PENGARUH INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN
NILAI TUKAR TERHADAP INDEKS HARGA
SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA
EFEK INDONESIA (BEI)
ADITYA SETIAWAN Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar terhadap Indeks Harga Saham Gabunga di Bursa Efek Indonesia (BEI) baik secara parsial maupun secara simultan.
Objek penelitian ini adalah IHSG. Periode pengamatan pada penelitian ini dari tahun 2006-2010. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan harga penutupan IHSG, inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar tengah Rupiah terhadap Dollar AS yang diambil dari internet. Variabel dependen adalah IHSG sedangkan variabel independen adalah inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. Menggunakan analisis regresi berganda dan korelasi perngaruh variabel independen tersebut akan dilihat.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Sementara secara parsial hanya variabel inflasi yang berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG, sementara variabel suku bunga dan nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
Kata Kunci: IHSG, inflasi, nilai tukar, suku bunga
THE EFFECT OF INFLATION, INTEREST RATES, AND
EXCHANGE RATES ON JAKARTA COMPOSITE
INDEX (JCI) IN INDONESIA
STOCK EXCHANGE (IDX)
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of variable inflation, interest rates, and exchange rates against the Jakarta Composite Index in the Indonesia Stock Exchange (IDX) either partially or simultaneously.
The object of this study is JCI. The period of observation in this study from 2006-2010. The data used are secondary data from monthly data JCI closing prices, inflation, interest rates, and the rupiah exchange rate against the U.S. dollar was taken from the internet. The dependent variable is JCI, while the independent variables are inflation, interest rates, and exchange rates. Using multiple regression analysis and correlation the effect of independent variables will be seen.
The results of this study indicate that there is simultaneously a significant effect between the independent variable on the dependent variable. While only partially inflation variables are significant positive effect on JCI, while the variable interest rates and exchange rates negatively affect significantly to the JCI.
Keywords: JCI, inflation, exchange rates, interest rates
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta
menunjang ekonomi negara yang
bersangkutan. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang
diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi. Pasar Modal Indonesia mulai tumbuh dan berkembang kearah positif pasca krisis ekonomi tahun 1998 hingga sekarang ini. Walaupun, ditengah-tengah krisis keuangan global tahun 2008 pun kepercayaan investor terhadap pasar saham di Indonesia masih tetap terjaga ketimbang
negara lain yang mengalami koreksi negatif. Bahkan sejak beberapa bulan yang lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah melebihi level 3700. Suatu peningkatan yang sangat signifikan sejak 2 tahun terakhir.
Dari pasar modal diharapkan dunia usaha memperoleh sebagian atau bahkan seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Pasar modal merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap investor dalam mengambil keputusan investasi selalu dihadapkan pada sejumlah alternative, apakah ia akan menginvestasikan dananya dalam bentuk asset real seperti membeli peralatan produksi dan mengoperasikannya untuk mendapatkan keuntungan, atau memilih melakukan investasi dalam bentuk asset financial dengan membeli sekuritas yang berpendapatan tetap seperti obligasi, deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau memberi sekuritas yang berpendapatan tidak tetap seperti saham. Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong berisiko tinggi karena sifatnya yang peka terhadap perubahan‐perubahan yang terjadi baik oleh pengaruh yang bersumber dari luar ataupun dari dalam negeri.
Setiap instrument investasi mengandung potensi resiko yang berbeda-beda. Tetapi prinsip yang berlaku adalah semakin besar potensi hasil suatu investasi, instrument tersebut mempunyai potensi resiko yang semakin besar. Demikian pula dalam pasar modal. Resiko investasi sahamnya dibedakan menjadi dua yaitu resiko non sistematik dan sistematik. Resiko non sistematik adalah berhubungan dengan faktor mikro. Resiko ini bisa diminimalkan karena berhubungan dengan lingkungan mikro perusahaan dengan cara menyeleksi asset dengan teliti dan diversifikasi. Resiko perusahaan misalnya menyangkut besar kecilnya hutang (financial risk) dan sifat bisnisnya (business risk). Resiko industri adalah resiko yang muncul karena sifat sektor yang menjadi garapan perusahaan. Sedangkan resiko sistematik adalah yang berkaitan dengan kondisi makro suatu Negara. Jika perekonomian suatu Negara buruk, maka kinerja perusahaan di Negara tersebut akan mengecewakan.
Sebelum mengivestasikan dananya, para investor harus mencermati emiten tersebut apakah emiten tersebut sehat atau tidak dilihat dari sisi eksternal dan internalnya. Sisi eksternal berhubungan dengan kondisi perekonomian, tingkat suku bunga, kebijakan pemasaran, dan lain-lain. Sedangkan dari sisi internal dilihat dari laporan keuangannya.
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, yaitu faktor fundamental mikro (faktor internal) dan faktor fundamental makro (faktor eksternal). Faktor fundamental mikro adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi fundamental pcrusahaan, biasanya dilihat dari laporan keuangannya. Faktor fundamental makro adalah faktor yang berkaitan dcngan fundamental makro ckonomi, seperti misalnya Produk Domestik Bruto, tingkat inflasi (inflation rates), tingkat suku bunga, situasi sosial & politik dan lain sebagainya.
Investasi saham yang dipengaruhi kondisi makro suatu negara ini ada yang bersifat menyebar. Salah satunya adalah resiko penurunan daya beli karena inflasi. Dalam perekonomian dunia, nilai mata uang tidak pernah ada yang stabil. Disisi lain, harga-harga barang dan jasa cenderung mengalami peningkatan. Keadaan ini akan mengakibatkan daya beli mata uang tersebut menjadi turun yang mengakibatkan terjadinya inflasi. Dengan semakin meningginya angka inflasi maka perekonomian akan memburuk, sehingga hal ini akan berdampak turunnya keuntungan suatu perusahaan, yang mengakibatkan pergerakan harga saham (efek ekuitas) menjadi kurang kompetitif.
Oleh karena itu kebijakan pemerintah untuk mengontrol laju inflasi menjadi hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan melakukan penentuan tarif suku bunga di pasar keuangan. Suku bunga dapat dijadikan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu sistem perekonomian. Pada saat permintaan uang terlalu tinggi, sirkulasi uang di masyarakat terlalu besar, maka pemerintah dapat menaikkan suku bunga, agar penawaran uang meningkat dan permintaan uang turun. Dan sebaliknya pemerintah dapat menurunkan suku bunga untuk memberikan dukungan dan mempercepat pertumbuhan di sektor
ekonomi dan industri, sehingga mendorong atau meningkatkan produksi menjadi lebih tinggi. Dengan adanya peningkatan produksi tersebut diharapkan mampu menurunkan laju inflasi dan menaikkan keuntungan perusahaan, yang berdampak positif pada perkembangan pasar modal.
Selain inflasi dan suku bunga variabel lain adalah nilai tukar (kurs). Nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat internasional terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing USD oleh masyarakat karena perannya sebagai alat pembayaran internasional. Kinerja uang khususnya pasar luar negeri diukur melalui kurs rupiah, terutama mata uang dolar AS. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar mata uang domestik semakin melemah terhadap mata uang asing, hal ini mengakibatkan harga saham akan mengalami penurunan, dan investasi di pasar modal menjadi kurang diminati.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar terhadap IHSG di BEI secara simultan?
2. Bagaimana pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar terhadap IHSG di BEI secara parsial?
Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini dengan menggunakan beberapa variabel makro ekonomi, yaitu inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai kurs sebagai variabel bebas. Periode penelitian adalah 5 tahun, yaitu dari 2006-2010. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dimana Indeks Pertanian sebagai variabel terikat (Y) dan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar sebagai variabel bebas.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel inflasi, suku bunga, dan nilai tukar terhadap IHSG di BEI secara parsial dan simultan.
TELAAH PUSTAKA Inflasi
Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua macam barang saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi kecuali kenaikan tersebut membawa dampak terhadap kenaikan harga sebagian besar barang-barang lain.
Menurut Sukirno (1994:303) faktor-faktor yang menyebabkan inflasi terbagi menjadi dua: inflasi tarikan permintaan dan inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan masayarakat yang wujud dalam pasaran. Masalah kekurangan barang akan berlaku dan ini akan mendorong kepada kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada ketika perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan cepat. Dalamp periode seperti ini permintaan masyarakt bertambah dengan pesat dan perusahaan-perusahaan pada umumnya akan beroperasi pada kapasitasnya yang maksimal. Kelebihan permintaan yang masih terjadi akan menimbulkan kenaikan harga-harga.
Inflasi desakan biaya adalah masalah kenaikan harga-harga dalam perekonomian yang diakibatkan oleh kenaikan biaya produksi. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji. Pertambahan biaya produksi akan
mendorong perusahaan-perusahaan
menaikkan harga, walaupun mereka harus mengambil resiko akan mengalami penurunan permintaan akan barang-barang yang diproduksinya.
Suku Bunga
Menurut Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku
bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang.
Menurut Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.
Dari sisi perusahaan, Weston dan Brigham (1998) mengatakan bahwa suku bunga mempengaruhi laba perusahaan dengan dua cara yaitu :
1. Karena bunga merupakan biaya, maka makin tinggi tingkat suku bunga makin rendah laba perusahaan apabila hal-hal lain dianggap konstan.
2. Suku bunga mempengaruhi tingkat aktifitas ekonomi dan karena itu mempengaruhi laba perusahaan. Nilai Tukar
Menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai
tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan
kondisi penawaran dan
permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem nilai tukar mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem nilai tukar mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni) dimana nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. b. Mengambang terkendali
(managed or dirty floating
exchange rate) dimana otoritas
moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau
menjual valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs.
2. Sistem nilai tukar tertambat (peged
exchange rate). Dalam sistem ini,
suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs).
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem nilai tukar
tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya bekanrdasar
sekeranjang mata uang.
Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate). Dalam sistem ini,
suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada nilai tersebut. Nilai tukar biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan metode dan teori yang ada maka penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara mengumpulkan data-data yang merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk dianalisis. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 17 guna mengetahui pengaruh
antara harga saham dengan sebagai variabel dependen dengan variabel independen (inflasi, suku bunga, dan kurs).
Persamaan regresi yang dirumuskan sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Y = Harga saham rata-rata
α = konstanta
β1…β3 = Koefisien regresi masing-masing variabel independen
X1 = Inflasi
X2 = Tingakat Suku Bunga
X3 = Kurs
e = faktor residua Koefisien Determinasi
Merupakan
besaran
yang
memberikan informasi goodness of fit
dari persamaan regresi, yaitu memberikan
proporsi
atau
persentase
kekuatan
pengaruh variabel yang menjelaskan (X1,
X2, X3) secara simultan terhadap variasi
dari variabel dependen (Y). Koefisien
determinasi
(R
2)
digunakan
untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan
model
dalam
menerangkan
variasi
variabel
dependen.
Nilai
koefisien
determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai
R² yang kecil berarti kemampuan
variabel‐variabel
independen
dalam
menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas. Nilai yang mendekati 1
(satu)
berarti
variabel–variabel
independen memberikan hampir semua
informasi
yang
dibutuhkan
untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama‐sama (simultan) terhadap variabel independen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 5% nilai F hitung dari masing‐masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan niai F tabel. Jika hitung > Ftabel atau prob‐sig <a = 5% berarti bahwa masing‐ masing variabel independen berpengaruh
secara positif terhadap dependen. Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar, terhadap IHSG secara simultan.
Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Pengujian
terhadap
koefisien
regeresi secara parsial dilakukan dengan
uji t. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui signifikansi peran secara
parsial
antara
variabel
independen
terhadap
variabel
dependen
dengan
mengasumsikan
bahwa
variabel
independen
lain
dianggap
konstan.
Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%,
nilai t hitung dari masing‐masing
koefisien regresi kemudian dibandingkan
dengan nilai t tabel. Jika t‐hitung > t‐tabel
atau prob‐sig < α = 5% berarti bahwa
masing‐masing
variabel
independen
berpengaruh secara positif terhadap
variabel dependen.
ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa Koefisien Determinasi
Dalam perhitungan statistik ini nilai R2 yang digunakan adalah adjusted R square. Adjusted R square adalah suatu indikator yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan suatu variable independent ke dalam suatu persamaan regresi. Nilai adjusted R2 telah dibebaskan dari pengaruh derajat kebebasan (degree of freedom) yang berarti nilai tersebut telah benar-benar menunjukkan bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah koefisien determinasi dari penelitian ini yang disajikan dalam tabel berikut
Dari tabel di atas bahwa nilai adjusted R square adalah sebesar 0.883 menunjukkan bahwa variasi variabel independen mampu menjelaskan 88.3% variasi variabel dependen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 11.7% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,943 menunjukkan bahwa kuat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 94.3%.
Analisa Uji Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara bersama‐sama (simultan) terhadap variabel independen. Berikut hasil Uji F yang diolah menggunakan SPSS yang disajikan dalam tabel berikut.
Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,000 dan nilai F hitung sebesar 148.966. Dasar pengambilan keputusan adalah tingkat signifikansinya sebesar 5% atau 0,05. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka menunjukkan adanya pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs USD secara simultan terhadap IHSG. Analisa Uji Parsial (Uji t)
Pengujian terhadap koefisien regeresi secara parsial dilakukan dengan uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara
variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Berikut hasil Uji t yang diolah menggunakan SPSS yang disajikan dalam tebel berikut.
Hasil hipotesis penelitan pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Kurs Rupiah, terhadap IHSG secara parsial akan dibahas sebagai berikut :
1. Dari persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar 4.483 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5%
maka terdapat pengaruh
signifikan antara variabel inflasi terhadap IHSG.
2. Dari persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari Suku Bunga adalah sebesar -12.922 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5%
maka terdapat pengaruh
signifikan antara variabel Suku Bunga terhadap IHSG.
3. Dari persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs adalah sebesar -11.886 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5%
maka terdapat pengaruh
signifikan antara variabel nilai tukar terhadap IHSG.
Dari tabel di atas dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut :
IHSG = 9581.271 + 65.093 Inflasi – 394.600 Suku Bunga – 0.480 Nilai Tukar
Dari persamaan regresi tersebut dapat diungkapkan:
1. Konstanta menunjukkan angka sebesar 9581.271 yang berarti bila variabel independen dianggap konstan maka IHSG bernilai 9581.271.
2. Inflasi menunjukkan angka 65.093 mempunyai arti jika suku bunga dan nilai tukar konstan maka setiap kenaikan inflasi sebesar 1
akan mempengaruhi IHSG
sebesar 65.093.
3. Suku bunga menunjukkan nilai -394.600 mempunyai arti jika inflasi dan nilai tukar konstan maka setiap kenaikan suku bunga sebesar 1 akan mempengaruhi IHSG sebesar -394.600.
4. Nilai tukar menunjukkan nilai -0.480 mempunyai arti jika inflasi dan suku bunga konstan maka setiap kenaikan nilai tukar sebesar 1 akan mempengaruhi IHSG sebesar -0.480.
SIMPULAN Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
2. Inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG.
3. Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
4. Nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk. 1998. Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia, P.T. Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Avonti, Amos Amoroso dan Hudi Prawoto.
2004. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi
Bisnis, Vol. III No.5.
Dornbusch, S. & Fisher. 1992.
Macroeconomics, Seventh Edition,
McGraw‐ Hill, New York.
Gozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gultekin, N. Bullent. 1983. “Stock Market Returns and Inflation Forecasts”,
The Journal of Finance, vol.
XXXVIII. No. 3, hal 663-673. Haryanto, Dedi M.Y. & Riyatno. 2007.
“Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs Terhadap Resiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ”, Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 5. No.1,
hal 24-40.
Kuncoro, Mudrajad. 1996. Manajemen Keuangan Internasional, BPFE, Yogyakarta.
Madura, Jeff. 1993. Financial Management, Florida University Express.
Makaryanawati & Ulum. M. 2009. “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Likuiditas Perusahaan terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 14. No.1, hal 49-60.
Menike, L.M.C.S. 2006. “The Effect of
Macroeconomic Variables on Stock Prices in Emerging Sri Lankan
Stock Market”, Sabaragamuwa
University Journal, vol. 6 No. 1,
hal 50-67.
Nugroho, Heru. 2008. “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks LQ-45 (Studi Kasus Pada BEI Periode 2002-2007)”, Tesis Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas
Diponogoro, Semarang (tidak dipublikasikan).
Octavia, Ana. 2007. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi Manajemen, Program Sarjana, Universitas Negeri Semarang, Semarang (tidak dipublikasikan).
Pearce, Douglas. K. 1982. “The Impact of
Inflation in Stock Prices”,
Economic Review.
Pratikno, Dedy. 2009. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, Tesis Magister
Sains Studi Ekonomi
Pembangunan, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan (tidak
dipublikasikan).
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data & Uji Statistik, Penerbit MediaKom, Yogyakarta. Reilly, Frank .K. 1997. “The Impact of
Inflation on ROE, Growth and Stock Prices”, Financial Service
Review, Vol. 6(1).
Saini, Azman dkk. 2002. “Stock Price and Exchange rate Interaction in Indonesia: An Empirical Inquiry”,
Jurnal ekonomi dan keuangan Indonesia, Volume I.No.3, Hal
311‐324.
Sukirno, Sadono. 1998. Pengantar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua,
Cetakan ke-9, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Thobarry, Achmad. 2009. “Analisis Pengaruh
Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi, dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Kajian Empiris pada Bursa Efek Indonesia Periode Pengamatan Tahun 2000-2008)”, Tesis Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponogoro, Semarang (tidak dipublikasikan).
Tobing, Rumiris. L. 2009. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2008”, Skripsi Manajemen, Program Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan (tidak dipublikasikan).
Wiwoho, Z. 2005. “Analisis Pengaruh Fundamental dan Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Manufaktur”, Tesis Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponogoro, Semarang (tidak dipublikasikan). Witjaksono, Ardian A. 2010. “Analisis
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009)”, Tesis Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponogoro, Semarang (tidak dipublikasikan).