• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi nasional di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam sistem perekonomian nasional, peran BUMN cukup strategis, seperti: penghasil barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; sebagai pelopor atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta; sebagai pelaksana pelayanan publik; penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar; serta turut membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi.

BUMN yang seluruh maupun sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan. Penerimaan negara tersebut dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi yang pada tahun 2010 nilainya mencapai Rp.132,7 Triliun. Kontribusi BUMN terhadap perekonomian Indonesia itu sendiri mencapai Rp. 2.130 triliun, baik dalam bentuk kapitalisasi pasar modal, operational expenditure (opex), program kemitraan, bina lingkungan, kredit usaha rakyat (KUR), capital expenditure (capex), mapun public service obligation (PSO). Selain itu masih terdapat 105.260 kelompok usaha yang menjadi mitra binaan BUMN yang juga memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia.1

Melihat peran penting dan strategis BUMN di atas, seiring dengan perkembangan ekonomi baik di tingkat lokal maupun internasional serta persaingan usaha yang semakin ketat tuntutan kepada BUMN untuk menjalankan bisnisnya secara efektif, efisien, dan profesional menjadi semakin tinggi. Namun demikian, masih didapati beberapa kelemahan BUMN seperti: sering adanya kebijakan atau peraturan pemerintah yang menguntungkan BUMN yang justru berakibat kepada lemahnya BUMN dalam persaingan usaha; kurang lincah dalam bertindak; dan lamban dalam mengambil keputusan. Kondisi ini membuat BUMN kehilangan momentum usaha yang dapat berakibat pada kerugian usaha. Selain itu, potensi korupsi masih muncul di

(2)

Guna mengatasi hal tersebut dan untuk memperbaiki kinerja BUMN beberapa upaya perlu dilakukan. Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis ekonomi, krisis finansial, dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan lemahnya sistem tata kelola perusahaan yang baik2. Semakin baik dan efektifnya

sistem tata kelola perusahaan akan memungkinkan terbentuknya sistem pengendalian (checks and balances) yang lebih efektif antar unit kerja di internal entitas usaha serta antara entitas usaha tersebut dengan pemangku kepentingan yang lebih luas.

Dalam kaitan mengatasi kelemahan dari kemungkinan timbulnya potensi korupsi di BUMN, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK) BUMN. Kegiatan SPAK BUMN 2011 dilaksanakan dalam rangka mengukur efektivitas dari prakarsa anti korupsi yang dilakukan oleh BUMN.

1.2. Dasar Hukum

Dalam pelaksanaan Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK) 2011, KPK mendasari pada kewenangan yang dimilikinya. DalamUndang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan;

1) Pasal 4 menyebutkan: “Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi”.

2) Pasal 8 ayat 1 menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik”. 3) Pasal 14 menyebutkan “Dalam melaksanakan tugas monitor

sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, KPK berwenang untuk: 1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi

di semua lembaga negara dan pemerintah;

2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

(3)

3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi) menyebutkan:

1) Pasal 7 ayat (4): “Setiap Negara Peserta wajib sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dari sistem hukum nasionalnya, berusaha keras untuk mengadopsi, memelihara dan memperkuat sistem yang meningkatkan transparansi dan mencegah konflik-konflik kepentingan”.

2) Pasal 8 ayat (1): ”Untuk memerangi korupsi, Setiap Negara Peserta wajib meningkatkan, antara lain: integritas, kejujuran, dan tanggungajwab di antara para pejabat-pejabat publiknya, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya”.

3) Pasal 10: “Dengan memperhatikan kebutuhan untuk memberantas korupsi setiap Negara Peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, mengambil tindakan-tindakan yang mungkin untuk meningkatkan transparansi dalam administrasi publiknya, bila diperlukan termasuk termasuk mengenai organisasi keuangan dan proses pembuatan keputusannya”.

4) Pasal 12: ”Setiap Negara Peserta wajib mengambil tindakan-tindakan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan standar akutansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan, memberikan sanksi perdata, administratf dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian memenuhi tindakan-tindakan tersebut.”

1.3. Tujuan

Secara umum, SPAK bertujuan untuk mengukur efektifitas prakarsa anti korupsi di BUMN. Rincian tujuan kegiatan SPAK adalah:

1. Mendapatkan gambaran aktual tentang adanya prakarsa dan penerapan pencegahan korupsi di BUMN;

(4)

4. Sebagai salah satu acuan untuk melakukan perbaikan kinerja BUMN, baik atas inisiatif sendiri maupun melalui intervensi kebijakan oleh pemerintah.

1.4. Ruang Lingkup

Berdasarkan tujuan di atas, maka SPAK ini dibatasi dengan melakukan penilaian terhadap prakarsa anti korupsi dan penerapannya di 4 BUMN yang mewakili sektor energi, konstruksi, keuangan, dan transportasi, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel I.1 Perserta SPAK 2011

No BUMN Sektor

1 PT PERTAMINA (Persero) Energi

2 PT JASA MARGA Tbk (Persero) Konstruksi

3 PT JAMSOSTEK (Persero) Keuangan

4 PT ANGKASA PURA II (Persero) Transportasi

1.5. Metodologi dan Tahapan Kegiatan 1.5.1. Metode

Indikator dan bobot yang digunakan sebagai parameter dalam penilaian SPAK BUMN tahun 2011 adalah sebagai berikut :

a. Indikator Utama.

Indikator utama merupakan indikator yang wajib dipenuhi dan dianalisis oleh BUMN. Indikator ini merupakan pedoman dalam penilaian kuantitatif. Penentuan indikator utama diputuskan oleh KPK berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dengan peserta tenaga ahli (pakar) eksternal yang relevan dan pejabat struktural KPK.

2. Indikator Inovasi.

Indikator inovasi bersifat bebas, peserta dapat mencantumkan prakarsa anti korupsi di luar prakarsa pada 7 indikator utama dalam sebuah laporan, yang nantinya akan dinilai secara kualitatif. Indikator ini disiapkan untuk mengantisipasi jika ternyata BUMN memiliki inovasi lain di luar indikator utama.

Setiap indikator yang digunakan dalam SPAK menggunakan bobot yang ditentukan berdasarkan hasil konsultasi dengan pakar eksternal dan struktural KPK. Berikut adalah indikator, subindikator, dan bobot SPAK 2011.

(5)

Tabel I.2

Indikator, Subindikator dan Bobot SPAK 2011

Indikator Subindikator

Indikator Utama (0,942)

1. Keteladanan Pimpinan (Tone Of The Top)

(0,186)

a Ketersediaan Kebijakan Pimpinan (BOC dan BOD) terkait anti korupsi (0,260)

b Peran Pimpinan dalam Penerapan Kebijakan Antikorupsi (0,480) c Pengawasan dan Evaluasi (0,260)

2. Pedoman tentang Etika dan Perilaku (Code of Ethic and Code of Conduct)

(0,139)

a Ketersediaan dan Kelengkapan Pedoman tentang Etika dan Perilaku (0,390) b Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku (0,420) c Evaluasi (0,190) 3. Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (Conflict of Interest) (0,121) a

Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (0,390)

b Penerapan Aturan Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (0,410) c Evaluasi (0,200)

4. Pengelolaan Sistem Pengaduan (Whistle Blowing System)

(0,139)

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Sistem Pengaduan (0,430) b Penerapan Aturan Pengelolaan Sistem

Pengaduan (0,390) c Evaluasi (0,170) 5. Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (Wealth Disclosure) (0,084)

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (0,360)

b Penerapan Aturan Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (0,430) c Evaluasi (0,210) 6. Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (Managing Gift) (0,103) a

Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,390)

b Penerapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,450) c Evaluasi (0,160) 7. Penegakan Aturan (Rules Enforcement) (0,171) a Penegakan Aturan (1,00) Indikator Inovasi (0,058) Prakarsa Lainnya (1,00)

Terdapat 7 indikator utama yang ditetapkan sebagai hasil FGD tersebut, untuk selanjutnya diturunkan dalam subindikator–subindikator. Masing-masing subindikator mencerminkan adanya ketersediaan, penerapan, serta proses evaluasi terhadap

(6)

terlampir). Setiap pertanyaan dalam kuesioner diisi oleh peserta SPAK dengan melampirkan bukti-bukti untuk mendukung validitas jawaban.

Nilai SPAK terendah adalah 0 dan tertinggi 10. Nilai 0 berarti peserta SPAK tidak mempunyai prakarsa/inisiatif antikorupsi sesuai dengan harapan penilaian ini. Sementara nilai 10 menunjukkan unit utama telah melakukan prakarsa/inisiatif antikorupsi sesuai dengan seluruh indikator dalam SPAK.

Selain mengisi kuesioner, peserta SPAK juga didorong untuk mengisi kuesioner tentang inovasi pencegahan korupsi yang telah dilakukan di luar tujuh indikator utama SPAK yang telah ditetapkan.

1.5.2. Tahapan Kegiatan

Studi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1.Penetapan indikator utama.

Penetapan indikator utama ini dilakukan melalui dua tahap yaitu konsultasi dengan pakar dan konsultasi dengan internal KPK.

2.Penyusunan dan penyebaran kuesioner.

Kuesioner terdiri dari rangkaian pertanyaan tertutup dan semi terbuka yang disusun berdasarkan rincian dari Indikator utama yang telah ditetapkan sebelumnya. Kuesioner bersifat objektif untuk memudahkan verifikasi data.

3.Penilaian sendiri (self-assessment) oleh peserta SPAK

Pada tahap ini, BUMN mengisi kuesioner yang diberikan. Untuk menunjang validitas jawaban, BUMN diwajibkan memberikan bukti yang relevan. Sinkronisasi jawaban dan lampiran bukti ini yang dijadikan dasar bagi KPK untuk melakukan verifikasi. Atas dasar verifikasi tersebut, dihitung nilai yang menunjukkan tingkatan inisiatif anti korupsi yang dilakukan oleh BUMN.

4.Penilaian oleh KPK

KPK melakukan penilaian akhir dengan mempertimbangkan hasil pengisian sendiri oleh instansi, dan kelengkapan bukti. Untuk mempertegas hasil penilaian, KPK juga melakukan observasi lapang untuk memastikan kegiatan pencegahan korupsi seperti yang dilaporkan dalam SPAK. Hasil dari penilaian KPK menentukan peringkat dari masing-masing peserta SPAK.

(7)

Laporan akhir dibuat dengan melaporkan skor masing-masing unit utama sesuai indikator yang ditetapkan. Hasilnya dipaparkan kepada peserta SPAK dalam sebuah rapat tertutup.

Secara ringkas, rangkaian tahapan kegiatan SPAK tahun 2011 adalah: Gambar 1.1

Tahapan Kegiatan SPAK 2011

Penetapan Indikator Utama Penyusunan & Penyebaran Kuesioner Self-Assessment oleh BUMN Penilaian oleh Tim Ahli KPK

Laporan Akhir dan Diseminasi

(8)

BAB II

PROFIL PT PERTAMINA (PERSERO)

2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero)

PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

PT PERTAMINA (PERSERO) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tentang pengalihan bentuk perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara (Pertamina) menjadi perusahaan perseroan (Persero). Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang MIGAS baru, Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli industri MIGAS. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi saat ini diserahkan kepada mekanisme pasar

2.2. Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan 2.2.1. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero)

Penetapan visi dan misi sebagai bagian perencanaan strategis, merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan PT Pertamina. Ditengah arus kuat persaingan usaha industri minyak dan gas, PT Pertamina (Persero) menetapkan visi dan misi perusahaan sebagai berikut:

• Visi PT Pertamina (Persero) adalah menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.

(9)

• Misi PT Pertamina (Persero) adalah menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

2.2.2. Tata Nilai Perusahaan

PT Pertamina menetapkan enam Tata Nilai Perusahaan yang menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai tersebut adalah:

1. Bersih (Clean): Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Kompetitif (Competitive): Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

3. Percaya Diri (Confident): Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa

4. Fokus Pada Pelanggan (Customer Focused): Beorientasi pada kepentingan pelanggan, dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

5. Komersial (Commercial): Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

6. Berkemampuan (Capable): Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.3. Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero)

Dalam struktur organisasi yang tercantum dalam Laporan Keuangan PT Pertamina (Persero) tahun 2010, PT Pertamina (Persero) memiliki 8 orang Direktur (termasuk Direktur Utama) yang menangani mulai proses pengolahan minyak dari hulu hingga hilir serta membawahi sejumlah anak perusahaan.

(10)

Gambar 2.1

Struktur Organisasi PT Pertamina Tahun 2011

Sumber : Laporan Keuangan Rekonsiliasi PT Pertamina (Persero) Tahun 2010

2.4. Kinerja Perusahaan

Selama 2010 PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan Penjualan dan Pendapatan Usaha Lainnya sebesar Rp438 triliun, naik 18% dari 2009. Pendapatan ini berasal dari penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, hasil minyak, penggantian subsidi jenis BBM tertentu dan LPG dari pemerintah, penjualan ekspor minyak mentah dan hasil minyak, imbalan jasa pemasaran, serta pendapatan usaha lainnya. President Director/CEO Chief Audit Executive Corporate Secretary Senior Vice President

(SVP), GAS Chief Legal Counsel

SVP Integrated Supply Chain

Director of Investment, Planning & Risk

Management Director of Upstream Director of Refining Director of Marketing & Trading Director of Human Resources Director of

General Affair Director of Finance

SVP of Corporate Investmen & Bussines Development SVP of Upstream Strategic planning & Subsidiary Management SVP of Upstream Bussines Development SVP of Refining Operation SVP of Bussines Development SVP of Fuel Marketing & Distribution SVP of Petroleum Product Marketing & Trading SVP of Shipping SVP of HR Development SVP of Corporate Shared Service SVP of Financing & Bussines Support SVP of Controller

(11)

Gambar 2.2

Kinerja PT Pertamina (Persero) dan Anak Perusahaan 2008-2010

Sumber: Laporan Keuangan Rekonsiliasi PT Pertamina (Persero)

Dari gambar II.2 terlihat bahwa terdapat fluktuasi dalam perolehan nilai aset, pendapatan usaha, dan laba bersih dalam 3 tahun terakhir, yang banyak dipengaruhi oleh harga minyak dunia dan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar. Pada tahun 2010 kinerja PT Pertamina (Persero) mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun 2009, namun kinerja terbaik diperoleh pada tahun 2008.

2008 2009 2010 0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 281,437 302,393 266,515 551,885 371,524 438,012 19,606 16,203 16,776 Aset Pendapatan Usaha Laba Bersih TAHUN JU M L A H (d a la m M ili a r R u p ia h )

(12)

BAB III

HASIL DAN ANALISIS

NILAI SPAK PT PERTAMINA (PERSER0) 2011

3.1. Penghitungan Nilai SPAK PT Pertamina (Persero)

Nilai SPAK 2011 yang diperoleh setiap BUMN, merupakan gabungan dari indikator utama dengan bobot 0,942 dan indikator inovasi dengan bobot 0,058. Nilai dengan bobot SPAK 2011 yang diperoleh PT Pertamina adalah sebesar 8,95 dengan perincian nilai indikator dan subindikator seperti ditunjukkan dalam Tabel III.1.

Tabel III.1

Nilai SPAK PT Pertamina

Indikator Subindikator Indikator Utama (0,942) 9,01 Keteladanan Pimpinan (Tone Of The Top)

(0,186) 9,56

a Ketersediaan Kebijakan Pimpinan (BOC dan BOD) terkait anti korupsi (0,260) 10,00 b Peran Pimpinan dalam Penerapan Kebijakan Antikorupsi (0,480) 9,08

c Pengawasan dan Evaluasi (0,260) 10,00

Pedoman tentang Etika dan Perilaku (Code of Ethic and Code of Conduct)

(0,139)

9,87

a Ketersediaan dan Kelengkapan Pedoman tentang Etika dan Perilaku (0,390) 10,00 b Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku (0,420) 9,68

c Evaluasi (0,190) 10,00 Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (Conflict of Interest) (0,121) 9,72

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (0,390) 10,00 b Penerapan Aturan Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (0,410) 9,32

c Evaluasi (0,200) 10,00 Pengelolaan Sistem Pengaduan (Whistle Blowing System) (0,139) 9,85

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Sistem Pengaduan (0,430) 10,00 b Penerapan Aturan Pengelolaan Sistem Pengaduan (0,390) 9,61

c Evaluasi (0,170) 10,00 Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (Wealth Disclosure) (0,084) 7,47

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (0,360) 8,59 b Penerapan Aturan Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (0,430) 5,29

c Evaluasi (0,210) 10,00

Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (Managing Gift) (0,103)

9,62

a Ketersediaan dan Kelengkapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,390) 10,00 b Penerapan Aturan Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,450) 9,15

c Evaluasi (0,160) 10,00 Penegakan Aturan (Rules Enforcement) (0,171) 10,00 Penegakan Aturan (1,00) 10,00 Indikator Inovasi (0,058) 7,98 Prakarsa Lainnya (1,00)

(13)

Proses Penilaian SPAK di PT Pertamina (Persero) selain dilakukan di kantor pusat (Jakarta) juga dilakukan di Kantor Cabang Surabaya dan Medan. Tabel III.1 menunjukkan secara umum pimpinan dan karyawan PT Pertamina (Persero) telah mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kegiatan antikorupsi di perusahaannya. Nilai indikator yang diperoleh semuanya berada di atas batas minimum 6 bahkan sebagian besar mendekati angka 10. Hal ini merupakan bukti bahwa sudah terdapat kesamaan sikap dan komitmen personil PT Pertamina (Persero) dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Komitmen ini dipertegas dengan diberlakukannya peraturan–peraturan anti korupsi sekaligus penegakannya.

3.2. Indikator Utama SPAK 2011

3.2.1. Keteladanan Pimpinan (Tone Of The Top)

Dalam suatu organisasi faktor keteladanan sangat penting untuk menggerakkan bawahan. Hanya dengan keteladanan pimpinan suatu organisasi dapat memperoleh kepercayaan baik dari bawahan, rekanan maupun dari pemegang saham. Keteladanan pimpinan juga dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang baik. Oleh karena itu dalam suatu organisasi mutlak diperlukan pemimpin yang dapat dipercaya dan mampu menggerakkan seluruh sumber daya organisasinya demi mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Pemimpin tidak dilahirkan, tetapi dibentuk melalui suatu proses penguasaan knowledge, skill, dan attitude yang dibutuhkan. Berbicara mengenai kepemimpinan juga berarti pemimpin harus memberikan teladan (Tone of The Top), membangun kultur/budaya yang kokoh, dan menunjukkan komitmen yang kuat untuk memimpin organisasinya menuju arah yang sudah disepakati.

Indikator awal dari pengukuran SPAK adalah keteladanan pimpinan (Tone of The Top). Semua indikator lainnya tidak akan pernah terlaksana secara efektif dan efisien jika tidak ada komitmen untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dari pimpinan Perusahaan. Untuk indikator keteladanan pimpinan, tolok ukurnya adalah implementasi aturan dan aktivitas pimpinan perusahaan (direksi dan komisaris) yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga tercipta tata kelola perusahaan yang baik, bersamaan dengan meningkatnya kinerja perusahaan. Komitmen pimpinan perusahaan juga didukung oleh Kementerian

(14)

Indikator keteladanan pimpinan dibagi dalam 3 subindikator yaitu: (a) ketersediaan kebijakan Pimpinan terkait antikorupsi, (b) peran pimpinan dalam penerapan kebijakan antikorupsi, serta (c) pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Pimpinan. Indikator keteladanan pimpinan dalam penilaian SPAK 2011 memiliki bobot tertinggi (0,186) atau 18,6 % dari total nilai indikator utama lainnya, sehingga nilai yang diperoleh PT Pertamina (Persero) sebesar 9,56 untuk indikator ini memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap nilai akhir SPAK PT Pertamina (Persero). Komitmen direksi PT Pertamina (Persero) terutama direktur utamanya dalam melakukan program anti korupsi ditunjukkan dengan telah diterbitkannya Pedoman Penerapan Prinsip-Prinsip GCG (CoCG) pada tahun 2006 di PT Pertamina (Persero). Pedoman tersebut disosialisasikan langsung oleh Direksi dalam sejumlah kegiatan di PT Pertamina (Persero). Karyawan menganggap kegiatan yang langsung dipimpin oleh direktur utama ini membuat yang bersangkutan layak dijadikan figur teladan bagi bawahannya.

Tabel III.2

Nilai Indikator Keteladanan Pimpinan

Peringkat Instansi Keteladanan Pimpinan (0,186) Nilai Total Subindikator Ketersediaan Aturan (0,26) Peran Pimpinan (0,48) Pengawasan & Evaluasi (0,26) 2 PT Pertamina (Persero) 9,56 10,00 9,08 10,00

Nilai keteladanan pimpinan yang baik tersebut pada hakikatnya masih bisa ditingkatkan kualitasnya. Dalam upaya pencegahan korupsi, kegiatan keteladanan dapat diterapkan melalui peningkatan peran pimpinan dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan pencegahan korupsi sebagai bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Supaya kegiatan pengawasan tersebut efektif, sebaiknya dilakukan evaluasi secara berkala. Keteladanan juga dapat ditunjukkan melalui konsistensi sikap pimpinan dalam menangani setiap permasalahan dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Kondisi ini akan menumbuhkan kepercayaan karyawan kepada pimpinan serta menumbuhkan komitmen dari seluruh karyawan sehingga akan meningkatkan produktivitas perusahaan.

(15)

3.2.2 Pedoman Etika dan Perilaku(Code of Ethics and Code of Conduct)

Dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi diperlukan aturan pedoman etika dan perilaku (code of ethics and code of conduct). Pedoman ini dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah3:

1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.

2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.

3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.

Oleh karena itulah Pedoman etika dan perilaku menjadi salah satu indikator penilaian SPAK 2011. Indikator pedoman etika dan perilaku merupakan salah satu indikator dengan bobot tinggi, yaitu sebesar 0,139. Penilaian indikator Pedoman Etika dan Perilaku, dilakukan dengan menilai tiga subindikator yaitu: (a) ketersediaan aturan tentang pedoman etika dan perilaku, (b) penerapan aturan etika dan perilaku, serta (c) evaluasi aturan. Dari ketiga subindikator tersebut, penerapan aturan etika dan perilaku merupakan subindikator yang memiliki bobot tertinggi, yaitu 0,420. Berikut disampaikan rincian hasil penilaian indikator pedoman etika dan perilaku pada PT Pertamina (Persero).

Tabel III.3

Nilai Indikator Pedoman Etika dan Perilaku

Peringkat Instansi

Pedoman Etika dan Perilaku (0,139) Nilai Total Subindikator Ketersediaan Aturan (0,39) Penerapan Aturan (0,42) Evaluasi Aturan (0,19)

(16)

Secara keseluruhan, nilai indikator pedoman tentang etika dan perilaku SPAK 2011 PT Pertamina cukup tinggi (9,87). PT Pertamina telah memiliki Pedoman Etika Usaha dan Tata Perilaku (code of conduct) sejak tahun 2006 dan telah diperbaharui pada tahun 2009. Dalam rangka memudahkan Satuan Pengawas Internal (Auditor) dan Unit Kepatuhan (compliance) dalam melakukan deteksi, pencegahan dan penanganan penyimpangan, saat ini PT Pertamina telah memiliki sistem informasi yang diberi nama Compliance Online System yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh karyawan untuk menyampaikan pengaduan penyimpangan, serta melakukan konsultasi tentang pencegahan penyimpangan.

Secara umum personil PT Pertamina telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam penerapan Pedoman Etika dan Perilaku di perusahaannya. Namun demikian, peningkatan kualitas pedoman etika dan perilaku di PT Pertamina masih bisa dilakukan diantaranya dengan:

1. Penyusunan peraturan pedoman perilaku selalu disesuaikan dengan tingkat perkembangan usaha dan potensi terjadinya penyimpangan pada setiap bagian dan tingkat jabatan;

2. Penetapan dasar hukum yang kuat dan mengikat atas Pedoman Etika dan Perilaku yang telah dibuat;

3. Sosialisasi penerapan Pedoman Etika dan Perilaku secara lebih luas sampai ke anak perusahaan dalam rangka memberikan kesamaan sikap dan pandangan terhadap peraturan dan pedoman yang diberlakukan PT Pertamina.

3.2.3. Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)

Benturan/konflik kepentingan adalah keadaan di mana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi Pemegang Saham, Komisaris dan Anggota Direksi beserta seluruh jajaran dibawahnya.4

Oleh karena itulah diperlukan suatu pedoman yang mengatur mengenai penanganan situasi konflik kepentingan, yang bertujuan untuk:

1. Menyediakan kerangka acuan bagi penyelenggara negara untuk mengenal, mengatasi dan menangani konflik kepentingan.

(17)

2. Menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat menangani situasi konflik kepentingan secara transparan dan efisien tanpa mengurangi kinerja.

3. Mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di kalangan penyelenggara negara.

Pada SPAK 2011, bobot penilaian indikator penanganan konflik kepentingan adalah sebesar 0,121. Penilaian indikator penanganan konflik kepentingan, dilakukan terhadap tiga subindikator yaitu: (a) ketersediaan aturan tentang penanganan konflik kepentingan, (b) penerapan aturan penanganan konflik kepentingan, serta (c) evaluasi aturan.

Tabel III.4

Nilai Indikator Penanganan Konflik Kepentingan

Peringkat Instansi

Penanganan Situasi Konflik Kepentingan (0,121) Nilai Total Subindikator Ketersediaan Aturan (0,39) Penerapan Aturan (0,41) Evaluasi Aturan (0,20) 1 PT Pertamina (Persero) 9.72 10.00 9.32 10.00

Tabel III.4 menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) memperoleh penilaian yang cukup tinggi terkait penanganan konflik kepentingan, yaitu sebesar 9,72. Pimpinan dan Karyawan PT Pertamina (Persero) telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam penerapan penanganan konflik kepentingan di perusahaannya. Komitmen ini diperkuat dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Direksi Nomor: Kpts-088/C00000/2009-S0 tentang konflik kepentingan yang berlaku sejak 16 Nopember 2009.

Dalam rangka memudahkan Satuan Pengawas Internal (Auditor) dan Unit Kepatuhan (Compliance) dalam melakukan deteksi, pencegahan dan penanganan situasi konflik kepentingan yang dihadapi oleh seluruh personil PT Pertamina (Persero), saat ini PT Pertamina (Persero) telah menyediakan 2 formulir khusus terkait konflik kepentingan. Formulir pertama adalah pernyataan kesediaan untuk tidak terlibat dalam situasi konflik kepentingan. Sedangkan formulir kedua mengenai pernyataan keterlibatan dalam situasi konflik kepentingan yang dialami oleh staf/pegawai PT Pertamina

(18)

Informasi Terpadu (Compliance Online System) yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh personil PT Pertamina (Persero).

Dalam rangka pencegahan korupsi, peluang peningkatan kualitas penanganan situasi konflik kepentingan di PT Pertamina (Persero) masih dapat terus dilakukan, diantaranya melalui:

1. Peraturan tentang penanganan konflik kepentingan selalu disesuaikan dengan tingkat perkembangan usaha dan potensi terjadinya penyimpangan pada setiap bagian dan tingkat jabatan;

2. Sosialisasi yang lebih intensif kepada seluruh personil PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaan serta perusahaan patungan dalam rangka memberikan keseragaman pemahaman terkait situasi konflik kepentingan dan mekanisme penanganannya;

3. Penerapan pedoman penanganan situasi konflik kepentingan harus diberlakukan dan merupakan bagian dari peraturan perusahaan yang harus dipatuhi oleh seluruh personil perusahaan sampai pada anak perusahaan atau perusahaan patungan.

3.2.4. Pengelolaan Sistem Pengaduan (Whistle Blowing System)

Pengelolaan sistem pengaduan adalah sistem yang mengelola penyampaian laporan dari pihak internal maupun ekternal terhadap suatu aktivitas yang berpotensi menyimpang dari peraturan yang berlaku. Aktivitas dimaksud dapat merupakan perilaku yang melanggar hukum, etika dan pelanggaran lainnya. Sistem ini juga dapat mengoptimalkan peran setiap pimpinan dan karyawan di perusahaan tersebut untuk mengungkap pelanggaran yang terjadi di wilayah kerjanya. KPK melalui SPAK 2011 mendorong seluruh BUMN agar membentuk sistem layanan pengaduan yang transparan dan akuntabel. Layanan pengaduan tersebut diharapkan mampu mengurangi terjadinya penyimpangan terutama yang terkait dengan korupsi.

Pada SPAK 2011, bobot penilaian indikator pengelolaan sistem pengaduan adalah sebesar 0,139. Penilaian Indikator pengelolaan sistem pengaduan terdiri dari 3 sub indikator yaitu: (a) ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan sistem pengaduan; (b) penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.

Hasil penilaian SPAK 2011 untuk Indikator Pengelolaan Sistem Pengaduan pada PT Pertamina (Persero) menunjukkan nilai yang cukup baik (9,85), dan meraih peringkat

(19)

satu dibanding BUMN peserta SPAK 2011 lainnya. Untuk hasil yang lebih rinci dapat dilihat dalam tabel III.5.

Pimpinan PT Pertamina (Persero) telah memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam pengelolaan sistem pengaduan di instansinya. Komitmen ini diperkuat dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Direksi: Kpts-082/C00000/2009-S0 pada tanggal 5 Oktober 2009 tentang Penerimaan dan Pemberian Hadiah/Cinderamata dan Hiburan serta Whistle Blowing System (WBS). Sebelumnya pihak Sekretaris Perseroan berinisiatif untuk menerbitkan Surat Keputusan Sekretaris Perseroan: B-001/N00300/2009-S0 tanggal 16 September 2009 tentang Tata Kerja Organisasi Pengelolaan Whistle Blowing System (WBS).

Tabel III.5

Nilai Indikator Pengelolaan Sistem Pengaduan

Peringkat Instansi

Pengelolaan Sistem Pengaduan (0,139) Nilai Total Subindikator Ketersediaa n Aturan (0,43) Penerapan Aturan (0,39) Evaluasi Aturan (0,18) 1 PT Pertamina (Persero) 9,85 10,00 9,61 10,00

PT Pertamina juga memiliki media WBS yang cukup komprehensif yaitu: a) telepon: +62 (21) 3815909-11; b)website: pertaminaclean.pertamina.com; c) E-mail:

pertaminaclean@tipoffs.com.sg; d)Faksimili: +62 (21) 3815912; e) SMS: +62 811 1750612; serta f) Kotak Surat: Pertamina Clean, PO Box-7077/JkpSA, Jakarta 10350. Pengelolaan WBS PT Pertamina dilakukan oleh lembaga profesional yang dikontrak setiap 2 tahun sekali.

Tingginya komitmen pimpinan PT Pertamina dalam pengelolaan sistem pengaduan (WBS) ini masih tetap bisa ditingkatkan kualitasnya, terutama dalam hal kegiatan sosialisasi yang lebih intensif kepada seluruh personil PT Pertamina dan anak perusahaan serta perusahaan patungan dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih luas terkait Whistle Blowing System (Sistem Pengelolaan Pengaduan). Dengan adanya pemahaman tersebut, diharapkan seluruh pihak yang terkait dengan bisnis PT

(20)

3.2.5. Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (Wealth Disclosure)

Pelaporan harta kekayaan merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas pejabat publik sesuai dengan UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Tingkat Kepatuhan Pimpinan perusahaan BUMN untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sudah cukup baik, namun untuk lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di lingkungan perusahaan, maka melalui studi ini KPK ingin mendorong agar penyampaian LHKPN juga dilakukan oleh seluruh personil di BUMN. Hal ini dilakukan agar rekam jejak harta personil dapat diketahui secara transparan dan akuntabel sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan jabatan di BUMN tersebut.

Pada SPAK 2011 indikator pengelolaan transparansi harta kekayaan terdiri dari: (a) ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan transparansi harta kekayaan; (b) penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.

Tabel III.6

Nilai Indikator Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan

Peringkat Instansi

Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan (0,084) Nilai Total Subindikator Ketersediaan Aturan (0,36) Penerapa n Aturan (0,43) Evaluasi Aturan (0,21) 1 PT Pertamina (Persero) 7.47 8.59 5.29 10.00

Secara keseluruhan, nilai Indikator Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan PT Pertamina cukup, yaitu 7,47. Walaupun nilai tersebut tidak terlalu tinggi, namun bila dibandingkan dengan peserta SPAK lain, nilai PT Pertamina paling baik. Nilai tersebut menunjukkan bahwa PT Pertamina memiliki komitmen yang cukup dalam transparansi harta kekayaan personilnya. Komitmen tersebut dibuktikan melalui Surat Keputusan Direksi Nomor: Kpts-024/C00000/2009-S0 tentang Kewajiban Melaporkan Harta Kekayaan bagi Pejabat di Lingkungan PT. Pertamina. Surat tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti instruksi Menteri BUMN nomor: INS-02/MBU/2007 tanggal 21 September 2007 tentang Penyelenggara Negara Wajib menyampaikan LHKPN di Lingkungan BUMN. Dalam Surat Keputusan tersebut, Direksi PT Pertamina menetapkan pejabat di bawah Direksi yang wajib menyampaikan LHKPN yaitu: 1) Senior Vice President dan setingkatnya; 2) Vice President/General Manager dan setingkat; 3) Direksi anak perusahaan; 4) Manajer dan setingkat yang mengurusi masalah pengadaan/logistik/procurement/perijinan dengan pihak luar PT Pertamina (Persero). Total wajib lapor PT Pertamina ditetapkan sekitar 200 orang.

(21)

Dalam rangka pengelolaan transparansi pelaporan harta kekayaan personil PT Pertamina, masih terbuka peluang peningkatan efektifitas LHKPN sebagai alat untuk menjaga integritas bagi personil PT Pertamina (Persero). Upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan membangun sistem pelaporan harta kekayaan di internal, yang lebih luas dan sesuai kebutuhan PT Pertamina (Persero), termasuk kebutuhan dalam melakukan rekam jejak karyawan/pejabat di PT Pertamina (Persero). Tahapan untuk membangun sistem pelaporan harta kekayaan internal dapat dimulai dengan memperluas personil yang wajib LHPN, menetapkan sendiri formulir laporan harta kekayaan yang harus diisi dan menyediakan media konsultasi pengelolaan transparansi harta kekayaan antara lain dengan menyediakan ruang khusus konsultasi atau menyediakan media lainnya (misalnya : E-mail khusus konsultasi pengelolaan transparansi harta kekayaan, telepon, faksimili, atau lainnya). Selanjutnya upaya penegakan dapat dilakukan melalui pemberian sanksi kepada Personil PT Pertamina (Persero) yang tidak melaporkan harta kekayaannya.

3.2.6. Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian hadiah (Managing Gift)

Pemberian dan penerimaan hadiah dalam kegiatan bisnis perusahaan merupakan kegiatan yang lazim dilakukan. Namun untuk menjaga agar pemberian dan atau penerimaan tersebut tidak menjadi pelanggaran hukum, maka perlu dibuat suatu aturan dan sistem pengelolaan hadiah di BUMN. Tujuan dari pembuatan aturan dan sistem tersebut untuk memberikan arahan dan menjadi acuan bagi seluruh pimpinan dan karyawan BUMN dalam menjalin kerjasama dengan pihak eksternal. Hal ini juga untuk mendukung penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) di BUMN.

Pada SPAK 2011 Indikator pengelolaan transparansi harta kekayaan menyoroti tiga hal, yakni (a) ketersediaan kelengkapan aturan pengelolaan penerimaan dan pemberian hadiah; (b) penerapan aturan; serta (c) evaluasi aturan.

Tabel III.7 menjelaskan bahwa PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN yang memiliki komitmen tinggi dalam upaya pengelolaan penerimaan dan pemberian hadiah, yang ditunjukkan oleh nilai 9,62. Komitmen ini ditunjukkan dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Direksi nomor: Kpts-065/C00000/2007-S0 tentang Ketentuan Pemberian dan Penerimaan Hadiah/Cinderamata dan Hiburan

(22)

Gratifikasi (PPG). Program tersebut telah memproses ratusan laporan penerimaan gratifikasi dari Pimpinan dan Karyawan PT Pertamina (Persero).

Tabel III.7

Nilai Indikator Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah

Peringkat Instansi

Pengelolaan Penerimaan dan Pemberian Hadiah (0,103) Nilai Total Subindikator Ketersediaan Aturan (0,39) Penerapan Aturan (0,45) Evaluasi Aturan (0,16) 1 PT Pertamina (Persero) 9,62 10,00 9,15 10,00

Secara umum PT Pertamina (Persero) telah melakukan upaya yang cukup dalam pengelolaan penerimaan dan pemberian hadiah. Peningkatan kualitas bisa dilakukan melalui peningkatan penegakan peraturan, antara lain dengan cara pemberian sanksi kepada personil PT Pertamina (Persero) yang terlambat menyampaikan laporan penerimaan dan pemberian hadiah.

3.2.7. Penegakan Aturan (Rules Enforcement)

Penegakan aturan merupakan salah satu kunci dalam implementasi penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Adanya penegakan aturan akan menumbuhkan rasa kepercayaan karyawan terhadap pimpinan perusahaan. Kepercayaan karyawan yang tinggi terhadap pimpinan perusahaan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan. Melalui SPAK 2011, KPK berupaya mendorong BUMN untuk menaati peraturan perundangan dan memberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan personil BUMN sesuai dengan ketentuan. Pada SPAK 2011, penegakan aturan merupakan akumulasi dari kegiatan penegakan aturan dari seluruh indikator sebelumnya.

Berdasarkan hasil penilaian SPAK 2011, PT Pertamina (Persero)a telah menunjukkan komitmen dalam penegakan aturan. Daftar rekapitulasi pelanggaran dari tahun 2009 sampai dengan bulan Juli 2011 telah ditindaklanjuti dalam bentuk pemberian sanksi ringan maupun berat kepada 156 personil PT Pertamina (Persero). Bukti lain konsistensi tersebut adalah adanya pelaporan yang disampaikan oleh PT Pertamina (Persero) terkait pelanggaran pidana yang dilakukan personilnya ke pihak kepolisian.

(23)

Tabel III.8

Nilai Indikator Penegakan Aturan

Peringkat Instansi

Penegakan Aturan (0,171)

Subindikator Penegakan Aturan (1)

PT Pertamina (Persero) 10,00

Dalam rangka mempertahankan kualitas penegakan aturan di PT Pertamina (Persero), sebaiknya dilakukan evaluasi berkelanjutan atas jenis-jenis pelanggaran dan mekanisme penegakan aturan yang telah ada dengan menyesuaikan tingkat pertumbuhan perusahaan dan potensi penyimpangan yang mungkin terjadi. Koordinasi dengan aparat penegak hukum seperti KPK maupun Kepolisian perlu dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya pelanggaran aturan yang berindikasi tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lain.

3.3.Penilaian atas Inisitaif Anti Korupsi Lainnya

Penilaian terhadap inisiatif/prakarsa anti korupsi lainnya dilakukan dalam rangka memberi penghargaan kepada BUMN atas inovasi serta implementasi anti korupsi yang telah dilakukan BUMN selain 7 indikator yang telah ditetapkan. Berikut hasil penilaian untuk indikator prakarsa (inovasi) lainnya.

Tabel III.9

Nilai Indikator Prakarsa Lainnya

Peringkat Instansi Nilai Indikator

3 PT Pertamina (Persero) 7,98

PT Pertamina (Persero) melakukan beberapa upaya anti korupsi di luar yang telah dilakukan dalam 8 indikator utama SPAK 2011. Prakarsa atau inisiatif anti korupsi yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) adalah: 1) Menetapkan program Compliance Online System yang dapat dipergunakan untuk berkonsultasi dan atau melaporkan segala jenis permasalahan terkait tata kelola perusahaan yang baik dan anti korupsi. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2010; 2) Menetapkan

(24)

Menetapkan program Fraud Risk Assessment yang merupakan program pendeteksian kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam operasional kegiatan perusahaan. Program ini juga telah dilaksanakan secara berkelanjutan sejak tahun 2010. Inovasi anti korupsi yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dilakukan dalam rangka mengurangi potensi terjadinya penyimpangan oleh pihak internal maupun eksternal. Hasil Penilaian dari Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai dan memberikan penghargaan bagi BUMN yang telah menciptakan inisiatif-inisiatif dalam mengupayakan integritas serta budaya anti korupsi di perusahaannya. SPAK 2011 merupakan kegiatan penilaian prakarsa anti korupsi yang pertama kali dilakukan dengan 4 peserta yang berbasis voluntary. PT Pertamina (Persero) sebaiknya terus menjaga konsistensi atas nilai yang didapat dalam SPAK 2011 dan tetap berusaha mengupayakan peningkatan dalam upaya pencegahan anti korupsi .

(25)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

Berdasarkan hasil survei dan analisis yang telah dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, dapat disimpulkan:

1. Secara umum PT Pertamina (Persero) terutama jajaran Pimpinan telah melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi sesuai dengan indikator yang ditetapkan dalam SPAK.

2. Penerapan aturan tentang penyampaian LHKPN baru dilakukan terbatas pada pejabat tertentu. PT Pertamina (Persero) belum bisa melakukan identifikasi adanya pola penyimpangan penghasilan yang diterima oleh pegawainya secara menyeluruh.

3. PT Pertamina (Persero) telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian untuk menindak personilnya yang melakukan pelanggaran dengan indikasi tindak pidana.

4. PT Pertamina (Persero) telah memberlakukan upaya anti korupsi atas 7 indikator utama SPAK secara resmi melalui Peraturan yang dikeluarkan oleh Jajaran Direksi sampai pada anak perusahaan. Namun tidak bisa dipastikan apakah personil pada anak perusahaan memiliki pemahaman yang seragam dengan personil dari induk perusahaan terhadap peraturan yang ditetapkan tersebut.

4.2. Saran Perbaikan

Berdasarkan simpulan tersebut, maka KPK menyampaikan intisari saran perbaikan agar Pimpinan PT Pertamina (Persero):

1. Melakukan sosialisasi intensif terhadap peraturan antikorupsi yang ditetapkan oleh Direksi sampai pada tingkat anak perusahaan dan perusahaan patungan dalam rangka mendapatkan kesepahaman atas peraturan yang ditetapkan.

2. Meningkatkan kerjasama/koordinasi dengan aparat penegak hukum, terutama KPK dan Kepolisian dalam upaya penegakan aturan yang berindikasi tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lain.

(26)

4. PT Pertamina (Persero) memastikan diselenggarakannya Fraud Risk Assessment yang dilakukan secara berkala paling sedikit 2 tahun sekali. Hasil dari Fraud Risk Assessment tersebut dijadikan dasar untuk menyusun Fraud Control Plan. Pimpinan tertinggi bertanggung jawab penuh memastikan bahwa Fraud Control Plan ini berjalan dengan baik

5. Melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap aturan dan sistem pencegahan korupsi yang telah ada dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan perusahaan dan potensi penyimpangan yang terjadi.

Gambar

Tabel I.1 Perserta SPAK 2011
Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel III.3
+6

Referensi

Dokumen terkait

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar