila dikelola dengan manajemen yang baik. Manajemen dengan segala unsur pendukungnya yang mencakup manusia sebagai human resources dan unsur non-human resources, seperti mesin sebagai alat produksi akan

*Dosen Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan sedang

menempuh studi lanjut di Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia.

(2)

mampu mengarahkan pada tujuan yang ditetapkan organisasi tersebut apabila dijalankan sesuai dengan ketentuan dalam manajemen.

Sebagai salah satu unsur dalam manajemen, sumber daya manusia atau menurut istilah Stewart, modal manusia merupakan sumber inovasi yang sangat menentukan bagi maju dan berkembangnya sebuah organisasi.1 Dari sini dapat dikatakan bahwa

manusia merupakan salah satu unsur utama (main point) yang turut menentukan maju mundurnya organisasi di samping unsur lain yang berupa sumber daya non-manusia. Sebagai main point, manusia akan membawa organisasi ke arah perubahan baik positif maupun negatif. Hal ini tergantung pada pengelolaan manajemen yang diterapkan.

Islam sebagai agama pembawa rahmat, yang menempatkan al-Qur'an sebagai masadir al-masadir bagi semua sistem kehidupan manusia sebenarnya sejak dini telah menempatkan manusia sebagai pusat segala perubahan (central of changes) bagi kehidupannya, sehingga kualitas diri manusia akan sangat menentukan bagi kualitas perubahan kehidupan dan lingkungan yang mengitarinya. Hal inilah sebenarnya esensi dari konsep khalifah fi al-ardl yang diamanatkan kepada manusia.

Pemikiran tentang manajemen sumber daya manusia telah berkembang pesat dan kajian tentang manajemen sumber daya manusia ini tidak terlepas dari keberadaan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, secara falsafi pandangan tentang manusia harus ditempatkan dalam kerangka dasar kajian tersebut. Permasalahannya adalah: bagaimana sebenarnya Islam (al-Qur'an) berbicara mengenai manajemen sumber daya manusia itu.

Makalah ini berusaha memberikan penjelasan atas permasalahan di atas dengan mengemukakan terlebih dahulu mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia, model teori manajemen, tahapan-tahapan dalam proses manajemen SDM dan esensi manusia dalam konteks manajemen menurut pandangan al-Qur'an sebelum sampai pada permasalahan pokok.

(3)

B. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia terdiri dari kata manajemen dan sumber daya manusia. Manajemen sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, memperlakukan, mengelola, mengendalikan, menjadi pemimpin, mengasuh dan mengurus.2

Dalam Encyclopedia of the Social Sciences yang dikutip oleh J. Panglaykim dan Hazil Tanzil dinyatakan pengertian manajemen

sebagai ... the process, by which the excution of a given purpose is put into operation and supervised. Manajemen adalah proses yang pelaksanaan untuk mencapai tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.3

Pengertian lain menyatakan bahwa manajemen adalah: getting things done through the efforts of other people...membuat tujuan tercapai melalui (dengan melibatkan) kegiatan orang lain.4 Di samping itu, ada

yang menyatakan bahwa manajemen adalah... the accomplishing of a predetermined objective through the efforts of other people. Mencapai tujuan

yang ditetapkan terdahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain.5

Dalam salah satu literatur disebutkan bahwa manajemen adalah proses tertentu yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber-sumber lainnya.6

Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami: pertama, manajemen mempunyai tujuan tertentu. Keberhasilan sebuah manajemen tergantung pada tercapai tidaknya tujuan yang ditetapkan tersebut; kedua, performance yang dapat dicapai dalam manajemen selalu melibatkan orang lain dan atau sumber daya selain orang; ketiga,

2John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet.10,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1987). Lihat juga dalam Peter Salim, The Contemporary English - Indoensian, ed. 4, (Jakarta: Modern English Press, 1991).

3J. Panglaykim dan Hazil Tanzil, Manajemen Suatu Pengantar, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, tt), p. 26.

4Ibid., p. 26-27. 5Ibid., p. 27.

6Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Pengawasan dan Manajemen Dalam

Perspektif Islam, cet.1, (Jakarta: Fak. Ekonomi Universitas Tri Sakti, 1992/1413 H.), p. 121.

(4)

dibutuhkan teknical skill untuk dapat melakukan manajemen dengan tepat (how to manage effectively).

Dari definisi tersebut dapat dilihat pula bahwa manajemen terkandung unsur tujuan, orang dan sumber-sumber alam yang secara keseluruhan dikelola untuk mencapai tujuan. Jadi, manajemen merupakan proses yang melibatkan segenap unsur-unsurnya yang meliputi human recourses dan non-human recourses. Sedangkan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas sebuah organisasi dan ditujukan guna mencapai tujuan yang diharapkan organisasi tersebut.7

Secara sederhana dapat diberikan pengertian mengenai manajemen sumber daya manusia, yaitu upaya mengelola sumber daya manusia sebagai unsur pokok dengan potensi akal, perasaan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, keinginan, dorongan dan karya. Semua potensi yang dimiliki tersebut sangat mempengaruhi segala aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuan. Betapapun canggih teknologi, pesatnya informasi yang dapat diperoleh, tersedianya modal yang memadai, bagusnya perumusan perencanaan dan tujuan organisasi semuanya tidak akan berarti apa-apa jika faktor sumber daya manusia tidak mendapatkan perhatian secara serius. Pada akhirnya sebuah organisasi tidak akan sampai pada tujuan yang telah dirumuskan.

Sumber daya manusia sebenarnya merupakan konsep baru yang muncul dalam ilmu ekonomi pembangunan. Konsep ini berkembang ketika diketahui dan disadari bahwa manusia mengandung berbagai aspek sumber daya bahkan sebagai sumber energi. Manusia tidak hanya mengandung unsur jumlah, melainkan juga mutu yang tidak ditentukan oleh aspek ketrampilan dan kekuatan fisik saja, tetapi juga pendidikan, pengalaman dan sikap atau nilai-nilai yang dimiliki.8

Dari keterangan di atas, maka tugas manajemen sumber daya manusia berkisar pada pengelolaan unsur manusia dengan segala

7Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:

Andi Ofset, 1999), p. 1-2.

8Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah

(5)

potensi yang melekat seefektif mungkin, sehingga dapat diperoleh sumber daya manusia (human resources) yang betul-betul signifikan bagi organisasi. Dari pengelolaan tersebut diarahkan pada input dan output sumber daya manusia yang mampu melakukan sesuatu dengan efisien (melakukan sesuatu dengan tepat) dan efektif (melakukan sesuatu yang tepat) bagi organisasi atau perusahaan. Prinsip efisien dan efektif ini merupakan realisasi prinsip rasional ekonomi. Dengan prinsip efektif diharapkan dalam penggunaan input/modal atau potensi tertentu dapat mencapai hasil/output yang maksimal (outputs maximization) sedangkan dengan efisiensi, maka dalam pencapaian hasil/output tertentu diupayakan input yang digunakan seminimal mungkin (inputs minimalization).9

Sumber daya manusia di dalam organisasi atau perusahaan merupakan sumber daya yang paling utama dan dapat dikatakan sumber daya yang memegang peranan kunci bagi kelangsungan dan kemajuan suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini karena sumber daya selain manusia (non-human resources) sebenarnya hanya merupakan sumber daya materi atau benda, yang baru akan berfungsi apabila digerakkan atau dimanfaatkan oleh manusia. Jadi, manusia di sini dengan unsur jumlah dan kualitas di sini merupakan sumber daya yang memiliki peran penentu berfungsinya sumber daya lainnya. Sebagaimana persepsi Stewart dalam bukunya Intellectual Capital, bahwa manusia dapat merupakan sumber daya yang memiliki modal intelektual, yaitu suatu kontribusi informasi atau pengetahuan yang diberikan secara ikhlas, penuh dedikasi dan loyalitas oleh anggota/bawahan kepada sebuah organisasi/perusahaan.10 Dengan

demikian, melalui manajemen sumber daya manusia diharapkan manusia dapat berperan secara efektif sekaligus efisien di dalam men-fungsikan human non-recourses yang ada dalam sebuah organisasi atau perusahaan agar tujuannya tercapai.

9Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Suatu Studi), cet.1, (Yogyakarta:

Andi Offset, 1992), p. 36-37.

(6)

C. Beberapa Model Teori Manajemen

Dalam perkembangannya, teori manajemen mengalami masa evolusi yang cukup lama. Sampai saat ini paling tidak terdapat tiga teori manajemen, yaitu: (1) Teori manajemen tradisional, (2) Teori manajemen human relations, dan (3), Teori human resources management.

1. Teori Manajemen Tradisional

Teori manajemen tradisional berkembang sekitar abad XIX, yang dipelopori oleh Herbert Spencer. Teori ini sangat mengandalkan kemampuan (capability) manusia. Dinyatakan bahwa sedikit (satu) orang yang karena keunggulan kemampuannya berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, demi kemajuan dan efisiensi harus menggunakan bakat-bakatnya untuk mengarahkan secara mantap dan baik kepada mereka yang kurang kemampuannya.11

Pada prinsipnya, model teori tradisional ini menekankan pada bagaimana para pegawai mematuhi/mengikuti aturan yang telah ditetapkan bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Bawahan tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan kemandirian, melainkan hanya dilatih untuk tetap loyal pada pimpinan. Teori Weber juga termasuk dalam model ini. Weber menyatakan bahwa spesialisasi yang tegas berdasarkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan tugas organisasi. Struktur hierarkis yang tegas dengan garis kewenangan dan tanggungjawab yang jelas, yang didasarkan atas kemampuan manusianya merupakan mekanisme yang tepat bagi keberhasilan performasi organisasi. Metode dan prosedur ditetapkan secara baku dan tidak dapat diubah oleh pemegang jabatan.12

Menurut model teori tradisional tersebut, ada dua konsep utama dalam manajemen, yakni ketertiban dan stabilitas serta kewenangan yang didasarkan pada kemampuan.

11 Faustino Cardoso Gomes, Manajemen..., p. 35. 12Ibid., p. 37.

(7)

2. Teori Human Relation

Teori Human Relation atau hubungan kemanusiaan sebenarnya tidak memberikan sesuatu yang baru yang samasekali berbeda dengan model tradisional. Model teori ini hanya menggabungkan dan memperluas teori tradisional. Berdasarkan teori hubungan kemanusiaan, dalam manajemen haruslah memperhatikan perasaan, perilaku dan emosi para pekerja. Pandangan ini mengkritik dengan tajam adanya perlakuan bahwa pekerja adalah semata-mata bagian dari mesin.

Selanjutnya teori ini menyatakan, bahwa manajemen harus berhubungan dengan manusia seutuhnya (the hole man) dari hanya keterampilan dan bakat, karena orang ingin diperlakukan sebagai manusia dengan pengakuan atas keinginan, hasrat dan kebutuhan pribadinya; bahkan manajemen harus membantu orang untuk memenuhi hasrat alamiyah untuk memiliki dan merasa sebagai

bagian yang penting dari organisasi di mana mereka menjadi anggota. 13

Pandangan teori di atas telah memperhatikan pada persoalan moralitas, namun persoalan ini dikaitkan dengan efektifitas dan efisiensi. Perhatian pada unsur manusia selalu dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Nampak bahwa peran manusia masih terbatas pada alat, yakni alat untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia

Sebagaimana model Human Relations yang secara implisit menyerap prinsip dalam model tradisional, teori manajemen sumber daya manusia juga mengembangkan asumsi mengenai manusia yang ada dalam model human relations. Teori manajemen sumber daya manusia menyatakan, bahwa manusia memiliki keinginan-keinginan untuk diterima dan diakui statusnya.

Lebih jauh dikemukakan, bahwa manusia menginginkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada guna

(8)

mendapatkan pemuasan.14 Di samping mengambil prinsip dalam model

human relatinons, teori di atas secara implisit banyak menyerap prinsip tradisional. Teori ini banyak mendapat inspirasi dari teori kebutuhan manusia dan pengembangannya terjadi pada awal tahun 1940-an. Teori kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan, bahwa kebutuhan manusia terdiri dari lima tingkatan, yaitu: 1) Basic physical needs (foods, shelter and clothing), 2) Safety and security need, 3) Need to belong, to be wanted and loved, 4) The need for achievement, status and self esteem, dan 5) Self actualization or fulfilment.15

Dari tingkatan kebutuhan di atas dapat dimengerti, bahwa kebutuhan manusia meliputi dua aspek yang harus dipenuhi, yakni aspek fisik (jasmaniyah) dan aspek psikis (batiniyah) yang dalam hal ini kebutuhan yang bersifat rohani/batin merupakan tuntutan lebih tinggi dari pada sekedar kebutuhan pokok jasmani. Di sisi lain pandangan ini mengasumsikan, bahwa para anggota organisasi tidak hanya mengharapkan (wish to) tetapi juga mau menyumbangkan lebih dari tuntutan pekerjaan yang dilaksanakan. Dengan demikian, sangat disadari pentingnya pendidikan dan latihan bagi para pekerja (anggota organisasi) agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga dengan memanfaatkan sumber daya yang ada akan tercapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.16

Model manajemen sumber daya manusia ini pada prinsipnya bertujuan memberikan kesempatan para anggota untuk ikut berperan serta dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugas-tugas dalam organisasi. Dari keterlibatan anggota organisasi tersebut diharapkan terwujud self-directing dan self-control dalam menjalankan tugas yang ditetapkan dan pada akhirnya akan menunjang dalam pengembangan sebuah organisasi.

14Ibid., p. 41. 15Ibid., p. 42. 16Ibid., p. 44.

(9)

D. Manusia dalam Konteks Manajemen menurut Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, manusia tidak menempati posisi antroposentris sebagaimana pandangan Barat. Islam mengenal pandangan teosentris, yang dalam hal ini Tuhan Allah merupakan pusat segala sesuatu sedangkan manusia menempati posisi pinggir dimana segala aktivitas kehidupannya senantiasa tunduk dan berada dalam ikatan Allah. Ketundukan manusia kepada Allah ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban yang diamanatkan pada manusia di bumi, yakni sebagai khalifah, sebagaimana difirmankan Allah dalam al-Qur'an:

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi… ”.17 Sedangkan

dalam pandangan antroposentris (pandangan masyarakat Barat), manusia menduduki posisi pusat dan dianggap sebagai tolok ukur segala sesuatu. Islam dengan ajarannya yang dituangkan dalam al-Qur'an, yang menempatkan manusia sebagai khalifah, telah memiliki beberapa perspektif terhadap manusia yang berkaitan dengan tugas kehalifahannya. Beberapa perspektif tersebut antara lain:

1. Manusia sebagai ciptaan yang dilengkapi potensi akal pikiran (kemampuan intelektual telah diberikan kepercayaan untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam.

Dalam pandangan ini manusia senantiasa diarahkan untuk hidup produktif, yakni dengan mendayagunakan sumber alam yang ada guna kepentingan hidup umat manusia.

2. Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol diri (self control) dalam segala aktivitas.

Manusia yang telah dibekali dengan kemampuan akal untuk mengelola kekayaan alam bagi kesejahteraan manusia, maka dalam segala kegiatannya tetap tunduk pada aturan main (the role of game) yang ditetapkan Islam; sehingga untuk mencapai segala tujuan dalam pengelolaan alam tidak keluar dari jalur yang bertentangan dengan syari'at Islam.

(10)

3. Dengan potensi yang ada, maka manusia adalah makhluk yang mampu bertanggungjawab melaksanakan tugas kekhalifahan yang diamanatkan kepadanya.

4. Manusia dengan kemampuan yang dimiliki mampu melakukan inovasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik, misalnya dengan melakukan pengayaan/ perancangan teknologi tepat guna/maju.18

Dari perspektif al-Qur'an/Islam terhadap manusia di atas dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan manajemen terhadap alam/ kehidupan, baik yang berkaitan dengan perencanaan (planning) maupun pengawasan atau kontrol (controlling) sebagai unsur-unsur dalam manajemen.

E. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Perspektif

Islam

Dari penjelasan tentang posisi dan esensi manusia dalam pandangan al-Qur'an tersebut, maka teori manajemen sumber daya manusia sebagaimana diasumsikan secara konvensional adalah layak apabila dalam memberikan peran kepada manusia tetap berada dalam landasan teosentris. Meskipun manusia mampu melakukan self-directing dan self-control, namun hal itu masih sangat bergantung pada Allah sebagai pusat segala sesuatu. Di antara asumsi-asumsi dasar yang berkembang dalam konteks teori manajemen sumber daya manusia adalah:

1. Besarnya perhatian terhadap keinginan dan pengakuan akan eksistensi manusia, baik sebagai pimpinan maupun anggota.

Al-Qur'an menjamin dan memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk mengembangkan keinginan-keinginannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan bahwa: "... barangsiapa mengehendaki pahala dunia niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur"19

18Muhammad Abdullah Al-Buraey, Management and Administration in Islam,

(Saudi Arabia: tnp., 1990/1410 H.), p. 104.

(11)

Apabila keinginan tersebut baik, maka agar segera dilaksanakan dengan penuh tawakkal, seperti ditegaskan:"... kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya 20

Adanya keinginan-keinginan tersebut menegaskan akan eksistensi manusia (pimpinan/anggota) pada hakekatnya memiliki harga diri yang sama dan setiap individu adalah pemimpin dalam lingkupnya masing-masing.

2. Pentingnya suatu pelatihan dan pendidikan bagi para anggota, karena setiap manusia memiliki potensi yang sama untuk berkembang.

Pelatihan dan pendidikan merupakan suatu prosesuntuk mengukuhkan eksistensi manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu, pelatihan dan pendidikan tersebut harus dilakukan secara terus menerus dari suatu tahap ke tahap berikutnya. Al-Qur'an menyatakan: "Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu kamu berharap".21

Ajaran yang terkandung dalam firman Allah tersebut dapat menjadi pendorong yang kuat bagi manusia untuk selalu berusaha meningkatkan prestasi dan produktivits, sehingga dapat menguatkan eksistensinya sebagai the hole man. Diklat dilakukan agar manusia senantiasa mampu meningkatkan kualitas dirinya mencapai suatu tingkatan yang oleh Allah disebut sebagai "ahsana taqwim". Tingkatan ini dapat diraih dengan menjadika al-Qur'an sebagai rujukan hidup, apabila tidak maka manusia justru terperosok ke dalam serendah-rendahnya tingkatan, "asfala safilin.22 Kesempatan untuk

mendapatkan diklat serta mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan kualitas harus didapatkan oleh siapapun. Hal ini harus diujudkan dengan ikhtiar menurut kemampuan masing-masing. Upaya peningkatan ini bukan saja dalam produktifitas kerja melainkan dalam kualitas diri dalam arti yang luas.

20Ibid., p. 159.

21QS. Alam Nasyrah (94): 7-8. 22QS. At-Tin (95): 4-5.

(12)

Mengaitkan hal tersebut dengan teori human capital, maka pendidikan dan pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi, sehingga sebuah organisasi yang ingin mengembangkan produktivitas manusia sebagai modal, diklat merupakan suatu yang signifikan untuk dilakukan.

3. Pengembangan diri sebagai upaya untuk berkarya efektif dan efisien.

Dengan memandang manusia dalam kesetaraan dan untuk mencapai suatu karya yang baik, maka setiap individu harus mengembangkan diri masing-masing berdasarkan maziyahnya. Dengan demikian ia mampu melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan maziyah-nya tersebut dengan baik (efektif dan efisien). Suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh ahlinya akan menjamin efektifitas pekerjaan. Prinsip efektifitas ini akan sempurna jika dalam opersionalisasinya juga memegang prinsip efisiensi.

4. Setiap individu memiliki peran serta dalam pengambilan keputusan organisasi/kelompok.

Al-Qur'an selalu menegaskan untuk bermusyawarah dalam setiap urusan. Prinsip musyawarah ini berlaku kapan dan di mana saja serta bagi siapapun tanpa melihat latar belakang individu. Dari manapun datangnya suatu kebenaran, maka harus kita ambil. Allah menyatakan: "... dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".23

Prinsip musyawarah ini sebagai bukti bahwa al-Qur'an sangat menghargai keterlibatan setiap individu untuk berperan dalam setiap pengambilan keputusan, baik yang menyangkut dirinya, orang lain maupun masyarakat.

5. Setiap individu diharapkan dapat melakukan directing dan self-control dalam menjalankan pekerjaannya.

Sebagai konsekuensi hak keterlibatan setiap individu dalam pengambilan keputusan, maka al-Qur'an menegaskan bahwa pada

23QS. Ali Imran (3): 159. Ayat senada terdapat dalam surat Asy-Syura (42):

(13)

prinsipnya apabila manusia itu berbuat baik, maka kebaikan itu sebenarnya untuk dirinya; dan apabila ia berbuat buruk, maka keburukan itu juga kembali kepada dirinya.24

Dalam ayat yang lain dinyatakan yang artinya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.25 Penjelasan di atas

memberikan pemahaman bahwa manusia sangat berperan dalam menentukan baik atau buruk masa depannya. Oleh karena itu sangat layak jika dalam setiap peran apapun manusia seharusnya mampu membuat arah bagi dirinya untuk melakukan kebaikan serta peningkatan kualitas diri. Bersamaan itu pula manusia harus mampu mengendalikan diri sendiri dalam setiap langkahnya. Pengendalian dan kontrol diri ini sangat diperlukan agar dalam saat manusia tetap berjalan di atas kebaikan menuju kualitas diri yang ahsana taqwim sebagaimana uraian di atas. Di samping pengendalian dan kontrol pribadi manusia juga mendapatkan pengawasan Tuhan sebagai pusat sesuatu melalui utusan-Nya (malaikat).26 Hal ini juga mendorong

manusia agar selalu melakukan kontrol terhadap diri sendiri kapan dan di manapun dalam setiap tugas dan pekerjaan apapun.

F. Penutup

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa dalam proses manajemen, manusia menempati posisi sentral/ unsur utama untuk melakukan pengendalian dan perubahan-perubahan. Al-Qur'an sebagai landasan normatif menegaskan, bahwa manusia karena mengemban amanat kekhalifahan di muka bumi, maka ia berkewajiban menunaikannya sekaligus memiliki hak untuk melakukan manajemen terhadap amanat agar dapat dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin. Dalam mengemban amanatnya untuk memimpin, manusia diberi potensi dan itu sangat tergantung pada manusia itu sendiri, apakah potensi yang dimiliki dikembangkan ke arah kebaikan

24QS. Al-Isra' (17): 7. 25QS. Ar-Rum (30): 41 26QS. Qaf (50): 18 dan 23.

(14)

atau sebaliknya; atau bahkan tidak mengembangkannya sama sekali. Oleh karena sifat keterbatasan manusia, maka dalam mengemban amanat tersebut sudah seharusnya senantiasa memperhatikan ayat-ayat yang telah dinyatakan oleh Allah swt. Apabila

memperhatikan teori manajemen sumber daya manusia dalam pandangan konvensional, maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut sejalan dengan pandangan Islam (al-Qur'an). Keduanya sama-sama memandang bahwa manusia sebagai unsur utama pendukung sebuah organisasi, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Agar terwujud pengembangan tersebut diperlukan suatu kesempatan seluas-luasnya, sehingga betul-betul mampu berkreasi dan melakukan inovasi bagi kelangsungan serta pencapaian tujuan yang ditetapkan. Satu hal yang dapat dikatakan membedakan antara teori manajemen sumber daya manusia dalam teori konvensional dengan Islam, adalah bahwa dalam teori konvensional efektifitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan senantiasa didasarkan pada rasionalitas, yang hal ini pun berbeda antara keduanya.

(15)

Daftar Pustaka

Al-Buraey, Muhammad Abdullah, Management and Administration in Islam, Saudi Arabia: tnp., 1990 M/1410 H.

Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Kathoda, t.t.

Echols, John dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet.10, Jakarta: PT. Gramedia, 1987.

Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Ofset, 1999.

Harahap, Sofyan Syafri, Akuntansi Pengawasan dan Manajemen dalam Perspektif Islam, cet.1, Jakarta: Fak. Ekonomi Universitas Trisakti, 1992 M/ 1413 H.

Majalah Manajemen, No. 130, Juni 1999.

Panglaykim, J. dan Hazil Tanzil, Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia, tt.

Rahardjo, Dawam, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1419H/1999. Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesian, ed.4 , Jakarta: Modern

English Press, 1991.

Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Suatu Studi), cet.1, Yogyakarta: Andi Offset, 1992.

Tanthowi, Jawahir, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983.

Referensi

Dokumen terkait

KITA & HARADA (1962) memban- dingkan komposisi jenis fitoplankton pada padang lamun Zostera dengan mikroalgae pada helai daun kira-kira 70 cm dari dasar pada inang pada

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh efikasi diri dan pengetahuan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha pada siswa kelas

[r]

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes) kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus

manajemen laboratorium serta peningkatan sarana dan prasarana yang terkait dengan pengujian Obat dan Makanan.. Penguatan Institusi melalui peningkatan sarana dan prasarana

Kegiatan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu Pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten tahun anggaran 2016 harus ditunjang oleh kemudahan

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia, Kegiatan sumber daya manusia merupakan bagian proses manajemen sumber daya manusia yang paling sentral, dan merupakan suatu rangkaian

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Karawang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Karawang Nomor 55 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Perpustakaan