• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENERAPAN METODE PENUGASAN GURU TAHFIZH AL- QUR AN DALAM PENCAPAIAN TARGET TAHFIZH AL- QUR AN DI KELAS IV SDIT MUTIARA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PENERAPAN METODE PENUGASAN GURU TAHFIZH AL- QUR AN DALAM PENCAPAIAN TARGET TAHFIZH AL- QUR AN DI KELAS IV SDIT MUTIARA ISLAM"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

QUR’AN DALAM PENCAPAIAN TARGET TAHFIZH AL- QUR’AN DI KELAS IV SDIT MUTIARA ISLAM Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)

Disusun Oleh:

LULU EKA MEILINDA NIM. 18.01.01.0075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

NIDA EL-ADABI BOGOR 2022

(2)

i HALAMAN JUDUL

PENERAPAN METODE PENUGASAN GURU TAHFIZH AL- QUR’AN DALAM PENCAPAIAN TARGET TAHFIZH AL-

QUR’AN DI KELAS IV SDIT MUTIARA ISLAM

Disusun Oleh:

LULU EKA MEILINDA NIM. 18.01.01.0075 Pendidikan Agama Islam

DOSEN PEMBIMBING:

Akhmad Kharis Kurniawan, S.IP., M.Pd

Ahmad Lazuardi A., S.Pd., ST

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI Proposal skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Lulu Eka Meilinda

NIM :18.01.01.0075

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul Penelitian : Penerapan Metode Penugasan Guru Tahfizh Al- Qur’an dalam Pencapaian Target Tahfizh Al-Qur’an di Kelas IV SDIT Mutiara Islam

Tempat Penelitian : SDIT MUTIARA ISLAM berlokasi di

Perum. Pondok Cileungsi Permai, Jl. Narogong Raya, RT. 02/RW.15, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

16820

Proposal skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing STAI NIDA EL ADABI

Bogor, ……….2022 Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Akhmad Kharis Kurniawan, S.IP., M.Pd Ahmad Lazuardi A., S.Pd., ST

(4)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II ... 10

A. Penerapan Metode Penugasan Guru Tahfizh Al-Qur’an ... 10

B. Pencapaian Target Tahfizh Al-Qur’an ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 28

BAB III ... 26

A. Tujuan Penelitian ... 26

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

C. Latar Penelitian ... 28

D. Metode Penelitian Kualitatif... 28

(5)

iv

E. Fokus Penelitian ... 29

F. Pertanyaan Peneliti ... 29

G. Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ... 30

H. Analisis Data ... 33

I. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data (triangulasi data) yang Dilakukan ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kendala bagi para penghafal Al-Qur’an adalah menghafalnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Kompleksitas di dalamnya melibatkan akurasi membaca dan pengucapan tidak dapat diabaikan. Karena, kesalahan sekecil apa pun adalah dosa. Jika ini diperbolehkan dan tidak dilindungi secara ketat maka kemurnian Al-Qur'an tidak terjaga dalam setiap aspek.

Sangat jelas, bahwa menghafal Al-Qur'an bukanlah tugas yang mudah, simpel, dan bisa dilakukan oleh kebanyakan orang tanpa mengeluarkan biaya dan waktu khusus, kesungguhan mengerahkan kemampuan dan keseriusan, tidak ada yang bisa melakukannya selain orang-orang yang berkemauan kuat. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa menghafal Al-Qur'an itu sulit dan melelahkan.

Karena, banyak masalah yang penghafal Al-Qur’an hadapi untuk mencapai ketinggian derajat di hadapan Allah. Seperti kesulitan dalam pengembangan minat, desain lingkungan, pembagian waktu dalam metode menghafal itu sendiri. Tetapi Allah juga menjanjikan kemudahan bagi hamba-hambanya yang bersungguh-sungguh untuk menghafal Al-Qur’an, Allah akan membantu dengan mudah untuknya proses menghafal Al Quran.

Banyak penghafal Al-Qur'an mengeluh tentang ini, pada awalnya, hafalan itu baik dan lancar. Tetapi, pada titik tertentu hafalan itu menghilang dari ingatannya. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengulangan atas hafalan yang sudah dimiliki atau biasa

(7)

disebut dengan istilah muroja’ah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan hafalan Al-Qur'an, kita perlu memiliki cara-cara yang tepat agar hafalan Al-Qur'an terus meningkat dan terpelihara. Hal ini juga sejalan dengan adanya bimbingan guru tahfizh Al-Qur’an, karena tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menghafal, sosok seorang guru sangat diperlukan dalam pembelajaran untuk memperbaiki dan meluruskan bacaan, baik dari sisi makhrorijul huruf serta panjang pendek bacaan atau yang lebih dikenal dengan ilmu tajwid. Tidaklah mudah bagi seorang guru dalam membimbing hafalan, guru harus menyiapkan cara-cara dan metode tersendiri dalam membimbing peserta didik mencapai target hafalan yang telah ditentukan. Hal tersebut menjadikan metode pembelajaran menjadi hal yang penting dalam sistem pengajaran. Cara-cara pembelajaran berhubungan dengan materi yang disiapkan dan bagaimana bentuk evaluasi yang sesuai digunakan untuk mendapat umpan balik pembelajaran.

Melihat praktiknya, pelajaran tahfizh Al-Qur’an di sekolah dasar bukanlah merupakan suatu program yang wajib dilaksanakan pada sekolah dasar umumnya, karena banyak juga sekolah yang tidak menerapkan program tersebut. Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan penulis, sekolah SDIT Mutiara Islam merupakan salah satu sekolah islam terpadu yang melaksanakan program tahfizh Al-Qur’an dengan menetapkan target hafalan yang tertinggi di wiliyah Kecamatan Cileungsi. Dalam masa belajar sekolah dasar yaitu 6 tahun, sekolah ini menetapkan target sebanyak 3 juz yang dimulai dari juz 30, 29 dan 28. Penulis melakukan observasi awal selama pembelajaran tahfizh atau yang disebut juga halaqah selama jam tahfizh di kelas akhwat SDIT Mutiara Islam.

(8)

3

Penulis mendapati data ketercapaian target tahfizh Al- Qur’an di kelas akhwat pada Penilaian Tengah Semester (PTS) Ganjil tahun pelajaran 2021/2022 bahwa kelas IV di SDIT Mutiara Islam memiliki persentase terendah dari pada kelas-kelas lainnya.

Dengan keterangan sebanyak 39% dari 100% peserta didik tidak mencapai target atau 11 orang dari 28 orang. Di kelas IV SDIT Mutiara Islam target tahfizh Al-Qur’an yang ditetapkan sekolah adalah surah Al Mujadalah, Al Haysr, Al Mumtahanah dan Ash shof, yang keseluruhan surah tersebut terdapat di juz 28. Pada Penilaian Tengah Semester (PTS) Ganjil ini, surah yang harus dicapai adalah surah Al-Hasyr.

Dalam menghafal Al-Qur’an target pencapaian dinilai sangat penting. Karena, hal tersebut bisa dijadikan motivasi untuk peserta didik mengeluarkan potensi terbaiknya dalam menghafal Al- Qur’an. Selain itu, target pencapaian juga bisa dilihat sebagai tolak ukur kemampuan peserta didik dari waktu ke waktu. Di SDIT Mutiara Islam sendiri, awal mulanya berdiri hanya menetapkan target tahfizh Al-Qur’an sebanyak 2 juz, kemudian ditingkatkan pada tahun 2017 menjadi 3 juz, hal tersebut dilakukan setelah menimbang rata-rata peserta didik ternyata bisa melebihi target yang sebanyak 2 juz. Akan tetapi, masalah muncul ketika target pencapaian ditingkatkan menjadi 3 juz dan ditemukan beberapa peserta didik yang tidak mampu mencapai target tersebut.

Selain itu, penulis juga mengamati proses pembelajaran halaqoh atau kelompok tahfizh Al-Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara Islam yang terdiri dari 3 halaqoh dengan peserta didik terdiri dari 8 sampai 10 orang. Penulis menemukan beberapa peserta didik yang

(9)

kurang serius dalam menyiapkan hafalan Al-Qur’annya. Sebelum menyetorkan hafalan, peserta didik memiliki waktu yang cukup lama. Yaitu, ketika guru sedang menerima setoran hafalan Al- Qur’an peserta didik yang lain, yang seharusnya pada waktu tersebut sangat bisa dimanfaatkan dengan baik oleh peserta didik seperti membaca berulang-ulang hafalan yang akan disetorkannya, atau saling menyimak hafalan dengan peserta didik lainnya. Namun, dalam hal tersebut, peserta didik melakukan sebaliknya, mengisi kekosongan waktu tersebut dengan mengobrol dan bercanda bersama peserta didik lainnya. Beberapa peserta didik yang lain juga terlihat tidak bersemangat. Peserta didik seperti mengantuk, tidak membaca Al-Qur’an tetapi melamun, bahkan bersandar pada dinding dengan gestur tubuh yang lemas dan tidak tegap.

Dalam halaqoh tahfizh Al-Qur’an kelas IV SDIT Mutiara Islam, guru tahfizh sudah menentukan urutan setoran peserta didik dari urutan pertama hingga terakhir. Akan tetapi, hal tersebut beberapa kali tidak dilakasanakan oleh peserta didik. Yang demikian itu karena, peserta didik merasa belum siap untuk menyetorkan hafalannya, sehingga peserta didik mundur dari urutan yang sudah ditentukan dan digantikan oleh peserta didik yang lain atau peserta didik bahkan belum menyiapkan setoran hafalannya sedari rumah dan baru mulai menghafal di sekolah pada jam tahfizh Al-Qur’an. Hal tersebut menyebabkan tidak efektifnya waktu pembelajaran yang ada di halaqoh tahfizh dan mengganggu jam-jam belajar atau kegiatan sekolah yang selanjutnya, seperti waktu sholat dan istirahat.

(10)

5

Sekolah SDIT Mutiara Islam sendiri memiliki peraturan bagi pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, bahwa setoran hafalan minimal peserta didik adalah 6 baris Al-Qur’an bagi peserta didik yang berada di halaqoh kelompok A yaitu dengan hafalan tertinggi, dan 4 baris Al-Qur’an bagi peserta didik yang berada di halaqoh atau kelompok rendah, yaitu bagi para peserta didik yang hafalannya tidak mencapai target yang telah ditentukan oleh sekolah. Sekolah menetapkan peraturan tersebut adalah untuk membantu peserta didiknya dalam mencapai target yang telah ditentukan sekolah.

Namun, beberapa peserta didik tidak bisa melaksanakan peraturan yang sekolah tetapkan. Sehingga, hal tersebut berdampak langsung kepada ketercapaian target tahfizh Al-Qur’an peserta didik.

Beberapa faktor yang menyebabkan peserta didik tidak bisa menyetorkan hafalan 6 atau 4 baris Al-Qur’an adalah kemampuam atau kecerdasan yang dimiliki setiap peserta didik sangat berbeda.

Bagi beberapa peserta didik yang cepat tangkap, menghafal menjadi hal yang mudah. Karena, hanya beberapa kali membaca ayat Al- Qur’an mereka sudah langsung mengingatnya dan bagi beberapa peserta didik lainnya, menghafal merupakan kegiatan yang sangat sulit. Menghafal menjadi sangat sulit bagi peserta didik apabila, peserta didik belum lancar dalam membaca Al-Qur’an, belum mengetahui hukum-hukum tajwid yang ada, seperti hukum nun sukun, yang kebanyakan peserta didik masih tertukar dalam membaca nun sukun yang dibaca dengung, jelas atau samar.

Sehingga, hafalan yang disetorkan peserta didik terdapat banyak kesalahan dan menjadi catatan yang diberikan guru tahfizh kepada peserta didik, pun nilai hafalannya menjadi ulang. Artinya, harus

(11)

disetorkan lagi pada keesokan harinya. Catatan yang diberikan guru tahfizh tersebut terkadang kurang diperhatikan oleh peserta didik.

Ketika keesokan harinya peserta didik menyetorkan kembali hafalannya yang sebelumnya ulang, catatan kesalahannya masih sama. Sehingga, perkembangan hafalan peserta didik akan menjadi lamban karena nilai hafalannya yang beberapa kali ulang.

Selain faktor dari peserta didik, lingkungan dan keluarga juga menjadi penyebab ketidaktercapaiannya peserta didik terhadap target tahfizh Al-Qur’an yang ada. Kurangnya peran, pengawasan dan perhatian keluarga dan lingkungan khususnya orang tua, sangat berpengaruh bagi peserta didik. Para peserta didik yang mencapai target, mereka menyiapkan dan menghafalkan setorannya sedari rumah yang dibantu oleh orang tua. Atau kemungkinan bagi orang tua yang tidak mampu mengawasi anaknya dalam menghafal Al- Qur’an tetapi masih memperhatikan anaknya, orang tua tersebut memfasilitasinya dengan mendatangkan guru tahfizh ke rumah mereka, memasukkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga yang fokus menghafal Al-Qur’an atau membuat peraturan jadwal menghafal sendiri di rumahnya lengkap dengan jam yang sudah ditentukan dan hal kreatif lainnya yang bisa dilakukan. Kurangnya peran orang tua tersebut berdampak kepada motivasi anaknya, dalam hal ini yaitu peserta didik. Motivasi peserta didik menjadi rendah karena tidak diberikan stimulus atau rangsangan dari orang- orang terdekat supaya peserta didik semangat dalam menambah hafalan Al-Qur’annya.

Dari masalah-masalah yang telah dijelaskan oleh penulis di atas, yang penulis temui di halaqoh tahfizh kelas IV. Penulis merasa

(12)

7

harus adanya metode khusus untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan hafalannya, bahkan mampu mencapai target yang telah ditentukan oleh sekolah. Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penugasan yang diberikan oleh guru tahfizh kepada para peserta didik, khususnya di kelas IV SDIT Mutiara Islam, untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pencapaian target tahfizh kelas IV.

B. Identifikasi Masalah

1. Kurangnya kedisiplinan peserta didik dalam menyiapkan setoran hafalan Al-Qur’annya

2. Kurangnya keseriusan peserta didik dalam menyiapkan setoran hafalan Al-Qurannya

3. Kurangnya motivasi peserta didik yang tidak mencapai target hafalan Al-Qur’an yang sudah ditentukan oleh sekolah

4. Kurangnya rasa tanggung jawab peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran tahfizh Al-Qur’an

5. Kurangnya peran orang tua di rumah untuk membimbing peserta didik yang tidak mencapai target tahfizh Al-Qur’an

6. Tidak sesuainya urutan setoran tahfizh Al-qur’an peserta didik yang sudah ditentukan oleh guru tahfizh

7. Kemampuan peserta didik yang beragam sehingga menyebabkan adanya peserta didik yang tidak mencapai target tahfizh Al-Qur’an

8. Kurangnya peserta didik dalam memanfaatkan waktu persiapan yang disediakan sebelum menyetorkan hafalannya

9. Kurangnya kelancaran bacaan Al-Qur’an peserta didik yang sesuai dengan kaidah tajwid

(13)

10. Kurangnya perhatian orang tua dan peserta didik terhadap catatan tahfizh Al-Qur’an yang diberikan oleh guru tahfizh 11. Kurang maksimalnya penerapan metode penugasan oleh guru

tahfizh

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibataskan hanya pada pembahasan tentang metode penugasan guru tahfizh dalam pencapaian target tahfizh Al-Qur’an kelas IV SDIT Mutiara Islam.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan metode penugasan guru tahfizh Al- Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara islam?

2. Bagaimana pencapaian target tahfizh Al-Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara islam?

3. Bagaimana penerapan metode penugasan harian guru tahfizh dalam pencapaian target tahfizh Al-Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara islam?

E. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dari berbagai aspek:

a. Manfaat teoritis

1) Mendapatkan wawasan berupa ilmu pengetahuan tentang upaya guru tahfizh dengan metode penugasan harian dalam mencapai target tahfizh Al-Qur’an peserta didik

(14)

9

2) Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengajaran tahfizh Al-Qur’an oleh penelitian selanjutnya b. Manfaat praktis

1) Bagi penulis sebagai pengalaman berharga dan menambah wawasan pengetahuan

2) Sebagai bahan evaluasi bagi pihak sekolah untuk pembelajaran ke depannya dalam mengembangkan kegaitan keagamaan yang ada di sekolah serta sebagai pijakan bagi sekolah dalam langkah-langkah yang akan dijalankan oleh sekolah di masa yang akan datang

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan untuk mempermudah penulisan, agar penulisan penelitian ini dapat terarah dan tersusun dengan benar, baik, rapi, sistematis dan konsisten. Sehingga tidak keluar dari permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Maka sistematis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan: dalam bab ini penulis memaparkan tentang latar belakang masalah mengapa penulis mengambil judul tersebut, identifikasi masalah berisi masalah-masalah yang ditemukan penulis, pembatasan masalah dari masalah-masalah yang penulis temui, perumusan masalah tentang pertanyaan dari identifikasi masalah, manfaat penelitian dari segi teoritis dan praktis dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka: dalam bab ini penulis mendeskripsikan teori-teori yang diambil penulis. berisi juga kerangka teori dari penelitian ini. Kerangka teori adalah kerangka

(15)

kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dalam melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Bab III Metode Penelitian: berisi tentang Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang telah diperoleh. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian agar dapat dipahami.

Bab IV Temuan-Temuan Penelitian: adalah bab yang menjadi inti penelitian. Karena, berisi hasil temuan-temuan penelitian yang didapatkan penulis selama proses penelitian. Selain itu, berisi pembahasan berdasarkan data yang telah dianalisis dengan menggunakan metode yang penulis pilih di bab sebelumnya.

BAB V Kesimpulan, implikasi dan saran: bab ini adalah bab penutup yang ada di dalam skripsi. Berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang sudah peneliti lakukan dan saran yang bisa berupa komentar, sanggahan atau masukan bagi instansi yang menjadi tempat penelitian peneliti. Kesimpulan dan saran tersebut diambil berdasarkan pada pertanyaan penelitian yang telah dituliskan di bab 1 dan berdasarkan juga pada hasil temuan-temuan penelitian di bab 4.

(16)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penerapan Metode Penugasan Guru Tahfizh Al-Qur’an 1. Pengertian Penerapan Metode Penugasan Guru Tahfizh Al-

Qur’an

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan.

Sedangkan penugasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan menugasi atau menugaskan;

pemberian tugas (kepada). Memiliki metode dalam menghafal Al-Qur’an sangat penting. Karena, dapat menunjukkan kesungguhan seseorang dalam menghafal dan membuat hafalannya lebih kuat, tetap melekat dalam jangka waktu yang Panjang serta dapat mengeluarkan potensi terbaik yang seseorang miliki. Setelah seseorang memiliki metode dalam menghafal Al-Qur’an tidak lantas membuatnya ingin cepat hafal, akan tetapi tetap dibutuhkan kesabaran dan sifat yang optimis tidak pantang menyerah dalam menghafal Al-Qur’an.

Karena, tidak semua orang cocok dengan metode tertentu sehingga harus menemukan metode yang paling sesuai dengan kondisi dirinya.

Dalam menghafal Al-Qur’an Al-Karim terdapat macam- macam metode yang diterapkan di berbagai lembaga maupun sekolah yang ada di Indonesia, di antaranya adalah:

(17)

a. Metode Askar Kauny

Metode menghafal Al-Qur’an ini memiliki slogan yang terkenal yaitu, menghafal Al-Qur’an semudah tersenyum, disebut demikian karena menghafal dengan metode askar kauny dinilai mudah dan menyenangkan. Metode ini menggabungkan antara bacaan Al-Qur’an dengan gerakan tangan. Gerakan tangan dilakukan untuk menghafal arti Al-Qur’an.

Sehingga, dengan metode ini seseorang dapat langsung menghafal ayat Al-Qur’an beserta artinya.

Metode ini dipeloppoti oleh ustadz Bobby Herwibowo pendiri Yayasan Askar Kauny.

b. Metode Scanning

Metode ini berbeda dengan metode lainnya. Metode ini sangat memerlukan fungsi indra mata, karena tidak menghafal dengan membaca atau mengucapkan ayat Al-Qur’an, akan tetapi cukup melihatnya dengan mata dan sangat memerlukan fokus yang tinggi. Di Indonesia sendiri metode ini dikembangkan oleh Syaikh Ali Jaber.

c. Metode Sima’i

Secara Bahasa sima’i berarti mendengar. Metode ini sangat cocok untuk orang-orang yang memiliki kemampuan menghafal yang ekstra, selain itu sangat cocok juga untuk anak-anak, dan untuk tuna Netra.

Karena metode ini dilakukan dengan penghafal Al- Qur’an yang mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an

(18)

12

yang dibacakan oleh seorang guru maupun orang lain, baik secara langsung ataupun melalui rekaman.

d. Metode Sorogan

Metode ini dilakukan dengan bertatap muka, bisa dilakukan dengan perorangan atau bersama-sama oleh guru dan peserta didik. Langkah-langkahnya adalah seorang guru membacakan ayat Al-Qur’an yang akan dihafalkan dengan berulang-ulang dan kemudian peserta didik mengulangi bacaannya, minimal 3 kali dan maksimal 7 kali. Setelah itu Al- Qur’an ditutup, dan ayat yang sudah dihafalkan dibaca kembali oleh guru terlebih dahulu kemudian diikuti oleh peserta didik.

e. Metode membagi-bagi hafalan

Untuk mempermudah membaca Al-Qur’an, menghafalnya bisa dibagi-bagi menjadi ayat per ayat, baris per baris, bahkan halaman per halaman.

Caranya adalah seseorang yang akan menghafalkan Al-Qur’an membaginya dengan bagian tertentu sesuai kemampuannya dan memaksimalkan bagian tersebut. Dan jangan sampai seseorang meenghafal Al-Qur’an sampai membebani dirinya sendiri sehingga membuatnya bosan dan jenuh.

f. Metode Penugasan

Metode ini banyak dilakukan di sekolah-sekolah terutama yang memiliki jam pelajaran tahfizh yang sedikit dengan bobot pelajaran yang banyak.

(19)

Langkah-langkahnya adalah guru memberikan tugas kepada peserta didik seberapa banyak ayat yang harus dihafalkan dan disetorkan untuk keesokkan harinya.

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis melakukan penelitian terhadap peserta didik kelas IV di SDIT Mutiara Islam dengan menerapkan metode penugasan dalam menghafal Al- Qur’annya. Hal tersebut karena dinilai bermanfaat untuk melatih dan membiasakan peserta didik menyelesaikan masalah dengan kemampuan sendiri dan secara mandiri. Selain itu, metode ini dapat mengarahkan peserta didik untuk melakukan interaksi belajar sebanyak mungkin di luar jam pelajaran tahfizh Al- Qur’an. Dan metode ini sangat cocok diterapkan untuk bobot bahan pelajaran yang banyak dalam hal ini bisa disamakan dengan banyaknya target hafalan Al-Qur’an yang harus dicapai oleh perserta didik akan tetapi dengan waktu yang minim.

Menurut Sagala (2013:219) metode penugasan atau resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggung jawabkannya.

Sebagaimana yang dikemukakan juga oleh Sulaiman (2017:173) Pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pembelajaran yang harus dilakukan peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Menurut Muhammad Taqwim Teknik pemberian tugas atau resitasi memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil

(20)

14

belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan- latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi (Roestiyah, 2008:132).

Dalam pelaksanaannya metode pemberian tugas ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya (Sulaiman, 2017:173):

a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri dan dapat diingat lebih lama.

b. Peserta didik berkesempatan untuk memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri.

Di sisi lain metode pemberian tugas ini juga memiliki kelemahan sebagai berikut (Sulaiman, 2017:173):

a. Sering kali peserta didik melakukan penipuan di mana peserta didiknya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau berusaha mengerjakan sendiri.

b. Terkadang tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan.

c. Sukar memberi tugas yang memenuhi perbedaan individual

Selain itu, Guru tahfizh memiliki dua kata kunci, yaitu guru dan tahfizh. Guru juga biasa disebut dengan pendidik yaitu

“orang yang digurui dan ditiru”. Menurut Hadari Nawawi guru adalah orang-orang yang bekerja sebagai pengajar atau

(21)

memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas(Ramayulis, 2014:105). Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang Pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk dan membimbing anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing, baik kedewasaan jasmani maupun rohani.

Sedangkan tahfizh berasal dari bahasa arab – ُظِّ فَحُي – َظَّفَح اًظْيِّفْحَتyang memiliki arti menghafal, menurut kamus besar Bahasa Indonesia menghafal adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat. Menurut Chuzaimah (2018: 75) Al-Qur’an adalah kitab yang menjadi bacaan, kitab yang menghimpun berbagai hal, kitab yang mengandung berbagai kebaikan dan kitab yang menguatkan kebenaran. Tahfizh Al- Qur’an berarti proses menghafal Al-Qur`an baik dengan membaca atau mendengarkannya berulang-ulang sampai hafal sehingga setiap ayat dapat dibaca tanpa melihat mushaf.

Sebagai seorang guru, profesi ini tidak bisa disamakan dengan profesi lainnya apapun dalam hal keutamaan dan kedudukan, dan profesi sebagai seorang pengajar semakin mulia dan semakin bermanfaat materi ilmu yang diajarkan, semakin tinggi pula kemuliaan dan derajat pemiliknya. Dan ilmu yang paling mulia secara mutlak adalah ilmu syari’at atau ilmu agama, baru kemudian ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, masing-masing sesuai tingkatannya. Seorang pengajar apabila dia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata serta meniatkan pembelajarannya untuk memberikan manfaat bagi manusia,

(22)

16

mengajarkan mereka hal yang baik dan mengangkat kejahilan dari mereka, maka hal tersebut akan menjadi nilai plus kebaikannya serta sebab tambahan pahalanya.

Tugas seorang pengajar tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada para peserta didiknya saja, bahkan ia merupakan tugas berat dan sulit. Tugas tersebut menuntut dari seorang pengajar sifat sabar, Amanah, ketulusan dan mengayomi. Bagi seorang muslim, segala contoh perbuatan dan pribadi yang baik ada di dalam diri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, termasuk juga menjadi pengajar atau seorang guru. Karena beliau adalah guru pertama yang mengajar dan mendidik para sahabat beliau sehingga menjadi anak-anak didik terbaik. Dan seringkali kita mendengar bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah generasi terbaik di antara para manusia seluruhnya, (Fu’ad, 2018: 2)

2. Keutamaan dan Kedudukan Guru

Di sekelompok masyarakat tertentu ada yang menganggap profesi pengajar atau jabatan sebagai guru ini adalah jabatan yang rendah jika dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, pengusaha, pengacara dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena pandangan Sebagian masyarakat bersifat materialistic yang mempertaruhkan harta benda. Tapi, jika kita melihatnya secara lebih mendalam bahwa pepkerjaan sebagai guru atau pengajar adalah suatu pekerjaan yang luhur dan mulia,

(23)

baik ditinjau dari masyarakat, negara bahkan dari sudut pandang keagamaan.

Dalam ajaran islam pengajar atau guru sangatlah dihormati kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun RasulNya. Allah berfirman, “Allah meningkatkan derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al mujadalah:11).

Selain itu hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga menjelaskan, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR.

Bukhori)

Serta sabda beliau yang lain, “Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk pada orang yang berada di kegelapan malam di daratan maupun di lautan. Jika bintang tidak muncul, manusia tidak mendapatkan petunjuk.” Dalam musnad Al Imam Ahmad dari Anas.

Firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang memiliki ilmu pengetahuan (pengajar). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam semesta, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Dengan kemampuan yang

(24)

18

ada pada manusia terlahirlah teori-teori yang sangat bermanfaat bagi kehidupan di dunia.

Al Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan seperti pernyataannya, “seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan matahari yang menerangi alam semesta sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum. Seseorang yang menyibukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memiliki pekerjaan yang terhormat. Oleh karen itu, hendaklah seseorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pengajar dan pendidik (Ramayulis, 2018:107).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah sosok pendidik yang sangat baik untuk ditiru karena beliau adalah seorang pendidik yang agung dan memiliki metode Pendidikan yang unik. Beliau sangat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhannya, karakteristik dan kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak. Jenis bakat dan kesiapan mereka merupakan pertimbangan beliau dalam mendidik.

Berdasarkan hal tersebut maka sesudah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam wafat, yang menjadi pendidik adalah yang berperan dibidang keagamaan, seperti tokoh-tokoh agama disebut juga ulama. Mereka adalah orang-orang yang

(25)

penting dan mempunyai pengaruh pada saat itu. Mereka seolah- olah memegang kunci keselamatan rohani dalam masyarakat.

Pendidikan islam sarat dengan konsepsi ketuhanan yang memiliki berbagai keutamaan. Abd. Al Rahman Al Nawawi menggambarkan orang yang berilmu diberi kekuasaan menundukkaan alam semesta demi kemaslahatan manusia. Oleh karena itu, dalam kehidupan sosial masyarakat, para pendidik dipandang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Dan itu pulalah sebabnya Al Ghazali meletakkan posisi pendidik pada posisi yang penting, dengan keyakinan bahwa pendidik yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Keutamaan pendidik dan tingginya kedudukan pendidik dalam islam merupakan realisasi ajaran islam itu sendiri; islam memuliakan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, maka sudah pasti agama islam memuliakan seorang pendidik.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Besarnya keutamaan dan tingginya kedudukan yang didapat oleh seorang pendidik itu disebabkan karena tugas mulia yang diembannya. Tugas-tugas seorang pendidik di antaranya adalah (Ramayulis, 2018: 110):

a. Tugas secara umum

(26)

20

Sebagai ‘warasat al anbiya’, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat lil ‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala, guna memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif beramal shalih dan bermoral tinggi.

Selain itu, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sejalan dengan ini Abd. Al Rahman Al Nawawi menyebutkan tugas pendidik sebagai berikut: pertama, fungsi penyucian, yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran, yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.

b. Tugas secara khusus

1) Sebagai pengajar (intruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun dan memberikan penilaian setelah program itu dilaksanakan,

(27)

2) Sebagai pendidik (edukator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian islam, seiring dengan tujuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia.

3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.

Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.

Berkaitan dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd. Al Rahman Al Nawawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melaksanakan syari’at Nya, mendidik diri supaya beramal shalih dan mendidik masyarakat untuk saling menasihati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasihati agar tabah dalam menghadapi kesulitan beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu.

Pendidik akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana sabda Rasul, “masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah

(28)

22

pengembala terhadap anggota keluarganya dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya.” (H.R. Bukhori dan Muslim)

Kata “ra’in” dalam hadits di atas adalah berarti bahwa setiap orang dewasa dibebani kewajiban dan diberikan kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta dituntut untuk berlaku adil dalam urusan itu. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang memiliki beban tanggung jawab bagi orang lain, seperti istri dan anak bagi suami atau ayah. Sedangkan kata “al amir” berarti bagi setiap orang yang memegang kendali pemerintah, mencakup kepala negara dan aparatnya, tanggung jawab dalam islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggung jawabkan di hari akhirat dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya dapat dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.

Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab Pendidikan islam, yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab Pendidikan anaknya secara sempurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang maju.

Orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anak

(29)

mereka, maka dari itu tugas dan tanggung jawab Pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain yaitu orang lain baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah atau madrasah sekaligus berarti melimpahkan Sebagian tanggung jawab Pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, karena tidak semua orang yang dapat menjadi guru sekaligus menjadi pendidik.

Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai keterbatasan sebagaimana orang tua mempunyai keterbatasan.

Jadi, metode penugasan guru tahfizh Al-Qur’an adalah sebuah pola yang dibuat untuk mendapatkan hasil dengan cara memberikan tugas tertentu kepada peserta didik secara harian oleh guru tahfizh yang harus dipertanggung jawabakan oleh peserta didik dengan cara menyetorkan tugas hafalannya.

B. Pencapaian Target Tahfizh Al-Qur’an

1. Pengertian Pencapaian Target Tahfizh Al-Qur’an

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pencapaian adalah proses, cara, perbuatan mencapai. Sedangkan target adalah sasaran (batas ketentuan dan sebagainya) yang telah ditetapkan untuk dicapai. Sehingga didapatkan pencapaian

(30)

24

target adalah hasil dari proses yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan orientasi atau sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya, (Sella, 2017: 17)

Pencapaian target tahfizh Al-Qur’an berarti hasil proses yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan orientasi atau sasaran hafalan Al-Qur’an yang sudah ditentukan sebelumnya.

Dalam pelaksanaan sesuatu yang terencana tentunya ada sasaran atau target yang hendak dicapai, begitu pula halnya dengan pembelajaran dan pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar mencakup tujuan yang berorientasi pada perubahan pribadi siswa baik dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) maupun psikomotorik (keterampilan). Ketiga aspek inilah dalam kegiatan belajar mengajar diarahkan. Apabila ketiga aspek tersebut tercapai dalam pelaksanaan belajar mengajar maka akan tercapailah pembelajaran sepenuhnya (Hasniwati, 2010: 34).

Tujuan diadakannya target pencapian ini adalah untuk mengetahui keahlian, motivasi, minat dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, untuk mengetahui kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar target yang ditentukan sekolah, untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, untuk menyeleksi yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan pencapaian hafalannya ke dalam kelompok-kelompok yang sudah ditentukan sekolah.

(31)

Sedangkan, fungsi pencapaian target pada pembelajaran tahfizh Al-Qur’an meliputi fungsi formatif, sumatif, diagnostik, penempatan. Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik. Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada berbagai pihak. Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, di mana hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

Motivasi belajar harus dimiliki para peserta didik untuk membantu mencapai target yang telah ditetapkan, dalam sya’ir yang disebutkan oleh Imam al-Juwaini, guru Imam Al-Ghazali dikatakan bahwa, “Ingatlah bahwa engkau tidak akan berhasil memperoleh ilmu, kecuali dengan enam (prasyarat) yang seluruhnya akan saya jelaskan kepadamu dengan gambling: 1.

Kecerdasan (bakat); 2. Antusias (minat); 3. Sabar (etos); 4.

Biaya (sarana-prasarana); 5. Bimbingan guru; 6. Waktu yang lama.

(32)

26

Pencapaian target pembelajaran tahfizh Al-Qur’an bisa saja tidak tercapai, hal ini bisa disebabkan dari berbagai masalah belajar seperti (Rina, 2019: 165), yang bersumber dari peserta didik itu sendiri meliputi, tingkat kecerdasan yang berbeda- beda, khususnya untuk yang kecerdasannya rendah sehingga sulit untuk menghafalnya dan peserta didik yang tidak menguasai cara-cara belajar yang baik. Selain itu, masalah belajar bisa juga berasal dari lingkungan keluarga seperti (Rina, 2019: 167), kemampuan ekonomi orangtua kurang memadai sehingga orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya dengan baik dan kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua.

2. Faktor Pencapaian Pembelajaran

Secara umum, Syah mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian pembelajaran menjadi 3 bagian (Sella, 2017: 18):

1) Faktor internal

Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik atau mental:

a) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan fisik. Kondisi fisik yang baik akan bermanfaat dan memberikan hasil belajar yang baik, dan sebaliknya jika kondisi fisik buruk maka hasil belajar mereka juga buruk

b) Faktor psikologis

(33)

Faktor psikologis terdiri dari beberapa hal berikut: 1) Kecerdasan, kecerdasan berhubungan dengan Intelligence Quotient (IQ) setiap orang.

b) Fokus, fokus yang baik akan menghasilkan pemahaman yang baik pula. c) Minat, minat dapat berupa keinginan dan kecenderungan yang tinggi menuju sesuatu. d) Motivasi, suatu kondisi internal individu yang akan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu. e) Skill, kemampuan potensial yang dimiliki setiap individu untuk mencapai keberhasilan di masa depan.

2) Faktor eksternal

Faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan sekitar:

a) Faktor sosial

Termasuk di dalamnya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat

b) Faktor nonsosial

Faktor nonsosial adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi fisik atau keadaan lingkungan sekitar seperti, lokasi tempat tinggal keluarga, lokasi gedung sekolah, peralatan dan sumber belajar dan lain-lain.

c) Faktor pendekatan pembelajaran

Faktor pendekatan pembelajaran adalah upaya peserta didik yang meliputi: strategi dan metode

(34)

28

yang dapat digunakan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

C. Kerangka Berpikir

Proses belajar mengajar adalah proses yang dilaksanakan peserta didik dalam rangka mencapai perubahan agar menjadi lebih baik, dari sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi tahu, dari yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, sehingga terbentuk pribadi yg bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Proses tersebut ditentukan oleh faktor yg mencakup mata pelajaran, guru, media, penyampaian materi, sarana penunjang dan lingkungan sekitarnya.

(35)

Gambar I Kerangka Berpikir

INPUT -beberapa peserta didik tidak tercapai

target -faktor internal

dan eksternal yang menjadi

kendala menghafal

Model Penugasan Harian

Guru -Pendidik -Pengajar -Teladan

Peserta Didik

-Mengamalkan -Memahami

bacaan Al- Qur’an -Meningkatkan

hafalan Al- Qur’an -Meneladani

Metode (cara) -Metode Askar Kauny

-Metode Scanning

-Metode Sama’i -Metode Sorogan -Metode Membagi- bagi Hafalan

-Metode Penugasan

OUTPUT

Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an

(36)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini, tujuan yang ingin peneliti capai adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode penugasan guru tahfizh di kelas IV SDIT Mutiara Islam

2. Untuk mengetahui bagaimana pencapaian target tahfizh Al- Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara Islam

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode penugasan guru tahfizh dalan pencapaian target tahfizh Al-Qur’an di kelas IV SDIT Mutiara Islam

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

No. Kegiatan Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Sosialisasi

Proposal Skripsi

2. Survei Lapangan

3. Penyusunan Proposal

(37)

4. Seminar Proposal

5. Revisi Proposal

6. Pengurusan Izin

Penelitian

7. Pelaksanaa n Penelitian

8. Penyusunan Data

Penelitian

9. Bimbingan Skripsi

10. Penulisan Skripsi

11. Konsultasi Dosen Pembimbin g

12. Persetujuan Skripsi

13. Ujian Skripsi

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah SDIT Mutiara Islam Cileungsi, yang berlokasi di Perum. Pondok Cileungsi Permai, Jl.

(38)

28

Narogong Raya, RT. 02/RW. 15, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.

C. Latar Penelitian

Latar penelitian ini bertempat di SDIT Mutiara Islam, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Peneliti memilih lokasi ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa sekolah ini termasuk sekolah yang menetapkan target Tahfizh Al-Qur’an yang tertinggi di Kecamatan Cileungsi. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah adalah peserta didik kelas IV SDIT Mutiara Islam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pencapaian target tahfizh Al-Qur’an kelas IV SDIT Mutiara Islam menggunakan model penugasan harian yang diberikan oleh guru tahfizh.

D. Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena bertujuan untuk mengungkap makna yang mendalam dan menjelaskan realitas yang kompleks. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2016: 9). Hal ini sejalan dengan pernyataan Awaluddin Tjalla (2014) bahwa pendekatan kualitatif bertujuan untuk menemukan pola hubungan yang interaktif, mendeskripsikan realitas yang kompleks, memaknai, dan menemukan teori.

Sedangkan menurut Moleong (2010), penelitian kualitatif adalah penelitian berlatar belakang alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi. Berlatar belakang alamiah maksudnya adalah obyek yang diteliti berkembang apa adanya, tidak

(39)

dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.

Metode deskriptif adalah metode yang digunakan peneliti.

Disebut deskriptif karena penelitian ini berupaya mendeskripsikan upaya-upaya guru tahfizh dalam pencapaian tahfizh Al-Qur’an kelas IV SDIT Mutiara Islam. Awaluddin Tjalla (2014) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang berasal dari dokumen pribadi, ucapan dan tindakan subjek yang diteliti dan catatan lapangan.

E. Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus penelitian, karena terlalu luasnya masalah.

Berfokus pada penelitian membantu membatasi subjek penelitian, dan manfaat tambahannya adalah peneliti tidak terjebak dalam sejumlah besar data yang dihasilkan di lapangan. Menentukan fokus penelitian lebih lanjut tergantung pada tingkat kebaruan informasi yang diperoleh dari situasi ekonomi dan sosial.

F. Pertanyaan Peneliti

Pertanyaan yang akan diajukan penulis kepada guru tahfizh di antaranya:

1. Melalui apa target tahfizh ditetapkan?

2. Bagaimana pencapaian target yang didapat oleh peserta didik kelas IV?

3. Apa saja kendala yang dihadapi guru selama proses pembelajaran di halaqoh?

(40)

30

4. Apa upaya yang dilakukan oleh guru tahfizh dalam menyikapi kendala yang dihadapi?

5. Apa saja kendala yang dihadapi siswi selama proses pembelajaran di halaqoh?

6. Bagaimana guru tahfizh menyikapi kendala yang dihadapi oleh peserta didik?

7. Apa strategi yang telah dilakukan oleh guru tahfizh dalam proses pembelajaran di halaqoh dalam memberikan penugasan?

8. Bagaimana waktu pemberian penugasan harian yang diberikan oleh guru tahfizh kepada para peserta didik?

9. Faktor apa yang mempengaruhi siswi dalam pencapaian target?

10. Seberapa besar upaya yang dilakukan guru tahfizh dalam mempengaruhi hafalan siswa dalam menggunakan model penugasan harian ini?

11. Apa perbedaan di antara peserta didik yang mencapai target dan yang tidak tercapai?

12. Apakah peran orang tua juga mempengaruhi pencapaian target tahfizh peserta didik kelas IV?

13. apa persiapan yang dilakukan peserta didik yang akan menyetorkan hafalannya?

14. Apa cara yang paling efektif untuk mendorong peserta didik semangat dalam mengejar ketertinggalannya dalam mencapai target tahfizh?

15. Adakah saran yang bisa disampaikan dalam pencapaian target tahfizh?

G. Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data

(41)

(Sugiyono, 2016: 225) Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan Teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.

Catherine Marshall, Gretchen B. Rosman, menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are, participant in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review”. Oleh karena itu, penulis akan menggunakan prosedur pengumpulan data sesuai teori tersebut sebagai berikut:

1. Observasi

(Ni’matuzahroh, 2018: 4) Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui mengamati perilaku dengan sistematis dan memaknai peristiwa yang diamati.

(Furtasan dan Budi, 2021: 248) Observasi dapat diartikan sebagai penghimpunan bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan.

Adapun penulis akan menggunakan Teknik observasi partisipan. (Hasyim, 2016: 36) Observasi partisipan yaitu orang yang mengadakan observasi turut ambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang diobservasi. Umumnya observasi partisipan dilakukan untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Menyelidiki

(42)

32

perilaku individu dalam situasi sosial seperti cara hidup, hubungan sosial dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam observasi ini adalah materi observasi disesuaikan dengan tujuan observasi;

waktu dan bentuk pencatatan dilakukan segera setelah kejadian dengan kata kunci; urutan secara kronologis secara sistematis; membina hubungan untuk mencegah kecurigaan, menggunakan pendekatan yang baik, dan menjaga situasi tetap wajar; kedalaman partisipasi tergantung pada tujuan dan situasi.

Metode observasi ini akan digunakan penulis untuk memperhatikan dan mengumpulkan data tentang latar penelitian, secara langsung mengamati kegiatan belajar mengajar di halaqoh tahfizh.

2. Wawancara

(Anas sudjono, 2012) Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.

(Sugiyono, 2016: 137) wawancara digunakan sebagai Teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

(43)

respondennya kecil/sedikit. Salah satu Teknik pengambilan data dengan wawancara adalah wawancara tidak terstruktur, (Sugiyono, 2016: 140) wawancara tidak struktur adalah wawancara yang bebas, di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Berdasarkan teori di atas penulis akan meneliti penelitian ini dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari responden.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, Teknik pengambilan data dengan dokumentasi adalah yang digunakan oleh penulis, dapat berupa: gambar, tulisan dan suara terhadap objek atau peristiwa yang terjadi di sekolah yang akan dijadikan penulis sebagai bukti-bukti untuk melengkapi Teknik pengambilan data observasi dan wawancara.

H. Analisis Data

Menggunakan kualitatif, data yang akan didapatkan akan banyak sekali, maka dari itu penulis perlu adanya melakukan analisis data. Dengan analisis data penulis berupaya mengatur dan

(44)

34

menyusun data-data yang sudah didapat dari observasi, wawancara dan dokumentasi menjadi lebih sistematis dan teratur, sehingga penulis dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti oleh orang lain. Melakukan analisis data dengan mengorganisasikan data dan memaparkannya ke dalam unit-unit, membuat sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah dan memilih mana yang lebih penting serta yang akan dipelajari, juga membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Penelitian kualitatif dalam menganalisis data berlangsung selama proses pengumpulan data di lapangan. (Sugiyono, 2016:

246)Aktivitas dalam analisis data menurut Miles dan Huberman di antaranya, reduksi data, penyajian data dan verifikasi.

1. Reduksi data

Penulis dalam penelitiannya perlu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan pola dari data-data yang telah didapatkan, itulah yang dimaksud dengan mereduksi data. Karena data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, maka ketika penulis menyusunnya dengan baik akan memudahkan penulis sendiri ketika membacanya atau ketika akan meneruskan pengumpulan data atau ketika nanti penulis akan mencarinya kembali.

2. Penyajian data

(45)

Setelah penulis melakukan reduksi data, Langkah selanjutnya adalah dengan menyajikan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat berupa tulisan singkat, bagan dan hubungan antar kategori.

Dengan menyajikan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan dapat menjadi dasar perencanaan kerja selanjutnya.

3. Verifikasi

Verifikasi dan penarikan kesimpulan dilakukan setelah reduksi data dan menyajikan data dalam bentuk tulisan maupun began. Penarikan kesimpulan bisa berubah ketika peneliti telah melakukan penelitiannya secara langsung. Dengan demikian, penarikan kesimpulan atas data-data yang telah didapat memungkin peneliti mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang sudah dirumuskan sejak awal atau memungkinkan peneliti untuk tidak menemukan jawabannya, hal ini akan sangat tergantung dengan kondisi yang ada di lapangan.

I. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data (triangulasi data) yang Dilakukan

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Setelah penulis mengumpulkan data-data kemudian

(46)

36

melakukan analisis pada data-data yang didapat, selanjutnya adalah memeriksa atau mengecek keabsahan data atau menggabungkan data (triangulasi data), yang dimaksud triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya (metode penelitian kualitatif, 2019). Berdasarkan teori tersebut penulis akan melakukan pemeriksaan data dengan menggabungkan data atau triangulasi data.

Triangulasi dalam pengecekan datanya dapat dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Maka triangulasi terdiri dari, triangulasi sumber, triangulasi Teknik dan triangulasi waktu. Adapun penulis akan menggunakan triangulasi sumber dan teknik.

1. Triangulasi sumber

Penulis melakukan pengecekkan dari beberapa sumber lain untuk mendapatkan data yang kredibel.

Penulis menggunakan triangulasi sumber dengan membandingkan hal yang dikatakan oleh guru dengan yang dikatakan oleh peserta didik.

2. Triangulasi Teknik

Melakukan pengecekan data dengan cara, penulis mengecek data kepada sumber data yang sama akan tetapi dengan cara yang berbeda. Hal ini bisa

(47)

diperoleh dari wawancara kemudian dicek dengan observasi melihat kondisi yang sebenarnya di lapangan, dokumentasi sebagai bukti-bukti berupa gambar, tulisan atau suara. Penulis menggunakan triangulasi Teknik dengan membandingkan wawancara yang dilakukan bersama guru tahfizh dengan observasi yang akan dilakukan ketika proses belajar-mengajar di halaqoh tahfizh.

(48)

38 DAFTAR PUSTAKA

Arief, Muhammad Taqwim. 2019. Skripsi: Pengaruh Pelaksanaan Metode Pemberian Tugas Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 24 Kota Bekasi.

Institut Agama Islam Negeri Bengkulu

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama.

Arzyta, Sella. 2017. thesis: profile of high achiever in mathematical learning strategies for students in sma negeri 1 bone: THESIS_SELLA ARZYTA AS.pdf (unm.ac.id), diakses 13 Februari 2022

Asy Syalhub, 2018. Fuad bin Abdul Aziz. BEGINI SEHARUSNYA MENJADI GURU (Jamaluddin, Penerjemah). Jakarta: DARUL

HAQ

Batubara, Chuzaimah. 2018. Handbook Metodologi Studi Islam. Jakarta:

PRENADIAMEDIA Group: Handbook Metodologi Studi Islam - Dr.

Chuzaimah Batubara, M.A. - Google Books, diakses 13 Februari 2022 Febriana, Rina. 2019. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Hasanah, Hasyim. 2016. Teknik-teknik observasi: Sebuah Alternatif Metode

(49)

Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-ilmu Sosial:

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/attaqaddum/article/view/

1163/932, diakses 22 Februari 2022

Hasniwati. 2010. Skripsi: Korelasi antara Penguasaan Metode

Pembelajaran Guru Pendidikan Agama Islam dengan Pencapaian Tujuan Pembelajaran PAI Kelas II di SMP Negeri 26 Makassar.

Ni’matuzahroh. 2018. Observasi: teori dan aplikasi dalam psikologi.

Malang: Universitas Muhammadiyah Malang: OBSERVASI: TEORI DAN APLIKASI DALAM PSIKOLOGI - Ni'matuzahroh, S.Psi, M.Si, Susanti Prasetyaningrum, M.Psi - Google Books, diakses 22 Februari 2022 Qasim, Amjad. 2011. Sebulan Hafal Al-Qur’an (Munandar, Penerjemah).

Solo: Zam-Zam mata air ilmu

Qayyum, Abdul. 2015. Keajaiban Hafalan Para Ulama. Jakarta:

Naashirussunnah

Ramayulis. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: KALAM MULIA Rosidin. 2019. ILMU PENDIDIKAN ISLAM Berbasis Maqashid Syariah

dengan Pendekatan Tafsir Tarbawi. Depok: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA

Sagala, Syaiful. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu

(50)

40

Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: ALFABETA. CV

Sulaiman. 2017. METODOLOGI PEMBELAJARAN PAI (Kajian Teori dan Aplikasi Pembelajaran PAI). Banda Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh, Divisi Penerbitan

Ulfa, Lulu Maria. 2018. Skripsi: Upaya Guru Tahfizh dalam

Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Siswa Madrasah Aliyah Muhammadiyah Metro:

https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/2944/1/Skripsi%20Lulu

%20Maria%20Ulfa.pdf, diakses 7 Februari 2022

Yusuf, Furtasan Ali., dan Maliki, Budi Ilham. 2021. Pengantar Ilmu Pendidikan. Depok: PT. RAJAGRAFINDO Persada

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran menulis, salah satunya dalam penelitian sebelumnya metode STAD digunakan dalam jurnal berjudul “Penerapan Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada

Hasil analisis data lainnya pada penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Martinez-marti, Avia, dan Hernands-Loreda (2010) yang menunjukan bahwa

koefisien determinasi diperoleh nilai R 2 = 0,374, yang artinya variabel keterampilan mengajar dosen dan cara belajar mahasiswa berpengaruh terhadap kesulitan belajar

Metode melingkari jarum mengacu pada Metode melingkari jarum mengacu pada cara dimana setelah insersi jarum ke titik cara dimana setelah insersi jarum ke titik akupunktur

Sesuai dengan tujuan di atas maka pada pasal 20 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah dijelaskan pelaku usaha dilarang

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Rumah Retret dengan Analogi Bentuk

Saat ini hijab selain menjadikan jati diri seorang muslimah dan memenuhi perintah Ilahi, hijab juga mempunyai nilai tren positif dalam perubahan penampilan pada perempuan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Induksi Kalus Akasia ( Acacia mangium ) Dengan