• Tidak ada hasil yang ditemukan

FRAKTUR SKAPULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FRAKTUR SKAPULA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

FRAKTUR SKAPULA

Oleh:

dr. Alwi Rahman

Pembimbing :

SMF ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI

RSU Dr. SAIFUL ANWAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

BRAWIJAYA

MALANG

2016

(2)

I. PENDAHULUAN

Fraktur skapula relatif jarang terjadi. Berdasarkan beberapa penelitian, kejadian fraktur skapula ini hanya sekitar 0.4% – 0.9% dari angka total kejadian fraktur dan sekitar 3% hingga 5% dari semua fraktur di sendi bahu (Voleti,2012). Minimnya angka kejadian fraktur ini disebabkan karena adanya perlindungan yang sangat baik dari selubung otot yang kuat di sekitar sendi bahu, tulang-tulang sekitarnya (clavicula, humerus), mobilitasnya dan lokasinya yang terletak di dinding dada yang relatif elastis. Fraktur skapula kebanyakan terjadi akibat trauma energi tinggi dan, oleh karenanya, sering ditemukan pada pasien multi trauma (Apley,1993). Biasanya sifat fraktur ini adalah unilateral, fraktur bilateral dan terbuka jarang terjadi (Rockwood,2001). Fraktur skapula biasanya terjadi bersamaan dengan cedera lain, termasuk fraktur clavicula (26% angka kejadian pada sebuah penelitian), fraktur tulang tempurung kepala (24%), contusio cerebral (20%), defisit neurologis (13%) dan kontusio pulmonal atau hemopneumothorax (16%) (Van der Weert,2012). Fraktur skapula terjadi terutama pada pria (72%) dengan rerata usia 44 tahun (Rockwood,2001).

Skapula, bersama dengan clavicula, membentuk lingkar bahu. Skapula melekat pada skeleton aksial dimungkinkan karena perlekatannya dengan klavikula, atau, lebih spesifik, melalui sendi acromioclavicular (AC) dan sternoclavicular (SC). Skapula diselubungi oleh beberapa lapisan otot dan dipisahkan dari dinding dada oleh lapisan tipis jaringan fibrosa berlemak yang dapat bergerak sehingga memungkinkan pergerakan bebas melalui dinding dada. Karena pergerakannya yang bebas dengan skeleton aksial, skapula bersifat mobile (mudah bergerak) namun pada saat yang bersamaan memiliki struktur penyokong caput humerus yang kuat dan efisien (Rockwood).

(3)

Bagian utama dari skapula adalah badan skapula, yang berbentuk segitiga ketika dilihat secara anteroposterior, dimana alasnya terletak di superior dan puncaknya ada di inferior. Segitiga ini memiliki tiga batas (superior, medial, dan lateral) dan tiga sudut (superior, inferior, dan lateral). Tonjolan (Processus) Coracoid melengkung ke depan dari permukaan superior leher skapula. Pada permukaan posterior terdapat dataran luas tulang - disebut spina skapular - yang secara bertahap semakin tinggi dan berakhir pada tonjolan tulang yang rata - disebut akromion - yang melengkung ke depan (Rockwood,2001).

(4)

B. Otot-Otot Pada Skapula

Total terdapat 18 otot yang melekat pada skapula. Hanya tiga di antaranya, yaitu subscapularis, supraspinatus dan infraspinatus, berorigo pada permukaan skapula di fossa skapula. Otot lain berinsersi, atau berorigo dari atau pada tepi skapula atau pada tonjolannya (processus) (Rockwood,2001).

Otot pada skapula dapat dibagi ke dalam dua sistem. Pertama, sistem skapuloaksial yang menghubungkan skapula dengan skeleton aksial, yaitu collum vertebra dan dinding dada. Sistem ini mengendalikan pergerakan skapula pada dinding dada. Kedua, sistem skapulobrakhial, terbentuk dari otot yang berorigo dari skapula dan melekat pada tulang lengan, yaitu humerus, proksimal radius, dan proksimal ulna. Tugasnya adalah mengendalikan pergerakan antara skapula dan lengan (Rockwood,2001).

Skapula, menggabungkan aktifitas dari kedua kelompok otot dan mendukung pergerakan kaput humerus (Rockwood,2001).

C. Pembuluh darah dan Innervasi Skapula

Sejumlah pembuluh darah dan saraf melintasi regio skapula. Namun hanya nervus supraskapular dan pembuluh darah dari arteri

(5)

sirkumfleksi skapula yang benar-benar berhubungan erat dengan skapula (Rockwood,2001)

Saraf supraskapular berasal dari bagian supraklavikular dari pleksus brakhialis. Bersama dengan pembuluh darah suprascapular, mereka berjalan ke posterior melalui tonjolan skapula dan terus ke dasar dari fossa supraspinatus, dilindungi oleh otot supraspinatus. Di bagian dasar fossa, badan saraf mengirim percabangan motorik ke medial ke supraspinatus, dan ke bagian atas infraspinatus. Saraf suprascapular utama berjalan turun di sekitar dasar tepi lateral spina skapular, melalui tonjolan spinoglenoid, ke fossa infraspinatus, melewati bagian bawah ligamen spinoglenoid. Kemudian berjalan ke medial dan terbagi ke beberapa cabang motorik untuk mensuplai bagian distal dari infraspinatus (Rockwood,2001).

Arteri sirkumfleksia skapular melengkung di sekitar tepi lateral skapula ke permukaan posterior dari skapula sekitar 3 cm ke arah distal menuju tepi inferior glenoid. Dia melewati teres minor dan biasanya terbagi menjadi dua cabang, satu memasuki permukaan anterior infraspinatus dan yang lain beranastomose di lekukan spinoglenoid (spinoglenoid groove) dengan arteri supraskapular (Rockwood,2001).

(6)

II. KLASIFIKASI FRAKTUR SKAPULA (Mostofi,2006) A. Klasifikasi Zdravkovic dan Dambolt

Tipe I : Scapula Body

Tipe II : Fraktur apophyseal, termasuk akromion dan korakoid

Tipe III : Fraktur sudut superolateral, termasuk leher skapula dan glenoid

B. Fraktur Korakoid

Klasifikasi Eyres dan Brooks

Tipe I : Ujung Korakoid atau fraktur epiphyseal Tipe II : Mid Processus

Tipe III : Fraktur Basal

Tipe IV : Bagian superior scapula ikut terlibat Tipe V : Perluasan ke arah fossa glenoid

C. Fraktur Intraartikular Glenoid Klasifikasi Ideberg

Tipe I : Fraktur avulsi dari batas anterior

Tipe II : IIA: Fraktur transverse melalui fossa glenoid menuju ke inferior

IIB: Fraktur Oblique melalui fossa glenoid menuju inferior Tipe III : Fraktur Oblique melalui glenoid ke arah superior; terkadang dihubungkan dengan cedera sendi akromioklavikular

Tipe IV : Fraktur Transverse menuju ke tepi medial skapula Tipe V : Kombinasi pola tipe II dan tipe IV

(7)

III. DIAGNOSIS A. Fisik

Pemeriksaan klinis dari pasien dengan cidera scapula tergantung dari kondisi pasien tersebut. Pada pasien polytrauma , prioritas utama adalah menyelamatkan hidup, menangani fraktur scapula, walau di dapat saat pemeriksaan utama dapaat di tunda. Di beberapa pasien dengan poly trauma, frakture scapula sering tidak sengaja ditemukan saat pemeriksaan radiologi atau CT Scan. (Rockwood,2001).

Pasien dengan kegawatan yang tidak parah yang masi dapat di ajak berkomunikasi dapat di lakukan pemeriksaan klinik standart. Fraktur scapula sering terkait dengan cidera yang lain. Sehingga apabila di temukan fraktur scapula perlu di lakukan pemeriksaan bagian lain

(8)

yang berdekatan untuk menghilangkan kemungkinan frakture tulang yang lain. Mengetahui mekanisme dari injury dan complain dari pasien sangat mempengaruhi kesuksesan diagnosa (Rockwood,2001).

Visual assessment: pemeriksaan dengan hati-hati sangat di butuhkan dalam pemeriksaan shoulder dan sekitar dada, termasuk axilla. Bahu bisa mengalami Kecacatan oleh karena frakture clavikula,dislokasi AC, dislokasi shoulder,fracture scapula dengan displacment. Pada kulit yang terdapat abrasi dapat mengindikasi lokasi trauma. Palpasi di dapatkan nya crepitasi atau gerakan patologis (Rockwood,2001).

Range of motion pada pasien dengan frakture scapula akan mengalami batasan saat menggerakkan bahu oleh karena nyeri. Passive movement pada pasien harus di lakukan dengan sangat hati-hati. (Rockwood,2001).

B. Penunjang

1. X Ray

Fraktur scapula bisa sangat sulit untuk di definisikan melalui x ray karena skapula di kelilingi oleh soft tissue. X ray dapat menunjukan fraktur komunitif dari scapula atau fraktur pada leher scapula yang bagian terluarnya tertarik kebawah oleh karena beban dari lengan.Kadang kadang pecahan frakture terlihat di acromion atau pada coracoid. CT Scan lebih bisa membantu untuk melihat gleniod fraktur atau body fraktur. ( Appley, 1993)

Gambaran Anteroposterior pada bahu di bagian skapula, gambaran lateral dari bahu ( Y view ), Gambaran supine axillary di perlukan dalam mendiagnosis fraktur humerus

(9)

proximal. Dan apabila dengan gambaran radiologi tidak memperihatkan pergeseran kepala humerus dan bagian tuberiositas di butuhkan CT scan dengan 2-mm bagian. ( Campbells 2013 )

Anternteroposterior radiografi dari seluruh bahu yang melindungi seluruh skapula, klavicula, sendi AC dan SC dan proximal humerus adalah bagian dari pemeriksaan dasar dalam menegakan kecurigaan fraktur scapula. Hal ini dapat memperlihatkan informasi yang luas tentang seluruh bahu. Tetapi proyeksi ini kadang tidak cukup untuk menentukan fraktur dan pergeseran dari bagian. Sehingga di perlukan kombinasi antara proyeksi NEER 1 dan NEER 2. (Rockwood,2001).

a. Neer I Projection : Anteroposterior dari radiografi dari scapula, digunakan untuk menilai glenohumeral

(10)

joint space, displacment dari glenoid (Rockwood,2001).

b. Neer II projection : Biasa disebut Y view, adalah proyeksi lateral scapula sesungguhnya. Proyeksi ini di gunakan untuk menilai fraktur dari badan scapula yang di sebabkan karna angulasi, translasi dan fragment yang overlap. (Rockwood,2001).

Foto thorak juga di butuhkan untuk melihat apakah ada multi trauma selain fractur scapula. Foto thorak juga bisa menilai posisi antara hubungan scapula dan tulang belakang ( Scapulothoratic disociation). (Rockwood,2001).

Proyeksi yang lain :” Axillary in particular ” di rekomendasikan oleh beberapa penulis untuk membantu mendiagnosis fraktur dari glenoid, acromion dan coracoid. Tetapi posisi ini membuat pasien sangat kesakitan. (Rockwood,2001).

2. CT Scan

Pemeriksaan ct scan pada dasarnya merubah radiodiagnostic dari fraktur scapula. Hal ini selalu diindikasikan apabila pemeriksaan radiografi tidak bisa mengungkapkan frakturnya. CT Tranverse section: sangat membantu dalam menilai fossa glenoid. Hal ini juga

(11)

bisa mengungkapkan fraktur tanpa displace dari scapula, terutama pada coracoid dan acromion. (Rockwood,2001).

IV. TERAPI

Fraktur dari skapula berjumlah 3%-5% dari semua fraktur dari bahu, kebanyakan terjadi karena trauma dengan kekuatan yang besar dan sering berhubungan dengan banyak trauma, (kira2 90% dari pasien dengan fraktur skapula berhubungan cidera) (Campbells,2013).

Tujuan dari terapi fraktur scapula adalah untuk mengembalikan dengan sempurna, tidak ada rasa sakit saat pergerakan dari bahu, dan mencegah berkembangnya dari komplikasi yang berat, termasuk malunion, nonunion, osteoarthritis dari sendi glenohumeral, luka pada rotator cuff, dan rasa sakit yang kronis. Khususnya mengembalikan kesesuaian dan kestabilan dari sendi glenohumeral pada fraktur glenoid. Mengembalikan dari bentuk anatomi dan garis sejajar dari scapula dan glenoid pada fraktur leher scapula dan badan scapula, dan pencegahan dari rasa sakit akibat nonunion, atau tabrakan dari kepala humerus hasil dari malunion dari fraktur acromion atau prosesus coracoid (Rockwood,2001).

Ada konsensus yang menyatakan bahwa semua fraktur nondisplaced skapula seharusnya diterapi secara nonoperatif. Sampai akhir-akhir ini, terapi nonoperatif juga digunakan pada kebanyakan kasus fraktur displaced ekstra-artrikular dari leher dan badan skapula, hal ini berdasarkan laporan bahwa

(12)

terapi ini memberikan hasil yang baik. Bagaimana pun juga, para penulis mengevaluasi hasilnya tanpa melihat tipe individu dari cedera dan sering kali dalam jangka waktu yang sangat pendek selama beberapa bulan. Satu-satunya indikasi dari operasi biasanya adalah fraktur displaced glenoid (Rockwood,2001)..

A. Terapi konservatif fraktur skapula

Terapi konservatif di indikasikan pada semua fraktur scapula yang patahan frakturnya stabil ( undisplaced ) dan dapat digunakan pada fraktur intra atau extra articular scapula. Terapi konservatif digunakan apabila keadaan pasien secara umum atau lokal tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi (Rockwood,2001).Terapi konservatif pada fraktur skapula terdiri dari pemberian analgetik dan dilakukan imobilisasi selama 2 minggu, setelah 2 minggu dimulai untuk latihan gerak pasif dengan harapan pada bulan pertama setelah cidera pasien dapat melakukan gerakan pasif secara penuh. Pada bulan ke dua setelah cidera pasien dilatih untuk melakukan gerak aktif, dan pada bulan ke tiga latihan otot-otot rotator cuff dan otot parascapular dapat di mulai. Kerugian dari terapi konservatif adalah dapat terjadinya deformitas dari skapula dan ketidakstabilan dari sendi glomerohumeral (Rockwood,2001).

B. Terapi Operatif pada Fraktur Skapula

Indikasi utama dari operasi operatif pada fraktur glenoid adalah pergeseran, dalam hal ini, jarak, atau turun, ≥3 sampai 10 mm, dengan keterlibatan serentak dari 20-30% permukaan artikular dan/atau adanya subluksasi yang persisten dari kaput humeri. Tujuan dari operasi ini adalah untuk mengembalikan keharmonisan dan kestabilan dari sendi glenohumeral (Rockwood,2001).

Pada fraktur displaced dari prosesus, terutama korakoid, akromion, dan spina scapular, tujuannya adalah untuk mencapai kesembuhan

(13)

pada posisi anatomis, sebab penyembuhan dari pergesaran dapat berakibat sindrom impingement dan mengurangi fungsi dari rotator cuff. Nonunion dari prosesus dari skapula sering mengakibatkan nyeri karena otot yang tertarik. Pergeseran dari fragmen lebih dari 1 cm diketahui sebagai indikasi terapi operasi pada fraktur dari acromion dan korakoid.

Pada fraktur displaced ekstra-artikular dari badan dan leher skapula, tujuannya adalah untuk mengembalikan kesejajaran yang original dari glenoid dengan badan scapular (GPA), terutama dengan rekonstruksi dari panjang dan integritas dari batas lateral. Hal ini akan mengembalikan orientasi noemal dari glenoid dengan hubunganna terhadap badan skapula dan rhytm humeroskapular (keseimbangan bahu), begitu juga dengan kondisi normal dari otot, terutama pada rotator cuff. Untuk mobilitas normal dari skapula, penting juga untuk mengembalikan kesesuaian antara permukaan anterior, dinding dada dan, jika perlu, menyingkirkan fragmen dari skapula yang berdampak pada dinding dada. Indikasi dari terapi operasi adalah fraktur dari badan dan leher skapula dengan tipe pergeseran sebagai berikut : 1. 100% translasi dari fragmen pada batas lateral

2. angulasi 30-40 derajat dari fragmen utama pada batas lateral

3. Pergeseran mediolateral dari glenoid dengan hubungannya terhadap batas lateral dari badan skapula yang lebih dari 1-2 cm.

4. GPA kurang dari 20 derajat.

Kriteria ini tidak absolut. Perlu untuk melihat semua cedera, terutama yang terdapat di dada, usia pasien, kondisi fisik, intergritas kulit pada bahu, dan mempertimbangkan seluruh potensi risiko yang ada (Rockwood,2001).

(14)

C. Teknik operasi dan pengobatan setelah operasi 1. Implant

Fraktur skapula dapat diberpaiki dengan small dan mini implants termasuk 3,5 atau 2,7 mm cortical screw, 3.5 atau 2.7 mm plate rekonstruksi, 3.5 mm plate semitubular, 3.5 mm plate, atau 2.7 mm L- atau T-shaped plate. Beberapa penulis merekomendasikan plate yang berbentuk anatomis, dengan desain yang spesifik untuk skapula sedangkan yang lain merekomendasikan locking plates. Cannulated screw berguna untuk fiksasi internal dari fraktur prosesus korakoid dan miniscrews (2.4 dan 2 mm) mungkin berguna untuk fiksasi dari fragmen kecil dari fossa glenoid atau fragmen intermediate dari batas lateral dari skapula.

2. Reduksi dan Fiksasi

Skapula adalah tulang dengan distribusi masa

tulang yang tidak sama. Oleh karena itu, hanya beberapa area yang menyediakan tempat yang sesuai untuk implant, terutama pada batas lateral dari badan skapula, spine skapula, dan leher skapula dengan glenoid meskipun masih mungkin memfiksasi fraktur pada lokasi yang kurang sesuai, seperti contohnya, pada sudut spinomedial atau inferior. Skapula dapat sembuh dengan sangat baik, dengan formasi callus yang cepat. Karena kebanyakan fraktur skapula dioperasi setelah ditunda selama beberapa gari, terkadang dibutuhkan pembersihan callus pada lokasi fraktur sebelum dilakukan reduksi (Rockwood,2001).

Pada fraktur pada badan dan leher skapula, penting untuk mengembalikan integritas dari badan biomekanik dan khususnya pada batas lateral dari skapula. Oleh karena

(15)

itu, langkah pertama adalah menstabilkan fraktur pada batas lateral (Rockwood,2001).

Fraktur displaced dari badan skapula menyebabkan pemendekan dari batas lateral skapula. Reduksi mungkin dapat dicapai dengan maksud 2 Schanz pins dimasukkan ke dalam masing-masing fragmen utama, digunakan sebagai joystick, atau oleh small external fixator. Pilihan lain adalah reduksi dengan dua kait tulang. Untuk manipulasi yang lebih mudah, akan memudahkan bila memasukkan ujung kait ke dalam lubang yang digali ke dalam batas lateral dari skapula oleh bor kecil 2.5 mm, atau manipulasi cortical screw 3.5 mm yang dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Lokasi lubang yang terpilih harusnya memungkinkan fungsi perlekatan plate secara berkelanjutan (Rockwood,2001).

Pada fraktur oblique unstable dari batas lateral tubuh skapula, reduksi mungkin dipertahankan melalui teknik “lost” K-wire yang dimasukkan sebagai pasak intramedullary ke dalam jalur yang digali ke dalam masing-masing fragmen utama. Bila fragmen intermediate yang lebih besar terpisah dari batas lateral dari skapula, fragmen tersebut harus difiksasi dengan screw untuk mengembalikan integrates dari batas lateral (Rockwood,2001).

Fiksasi akhir mungkin diselesaikan dengan plate rekonstruksi 2.7 atau 3.5 mm atau dalam beberapa kasus dengan plate semitubular 3.5 mm. Pada fraktur simple dari batas lateral, cukup untuk menggunakan plate fiksasi 2+2, yaitu, dua screw pada masing-masing dari dua fragmen. Pada fraktur dari batas lateral dengan fragmen intermediate, fiksasi 3+3 lebih dipilih. Mungkin juga

(16)

diperlukan untuk memfiksasi fraktur pada sudut spinomedial, plate 2.7 mm lebih disukai. Sudut inferior dari skapula mungkin difiksasi dengan plate rekonstruksi 2.7 mm atau T-plate 3.5 mm (Rockwood,2001).

Fraktur dari spina skapula yang merupakan bagian dari fraktur dari badan anatomis, atau fraktur transspinous dari leher, paling baik difiksasi dengan plate rekonstruksi 2.7 mm atau plate semitubular pre-shaped (Rockwood,2001).

Fraktur leher skapula adalah kebanyakan kasus yang difiksasi dengan kombinasi implant, misalnya, plate rekonstruksi 2.7 atau 3.5 mm, plate semitubular 3.5 mm, atau T-plate 3.5 mm. Ketika memasukkan screw ke dalam fragmen glenoid, perawatan seharusnya dilakukan untuk menghindari penetrasi intra-artikular. Fiksasi dari batas lateral dilengkapi dengan plate yang diletakkan pada permukaan posterior dari leher skapula, atau screw cortex 3.5 mm dimasukkan melalui fragmen glenoid melalui spina skapula. Perawatan dilakukan untuk menghindari cedera pada struktur neurovascular pada tonjolan spinoglenoid (Rockwood,2001).

Fraktur glenoid diterapi berdasarkan tipe dari cidera. Pada fragmen avulasi dari rim anterior dari glenoid fiksasi tergantung dari ukuran dengan screw lag dan washers atau dengan plate kecil. Prosedur yang sama mungkin dapat diaplikasikan pada fraktur pada rim posterior. Reduksi dan fiksasi pada ujung superior, yaitu fraktur intera-articular pada korakoid, mungkin dapat sulit dibedakan karena adanya tarikan pada otot yang tertancap pada korakoid. Fraktur ini dapat difiksasi dengan cannulated lag screws dengan washers yang dimasukkan

(17)

melalui korakoid ke dalam glenoid atau leher scapula (Rockwood,2001).

Fraktur pada inferior glenoid biasanya terkait dnegan fraktur pada badan skapula. Bila kapsul sendi dan labrum tidak ruptur, insisi pada kapsul seharusnya dilakukan parallel terhadap rim posterior dari glenoid dan labrum (Rockwood,2001). Hal ini memungkinkan baik palpasi maupun cek visual dari reduksi fossa glenoid (Rockwood,2001). Reduksi dan fiksasi tergantung pada bentuk dari fragmen sendi inferior (Rockwood,2001). Variasi fragmen mungkin membawa baik bagian kecil ataupun besar dari batas lateral (Rockwood,2001). Pada kedua kasus, perlu untuk membersihkan permukaan fraktur secara hati-hati. Reduksi dan fiksasi dari fragmen pendek biasanya lebih mudah. Fragmen yang panjang dapat direduksi dengan dua screw dimasukkan ke dalam leher skapula dekat dengan garis fraktur (Rockwood,2001). Screw dikompres bersama dengan small Spanish forceps (Rockwood,2001). Reduksi dari fragmen panjang harus akurat sepanjang garis fraktur (Rockwood,2001). Hal ini merupakan satu-satunya jaminan dari reduksi anatomis dari permukaan sendi. Bila ada pecahan yang terpisah, biasanya fragmen lebih kecil (Rockwood,2001). harus direduksi secara anatomi dan difiksasi menggunakan small lag screws (Rockwood,2001). Dua fragmen utama mungkin dapat difiksasi dengan berbagai teknik, paling sering dengan kombinasi dari beberapa plate yang berbeda, yaitu T-plate 3.5 mm, plate rekonstruksi atau semitubular 3.5 mm, atau L-shaped 2.7 mm atau straight plate dan lag screws (Rockwood,2001).

(18)

3. Postoperative Treatment

Pada postoperative, lengan di imobilisasi dengan sling. Drainasi dilepas 48 jam setelah operasi (Rockwood,2001). Foto radiografi dari bahu dengan Neer I dan II. Setelah pasien keluar, pasien dilihat kembali 2 minggu setelah operasi untuk melihat penyembuhan luka dan melepas jahitan. Foto radiografi diambil 6 minggu (Neer I dan II), 3 bulan (Neer I), 6 bulan (Neer I, jika diperlukan), dan 1 tahun setelah operasi (Neer I dan II). Fraktur skapula seharusnya sembuh 6 sampai 8 minggu (Rockwood,2001).

D. Terapi dari individu tipe fraktur

Dalam memilih terapi yang tepat, sangat penting untuk mengetahui tipe dan pergeseran yang tepat dari fraktur dan usia, ekspetasi fungsional, dan kondisi umum dari pasien (Rockwood,2001).

1. Fraktur Prosesus

Fraktur dari prosesus termasuk yang meliputi korakoid, acromion, dan spina scapular, dan sudut superior dan batas superior dari skapula. Semua bagian ini hanya memberikan fungsi sebagai perlekatan dari otot dan ligament, dan tidak terlibat dalam transmisi dari tekanan kompresi dari glenoid dari badan scapula (Rockwood,2001). Fraktur dari prosesus adalah fraktur avulsi yang disebabkan oleh tarikan otot dan ligamin,

(19)

dengan hantaman langsung dan stress fracture (Rockwood,2001).

Fraktur dari prosesus sering terjadi pada berbagai kombinasi, seperti fraktur dari acromion dan korakoid, fraktur dari acromion dan spina skapular atau yang jarang pada keempat prosesus secara bersamaan (fraktur dari skapula atas) (Rockwood,2001). Fraktur dari acromion, spina skapular, dan korakoid biasanya berkaitan dengan fraktur dari caput humeri, klavicula, dislokasi AC, ruptur tendon pada long head dari biseps atau cedera pada nervus supraskapular atau pleksus brachialis (Rockwood,2001).

Secara klinis, yang paling penting adalah fraktur pada korakoid, acromion, dan batas lateral dari spina scapular (Rockwood,2001). Malunion dapat mempengaruhi fungsi dari ruang subakromial dan subkorakoid dan menyebabkan tabrakan dan tarikan dari otot pada fragmen yang nonunited yang dapat menyebabkan nyeri (Rockwood,2001).

2. Fraktur Pada Akromion dan Spina Skapular Lateral

Fraktur jenis ini dapat dibagi berdasarkan garis fraktur atau tipe pergeserannya. Garis fraktur biasanya melewati sendi AC (Rockwood,2001). Mungkin akan sulit untuk membedakan antara fraktur dan os acromiale (Rockwood,2001). Fraktur acromion mungkin terkat dengan robekan rotator cuff yang ekstensif ketika readiograf mungkin menunjukkan migrasi proksimal dari caput humeri. Pada kasus seperti ini, pencitraan dari rotator cuff diperluka (Rockwood,2001).

(20)

Fraktur undisplaced mungkin diterapi secara konservatif. Immobilisasi dengan sling selama 3 minggu biasanya cukup (Rockwood,2001). Mobilisasi pasif dapat dimulai sesegera mungkin setelah cedera, dan latihan aktif setelah fraktur union (Rockwood,2001). Bila fraktur displaced mempengaruhi fungsi ruang subacromial, harus dilakukan reduksi dan stabilisasi (Rockwood,2001). Fiksasi mungkin dapat dilakukan dengan cerclage wiring, lag screws, atau plate. Hsu mendeskripsikan fiksasi secara arthroskopi (Rockwood,2001). Bila fragmen acromial avulsi kecil, seharusnya dilakukan eksisi (Rockwood,2001).

3. Fraktur Korakoid

Fraktur korakoid dapat berdiri sendiri, tetapi biasanya terkait dengan cedera lain pada skapula atau bahu seperti fraktur dari glenoid, surgical neck dari skapula atau acromion, dislokasi AC, fraktur klavikula lateral, dislokasi dari kaput humeri, atau robekan rotator cuff (Rockwood,2001).

Tidak ada konsesnsus pada literature mengenai terapi pada fraktur korakoid. Beberapa penulis lebih memilih untuk terapi konservatif pada fraktur undisplaced atau minimally displaced (Rockwood,2001). Tujuan terapi fraktur displaced untuk mencegah perkembangan menjadi nonunion yang menyakitkan (tipe I), pergeseran dan instabilitas pada cedera terkait sendi AC, floating shoulder terkait dengan fraktur pada surgical neck dari skapula, atau glenoid incongruence (tipe II dan III) (Rockwood,2001). Atas alas an ini, pada individu yang muda dan masih aktif, lebih dipilih terapi secara operatif dengan open reduction

(21)

dan fiksasi dengan screw, atau, jika perlu, dengan small plate pada fraktur pada dasar korakoid. Pada fraktur tipe I, lebih baik dilakukan eksis pada fragmen kecil dan menyambung kembali tendon (Rockwood,2001).

4. Fraktur pada Batas Superior, atau Sudut Superior dari Skapula

Fraktur superior yang berdiri sendiri mungkin dapat terjadi pergeseran oleh karena tarikan dari levator scapulae pada sudut superior. Meskipun ada pergeseran, fraktur ini diterapi secara konservatif (Rockwood,2001).

5. Fraktur Badan Skapula

Fraktur pada badan skapula dibagi menjadi dua menurut derajat keparahannya, yaitu fraktur pada anatomical body dan fraktur pada biomechanicl body (Rockwood,2001). Sampai saat ini, fraktur jenis ini diterapi secara konservatif. Baru-baru ini saja ada beberapa artikel yang menyebutkan hasil yang lebih baik melalui terapi operatif pada fraktur displaced badan scapula (Rockwood,2001).

6. Fraktur Neck Scapula

Banyak publikasi yang menjelaskan fraktur pada glenoid neck terkait dengan hasil yang tidak memuaskan melalui terapi konservatif dan juga hubungan antara floating shoulder dan juga beberapa laporan kasus. Malunion dari leher skapula merubah GPA dan hubungannya dengan ruangan subakromial dan subkorakoid (Rockwood,2001).

(22)

Tipe dari fraktur ini telah disebutkan oleh banyak penulis, walaupun cukup jarang terjadi. Anatomical neck fractures bersifat unstable. Fragmen glenoid bergeser kea rah distal dengan caput humeri melalui tarikan dari long head dari triceps dan ruang subakromial menjadi lebih lebar (Rockwood,2001). Pada 6 kasus fraktur displaced yang ditemukan terdapat indikasi untuk dilakukannya terapi operatif, menggunakan pendekatan Judet (Rockwood,2001). Fiksasi dilakukan dengan dua plate, lag screw, atau kombinasi dari keduanya (Rockwood,2001).

b. Surgical Neck Fractures

Surgical neck fractures adalah kasus yang paling sering didiskusikan dari semua scapular neck fractures. Surgical neck fractures stabil apabila tidak terkat dengan adanya rupture ligamin CC dan CA. Fraktur displaced dari surgical neck dari scapula akhir-akhir ini meningkat sebagai indikasi dari terapi operatif. Fiksasi mungkin dilakukan dengan pendekatan Judet, menggunakan plat atau kombinasi dari plat dan transspinous screws (Rockwood,2001).

c. Fraktur Transspinosus dari Leher Skapula

Fraktur transspinosis dari leher skapula biasanya tidak diketahui. Fraktur displaced dapat direduksi dan fiksasi dengan pillar spinal dan lateral melalui pendekatan Judet, lebih baik menggunakan plate (Rockwood,2001).

(23)

7. Fraktur Glenoid

Goal dari terapi fraktur glenoid adalah mengembalikan keharmonisan dan stabilitas dari sendi glenohumeral. Pada yang tidak terjadi pergeseran, atau sedikit pergesaran, atau fraktur displaced dari rim glenoid dengan fragmen kecil dapat diterapi secara konservatif. Sedangkan pada fragmen displaced yang besar mungkin diperlukan reduksi dan fiksasi secara operatif. Indikasi utama untuk operasi fraktur glenoid untuk saat ini dipertimbangkan bila terjadi pergeseran dari lebih dari 3-10 mm dengan keterlibatan secara serentak dari 20-30% dari permukaan articular (Rockwood,2001). Fraktur glenoid perlu diterapi sebagai semua fraktur intraartikuler dan mengurangi dan menstabilkan ketika pergeseran (>4mm) melewati permukaan articular menuju sendi subluxasi atau inkongruensi (campbells, 2013).

a. Fraktur Pada Glenoid Superior

Fraktur pada glenoid superior adalah fraktur intra0artikular pada dasar korakoid. Pergeseran terutama terjadi oleh karena tarikan dari oto yang terkait dengan korakoid (Rockwood,2001). Pergeseran signifikan dari fragmen menghasilkan malalignment dari korakoid yang mungkin dapat mengurangi fungsi dari ruang subkorakoid dan menyebabkan terjadinya tabrakan dari korakoid. Fiksasi biasanya dilakukan melalui pendekatan deltopektoral, dengan lag screws atau plate kecil (Rockwood,2001).

b. Fraktur pada Rim Anteroinferios dari Glenoid

Fraktur pada rim anteroinferior dari glenoid terkait dengan dislokasi anterior dari sendi

(24)

glenohumeral. Ukuran dari fragmen avulsi bervariasi. Beberapa penulis merekomendasikan terapi operatif terutama pada kasus dengan fragmen yang lebih besar atau subluksasi yang persisten pada kaput humeri (Rockwood,2001). Open reduction dan fixation dengan cannulated screws, plate kecil, atau bone anchors dilakukan melalui pendekatan deltopectoral. Terapi arthroskopi juga dideskripsikan oleh beberapa penulis (Rockwood,2001).

c. Fraktur pada Rim Posterior dari Glenoid

Fraktur yang jarang terjadi ini, merupakan hasil dari dislokasi posterior dari sendi glenohumeral (Rockwood,2001). Fraktur ini diterapi sama dengan fraktur pada rim anterior dari glenoid. Dimana reduksi dan fiksasi merupakan indikasi, tindakan ini mungkin dilakukan baik dengan prosedur terbuka melalui pendekatan posterosiperior atau secara arthroskopi (Rockwood,2001).

d. Fraktur pada Glenoid Inferior

Fraktur pada glenoid inferior memisahkan distal 1/3-2/3 dari fossa glenoid. Fraktur ini disebabkan oleh karena dampak langsung dari abduksi kaput humeri dari ½ bagian bawah dari glenoid dan biasanya terjadi pada pengendara sepeda pancal atau sepeda motor. Mayo et al., Schandelmaier et al., Cole, Jones et al., dan Bartonicek dan Cronier merekomendasikan terapi

(25)

fraktur displaced dengan pendekatan Judet Posterior (Rockwood,2001).

8. Fraktur Kombinasi

Fraktur kombinasidari skapula dapat dibagi menjadi 2 grup. Frup pertama termasuk fraktur yang berakibat dari kombinasi dari 4 pola dasar dari fraktur skapula. Grup kedua terdiri atas kombinasi dari satu atau lebih pola dasar dari fraktur skapula terkait dengan cedera pada tulang atau sendi, atau shoulder girdle yang lain (Rockwood,2001).

a. Floating Shoulder

Floating shoulder adalah hasil dari fraktur ipsilateral dari leher skapula dan klavikula. Kondisi ini termasuk cedera yang jarang terjadi, biasanya didiskusikan dalam literature terutama menurut kondisi anatomi dan manajemennya (Rockwood,2001).

Studi melaporkan hasil yang baik dengan terapi konservatif dan operatif. Beberapa penulis melakukan internal fiksasi dari klavikula dengan tujuan mengurangi pergeseran dari leher skapula. Konsep dari reduksi pada fraktur klavikula juga mereduksi fraktur skapula pada kebanyakan kasus. Stabilisasi klavikula juga akan memungkinkan rehabilitasi intensif dari shoulder girdle lebih cepat daripada dengan terapi konservatif yang mungkin akan memberikan dampak pada hasil akhir (Rockwood,2001).

(26)

Scapulothoracic dissociation adalah cedera yang jarang, parah, dan energy yang tinggi dikarakteristikkan dengan jangkauan luas dari cedera yang serentak termasuk pada shoulder girdle (dislokasi SC, fraktur klavikula, dislokasi AC). Robekan pada levator scapulae, rhomboids, trapezius, latissimus dorsi, pectoralis minor, dan otot deltoid, cedera vascular dari arteri subklavia atau axilla, dan avulasi parsial atau komplit dari plexus brachial (Rockwood,2001).

Terapi dari scapulothoracic dissociation tergantung dari keparahan yang terkait dengan cedera dan kondisi umum dari pasien. Zelle et al. mengajukan system untuk melakukan klasifikasi keparahan dari disosiasi scapulothoracic (Rockwood,2001). Terapi seharusnya berfokus pada cedera neurovascular (Rockwood,2001). Terapi operasi seharusnya dilakukan, bila diperlukan. Bagaimana pun juga, terdapat jaringan kolateral yang ekstensif di sekitar bahu yang mungkin menggantikan pembuluh darah utama yang cedera (Rockwood,2001). Memperbaiki vascular pada pasien dengan palsi plexus brachialis komplit masih dipertanyakan. Perbaikan dari neurologi juga masih kontroversial (Rockwood,2001). Pasien dengan cedera pleksus parsial memiliki prognosis yang lebih baik. Semua pasien dengan cedera plexus brachialis komplit menjalani amputasi atau fungsi bahu yang buruk. Zelle et al. merekomendasikan amputasi diatas siku sesegera mungkin bila fungsi ekstrimitas atas tidak dapat diperbaiki (Rockwood,2001). Solusi ini sepertinya memberikan hasil fungsional yang lebih baik dan derajat komplikasi yang lebih rendah (Rockwood,2001).

(27)

Pada kasus dengan cedera shoulder girdle, Goss merekomendasikan fiksasi internal dari fraktur klavikula dan stabilisasi dari sendi AC dan SC yang mengalami kerusakan untuk melindungi plexus brachialis, pembuluh dari subclavia dan axillar, untuk meningkatkan kondisi dari proses penyembuhan tulang dan mengembalikan stabilitas dari shoulder girdle (Rockwood,2001).

. KOMPLIKASI FRAKTUR SKAPULA DAN PENANGANANNYA

Kedua perawatan secara konservatif dan operatif patah tulang belikat memiliki sejumlah komplikasi awal dan akhir, yang pada akhirnya terjadi rasa sakit, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot, atau ketidakstabilan bahu

Komplikasi Penanganan Non operative untuk Fraktur Skapula

Malunion adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari penanganan secara nonoperatife pada fraktur tulang belikat. Penyembuhan ekstra-artikular pada patah tulang posisi nonanatomical, perubahan antara glenoid dan lempeng scapular dan akibatnya tentu saja dari otot-otot manset rotator. Hal ini berdampak pada fungsi mereka. Secara subyektif, itu dimanifestasikan dengan perasaan lemah, nyeri, dan kekakuan. Pace et al menjelaskan dalam kasus ini terjadi perubahan pada degeneratif dari manset rotator (Rockwood,2001). Malunion mungkin juga terjadi pada fraktur yang mengalami impingement syndrome.Glenoid yang telah sembuh dalam hasilnya akan mengalami kekurangan dan ketidakstabilan, atau keduanya, kemudian akan mengalami gangguan persendian secara degenarif. Malunion terjadi karena tindakan osteotomi dan reorientasi leher scapular dan atau lempeng body scapula. Dalam malunion intra-artikular, sukses dikerjakan satu kasus osteotomi dari fossa glenoid, dimana telah dijelaskan oleh Haraguchi et al, Malnunion pada fragmen

(28)

tulang terasa menyakitkan, solusinya adalah dilakukan eksisi bagian dari tulang. Delayed union digambarkan oleh Curtis et al, dalam olahragawan umur 15 tahun dengan fraktur nondisplaced leher scapular. Jarang terjadi nonunions pada tubuh scapular.

Pada tahun 2009, hanya 15 kasus telah dilaporkan dalam literatur bahasa Inggris, mereka semua dikerjakan secara konservatife. Nonunion pada akromion juga pernah dilaporkan. 75 Solusinya adalah fiksasi internal atau eksisi fragmen ununited. Cedera pada saraf supraskapula dapat terjadi pada fraktur dari leher scapular ketika saraf supraskapula terperangkap dalam garis fraktur. Cedera ini diwujudkan dengan atrofi infraspinatus. Costa nonunion mungkin penyebab yang jarang pada sakit kronis setelah fraktur skapula. Dalam empat kasus yang dilaporkan, situasi berhasil diobati dengan fiksasi intern

Komplikasi Operative Pengobatan untuk Fraktur Scapula

Komplikasi pengobatan operasi dapat dibagi menjadi intraoperatif, awal pasca operasi, dan akhir pasca operasi. komplikasi intraoperatif termasuk cedera saraf supraskapula, malreduction, dan intra-artikular perforasi oleh sekrup. Dalam sebuah analisis dari 212 kasus, Lantry et al, ditemukan cedera pada saraf supraskapula di 2,4%. Sulit untuk membedakan apakah cedera itu disebabkan oleh trauma asli atau selama operasi. Pengurangan fragmen mungkin sulit untuk dicapai dalam fraktur kominutif tubuh scapular, atau secara signifikan fraktur terpisah dari leher scapular, terutama jika operasi ditunda. Sekrup dapat ditempatkan ke dalam sendi terutama selama fiksasi internal dari leher scapular atau batas lateral skapula. komplikasi pasca operasi dini meliputi pertama-tama hematoma, dan infeksi, baik dangkal atau dalam. Menurut Lantry et al, tingkat infeksi cukup tinggi di 4,2%. Hematoma mungkin memerlukan evakuasi. Sebagian besar kasus dangkal Infeksi dapat diobati dengan antibiotik dan perawatan lokal tetapi infeksi juga memerlukan debridement luka bedah, dan, jika perlu, penghapusan implant. Sebuah komplikasi yang relatif umum adalah terbatasnya gerak bahu, membutuhkan manipulasi jika terus berlanjut unt uklebih dari 6 minggu setelah operasi.

(29)

Komplikasi dilaporkan cukup sering. Kegagalan fiksasi internal sering membutuhkan operasi ulang, seperti halnya nonunion. Oh et al menggambarkan dua kasus kegagalan fiksasi plate pada klavikula. dalam pengobatan klavikula ipsilateral dan patah tulang leher glenoid. Para penulis menyimpulkan bahwa di mana fraktur leher scapular tetap tidak terpehatikan bahkan setelah fiksasi internal klavikula, pengurangan dan fiksasi diperlukan. Kekurangan sebagai akibat dari pengurangan nonanatomical digambarkan oleh Mayo Hardegger dilaporkan re-operasi untuk ketidakstabilan sendi. Dua kasus penulangan heterotopic telah dijelaskan, salah satunya ada kompresi saraf aksila membutuhkan decompresi. Heim et al, melaporkan pasca operasi pelebaran scapula. Gangguan acromial setelah fiksasi internal glenoid biasa ditangani dengan acromioplasti. Bagian yang menonjol pada implan, membutuhkan untuk mengikisnya, adalah masalah terutama dalam fraktur akromion, tulang scapular, atau berhubungan fraktur klavikularis. Satu laporan juga menjelaskan infeksi terlambat 11 bulan setelah operasi, membutuhkan removal. Selain itu, salah satu kerusakan dari piring itu direkam setelah beberapa tahun pada fraktur tulang belikat. sembuh pada penyakit degeneratif pasca trauma setelah patah tulang belikat dilaporkan terjadi di 1,9% kasus. Jika ada gejala itu bisa dikelola dengan cara arthrodesis namun pengobatan saat ini pilihannya adalah artroplasti bahu.

I. PROGNOSIS

A. HASIL FUNGSIONAL

Secara umum, lebih dari 90% dari patah tulang scapular yang non atau minimal displasi dan melakukannya dengan baik secara klinis setelah penanganan secara konservatif. Pengamatan ini telah didasarkan pada penanganan patah tulang scapular pada umumnya, dan karena relevansinya adalah sangat terbatas. Pendekatan yang lebih berbeda ternyata diperlukan sebagai penanganan konservatif tidak secara seragam, untuk hasil yang baik. Literatur mengenai hasil penanganan jenis fraktur tertentu, Ada terutama kekhawatiran tentang hasil fungsional yang buruk setelah konservatif pengobatan akromion displasi, prosesus coracoid (basis), leher scapular, dan fraktur fossa glenoid. untuk hasil fungsional setelah pengobatan operasi,

(30)

sebagian besar keprihatinan fraktur fossa glenoid dan patah tulang leher scapular dengan atau tanpa fraktur klavikula ipsilateral.

Masalah dengan pengelolaan fraktur scapular pada umumnya adalah kurangnya perawatan berbasis bukti. Ilmiah pengetahuan didasarkan pada kasus seri dan pendapat ahli (level IV dan V). Literatur yang tersedia meliputi tidak acak atau studi banding nonrandomized. Terlepas dari berbagai nonvalidated dan spesifik ukuran hasil dan metodologis keterbatasan banyak penelitian, adalah pengaruh yang terkait cedera pada hasil akhir tidak jelas. Tantangan ke depan adalah untuk menyelesaikan terdokumentasi dengan baik, metodologis yang benar, studi banding pada fraktur jenis yang mungkin manfaat dari perawatan bedah, seperti displasi glenoid dan patah tulang leher scapular.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.Graham; Solomon,Louis. 1993. Appley’s System of Orthopaedics and

Fracture 7th Edition. Butterworth-Heinemann Ltd

Mostofi, Seyed Behrooz. 2006. Fracture Classifications in Clinical Practice. United Kingdom: Springer-Verlag London.

Rockwood Jr., Charles A. ; Green, David P. 2001. Rockwood and Green’s

Fracture in Adults 8th Edition. United State : Wolters Kluwer Health/Lippincott

(31)

Van der Weert,Esther M. ; Van Laanen, Jorinde H.H ; etc. 2012. Intrathoracic

Displacement of a Scapular Fracture : A Case Report.

Voleti, Pramod B.; Namdari,Surena; Mehta,Samir . 2012. Fracture of the

Gambar

Foto thorak juga di butuhkan untuk melihat apakah ada multi   trauma   selain   fractur   scapula

Referensi

Dokumen terkait

This thesis has been approved by the advisor on 25 th July 2016 to be examined by the board.

Pada tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi CR adalah 0,000 yang artinya nilai signifikansi lebih kecil dari nilai maksimum 0,05 yang berarti CR tidak

Secara keseluruhannya, kesemua contoh peristiwa di atas membuktikan bahawa pemilihan dan penghantaran utusan yang tepat dan berwibawa merupakan salah satu

Arsip elektronik merupakan informasi yang terkandung dalam file dan media elektronik, yang dibuat, diterima, atau dikelola oleh organisasi maupun

Partisipasi yang saya lakukan pada kegiatan ini adalah mengikuti pelatihan pembuatan e-book menggunakan i-mac dan juga sebagai dokumentasi kegiatan karena pada saat itu

Tesis yang berjudul “ IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PROSES PEMBELAJARAN EKONOMI TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI SISWA SMA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Pengaruh ownership retention pemegang saham lama terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menekankan