• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengontrol gerakan-gerakan sadar kita. Otak tersusun dari belahan otak besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengontrol gerakan-gerakan sadar kita. Otak tersusun dari belahan otak besar"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Otak merupakan organ vital yang bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual seperti berpikir, menafsirkan apa yang diterima oleh indra kita serta mengontrol gerakan-gerakan sadar kita. Otak tersusun dari belahan otak besar (hemisfer serebri), batang otak dan otak kecil (serebelum). Pesan-pesan yang menuju dan berasal dari anggota tubuh akan dihantarkan lewat medula spinalis serta batang otak. Serebrum (otak besar) merupakan pusat pemikiran dan kesadaran seseorang, pusat untuk mengawali kemampuan menguasai bahasa, pemusatan perhatian (focusing), memori, dan pikiran. Serebelum (otak kecil) yang terletak di bagian bawah atau belakang, merupakan otak yang kecil dan menjadi pusat koordinasi otot dan keseimbangan badan, serta mengawali proses pernafasan dan metabolisme badan. Terdapat dua hemisfer serebri yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri dapat dibagi menjadi lobus frontalis, parietalis, occipitalis serta lobus temporalis. Dua hemisfer otak dihubungkan secara anatomis dan saling berkaitan secara fungsional. Hemisfer serebri kiri (hemisfer serebri sinistra) mengendalikan kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan dengan berpikir matematis atau logis, sedangkan hemisfer serebri kanan (hemisfer serebri dextra) mengendalikan orientasi ruang maupun lebih berkaitan dengan pemikiran abstrak dan imaginer serta kemampuan seni (Gambar 2.1, gambar 2.2).4,13

(2)

Gambar 2.1. Bagian-Bagian Otak

(3)

Berat otak sekitar 2,5 % dari berat badan secara keseluruhan Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Arteri adalah pembuluh yang mengangkut darah yang kaya akan oksigen dan nutrien seperti glukosa ke otak. Vena adalah pembuluh yang membawa darah yang telah digunakan dan zat sisa menjauhi otak. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron berbeda-beda. Pasokan aliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama, yaitu sepasang arteri karotis interna yang memasok sekitar 70 % dari keseluruhan jumlah darah otak, dan sepasang arteri vertebralis yang mencukupi 30 % sisanya (Gambar 2.3.).4,14

(4)

Otak merupakan organ tubuh yang paling banyak menerima darah dari jantung, yakni seperlima dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh jaringan tubuh. Diperkirakan, metabolisme otak menggunakan sekitar 18 % dari total konsumsi oksigen tubuh. Oleh karena itu, masa hidup jaringan otak yang menghadapi kekurangan oksigen cukup singkat. Dan hal ini berarti, jaringan otak akan mudah mati jika pasokan aliran darah terhenti atau tersumbat.14

2.2. Defenisi Stroke

Stroke merupakan gangguan fungsi syaraf yang disebabkan adanya ketidakseimbangan aliran darah dalam otak, dan dapat timbul secara mendadak (dalam waktu beberapa detik ) atau secara cepat (dalam waktu beberapa jam), dengan gejala atau tanda-tanda yang sesuai dengan daerah otak yang mengalami gangguan pasokan darah.15

Stroke merupakan hasil penyumbatan yang tiba-tiba terjadi, yang disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak, dimana darah merupakan pembawa oksigen dan zat-zat makanan ke jaringan otak sehingga sel-sel otak mengalami kematian 16

Stroke adalah penyakit otak paling dekstruktif dengan konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik seperti kecacatan dan kematian, dan keuangan yang besar pada masyarakat.4

(5)

2.3. Meninggal Akibat Stroke4,13,17

Setelah terjadi stroke, sel-sel otak yang mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali (reabsorpsi) secara bertahap. Setelah stroke iskemik atau perdarahan, sel yang mati dan hematom itu diganti oleh kista yang mengandung cairan serebrospinalis, yaitu cairan yang membasuh otak. Pada kebanyakan kasus, proses alami ini selesai dalam waktu tiga bulan. Pada waktu itu, sebagian penderita mengalami komplikasi seperti penurunan kekuatan alat gerak, masalah dengan kemampuan berpikir dan mengingat, kesulitan menelan, infeksi dada, kelumpuhan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian dan cacat.

Berdasarkan penelitian Feigin di Australia tahun 2004, sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami stroke akut akan meninggal dalam satu bulan pertama, 3 dari 10 orang meninggal dalam satu tahun, 5 dari 10 orang meninggal dalam lima tahun, dan 7 dari 10 orang meninggal dalam sepuluh tahun. Risiko kematian penderita stroke pada tiga hari pertama sekitar 12%.

Orang yang mengalami perdarahan subaraknoid, risiko kematian dalam dua hari pertama adalah sekitar 35%, tetapi setelah itu turun pesat. Risikonya menjadi sekitar 30% pada minggu pertama dan sekitar 10% pada minggu kedua.

Salah satu penyebab utama kematian setelah perdarahan subaraknoid pertama adalah perdarahan ulang. Risiko meninggal paling tinggi bagi yang mengalami kehilangan kesadaran pada hari pertama, yang mengalami koma atau mengalami paralisis berat (hilangnya sama sekali gerakan di lengan atau tungkai yang terkena). Risiko ini lebih tinggi pada orang berusia lanjut dibandingkan orang yang berusia

(6)

muda dan yang mengalami inkontinensia (tidak dapat mengendalikan buang air) akibat stroke.

Komplikasi yang paling sering menyebabkan kematian setelah stroke antara lain pembengkakan otak diikuti oleh dislokasi yang menyebabkan tertekannya pusat-pusat vital di otak yang mengendalikan pernapasan dan denyut jantung, pneumonia aspirasi (infeksi dada) akibat masuknya cairan atau makanan ke dalam paru, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih), bekuan darah di arteri jantung (infark miokardium) dan trombosis vena dalam.

2.4. Klasifikasi Stroke 2.4.1. Stroke Hemoragik18,19,20

Stroke hemoragik (perdarahan) disebut juga stroke non iskemik. Menurut WHO¸ dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:

a. Perdarahan Intrasebral (PIS)

Perdarahan Intrasebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di dalam otak karena adanya pembuluh darah yang pecah sehingga darah keluar dan masuk ke jaringan dalam otak dan menyerap ke dalamnya. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi. Selain itu, beberapa faktor penyebab lainnya adalah hemoragik yang menyertai embolus, gangguan koagulasi (akuisita atau oleh obat), idiopatis.

(7)

b. Perdarahan Subaraknoid(PSA)

Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). Penyebabnya adalah pecahnya suatu aneurisma sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, merusak neuron sehingga bagian yang terkena tidak dapat berfungsi dengan benar. Darah yang masuk ke otak pada perdarahan subaraknoid akan mulai terurai setelah beberapa jam kemudian dan zat-zat hasil penguraian ini bersifat iritatif serta dapat mengakibatkan spasme pembuluh darah sehingga kemungkinan kerusakan otak semakin besar.

c. Perdarahan Subdural

Perdarahan Subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya araknoidea atau vena jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter. Perdarahan ini biasanya disebabkan oleh cedera kepala, yang letaknya tepat di bawah tengkorak sehingga mudah diatasi dengan pembedahan.

2.4.2. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik disebut juga stroke iskemik. Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan proses patologik (kausal) dan manifestasi klinik: a. Berdasarkan Kausal18,19

i. Stroke Trombotik.

Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan adanya penyumbatan akibat terbentuknya trombus yang terbentuk pada dinding arteri otak yang menyebabkan penggumpalan. Trombotik/trombosis ini dapat terjadi akibat

(8)

proses penyempitan pembuluh nadi otak (arteriosklerosis), tetapi dapat juga ditimbulkan oleh tekanan darah tinggi, kolesterol, diabetes serta kadar lemak yang tinggi dalam darah.

ii. Stroke non trombotik/embolik

Stroke non trombotik/embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah yang terbentuk di tempat lain (misalnya dalam jantung atau salah satu pembuluh nadi utama yang memperdarahi otak) dan terlepas dari tempatnya melekat, kemudian membentuk embolus, terbawa darah ke dalam otak, dan akhirnya macet di dalam salah satu pembuluh nadi otak.

b.Berdasarkan menifestasi klinis21 i. Transient Ischaemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul dan menghilang dalam jangka waktu kurang dari 24 jam yang disebabkan oleh iskemik otak.

ii. Reversibel Ischaemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

iii. Stroke in Evolution

Kelainan neurologis yang menunjukkan perburukan secara tahap demi tahap dalam waktu beberapa jam.

iv. Complete Stroke

Kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi yang timbul dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam yang diakibatkan oleh

(9)

kurangnya atau tidak adanya aliran darah pada salah satu arteri otak atau cabang-cabangnya secara mendadak

2.5. Gejala Stroke

2.5.1. Gejala Stroke Hemoragik 18,19,20 a. Gejala Perdarahan Intrasebral (PIS)

Gejala perdarahan ini timbul mendadak dan memburuk dengan cepat (dalam beberapa menit atau jam), sering sampai koma. Nyeri kepala berat, nausea, muntah, dan adanya darah di rongga subaraknoid pada pemeriksaan pungsi

lumbal merupakan gejala yang khas.

b. Gejala Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Pada penderita perdarahan subaraknoid akan dijumpai gejala seperti nyeri kepala yang hebat, kadang-kadang muntah, kaku leher serta kehilangan kesadaran sementara dan setelah sadar kembali terdapat gejala kaku kuduk, keluhan silau terhadap cahaya, mual, rasa enek, fotofobia.

c. Gejala Perdarahan Subdural

Gejala pada perdarahan subdural timbul berminggu atau berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala. Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala seperti nyeri kepala, kaku leher, tajam penglihatan yang mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik yang tertekan.

2.5.2. Gejala Stroke Non Hemoragik15,21,22

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi, yang dibedakan atas :

(10)

a. Gejala penyumbatan Sistem Vertebrobasilar

i. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik. ii. Jalan menjadi sempoyongan atau terjatuh

iii. Gangguan gerak bola mata hingga terjadi diplopia iv. Muntah, mual, sulit menelan, atau nyeri kepala. v. Kedua kaki lemah sehingga tidak mampu berdiri b. Gejala penyumbatan arteri serebri posterior

i. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh, mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan.

ii. Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat.

iii. Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar suaranya.

iv. Hilangnya kemampuan untuk membedakan dan mengenal warna c. Gejala penyumbatan arteri serebri media.

i. Mulut, lidah mencong bila diluruskan.

ii. Bicara tidak jelas, dan kata-katanya tidak dapat dipahami (afasia), berbicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap.

iii. Vertigo ( pusing) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas. iv. Kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh.

(11)

vi. Gangguan rasa didaerah muka atau wajah dan hanya sebelah dan biasanya disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai yang hanya sebelah saja.

vii. Tidak dapat membedakan kiri dan kanan. viii. Bola mata selalu melirik kearah satu sisi saja.

d. Gejala penyumbatan arteri serebri anterior i. Pingsan dan tidak sadarkan diri secara tiba-tiba. ii. Buang air kecil tidak disadari.

iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh

iv. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai yang paling menonjol. v. Sulit untuk mengungkapkan maksud hati

vi. Secara tidak sadar ikut-ikutan meniru omongan orang lain e. Gejala akibat gangguan fungsi luhur.

i. Aphasia

Dibedakan atas 2 kategori yaitu expressif (motorik) dan reseptif (sensorik). Expressif adalah kehilangan kemampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Sedangkan reseptif (sensorik) adalah kebalikan dari expresif, dimana orang sakit sangat sulit untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

(12)

ii. Alexia

Penderita tidak mampu membaca kata, tapi dapat membaca huruf (verbal

alexia), atau ketidakmampuan membaca huruf, tapi masih dapat membaca kata

(lateral alexia), dan ketidakmampuan membaca baik huruf maupun kata (global alexia).

iii. Agraphia

Hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak yang dibedakan atas 5 kategori antara lain pure agraphia (tanpa disertai gangguan berbahasa lainnya), aphasic agraphia (agraphia yang menyertai/ disertai oleh aphasia), agraphia dengan alexia (dijumpai pada orang sakit dengan kerusakan di lobus parietal), apraxic agraphia (tidak mampu membuat tulisan yang baik saat menulis spontan ), spatial agraphia (sulit untuk menulis pada garis horizontal atau menulis hanya pada sisi kanan saja dari kertas).

iv. Acalculia

Hilangnya kemampuan berhitung atau mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak. Dapat berhubungan dengan alexia, agraphia, atau bentuk– bentuk aphasia lainnya.

v. Right-left Disorentasion dan Dianosa jari (Body image)

Sejumlah tingkat kemampuan yang sangat komplex, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah, atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan agnosia jari (dapat dilihat dan disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara orang sakit tidak boleh melihat jarinya).

(13)

vi. Hemi Spatial Neglect (viso spatial agnosia)

Hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang. Biasanya akan mengabaikan sebelah sisi ruang kontra lateral dari lesi yang ada pada otaknya, misalnya disuruh menggambar sekuntum bunga dan yang digambarnya hanya setengah kuntum bunga.

vii. Sindrom Lobus Frontal

Berhubungan dengan tingkah laku, kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan menyebabkan gangguan bicara.

viii. Gangguan mengingat (Amnesia)

Dapat terjadi pada trauma kapitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

ix. Dementia

Hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan / operasi mental. Gangguan pada satu fungsi luhur saja belum dapat dikatakan dementia.

2.6. Letak Kelumpuhan4

2.6.1. Kelumpuhan sebelah Kanan (Hemiparesis Dextra)

Hemisfer dextra mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kiri. Jika terjadi kelumpuhan di sebelah kanan maka yang terpengaruh adalah gerakan dan sensasi di sisi kiri tubuh. Penderita biasanya mempunyai kekurangan dan kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta kurang dalam berpikir matematis.

(14)

2.6.2. Kelumpuhan sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra)

Hemisfer sinistra mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kiri. Jika terjadi kelumpuhan di sebelah kiri maka yang terpengaruh adalah gerakan dan sensasi di sisi kanan tubuh. Penderita biasanya kesulitan melihat bagaimana benda-benda berkaitan dengan benda lain di dalam ruang, kesulitan berpikir abstrak seperti memecahkan masalah dll.

2.6.3. Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparesis)

Sisi kanan tubuh dan sisi kiri tubuh mengalami kerusakan. Pada keadaan ini, kedua kaki penderita sulit untuk digerakkan.

2.7. Stroke Berulang4,14

Seseorang yang pernah terserang stroke dan memiliki faktor risiko stroke yang tidak dikelola dengan baik, berpotensi terserang stroke yang berulang di kemudian hari. Tipe stroke pada serangan berulang bisa sama dengan stroke sebelumnya, tetapi bisa juga berbeda. Misalnya, sebelumnya seseorang mengidap stroke tipe iskemik, stroke berikutnya bisa sama, atau bisa berupa stroke tipe hemoragik yang mematikan. Stroke yang berulang dapat juga memperburuk gejala klinis yang terjadi sebelumnya. Misalnya, kelumpuhan tungkai atau tangannya menjadi lebih berat, berbicara reronya semakin parah, dan kemungkinan berujung pada kematian.

2.8. Onset Serangan17,23

Penderita yang mengalami stroke sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Penyumbatan akibat emboli,

(15)

kerusakan sel mulai setelah 3-6 jam dan penyumbatan akibat trombosis yang timbul secara pelan-pelan, kerusakan mulai 8-12 jam. Semakin cepat pertolongan diberikan semakin baik hasil yang dicapai, sebaiknya jangan sampai lewat 6 jam sejak terjadinya stroke. Obat-obat seperti kalsium antagonis, antikoagulansia, obat penghancur trombus, akan memberikan hasil yang lebih baik bila diberikan lebih dini.

2.9. Epidemiologi Meninggal Akibat Stroke

2.9.1. Distribusi Frekuensi Meninggal Akibat Stroke

Pada tahun 2002, stroke membunuh sekitar 162.672 orang di Amerika Serikat, jumlah tersebut setara dengan 1 diantara 15 kematian di Amerika Serikat. American

Hearth Association menyatakan di Amerika Serikat pada tahun 2006 terdapat 60,2%

perempuan dari 600.000 penduduk Amerika Serikat yang menderita stroke meninggal. Angka kematian pada tahun 2006 per 100.000 penduduk untuk laki-laki kulit hitam adalah 67,1% dan 41,7% untuk laki-laki kulit putih. Angka kematian akibat stroke pada perempuan kulit putih sebesar 41,1% dan 57% untuk perempuan kulit hitam.7

Menurut penelitian Herman dkk tahun 2003 di negara Belanda, CFR stroke mencapai 30%, dengan proporsi penderita terbanyak adalah perempuan sebesar 54,75% dan laki-laki 45,24%. Proporsi kematian penderita stroke ini paling banyak disebabkan oleh perdarahan intrasebral sebesar 33%, 17% diantaranya adalah penderita yang memiliki riwayat hipertensi.24

(16)

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit stroke merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan dengan PMR sebesar 15,9% sedangkan di pedesaan PMR mencapai 11,5%. Pada kelompok umur 45-54 tahun, stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan. Hal ini terkait erat dengan gaya hidup seperti pola makan, dan kebiasaan berolahraga 3,11

Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, stroke termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di bagian neurologi, angka kematian mengalami peningkatan dari 14,2% pada tahun 1988 menjadi 15,8% pada tahun 1999 dan 16,05% pada tahun 200025 Berdasarkan penelitian Muharam di Rumah Sakit Padang Sidempuan dengan desain Case Series tahun 2001-2004, menunjukkan bahwa CFR penderita stroke yang dirawat inap sebesar 25,1%. Proporsi kematian penderita stroke ini paling banyak disebabkan oleh perdarahan intraserebral sebesar 50%.26

2.9.2. Determinan Meninggal Akibat Stroke a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: i. Usia

Stroke dapat menyerang semua usia, namun usia lanjut lebih berisiko mengalami stroke dan cenderung meninggal atau menimbulkan kecacatan menetap. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai pada golongan usia lanjut yaitu mulai umur 55 tahun keatas.14 Menurut penelitian Tarent A tahun 1987-1990 di salah satu rumah sakit di Swedia, kematian akibat stroke paling banyak terdapat pada usia ≥85 tahun dengan proporsi 25%, diikuti usia 75-84 tahun dengan proporsi 22%, usia 15-64 tahun dengan proporsi 22%.27

(17)

ii. Jenis Kelamin

Stroke lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita. Namun, kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding laki-laki karena umumnya wanita terserang stroke pada usia yang lebih tua. Hal ini disebabkan karena pemakaian hormon estrogen pada wanita sebelum pascamenopause dapat melindungi dirinya dari risiko terjadinya stroke tipe iskemik sebesar 44%.14Menurut laporan American Heart Association Statistics Subcommitte (2007) menyebutkan bahwa pada tahun 2004, sekitar 61% kematian akibat stroke di Amerika menyerang wanita. Penelitian Zia E dkk tahun 2009 di Swedia dengan desain case

control, pada umur <75 tahun kemungkinan perempuan meninggal dunia akibat

stroke 1,7 kali dibandingkan laki-laki (OR 1,77; 95% CI, 1,3 – 2,3)28 iii. Hereditas/ Keturunan

Faktor genetik di dalam keluarga merupakan faktor risiko stroke. Beberapa penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung dan kelainan pembuluh darah dapat diturunkan secara genetik dari seseorang terhadap keturunannya. Selain itu, pola makan orang tua yang tidak sehat dan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti merokok biasanya akan diikuti oleh anak-anak hingga mereka dewasa.4,14

iv. Ras atau etnis

Ras kulit hitam lebih berisiko terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit putih. Hal ini berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat, seperti konsumsi garam yang tinggi pada ras kulit hitam. Insidensi stroke di daerah Tenggara Timur lebih tinggi dibandingkan Tenggara Barat Amerika. Hal ini disebabkan tingginya kadar garam pada masyarakat di daerah Tenggara Timur Amerika.14 Menurut penelitian

(18)

Grude HF dkk tahun 2000-2001 di Amerika Serikat dengan desain case control, kemungkinan orang berkulit hitam meninggal dunia akibat stroke 1,5 kali dibandingkan orang berkulit putih (OR 1,55; 95% CI; 1,37 – 1,75).29

b. Faktor Risiko yang dapat diubah: i. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke karena dapat merusak dinding pembuluh darah dengan memperkeras arteri dan mendorong terbentuknya bekuan darah dan aneurisma. Orang yang hipertensi memiliki risiko stroke tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak hipertensi.4

ii. Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang berisiko besar menyebabkan penderita stroke meninggal antara lain aritmia jantung seperti fibrasi atrium, infark miokard, gagal jantung Terbentuknya embolus akibat fibrasi atrium, infark miokard, gagal jantung yang terlepas akan mengalir ke otak dan ke bagian tubuh yang lain, dan embolus ini akan menyumbat arteri dan menyebabkan infark otak (kematian jaringan otak).2,4 Berdasarkan penelitian Mandip S. dkk tahun 2007 di Amerika dengan desain kohort, penderita fibrasi atrium memiliki risiko 1,7 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan dengan bukan penderita fibrasi atrium (RR 1,76; 95 % CI ;1,05-2,94).30

iii. Diabetes Melitus

Diabetes melitus menimbulkan perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung). Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih

(19)

besar.4Berdasarkan penelitian Marini C dkk tahun 2005 di Amerika dengan desain

case control, kemungkinan orang yang menderita diabetes melitus meninggal dunia

akibat stroke 1,4 kali dibandingkan bukan penderita diabetes melitus (OR 1,48; 95% CI, 1,29 – 1,72).31

iv. Obesitas

Orang yang mengalami obesitas meningkatkan risiko stroke sekitar 15 % dengan meningkatkan hipertensi, penyakit jantung, arteriosklerosis dan diabetes melitus.4Menurut penelitian Sang Wook dkk di Korea Selatan pada tahun 2002 dengan desain kohort, orang yang obesitas (memiliki indeks massa tubuh 27,5 kg/m2 memiliki risiko 1,5 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan orang yang memiliki indeks massa tubuh normal yaitu 18,5 indeks massa tubuh<23,0 (RR 1,59; 95% CI,1,05 to 2,42).32

v. Transient Ischemic Attact (TIA)

TIA merupakan serangan iskemik sesaat. TIA menyebabkan kerusakan saraf-saraf otak dan perdarahan, dan dapat menimbulkan komplikasi berat.4 Menurut penelitian Putala J dkk tahun 2009 di Amerika dengan desain study kohort, orang yang pernah mengalami serangan iskemik sesaat memiliki risiko 1,6 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan orang yang tidak pernah (RR 1,65; 95% CI;0,83 – 3,26).33

vi. Stres

Stres atau depresi dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, dan peningkatan pembekuan darah, yang semuanya adalah faktor risiko stroke. Selain itu, jika stres berkombinasi dengan faktor risiko lain seperti arteriosklerosis berat,

(20)

penyakit jantung akan memicu dan membuat risiko penderita stroke semakin berat. Stres meningkatkan risiko terkena stroke hampir dua kali lipat.4,14

vii. Merokok

Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (otak, jantung, tungkai) sehingga merokok mendorong terjadinya arteriosklerosis, mengurangi aliran darah dan menyebabkan darah mudah menggumpal.4 Menurut penelitian Sang Wook dkk tahun 2002 di Korea Selatan dengan desain study kohort, perokok aktif (menghisap 20 atau lebih batang rokok sehari) memiliki risiko 2,3 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan bukan perokok aktif (RR 2.33; 95% CI, 1.00 - 5.43).32

viii. Alkohol

Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah jantung, mengentalkan darah, dan menyebabkan kejang arteri. Makin banyak mengonsumsi alkohol akan semakin meningkatkan kemungkinan terkena stroke, terutama stroke hemoragik yang paling banyak menyebabkan kematian.4 Menurut penelitian Tang J dkk tahun 2008 di Amerika dengan desain study kohort, orang yang banyak mengonsumsi alkohol memiliki risiko 1,5 kali untuk menderita stroke dan meninggal dunia dibandingkan bukan peminum alkohol (RR 1,506; 95% CI, 1,201 – 1,887).34

ix. Hiperkolesterol

Kolesterol yang melekat di dinding arteri ikut berperan membentuk plak arteri, menyebabkan arteriosklerosis (pengerasan arteri). Kolesterol juga menimbulkan akumulasi (penambahan) lemak dalam darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyempitan pembuluh darah (stenosis), yang memperberat kerja jantung dalam

(21)

memompa darah untuk bersirkulasi ke seluruh bagian tubuh termasuk otak . Hal ini menyebabkan kematian jaringan otak, sehingga risiko stroke meningkat bahkan menyebabkan kematian.4,14

2.10. Pencegahan Meninggal Akibat Stroke

Pencegahan ini ditujukan kepada orang yang didiagnosis mengalami stroke. Pencegahan ini meliputi pencegahan sekunder dan tersier.

2.10.1. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya stroke berulang dan mengurangi faktor risiko stroke bagi yang sudah pernah mengalami stroke. Pencegahan ini dilakukan dengan mencari dan mengobati penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke, membantu pemulihan misalnya melalui terapi obat, terapi fisik, terapi psikis untuk mencegah terjadinya kematian.35

Jika seseorang mengalami serangan stroke, segera melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya dan kemudian mengobati penyakit yang merupakan faktor risiko terjadinya stroke seperti hipertensi, jantung, diabetes melitus, dan secara teratur berobat ke dokter.

Penatalaksanaan umum stroke dilakukan dengan terapi. Terapi pada stroke hemoragik bertujuan untuk menurunkan tekanan darah untuk mencegah perdarahan ulang, mencegah spasme arteri, memberikan penderita istirahat total agar penyembuhan luka pembuluh darah lebih baik, mencegah komplikasi sekunder sebagai akibat menurunnya kesadaran misalnya gangguan pernapasan dan

(22)

hipoventilasi, mengidentifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.17

Gangguan yang cukup berat pada stroke iskemik menyebabkan sel saraf mati. Disamping sel saraf yang mati ada juga sel otak yang sekarat. Tujuan terapi pada stroke iskemik supaya sel yang sekarat jangan sampai mati dengan mencegah pembentukan edema (sembab) di sebagian dari otak, perubahan susunan neurotransmiter, perubahan vaskulariasi regional, perubahan tingkat metabolisme, mencegah dan mengurangi terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus.

Penyakit stroke dapat didiagnosis melalui 3 (tiga) langkah yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik penderita stroke, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi.14

a. Anamnesis

Anamnesis biasanya dilakukan dokter terhadap penderita dan keluarga penderita. Anamnesis ditujukan untuk menentukan faktor risiko stroke yang dimiliki oleh penderita seperti kebiasaan merokok, meminum alkohol, riwayat hipertensi,dan sebagainya. Selain itu, anamnesis juga diperlukan untuk mendiagnosis riwayat keluarga, tipe stroke yang diderita, serta perencanaan pengelolaan stroke yang tepat. b. Pemeriksaan Fisik

Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan fungsi saraf pusat, serta pemeriksaan fisik lainnya sesuai indikasi

i. Pemeriksaan fisik cecara umum

Pemeriksaan fisik secara umum meliputi kesadaran penderita, denyut nadi, tekanan darah, dan irama jantung. Pemeriksaan kesadaran penderita stroke dinilai

(23)

berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian GCS dilakukan melalui sistem skoring.

ii. Pemeriksaan fungsi saraf pusat

Pemeriksaan fungsi saraf pusat ini diperlukan untuk menentukan gangguan saraf yang terjadi, lokasi kerusakan saraf, dan memperkirakan jenis terapi yang sesuai bagi penderita stroke. Contohnya, jika penderita stroke mengalami gangguan fungsi kognitif, misalnya kehilangan kemampuan menghitung angka-angka yang sederhana, maka lokasi kerusakan sarafnya adalah di daerah korteks otak, yang mungkin disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah dari arteri karotis interna.

iii. Pemeriksaan fisik lainnya sesuai indikasi

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fisik lanjutan yang dilakukan jika ditemukan adanya kelainan fisik yang spesifik. Misalnya, gangguan dalam memahami isi pembicaraan.

c. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik i. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah rutin dalam kasus stroke perlu dilakukan untuk mencari faktor-faktor risiko agar dapat mencegah terjadinya stroke yang berulang di kemudian hari dan untuk mencari kemungkinan penyebab lain dari stroke.

ii. Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai adanya kelainan aritmia jantung dan penyakit jantung yang mungkin pernah diidap, seperti penyakit infark miokardium (kematian sel-sel otot jantung). Kelainan aritmia merupakan faktor risiko terjadinya emboli, yang dapat menimbulkan stroke tipe infark tromboemboli.

(24)

iii. Pemeriksaan Pemindai Terkomputerisasi

Pemeriksaan Pemindai Terkomputerisasi dilakukan dengan Computerized

Tomografi Scanning (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT Scan

dan MRI digunakan untuk memvisualkan beberapa kelainan atau penyakit, seperti tumor, perdarahan di otak, dan beberapa penyakit degeneratif. CT Scan mendiagnosa dengan memamfaatkan sinar x, sedangkan MRI menggunakan pancaran gelombang radio dan medan elektromagnetik. CT Scan sangat andal untuk mendeteksi perdarahan, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik dan MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan untuk mendeteksi stroke iskemik.

iv. Pemeriksaan Cairan Otak (Pungsi Lumbal)

Pemeriksaan cairan otak dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya tipe stroke perdarahan subaraknoid (PSA). Pada penderita stroke perdarahan subaraknoid, cairan otak yang normalnya benih dan jernih, berubah menjadi agak kemerahan (xantokromatis) karena bercampur dengan darah akibat stroke.

v. Pemeriksaan Angiografi

Angiografi merupakan suatu prosedur pemeriksaan, yakni suatu zat warna (cairan kontraspen) disuntikkan melalui arteri, kemudian di rontgen. Hasilnya akan terlihat kondisi pembuluh darah yang mengalami kerusakan, penyempitan, ataupun tersumbat. Selain berfungsi untuk kepentingan diagnostik, angiografi juga berperan dalam perencanaan terapi stroke.

vi. Ultrasonografi USG)

USG Doppler sangat bermamfaat untuk mendiagnosa berbagai kelainan pada arteri karotis, termasuk penyempitan, peradangan maupun penyumbatan dinding

(25)

arteri sebagai penyebab stroke. Selain itu, pemeriksaan USG juga bermamfaat untuk mendeteksi suatu spasme pembuluh darah setelah penderita mengalami stroke perdarahan subaraknoid akibat pecahnya aneurisme.

vii. Ekokardiografi

Ekokardiografi bermamfaat untuk menganalisis kemungkinan adanya kelainan anatomi dan fungsi jantung seperti kelainan fungsi katup jantung yang menyebabkan timbulnya emboli yang berpotensi menyumbat arteri di otak dan menimbulkan stroke.

2.10.2. Pencegahan Tersier17,36

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk membantu penderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan penderita lebih mandiri dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan rehabilitasi. Tujuan rehabilitasi penderita stroke menurut WHO adalah untuk memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu, readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas sosial serta dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Rehabilitasi dilakukan dalam tiga bentuk yaitu

a. Rehabilitasi fisik

Rehabilitasi ini mengatasi masalah gerakan seperti duduk, berdiri, jalan, berbaring, berlutut, dengan memberikan latihan yang teratur. Penderita dilatih dan dipersiapkan untuk kegiatan sehari-hari seperti latihan mengenakan baju, sandal,

(26)

makan, mandi, buang air besar. Gangguan berbahasa, berkomunikasi, harus ditanggulangi secara bertahap, sehingga dapat dicapai keadaan yang optimal.

b. Rehabilitasi mental

Rehabilitasi ini mengatasi masalah emosi seperti mudah tersinggung, kehilangan motivasi, sedih, depresi yang dirasakan oleh penderita stroke setelah selamat dari stroke. Masalah ini dapat diatasi dengan menjalani kehidupan yang lebih santai dan rileks, dan keluarga memberikan semangat dan motivasi agar penderita merasa bahwa dia masih dihargai dalam keluarga.

c. Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi ini mengatasi masalah perubahan gaya hidup pada penderita stroke, pekerjaan, hubungan perorangan, dan aktivitas. Dalam mengatasi masalah ini, harus memperhatikan keadaan penderita, keadaan keluarga, hubungan dengan masyarakat di sekitarnya, di lingkungan pekerjaan, kumpulan profesi dan kumpulan lainnya.

Gambar

Gambar 2.2. Bagian Otak dan Fungsi Otak
Gambar 2.3. Pembuluh Darah Arteri di Otak

Referensi

Dokumen terkait

Padahal, daerah Karangsambung tersebut selama ini menjadi daerah penelitian batuan yang dikelola Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penambangan pasir bisa

Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetepkan

Untuk menguji pengaruh Manfaat adopsi internet banking di CIMB

Di at as bumi mi sal nya, yang mengandung ber bagai unsur dan zat ki mi a yang memungk i nk an mak hl uk dapat t umbuh dan ber kembang, di ci pt akan makhl uk hi dup ( manusi a,

[r]

eksternal dilakukan oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber.. yang diperoleh

Acit Darsita (2016 ).” PENGARUH KONSEP DIRI DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI (Survey pada Siswa Kelas X IPS SMAN

Pendidikan kemampuan ( skill ) dan pengetahuan ( knowledge ) merupakan salah satu modal yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat. memahami literasi media sebagai