• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN JETTY CPO PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN JETTY CPO PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN JETTY CPO PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN

Oleh :

Jeffwirlan Statourenda 3107 100 044

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu Negara produsen CPO terbesar di dunia, sekitar 15 juta ton CPO siap di distribusikan ke luar maupun dalam negri. Akan tetapi hal ini tidak didukung dengan fasilitas yang ada, dimana total kapasitas pelabuhan di Indonesia hanya bisa menampung sekitar 8 juta ton. Bahkan di Kalimantan yang notabene penghasil CPO terbesar belum memiliki dermaga internasional untuk mengekspor CPO. Karena itu dibutuhkan dermaga yang bisa mengatasi kekurangan kapasitas dermaga Indonesia. Perairan Tanjung Pakis Lamongan adalah tempat yang sangat strategis untuk membangun dermaga CPO ini. Selain karena banyak lahan kosong, Tanjung Pakis juga berada di pantai utara Jawa yang dekat dengan Kalimantan.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mampu mengevaluasi jumlah kebutuhan dermaga, evaluasi layout perairan serta daratan, perhitungan detail struktur serta metode pelaksanaan dan rencana anggaran biaya dermaga.

Dari hasil analisis perhitungan didapatkan kebutuhan jumlah dermaga adalah sebanyak satu buah dengan kapasitas maksimum 80000 DWT pada kedalaman -13.6 m LWS, kebutuhan dimensi Dermaga sebesar 580 x 34 m2 yang pembangunannya menggunakan metode pracetak, Trestle 170 x 8 m2,

serta keseluruhan rencana anggaran biaya sebesar Rp.1.044.751.103.817,00.

Kata kunci : Perairan Tanjung Pakis, Jetty CPO, Layout, Pracetak, Rencana Anggaran Biaya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Semakin meningkatnya kebutuhan distribusi akan barang di Indonesia, maka dibutuhkan juga sebuah fasilitas penunjang yang cukup memadai. Salah satu fasilitas penunjang yang utama adalah transportasi melalui jalur laut, karena distribusi melalui jalur laut dengan jumlah barang yang cukup besar memiliki kelebihan tersendiri dari segi harga dibandingkan dengan transportasi jalur darat maupun udara. Komponen-komponen utama transportasi laut adalah laut, kapal, serta fasilitasnya. Indonesia yang merupakan sebuah negara maritim, 2/3 dari seluruh wilayahnya merupakan perairan, sehingga untuk kebutuhan laut, Indonesia sangat memadai. Namun, untuk kebutuhan kapal serta fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim.Indonesia juga merupakan agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah. Salah satunya adalah tumbuhan kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil). Pengertian dari CPO sendiri adalah minyak kelapa sawit mentah, sehingga bahan ini bukan merupakan bahan berbahaya dalam dermaga. Sebagian besar perkebunan kelapa sawit saat ini sedang produktif, sehingga kebutuhan CPO di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk.

Pada 2009, total ekspor CPO Indonesia sedikitnya 15 juta ton. Namun, total kapasitas pelabuhan hanya 8 juta ton ujar Fadil Hasan, Ketua Bidang Agroindustri Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Total kerugian Rp. 136 miliar per tahun itu dengan asumsi perhitungan demorage untuk 39% volume ekspor yang terkendala yakni total ekspor 10 juta ton, kapasitas pelabuhan 8 juta ton, demorage per ton USD 3, nilai tukar Rp. 9.200 per USD. Karena keterbatasan kapasitas dermaga-dermaga besar di Indonesia, maka dibutuhkan dermaga baru yang bisa menutupi kekurangan tersebut. Pendistribusian CPO ke luar negri pastinya membutuhkan dermaga yang bisa menampung kapal-kapal besar, padahal di Kalimantan Selatan dan Tengah yang notabene salah satu penghasil CPO terbesar belum ada dermaga internasional untuk ekspor. Karena seharusnya setelah CPO dimuat ke kapal di Kalimantan, kapal tersebut butuh dermaga besar untuk membongkar muatannya. Lalu setelah dibongkar, CPO masuk ke Silo untuk disimpan sembari menunggu kapal yang lebih besar tujuan Malaysia. Kemudian CPO diangkut oleh kapal tersebut menuju dermaga Malaysia.

Lokasi Kecamatan Tanjung Pakis ini dipilih berdasar sebagai pertimbangan terutama

(2)

2

serta masih banyaknya lahan kosong dan dinilai menjadi lokasi yang cukup strategis, terletak di pantai utara Jawa sehingga dekat dengan pulau Kalimantan yang merupakan penghasil CPO terbesar. Selain itu sistem manajemen di pelabuhan tersebut dinilai bagus, karena menggunakan fasilitas umu kelas dunia. Juga nantinya bisa menampung CPO yang tadinya tidak bisa diekspor ke luar negri karena keterbatasan fasilitas pelabuhan di Indonesia.

1. 2 LOKASI

Lokasi perencanaan tugas akhir ini berada pada posisi 112º25’08.11’’ BT dan 6º52’42.16’’LS, atau berada pada Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur. Dapat dilihat pada gambar 1.1 dan 1.3, serta gambar layout dermaga pada gambar 1.3.

Gambar 1.1 - Lokasi Studi

( Sumber :Peta Jawa Timur)

Gambar 1.2 – Foto Satelit Desa Kemantren,

Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur

( Sumber : Google Map, 3 Januari 2012 )

1.3 TUJUAN

1. Mampu melakukan evaluasi layout dermaga

2. Mampu merencanakan detail struktur jetty crude palm oil

3. Menentukan dan menyusun metode pelaksanaan yang efektif

4. Melakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang dibutuhkan

1.4 LINGKUP PEKERJAAN

1. Evaluasi layout perairan dan dermaga 2. Perhitungan kebutuhan fender dan

boulder

3. Perhitungan struktur dermaga 4. Perhitungan precast

5. Metode pelaksanaan 6. Analisis biaya

1.5 METODOLOGI

Metodologi untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada

Gambar 1.3

Gambar 1.3 - Diagram Alir Metodologi

Penyusunan Tugas Akhir LOKASI PROYEK Lokasi Studi Lokasi Studi Pendahuluan Studi Literatur

Pengumpulan Data dan analisa

Evaluasi Layout

Kriteria Perencanaan Dermaga

Perencanaan Struktur Dermaga & Trestle

Metode Pelaksanaan

Perhitungan RAB

Mempelajari dasar teori, konsep, dan perumusan yang dipakai dalam perencanaan 1. Data Topografi dan bathymetri 2. Data Pasang Surut 3. Data Arus 4. Data Angin 5 .Data Tanah

1. Evaluasi layout perairan 2.Evaluasi layout dermaga

1. Peraturan yang digunakan 2.Kriteria kapal rencana 3.Kualitas bahan dan material 4.Pembebanan 5.Perhitungan fender dan boulder

1. Perencanaan layout pembalokan 2. Perhitungan beban 3. Analisa Struktur 4. Perencanaan penulangan 5.Perhitungan Precast 6.Perencanaan Pondasi 7. Detail gambar

Metode pelaksanaan pembangunan dermaga

1. Harga material dan upah 2. Volume pekerjaan

3. Analisa harga satuan 4. Rencana Anggaran Biaya

Mempelajari latar belakang

Penutup 1.Kesimpulan perencanaan

(3)

BAB II

STUDI LITERATUR

Pada bab ini dijelaskan secara garis besar teori teori yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

BAB III

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1 DATA BATHYMETRI

Peta Bathymetri menunjukkan kontur kedalaman dasar laut yang diukur dari posisi 0,00 LWS. Data Bathymetri dalam Tugas Akhir ini didapatkan dari Hasil Survey Sonding dalam rangka Pemetaan dari Perairan Tanjung Pakis Lamongan

Hasil Analisa Data Bathymetri

Dari data dapat terlihat kondisi kedalaman perairan Tanjung Pakis Lamongan ratarata -13.6 mLWS pada sisi utara dan selatan dermaga yang direncanakan. Sedangkan untuk posisi perencanaan trestel bervariasi mulai dari -9.5 mLWS sampai 13.6 mLWS. Peta bathymetri dapat dilihat pada gambar 3.1.

Setelah dilihat gambar potongan melintang pantai (gambar 3.2) dapat disimpulkan daerah perairan Tanjung Pakis cukup landai, sehingga dibutuhkan jarak cukup jauh dari pantai agar bisa mendapatkan kedalaman kapal rencana, sehingga dermaga jetty sesuai untuk kondisi pantai ini.

Gambar 3.1 - Peta Bathymetri di kawasan

Tanjung Pakis Lamongan

Gambar 3.2 - Potongan Melintang Dasar Laut,

(a) Potongan A-A, (b) Potongan B-B

3.2 DATA ARUS DAN PASANG SURUT

Arus yang terjadi sepanjang pantai umumnya berupa arus akibat perbedaan muka air pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang surut. Dalam Tugas Akhir ini data arus hanya dipergunakan untuk kebutuhan perencanaan gaya horizontalnya saja.

Pasang surut pada prinsipnya terjadi karena pengaruh posisi bumi terhadap bulan dan matahari, sedang pengaruh bintang dan planet lain relatif lebh kecil. Data pasang surut dipergunakan untuk melengkapi kebutuhan penggambaran peta bathymetri (peta kontur kedalaman laut), dan mengetahui posisi muka air laut absolut terendah, dan pola pasang surutnya.

Adapun penyajian data arus dapat dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4 di bawah ini.

Gambar 3.3 – Data Arus saat Neap Tide

(4)

4

Hasil Analisa Data Arus dan Pasang Surut

Dari data arus dapat disimpulkan:

 Pada kondisi neap tide arah arus secara umum menunjukkan arah dominan barat laut dengan kecepatan arus pasang surut maksimum 0.08 m/dt.

 Pada kondisi spring tide arah arus secara umum menunjukkan arah dominan barat laut dengan kecepatan arus pasang surut maksimum 0.12 m/dt.

Dari analisis data di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa arah arus tidak mengganggu navigasi kapal karena

kecepatannya masih di bawah kecepatan ijin 3 knot (1.5 m/dt) dan tidak terjadi cross current.

Dari hasil pengamatan pasang surut (gambar 3.5) didapatkan :

 Beda pasang surut sebesar 2.2 m diatas mLWS

 Elevasi HWS pada + 2.20 mLWS

 Elevasi MSL pada +1.10 mLWS

 Elevasi LWS pada ± 0.00 mLWS

Gambar 3.5 Peta Grafik Pasang Surut

3.3 DATA ANGIN

Angin adalah gerakan udara dari daerah dengan tekanan udara tinggi ke daerah dengan tekanan udara rendah. Perbedaan tekanan ini pada umumnya disebabkan oleh perbedaan temperatur. Dalam tugas akhir ini data angin hanya dibutuhkan untuk perencanaan beban horizontal saja.

Hasil Analisa Data Angin

Data angin yang mewakili daerah Tanjung Pakis adalah dari data angin BMG Tanjung Perak. Data angin diperoleh diperoleh dari Stasiun BMKG Tanjung Perak (gambar 3.6)

Gambar 3.6 – Wind Rose di Perairan Tanjung Pakis

(Sumber: BMG Tanjung Perak 2004)

Dari analisis data didapatkan angin dominan ke arah Timur dengan kecepatan angin yang berhembus sebesar 4-6 knots atau 2.5 m/s, namun ada juga yang mencapai > 17 knot (8.75 m/dt) namun intensitas terjadinya tidak terlalu sering.

3.4 DATA GELOMBANG

Gelombang merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pelabuhan. Perairan Desa Kemantren, Kecamatan Pairan, Kabupaten Lamongan terletak di Pantai Utara pulau Jawa yang tidak berbatasan langsung dengan samudra seharusnya ketinggian gelombang relative kecil. Namun berdasarkan informasi yang ada, gelombang yang terjadi cukup besar yaitu pada bulan Desmber sampai Maret sedangkan pada bulan Mei sampai Oktober tinggi gelombang relative kecil.

Analisis Data:

Berdasarkan data sekunder perhitungan tinggi gelombang yang diperoleh (tabel 3.2) dapat disimpulkan bahwa tinggi gelombang maksimum dapat mencapai 2.5 m arah Barat Laut namun dengan frekuensi kejadian yang relative kecil (0.13%). Sedangkan untuk tinggi gelombang yang frekuensinya lebih lebih besar (3.42%) adalah setinggi 0.6m arah utara.

Dengan tinggi gelombang 0.6 m maka perairan belum aman untuk keperluan bongkar kapal karena melebihi batas ijin gelombang untuk bongkar muat (0.5m), akan tetapi di dekat lokasi perencanaan dermaga untuk Tugas Akhir ini sudah terpasang Breakwater sehingga sangat mungkin aman untuk keperluan bongkar kapal.

(5)

Tabel 3.3 – Frekuensi kejadian gelombang (%) Hari/Tahun 0.90 1.71 6.24 1.20 1.29 4.71 1.50 1.08 3.94 2.00 0.54 1.97 2.50 0.13 0.47 0.60 3.42 12.48 0.90 1.42 5.18 1.20 0.63 2.30 1.50 0.38 1.39 2.00 0.08 0.29 0.20 2.25 8.21 0.40 1.00 3.65 0.60 0.54 1.97 1.00 0.38 1.39 1.40 0.33 1.20

Sumber : Hasil Perhitungan

Frekuensi Kejadian

BL

U

TL

Arah Hso (m)

(Sumber: hasil survey gelombang tanjung pakis lamongan)

3.5 DATA TANAH

Survey data tanah bertujuan untuk merencanakan struktur bagian bawah sistem jetty. Kedudukan titik bor dan keadaan umum tanah di lokasi dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 – Koordinat Letak Bor

(Sumber: hasil survey tanah tanjung pakis lamongan)

Analisis Data:

Data tanah yang dipergunakan berasal dari pekerjaan soil investigasi di perairan Tanjung Pakis Lamongan. Data tanah yang disajikan penulis hanya terbatas pada zona rencana dermaga saja. Data tanah berupa hasil boring pada titik bor BS3 dan BL1 di laut hingga kedalaman -60 m dari sea bed (letak titik bor dapat dilihat pada tabel gambar 3.8 serta statigrafi pada gambar 3.9).

Kondisi tanah berdasarkan hasil pengeboran menunjukkan bahwa wilayah Tanjung Pakis didominasi oleh lapisan batu kapur dengan nilai SPT sekitar 80 di kedalaman -30m ke bawah serta ketebalan lapisan lanau mencapai 20 m di bawah seabed dan di bawah lapisan lanau tersebut adalah tanah karang.

BAB IV

EVALUASI LAYOUT 4.1 Umum

4.2 Evaluasi Kebutuhan Dermaga

Perhitungan jumlah dermaga tergantung pada kapasitas satu dermaga dan tingkat penggunaan dermaga tersebut. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah dermaga adalah metode sederhana yaitu :

Berdasarkan statistika studi kelayakan rencana pelabuhan CPO di Lamongan, kebutuhan CPO adalah sebesar 1.500.000 ton/tahun dan selama setahun diperhitungkan 350 hari kerja dengan 20 jam kerja dalam satu hari dan menggunakan koefisien reduksi yang dipakai adalah 0,7 dengan kapasitas pompa CPO sebesar 400 ton/jam.

Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah indikator tingkat penggunaaan dermaga dibanding keberadaannya dalam suatu periode tertentu biasanya setahun. Pada studi ini menggunakan BOR dari UNCTAD, yaitu seperti Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1- Nilai BOR menurut jumlah dermaga Jumlah dermga BOR (%)

1 40 2 50 3 55 4 60 5 65 6 70 Sumber: UNCTAD, 1994 Analisis Data:

Total volume B/M =1500000 ton/tahun Kapasitas pompa = 400 ton/jam jumlah jam = 20 jam/hari jumlah hari = 350 hr/th faktor reduksi = 0,7

Perhitungan:

Perhitungan dilakukan dengan iterasi coba-coba dengan menentukan nilai BOR terlebih dahulu.

Iterasi pertama dicoba BOR 50% dengan jumlah dermaga 1 buah dan menghasilkan n: Titik BL1 X 654700 Y 9240750 Z 0 Kedalaman Deskripsi 0-2.5 Lanau Lempung 2.5-6.0 Batu Kapur

6.0-36 Pasir + Batu Kapur 36-60 Batu Kapur + Pasir

Titik BS1 X 656300 Y 9241280 Z -8 Kedalaman Deskripsi 0-19.5 Lanau Kelempungan 19.5-27 Lanau Berpasir + lanau + lempung

27-33 Kerikil 33-60 Batu Kapur M KapasitasB BOR M eB TotalVolum n / /        buah th hari hari jam jam ton th ton n 1,5 2 7 . 0 / 350 / 20 / 400 % 50 / 1500000     

(6)

6

Karena asumsi awal tidak sama dengan hasil taksiran awal (nawal= 2 dan nakhir = 2), maka dipakai n = 2 buah.

4.3 Evaluasi Lay Out Perairan

 Kebutuhan areal penjangkaran (anchorage area)

Untuk area penjangkaran diasumsikan berada pada kondisi baik, sehingga Luas = LOA + 6d = 255 + 6 x 14,9 = 344,4 m ~ 350 m  Kebutuhan lebar alur (entrance channel)

Di asumsikan kapal sering berpapasan sehingga:

Lebar = 2 LOA = 2 x 255 = 510 m

 Kebutuhan panjang alur (stopping distance)

Kapal dengan kecepatan 5 knot, sehingga:

Panjang alur = 1 LOA = 1 x 255

= 255 m ~ 300 m  Kebutuhan kolam putar (Turning basin)

Direncanakan kapal bermanuver dengan dipandu, maka:

Kolam = 2 LOA = 2 x 255 = 510 m  Kebutuhan panjang kolam dermaga

Panjang kolam = 1.25 LOA

= 1.25 x 255 = 318,7 m ~ 350 m  Kebutuhan lebar kolam dermaga

Dermaga adalah dermaga bebas, sehingga:

Lebar kolam = 1.25 B =1.25 x 38,3 = 47.8 m ~ 50 m  Kedalaman perairan

Kondisi perairan di wilayah Tanjung Pakis Lamongan dengan kedalaman -13.6 mLWS. Sesuai dengan data kapal rencana, dermaga CPO direncanakan melayani kapal dengan draft -14.9 mLWS. Menurut Technical Standards for Port and Harbour Facilities in Japan kedalaman minimum untuk perairan tenang adalah 1.1 draft kapal rencana. Jadi kedalaman minimum yang diperlukan adalah:

D = 1.1 Draft D = 1.1 x 14.9m

D = 16.39 ≈ 16.5 m > -13.6 mLWS Karena kedalaman perairan eksisting hanya -13.6 mLWS, maka diperlukan penambahan kedalaman sedalam 2.9 m untuk mencapai kedalaman -16.5 mLWS. Penambahan kedalaman dilakukan dengan melakukan pengerukan yang akan dibahas pada bab tersendiri.

4.4 Evaluasi Lay Out Dermaga 4.4.1 Panjang dermaga

Panjang demaga ini dievaluasi dengan rumus berikut:

Lp = n.Loa + (n-1) 15 + 50 = 2x255 + 15 + 50 = 575 m ≈ 580 m

4.4.2 Lebar dermaga

Lebar dermaga ini dievaluasi dengan ketentuan-ketentuan berkut:

Lebar Tepi Dermaga = 2 m Jari-jari perputaran truk = 20 m Parkir kendaraan = 10 m Maka kebutuhan lebar dermaga =

2+20+10+2 = 34 m

4.4.3 Elevasi permukaan dermaga

Elevasi dermaga dihitung pada saat air pasang dengan perumusan:

El = beda pasang surut + (0.5m – 1.5 m) Dimana:

Beda pasang surut = 2.2 m (berdasarkan pencatatan pasang surut di perairan Tanjung Pakis Lamongan), maka Elevasi yang dibutuhkan = 2.2 + 1.5 = 3.7 m (gambar

4.2).

Gambar 4.2 – Elevasi Dermaga

Ternyata setelah lay out dermaga yang sudah ada ditinjau ulang, terjadi sedikit kekurangan pada kedalaman perairan, karena kedalaman yang dibutuhkan kapal rencana

(-el.dermaga +3.7 mlws

beda pasang-surut 2.20 m

1.5 m

(7)

16.5 mLWS) lebih besar daripada kedalaman perairan yang ada (-13.6 mLWS). Untuk gambar hasil evaluasi daratan dan perairan dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4

Gambar 4.3 - Evaluasi Layout Perairan

Gambar 4.4 -Evaluasi Layout Daratan dan Rute

Truk Tangki

BAB V

KRITERIA PERENCANAAN DERMAGA 5.1. PERATURAN

1 Technical Standard Port and Harbour Facilities in Japan (1991)

Digunakan untuk merencanakan bollard / boulder dan menghitung energi pada fender. 2 Standard Design Criteria for Ports in

Indonesia (1984)

Digunakan untuk menentukan kecepatan kapal saat merapat di dermaga.

3 Peraturan Beton Indonesia (1971)

Digunakan dalam perencanaan tulangan dengan memakai Perhitungan Lentur Cara “n’ ( Ir. Wiratman W. )

4 Konstruksi Beton Indonesia (1971)

Digunakan dalam perencanaan tulangan yaitu untuk perhitungan momen akibat beban terpusat.

5 PCI (Prestressed and Precast Concrete Institute)

Digunakan untuk perencanaan pelat precast yaitu perhitungan momen pada saat pengangkatan..

6 Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Binamarga, BMS 1992

Digunakan dalam penentuan mutu beton untuk struktur dermaga.

7 SNI 03 - 1726 – 2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (1983)

Digunakan dalam perhitungan gaya gempa dengan metode dinamis.

5.2 KAPAL RENCANA

Dalam perencanaan ini sudah ditentukan bahwa kapal yang akan berlabuh berukuran 80.000 DWT. Berikut ini adalah dimensi dari kapal yang dipakai untuk perencanaan :

DWT :80.000

:255 m

Draft :-14.9 m

Height :19.5(kapal aframax) Width :38.3 m(kapal aframax)

5.3 KUALITAS MATERIAL 1. Mutu Beton

Digunakan beton dengan fc’ = 35 Mpa untuk komponen struktural. Berikut ini data mutu beton berdasarkan PBI 1971:

’bk = kekuatan beton karakteristik 350 kg/cm2

’b = Tegangan tekan beton akibat lentur tanpa dan / atau dengan gaya normal tekan

= 0,33’bk (Tabel 10.4.2) = 0,33 x 350 = 115,5 kg/cm2

Eb = Modulus tekan beton untuk pembebanan tetap = 6400 ' bk  (Tabel 11.1.1) = 6400 350= 1,2 x 105 kg/cm2 2. Mutu Baja

Baja tulangan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah baja tulangan U-32. Berikut ini data mutu baja berdasarkan PBI 1971:

(8)

8

au = Tegangan leleh karakteristik = 3200 kg/ cm2

Ea = 2,1 x kg/

= Tegangan tarik/tekan baja yang diijinkan(Tabel 10.4.1)

=1850 kg/

*au = Tegangan Tarik/tekan yang diijinkan (Tabel 10.4.3)

= 2780 kg/cm2

Diameter Tulangan = 16 mm ( untuk pelat ) = 32 mm (untuk balok )

5.4 PEMBEBANAN

Perhitungan beban dihitung dari beban yang bekerja pada dermaga yaitu :

5.4.1 Beban Vertikal

5.4.1.1 Beban Berat Sendiri Konstruksi (beban merata)

Berat jenis () beton bertulang diambil sebesar 2,9 t/m3 (sumber : Technical Standard for Port and Harbour in Japan).

5.4.1.2 Beban Hidup Merata

Beban merata akibat

muatan (beban pangkalan) = 5 t/m2 Beban air hujan (5 cm) = 0,05 t/m2 Total beban hidup merata = 5,05 t/m2

5.4.1.3 Beban Terpusat

Gambar 5.2 -Konfigurasi Roda dan

Beban Roda Truk Tanki

5.4.2 Beban Horizontal 1. Beban Tumbukan Kapal

Beban tumbukan pada struktur akan berupa energi kinetik yang diabsorbsi oleh fender dan ditransfer menjadi gaya horizontal yang harus mampu ditahan oleh bangunan dermaga. Berikut ini adalah energi kinetik yang terjadi pada saat kapal merapat :

ton m

g V W S C C C e C m C Ef         . . 2 / 2 1 . . . . Dimana :

Cm = koefisienmassa hidrodinamis = 1,81 Ws = Displacement Tonage

= log (DT) = 0.332 + 0.956 log (DWT) = 104.557 ton

Ce = koefisien eccentricity = 0,5

CC = Cushion Coeficient =1(type open pier) CS = Softness Coefficient (koefisien

kehalusan) = 1

g = gravitasi (m/s2) = 9,8 m/s2

V = kecepatan kapal waktu merapat ( m/s) = 0,11 m/s (kondisi perairannya tergolong tenang dan terlindung). Ef =

Ef = 59,58 ton-m

Pemilihan Tipe Fender

Dengan Ef maks = 59,58 ton-m, maka direncanakan untuk menggunakan sistem fender tunggal dari Fender Karet SCN 1100-E1.9 dengan data-data sebagai berikut :

Energi = 62,2 ton-m (> Ef = 59,6 ton-m) Reaksi = 109,1 Ton (gaya horizontal)

Diameter = 1,76 m

Tipe Baut = M36 – 270mm (8 buah)

2. Beban Tarikan Kapal

Beban tarikan kapal disebabkan oleh gaya tarik kapal karena bobot kapal atau karena angin dan arus. Gaya yang terbesar akan diambil sebagai gaya horizontal dermaga dan juga digunakan dalam perencanaan boulder. Berikut ini adalah perhitungan gaya tarikan kapal

Gaya tarik kapal dari tabel

Berdasarkan Tabel 5.1, untuk kapal terbesar yang merapat di dermaga CPO Tanjung Pakis dengan ukuran 80.000 GRT, besarnya gaya tarik boulder (Pa) = 200 ton.

Agar diperoleh gaya-gaya dalam kondisi kritis maka diambil sudut yang terjadi untuk α dan β sebesar 450.

(9)

Gaya tarik akibat arus : g V A C P C C C C C 2 2      Di mana :

C = berat jenis air laut (=1,025 t/m3) AC = luasan melintang kapal di bawah

permukaan air, karena arus cenderung sejajar sumbu kapal. = lebar x draft = 38,3 x 14,9 = 570,67 m2

VC = kecepatan arus dalam arah tegak lurus kapal (m/dt)

= 0,12 m/s x sin 450 = 0,084 m/s CC = koefisien arus

= 0,6 (untuk arus yang sejajar sumbu kapal, diambil paling maksimum) g = gravitasi (m/s2) = 9,8 m/s2 maka besarnya gaya tarik akibat arus = 12,1 t

Gaya tarik akibat angin :

sin cos

1600W2 W W W W V B A C P

Dimana :

CW = Koefisien tekanan angin Cw = 0,8 (angin dari belakang)

AW = Luasan proyeksi arah memanjang, di atas air = panjang kapal x (depth – draft) = 1173 m2

BW = Luasan proyeksi arah muka (m2) = draft x lebar kapal = 176,18 m2

 = Sudut arah datangnya angin terhadap centerline = 00 (angin dari arah timur) VW = Kecepatan angin

= diambil 6 knot = 3,08 m/s

maka besarnya gaya tarik akibat angin= 0,83t

Jumlah gaya tarik akibat arus dan angin = 12,1 t + 0,83 t

= 12,93 ton

Gaya tarik akibat arus dan angin tersebut diasumsikan dipikul oleh 4 buah boulder, sehingga gaya tarik tiap bouldernya adalah 3,23 t. Setelah dibandingkan dengan gaya tarik berdasarkan bobot kapal, maka untuk perencanaan dipilih gaya tarik kapal 141,42 ton berdasarkan bobot kapal.

3. Beban Gempa

Beban gempa yang bekerja pada struktur dermaga dihitung secara dinamis dengan menggunakan respon spektra menurut SNI 03-1726-2002.

5.5 KOMBINASI PEMBEBANAN

Berikut ini kombinasi pembebanan dermaga. 1. DL + LL 2. DL + LL + Fender 3. DL + LL + Boulder 4. DL + Truck 5. DL + 0,5 LL + Fx + 0,3 Fy 6. DL + 0.5 LL + Fy + 0,3 Fx Dimana :

DL = beban mati/berat sendiri struktur LL = beban hidup merata

Fx = beban gempa arah x Fy = beban gempa arah y

5.6 PERENCANAAN FENDER DAN BOULDER

5.6.1 Perencanaan Fender

Digunakan sistem fender tunggal dari Fender Karet SCN 1100-E1.9 dengan data-data dari fender tersebut adalah sebagai berikut :

Energi = 62,2 ton-m (> Ef = 59,58 ton-m)

Reaksi = 109,1 ton (sebagai gaya horizontal)

Diameter = 1,76 m

Tipe Baut = M36 – 270mm (8 buah)

Lihat Gambar 5.7

(10)

10

5.6.2 Perencanaan Boulder

a. Spesifikasi Boulder dan aksesorisnya Boulder / Bollard (Type BR-200)

- Kapasitas tarik (T) - Dimensi : A B C D E F G H = = = = = = = = = 200 861 1240 1040 1047 560 900 403 172 ton mm mm mm mm mm mm mm mm Lihat Gambar 5.9 - (a) (b) Gambar 5.9-

(a) Dimensi Tinggi Bollard Type BR-200

(b) Dimensi lebar bollard Type BR-200 b. Kontrol Kekuatan Sambungan Baut pada

Boulder dengan metode ultimate (LRFD)

Mu = Pu . e Mu = 11500 ton-cm Lihat Gambar 5.10

Mu

Pu

Gambar 5.10- Gaya pada Boulder  Kontrol Geser

b u uv f f 0,5 ...OK!

Beban Tarik (interaksi geser + tarik )

b t f d f A T   2 / 4100 ) 5 , 1 3 , 1 ( f f f kg cm f b u uv b u t     = (1,3 x 4100 – 1,5 x 1263,05) = 3435,42 kg/cm2 < 4100 kg/cm2 ft = 3435,42 kg/cm2 Td = 0,75 x 3435,4 x ¼  (6,35)2 = 81597,79 kg b u b baut d A f T 0,75 = 73037,132 kg

T = Td = 73037,132 kg (diambil yang terkecil)

Mencari garis netral

Garis netral didapat dari keseimbangan gaya yang terjadi.

Gaya tekan = gaya tarik T

b a

fyp. .  dimana : fyp = tegangan leleh pelat

T = gaya tarik pada 1 baut b = B = 1240 mm

a = garis netral Lihat Gambar 4.8

 Kontrol Momen

Momen rencana yang dapat dipikul sambungan :

   n i i yp n T d b a f M 1 2 . 2 , 9 , 0  = 15288,38 ton-cm Mu = 11500 ton-cm < Mn = 22636,73 ton-cm...OK !

Sambungan cukup kuat menerima momen akibat tarikan pada boulder!

(11)

g.n T1 T2

pelat fyp

Panjang pengangkuran

Kebutuhan panjang pengangkuran pada pondasi:

Gambar 5.11- Keseimbangan gaya pada

boulder

c. Jarak pemasangan boulder

Jumlah boulder = = 36 buah Jarak antar boulder = 19,5 meter

BAB VI

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA

6.1 Sistem Operasional

Proses bongkar CPO berawal dari kapal yang merapat pada dermaga. Lalu CPO dalam kapal dipindahkan ke truk tangki melalui pipa dalam kapal yang dibantu oleh crane kapal. Truk yang telah terisi penuh kemudian mengangkut CPO menuju silo atau tempat penyimpanan CPO. Begitu juga sebaliknya untuk proses muat.

6.2 Preliminari Desain

6.2.1 Dimensi pelat

Tebal pelat diambil sebesar 40 cm, ketebalan ini juga diambil untuk mengakomodasi kemungkinan benda-benda yang jatuh pada saat dermaga beroperasi. Dalam perencanaan ini digunakan tebal selimut beton untuk pelat sebesar 7,5 cm.

6.2.2 Dimensi balok

Dimensi balok melintang dan memanjang diambil sebesar b x h = 80 cm x 120 cm.

Dalam perencanaan ini digunakan tebal selimut beton untuk balok sebesar 8 cm.

6.2.3 Tiang pondasi

Berikut ini adalah perbandingan antara tiang pancang baja dan precast pile. Dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1 – Perbandingan Tiang Pancang

Tiang pancang direncanakan dengan diameter 1016 mm. Spesifikasi tiang pancang yang didapat dari JIS A 5525 sebagai berikut:

Diameter = 1016,0 mm Tebal = 19 mm Luas penampang = 595,1 cm2 Berat = 467 kg / m Momen Inersia = 740 x 103 cm4 Section Modulus = 146 x 102 cm3 Jari-jari girasi = 35,2 cm Luas permukaan luar = 3,19 m2/m

6.2.4 Dimensi poer

Untuk itu dimensi poer dibagi menjadi dua jenis yaitu:

 Dimensi poer untuk tiang tunggal diambil sebesar 170 cm x 170 cm x 120 cm.

 Dimensi poer untuk tiang ganda diambil sebesar 300 cm x 175 cm x 120 cm

Keuntungan Kerugian Tiang pancang baja -pelaksanaan lebih

murah ,kerusakan akibat lifting, transporting, maupun retak ujing tiang relatif lebih kecil, karena elastisitas tinggi -berat jauh lebih ringan dari precast -penyambungan dengan las,lebih mudah -SPT > 50 pukulan -ketahanan korosi buruk -pemeliharaan mahal,karena harus diberi coating pada permukaan -harga mahal

Precast pile -dapat dilaksanakan di darat atau dipesan melaui fabrikasi -praktis untuk daerah

onshore,desing load besar, dan lapisan keras tidak terlalu dalam

-pemeliharaan murah -tahan korosi -lebih murah

-tiang tidak terlalu panjang,makin panjang makin sulit dikerjakan -kemungkinan ujung tiang retak atau pecah akibat tubukan dengan hammer.SPT dibawah 50 pukulan ,kekuatan bahan rendah -transportasi mahal ,karena dihitung berdasar berat

(12)

12

6.2.5 Desain dimensi struktur

Berikut ini adalah disain dimensi struktur dermaga :

Panjang dermaga : 580 m (2 blok @ 290 m) Lebar dermaga : 34 m Tebal Pelat : 40 cm Balok Melintang : 80 x 120 cm Balok Memanjang : 80 x 120 cm Balok Fender : 80 x 120 cm Poer tiang ganda : 300x175x150

cm (Type I) Poer tiang tunggal :170x170x120

cm (Type II) Cover Beton (pelat) : 7,5 cm

(balok) : 8 cm Diameter Tiang Pancang

Baja : 101,6 cm

Tebal : 19 mm

6.3 Perencanaan Layout Pembalokan

Pada Dermaga Tanjung Pakis ini, dermaga dibagi menjadi 2 blok dengan dilatasi antar blok selebar 10 cm. Masing-masing blok panjangnya 290 m. Untuk lebih jelas tentang pengaturan tata letak blok

tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan layout pembalokannya dapat dilihat pada Gambar

6.2.

Gambar 6.1 – Pembagian Blok

Gambar 6.2 – Pembalokan Blok A

6.4

Perencanaan Pelat

6.4.1 Perencanaan Pelat Setelah Komposit

A. Pembebanan Pelat

1. Berat sendiri (qd)= 1,305 t/m2

2. Beban Hidup Merata ( ql) = 5,0 t/m2 3. Beban Terpusat Roda Truk = 7100 kg

dengan jarak antar roda 1.9 m dan area kontak tiap roda seluas 25 cm x 50 cm.

Gambar 6.4 - Beban Terpusat Akibat

(13)

B. Perhitungan Momen Pelat

Akibat beban merata :

Momen tumpuan = - 0,001. q . lx2.. X Momen lapangan = 0,001. q . lx2.. X Dimana:

q = beban merata

Lx = bentang pelat terpendek X = koefisien pada Tabel PBI 1971 Akibat beban terpusat

M = W a L b L b a L b a L b a y y x x y y x x . . . 4 3 2 1    

Besarnya lebar pembesian untuk beban ini :

y y x y x y y x x y x y x y x y y x x x l l l b b l b l b c s l l l b b l b l b c s . 3 , 0 4 , 0 2 , 0 4 , 0 . 3 , 0 2 , 0 4 , 0 4 , 0 . . 1 . . 2                           y y x y x y y x x iy x y x y x y y x x ix l l l b b l b l b c s l l l b b l b l b c s . 1 , 0 1 , 0 1 , 0 6 , 0 . 1 , 0 1 , 0 1 , 0 6 , 0 . . 1 . . 2                          

S

M

M

beban terpusat l

Dimana :

lx = bentang terpendek pelat ly = bentang terpanjang pelat

bx = ukuran beban W arah bentang pendek by = ukuran beban W arah bentang panjang W = beban terpusat

a1, a2, a3 dana4 adalah koefisien yang tergantung ly/lx dan derajat jepit masing – masing sisi ( tabel VI Konstruksi Beton Indonesia oleh Ir. Sutami )

sx = lebar jalur dimana pembesian penahan momen My harus dibagi.

sy = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Mx harus dipasang.

six = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Miy harus dipasang.

siy = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Mix harus dipasang.

c1 dan c2 adalah koefisien yang tergantung pada keadaan dan derajat jepit dari sisi pelat, jadi: c1 = 0,0 jika kedua sisi sejajar dengan

bentang terkecil (lx) ditumpu bebas. c1 = 0,1 jika kedua sisi sejajar dengan

bentang terkecil (lx) dijepit.

c1 = 0,05 jika satu sisi sejajar dengan bentang terkecil (lx) dijepit, sedang lainnya ditumpu bebas.

c2 = 0,0 jika kedua sisi sejajar dengan bentang terbesar (ly) ditumpu bebas. c2 = 0,1 jika kedua sisi sejajar dengan

bentang terbesar (ly) dijepit.

c2 = 0,05 jika satu sisi sejajar dengan bentang terkecil (ly) dijepit, sedang lainnya ditumpu bebas.

(14)

14

Momen

B.Mati B.Hidup B.Truk Rencana

1 2 3 (kgm) mlx 5.7 6.7 1950.375 7547.427 947.567 9497.802 2897.942 9497.802 mtx 5.7 6.7 -1950.375 -7547.427 -851.927 -9497.802 -2802.302 -9497.802 mly 5.7 6.7 1611.179 6234.831 781.373 7846.010 2392.552 7846.010 mty 5.7 6.7 -1611.179 -6234.831 -602.878 -7846.010 -2214.057 -7846.010 mlx 1.6 5.7 210.470 814.464 -33195.966 1024.934 -32985.496 -32985.496 mtx 1.6 5.7 -210.470 -814.464 -13788.147 -1024.934 -13998.617 -13998.617 mly 1.6 5.7 43.430 168.064 622.678 211.494 666.108 666.108 mty 1.6 5.7 -126.950 -491.264 -637.964 -618.214 -764.914 -764.914 mlx 1.6 6.7 210.470 814.464 -34152.622 1024.934 -33942.152 -33942.152 mtx 1.6 6.7 -210.470 -814.464 -14124.876 -1024.934 -14335.346 -14335.346 mly 1.6 6.7 43.430 168.064 1003.253 211.494 1046.683 1046.683 mty 1.6 6.7 -126.950 -491.264 -544.460 -618.214 -671.410 -671.410 mlx 1.6 1.6 120.269 465.408 58627.112 585.677 58747.381 58747.381 mtx 1.6 1.6 -120.269 -465.408 -7056.446 -585.677 -7176.715 -7176.715 mly 1.6 1.6 120.269 465.408 1438.897 585.677 1559.166 1559.166 mty 1.6 1.6 -120.269 -465.408 -1627.213 -585.677 -1747.482 -1747.482 1+2 1+3

Momen (kgm) Momen Kombinasi

A B C D lx ly Type Pelat

Tabel 6.6- Momen Rencana dari Kombinasi Momen

C. Perhitungan Penulangan (Pelat Type A)

Data Perencanaan Pelat :

Mutu Beton ’bk = 350 kg/cm2 (K-350) ’b = 115,5 kg/cm2 Eb = 1,2 x 105 kg/cm2 Mutu Baja au = 320 Mpa = 3200 kg(U-32) Ea = 2,1 x 106 kg/cm2 a = ’a = 1850 kg/cm2 *au = 2780 kg/cm2

Diameter Tulangan = 16 mm ( untuk pelat ) Tebal Pelat 40 cm

n = Angka ekivalensi antara modulus elastisitas baja dengan modulus tekan beton n = b a E E = 56 10 2 , 1 10 1 , 2 x x = 17,5 0

 = Perbandingan antara tegangan baja tarik dan n kali tegangan tekan beton di serat yang paling tertekan pada keadaan seimbang.

0  =

b a x n ' '   =

5 , 115 5 , 17 1850 x = 0,915 ly = 670 cm lx = 570 cm 570 670 = 1,17 < 2PelatDua Arah Tulangan Arah X Momen Negatif = Mtx = -9497,802 Kgm ( tumpuan ) hx = 400 – 75 - 0,5 D16 arah X = 400 – 75 - 0,5 x 16 = 317 mm Ca = a x b M x n h '  = 1850 100 9497,802 5 , 17 7 , 31 x x = 3,344

Dengan melihat tabel Perhitungan Lentur Cara “n”, untuk Ca = 3,344 dengan  = 0 (pelat), didapatkan :

 = 1,770 > 0= 0,915...OK !

100n = 10,2

Luas Tulangan yang diperlukan adalah A =  x b x h = 100 31,7 5 , 17 100 2 , 10 x x x = 18,476 cm2 = 1847,6 mm2

(15)

5.7 6.7 Mlx 9497.802 3.344 1.77 OK 10.2 18.477 D 16 - 100 2010.62 5.7 6.7 -Mtx 9497.802 3.344 1.77 OK 10.2 18.477 D 16 - 100 2010.62 5.7 6.7 Mly 7846.010 3.494 1.874 OK 9.287 15.974 D 16 - 100 2010.62 5.7 6.7 -Mty 7846.010 3.494 1.874 OK 9.287 15.974 D 16 - 100 2010.62 6 8 -Mtx D16-110 1407 6 8 Mlx D16-110 1407 6 8 -Mty D16-150 1206 As Pasang A Typ e Pel lx ly lokasi D pasang Type Pelat lx ly ly/lx A 1.2 Two Way Slab

Momen Pelat Dipasang

mm2 As pasang mm2 Ca Φ Ket 100n ω A perlu cm2 Dipasang 10 tulangan D16 – 100 (As = 2010,62mm2) Kontrol Retak

Berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7.1b retak yang diijinkan 0,01 cm. Dengan menggunakan Tabel 10.7.1 PBI 1971 maka didapatkan :

Koefisien untuk perhitungan lebar retak

t p B A   ; C3 = 1,50 ; C4 = 0,16 dan C5 = 30 A = luas tulangan tarik

Bt = luas penampang beton yang tertarik = 100 x 31,7 cm, maka 317 1000 2010,62 x p   = 0,006

Besarnya lebar retak pada pembebanan tetap akibat beban kerja dihitung dengan rumus berikut ini : ) ( 10 . . 5 6 4 3 cm C d C c C w p a p                         ) ( 10 006 , 0 30 19 , 1045 006 , 0 59 ,1 . 16 , 0 5 , 7 . 50 ,1 1 6 cm w            

w = - 0,21 < 0,01 cm ( OK, tidak retak ! )

Tulangan Arah Y

Dengan cara yang sama didapatkan : Luas Tulangan yang diperlukan adalah A = 15,973 cm2 = 1597,3 mm2

Dipasang 10 tulangan D16 – 100 (As =2010,62 mm2)

Tabel 6.7- Hasil Perhitungan Tulangan Pelat

6.4.2 Perencanaan Pelat Sebelum Komposit

Pelat pracetak berbentuk half slab dengan tebal 20 cm. Tulangan yang dipasang adalah tulangan bagian bawah. Elemen pelat pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat penumpukan, pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen adalah sebagai berikut :

- Dari luas tulangan yang terpasang dicari nilai 100n

A =  x b x h

- Tegangan yang bekerja akibat momen pada saat penumpukan, pengangkatan maupun pengecoran harus lebih kecil dari tegangan ijin baja dan beton pada umur pelaksanaan. Tegangan yang bekerja akibat M :

a  = h A M  < a = ’a...OK '  = a < K. b. (n hari)...OK

Nilai K adalah faktor pengali untuk tegangan betun pada umur tertentu. Nilainya dapat dilihat pada tabel berikut :

(Sumber : PBI ’71)

- Momen kerja dari tulangan terpasang harus lebih besar dari momen penumpukan, pengangkatan maupun pengecoran.

Mmax = Aah> Mu (OK)

6.5 PERENCANAAN BALOK

6.5.1 Penentuan Tipe Balok

Penentuan tipe balok didasarkan pada luasan beban tributary akibat pelat di dekatnya (gambar 6.17). Beberapa tipe balok yang berada di tepi (B2 dan B4) untuk momen dan penulangannya digunakan penulangan praktis dengan mengikuti tulangan balok didekatnya. Hal ini dikarenakan untuk balok-balok tersebut

Umur beton hari

Semen Portland biasa 0.4 0.65 0.88 0.95 1 1.2 1.35

365

0.55 0.75 0.9 0.95 1 1.15 1.2

14 21 28 90

Semen Portland dengan kekuatan awal yang tinggi

(16)

16

Bbn Sgtg Bbn Trps m Bbn Sgtg Bbn Trps m A 5.7 6.7 2.204 2.50840633 9.595 10.9202172 B 1.6 5.7 0.6186667 0.90362655 2.6933333 3.933891454 C 1.6 6.7 0.6186667 0.91035925 2.6933333 3.963201901 D 1.6 1.6 0.6186667 0.61866667 2.6933333 2.693333333 Type Pela t l x l y Akiba t qp (t/m) Akiba t ql (t/m) A perlu As pasang cm2 mm2 2.1 2.9 1.38 -Mtx 16607.336 3.083 0.00 1.596 OK 12.066 21.048 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Two Mlx 14152.674 3.340 0.00 1.771 OK 10.194 17.782 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Way -Mty 10682.378 3.674 0.00 2.000 OK 8.335 13.896 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Slab Mly 9794.727 3.837 0.00 2.112 OK 7.674 12.794 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 3.26 -Mtx 6800.735 4.818 0.00 2.792 OK 4.722 8.237 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 One Mlx 17373.401 3.014 0.00 1.549 OK 12.663 22.089 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 Way -Mty 5960.084 4.823 D 16 - 240 1004.8 1.9 6.2 Slab Mly 6001.564 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 2.1 1.00 -Mtx 15304.313 3.212 0.00 1.683 OK 11.073 19.315 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Two Mlx 12147.340 3.605 0.00 1.952 OK 8.673 15.130 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Way -Mty 15304.313 3.070 0.00 1.587 OK 12.186 20.318 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Slab Mly 12147.340 3.446 0.00 1.843 OK 9.539 15.905 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 2.95 -Mtx 18543.663 2.918 0.00 1.484 OK 13.563 23.658 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 One Mlx 16332.887 3.109 0.00 1.614 OK 11.858 20.686 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 Way -Mty 6058.646 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 6.2 Slab Mly 6254.683 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 3.43 -Mtx 18800.177 2.898 0.00 1.470 OK 13.762 24.007 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 One Mlx 16799.508 3.065 0.00 1.584 OK 12.224 21.324 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 Way -Mty 5399.640 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 Slab Mly 5639.966 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 2.48 -Mtx 15026.580 3.241 0.00 1.704 OK 10.852 18.930 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 One Mlx 16678.174 3.077 0.00 1.591 OK 12.125 21.150 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 Way -Mty 13378.504 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 Slab Mly 7962.717 4.823 D 16 - 240 1004.8 6.2 7.2 1.16 -Mtx 9132.806 4.158 0.00 2.333 OK 6.427 11.211 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Two Mlx 9271.733 4.126 0.00 2.312 OK 6.529 11.388 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Way -Mty 6584.878 4.896 0.00 2.846 OK 4.567 7.967 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Slab Mly 7604.745 4.556 0.00 2.609 OK 5.308 9.259 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 1.19 -Mtx 12248.804 3.590 0.00 1.942 OK 8.752 15.268 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Two Mlx 10928.291 3.801 0.00 2.087 OK 7.762 13.540 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Way -Mty 9513.186 4.074 0.00 2.276 OK 6.708 11.701 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Slab Mly 8775.254 4.241 0.00 2.392 OK 6.165 10.754 D 16 - 120 1808.64 A

Type pelat Lx Ly/Lx Momen Pelat Dipasang

H B C D E F G Ly Ca   ket 100n Bbn Sgtg Bbn Trpsm Total Bbn Sgtg Bbn Trpsm

Total

B1 A & A 4.408 - 4.408 19.19 -

19.19

B2 A & B 2.204 0.903 3.107 9.595 3.933

13.528

B3 A & A - 5.016 5.016 - 21.84

21.84

B4 A & C - 3.418 3.418 - 14.883

14.883

Akibat qp (t/m) Akibat ql (t/m) Type Balo k Kontribusi pelat A perlu As pasang cm2 mm2 2.1 2.9 1.38 -Mtx 16607.336 3.083 0.00 1.596 OK 12.066 21.048 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Two Mlx 14152.674 3.340 0.00 1.771 OK 10.194 17.782 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Way -Mty 10682.378 3.674 0.00 2.000 OK 8.335 13.896 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Slab Mly 9794.727 3.837 0.00 2.112 OK 7.674 12.794 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 3.26 -Mtx 6800.735 4.818 0.00 2.792 OK 4.722 8.237 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 One Mlx 17373.401 3.014 0.00 1.549 OK 12.663 22.089 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 Way -Mty 5960.084 4.823 D 16 - 240 1004.8 1.9 6.2 Slab Mly 6001.564 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 2.1 1.00 -Mtx 15304.313 3.212 0.00 1.683 OK 11.073 19.315 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Two Mlx 12147.340 3.605 0.00 1.952 OK 8.673 15.130 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Way -Mty 15304.313 3.070 0.00 1.587 OK 12.186 20.318 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Slab Mly 12147.340 3.446 0.00 1.843 OK 9.539 15.905 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 2.95 -Mtx 18543.663 2.918 0.00 1.484 OK 13.563 23.658 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 One Mlx 16332.887 3.109 0.00 1.614 OK 11.858 20.686 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 Way -Mty 6058.646 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 6.2 Slab Mly 6254.683 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 3.43 -Mtx 18800.177 2.898 0.00 1.470 OK 13.762 24.007 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 One Mlx 16799.508 3.065 0.00 1.584 OK 12.224 21.324 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 Way -Mty 5399.640 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 Slab Mly 5639.966 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 2.48 -Mtx 15026.580 3.241 0.00 1.704 OK 10.852 18.930 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 One Mlx 16678.174 3.077 0.00 1.591 OK 12.125 21.150 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 Way -Mty 13378.504 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 Slab Mly 7962.717 4.823 D 16 - 240 1004.8 6.2 7.2 1.16 -Mtx 9132.806 4.158 0.00 2.333 OK 6.427 11.211 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Two Mlx 9271.733 4.126 0.00 2.312 OK 6.529 11.388 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Way -Mty 6584.878 4.896 0.00 2.846 OK 4.567 7.967 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Slab Mly 7604.745 4.556 0.00 2.609 OK 5.308 9.259 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 1.19 -Mtx 12248.804 3.590 0.00 1.942 OK 8.752 15.268 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Two Mlx 10928.291 3.801 0.00 2.087 OK 7.762 13.540 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Way -Mty 9513.186 4.074 0.00 2.276 OK 6.708 11.701 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Slab Mly 8775.254 4.241 0.00 2.392 OK 6.165 10.754 D 16 - 120 1808.64 A

Type pelat Lx Ly/Lx Momen Pelat Dipasang

H B C D E F G Ly Ca   ket 100n DL+LL 103185 48170,9 937,58 4071,97 DL+LL+F 156226 41573,03 44273,2 12080,6 DL+LL+B 103195 53165,82 926,75 4073,24 DL+T 35648,1 24768,33 220,96 482,24 DL+0,5LL+Gempa 68061,7 34506,84 1050,2 2688,15 MAX 156226 53165,82 44273,2 12080,6 V maks (kg) T (kg.m) Kombinasi M Tumpuan (kg.m) M Lapangan (kg.m) A perlu As pasang cm2 mm2 2.1 2.9 1.38 -Mtx 16607.336 3.083 0.00 1.596 OK 12.066 21.048 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Two Mlx 14152.674 3.340 0.00 1.771 OK 10.194 17.782 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Way -Mty 10682.378 3.674 0.00 2.000 OK 8.335 13.896 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Slab Mly 9794.727 3.837 0.00 2.112 OK 7.674 12.794 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 3.26 -Mtx 6800.735 4.818 0.00 2.792 OK 4.722 8.237 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 One Mlx 17373.401 3.014 0.00 1.549 OK 12.663 22.089 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 Way -Mty 5960.084 4.823 D 16 - 240 1004.8 1.9 6.2 Slab Mly 6001.564 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 2.1 1.00 -Mtx 15304.313 3.212 0.00 1.683 OK 11.073 19.315 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Two Mlx 12147.340 3.605 0.00 1.952 OK 8.673 15.130 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Way -Mty 15304.313 3.070 0.00 1.587 OK 12.186 20.318 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Slab Mly 12147.340 3.446 0.00 1.843 OK 9.539 15.905 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 2.95 -Mtx 18543.663 2.918 0.00 1.484 OK 13.563 23.658 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 One Mlx 16332.887 3.109 0.00 1.614 OK 11.858 20.686 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 Way -Mty 6058.646 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 6.2 Slab Mly 6254.683 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 3.43 -Mtx 18800.177 2.898 0.00 1.470 OK 13.762 24.007 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 One Mlx 16799.508 3.065 0.00 1.584 OK 12.224 21.324 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 Way -Mty 5399.640 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 Slab Mly 5639.966 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 2.48 -Mtx 15026.580 3.241 0.00 1.704 OK 10.852 18.930 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 One Mlx 16678.174 3.077 0.00 1.591 OK 12.125 21.150 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 Way -Mty 13378.504 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 Slab Mly 7962.717 4.823 D 16 - 240 1004.8 6.2 7.2 1.16 -Mtx 9132.806 4.158 0.00 2.333 OK 6.427 11.211 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Two Mlx 9271.733 4.126 0.00 2.312 OK 6.529 11.388 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Way -Mty 6584.878 4.896 0.00 2.846 OK 4.567 7.967 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Slab Mly 7604.745 4.556 0.00 2.609 OK 5.308 9.259 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 1.19 -Mtx 12248.804 3.590 0.00 1.942 OK 8.752 15.268 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Two Mlx 10928.291 3.801 0.00 2.087 OK 7.762 13.540 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Way -Mty 9513.186 4.074 0.00 2.276 OK 6.708 11.701 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Slab Mly 8775.254 4.241 0.00 2.392 OK 6.165 10.754 D 16 - 120 1808.64 A

Type pelat Lx Ly/Lx Momen Pelat Dipasang

H B C D E F G Ly Ca   ket 100n DL+LL 64723,4 38999,24 1527,83 4594,69 DL+LL+F 275475 3115.94 42428,95 7256,37 DL+LL+B 64721,4 39001.71 1506,05 4594,42 DL+T 162321,5 18328.7 356,13 864,12 DL+0,5LL+Gempa 44706 23096.43 1311,47 2739,6 MAX 275475 39001.71 42428,95 7256,37 V maks (kg) T (kg.m) Kombinasi M Tumpuan (kg.m) M Lapangan (kg.m) A perlu As pasang cm2 mm2 2.1 2.9 1.38 -Mtx 16607.336 3.083 0.00 1.596 OK 12.066 21.048 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Two Mlx 14152.674 3.340 0.00 1.771 OK 10.194 17.782 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Way -Mty 10682.378 3.674 0.00 2.000 OK 8.335 13.896 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.9 Slab Mly 9794.727 3.837 0.00 2.112 OK 7.674 12.794 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 3.26 -Mtx 6800.735 4.818 0.00 2.792 OK 4.722 8.237 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 One Mlx 17373.401 3.014 0.00 1.549 OK 12.663 22.089 D 16 - 80 2411.52 1.9 6.2 Way -Mty 5960.084 4.823 D 16 - 240 1004.8 1.9 6.2 Slab Mly 6001.564 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 2.1 1.00 -Mtx 15304.313 3.212 0.00 1.683 OK 11.073 19.315 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Two Mlx 12147.340 3.605 0.00 1.952 OK 8.673 15.130 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Way -Mty 15304.313 3.070 0.00 1.587 OK 12.186 20.318 D 16 - 80 2411.52 2.1 2.1 Slab Mly 12147.340 3.446 0.00 1.843 OK 9.539 15.905 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 2.95 -Mtx 18543.663 2.918 0.00 1.484 OK 13.563 23.658 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 One Mlx 16332.887 3.109 0.00 1.614 OK 11.858 20.686 D 16 - 80 2411.52 2.1 6.2 Way -Mty 6058.646 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 6.2 Slab Mly 6254.683 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 3.43 -Mtx 18800.177 2.898 0.00 1.470 OK 13.762 24.007 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 One Mlx 16799.508 3.065 0.00 1.584 OK 12.224 21.324 D 16 - 80 2411.52 2.1 7.2 Way -Mty 5399.640 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 7.2 Slab Mly 5639.966 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 2.48 -Mtx 15026.580 3.241 0.00 1.704 OK 10.852 18.930 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 One Mlx 16678.174 3.077 0.00 1.591 OK 12.125 21.150 D 16 - 80 2411.52 2.1 5.2 Way -Mty 13378.504 4.823 D 16 - 240 1004.8 2.1 5.2 Slab Mly 7962.717 4.823 D 16 - 240 1004.8 6.2 7.2 1.16 -Mtx 9132.806 4.158 0.00 2.333 OK 6.427 11.211 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Two Mlx 9271.733 4.126 0.00 2.312 OK 6.529 11.388 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Way -Mty 6584.878 4.896 0.00 2.846 OK 4.567 7.967 D 16 - 120 1808.64 6.2 7.2 Slab Mly 7604.745 4.556 0.00 2.609 OK 5.308 9.259 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 1.19 -Mtx 12248.804 3.590 0.00 1.942 OK 8.752 15.268 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Two Mlx 10928.291 3.801 0.00 2.087 OK 7.762 13.540 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Way -Mty 9513.186 4.074 0.00 2.276 OK 6.708 11.701 D 16 - 120 1808.64 5.2 6.2 Slab Mly 8775.254 4.241 0.00 2.392 OK 6.165 10.754 D 16 - 120 1808.64 A

Type pelat Lx Ly/Lx Momen Pelat Dipasang

H B C D E F G Ly Ca   ket 100n Type

pelat lx ly lokasi As pasang

4.36 7.36 -Mtx D 16 - 80 2411.52 4.36 7.36 Mlx D 16 - 80 2411.52 4.36 7.36 -Mty D 16 - 80 2411.52 4.36 7.36 Mly D 16 - 80 2411.52 A Dipasang

sehingga sudah cukup aman jika direncanakan pendetailan seperti balok di dekatnya. Maka balok dermaga yang diperhitungkan detailingnya adalah balok melintang (B3) dan balok memanjang (B1).

Gambar 6.17 – Tributary Area

6.5.2 Pembebanan

Beban Vertikal

Perhitungan beban akibat pelat pada balok dapat dilihat pada tabel 6.8 dan 6.9.

Tabel 6.8 – Beban Envelope Pelat

Tabel 6.9 – Beban Akibat Pelat Pada Balok

6.5.3 Perhitungan Pembebanan Balok

2. Beban terpusat poer

- poer ganda = 18,27 t - poer tunggal = 7,09 t 3. Berat Fender + plank fender = 2,57 t + 17,15 t = 19,72 t

4. Beban Terpusat Roda Truk = 7100 kg dengan jarak antar roda 1,9 m

5. Beban horizontal Fender = 109,1ton 6. Beban horizontal Boulder = 141,42 ton 7. Beban Gempa

Dengan menggunakan program bantu SAP 2000, perhitungan beban gempa dilakukan secara dinamis dengan menggunakan respon spektra untuk Zone Gempa 2 dengan Tanah Lunak menurut SNI 03-1726-2002.

Dan scale factor diisi 1541 . 1 81 . 9 5 . 8 1 .gxR I

Nilai I merupakan factor keutamaan gedung dan R merupakan faktor reduksi berdasarkan SNI 1726-2002.

A. Analisa Struktur

Analisa struktur menggunakan program bantu SAP 2000 v11.08.

B. Hasil Analisa Struktur

Rekap Hasil Output SAP

Tabel 6.10 – Hasil kombinasi beban

Balok Melintang

Tabel 6.11 – Hasil kombinasi beban

(17)

6.5.4 Penulangan Balok Melintang

Data data perencanaan balok melintang : Lebar (b) = 80 cm Tinggi (h) = 120 cm Selimut beton = 8 cm Mutu Beton ’bk = 350 kg/cm2 (K-350) ’b = 115,5 kg/cm2 Eb = 1,2 x 105 kg/cm2 Mutu Baja au = 3200 kg/cm2 (U-32) Ea = 2,1 x 106 kg/cm2 a = ’a = 1850 kg/cm2 *au =2780 kg/cm2

Diameter Tulangan = 32 mm (tul. utama) = 22 mm (sengkang) n = b a E E = 5 6 10 2 , 1 10 1 , 2 x x = 17,5 0  =

b a x n ' '   =

5 , 115 5 , 17 1850 x = 0,915

Perhitungan Tulangan Tumpuan Dari hasil SAP didapatkan

Mu = -15626600 kg.cm (tumpuan) h = ht – Sel.Beton – Ø geser – 0,5 Ø D32 lentur (ht = Tinggi balok) h = 1200 – 80 – 22 – 0,5 x 32 = 1082 mm = 108,2 cm Ca = a x b M x n h '  = 1850 80 15626600 5 , 17 2 , 108 x x = 2,517

Dengan melihat tabel Perhitungan Lentur Cara “n”, untuk Ca = 2,517 dengan  = 0,4,

didapatkan :

 = 0,4   = 1,410 > 0 = 0,915

100n

=

18,76

Luas Tulangan yang diperlukan adalah Tulangan Tarik A =  x b x h = 80 108,2 5 , 17 100 76 , 18 x x x = 92,7923 cm2 = 9279,23 mm2 Dipasang 13D32 (As = 10455,2 mm2) Tulangan Samping

A =10 % x Atarik ( PBI ’71 Pasal.9.3(5) ) =10 % x 10455,2

=1045,52 mm2

Dipasang 6D16 (As = 1206,37 mm2)

Cek jarak tulangan tarik

Tulangan direncanakan dipasang 2 lapis dengan jumlah tiap lapisnya 8 buah, sehingga jarak tulangan sebesar : s = 1 8 2 , 3 8 2 , 2 2 8 2 80     x x x = 4,85 cm > 4,2 cm,OK Tulangan Tekan A’ =  x A = 0,4 x 10455,2 = 4182,08 mm2 Dipasang 7D32 (As = 5629,734 mm2) Kontrol Retak

Berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7.1b retak yang diijinkan 0,01 cm. Dengan menggunakan Tabel 10.7.1 PBI 1971 maka didapatkan :

Koefisien untuk perhitungan lebar retak Bt

A p

 ; C3 = 1,50 ; C4 = 0,16 dan C5 = 30 Bt = luas penampang beton yang tertarik = 80 x 120 cm2, maka 1200 800 10455,2 x p

= 0,01

Besarnya lebar retak pada pembebanan tetap akibat beban kerja dihitung dengan rumus berikut ini : ) ( 10 . . 5 6 4 3 cm C d C c C w p a p                         ) ( 10 01 , 0 30 1850 01 , 0 2 , 3 . 16 , 0 8 . 50 ,1 1 6 cm w              w = -0,07 < 0,01 cm …OK ! Tulangan Lapangan Momen Positif = Mlx =5316582 Kg.cm (lapangan)

Dengan cara yang sama didapatkan : Luas Tulangan yang diperlukan adalah Tulangan Tarik A = 29,92 cm2 = 2992 mm2 Dipasang 5D32 (As = 4021,2 mm2) Tulangan Samping A = 402,12mm2 Dipasang 3D16 (As = 603,18 mm2)

Cek jarak tulangan tarik

Tulangan direncanakan dipasang 2 lapis, sehingga jarak tulangan sebesar :

Lapis 1 (7 D32) s = 1 5 2 , 3 5 2 , 2 2 8 2 80     x x x `= 10,9 cm > 4,2

(18)

18

Kontrol Dimensi Balok V = 44273,2 kg T = 1208060 kg.cm b  = h x x b V 8 7 = 2 , 108 8 7 80 44273,2 x x = 5,84 kg/cm2 Untuk ht > b  = b h   45 , 0 6 , 2 3 = 80 2 , 108 45 , 0 6 , 2 3   = 4,442

Tegangan geser puntir beton pada penampang balok persegi di tengah-tengah tepi penampang yang vertikal (PBI ’71 Pasal 11.8.1) :

b '  = ht x b T x 2  = 2 , 108 80 1208060 442 , 4 2 x x = 7,74 kg/cm2 b b '   = 5,84 + 7,74 = 13,58kg/cm2 bm  = ,162 350 = 30,31 kg/cm2 b b '   <

bmijin ...OK !

Ukuran balok 80/120 sudah memenuhi syarat. Perhitungan Tulangan Geser ( sengkang)

Gaya geser maksimum pada tumpuan V = 44273,2 kg b  = h 8 7 x b V ... (PBI ’71 Pasal.11.7(1)) = 2 , 108 8 7 80 44273,2 x x = 5,84 kg/cm2

Tegangan beton yang diijinkan berdasarkan PBI ’71 tabel 10.4.2 akibat geser oleh lentur dengan puntir, dengan tulangan geser :

Untuk pembebanan tetap :

t bm

'

 = 1,35 'bk

= ,1 x35 350 = 25,26 kg/cm2 Untuk pembebanan sementara:

s bm

'

 = 2,12 'bk

= 2,12x 350=39,66 kg/cm2

Sengkang di tumpuan balok :

b  = h 8 7 x b V ... (PBI ’71 Pasal.11.7(1)) = 2 , 108 8 7 80 44273,2 x x = 5,84 kg/cm2 b  < 'bmt...OK ! b

 < 'bms...OK ! diperlukan sengkang

Direncanakan sengkang Diameter = 22 mm As = 7,602 cm2 as < b x x As s a   = 80 5,84 1850 602 , 7 x x = 30,1cm Jadi dipasang sengkang D22 – 100 mm Sengkang di daerah > 1 m dari ujung balok :

b  =

.5,84 75 , 3 1 75 , 3  = 4,28 kg/cm b  < 'bmt...OK ! b

 < 'bms...OK ! diperlukan sengkang

Direncanakan sengkang Diameter = 22 mm As = 7,602 cm2 as < b x x As s a   = 80 4,28 1850 602 , 7 x x = 41,04 cm Jadi dipasang sengkang D22 – 150 mm pada daerah 1 meter dari ujung balok hingga tengah balok.

Tabel 6.4- Hasil Penulangan Balok

B. Perencanaan Balok Sebelum

Komposit

Balok pracetak berbentuk U-Shell dengan tebal dinding tepi 17,5 cm dan sisi bawah 35 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen balok pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat penumpukan, pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat

Melintang 10455,2 5629,73 4021,23 2412,74 1206,37 603,18

13 7 5 3 6 3

D-32 D-32 D-32 D-32 D-16 D-16

Balok

Dimens i Tumpuan Lapangan Samping

N tul 80 120 b (cm) h (cm) Tarik (mm) Tekan (mm) Tarik (mm) Tekan (mm) Tumpuan (mm) Lapangan (mm) Memanjang 12867,9 6433,9 3216,9 2412,7 1608,4 603,18 16 8 4 3 8 3 D-32 D-32 D-32 D-32 D-16 D-16 Tarik (mm) Tekan (mm) Tarik (mm) Tekan (mm) Tumpuan (mm) Lapangan (mm) Balok

Dimensi Tumpuan Lapangan Samping

N tul 80 120 b (cm)

h (cm)

(19)

6.5.6 PERENCANAAN PLANK FENDER A. Perencanaan Plank Fender Setelah

Komposit

Penulangan poer dianalisa berdasarkan gaya-gaya maksimum yang bekerja pada tiang pancang. Untuk perhitungan penulangan , poer dapat diasumsikan sebagai balok jika

perbandingan antara tebal dan lebar poer adalah bt = ,12 ,15= 0,8 > 0,4. Jika < 0,4 diasumsikan sebagai pelat.

Perhitungan penulangan plank fender sama dengan perhitungan pelat atau balok.

Berikut ini hasil perhitungan penulangan plank fender :

B. Perencanaan Plank Fender Sebelum Komposit

Poer pracetak berbentuk Bak dengan tebal dinding tepi 20 dan 15 cm dan sisi bawah 85 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen poer pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat.

6.5.7 PERENCANAAN POER

C. Perencanaan Poer Setelah Komposit

Struktur poer berfungsi sebagai penyambung antara ujung atas tiang pancang dengan balok memanjang maupun melintang.

Pada perencanaan ini, adapun dimensi dan tipe poer adalah:

Poer ganda = 300 x 175 x 120 cm Poer tunggal = 170 x 170 x 120 cm

Perhitungan penulangan plank fender sama dengan perhitungan pelat atau balok.

Berikut ini hasil perhitungan penulangan poer :

D. Perencanaan Plank Fender Sebelum Komposit

Poer pracetak berbentuk Bak dengan tebal dinding tepi 17,5 cm dan sisi bawah 45 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen poer pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat.

Berikut ini bentuk elemen pracetak:

Gambar 6.2- Gambar Pracetak Pelat

(20)

20

Gambar 6.5- Gambar Pracetak Poer 6.6 Perencanaan Pondasi

A. Data Spesifikasi Tiang Pancang

Adapun spesifikasi dari tiang pancang baja ini adalah sebagai berikut:

Dimensi Tiang:

Tiang pancang baja JIS A 5525

Diameter = 1016,0 mm Tebal = 19 mm Luas penampang = 595,1 cm2 Berat = 467 kg / m Momen Inersia = 740 x 103 cm4 Section Modulus = 146 x 102 cm3 Jari-jari girasi = 35,2 cm Luas permukaan luar = 3,19 m2/m Mutu Baja

Digunakan baja BJ 37 dengan mutu sesuai LRFD sebagai berikut :

fy = 2400 kg/cm2 fu = 3700 kg/cm2

B. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Vertikal

Perhitungan nilai daya dukung ultimate tiang pancang akibat beban vertikal menggunakan metode Luciano Decourt (1982), dalam Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi hal 15. Kapasitas daya dukung ultimate sebuah tiang pancang dihitung dengan persamaan : Qs Qp QL   =

qp.Ap

 

qs.As

=

N~p.K.Ap

Ns31

.As

SF Q Q L ad  Dimana : p

N~ = Harga rata-rata SPT disekitar 4B diatas hingga 4B di bawah dasar tiang pondasi (B= diameter pondasi) =   n i n Ni 1

K = Koefisien karakteristik tanah = 12 t/m2 , tanah lempung

= 20 t/m2 , tanah lanau berlempung = 25 t/m2 , tanah lanau berpasir = 40 t/m2, tanah pasir

Ap = Luas penampang dasar tiang qp = Tegangan di ujung tiang

qs = Tegangan akibat lekatan lateral dalam t/m2

s

N~ = Harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam, dengan batasan : 3 ≤ N ≤ 50 As = Keliling x panjang tiang yang terbenam (luas selimut tiang)

Qad = Q admissible , yaitu daya dukung yang diijinkan.

SF = Safety Factor, diambil 3

Harga N dibawah muka air tanah harus dikoreksi menjadi N’ berdasarkan perumusan sebagai berikut (Terzaghi & Peck) :

) 15 ( 5 , 0 15 '   NN , dengan

N = jumlah pukulan kenyataan di lapangan untuk di bawah muka air tanah.

Perhitungan daya dukung dilakukan pada setiap titik bore hole dermaga, yaitu titik B4.

Grafik hubungan antara daya dukung pondasi dengan kedalaman dapat dilihat pada Gambar

6.40

Dari hasil perhitungan analisa struktur menggunakan SAP 2000 didapatkan beban rencana pada tiang pancang tegak dan miring. Nilai beban rencana tersebut dapat dilihat pada

Tabel 6.5. Penentuan kedalaman tiang pancang

disesuaikan dengan kebutuhan beban rencana.

Tabel 6.5.-Output Gaya Dalam Tiang Pancang

dari SAP 2000

Type Tiang

Type Beban

Combo Beban Rencana

Tegak P 5 -249575 kg V3 5 5583,97 kg M3 5 -165000 kg.m Miring P(tekan) 5 -327070 kg P(tarik) 5 10601,82 kg V3 5 -11549,9 kg M3 5 -75817,7 kg.m Defleksi Tiang U 5 7,2 mm

(21)

Tiang tegak

Qu = 3 x P = 3 x 249,575 = 748,72 ton Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk memikil gaya ini adalah sedalam 34 m dari seabed atau

-47.6 m LWS.

Grafik daya dukung tanah dapat dilihat pada gambar 6.66.

Tiang miring a. Tiang tekan

Qu = 3 x P = 3 x 327,070 = 981,21 ton Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk memikil gaya ini adalah sedalam 38 m dari seabed atau -51,6 m LWS.

b. Tiang tarik

Qu = 3 x P = 3 x 10,601 = 31,8 ton

Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk

memikil gaya ini adalah sedalam 11 m dari

seabed atau -24.6 m LWS.

Gambar 6.6- Grafik daya dukung vs kedalaman

pada titik BS-1

C. Daya Dukung Tiang Akibat Beban

Horizontal

Perhitungan daya dukung tiang terhadap beban lateral menggunakan cara Tomlinson dalam ”Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Dr. Ir. Herman Wahjudi hal 55” :

Fixed-headed pile : Hu = 2Mu / (e+Zf) Dimana:

Hu = ultimate lateral resistance Mu = 453,324 tm (diambil terkecil)

e = jarak antara lateral load (H) yang bekerja dengan muka tanah.

Dengan mengambil kedalaman seabed -13,6

m (setelah pengerukan), elevasi dermaga

+3,7 mLWS dan beban lateral bekerja pada

sumbu balok maka nilai e,

e = 13,6 + 3,7 – 0,6 = 16,7 m

Zf = titik jepit = 8 m (Bab 4.5.2(2c))

Hu = 2 x 453,324 / (16,7 + 8 )

= 906,648 / 24,7

= 36,7t

H yang terjadi

Tiang Tegak :

V3

= 5,58 t < Hu...OK!

Tiang Miring

V3 = 11,54 t < Hu ...OK!

D. Kontrol kekuatan bahan

Tegangan yang terjadi akibat beban aksial (P) dan momen (M) pada tiang yang didapat dari analisa SAP 2000 harus lebih kecil dari tegangan ijin tiang pancang (fy). Tegangan pada tiang pancang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

= I y M A P . y = 0,5 D = 0,508 m maka tegangan tiang, Tiang tegak ,

= 00740 , 0 508 , 0 165000 05951 , 0 249575 x = 15520860 kg/m2 = 1552 kg/cm2 < 2400 kg/cm2 ...OK Tiang miring ,

= 00740 , 0 508 , 0 5817,7 7 05951 , 0 327070 x = 10700833 kg/m2 = 1070 kg/cm2 < 2400 kg/cm2 ...OK

E.

Kontrol Momen

Momen yang terjadi, yaitu momen

yang didapat dari analisa SAP 2000

harus lebih kecil dari momen bahan

tiang pancang (Mu).

Mu = fy x Z

= 2400 x 14600

= 35040000 kg.cm

= 350,4 ton.m

Momen yang terjadi : Momen Tiang Tegak :

M3 =

165 t.m < Mu...OK!

Momen Tiang Miring :

0 10 20 30 40 50 60 0,0 500,0 1000,0 1500,0 2000,0

Grafik Data Dukung Tanah Vs kedalaman ton m tegak Tekan miring Tekan miring Tarik Ql Qs

Gambar

Gambar 1.1 - Lokasi Studi  ( Sumber :Peta Jawa Timur)
Gambar 3.1 - Peta Bathymetri di kawasan  Tanjung Pakis Lamongan
Gambar 3.5  Peta Grafik Pasang Surut  3.3  DATA ANGIN
Tabel 3.3 – Frekuensi kejadian gelombang  (%) Hari/Tahun 0.90 1.71 6.24 1.20 1.29 4.71 1.50 1.08 3.94 2.00 0.54 1.97 2.50 0.13 0.47 0.60 3.42 12.48 0.90 1.42 5.18 1.20 0.63 2.30 1.50 0.38 1.39 2.00 0.08 0.29 0.20 2.25 8.21 0.40 1.00 3.65 0.60 0.54 1.97 1.0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembagian jam mengajar terkadng mengalami kontraversi, kadang menjurus kekonfilik, ada sebagian guru yang puas, ada juga yang tidak puas. Seperti yang dikatakan seorang guru

• BBLR dan Bayi Lahir Pendek Masih Tinggi Sehingga Perlu Intervensi Sejak Kehamilan • Cakupan Imunisasi Lengkap Meningkat tetapi. Masih

Hasan Basry Kandangan pengadaan bahan makanan basah seperti lauk hewani (ikan), lauk nabati dan sayur pada sore hari dilakukan perhitungan jumlah ikan berdasarkan

(2) Kop naskah dinas Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) digunakan untuk naskah dinas selain dalam bentuk dan susunan produk hukum yang

Kayu sisa penebangan jati yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kayu- kayu sisa akibat kegiatan penebangan dan pembagian batang yang tidak dimanfaatkan lagi oleh pemegang izin

dummy yang hasilnya adalah variabel penetapan risiko kecurangan (X1) berpengaruh terhadap variabel skeptisisme profesional auditor

Hukum Internasional tidak mengenal hak secara umum dari Kepala Perwakilan asing untuk memberikan suaka di dalam gedung perwakilannya, karena jelas bahwa tindakan

Hal ini dikarenakan pada potensial ke arah positif merkurium akan melarut dan memberikan gelombang anodik dan mulai teroksidasi menjadi ion merkurium (I) sehingga