• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal.docx"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR

FAKTOR YANG YANG BERHUBUNGAN BERHUBUNGAN DENGAN DENGAN KEJADIAN KEJADIAN ABORTUSABORTUS DI RUMAH SAKIT BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG DI RUMAH SAKIT BUMI WARAS KOTA BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2013 TAHUN 2013 WENNY MELIANTY WENNY MELIANTY

Program Studi Ilmu Keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes AISYAH Pringsewu Lampung

STIKes AISYAH Pringsewu Lampung

INTISARI

INTISARI

Kematian dan kesakitan pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. Kejadian Kematian dan kesakitan pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. Kejadian abortus secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi abortus secara umum pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi  pada 12

 pada 12 minggu pertama minggu pertama kehamilan. Di kehamilan. Di Rumah Sakit Rumah Sakit Bumi Bumi Waras Bandar Waras Bandar Lampung terjadi Lampung terjadi 108 kasus 108 kasus abortusabortus dari 801 (13,4%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kasus di Rumah Sakit Kota Bandar Lampung . dari 801 (13,4%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kasus di Rumah Sakit Kota Bandar Lampung . Tujuan penelitian a

Tujuan penelitian adalah diketahui faktor dalah diketahui faktor yang berhubungan yang berhubungan dengan kejadian abortus dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumidi Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. Jenis

Jenis penelitian  penelitian kuantitatif kuantitatif dengan dengan pendekatan pendekatan ““retrospektif retrospektif ”. Populasi adalah”. Populasi adalah semua ibu hamil yangsemua ibu hamil yang dirawat di ruang kebidanan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung pada bulan Januari-Desember dirawat di ruang kebidanan di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung pada bulan Januari-Desember 2012 sebanyak 532 ibu. Sampel 228 responden. Analisis data yang digunakan yaitu uji

2012 sebanyak 532 ibu. Sampel 228 responden. Analisis data yang digunakan yaitu uji Chi Square.Chi Square. Hasil penelitian m

Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi enunjukkan distribusi frekuensi responden yang mengresponden yang mengalami abortus alami abortus sebanyak 38sebanyak 38 responden (16,7%), berusia beresiko (< 20 atau > 35 Tahun) sebanyak 57 responden (25,0%),

responden (16,7%), berusia beresiko (< 20 atau > 35 Tahun) sebanyak 57 responden (25,0%),  paritas  paritas ≥ ≥ 33 sebanyak

sebanyak 105 responden 105 responden (46,1%), jarak (46,1%), jarak kehamilan kehamilan < 24 < 24 bulan sebanybulan sebanyak ak 24 responden 24 responden (10,5%), riwayat(10,5%), riwayat abortus sebanyak

abortus sebanyak 16 responden (7,0%), Ada hubung16 responden (7,0%), Ada hubungan antara usia ibu (p value an antara usia ibu (p value = 0,000), paritas ibu (p value == 0,000), paritas ibu (p value = 0,000), jarak kehamilan

0,000), jarak kehamilan (p value = 0,032) dan riwayat abortus (p v(p value = 0,032) dan riwayat abortus (p value = 0,000) dengan kejadian abortualue = 0,000) dengan kejadian abortus dis di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Ba

Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013. ndar Lampung Tahun 2013. Saran bagi petugaSaran bagi petugas kesehatan agar memberikans kesehatan agar memberikan  penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu hamil berupa

 penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu hamil berupa pemahaman tentang abortus dan resiko yanpemahaman tentang abortus dan resiko yang ditimbulkan.g ditimbulkan.

Kata

Kata Kunci

Kunci

:

: karakteristik

karakteristik ibu,

ibu, abortus

abortus

Kepustakaa

Kepustakaan

n

:

: 17

17 (2003-2011)

(2003-2011)

PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar Latar belakangbelakang

Masalah

kesehatan

ibu

merupakan

Masalah

kesehatan

ibu

merupakan

masalah nasional yang perlu mendapat

masalah nasional yang perlu mendapat

 prioritas

 prioritas utama,

utama, karena

karena sangat

sangat menentuka

menentukan

n

kualitas sumber daya manusia mendatang.

kualitas sumber daya manusia mendatang.

Tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu

Tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu

228/100.000 KH (SDKI, 2007), serta

228/100.000 KH (SDKI, 2007), serta

lambatnya penurunan angka kematian ibu,

lambatnya penurunan angka kematian ibu,

menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat

menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat

mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi

mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi

 jangkauan m

 jangkauan maupun kualitas pela

aupun kualitas pelayanan.

yanan.

Kematian dan kesakitan pada wanita

Kematian dan kesakitan pada wanita

hamil adalah masalah besar di negara

hamil adalah masalah besar di negara

 berkemba

 berkembang. Di

ng. Di negara miskin

negara miskin sekitar 25-50

sekitar 25-50

%. Kematian wanita usia subur disebabkan

%. Kematian wanita usia subur disebabkan

hal yang berkaitan dengan kehamilan.

hal yang berkaitan dengan kehamilan.

Kematian saat melahirkan biasanya menjadi

Kematian saat melahirkan biasanya menjadi

faktor utama kematian bagi wanita muda

faktor utama kematian bagi wanita muda

 pada

 pada

masa

masa

puncak

puncak

produktivitasnya

produktivitasnya

(Prawirohardjo, 2009). Penyebab kematian

(Prawirohardjo, 2009). Penyebab kematian

ibu yang paling umum di Indonesia adalah

ibu yang paling umum di Indonesia adalah

 penyebab obstetri

 penyebab obstetri langsung yaitu

langsung yaitu perdaraha

perdarahan

n

28 %, preeklampsi/eklampsi 24%, infeksi11

28 %, preeklampsi/eklampsi 24%, infeksi11

%, sedangkan penyebab tidak langsung

%, sedangkan penyebab tidak langsung

adalah trauma obstetri 5% dan lain

adalah trauma obstetri 5% dan lain

 – 

 – 

  lain

  lain

11% (WHO, 2007).

11% (WHO, 2007).

Abortus didefinisikan sebagai keluarnya

Abortus didefinisikan sebagai keluarnya

 janin sebelum mencapai viabilitas yaitu pada

 janin sebelum mencapai viabilitas yaitu pada

kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat

kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat

 janin

 janin kurang

kurang dari

dari 500

500 gram.

gram. Abortus

Abortus yang

yang

 juga

 juga

sering

sering

dikenal

dikenal

dengan

dengan

istilah

istilah

“keguguran” terjadi tanpa perlu induksi.

“keguguran” terjadi tanpa perlu induksi.

Diagnosis Abortus terjadi dalam berbagai

Diagnosis Abortus terjadi dalam berbagai

 bentuk

 bentuk diantara

diantara yaitu

yaitu abortus

abortus imminen

imminen

(keguguran mengancam), abortus insipien

(keguguran mengancam), abortus insipien

(keguguran

berlangsung),

abortus

(keguguran

berlangsung),

abortus

inkompletus (keguguran tidak lengkap),

inkompletus (keguguran tidak lengkap),

abortus kompletus (keguguran lengkap),

abortus kompletus (keguguran lengkap),

abortus tertunda (

abortus tertunda (missed abortion

missed abortion) dan

) dan

abortus habitualis (keguguran berulang)

abortus habitualis (keguguran berulang)

(Murphy, 2005).

(Murphy, 2005).

Abortus disebabkan tiga faktor yaitu,

Abortus disebabkan tiga faktor yaitu,

faktor maternal meliputi kelainan genetalia

faktor maternal meliputi kelainan genetalia

ibu, penyakit-penyakit ibu, antagonis rhesus,

ibu, penyakit-penyakit ibu, antagonis rhesus,

(2)

 perangsangan pada ibu yang menyebabkan

uterus berkontraksi, gangguan sirkulasi

 plasenta, usia ibu, paritas, jarak kehamilan

dan riwayat abortus. Faktor janin meliputi

ovum yang patologis, kelainan letak embrio

dan plasenta yang abnormal, dan faktor

 paternal meliputi Translokasi kromosom

 pada sperma dan penyakit-penyakit ayah

(Mochtar, 2009).

Kejadian abortus secara umum pernah

disebutkan

sebesar

10%

dari

seluruh

kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi

 pada 12 minggu pertama kehamilan.

Kelainan kromosom merupakan penyebab

 paling sedikit separuh dari kasus abortus dini

ini,

selain

itu

banyak

faktor

yang

mempengaruhi terjadinya abortus antara lain:

 paritas,

umur

ibu,

umur

kehamilan,

kehamilan tidak diinginkan, kebiasaan buruk

selama hamil, serta riwayat keguguran

sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara

klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada

wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi

26 % pada wanita berumur 40 tahun

sehingga kejadian perdarahan spontan lebih

 berisiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan

diatas 35 tahun (Cunningham, 2005).

Terdapat 4.692 jiwa ibu melayang

karena ketiga kasus (kehamilan, persalinan,

dan nifas). Kematian langsung ibu hamil dan

melahirkan

tersebut

akibat

terjadinya

 perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi

(11%), partus lama (5%), dan abortus (5%).

Perdarahan yang menyebabkan kematian ibu

yang sekarang banyak ditemui adalah

abortus (Sri Hermiyanti, 2008).

Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus

tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal

karena abortus tiap tahunnya. Angka

kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2

 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan

frekuensi Abortus di Indonesia adalah

10%-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya

atau 600 ribu-900 ribu, sedangkan abortus

 buatan sekitar 750 ribu- 1,5 juta setiap

tahunnya, 2500 orang diantaranya berakhir

dengan kematian (Anshor, 2006). Manuaba

(2009), mengemukakan diperkirakan terjadi

gugur kandung secara ilegal pada kehamilan

yang tidak diinginkan sebanyak 2,5-3 juta

orang/tahun

dengan

kematian

sekitar

125.000-130.000 orang/tahun di Indonesia.

Kemenkes (2010) menyatakan tingkat

abortus di Indonesia masih cukup tinggi bila

dibandingkan dengan negara-negara maju di

dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per

tahun. Proses terhentinya kehamilan dapat

dijabarkan

menurut

kejadiannya

yaitu

Abortus spontan (terjadi tanpa intervensi dari

luar dan berlangsung tanpa sebab yang jelas)

dan abortus buatan (tindakan abortus yang

sengaja dilakukan untuk menghilangkan

kehamilan sebelum umur 28 minggu atau

 berat janin 500 gram).

Pada kenyataannya, data yang diperoleh

dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung

angka

kejadian

komplikasi

kebidanan

termasuk abortus pada tahun 2011 masih

tinggi yaitu sebesar 125.841 atau 20% dari

 jumlah ibu hamil dan untuk Kota Bandar

Lampung yaitu sebesar 799 dari 3429 jumlah

ibu hamil (23,3%). Dari catatan rekam medik

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung dari bulan

Januari - September 2012 terjadi 141 kasus

abortus dari 1.249 ibu hamil (11,2%).

Berdasarkan Data Morbiditas Rawat Inap

Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung tahun 2012, diketahui

 bahwa kasus abortus merupakan kasus

terbanyak nomor dua setelah Myoma Uteri

yaitu sebanyak 78 kasus.

Hasil presurvey yang dilakukan pada

 bulan Oktober 2012 di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung, diketahui

 bahwa dari 10 ibu yang mengalami abortus,

sebanyak 2 ibu berusia lebih dari 35 tahun

dan 3 ibu berusia < 20 tahun, 2 ibu

 primigravida, 3 ibu dengan jarak kehamilan

kurang dari 2 tahun. Berdasarkan uraian di

atas peneliti bermaksud untuk meneliti

tentang

faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahui faktor yang berhubungan

dengan kejadian abortus di Rumah Sakit

Bumi Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian

abortus di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

 b. Diketahui distribusi frekuensi umur

ibu di Rumah Sakit Bumi Waras Kota

Bandar Lampung Tahun 2013.

(3)

c. Diketahui distribusi frekuensi paritas

di Rumah Sakit Bumi Waras Kota

Bandar Lampung Tahun 2013.

d. Diketahui distribusi frekuensi jarak

kehamilan di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013.

e. Diketahui distribusi frekuensi riwayat

abortus di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

f.

Diketahui hubungan usia ibu dengan

kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013.

g. Diketahui hubungan paritas dengan

kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013.

h. Diketahui hubungan jarak kehamilan

dengan kejadian abortus di Rumah

Sakit Bumi Waras Kota Bandar

Lampung Tahun 2013.

i.

Diketahui hubungan riwayat abortus

dengan kejadian abortus di Rumah

Sakit Bumi Waras Kota Bandar

Lampung Tahun 2013.

C. Ruang Lingkup

Penelitian

ini

merupakan

penelitian

kuantitatif

dengan

desain

analitik

menggunakan pendekatan

retrospektif

yang

meneliti tentang faktor yang berhubungan

dengan kejadian abortus, subjek penelitian

ini adalah seluruh pasien rawat inap di ruang

kebidanan pada tahun 2012, penelitian ini

dilaksanakan di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota

Bandar Lampung pada

tanggal 8

sampai

dengan

28

Ferbuari

2013,

 pengumpulan data dengan menggunakan

metode dokumentasi register kebidanan.

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain

analitik, yaitu penelitian yang menyangkut

 pengujian hipotesis, yang mengandung

uraian- uraian tetapi fokusnya terletak pada

analisis

hubungan

antara

variabel

(Notoatmodjo, 2005).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 8

sampai dengan 28 Februari 2013 di Rumah

Sakit Rumah Sakit Bumi Waras Kota Bandar

Lampung.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah analitik

dengan

menggunakan

pendekatan

“retrospektif 

”.

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua ibu

hamil yang dirawat di ruang kebidanan

di Rumah Sakit Bumi Waras Kota

Bandar Lampung pada bulan

Januari-Desember 2012 sebanyak 532 ibu

dengan 78 kasus Abortus dan 454 ibu

tidak abortus.

2. Sampel

Sampel yang digunakan sebanyak 228

responden.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam

 penelitian ini dengan menggunakan

 proportional  random sampling

yaitu

 pengambilan

sampel

secara

acak

sederhana, yaitu dengan cara mengundi

(lottery technique).

E. Variabel Penelitian

Variabel dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Variabel tergantung, akibat terpengaruh

atau variabel dependent.

Variabel

dependen/terikat pada penelitian ini

adalah abortus

2. Variabel

bebas,

sebab

dan

mempengaruhi

disebut

variabel

independent, dalam penelitian ini yang

dimaksud dalam variabel independent

adalah usia, paritas, jarak kehamilan,

riwayat abortus.

G. Pengumpulan Data

Pengumpulan

data

menggunakan

metode dokumentasi. Metode dokumentasi

yaitu pengumpulan data dimana peneliti

menyelidiki benda-benda tertulis seperti

 buku-buku, majalah, dokumen,

peraturan- peraturan, dan sebagainya (Arikunto, 2006).

Alat pengumpulan data yaitu register

kebidanan,

proses

pengumpulan

data

dilakukan

dengan

cara

menentukan

responden sejumlah 228 orang yang terdapat

 pada catatan register kebidanan. Kemudian

 peneliti mengumpulkan data sesuai dengan

(4)

variabel yang akan diteliti. Dalam register

kebidanan data yang diperoleh hanya

variabel dependen (abortus) dan variabel

independen yaitu usia ibu, paritas dan

riwayat abortus, sehingga untuk mengetahui

data lain seperti jarak kehamilan peneliti

mengambil data yang terdapat dalam catatan

rekam medis.

H. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan:

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan

 pengecekan isian formulir sudah:

a. Lengkap : semua check list sudah

terisi

 b. Jelas : apakah tulisannya sudah

cukup jelas terbaca

c. Relevan : isian apakah relevan

dengan pertanyaannya

d. Konsisten : apakah antara beberapa

 pertanyaan yang berkaitan isi check

list.

2.

Coding

Merupakan

kegiatan

merubah

data

 berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka/bilangan. Untuk mempermudah

 pada saat analisis data dan juga

mempercepat pada saat entry data.

Peneliti merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka/ bilangan.

Variabel abortus, kode 0 jika abortus dan

kode 1 jika tidak abortus, variabel usia

kode 0 jika berusia < 20 atau > 35 tahun,

kode 1 jika berusia 20-35 tahun, variabel

 paritas, kode 0 jika paritas < 3, dan kode

1 jika paritas ≥ 3 orang. Variabel jarak

kehamilan, kode 0 jika jarak kehamilan <

24 bulan, kode 1 jika jar 

ak kehamilan ≥

24 bulan. Variabel riwayat abortus, kode

0 jika ada riwayat abortus, kode 1 jika

tidak ada riwayat abortus.

3. Proccessing

Pemprosesan data dilakukan dengan cara

meng-Entry data dari tabulasi ke paket

 program

komputer

untuk

variabel

independen dan dependen.

4

. Cleaning

Peneliti pengecekan kembali data yang

sudah di

 – 

Entry apakah ada kesalahan

atau tidak baik variabel independen

maupun variabel dependen

I. Analisa Data

1.

Analisa Univariat 

Analisis univariat adalah analisa

yang

dilakukan

menganalisis

tiap

variabel

dari

hasil

penelitian

(Notoadmodjo,

2010).

Data

yang

terkumpul dalam penelitian ini dianalisa

secara univariat dilakukan untuk melihat

distribusi

frekuensi

atau

besarnya

 proporsi menurut variabel yang diteliti.

Untuk data kategorik dianalisis untuk

mengetahui distribusi frekuensi dan

 presentase. Analisa univariat dilakukan

untuk melihat distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa

yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan / berkorelasi

(Notoatmodjo, 2010). Uji statistik yang

digunakan adalah

chi square,

  dengan

 bantuan komputer. Berdasarkan hasil

 perhitungan

statistik

dapat

dilihat

kemaknaan hubungan antara 2 variabel,

yaitu:

a.

Jika

p

value

0.05

maka

 bermakna/signifikan,

berarti

ada

hubungan yang bermakna antara

variabel independen dengan variabel

dependen atau hipotesis (Ho) ditolak

 b. Jika p value > 0.05 maka tidak

 bermakna/signifikan, berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara

variabel independen dengan variabel

dependen,

atau

hipotesis

(Ho)

diterima.

Dalam

bidang

kesehatan

untuk

mengetahui derajat hubungan yang

 beresiko relatif (RR) dan

Odds ratio

(OR). Nilai OR digunakan untuk jenis

 penelitian

cross sectional 

  dan

case

control 

. Penelitian ini menggunakan OR

karena merupakan jenis penelitian

cross

 sectional 

. Nilai OR terdapat pada baris

Odds Ratio

. OR untuk membandingkan

Odds pada kelompok terekspose dengan

Odds kelompok tidak terekspose.

(5)

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Sepuluh

Penyakit

terbesar

Ruang

Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung

Tabel 4.1

Data Sepuluh Penyakit terbesar Ruang

Kebidanan Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2012

 No

Penyakit

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Myoma Uterii

Abortus

Ketuban Pecah Dini

Pre Eklamsia

Cysta Ovarium

Kehamilan Ektopik

Hiperemesis

Gravidarum

Blighted Ovum

Ca Cerviks

Mola Hidatidosa

112

78

57

48

41

27

23

19

10

3

Sumber: Data Morbiditas Rawat Inap Ruang

Kebidanan Rumah Sakit

Bumi Waras Kota

Bandar Lampung.

Berdasarkan Data Morbiditas

Rawat Inap Ruang Kebidanan Rumah

Sakit

Bumi

Waras

Kota

Bandar

Lampung diketahui bahwa kasus abortus

merupakan kasus terbanyak nomor dua

setelah Myoma Uteri yaitu sebanyak 78

kasus.

2. Lokasi

Rumah

Sakit

Bumi

Waras

terletak di Jalan Wolter Monginsidi No.

235, Kelurahan Pengajaran, Kecamatan

Teluk Betung Utara, Kota Madya Bandar

Lampung, Propinsi Lampung. Batasan

sekitar Rumah Sakit Bumi Waras

Sebelah

Timur

Jalan

Raya

dan

 pertokoan,

Sebelah

Barat

Rumah

Penduduk, Sebelah Selatan Sekolah

Muhamadiyah dan Rumah Penduduk,

Sebelah Utara Rumah Penduduk dan RS.

Bumi Waras dapat dicapai dengan semua

 jalan kendaraan darat.

3. Sejarah Rumah Sakit Bumi Waras

Pada tahun 1986 berdiri Klinik

Spesialis Bumi Waras dibawah naungan

Yayasan

Bumi

Waras

yang

menyelenggarakan pelayanan: Pelayanan

Rawat jalan

,

Gawat Darurat

,

Fasilitas

Pelayanan Rawat Inap dengan 20 tempat

tidur 

,

Pelayanan

Radiologi

,

Laboratorium

,

kamar Bedah dan Kamar

 bersalin.

Pada

bulan

Mei

2009

dilaksanakan peletakan batu pertama

oleh Direktur PT. Andall Waras &

Direktur RS. Bumi Waras dalam rangka

 pembangunan gedung baru RS. Bumi

Waras (4 tingkat) sesuai dengan rencana

 pengembangan

fisik

gedung

dan

 penambahan jumlah tempat tidur.

4. Visi, Misi dan Motto

a. Visi RS Bumi Waras

Menjadi

Rumah

Sakit

Yang

Memberikan Pelayanan Kesehatan

Prima Di Lampung

 b. Misi RS Bumi Waras

1) Memberikan

Pelayanan

Kesehatan

Terpadu

Sesuai

Dengan Kebutuhan Pelangggan

2) Melaksanakan Pekerjaan Dalam

Tim Yang Profesional, Dinamis,

Inovatif Dan Berdedikasi Tinggi

c. Motto RS Bumi Waras

Kami Berikhtiar, Allah Yang

Menyembuhkan

5. Sarana Fisik Dan Prasarana RS.

a.

Luas tanah: 5.890 m

2

 b.

Luas Bangunan fisik Seluruhnya

: 7.074,55 m

2

terdiri dari:

1) 4 lantai bangunan baru

2) 2 lantai bangunan lama.

Luas bangunan lantai 1 : 3.969,22 m

2

a)

Unit Gawat Darurat

 b)

Praktek Dokter Spesialis

c)

Fisioterapi

d)

Radiologi

e)

Laboratorium

f)

Unit Haemodialisa (HD)

g)

Kamar Bersalin (VK)

h)  Neonatus (Ruang Kemuning)

i)

Perinatologi (Ruang Cempaka)

 j)

Unit Perawatan Kelas III Bedah

( Ruang Dahlia)

k)

Unit Perawatan Kelas II dan III

Kebidanan ( Ruang Kemuning)

l)

Unit Perawatan Kelas II Umum

(Ruang Cendana)

m) Kantor Adminitrasi, Lobby

Utama dan Kasir

n)

Kantor Direksi

Lantai 2:

(6)

 b) HCU

c) Unit Perawatan Kelas III Penyakit

Dalam (Ruang Mawar)

d) Unit Perawatan Kesehatan Anak

Kelas I, II dan III (Ruang Seruni)

e) Unit Perawatan Kelas VIP B, IA

dan IB (Ruang Melati)

Lantai 3 :

a)

Unit Perawatan Super VIP, VIP

A, VIP B dan I B (Ruang

Anggrek)

Lantai 4:

a) Aula dan Ruang Rapat (Ruang

 NIPRO)

c.

Sumber penyediaan listrik dari PLN.

1) KVA: 197.

2) Frekwensi 50

 – 

 60 Hz .

3) Voltage : 380

 – 

 400 Volt.

d.

Generator

1) 1 buah Diesel dengan daya 171

KVA, frekw. 50 Hz.

2) 1 buah Diesel dengan daya 250

KVA, frekw 50Hz.

e.

Pengolahan Limbah : IPAL

f.

Sumber air

: PAM

dan Sumur Dalam

g.

Sarana Komunikasi :

1) Menggunakan fasilitas telephone

melalui PT Telkom sebanyak 6

(enam) saluran.

2) Menggunakan fasilitas telephone

Flexi dari PT Telkom sebanyak

12 buah.

3) Interkom untuk seluruh Ruangan

sebanyak 45 sambungan.

B. Hasil Penelitian

1.

Analisa Univariat

a. Abortus

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Abortus

Abortus

Jumlah

Persentase

Abortus

Tidak Abortus

38

190

16.7

83.3

Jumlah

228

100.0

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa

responden

yang

mengalami

abortus

sebanyak 16,7% (38 responden).

b. Umur

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Umur

Umur 

Jumlah

Persentase

Beresiko

Tidak Beresiko

57

171

25.0

75.0

Jumlah

228

100.0

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa

responden

dengan

umur

beresiko

sebanyak 25,0% (57 responden).

c. Paritas

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Paritas

Paritas

Jumlah

Persentase

≥ 3 orang

< 3 orang

105

123

46.1

53.9

Jumlah

228

100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa

responden dengan paritas

≥ 3 orang

sebanyak 46,1% (105 responden).

d. Jarak Kehamilan

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Jarak kehamilan

Jarak

Kehamilan

Jumlah

Persentase

< 24 Bulan

> 24 Bulan

24

204

10.5

89.5

Jumlah

228

100.0

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa

responden dengan jarak kehamilan

sebanyak 10,5% (24 responden).

e. Riwayat Abortus

(7)

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Riwayat Abortus

Riwayat

Abortus

Jumlah

Persentase

Ada

Tidak Ada

16

212

7.0

93.0

Jumlah

228

100.0

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa

responden yang pernah mengalami riwayat

abortus sebanyak 7,0% (16 responden).

C. Pembahasan

1.

Hubungan Usia dengan Abortus

Hasil uji Chi Square dilaporkan

 bahwa nilai

 p value

  0,000, artinya

terdapat hubungan antara usia ibu

dengan Abortus di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013.

Secara

teori

usia

juga

dapat

mempengaruhi kejadian abortus karena

 pada usia kurang dari 20 tahun belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu

maupun pertumbuhan dan perkembangan

 janin, sedangkan abortus yang terjadi

 pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan

 berkurangnya fungsi alat reproduksi,

kelainan pada kromosom, dan penyakit

kronis (Manuaba, 2009).

Resiko abortus semakin tinggi

dengan semakin bertambahnya usia ibu.

Insiden

abortus

dengan

trisomi

meningkat dengan bertambahnya usia

ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah

1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena

angka

kejadian

kelainan

kromosom/trisomi

akan

meningkat

setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo,

2009).

Resiko keguguran spontan tampak

meningkat dengan bertambahnya usia

terutama setelah usia 30 tahun, baik

kromosom janin itu normal atau tidak,

wanita dengan usia lebih tua, lebih besar

kemungkinan keguguran baik janinnya

normal atau abnormal. Semakin lanjut

umur wanita, semakin tipis cadangan

telur yang ada, indung telur juga semakin

kurang

peka

terhadap

rangsangan

gonadotropin. Makin lanjut usia wanita,

maka resiko terjadi abortus, makin

meningkat karena menurunnya kualitas

sel telur atau ovum dan meningkatnya

resiko kejadian kelainan kromosom

(Samsulhadi, 2003).

Erlina (2008) menyatakan bahwa

usia seorang ibu nampaknya memiliki

 peranan yang penting dalam terjadinya

abortus. Semakin tinggi usia maka risiko

terjadinya abortus semakin tinggi pula.

Hal ini seiring dengan naiknya kejadian

kelainan kromosom pada ibu yang

 berusia diatas 35 tahun. Hal lain yang

 perlu diperhatikan adalah kejadian tumor

leiomioma uteri pada ibu dengan usia

lebih tinggi dan lebih banyak sehingga

dapat menambah risiko terjadinya

abortus.

Usia yang dipandang memiliki risiko

saat melahirkan adalah di bawah 20

tahun dan di atas 35 tahun. Sedangkan

antara 20-35 tahun dari segi usia risiko

melahirkannya nol. Untuk yang usia di

 bawah 20 tahun, risiko kehamilannya

karena alat-alat atau organ reproduksinya

 belum siap untuk menerima kehamilan

dan melahirkan. Alat-alat reproduksi

yang belum siap itu antara lain organ

luar seperti liang vagina, bibir kemaluan,

muara saluran kencing dan perinium

(batas antara liang vagina dan anus)

tidak siap untuk bekerja mendukung

 persalinan. Begitu pula halnya dengan

organ dalam seperti rahim, saluran rahim

dan indung telur. Wanita muda yang

umurnya di bawah 20 tahun terhitung

masih dalam proses pertumbuhan.

Memang mereka sudah mendapatkan

haid (menstruasi), namun sebenarnya

 bukan berarti organ reproduksinya sudah

matang seratus persen. Sedangkan untuk

wanita dewasa berusia lebih dari 35

tahun ke atas, kondisi organ-organ

reproduksinya

berbanding

terbalik

dengan yang di bawah 20 tahun. Pada

usia itu wanita mulai mengalami proses

 penuaan. Dengan kondisi seperti itu

maka terjadi regresi atau kemunduran

dimana alat reproduksi tidak sebagus

layaknya

normal,

sehingga

sangat

 berpengaruh pada penerimaan kehamilan

dan proses melahirkan (Emon, 2007).

Selain berpengaruh pada penerimaan

kehamilan

dan

proses

melahirkan,

kehamilan pada usia kurang dari 20

(8)

tahun dan di atas 35 tahun juga berisiko

untuk abortus (Manuaba, 2009).

Menurut Cunningham (2005),

risiko abortus spontan meningkat seiring

dengan paritas serta usia ibu. Frekuensi

abortus yang secara klinis terdeteksi

meningkat dari 12 % pada wanita berusia

kurang dari 20 tahun menjadi 26 % pada

mereka yang usianya lebih dari 40 tahun.

Ibu yang telah mengalami abortus pada

trimester I banyak terdapat pada ibu

yang lebih muda yaitu umur 18 tahun,

lebih rendah kejadiannya pada wanita

usia 20

 – 

  35 tahun, dan berkembang

meningkat tajam pada setelah usia 35

tahun. Stein dan Coauthors dalam

 penelitiannya menemukan bahwa abortus

spontan akan tetap terjadi pada umur

 pertengahan 30 tahun (Darmayanti,

2009).

Hasil penelitian ini didukung

oleh penelitian Muthalib (2010) yang

 berjudul “Faktor 

-faktor risiko yang

 berpengaruh terhadap kejadian abortus di

RSUD Salatiga Tahun 2008”, dengan

hasil penelitian menunjukkan ibu hamil

yang berusia <20 tahun dan >30 tahun

mempunyai

peluang

1,057

kali

mengalami abortus dibandingkan ibu

hamil yang berusia 20-30 tahun

(OR=1,057, CI 95%= 0,550-2,034, p=

0,016).

Dalam penelitian ini didapatkan

sebanyak 33 responden (57,9%) yang

dengan usia beresiko (< 20 tahun atau >

35 tahun) namun tidak mengalami

aborsi. Hal ini dapat dikarenakan ibu

dapat menjaga kehamilannya dengan

 baik seperti mengkonsumsi makanan

 bergizi, menghindari faktor resiko seperti

tidak

bekerja

terlalu

berat

atau

menghindari cedera. Namun dalam

 penelitian ini juga ditemukan ibu hamil

dengan

usia

antara

20-35

tahun

mengalami aborsi (8,2%), hal ini dapat

dikarenakan oleh faktor lain seperti

infeksi, ibu mengalami penyakit seperti

 penyakit

jantung

atau

adanya

 perangsangan yang menyebabkan uterus

 berkontrasksi.

Sehingga dapat disimpulkan

 bahwa faktor usia berhubungan dengan

kejadian abortus, dimana ibu yang

 berusia < 20 atau > 35 tahun beresiko

untuk mengalami abortus lebih besar

dibandingkan dengan ibu yang berusia

20-35 tahun. Abortus lebih sering terjadi

 pada wanita berusia 30 tahun dan

meningkatnya angka graviditas 6%

kehamilan pertama atau kedua berakhir

dengan abortus, angka ini meningkat

menjadi 16% pada kehamilan ke-3 dan

seterusnya (Hipokrates, 2002).

Menurut asumsi peneliti, ibu

yang memiliki usia beresiko tinggi

disebabkan

karena

adanya

usia

 perkawinan yang sangat muda (< 20

tahun) dan usia ibu sudah melewati batas

normal untuk hamil ( ≥ 35 tahun )

sebagai akibat dari tingkat pendidikan

dan pengetahuan yang rendah maupun

sosial ekonomi yang rendah, sehingga

mereka tidak mengetahui dampak yang

lahir dari sebuah perkawinan usia muda

2.

Hubungan Paritas dengan Abortus

Hasil uji Chi Square dilaporkan

 bahwa nilai

 p value  0,032, artinya

terdapat hubungan antara paritas dengan

Abortus di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

Hasil penelitian ini sejalan

dengan teori bahwa jumlah paritas ibu

merupakan salah satu faktor

 predisposisi

terjadinya kelahiran prematur karena

 jumlah paritas dapat mempengaruhi

keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan

(Nurdiana, 2008).

Sementara

risiko

abortus

semakin tinggi dengan bertambahnya

 paritas ibu (SPMPOGI, 2006). Hal ini

menunjukkan bahwa kejadian Abortus

dapat terjadi karena pengetahuan dan

 pengalaman ibu yang baru pertama kali

hamil masih kurang.

Hasil penelitian ini didukung

oleh

penelitian

Kusniati

(2007)

Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan

Kejadian Abortus (Studi di Rumah Sakit

Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan

Wagon Kabupaten Banyumas

Januari-Juni Tahun 2007.

yang menunjukkan

 bahwa ada hubungan yang bermakna

urutan kehamilan (p value=0,028)

dengan kejadian Abortus.

Berdasarkan

penelitian

yang

dilakukan oleh Agustina tahun 2006

menyatakan

bahwa

paritas

dengan

dengan kejadian abortus mempunyai

hubungan

yang

bermakna

dengan

(9)

signifikansi (p=0,000), dimana pada

wanita yang paritasnya lebih dari 3 ada

kecenderungan

mempunyai

risiko

sebesar 4 kali lebih besar untuk abortus

 bila dibandingkan dengan wanita yang

 paritasnya kurang dari 3 (Agustina,

2006).

Sehingga dapat disimpulkan

 bahwa

faktor

paritas berhubungan

dengan kejadian abortus, karena risiko

abortus

semakin

tinggi

dengan

 bertambahnya paritas ibu, dimana ibu

dengan paritas > 3 beresiko untuk

mengalami

abortus

lebih

besar

dibandingkan ibu dengan paritas < 3.

Banyaknya responden dengan paritas

tinggi

yang

mengalami

abortus

disebabkan karena pada keadaan ini

uterus tidak mampu bekerja maksimal

sehingga

mengakibatkan

terjadinya

abortus, apalagi jika diikuti oleh usia

yang juga beresiko tinggi.

Sementara bagi ibu dengan

 paritas rendah yang mengalami abortus

dapat disebabkan karena abortus buatan

sebagai akibat adanya indikasi medis

untuk kelainan bawaan berat serta

gangguan

pertumbuhan

dan

 perkembangan dalam rahim.

Menurut

asumsi

peneliti,

responden

dengan

paritas

tinggi

disebabkan karena masih adanya sosial

 budaya yang berkembang di masyarakat

 bahwa banyak anak banyak rezki,

ataupun pemahaman agama yang mereka

miliki

tentang

pelarangan

program

keluarga berencana. Paritas tinggi ini

 juga dapat disebabkan karena kurangnya

 pengetahuan ibu tentang resiko dari

 paritas tinggi yang dapat berdampak

tidak baik terhadap janin maupun ibu.

3.

Hubungan Jarak Kehamilan dengan

Abortus

Hasil uji Chi Square dilaporkan

 bahwa nilai

 p value

  0,000, artinya ada

hubungan antara jarak kehamilan dengan

abortus di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2013.

Hasil penelitian ini sejalan

dengan teori bahwa jarak kehamilan

yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24

 bulan merupakan jarak kehamilan yang

 berisiko tinggi sewaktu melahirkan

(Tukiran, 2008). Pada wanita yang

melahirkan anak dengan jarak yang

sangat berdekatan (di bawah dua tahun),

akan mengalami peningkatan risiko

terhadap terjadinya perdarahan pada

trimester ke tiga, termasuk karena alasan

 plasenta previa, anemia atau kurang

darah,

ketuban

pecah

awal,

endometriosis masa nifas serta yang

terburuk yakni kematian saat melahirkan

(Dian, 2004).

Selain itu wanita yang hamil

dengan jarak terlalu dekat berisiko tinggi

mengalami komplikasi di antaranya

kelahiran prematur, bayi dengan berat

 badan rendah, bahkan bayi lahir mati.

Meningkatnya risiko ini tidak berkaitan

dengan faktor risiko lain, seperti

komplikasi pada kehamilan pertama,

usia ibu waktu melahirkan, dan status

ekonomi ibu. jarak kehamilan terlalu

dekat menyebabkan ibu punya waktu

yang terlalu singkat untuk memulihkan

kondisi rahimnya. Setelah rahim kembali

ke

kondisi

semula,

barulah

merencanakan punya anak lagi (Ros,

2003).

Hasil penelitian ini didukung

oleh

penelitian

Kusniati

(2007)

“Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan

Kejadian Abortus (Studi di Rumah Sakit

Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan

Wagon Kabupaten Banyumas

Januari-Juni Tahun 2007

”,

yang menunjukkan

 bahwa tidak ada hubungan yang

 bermakna jarak kehamilan (p value

=1,000) dengan kejadian Abortus.

Sehingga dapat disimpulkan

 bahwa

faktor

jarak

kehamilan

 berhubungan dengan kejadian abortus,

dimana ibu dengan jarak kehamilan < 24

 bulan beresiko untuk mengalami abortus

lebih besar dibandingkan ibu dengan

 jarak kehamilan > 24 bulan.

Menurut asumsi peneliti, jarak

kehamilan kurang dari dua tahun atau

lebih dari lima tahun akan meningkatkan

risiko kelainan luaran maternal dan

 perinatal.

Sebagian

besar

pasien

mengalami abortus pada jarak kehamilan

lebih dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan

kriteria jarak kehamilan yang disarankan

WHO bahwa jarak kehamilan sebaiknya

antara 2-5 tahun untuk mencegah luaran

maternal dan perinatal yang kurang baik.

(10)

2. Hubungan Riwayat Abortus dengan Abortus

Hasil uji Chi Square dilaporkan

 bahwa nilai

 p value

  0,000, artinya ada

hubungan antara riwayat abortus dengan

abortus di Rumah Sakit Bumi Waras

Kota Bandar Lampung Tahun 2012.

Menurut pendapat Danvers, semakin

tinggi riwayat abortus, semakin besar

 pula risiko terjadinya abortus. Penelitian

Maconochie dkk juga menunjukkan

 bahwa

terdapat

hubungan

yang

 bermakna antara riwayat abortus dengan

kejadian abortus.

Riwayat abortus pada penderita

abortus

merupakan

predisposisi

terjadinya abortus berulang. Kejadiannya

sekitar 3

 – 

5%. Data dari beberapa studi

menunjukkan bahwa setelah 1 kali

abortus pasangan punya risiko 15%

untuk

mengalami

keguguran

lagi,

sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya

akan meningkat 25%. Beberapa studi

meramalkan bahwa risiko abortus setelah

3 kali abortus berurutan adalah 30

 – 

 45%

(Prawirohardjo, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan

 penelitian Kusniati (2007) Hubungan

Beberapa Faktor Ibu Dengan Kejadian

Abortus (Studi Di Rumah Sakit Ibu Dan

Anak An Ni'mah Kecamatan Wangon

Kabupaten

Banyumas

Januari-Juni

2007), yang menunjukkan ada hubungan

yang bermakna riwayat abortus (p

value=0,032).

Sehingga dapat disimpulkan

 bahwa

faktor

riwayat

abortus

 berhubungan dengan kejadian abortus,

dimana ibu dengan riwayat abortus

 beresiko untuk mengalami abortus lebih

 besar dibandingkan ibu yang tidak

memiliki riwayat abortus.

Menurut asumsi peneliti, ibu

dengan riwayat abortus mengindikasi

adanya masalah pada kesehatan organ

reproduksinya sehingga ia tidak dapat

mempertahankan kehamilannya seperti

adanya

penyakit

infeksi

TORCH

(Toxoplasma, Rubela,

Cytomegalo

dan

 Herpes Simplex

virus), abnormalitas

kromosom yang dapat menyebabkan

abortus berulang.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kejadian abortus di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung periode

Januari-Desember 2012 sebanyak 78

kasus (14,66%) dari 532 ibu hamil yang

 berkunjung dan dirawat.

2. Dari hasil distribusi frekuensi dapat

disimpulkan bahwa ibu yang mengalami

abortus sebagian besar dalam rentang

usia beresiko yaitu < 20 tahun atau > 35

tahun yaitu sebanyak 24 responden

(42,1%), paritas > 3 yaitu 24 responden

(22,9%), dengan jarak kehamilan < 24

 bulan yaitu 14 responden (58,3%) dan

ada riwayat abortus sebanyak 12

responden (75,0%).

3. Ada hubungan antara usia ibu dengan

abortus spontan di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013 (p value = 0,000)

4. Ada hubungan antara paritas ibu dengan

abortus spontan di Rumah Sakit Bumi

Waras Kota Bandar Lampung Tahun

2013 (p value = 0,000)

5. Ada hubungan antara jarak kehamilan

dengan abortus spontan di Rumah Sakit

Bumi Waras Kota Bandar Lampung

Tahun 2013 (p value = 0,032)

6. Ada hubungan antara riwayat abortus

dengan abortus spontan di Rumah Sakit

Bumi Waras Kota Bandar Lampung

Tahun 2013 (p value = 0,000)

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Berdasarkan

hasil

penelitian

ini

diketahui bahwa faktor-faktor yang

 berhubungan dengan kejadian abortus

adalah usia, paritas, jarak kehamilan dan

riwayat abortus, maka perlu dilakukan

 penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu

hamil

berupa

pemahaman

tentang

abortus dan resiko yang ditimbulkan.

Serta diupayakan untuk meningkatkan

 penyuluhan

kepada

masyarakat

khususnya

kelompok

wanita

yang

dikategorikan sebagai usia subur berupa

 pemahaman tentang abortus dan resiko

yang ditimbulkan.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian menunjukan bahwa

faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian abortus adalah usia, paritas,

(11)

 jarak kehamilan dan riwayat abortus.

Sehingga diharapkan pada masyarakat

untuk dapat melakukan pencegahan

seperti tidak hamil pada usia < 20 atau >

35 tahun, tidak hamil jika telah memiliki

anak 3, kehamilan selanjutnya dengan

 jarak > 24 bulan, dengan cara mengikuti

 program keluarga berencana (KB) dan

 bagi ibu yang pernah mengalami abortus

agar

lebih

sering

melakukan

 pemeriksaan kehamilan (ANC) sehingga

dapat diketahui sejak dini jika terjadi

komplikasi dalam kehamilan yang dapat

menyebabkan abortus.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai data awal atau data dasar bagi

 penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan abortus, sehingga diharapkan

 pada peneliti selanjutnya agar dapat

melakukan

meneliti

dengan

menggunakan

variabel

lain

yang

 berpengaruh terhadap abortus seperti

faktor janin dan faktor paternal.

Dan

dengan menggunakan jumlah sampel

yang lebih

representative

 lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, M, C. (2004).

Obstetri Dan

Ginekologi

. Jakarta: EGC.

Bobak , L. (2004).

 Keperawatan Maternitas

.

Jakarta : EGC.

Cunningham, G.F., MacDonald, P.C., Gant, N.F.,

& Ronardy, D.H.,(eds), 2005, Abortus,

Suyono,J.,

dan

Hartono,

A.,(alih

 bahasa),

Obstetri Williams, EGC, Jakarta

(edisi 20)

Damayanti, E. (2009.

 Hubungan Tingkat

 Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Resiko

Tinggi Kehamilan dengan Kepatuhan

 Kunjungan Antenatal Care di RSUD

 Pandan

Arang

Boyolali.

Surakarta.

Diperoleh

dalam:

http://etd.eprints.ums.ac.id/6428/1/J210050

072.pdf .  diakses tanggal 10 Desember

2012

Dwilaksana (2009) Hubungan faktor ibu dengan

kejadian abortus di RSUD Banyumas Unit

 II

Purwokerto.

(Skripsi),

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Diponegoro.

Tidak dipublikasikan. diakses tanggal 10

Desember 2012

Emon

(2007).

 Abortus.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/25255/

Chapter%20II.pdf 

Erlina (2008)

 Perdarahan Pada Kehamilan

Trimester

III. 

http:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 

20231/2/Reference.pdf 

 - diakses tanggal 10

Desember 2012

Farrer, Helen. 1999.

 Perawatan Maternitas

(Maternity Care). Jakarta: EGC.

Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga

. Jakarta

: EGC.

Goleman, D. 2005.

Working with emotional

intelligence. Kecerdasan emosi untuk

mencapai puncak prestasi. Alih bahasa :

Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama

Haksohusodo,

2007

 Abortus.

m.medicastore.com/index.php?mod=penya

kit&id=572

  diakses tanggal 10 Desember

2012

Harlap S, Shiono P.H., Ramcharan S.:

 A life

table of spontaneous abortions and the

effect of age, parity, and other variables.

In porter IH, Hook EB (eds):

 Human

 Embrionic and Fetal Death. New York,

Academic,1980, p 145

Hartono

(2011).

 Faktor

Maternal

yang

berhubungan dengan kejadian abortus di

 Rumah Sakit Umum Lasinrang Pinrang 

.

Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Tidak dipublikasikan.

diakses tanggal 10 Desember 2012

Henderson, et al. (2005).

 Buku Ajar konsep

 Kebidanan

. Jakarta : EGC.

Hermiyanti, Sri. 2008.

 Kebijakan Operasional

 Percepatan Penurunan Angka Kematian.

Direktur Bina Kesehatan Ibu Ditjen Bina

Kesmas

Hertig dkk (2002),

 Kehamilan Patologi dengan

(12)

http://kti-

akbid.blogspot.com/2012/06/kehamilan- patologis-dengan-abortus.html. 

diakses

tanggal 10 Desember 2012

Hoetomo. (2005).

 Kamus Lengkap Bahasa

 Indonesia

, Surabaya: Mitra pelajar.

JNPK_KR. (2008).

 Pelayanan obsetri dan

neonatal

emergensi

dasar

(PONED)

Kusmiyati, Dkk. (2009).

 Perawatan ibu hamil 

.

Yogjakarta : Fitramaya

Kementerian Kesehatan RI, (2010).

 Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan. Tahun

2010-2014.

Jakarta

Manuaba. (2007).

 Pengantar kuliah obstetri

.

Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Mochtar, R., (2009).

Sinopsis Obstetri

, Jilid 1,

Lutan, D. (Eds), EGC, Jakarta

Murphy. (2005)

 Keguguran

 : Apa yang Perlu

Diketahui.

Muthalib (2010)

 Faktor-faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian abortus di

 RSUD Salatiga Tahun 2008.

  (Skripsi),

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Diponegoro.

Tidak

dipublikasikan.

diakses tanggal 10 Desember 2012

 Notoatmodjo (2010)

 Metodologi Penelitian

 Kesehatan

. Jakarta: PT. Rineka Cipta

 Nugroho, Taufan. (2010).

 Buku ajar obstetri

c.

Yogjakarta : Nuha Medika

 Nurdiana.

(2008).

 

Hubungan

Antara

 Pengetahuan

Dan

Motivasi

Kader

 Posyandu

Dengan

Keaktifan

Kader

 Posyandu Di Desa Dukuh Tengah

 Kecamatan

Ketanggungan

Kabupaten

 Brebes.

  Jurnal Kepwrawatan (online).

http//www.jurnalkeperawatan.net/Haryanto

Adi Nugroho, Dewi Nurdiana.pdf. diakses

tanggal 10 Desember 2012

PPKC. (2007).

 Pelatihan manajemen asuhan

kebidanan.

 Jakarta

Ruswana. (2006).

 Ibu Hamil Resiko Tinggi.

Tersedia

 

dalam:

http://medicastore.com/penyakit/569/Keha

milan_Resiko_Tinggi.html. 

diakses

tanggal 10 Desember 2012

Samsulhadi (2003)

Gambaran Kejadian Abortus

 pada Remaja

. www.scribd.com/doc

Sarwono. (2008).

 Ilmu Kebidanan.

  Jakarta :

Tridasa Printer.

Prawirohardjo, S. (2006).

 Pelayanan Kesehatan

 Maternal

dan

Neonatal 

.

Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan.

Penerbit

Yayasan

Bina

Pustaka.

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Pusdiknakes. (2003).

 Asuhan Antenatal.

 Jakarta:

Pusdiknakes.

Rayburn, W.F. (2006).

Obstetri dan Ginekologi

.

Jakarta : Widya Medika

Sastrawinata, S., (2004).

Obstetri Patologi Ilmu

 Kesehatan Reproduksi,

ed.2.Jakarta:

EGC

SDKI (2007). Survei Dinas Kesehatan Indonesia

Tahun 2007

Widyastuti. Palupi (2003) Perawatan Ibu Dan

Bayi. EGC. Jakarta.

Wibowo, B., & Wiknjosastro, G.H., (2004).

 Kelainan Lamanya Kehamilan, Ilmu

 Kebidanan

,

Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta pp

302-320.

Wiknjosastro,

H.,

Saifuddin,

A.B.,.

Rachimhadhi, T. (eds). (2005)

 Ilmu

 Kandungan.

Edisi 2. Jakarta: Bina

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif metode penelitian deskriftif analitik dengan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Prof

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kejadian depresi pada

Subyek dan metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif- analitik-observasional studi kohor retrospektif, dengan pendekatan cross-sectional

Kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar 50% pada bayi cukup bulan faktor yang berhubungan Jenis penelitian kuantitatif melalui rancangan penelitian analitik 28 hari

Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan penelitian cross-sectional study yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain Cross-sectional untuk meneliti adanya pengaruh penggunaan metode belajar blended

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif metode penelitian deskriftif analitik dengan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Prof