• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAND OUT PERKULIAHAN. 1 P a g e

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAND OUT PERKULIAHAN. 1 P a g e"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e HAND OUT PERKULIAHAN

Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia Kode Mata Kuliah : IN 103

Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 1

Pokok Bahasan : Konsep Dasar Morfologi Pada bagian ini akan dipaparkan:

1. pengertian morfologi;

2. perbandingan morfologi dengan leksikologi; 3. perbandingan morfologi dengan etimologi; dan 4. morfologi dengan sintaksis

A. Pengertian Morfologi

Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).

Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya,

a. makan makanan dimakan termakan makan-makan dimakankan rumah makan b. main mainan bermain main-main bermain-main permainan memainkan

Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan, memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk bermakna ber-, main, dan main.

Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‗memasukan sesuatu melalui mulut‘, sedangkan makanan maknanya ‗semua benda yang dapat dimakan‘.

Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari oleh bidang

(2)

2 | P a g e morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107) lebih tegas merinci bidang yang dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2) proses pembentukan kata, (3) fungsi proses pembentukan kata, (4) makna proses pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata.

B. Perbandingan Morfologi dengan Leksikologi

Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain : 1) Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong.

2) Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong.

3) Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong. 4) Terluang; misalnya: waktu kosong.

5) Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong. (Poerwadarminta, 1985 : 524).

Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‗menjadikan kosong‘, pengosongan ‗perbuatan mengosongkan‘, kekosongan ‗keadaan kosong‘ atau ‗menderita sesuatu karena kosong‘.

Morfologi danLeksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi si antara keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di atas, sedangkan mengosongkan makna atau artinya ‗menjadikan atau membuat jadi kosong‘. Mengenai arti leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks meN-kan. C. Perbandingan Morfologi dengan Etimologi

Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri, 1985 : 109).

Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk, namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahan-perubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia di samping dia, yang, dan –nya dan tuan di samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul kata.

D. Perbandingan Morfologi dengan Sintaksis

Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan morfologi yaitu sintaksis. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ―dengan‖ dan tattien ―menempatkan‖. Dengan jelas, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat (Verhaar, 1985 : 70).

(3)

3 | P a g e Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan antarkelompok kata dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari seluk-beluk kata itu sendiri secara mandiri tanpa memperhatikan hubungannya dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa unsur yang paling kecil yang dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar ialah kata, sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang terbesar kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110).

Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat, ―Ia mengadakan perjalanan.‖ Jika kita membicarakan ia sebagai bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan bidang morfologi, tetapi jika pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai predikat dengan kata perjalanan sebagai objek termasuk garapan sintaksis.

Dengan membaca uraian di atas, kita seolah-olah dapat dengan mudah mengetahui batas yang tegas bidang garapan morfologi dengan sintaksis. Sebenarnya tidaklah selalu demikian. Kita ambil contoh bentuk-bentuk ketidakadilan, ketidakmampuan, dan ketidaktentraman. Pembicaraan kata-kata tersebut sebagai bentuk kompleks yang terdiri atas bentuk ke-an dengan tidak adil, tidak mampu, tidak tentram termasuk ke dalam bidang morfologi. Akan tetapi pembicaraan mengenai hubungan antara tidak dengan adil, mampu, dan tentram termasuk ke dalam bidang sintaksis. Pembicaraan tentang bentuk yang salah satu unsurnya berupa afiks atau imbuhan termasuk dalam bidang morfologi, sedangkan bentuk yang semua unsurnya berupa kata (bentuk yang seperti itu sering disebut frase) termasuk ke dalam bidang sintaksis (Ramlan dalam Prawirasumantri, 1985 : 110).

Contoh lain yang menunjukkan bahwa morfologi dan sintaksissulit ditentukan batasnya yaitu pembicaraan tentang kata majemuk yang semua unsurnyapokok kata atau kata seperti: tinggi hati, keras kepala, sapu tangan, dan sejenisnya. Pembicaraan bentuk-bentuk seperti itu tampaknya seperti termasuk kedalam sintaksis, tetapi karena bentuk-bentuk itu mempunyai sifat seperti kata, maka pembicaraannya termasuk ke dalam bidang morfologi. Hal itu disebabkan karena kata majemuk termasuk golongan kata. Bukankah morfologi mempelajari kata sebagai unsur yang terbesar?

(4)

4 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 2

Pokok Bahasan : Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik

BENTUK-BENTUK LINGUAL ATAU SATUAN-SATUAN GRAMATIK Pada bagian ini akan dipaparkan:

1. perbedaan istilah linguistik, linguistis, dan lingual;

2. pengertian bentuk-bentuk lingual atau satuan-satuan gramatika; 3. bentuk tunggal dan bentuk kompleks;

4. bentuk bebas dan bentuk ikat;

5. unsur ultimat dan unsur langsung; dan 6. bentuk dasar dan bentuk asal

1. Tiga Istilah : Linguistik, Linguistis, dan Lingual

Ketiga istilah ini sengaja dipaparkan agar konsep yang dikandungnya jelas. Istilah linguistik berasal dari bahasa inggris linguistics atau istilah perancisnya linguistique, termasuk kata benda. Istilah linguistic menunjuk kepada disiplin ilmiah tertentu yaitu ilmu yang mempelajari bahasa sebagai objeknya. Linguistis termasuk kata sifat. Linguistis artinya ―yang bersifat bahasa atau kebahasaan‖. Sedangkan lingual menunjukan kepada ―isi yang diwadahi‖ oleh linguistic itu sendiri yaitu bahasa (Sudaryanto, 1983 : 6).

Berdasarkan penjelasan itu, penulis sengaja akan mempergunakan istilah lingual untuk pengertian ―bahasa‖ seperti bentuk lingual, perubahan lingual, dan sebagainya.. dengan perkataan lain, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual untu istilah bentuk linguistik yang sering dipergunakan. Padanan katanya adalah satuan gramatik. Istilah satuan gramatik atau bentuk lingual ini sering pula disebut dengan istilah satuan dan bentuk (Ramlan, 1980, Ramlan, 1983 : 22). Dalam tulisan ini selanjutnya, penggunaan istilah-istilah tersebut bergantian. Artinya, penulis akan mempergunakan istilah bentuk lingual, satuan gramatik, bentuk, atau satuan untuk maksud yang sama.

2. Apa Itu Bentuk-bentuk Lingual atau Satuan-satuan Gramatik ?

Untuk memahami pengertian bentuk lingual atau satuan gramatik, perhatikanlah contoh-contoh berikut.

1. ber- → berambut 2. rambut, berambut 3. rambut palsu

4. ia mengenakan rambut palsu 5. Ia mengenakan rambut palsu.

Contoh-contoh di di atas, semuanya mempunyai makana atau arti. Ber- pada berambut maknanya ―mempunyai‖ (rambut). Coba cari pula apa makna yang terkandung pada contoh 2, 3, 4, dan 5. Contoh 1 sampai dengan 5, berturut-turut berbentuk morfem, kata frase, klausa,dan kalimat. Bahkan ada lagi bentuk yang lebih besar yaitu wacana. Contoh-contoh di atas termasuk bentuk lingual atau satuan gramatik.

Bertitik tolak dari uraian di atas, dapatlah ditarik suatu definisi bahwa bentuk lingual atau satuan gramatik ialah satuan yang mengandung arti atau makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal (Ramlan, 1983 : 22). Satuan gramatik ini bisa disebut satuan atau

(5)

5 | P a g e bentuk (Ramlan, 1983 : 22; Prawirasumantri, 1985 :115).

3. Bentuk Tunggal dan Bentuk Kompleks

Bentuk tunggal adalah satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi, sedangkan bentuk kompleks ialah satuan gramatik yang terdiri atas satuan-satuan lain yang lebih kecil (Ramlan, 1985 : 115).

Satuan sepeda, merupakan bentuk tunggal karena tidak dapat dirinci lagi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil yang bermakna. Berbeda dengan bersepeda, terdiri atas ber- dan sepeda. Bentuk, Ia membeli sepeda baru, terdiri atas ia, meN-, beli, sepeda, dan baru. Bentuk bersepeda dan Ia ingin membeli sepeda baru termasuk bentuk kompleks.

4. Bentuk Bebas dan Bentuk Ikat 1) makan, meja

2) meN-, ber-, di- (mendengar, berlari, dipukul) 3) ke, di, -lah (ke pantai, di pantai, duduklah)

4) ku-, -ku, -mu, -isme (kutendang, kukuku, bukumu, akuisme) 5) juang, temu, keliar (berjuang, pertemuan, berkeliaran)

Contoh nomor 1, merupakan satuan yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Bentuk seperti itu dapatsecara langsung sebagai alat akomunikasi, walau tidak disertai bentuk lain. Sebagai gambaran bentuk makan dapat berdiri sendiri sebagai jawaban, ―Sedang apa Rudi?‖. Bentuk atau satuan ssperti itu disebut bentuk bebas atau satuan bebas yakni satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Contoh 2 sampai dengan 5, seperti meN-, ke, ku-, dan juang merupakan satuan-satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Satuan-satuan tersebut baru dapat digunakan sebgai alat komunikasi apabila diikatkan kepada bentuk lain. Satuan seperti itu disebut bentuk ikat (Ahmadslamet, 1982 : 56) atau Ramlan (1983 : 24) menyebutnya satuan gramatik terikat atau satuan terikat.

Bentuk ikat dapat dikelompokkan menjadi empat jenis. Pertama, bentuk ikat yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatik. Satuan-satuan ini bersama dengan satuan lain membentuk kata. Sebagai penegas perhatikan contoh 2, meN-, ber-, dan di- pada kata-kata mendengar, berlari, dan dipukul. Ditinjau dari sudut arti satuan-satuan itu tidak memiliki arti leksikal, melainkan arti gramatik atau makna sebagai akibat pertemuannya dengan satuan lain. Bentuk atau satuan seperti itu disebut bentuk ikat morfologis (Prawirasumantri, 1985 : 117). Ramlan (1983 : 25) menyebutnya dengan istilah afiks atau imbuhan. Kedua, bentuk ikat yang secara gramatis mempunyai sifat bebas seperti satuan bebas tetapi tidak memiliki makna leksis, seperti contoh 4, ke, di, lah, dari dan banyak lagi. Sifat bebas dapat kita buktikan pada contoh berikut.

ke pantai ke tepi pantai

ke sebelah kanan tepi pantai

Melihat contoh tersebut, bentu ke yang tampaknya terikat pada bentuk pantai, ternyata masih dapat disisipi bentuk tepi dan sebelah kanan tepi. Itu terbukti bahwa bentuk-bentuk tersebut secara gramatis dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk yang menyertainya. Demikian pula misalnya dengan –lah pada kata makanlah, masih bisa disisipi bentuk lain sehingga menjadi makan sajalah, atau makan nasi dengan sambal sajalah. Bentuk ikat seperti itu disebut oleh Prawirasumantri (1985 : 117) dengan istilah bentuk ikat secara sintaksis. Carilah bentuk-bentuk yang setipe dengan bentuk itu dari buku-buku bacaan! Ketiga, bentuk ikat yang memiliki makna leksis, tetapi tidak bisa berdiri sendiri dalam tuturan biasa, atau secara gramatis tidak memiliki kebebasan. Bentuk-bentuk yang dimaksudkan seperti terlihat pada contoh 4 yakni: ku-, -ku, -um, -isme. Bentuk atau satuan seperti itu disebut klitik. Klitik yang letaknya di depan bentuk lain disebut proklitik, sedangkan yang letaknya dibelakang bentuk

(6)

6 | P a g e lain dinamakan enklitik. Sebagai contoh ku- pada kutendang dan –ku pada bentuk kukuku. Contoh pertama termasuk proklitik, kedua enklitik. Keempat, satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, maupun secara gramatis tidak memiliki kebebasan, tetapi bisa digunakan sebagai bentuk dasar bagi pembentukan kata. Bentuk atau satuan yang seperti itu disebut pokok kata. Perhatikan contoh 5, juang, temu, keliar pada kata berjuang, pertemuan, dan berkeliaran. Istilah lain untuk pokok kata ialah kata bakal atau prakategorial.

Ada yang mengatakan klitik (baik proklitik maupun enklitik) disebut klitik morfologis. Sementara itu ada istilah lain yakni ―klitik sintaksis‖. Contoh klitik sintaksis yaitu bentuk mereka dan saya pada Anjing itu saya pukul dan buku itu mereka bawa.saya pukul dan mereka bawa dalam kalimat di atas sama-sama menduduki P, jadi saya dan mereka berfungsi membentuk frase, oleh karena itu disebut klitik sintaksis. Berbeda dengan klitik morfologis seperti ku- dan –mu pada kupukul dan bukumu, terlihat bentuk-bentuk itu membentuk kata.

5. Unsur Ultimat dan Unsur Langsung

Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu, satuan gramatik ini ada yang berbentuk tunggal ada pula yang berbentuk kompleks. Bentuk kompleks dapat dipecah-pecah lagi menjadi bentuk-bentuk atau satuan-satuan lain. Satuan-satuan yang secara langsung (Ingg. Immediate Constituents), sedangkan satuan-satuan yang paling kecil merupakan pembangun satuan yang lebih besar atau satuan kompleks disebut unsur ultimat (Ingg. Ultimate Constituents) (Ahmadslamet, 1982 : 53) disebut dengan istilah unsur.

Sebagai contoh, Ramlan (1980 : 21) mengambil bentuk berpakaian. Unsur langsung berpakaian ialah pakai dan –an. Dengan demikian jelaslah bahwa kata berpakaian pembentukannya dilakukan secara bertahap, tidak serempak pakai dan ber-an. Dengan perkataan lain, pakai dan –an merupakan unsur langsung pakaian; ber- dan pakaian menurut unsur langsung dari berpakaian. Berdasarkan hal itu, kita dapat menentukan unsur atau unsur ultimat berpakaian ialah ber-, pakai, dan –an. Lihatlah diagram berikut ini.

Contoh lain, berperikemanusiaan, tahap atau hirarki pembentuknya lebih banyak lagi bila dibandingkan dengan berpakaian. Berperikemanusiaan terbentuk secara langsung oleh satuan ber- dan perikemanusiaan. Perikemanusiaan dibentuk oleh peri dan kemanusiaan. Selanjutnya kemanusiaan secara langsung dibentuk oleh satuan ke-an dan manusia. Jadi, unsur ultimat berperikemanusiaan ialah ber-, peri, ke-an, dan manusia. Jelasnya, lihatlah diagram berikut.

Bagaimanakah untuk menentukan unsur langsung bentuk kompleks? Jika bentuk tersebut hanya terdiri atas dua unsur, maka kedua unsur tersebut merupakan unsur langsungnya. Namun, apabila bentuk tersebut terdiri atas lebih dari dua unsur, penentuan unsur langsungnya harus memperhatikan dua tahap seperti yang dikemukakan Ramlan (1980 : 22) (Prawirasumantri, 1985 : 119).

Tahap 1

Cari kemungkinan adanya satuan yang setingkat lebih kecil dari satuan yang dianalisis. Contoh kata berperikemanusiaan, pada contoh analsis di atas. Contoh lain, kesatupaduannya, satu tingkat yang lenih kecil yaitu kesatupaduan dan –nya. Bentuk yang satu tingkat lebih kecil dari kesatupaduan ialah ke-an dan satu padu. Bentuk yang satu tingkat lebih kecil dari satu padu adalah satu dan padu.

Tidak semua bentuk kompleks dapat ditentukan unsur langsungnya dengan cara seperti tahap pertama. Sebagai contoh kata pendidikan, yang satu tingkat lebih kecil dari adanya mungkin: peN- dan didikan, pendidik dan –an, atau peN-an dan didik. Mana yang betul? Apakah ketiga-tiganya betul? Tidak mungkin. Yang betul pasti satu. Yang manakah? Karena itu kita tidak dapat mencarinya dengan tahap pertama. Kita harus mencarinya dengan

(7)

7 | P a g e menggunakan tahap kedua.

Tahap II

Perhatikan arti atau makna bentukan-bentukannya, baik makna bentuk yng diselidiki maupun makna yang satu tingkat lebih kecil daripadanya.

Sebagai contoh, perhatikan analisis bentuk pendidikan berikut ini. pendidikan pendidik + -an (alternatif 1)

pendidikan peN- + didikan (alternatif 2) pendidikan peN-an + didikan (alternatif 3)

Maka pendidikan ―menyatakan hal-hal mendidik‖, maka bentuk kata analisisnya pun harus menyertakan makna yang sama. Sekarang perhatikan alternative 1. kemungkinan unsur langsung pendidikan adalah pendidik dan –an.hal itu sudah tentu tidak dapat diterima. Kita ketahui bahwa pendidikan merupakan kata benda, sama dengan laut, darat, bulan, dan sebagainya. Imbuhan –an yang melekat pada kata benda mempunyai arti ―kumpulan‖ atau ―tiap-tiap‖ tidak kita ketremukan pada kata pendidikan. Pendidikan maknanya bukan ―kumpulan pendidik‖ atau ―tiap-tiap pendidik‖. Jelaskan alternatif 1 ini tidak benar.

Sekarang kita buktikan alternatif 2. Unsur langsung pendidikan mungkin peN- dan didikan. Bentuk didikan termasuk kata benda, sama dengan syair, daging, rotan, dan sebagainya. Makna peN- bila melekat pada bentuk dasar kata benda antara lain: ―orang atau sesuatu yang biasa melakukan perbuatan‖ atau ―menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan benda yang tersebut pada bentuk dasar‖, seperti penyair, pedaging, dan perotan. Makna seperti itu tidak ada pada bentuk pendidikan. Pendidikan, maknanya bukan ―orang didikan‖ atau orang yang menghasilkan didikan‖. Jelas, alternatif 2 pun salah.

Karena jumlah alternatif hanya tiga butir, maka alternatif terakhir inilah yang pasti benar. Dengan demikian, kita dapat menentukan bahwa unsur langsung pendidikan ialah peN-an dan didik, yang sekaligus menjadi unsur ultimatnya (Ahmadslamet, 1982 : 54).

Selanjutnya dikemukakan pula oleh Ahmadslamet bahwa dalam menentukan unsur langsung dapat saja timbul berbagai pendapat. Banyak pakar berpendapat bahwa analisis unsur langsung bentukan-bentukan seperti mengambilkan ada dua macam alternatif Unsur mengambilkan ialah meN- dan ambilkan atau mengambil dan –kan. Bentunk mengambilkan hanya ada dalam bentuk imperative atau pasif, yang kedua-duanya tidak mungkin menjadi bentuk dasar mengambilkan. Berdasarkan jalan pikiran seperti itu, bentukan mengambilkan unsur langsungnya ialah meN-an dan ambil. Dengan mengambil analogi bentuk itu, maka bentuk-bentuk seperti menyesatkan, menimbulkan, menuliskan, membacakan unsur langsungnya ialah meN-kan dengan sesat, timbul, tulis, baca. Namun demikian, perlu pula kita perhatikan pendapat lain yang mungkin menggunakan dasar pertimbangan yang berbeda sehingga hasilnya pun akan berubah.

6. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar

Bentuk kompleks merupakan bentuk atau satuan yang terdiri atas satuan-satuan lain yang lebih kecil. Bentuk yang paling kecil yang menjadi asal bentuk kompleks dinamakan bentuk asal, sedangkan satuan gramatik yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi dasar bentuk kompleks disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983 : 42).

Untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah bentuk berkemauan. Bentuk berkemauan terbentuk dari bentuk asal mau mendapat afiks ke-an menjadi kemauan, kemudian mendapat afiks ber- menjadi berkemauan. Dengan perkataan lain, bentuk dasar berkemauan ialah kemauan (karena bentuk ini yang satu tingkat lebih kecil dan menjadi dasar), sedangkan bentuk asalnya ialah mau. Kalau kata kemauan kita cari bentuk dasarnya ialah mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya dengan mendapat afiks ke-an. Dapat dikatakan lebih jelas bentuk dasar berkemauan adalah kemauan, sedangkan bentuk asalnya ialah mau. Bentuk dasar kemauan yaitu mau yang sekaligus merupakan bentuk asalnya.

(8)
(9)

9 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 3

Pokok Bahasan : Morfem dan Prosedur Pengalamannya

MORFEM DAN PROSEDUR PENGALAMANNYA Pada bagian ini, akan dipaparkan:

1) pengertian morfem;

2) perbedaan morfem, morf, dan alomorf; 3) perbadingan morfem dengan kata; 4) paradigma; dan

5) prinsip-prinsip pengenalan morfem. A. Apakah Morfen Itu?

Kita sudah tahu, behwa morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat dipelajari oleh morfologi. Namun, apa yang dimaksud dengan morfem belum dijelaskan. Inilah pengertiannya.

1) Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26).

2) Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983 : 10).

3) Morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain (Sitindoan, 1984 : 64).

4) Morfem yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam bentuk terkecil yang mengandung arti (Bloch dan Trager dalam Prawirasumantri, 1985 : 127).

5) Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkecil yang sama atau mirip yang berulang (Samsuri, 1982 : 170). Yang dimaksud berulang disini yaitu kehadirannya berkali-kali dalam tuturan.

6) Bloomfield (1933 : 161) mendefinisikan morfwem sebagai ― a linguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or morpheme. (Maksud pernyataan itu, ―satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem).

7) Morphemes are the smallest individually meaningfull element is the utterances of a language (Hockett, 1958 : 123). Maksudnya, morfem adalah unsur-unsur yang masing-masing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa.

Dari ketujuh definisi yang telah dikutip di atas, tergambar adanya persamaan konsep. Pada dasarnya, morfem merupakan satuan gramatik terkecil baik bebas maupun ikat yang memiliki arti, baik secara leksikal maupun gramatikal.

Sebagai contoh bentuk sakit adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk terkecil lainnya serta mengandung makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga merupakan sebuah morfem, karena merupakan bentuk terkecil bahasa Indonesia, walau tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal. Jadi jelas, bahwa morfem itu bisa berbentuk bebas (seperti: ke-, ter-, peN-, di-, per-an, peN-an). Oleh karena itu, morfem dapat diklasifikasikan menjadi morfem bebas dan morfem ikat.

(10)

10 | P a g e B. Morfem dengan Morf dan Alomorf

Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah maupun urutan fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur fonologis pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari, pembimbing, pendengar, penguji, penyakit, dan pengecat.satuan-satuan pe-, pem-, peng-, peny-, dan penge- masing-masing disebut morf yang semuanya alomorf dari morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27; Prawirasumantri, 1985 : 128; Ahmadslamet, 1983 : 27; Keraf, 1983 : 51). Jadi dapatlah dikatakan bahwa morfem peN- mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge- sebagai alomorfnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alomorf itu merupakan variasi bentuk suatu morfem. Keraf (1982 : 51) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis fonem awal sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /N/ itu harus homogen. Sebagai contoh /N/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /b/. fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial. Sedangkan yang dimaksud dengan morf adalah wujud kongkret dari alomorf itu sendiri.

C. Morfem dengan Kata

Perhatikanlah satuan-satuan gramatik berikut ini ! 1) tanda

2) menandai 3) tanda tangan 4) dari Bandung

Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas. Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28; Prawirasumantri, 1985 : 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain tanda itu tangan. Bentuk atau satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di sebut kata.

Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut kata bermorfem tunggal atau kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar, 1984 : 54).

Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu cirri kata. Cirri kata pada dasrnya mencakup dua hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam sebuah ujaran bahasa, dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).

(11)
(12)

12 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 4

Pokok Bahasan : Paradigma dan Deretan Morfologis Paradigma dan Deretan Morfologis

Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan bentuk akibat afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya denganderetan morfologik seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu deretan atau daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.

Deretan morfologik ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat paradigma atau deretan morfologik kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya: menulis penulis tertulis bertulis bertuliskan tulisan tulis-menulis menulisi ditulisi dituliskan bertuliskan menuliskan tulis

Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya. Contoh lain dapat kita lihat dari paradigma berikut.

terlantar menelantarkan ditelantarkan keterlantaran terlantar

berdasarkan paradigma di atas jelaslah bahwa kata terlantar terdiri atas satu morfem, bukan dua morfem ter- dan lantar.

E. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem

Pengenalan morfem dapat dilakukan dengan cara membanding-bandingkan suatu bentukan yang berulang dengan cara mengadakan subtitusi (Prawirasumantri, 1985:129). Deretan morfologik atau paradigma merupakan salah satu cara untuk itu. Namun demikian, untuk mengenal suatu morfem lebih jauh, kita kita dapat menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Samsuri (1982:172) dan Ramlan (1983:31) mengemukakan masing-masing enam prinsip pengenalan morfem. Samsuri mengemukakan tiga prinsip pokok dan tiga prinsip tambahan, sedangkan Ramlan tidak membedakan keenam prinsip tersebut. Sementara itu Ahmadslamet (1982:46) mengetengahkan pendapat Nida (1963) memaparkan tujuh prinsip. Dalam uraian

(13)

13 | P a g e ini akan dipaparkan enam prinsip Ramlan dan satu prinsip tambahan dari Nida untuk melengkapinya.

Prinsip ke-1

Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama termasuk satu morfem.

Bentuk baju pada kata berbaju, menjahit baju, baju batik, dan baju biru merupakan satu morfem. Satuan-satuannya itu mempunyai struktur fonologis yang sama yakni /b/a/j/u/ dan arti yang sama yaitu ‗alat penutup badan‖.

Prinsip ke-2

Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda termasuk satu morfem apabila memiliki satu arti yang sama sedangkan perbedaan struktur tersebut dapat dijelaskan secara fonologis.

Satuan-satuan men-, mem-, meng-, meny-, menge-, me-, pada kata menjawab, membawa, menggali, menyuruh, mengebom, dan melerai mempunyai makna yang sama yaitu ―menyatakan tindakan aktif‖. Perbedaan struktur fonologis tersebut dapat dijelaskan secara fonologis yaitu disebabkan oleh lingkungan yang dimasukinya yakni fonem awal bentuk dasar yang mengikutinya yaitu /j/, /b/, /g/, /s/, kata yang terdiri atas satu suku kata, dan /l/. fonem /N/ pada morfem meN- berubah menjadi /m/ seperti pada kata membawa, hal itu disebabkan fonem /b/ merupakan fonem bilabial, sama dengan fonem /m/. karena fonem tersebut sejenis, maka pengucapannya akan mudah. Itulah sebabnya tidak menbaca, mengbaca, menybaca, atau mebaca dan mengebaca.

Prinsip ke-3

Satuan-satuan atau bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna atau arti yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer.

Satuan-satuan be-, ber-, dan bel- pada kata-kata bekerja, berjalan, dan belajar termasuk satu morfem, walau bentuk bel- pada belajar tidak dapat dijelaskan secara fonologis, tetapi ketiga bentuk itu merupakan bentuk yang komplementer (nonkontrastif). Maknanya pun sama, oleh karena itu termasuk morfem yang sama yaitu morfen ber-.

Prinsi ke-4

Apabila deretan suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosonganitu merupakan morfem yang disebut morfem zero.

Bahasa Indonesia memiliki deretan struktur seperti di bawah ini. 1) Ia membeli sepeda.

2) Ia menjahir baju. 3) Ia membaca buku. 4) Ia makan roti. 5) ia minum es.

Kelima kalimat tersebut berpola sama yaitu SPO (Subjek + Predikat + Objek). Predikatnya merupakan kata kerja transitif. Pada kalimat 1, 2, da 3 kata kerja itu ditandai oleh adanya afiks meN-, sedangkan pada kalimat 4 dan 5 ditandai oleh kekosongan yakni tidak hadirnya morfem meN-. Kekosongan itu merupakan sebuah morfem yang disebut morfem zero.

Prinsip ke-5

Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda artinya, maka satuan-satuan itu merupakan morfem-morfem yang berbeda, akan tetapi apabila satuan-satuan itu mempunyai arti yang berhubungan, maka bentuk itu merupak satu morfem, dan merupakan morfem yang berbeda apabila distribusinya sama.

(14)

14 | P a g e Sebagai contoh kita ambil kata buku dalam ―Ia membaca buku.‖ Yang berarti kitab, dan kata buku dalam ―buku tebu‖ yang berarti ―ruas‖ merupakan morfem yang berbeda walau struktur fonologisnya sama. Kata duduk dalam ―Ia sedang duduk.‖ Merupakan satu morfem dengan duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Karena keduanya mempunyai arti yang berhubungan dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kata duduk dalam ―Ia sedang duduk.‖ Berfungsi sebagai predikat, dan termasuk ke dalam golongan kata kerja, sedangkan duduk dalam ―Duduk orang itu sangat sopan.‖ Berungsi sebagai subjek dan termasuk golongan kata benda sebagai akibat adanya proses niminalisasi. Sebaliknya kata mulut pada ―Mulut gua itu lebar.‖ Merupakan morfem yang berbeda dengan kata mulut pada ―Mulut orang itu lebar.‖ Karena arti keduanya berbeda sedangkan distribusinya sama yaitu sebagai subjek.

Prinsip ke-6

Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem. Denganperkataan lain, Nida menyebutnya setiap pembentukan yang dapat mengisi sendiri lajur sekatan suatu deretan struktur dianggap sebuah morfem.

Perhatikanlah satuan-satuan yang terdapat pada lajur sekatan berikut ini ! di- men- per- per- men- per- ter- ber- se- ke- sama sama sama sama sama sama sama sama -kan -an -i -kan -i -an -an -nya -nya -lah -kah

Satuan-satuan di atas yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat fonem, merupakan satuan-satuan yang disebut morfem, sebab semuanya dapat mengisi sekatan tertentu dengan arti atau makna tertentu pula. Bagian-bagian yang mengisi lajur atau sekatan berikut ini tidak dapat disebut morfem, sebab sama sekali tidak mengandung makna atau arti.

sa ma

bersa ma

sa mai

Prinsi ke-7

Bagian gabungan yang diketahui maknanya setelah bergabung dengan bagian lainnya dianggap sebuah morfem.

Contoh satuan atau bentuk seperti itu dalam bahasa Indonesia antara lain: keliar, juang, laying, seling, temu, baru jelas maknanya apabila bergabung menjadi: berkeliaran, berjuang, melayang, selingan, pertemuan. Seperti telah dijelaskan, satuan-satuan seperti itu disebut pokok kata. Selain pokok kata, banyak satuan lain dalam bahasa Indonesia yang baru mempunyai makna apabila bergabung dengan bentukan lain yang sangat khusus, misalnya belia, siur, bangka, renta, gulita yang hanya dapat hadir di belakang satuan-satuan muda, simpang, tua, tua, dan gelap. Bentukan atau satuan seperti itu dinamakan morfem unik yakni morfem yang hanya dapat bergabung dengan morfem tertentu.

(15)

15 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 5

Pokok Bahasan : Wujud dan Jenis Morfem

WUJUD DAN JENIS MORFEM Bab ini memaparkan:

1) wujud morfem; dan

2) jenis morfem yang ditinjau dari hubungan dan distribusinya. A. Wujud Morfem

Apabila kita membicaraka morfem, yang terbayang dalam benak kita yaitu untaian fonem atau huruf sebagai lambang fonem. Kita lupa, disamping fonem ada tanda-tanda yang lainnya. Untuk mengetahui itu, Samsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri (1985:138) memapakan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia. Pada dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam. Kelima macam tersebut berikut ini akan dipaparkan satu persatu.

1. Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental.

Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan morfem-morfem bahasa Indonesia.

2. Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental (prosodi).

Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama atau kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang pertama maknanya ―darah‖ sedangkan yang kedua bermakna ―anggur‖.

3. Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental).

Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-sama dengan fonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama dengan fonem supra segmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni fonem-fonem suprasegmental menyatakan konsep atau pengertian yang lainnya. Morfem-morfem seperti itu banyak terdapat pada bahasa Indian Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang berwujud suprasegmental atau prosodi nada. Sebagai missal, bahasa Mongbadi dari Kongo mempunyai morfem prosodi nada tinggi untuk menyatakan tunggal dengan tanda V, sedangkan subjek jamak dengan tanda V. perhatikanlah contoh berikut !

Subjek tunggal Subjek jamak ‗pergi‘ ‗berenang‘ gwè ηgbò Gwé ηgbó

4. Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi) dengan kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat.

Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan persendian. Perhatikanlah contoh berikut !

a. 2 3 # amat 3 1 Makan # ˇ b. 2 3 3 1 ›

(16)

16 | P a g e # amat Makan #

Nyatalah bahwa intonasi # 2 2 3 (1) # menyatakan makna berita, sedangkan # 2 2 3 2 # menyatakan makna Tanya.

5. Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud).

Yang dimaksud dengankekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø. Contoh dalam bahasa Sunda.

(1) Bumina oge tebih bumi -na oge tebih = = = = =

Rumahnya pun jauh. rumah

-nya pun, juga jauh (2) Rorompok oge tebih

rorompok Ø oge tebih = = = = =

Rumah saya pun jauh. rumah

saya pun, juga jauh

Dibelakang rorompok pada kalimat nomor 2, tidak terlihat bentuk apa pun yang berarti ‗saya‘. Morfem yang menunjukkan orang pertama yang berparalel dengan –na yang berarti ‗–nya‘ seperti terlihat pada kalimat pertama, tidak hadir. Morfem yang tidak hadir itulah yang disebut dengan morfen zero.

Contoh lain, lihatlah daftar berikut yang diambil dari bahasa Sieerra Aztec ! (1) nitayi ‗aku minum‘

(2) titayi ‗engkau minum‘ (3) tayi ‗dia minum‘ (4) nantayi ‗kamu minum‘

Contoh nomor 3 beitu jelas bahwa morfem ‗dia‘ ialah tanwujud. B. Jenis-jenis Morfem

Berdasarkan criteria tertentu, kita dapat mengklasifikasikan morfem menjadi berjenis-jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni hubungannya dan distribusinya (Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139). Agar lebih jelas, berikut ini sariannya. 1) Ditinjau dari Hubungannya

Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, masih dapat kita lihat dari hubungan struktural dan hubungan posisi.

a) Ditinjau dari Hubungan Struktur

Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat substraktif (pengurangan).

Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.

Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/, /mays/, /mεn/ masing-masing merupakan dua morfem /f…t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay ← aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing ‗kaki‘, ‗tikus‘,

(17)

17 | P a g e dan ‗orang‘, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak. Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata man dan men.

Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan. Perhatikanlah bentuk-bentuk berikut !

Betina /mov εs/ /fos/ /bon/ /sod/ /ptit/ Jantan /mov ε/ /fo/ /bo/ /so/ /pti/ Arti buruk palsu baik panas kecil

Bentuk-bentuk yang ‗bersifat jantan‘ adalah ‗bentuk betina‘ yang dikurangi konsonan akhir. Jadi dapat dikatakan bahwa pengurangan konsonan akhir itu merupakan morfem jantan.

Berdasarkan pernyataan di atas, kita akan berpendapat bahwa untuk ―membetinakan‖ morfem ―jantan‖ bisa dilakukan dengan cara menambahkan morfem-morfem lain. Itu bisa saja, tetapi kita harus ingat bahwa morfem tersebut mempunyai bermacam-macam alomorf. Jika diketahui bentuk jantannya, kita tidak dapat memastikan dengan tegas bentuk ―betinanya‖. Misal diketahui bentuk jantan / fraw / ‗ dingin ‗ kita tidak dapat secara tepatmematikan bahwa bentuk ‗‘ betinanya ―‖ / frawd /. Berbeda jika bentuk betinanya yang diketahui, bentuk jantannya akan dapat dipastikandengan mudah yakni menghilangkan sebuah fonem akhir, Misalnya / gras / :gemuk: merupakan bentuk betina, maka jantannya patilah / gra /.

b) Ditinjau dari Hubungan Posisi

Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga macam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.

Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu / ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya.

Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi / t…unjuk/+/-e1-/.

Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /k∂hujanan/. /k∂siaηgan/ dan sebagainya. Bentuk /k∂hujanan/ terdiri dari /k∂…an/ dan /hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan /siaη/. Bentuk /k∂-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /k∂hujan/ atau /hujanan/ maupun /k∂siaη/ atau /sianaη/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu ( discontinous morpheme ).

2) Ditinjau dari Distribusinya

Ditinjau dari distribusinya, morem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morem ikat. Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri dalam tuturan biasa , atau morfem yang dapat berfungsi sebagai kata, misalnya : bunga, cinta, sawah, kerbau. Morfem ikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di-, ke-di-, -idi-, se-di-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain seperti juangdi-, guraudi-, yang selalu disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar. Samsuri ( 1982:188 )menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah

(18)

18 | P a g e akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau dengan istilah pokok. Sementara itu Verhaar (1984:53)berturut-turut dengan istilah dasar afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang, tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem unik.

Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat pende yang mempunyai fungsi ―memberikan fasilitas‖, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sangsekerta, satuan /wad/ ‗menulis‘ tidak akan dibubuhi afiks apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar.

Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /p∂r/ setelah dibubuhakn pada satuan /b∂sar/ menjadi perbesar /p∂rb∂sar/. Satuan /p∂rb∂sar/ masih menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /dip∂rb∂sar/. Imbuhan /p∂r/ dinamakan imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.

(19)

19 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 6

Pokok Bahasan : Konstruksi Morfologis

KONSTRUKSI MORFOLOGIS

Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang: 1) pengertian konstruksi morfologis;

2) derivasi dan infleksi; serta 3) endosentris dan eksosentris.

A. Apa Konstruksi Morfologis Itu?

Yang dimaksud dengan konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195).

Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan enklitik.

Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada mak-an-an; -antara pokok kata + akar, seperti sem-angat + ju-ang pada sem-angat ju-ang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja makan.

B. Derivasi dan Infleksi

Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.

1) a. Anak itu menggunting kain. b. Anak itu gunting rambut. *) 2) a. Makanan itu sudah basi. b. Makan itu sudah basi. *) 3) a. Kami mendengar suara itu. b. Kami dengar suara itu. 4) a. Saya membaca buku itu. b. Saya baca buku itu.

(20)

20 | P a g e konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.

C. Endosentris dan Eksosentris

Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !

1. a. Rumah sakit itu baru dibangun. b. Rumah itu baru dibangun.

2. a. Mereka mengadakan jual beli. b. Mereka mengadakan jual. *) c. Mereka mengadakan beli. *)

Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.

(21)

21 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 7

Pokok Bahasan : Proses Morfologis

PROSES MORFOLOGIS

Pada bagian ini, akan ditemukan paparan tentang: 1. pengertian proses morfologi;

2. macam-macam proses morfologis pada bahasa-bahasa di dunia; 3. afiksasi bahasa Indonesia;

4. reduplikasi bahasa Indonesia; dan 5. komposisi bahasa Indonesia. A. Proses Morfologis, Apa Itu ?

Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lain (Samsuri, 1982:190). Atau, proses yang dialami bentuk-bentuk lingual dalam menyusun kata-kata (Ahmadslamet, 1982:58). Lebih jelas, proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1983:44).

Perhatikanlah satuan-satuan berikut! perumahan

rumah rumah-rumah rumah makan

Dari skema di atas terlihatlah dengan jelas bahwa bentuk dasar rumah bisa menghasilkan kata-kata baru perumahan, rumah-rumah, dan rumah makan. Kata perumahan dihasilkan dengan cara melekatkan afiks per-an pada bentuk dasar rumah, kata rumah-rumah dihasilkan dengan cara mengulang bentuk dasar rumah, dan kata rumah makan dengan cara menggabungkan bentuk dasar rumah dengan makan. Proses pelekatan afiks, pengulangan bentuk dasar, dan penggabungan bentuk dasar dengan bentuk lain sepetti itulah merupakan contoh proses morfologis. Jadi proses morfologis dapat dilakuakn dengan berbagai cara.

B. Macam-macam Proses Morfologis

Samsuri (1982:190) menuliskan bahwa proses morfologis itu ada lima macam, yakni: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4) suplisi, dan (5) modifikasi kosong. Sedangkan Verhaar (1984:64) dan Ramlan (1983:46) menambahkan satu lagi yaitu komposisi atau pemajemukan. Keenam proses morfologis tersebut terjadi pada bahasa-bahasa yang ada di dunia. Pada bagian ini, penulis hanya akan memaparkan kilas. Sedangkan pada bagian lain, akan dipaparkan secara rinci yakni proses morfologis yang ada pada bahasa Indonesia. Agar lebih jelas, secara sekilas akan dipaparkan satu persatu.

1) Afiksasi

Afiksasi atau proses pembubuhan imbuhan ialah pembentukan kata dengan cara melekatkan afiks pada bentuk dasar. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Contohnya: ber- pada berkembang, -el- pada telunjuk, -an pada lemparan, dan per-an pada perjanjian. Paparan lebih rinci akan dibahas pada afiksasi bahasa Indonesia.

(22)

22 | P a g e Reduplikasi ialah proses pembentukan kata dengan cara suatu bentuk dasar. Proses morfologis semacam ini merupakan salah satu cara pembentukan kata yang paling banyak pada bahasa-bahasa di dunia. Sebagai contoh: buku menjadi buku-buku, bali menjadi bola-bali (bahasa Jawa), adanuk menjadi adadanuk ‗panjang‘ (bahasa Agta). Paparan reduplikasi ini juga lebih jauh dan rinci akan dibahas pada reduplikasi bahasa Indonesia.

3) Perubahan Intern

Perubahan intern ialah pembentukan kata dengan cara mengubah struktur fonem dasar sehingga menghasilkan bentuk baru, sebagai contoh perhatikanlah satuan-satuan berikut!

Tunggal /fut/ /mæn/ Waktu Sekarang /ran/ /teyk/ Jamak /fiyt/ /mεn/ Waktu Lampau /ræn/ /tuk/ Arti ‗kaki‘ ‗laki-laki‘ Arti ‗lari‘ ‗mengambil‘

Bentuk jamak (kata benda) maupun waktu lampau (kata kerja) tidak dapat kita ambil bagian mana yang menyatakan makna tersebut. Namun dari contoh di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa yang menyatakan makna jumlah ialah perubahan /u/ menjadi /iy/ dan /æ/ menjadi /δ/ pada kata foot menjadi feet dan man menjadi men atau /a/ menjadi /æ/ dan /ey/ menjadi /u/ pada kata run menjadi ran atau teek menjadi took. Oleh karena itu, proses morfolois seperti itu disebut perubahan intern (intern modification).

4) Suplisi

Suplisi merupakan salah satu proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk yang sama sekali baru. Bentuk dasar dan bentuk turunannya tidak terdapat persamaan sedikitpun. Untuk contoh ini, kita ambil dari bahasa Inggris.

Waktu Kini /gow/ /æ/ Waktu Lampau /wεnt/ /w∂z/ Arti ‗pergi‘ ‗adalah‘

Dari dua contoh di atas kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa bentuk go dan am untuk waktu kini (sekarang) berubah menjadi went dan was untuk menyatakan waktu lampau. Bentuk lampau tersebut seoolah-olah bukan perubahn dari bentuk kini, seolah-olah begitulah adanya. Proses morfologis seperti itu dinamakan suplisi.

5) Modifikasi Kosong

Komposisi atau pemajemukan adalah proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan dua buah bentuk atau satuan dasar(bentuk asal) atau lebih. Sebagai contoh perhatikanlah bentuk-bentuk berikut.

flower + sun sunflower mata + sapi mata sapi (telur)

Masalah komposisi ini akan lebih terinci dipaparkan pada komposisi dalam bahasa Indonesia.

Setelah macam-macam proses morfologis dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan dipaparkan secara sekilas, berikut ini akan dipaparkan proses morfologis yang ada dalam bahasa Indonesia secara terinci. Proses morfologis yang dimaksudkan ialah afiksasi (proses pembubuhan afiks), reduplikasi (proses pengulangan), dan komposisi (proses pemajemukan).

(23)

23 | P a g e Nama Mata Kuliah : Morfologi Bahasa Indonesia

Kode Mata Kuliah : IN 103 Jumlah SKS : 4 SKS Pertemuan ke : 8

Pokok Bahasan : Afiksasi dalam Bahasa Indonesia Afiksasi dalam Bahasa Indonesia

Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks. Seperti telah dijelaskan, afiksasi merupakan salah satu proses morfologis. Afiksasi dalam bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif.

Afiksasi yaitu penggabungan akar (istilah lain untuk morfem bebas) atau pokok kata dengan afiks (Samsuri, 1982:190). Namun Ramlan (1983:47) lebih lanjut menyebut afiksasi itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan (bentuk), baik tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Lubis (1954:39) dan Anshar (1969:9) menyebutkan dengan istilah kata bersambungan.

Dari dua pernyataan di atas, kita dapat mengambil satu perbedaan pengertian yang dilontarkan oleh Samsuri dan Ramlan. Perbedaan bukan terletak pada peristiwa afiksasinya, tetapi terletak pada bentuk dasarnya. Samsuri menyebutkan bahwa bentuk dasar yang dilekati afiks berupa akar (bentuk tunggal bebas atau morfem bebas) dan pokok kata, sedangkan Ramlan, menyebutnya bentuk tunggal maupun kompleks. Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Ramlan, bahwa pada dasarnya afiksasi dalam bahasa Indonesia.tidk ahanya dibentuk dari bentuk dasar yang bermorfem tunggal, tetapi bisa pula bentuk kompleks. Agar lebih jelas perhatikanlah korpus berikut.

Afiks Bentuk Dasar Hasil

Tunggal Kompleks peN- peN-an per-an ber- -an di-kan (?) meN-kan (?) temu tampil - - makan - - - - - tanggung jawab pakaian - berhenti satu padu ke samping penemu penampilan pertanggungjawaban berpakaian makanan diberhentikan menyatupadukan mengesampingkan

Dengan memeprhatikan contoh yang berada dalam korpus, nyatalah bahwa bentuk dasarkata berafiks bahasa Indonesia mungkin berupa bentuk tunggal (temu, tampil, makan), mungkin kompleks (tanggung jawab, pakaian, berhenti, satu padu, ke samping). Bentuk dasar kata berafiks mungkin berupa: morfem bebas atau istilah Samsuri akar, seperti makan, mungkin berupa pokok kata seperti juang; mungkin berupa kata berafiks seperti pakaian, berhenti; mungkin gabungan kata seperti tanggung jawab; atau mungkin frase seperti ke samping.

Berdasarkan kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa afiksasi atau pembubuhan afiks ialah pembentukan kata baru dengan carameletakkan afiks atau imbuhan pada suatu bentuk dasar, baik bentuk tunggal maupun kompleks.

Proses afiksasi dalam bahasa Indonesia, dibedakan menjadi empat macam. Pertama, proses pelatakkan afiks di muka bentuk dasar yang bisa disebut prefiksasi (prefixation; proses pembubuhan awalan); contoh: ke- + kasih menjadi kekasih. Kedua, proses pelatakkan afiks di tengah-tengah bentuk dasar yang biasa biasa disebut infiksasi (infixation; proses pembubuhan

(24)

24 | P a g e sisipan); contoh –el- + tunjuk menjadi telunjuk. Ketiga, proses peletakkan aiks pada akhir bentuk dasar yang biasa disebut sufiksasi (suffxation; proses pembubuhan akhiran); contoh: -an + gen-ang menjadi gen-ang-an. Keempat, proses pembubuh-an afiks deng-an cara membubuhkan afiks di awal dan di akhir (mengapit) bentuk dasar sekaligus disebut konfiksasi ambifikasi (konfixation; ambifixation; proses pembubuhan imbuhan gabungan), seperti: ke-an + mati menjadi kematian (Verhaar, 1984:60).

1) Afiks atau Imbuhan

Jika kita membicarakan afiksasi, maka kita tidak bisa memisahkannya dengan afiks atau imbuhan itu sendiri. Artinya, pembicaraan afiksasi atau proses pengimbuhan harus selalu diikuti oleh pembicaraan afiks atau imbuhan itu sendiri. Keraf (1982:93) menyebutnya, hubungan keduanya seperti ikan dengan air.

Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa afiks disebut bentuk ikat secara morfologis (baca kembali bentuk bebas dan bentuk ikat). Ahmadslamet (1981:59) mendefinisikan afiks sebagai satuan atau bentukan yang merupakan morfem ikat yang selalu hadir dengan keadaan bergabung dengan bentukan lainnya dalam membentuk bentukan lainnya yang lebih besar. Afiks ialah satuan (ter-)ikat yang dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata.untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah contoh berikut!

Afiks Bentuk Dasar Kata Berafiks

ber- di- -an -i -kan -el- peN-an jalan tendang kunjung duduk masuk tapak nanti berjalan ditendang kunjungan duduki masukkan telapak penantian

Berdasarkan tebel di atas jelas terlihat bahwa afiks (ber-, di-, -an, -i, -kan, -el-, peN-an; dan banyak lagi) kalau berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa. Bentuk tersebut (afiks) tidak dapat beriri sendiri dalam tuturan biasa. Afiks baru mempunyai arti atau makna jika mereka digabungkan pada bentuk lain seperti terlihat pada korpus di atas.

Dapat dilihat pada korpus di atas, afiks berfungsi membentuk kata-kata baru. Bahkan menurut Ramlan, afiks pun selain membentuk kata, juga membentuk pokok kata seperti pada duduki dan masukkan. Oleh karena itu ada pula yang menyebut bentuk-bentuk seperti itu dengan istilah pokok kata kompleks. Ahmadslamet (1982:90) tidak sependapat dengan istilah pokok kata untuk contoh seperti itu sebab pokok kata diartikan sebagai morfem ikat. Bentuk-bentuk seperti itu bisa hadir dalam tuturan biasa atau dalam kalimat secara bebas, seperti: ―Buku itu sudah saya masukkan ke dalam tas.‖ Atau ―Jangan anda duduki kursi itu.‖. bentuk seperti itu beliau namakan kata kerja yang memiliki cirri khusus.

Ada bentuk lain yang mirip afiks seperti di-, ke-, dari, -lah pada di pinggir (jalan), ke sudut, dari kota, makanlah; juga bentuk-bentuk seperti: ku-, -ku, -mu, -nya, -isme pada kutarik, bajuku, dagumu, hidungnya, patriotisme. Golongan pertama disebut morfem ikat secara sintaksis dan yang kedua disebut klitik. Coba kaji ulang bahasan bentuk bebas dan bentuk ikat 2.4.

Berdasarkan paparan di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa afiks atau imbuhan merupakan bentuk satuan terikat yang jika dilekatkan pada bentuk dasar akan mengubah makna bentuk tersebut.

(25)

25 | P a g e 2) Macam-macam Afiks

Afiks dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam. Hal itu akan sangat bergantung pada segi tinjauannya. Macam afiks dapat ditinjau dari posisi atau letaknya, asalnya, serta produktif tidaknya.

a) Macam Afiks Ditinjau dari Letaknya

Dari letak atau posisi melekatnya, afiks dapat dibagi menjadi empat macam yaitu prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks atau akhiran, dan konfiks atau imbuhan gabungan (ada pula yang menyebutnya ambifiks, imbuhan ganda).

Prefiks atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar. Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah bentuk dasar. Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan sesudah bentuk dasar. Konfiks atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan yang mengapit bentuk dasar dengan cara melekat secara bersama-sama yang membentuk satu fungsi dari satu arti. Untuk dapat mengetahui afiks-afiks bahasa Indonesia secara jelas, lihatlah korpus berikut.

Prefiks Infiks Sufiks Konfiks

meN- Ber-b di- peN- pe- per- se- ke- ter- a- maha- para pra- -el- -er- -em- -kan -an -i -nya -wan -man -wati -is meN-kan ber-an ber-kan se-nya per-an peN-an di-kan ke-an meN-i

b) Macam Afiks Ditinjau dari Asalnya

Ditinjau dari asalnya, afiks bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu afiks asli dan afiks dari bahasa asing. Afiks asli ialah afiks-afiks yang emmang merupakan bentukan atau afik dari bahasa Indonesia itu sendiri, sedangkan afiks asing ialah afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa Indonesia.

Untuk menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan bahasa asing dan sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Ramlan (1983:52) memberikan gambaran afiks –in dan –at pada kata muslimin dan muslimat merupakan afiks bahasa Arab, belum dapat digolongkan ke dalam afiks bahasa Indonesia, meskipun di samping muslimin dan muslimat ada bentuk muslim. Namun demikian, kedua afiks tersebut belum mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia lainnya. Kedua afiks tersebut hanya mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Arab. Berbeda dengan afiks maha- yang berasal dari bahasa Sangsekerta misalnya, ia mampu melekatkan diri pada bentuk-bentuk dasar bahasa Indonesia seperti: murah, besar, adil, bijaksana, pengasih, pengampun, guru, siswa.

Afiksafiks yang berasal dari bahasa asing dapat kita kelompokan: pra, para, -wan, -wati, -man, a-, -is, -nda/-da. Afiks-afiks sepeti: meN-, ber-, di-, peN-, pe-, per-, se-, ke-, ter-, -el-, -er-, -em-, -kan, -an, -i, -nya, meN-kan, meN-i, ber-an, ber-kan, se-nya, peN-an,

(26)

per-26 | P a g e an, di-kan, ke-an merupakan afiks-afiks asli bahasa Indonesia.

c) Macam Afiks Ditinjau dari Produktifitasnya

Jika kita perhatikan afiks-afiks yang telah yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, ada afiks terbatas sekali penggunaannya dan ada yang memiliki kemampuan melekat pada satuan lain yang lebih besar. Afiks –da, misalnya, hanya melekat secara terbatas pada bentuk-bentuk yang menyatakanmakna kekeluargaan, seperti: ayahanda, ibunda, pamanda, adinda, kakanda. Contoh lain afiks-afiks –el-, -er-, dan –em- hanya melekat pada bentuk-bentuk yang sudah ada, tidak mampu menghasilkan bentuk atau kata-kata baru. Di lain pihak seperti afiks meN-, secara distributive mampu menghasilkan kata-kata baru begitu produktif, seperti terlihat pada kata-kata, melayar, melebar, melangkah, menjadi, membengkak, membisu, menjawab, mencabik-cabik, mengangkat, mengangkut, menyanyi, menyapu, menyisir, menghunus, mengintai, mengebom, mengecat, mengetik, dan banyak lagi. Golongan afiks yang pertama disebut afiks yang improduktif, sedangkan golongan yang kedua afiks yang produktif.

Berdasarkan contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa afiks improduktif ialah afiks yang tidak distributive, yang tidak memiliki kemampuan untuk melekatkan diri pada bentuk lain yang lebih banyak, terbatas pada satuan-satuan tertentu, sedangkan afiks produktif merupakan kebalikan afiks improduktif ialah afiks yang distributive yang besar kesanggupannya melekatkan diri pada morfem-morfem lain lebih banyak.

Ramlan (1983:55) menyatakan afiks-afiks pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -is, -man, dan -wi merupakan afiks-afiks yang improduktif. Afiks-afiks yang tergolong produktif yaitu peN-, meN-, ber-, di-, ke-, ter-, , se-, maha-, para-, -kan, -an, -i, -wan, meN-kan, ber-kan, per-an, peN-per-an, di-kper-an, ke-per-an, ber-per-an, se-nya.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu ; apakah anak yang beda agamanya dengan pewaris dapat menjadi ahli waris menurut hukum adat waris masyarakat

Seseorang dapat memperoleh harta warisan ( menjadi ahli waris) disebabkan adanya hubungan nasab atau hubungan darah/kekeluargaan dengan si mayit, yang termasuk dalam klasitikasi

Beton aspal itu sendiri menurut (Sukirman, 2003) mempunyai definisi “Jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa

Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan yang menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata, Menurut Pitana (2005), tipologi yang sesuai

sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaa-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang

PF : Ketika kita mengambil bagian dalam perjamuan kudus ini, Roh Kudus menolong kita sehingga kita dipersatukan dalam Kristus menjadi satu tubuh dan satu roh, dan

Dalam menjalankan perannya terhadap membentuk konsep diri anak, cara asuh yang diterapkan oleh orang tua menurut Suherman (Joni, 2015) dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pola

Menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti terhadap Terdakwa sebesar Rp131.573.000,00 (seratus tiga puluh satu juta lima ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) dengan