• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PEWARNAAN PADA KAIN DENGAN TEKNIK ECOPRINT BERDASARKAN JENIS MORDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KUALITAS PEWARNAAN PADA KAIN DENGAN TEKNIK ECOPRINT BERDASARKAN JENIS MORDAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS PEWARNAAN PADA KAIN DENGAN TEKNIK ECOPRINT BERDASARKAN JENIS

MORDAN

SKRIPSI

RUTH ESTER ARITONANG 141201073

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

KUALITAS PEWARNAAN PADA KAIN DENGAN TEKNIK ECOPRINT BERDASARKAN JENIS

MORDAN

SKRIPSI

Oleh :

RUTH ESTER ARITONANG 141201073

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)

i

(4)

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ruth Ester Aritonang NIM : 141201073

Judul Skripsi : Kualitas Pewarnaan pada Kain dengan Teknik Ecoprint Berdasarkan Jenis Mordan

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Desember 2021

Ruth Ester Aritonang NIM 141201073

(5)

iii ABSTRAK

RUTH ESTER ARITONANG: Kualitas Pewarnaan Pada Kain Dengan Teknik Ecoprint Berdasarkan Jenis Mordan, dibimbing oleh IWAN RISNASARI.

Pewarna alam adalah zat alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atupun sumber – sumber mineral. Pemanfaatan pewarna alam yang masih kurang dikembangkan menjadi salah satu potensi sumber daya yang dapat diteliti. Teknik ecoprint merupakan salah satu teknik yang dapat menjadi alternative pemanfaatan pewarna alam. Dalam penggunaan pewarna alam juga memerlukan bahan pengikat warna yaitu mordan agar hasil dari ecoprint tidak mudah luntur. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pewarna mangrove yang dapat mempertahankan kondisi warna menggunakan mordan terhadap pengujian yang dilakukan. Tahapan pembuatan ecoprint meliputi proses mordanting dalam hal ini menggunakan tawas, aluminium asetat dan tannin serta aluminium asetat dan tunjung, pewarnaan menggunakan pewarna alami dari kulit tanaman mangrove dan secang, kemudian dilakukan pencetakan pola dan fiksasi pada kain. Pengujian yang dilakukan terhadap ecoprint yaitu pengujian kelunturan warna untuk mendapatkan nilai retensi warna dan nilai perbedaan warna (∆E). Rata – rata nilai retensi zat warna tertinggi terdapat pada mordan tawas dengan perlakuan pewarna secang 5,20% dan 4,40% pada perlakuan pewarna mangrove. Rata – rata nilai retensi kain terendah terdapat pada mordan aluminium asetat dan tunjung dengan perlakuan pewarna secang 4,00% dan 3,10% pada perlakuan pewarna mangrove. Rata – rata nilai perbedaan warna (∆E) tertinggi yaitu pada jati dengan mordan tawas pada perlakukan pewarna mangrove. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pewarna mangrove dapat digunakan sebagai pewarna alam pada ecoprint.

Kata kunci: Ecoprint, Mangrove, Mordan, Pewarna alam.

(6)

iv ABSTRACT

RUTH ESTER ARITONANG: Coloring Quality on Fabric Using Ecoprint Based on Mordant Type, supervised by IWAN RISNASARI.

Natural dyes are natural substances (pigments) obtained from plants, animals or mineral sources. Utilization of natural dyes that are still under developed is one of the potential resources that can be researched technique. Ecoprint is one technique that can be an alternative to the use of natural dyes. The use of natural dyes also requires a color binder, namely mordant so that the results from the ecoprint do not fade easily. The study was conducted to analyze the mangrove dye that can maintain the color condition using a mordant against the tests carried out. The stages of making ecoprint include the mordanting process in this case using alum (Al2(SO4)3, aluminum acetate and tannins as well as aluminum acetate and tunjung (Fe(SO4)3, coloring using natural dyes from mangrove bark and Caesalpinia sappan L, then printing the pattern and fixation on the fabric. Tests carried out on ecoprints are color fastness testing to obtain color retention values and color difference values (∆E). The average value dye retention was found in alum mordant with 5.20% Caesalpinia sappan L dye treatment and 4.40% in mangrove dye treatment. The lowest average cloth retention values were found in aluminium acetate mordant and tunjung (Fe(SO4)3 with Caesalpinia sappan L dye treatment of 4.00% and 3.10% in mangrove dye treatment. The highest average value of color difference (∆E) was in teak with alum mordant in the treatment of mangrove dyes.

Based on the tests carried out, mangrove dyes can be used as natural dyes in ecoprints.

Keywords: Ecoprint, Mangrove, Mordan, Natural dyes.

(7)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sialang Buah pada tanggal 11 Februari 1996. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari ayah Pungu Aritonang dan ibu Resmi Purba. Penulis memulai pendidikan awal Sekolah Dasar Negeri 102012 Pekan Sialang Buah pada tahun 2002 – 2008, Pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Teluk Mengkudu pada tahun 2008 – 2011, Pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sei Rampah pada tahun 2011 – 2014. Pada tahun 2014 penulis diterima kuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kehutanan, Program Studi Kehutanan, melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih minat Teknologi Hasil Hutan. Semasa kuliah penulis pernah menjadi anggota organisasi. Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Sylva USU (HIMAS). Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Mangrove Sei Nagalawan pada tahun 2016. Pada tahun 2017, penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Toba Pulp Lestari, kemudian pada tahun 2020, penulis melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul “Kualitas Pewarnaan Pada Kain Teknik Dengan Ecoprint Berdasarkan Jenis Mordan” dibawah bimbingan Ibu Dr. Iwan Risnasari S.Hut.,M.Si.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kualitas Pewarnaan Pada Kain Dengan Teknik Ecoprint Berdasarkan Jenis Mordan”.

Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Iwan Risnasari, S,Hut., M.Si selaku dosen pembimbing saya yang telah mengarahkan dan memberikan berbagai masukan untuk menyelesaikan skripsi ini, dan kepada Dr. Ir. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si., IPM, Dr. Budi Utomo, SP dan Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut., M.Si selaku dosen penguji siding meja hijau skripsi saya yang telah membimbing dan memberikan masukan maupun saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis Bapak Pungu Aritonang dan Ibu Resmi Purba. Serta saudara saya Eksa Aritonang, Tomi Aritonang, Fitri Aritonang, dan Daniel, Daniela Aritonang yang telah memberikan dukungan doa dan moral selama pelaksanaan dan penyusuan skripsi ini. Sahabat dan rekan-rekan di Fakultas Kehutanan khususnya stambuk 2014, untuk dukungannya selama ini.

Penulis berharap, semoga semua pihak yang telah memberikan semua bentuk bantuan mendapat berkah yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat demi perbaikan dan peningkatan diri dalam bidang ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2021

Ruth Ester Aritonang

(9)

vii DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Peneitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ecoprint ... ... 4

Pewarnaan atau Eco dyeing ... ... 5

Mangrove ... ... 5

Secang ... 5

Proses Mordanting dan Jenis Mordanting ... 5

Tanin ... ... 6

Tawas ... 6

Aluminium asetat ... 6

Kiara Payung (Fillicium decipiens) ... 7

Jati (Tectona Grandis) ... ... 7

Jarak Ulung (Jatropha gossypifolia L) ... 8

Kain Linen ... 9

METODE PENELITIAN ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Prosedur Penelitian ... 10

Persiapan Kain dan Daun ... 10

Proses Mordan ... 11

Proses Mordan Tawas ... 11

Proses Mordan Aluminium asetat dan Tanin... 11

Proses Mordant Aluminium asetat dan Tunjung ... 12

Pewarnaan Kain ... 13

Pewarnaan dengan mangrove ... 13

Pewarnaan dengan secang .... ... 13

Proses Ecoprint Kain ... 15

Pengujian ... 15

Nilai retensi zat warna ... 15

Nilai Perbedaan Warna ... 15

(10)

viii

Nilai Ketahanan Luntur ... 16

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Hasil Ecoprint ... 18

Retensi Zat Warna ... 19

Uji Kelunturan Zat Warna ... 20

PENUTUP ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 29

(11)

ix

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 1. Pengaruh Perbedaan nilai ∆E ... 15

2. Hasil ecoprint pada kain linen ... 19 3. Perbedaan visual ecoprint sebelum dan sesudah uji luntur cuci ... 21

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Pencucian kain sebelum di mordan ... 12

2. Proses mordan tawas ... 13

3. Proses mordan aluminum asetat dan tanin ... 13

4. Proses mordan aluminium asetat dan tunjung ... 14

5. Kain blanket direndam mangrove ... 14

6. Kain blanket direndam secang ... 14

7. Proses ecoprint ... 15

8. Proses Fiksasi ... 15

9. Uji kelunturan terhadap pencucian... 15

10. Retensi zat warna pada kain linen ... 16

11. Nilai rata – rata ΔE ... 18

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Tabel retensi zat warna pada kain dan kertas ... 29 2. Analisis sidik ragam pada retensi zat warna ... 29 3. Nilai perbedaan warna pada pengujian kelunturan ... 31

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limbah merupakan salah satu persoalan yang dihadapi dan semakin bertambah seiring perkembangan teknologi dan jaman, baik dari segi volume dan jenisnya di setiap daerah di Indonesia. Ada dua macam jenis limbah, yaitu organik dan anorganik, dimana limbah anorganik tidak dapat terurai dan mengalami pembusukan secara alami. Limbah tersebut pula dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia (Enrico, 2019). Limbah pada industri tekstil merupakan salah satu limbah penyumbang pencemaran lingkungan terbanyak. Limbah tekstil yang berkontribusi dalam pencemaran tersebut diperoleh dari proses pencelupan warna, dimana bahan pewarna tersebut mengandung berbagai senyawa kimia dengan konsentrasi yang bervariasi. Beberapa dari senyawa kimia tersebut berdampak racun, karsinogenik dan mutagenik terhadap lingkungan (Haryono dkk, 2018).

Pewarnaan pada industri tekstil dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna sintetis (ZPS) dan zat pewarna alam (ZPA) (Warnoto, 2015). Zat pewarna sintetis adalah zat pewarna buatan (zat warna kimia), zat warna sintetis memiliki kelebihan sebagai zat pewarna sehingga masih banyak di pakai, salah satu kelebihan zat pewarna sintetis adalah dapat digunakan dalam suhu yang tidak merusak lilin dan prosesnya mudah (Alamsyah, 2018). Pewarna alami adalah zat alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan ataupun sumber-sumber mineral. Pada umumnya pewarna alami lebih aman digunakan daripada pewarna sintetis karena pewarna alami menggunakan bahan yang didapat dari alam yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian daun, bunga dan biji) yang lebih ramah lingkungan (Dedi dkk, 2017). Contoh pewarna alam yang terdapat pada tumbuhan yaitu klorofil sumber penghasil warna hijau yang banyak terdapat pada daun tumbuh-tumbuhan, antosianin yang memberi pengaruh warna merah, biru, hingga coklat yang banyak terdapat pada bunga, buah-buahan, kulit kayu dan lain- lain (Maulid dan Lally, 2015), dan kurkumin atau kunyit sebagai sumber warna kuning, yaitu pigmen aktif pada kunyit yang disebut kurkuminoid (Wahyuni, 2015).

(15)

2

Tumbuh – tumbuhan yang sudah dikenal sebagai pewarna alam yang biasa digunakan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah daun andong, daun pohon nila, (Indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) (Haqiqi, 2018), limbah kulit kopi, kesumba atau galenggem (Bixa orelana), jati, ulin, pinang, limbah sawit dan berbagai jenis mangrove dan pewarna yang masih banyak tersebar di Indonesia (Paryanto, 2015).

Mangrove sebagai salah satu pewarna alami, hampir semua bagian dari tanaman mangrove tersebut dapat menghasilkan zat pewarna yaitu daun, buah, batang dan akar mangrove (Risnasari dkk, 2021), adapun jenis - jenis mangrove yang dapat menghasilkan zat pewarna alam yaitu Rhizopora mucranata, Soneratia alba, Avecenia sp., Ceriops decandra, dan Lumicera sp(Pringgenies dkk, 2013).

Pewarnaan tekstil secara sederhana memiliki proses yaitu mordanting, pewarnaan, fiksasi dan pengeringan. Mordanting adalah tahap dimana kain dibersihkan atau dipisahkan dari lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal pada kain sebelum diwarnai. Sedangkan fiksasi yaitu proses penguncian warna yang sudah di serap kain (Abu, 2016).

Limbah zat warna pada industri tekstil memiliki potensi negatif pada lingkungan hal tersebut memicu perkembangan tentang pewarna yang ecofriendly pada lingkungan salah satunya natural dyes atau pewarnaan alam yang merupakan satu dari sekian banyak cara potensial untuk pengembangan eco fashion. (Wirawan dan Alvin, 2019). Teknik pewarnaan natural dyes kemudian dikembangkan menjadi teknik ecoprint.

Ecoprint berasal dari kata eco asal kata ekosistem (alam) dan print yang artinya mencetak, teknik ini dibuat dengan cara mencetak bahan – bahan yang ada di alam sebagai kain, pewarna atau membuat pola motif (Asmara dan Meilani, 2010) Teknik ecoprint dapat diartikan juga sebagai proses mentransfer warna dan bentuk ke kain melalui kontak langsung dengan cara menempelkan tanaman yang memiliki pigmen warna ke atas kain yang kemudian direbus di dalam kuali besar.

Tanaman yang digunakan juga merupakan tanaman yang memiliki sensitivitas

(16)

3

tinggi terhadap panas karena hal tersebut merupakan faktor penting dalam mengekstraksi pigmen warna (Saptutyningsih dan Kamiel, 2019).

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh dari mordan dengan pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan ecoprint terhadap pengujian retensi zat warna.

2. Mengetahui pengaruh dari mordan terhadap pewarna alami dalam pembuatan ecoprint terhadap pengujian nilai perbedaan warna (∆E) dan uji kelunturan warna.

Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikat informasi terkait nilai retensi zat warna pada ecoprint. Nilai perbedaan warna (∆E) dari uji kelunturan warna pada produk ecoprint. Pengaruh pewarna mangrove sebagai pewarna pada ecoprint serta sebagai kajian dan studi pustaka dalam pembuatan produk ecoprint.

(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Ecoprint

Alam merupakan sebuah inspirasi bagi sebagian designer, alam menjadi sumber inspirasi mereka untuk berkarya dalam pembuatan produk fashion. Salah satu teknik dan produk yang saat ini tengah populer dan terinpirasi dari alam adalah ecoprint (Salsabila dan Ramadhan, 2018). Ecoprint adalah teknik memberi warna dan corak (motif) pada kain, kulit atau bahan lainnya dengan menggunakan bahan alami meliputi beragam jenis seperti daun, bunga, batang, atau bagian tumbuhan lain yang menghasilkan pigmen warna. Pemanfaatan bahan alam sebagai bahan utama dalam pembuatan produk tekstil perlu dikembangkan dengan tujuan ramah lingkungan. Husna (2016) menyatakan bahwa Di Indonesia pemanfaatan bahan alam untuk menjadi produk tekstil masih sedikit dan belum termanfaatkan secara optimal. Teknik yang digunakan untuk mengolah kain kebanyakan masih menggunakan pewarna berbahan kimia yang tidak ramah lingkungan.

Teknik ecoprint dapat didefenisikan sebagai teknik pewarnaan kain yang cukup sederhana namun dapat menciptakan visual yang unik dan menarik (Salsabila dan Ramadhan, 2018). Warna dan motif yang di pakai dalam ecoprint diambil dari tumbuh-tumbuhan maka teknik ecoprint biasanya diaplikasikan pada bahan berserat alami seperti kain kanvas, katun, sura dan linen. Akan tetapi tidak semua kain serat alami menghasilkan hasil yang sama (Ikhsani, 2020).

Pewarnaan atau eco dyeing

Ecoprint dan eco dye dapat diartikan sebagai teknik atau proses mentransfer atau mencetak bentuk dan warna secara kontak langsung pada kain yang digunakan yang sebelumnya sudah di mordant agar warna dapat menyerap dengan baik. Pada ecoprint dan eco dye juga ditemukan kelemahan pada warnanya, karena pewarnaan ini menggunakan bahan alam sehingga kemampuan kain untuk mempertahankan warna yang dihasilkan oleh daun tersebut tidak stabil. Menurut Ratyaningrum dan Giari (2005), zat warna mordan merupakan zat warna alam yang dalam proses pewarnaannya harus melalui penggabungan dengan kompleks logam, sehingga zat warna ini akan lebih tahan daya lunturnya. Tawas, tunjung, dan kapur tohor merupakan kelompok kompleks logam yang berguna untuk pewarna mordan

(18)

5

(alam). Setiap mordan menghasilkan hasil warna yang berbeda. Hasil pewarnaan dengan menggunakan mordan juga dipengaruhi sifat masing-masing zat warna bahan alam. Adapun dalam penelitian ini pewarna yang dipakai adalah pewarna dari batang mangrove dan secang.

Mangrove

Zat pewarna alam adalah zat warna yang berasal dari bahan – bahan alam yang merupakan hasil ekstrak tumbuhan yang ramah lingkungan karena zat – zat yang terkandung merupakan bahan organik yang mudah terurai di lingkungan, biasanya bahan ekstrak tersebut berasal dari akar, kayu, biji maupun bunga. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan alami pewarna adalah mangrove. Menurut pendapat Paryanto (2016) bahwa mangrove merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai zat warna alami dalam pembatikan karena mangrove mengandung tanin. Tanin yang merupakan pigmen pewarna alami berupa zat pewarna coklat, memiliki rasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas (Rahim dkk, 2007).

Secang

Sebagaimana diketahui nahwa tanin merupakan suatu zat yang dapat dimanfaatkan sebagai zat pewarna alami kayu secang juga salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami karena mengandung zat tanin hal ini dikemukakan oleh Yemirta (2010) dalam penelitiannya yaitu uji fitokimia yang pernah dilakukan terhadap tanaman secang menyatakan kandungan senyawa triterpenoid, flavonoid, fenolik dan steroidnya positif. Senyawa fenol banyak ditemukan dibagian kayu, senyawa alkaloid banyak ditemukan di batang dan daunnya, sedangkan buahnya banyak mengandung tanin yaitu kira – kira 40%.

Mordan Mordan berfungsi untuk membentuk jembatan kimia antara zat warna dengan serat sehingga afinitas (daya tarik) zat warna meningkat terhadap serat dan berguna untuk menghasilkan warna yang baik (A’iniyah, 2018).

Penggunaan mordan dapat meningkatkan lekatnya berbagai pewarna pada kain. Mordan dapat mempengaruhi warna akhir suatu pewarna, karenanya penggunaan mordan yang berbeda akan menghasilkan warna yang beragam.

(19)

6

Menurut Saraswati dan Sulandjari (2018) proses mordant tersebut bertujuan untuk menghilangkan zat lilin dan kotoran yang menempel pada kain agar warna tumbuhan mudah menyerap pada kain. Menurut Tresnaruphi dan Hendrawan (2019) mordan dapat di terapkan sebelum (pra-mordanting), selama pewarnaan (simultant), dan setelah pewarnaan (post-mordanting). Mordan dan pewarnaan alam juga akan menghasilkan dampak yang berbeda tergantung pada serat yang digunakan seperti protein, selulosa, atau sintetis. Adapun dalam penelitian ini jenis mordant yang dipakai adalah mordan dan tawas, aluminium asetat dengan penambahan tanin dan aluminium asetat dengan penambahan tunjung.

Tannin

Tumbuhan yang mengandung zat tannin sangat baik untuk dijadikan mordant pada serat katun, rami dan linen (Husna, 2016). Menurut penelitian Prabhu dan Bhute (2012) mordan tanin dapat diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan.

Tanin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air mengandung kelompok hidroksil fenolik yang memungkinkan ikatan efektif dengan protein dan molekul makro lainnya . Tanin yang bertindak sebagai mordan memiliki kecenderungan mewarnai, sehingga dapat memperkuat warna keseluruhan.

Tawas

Teknik mordanting yang sering dipakai pada proses pewarnaan batik adalah pra mordan dengan menggunakan tawas. Tawas merupakan senyawa kimia yang relative ramah lingkungan, tetapi kandungan logam alumuniumnya akan terakumulasi dalam air buangan dan perlu diolah untuk menjaga baku mutu air buangan. Sehingga, diperlukan bahan alternatif yang bias digunakan untuk mengurangi penggunaan tawas (Farida dkk, 2015).

Aluminium Asetat

Aluminium adalah salah satu logam bumi yang melimpah dan unsur yang dikandung yaitu tanah dan bebatuan, seperti tanah liat, feldspar dan bauksit. Ada berbagai jenis aluminium misalnya aluminium potassium sulfate, aluminium asetat, aluminium sulfat, dan aluminium hidroksida telah digunakan sebagai mordan dalam pewarnaan tekstil di seluruh dunia. Aluminium asetat terdiri dari tiga jenis (garam aluminium dari asam asetat) yaitu netral aluminium triasetat, Al(OOCCH3)3,

(20)

7

aluminium diasetat basa, HOAl(OOCCH3)2, dan basa aluminium monoasetat, (HO)2AlOOCCH3 (Haar dkk, 2013).

Kiara Payung (Fillicium decipiens)

Klasifikasi kerai payung menurut USDA NRCS National Plant Data Team.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Filicium

Spesies : Filicium decipiens

Pohon peneduh Filicium decipiens yang dikenal dengan nama lokal kiara payung atau ki sabun adalah tanaman yang mudah didapat di daerah-daerah tropis dan mampu menghasilkan bahan mentah dalam jumlah yang besar. Kiara payung termasuk ke dalam famili Sapindaceae, yaitu famili tanaman penghasil saponin sehingga diperkirakan kiara payung memiliki kandungan saponin dan toksisitas yang cukup tinggi (Mahyuni dan Sofihidayati, 2018). Selain sebagai tanaman pelindung atau tanaman hias, F. decipiens juga bermanfaat sebagai obat herbal (Dwiyani, 2013).

Jati (Tectona grandis)

Klasifikasi jati (Tectona grandis) menurut Badan Litbang Dan Inovasi Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (2014).

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Familia : Lamiaceae Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis

(21)

8

Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah banyak dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat luas dalam bentuk hutan tanaman maupun hutan rakyat. Di Indonesia jati merupakan salah satu kayu yang meiliki kualitas kayu yang sangat bagus dan bernilai ekonomis tinggi, tahan lama dan kuat. Jati mempunyai persebaran alam yang cukup luas (Pudjiono, 2014).

Tanaman ini paling baik tumbuh di wilayah tropika atau sub-tropika pada kisaran temperatur antara 9 sampai 41ºC, pada kisaran curah hujan diantara 1.300 sampai 3.800 mm per tahun dan periode kering antara 3 sampai 5 bulan dalam setahun (White, 1991 dalam Widiatmaka dkk, 2015).

Tumbuhan jati pada bagian daun dan kulitnya mengandung tanin. Namun pada bagian daunlah terdapat banyak kandungan taninnya. Pigmen antosianin pada daun jati muda yang membuatnya dapat digunakan sebagai pewarna alami yang menghasilkan variasi warna yang menarik (Siregar, 2016). Menurut pendapat Kembaren dkk, (2013) pigmen antosianin tersebut memberikan warna merah, ungu hingga merah gelap. Pemanfaatan kandungan antosianin inilah yang menyebabkan dijadikannya daun jati sebagai alternatif pewarna yang aman bagi kesehatan maupun lingkungan.

Jarak Ulung (Jatropha gossypifolia L)

Klasifikasi jarak ulung (Jatropha gossypifolia L) menurut BPTP Balingtan Maluku Utara (2018).

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euporbiaceae Marga : Jatropha

Jenis : Jatropha gossypiifolia L.

Tanaman jarak ulung (Jatropha gossypifolia L) merupakan tanaman yang banyak tumbuh liar di pinggir jalan,di tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung maupun di pekarangan rumah sebagai tanaman hias. Jarak ulung Jatropha gossypiifolia termasuk salah satu jenis tanaman pagar etnobotani yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Bagian-bagian tanaman ini, baik akar,

(22)

9

biji, maupun daunnya telah dikenal sejak zaman dahulu dapat digunakan sebagai obat herbal untuk mengobati beberapa penyakit (Karyati dan Adhi, 2018).

Kain linen

Linen merupakan bahan kain tertua di dunia yang terbuat dari sejenis pohon rami. Umumnya digunakan untuk produk pakaian kasual dan gaun. Cocok di gunakan di daerah tropis (Suliyanthini, 2016). Menurut Salsabila dan Ramadhan (2018) menyatakan bahwa ecoprint biasanya diaplikasikan pada kain berserat seperti katun, linen dan sutra banyak penelitian yang menggunakan bahan – bahan dan material tersebut. Kain linen sendiri memiliki kelebihan yang baik digunakan sebagai bahan fashion salah satunya adalah kain linen memiliki serat yang panjang hal ini di dukung oleh pendapat Kusrianto (2021) linen memiliki serat yang relatif panjang dibandingkan katun dan serat alami lainnya. Panjangnya bervariasi dari 25 sampai 150 cm dan rata-rata berdiameter 12-16 micrometer. Serat linen dapat diidentifikasi dari guratan memanjang dan ruas-ruas sambungan pada seratnya.

Ruas-ruas pada serat ini membuat bahan linen menjadi lebih lentur dan bertekstur.

(23)

10

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 sampai dengan November 2020, yaitu persiapan bahan penelitian, pelaksanaan penelitian di laboratorium, pembuatan ecoprint dan pengujian kelunturan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah dedaunan jati, kerai payung, jarak wulung, mordan tawas (Al2(SO4)3), aluminium asetat dan tunjung, aluminium asetat dan tanin delima, pewarna mangrove dan secang, air, kain linen (kain utama yang diberi perlakuan mordan) ukuran 40 × 40 cm2, kain blacu (kain blanket atau kain yang diberi perlakuan pewarnaan) ukuran 40 x 40 cm2. Alat yang digunakan adalah colorimeter CS10, timbangan, panci, gunting, kompor, pipa, termometer, kanebo, baskom, plastik mika, selotip bening, tali raffia dan beaker glass.

Prosedur Penelitian Persiapan kain dan daun

Kain linen (kain utama) yaitu kain yang akan diberi perlakuan mordan dan kain blacu (blanket) yaitu kain yang digunakan untuk mentransfer warna pada kain linen direndam didalam larutan air biasa selama 2 jam, kemudian dibilas hingga bersih dan ditiriskan. Untuk daun dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun.

Gambar 1. Pencucian kain sebelum di mordan

(24)

11

Proses Mordan

Proses mordan bertujuan untuk meningkatkan daya serap warna dari media cetak. Mordan yang digunakan adalah tawas, aluminium asetat dan tannin serta aluminium asetat dan tunjung.

Proses Mordan kain linen dengan tawas

Proses mordan dilakukan dengan cara sebagai berikut: tawas dengan berat 50 gr dipanaskan di panci dengan 2 liter air, kemudian masukkan kain linen dan rebus dengan api sedang (tidak mendidih). Hasil rebusan kain pindahkan keember dan diamkan selama 12-24 jam. Kemudian kain diperas hingga air tidak menetes, jemur ditempat yang tidak terkena matahari langsung. Kain linen yang kering bilas air bersih dan kemudian rebus 5 liter air dan tambahkan 50 gr CaCo3, biarkan sampai air berkurang, kemudian masukkan kain dan pindahkan keember dan diamkan selama 1 jam. Kemudian kain tiriskan, dan dilanjut dengan proses ecoprint.

Gambar 2. Proses mordan tawas Mordant aluminium asetat dan tanin

Proses mordan aluminium asetat dan tanin dilakukan dengan cara sebagai berikut: tanin direbus kedalam larutan air (kadar tanin 10% dari berat kain), kemudian kain linen dimasukkan, larutan tersebut dipindahkan keember, tunggu air rendaman sampai dingin selama 24 jam, kemudian kain dibilas dan ditiriskan.

Selanjutnya aluminium asetat direbus kedalam 2 liter air, masukkan kain yang sudah di rendam tanin sebelumnya, diamkan selama 1 jam. Kemudian kain di tiriskan dan dibilas, setelah proses tersebut, rebus kain kedalam 5 liter air, tambahkan 50 gram CaCo3, biarkan selama 1 jam. Kemudian tiriskan dan dilanjut proses ecoprint.

(25)

12

Gambar 3. Proses mordan aluminum asetat dan tanin

Proses mordan kain linen dengan aluminium asetat dan tunjung

Proses mordan aluminium asetat dan tunjung dilakukan dengan cara sebagai berikut: 2 liter air dipanaskan didalam panci, masukkan aluminium asetat (kadar aluminium asetat 30% dari kain) dengan ditambah tunjung sebanyak 5% dari berat kain, kemudian masukkan kain dan rebus dengan api sedang (tidak mendidih).

Kemudian kain pindahkan keember dan diamkan selama 1 jam, setelahnya kain tiriskan dan jemur (tanpa matahari). Kemudian kain yang sudah kering tersebut direbus kembali dengan 5 liter air yang dimasukkan 50 gr CaCO3 selama 1 jam, kemudian ditiriskan dan dilanjutkan proses ecoprint.

Gambar 4. Proses mordan aluminium asetat dan tunjung

Pewarnaan Kain Blanket

Pewarnaan dengan mangrove dan simplokos

Proses pewarnaan kain blanket sebelum dilakukan ecoprint adalah sebagai berikut: pecahan kayu mangrove 250 gr dan 2 sendok makan simplokos direbus kedalam 4 liter air, Kemudian biarkan air rebusan berkurang dan berwarna pekat, kemudian pindahkan kedalam ember dan masukkan kain blanket, diamkan selama semalaman. Selanjutnya kain dapat digunakan untuk proses ecoprint.

(26)

13

Gambar 5. Kain blanket direndam mangrove Pewarnaan dengan secang dan simplokos

Proses pewarnaan kain blanket sebelum dilakukan ecoprint adalah sebagai berikut: rebus secang sebanyak 250 gr dan simplokos 2 sendok makan kedalam 4 liter air. Kemudian biarkan air rebusan berkurang dan berwarna pekat, kemudian pindahkan kedalam ember dan masukkan kain blanket, diamkan selama semalaman. Selanjutnya kain dapat digunakan untuk proses ecoprint.

Gambar 6. Kain blanket direndam secang Proses Ecoprint Kain

Adapun proses pembuatan ecoprint sebagai berikut: letakan plastik dan letakkan media (kain linen) diatas plastik kemudian susun daun dengan posisi tulang daun menghadap media, tutup media dengan kain blanket yang sudah direndam pewarna sebelumnya. Kemudian tutup kembali dengan plastik, ratakan dan gulung mengunakan pipa atau kayu kecil. Kemudian ikat dan kukus selama 2 jam. Buka gulungan, dan kain hasil ecoprint dikeringkan, kemudian biarkan selama 2 minggu.

(27)

14

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g)

Gambar 7. Proses ecoprint, (a) kain linen yang sudah dimordan, (b) kain utama, (c) penataan daun pada kain utama, (d) penutupan dengan kain blanket yang diwarnai secang, (e) media ditutup plastik, (f) proses pengukusan ecoprint, (g) pengeringan kain.

Proses Fiksasi Pada Kain Ecoprint

Proses fiksasi bertujuan untuk mengunci dan mengikat warna yang terserap oleh kain pada proses ecoprint. Pada proses fiksasi bahan yang digunakan adalah shampo, kain yang sudah diwarnai cuci lalu bilas menggunakan air, kemudian di jemur di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.

(28)

15

Gambar 8. Proses fiksasi Pengujian

Nilai Retensi Zat Warna

Pengukuran retensi zat warna dilakukan untuk mengetahui banyaknya zat warna yang diserap oleh media. Nilai retensi zat warna dapat dihitung dengan rumus :

R=W1-W0× 100% ... (1) Keterangan

R = Retensi (%)

W0 = Berat sebelum direndam (g) W1 = Berat setelah direndam (g) Nilai Perbedaan Warna

Nilai perbedaan warna diukur dengan menggunakan colorimeter CS-10 kemudian menggunakan program Colorimeter 2008 yang akan menghasilkan nilai L*, a* dan b*(Muflihati et al., 2014). Untuk memperoleh nilai perbedaan warna, dilakukan menggunakan nilai L*, a* dan b* pada ruang warna CIELab dengan rumus :

ΔE=√(L*)2+(a*)2+(b*)2 ... (2)

Keterangan:

ΔE = Perbedaan Warna

ΔL* = Perbedaan kecerahan = L*akhir – L*awal Δa* = Perbedaan merah atau hijau = a*akhir – a*awal Δb* = Perbedaan kuning atau biru = b*akhir – b*awal

Tabel 1. Pengaruh perbedaan nilai ∆E

Perbedaan warna Pengaruh

< 0,2 Tidak terlihat

0,2-1,0 Sangat kecil

1,0-3,0 Kecil

3,0-6,0 Sedang

>6 Besar

(sumber:Hunter Lab, 2008)

(29)

16

Uji Kelunturan Warna

Uji kelunturan warna yang dilakukan adalah uji kelunturan terhadap pencucian. Pengujian dilakukan pada kain ecoprint, larutkan 2-3 sendok makan sabun lerak kedalam 20 liter air, rendam kedalam larutan kain selama 10 menit, kemudian kain tiriskan dan dikering udarakan.

Gambar 9. Uji kelunturan terhadap pencucian Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Faktorial Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 2 faktor yaitu perlakuan mordan yaitu tawas, aluminium asetat penambahan tanin dan aluminium asetat penambahan tunjung, dan pewarna.yaitu mangrove dan simplokos. Berdasarkan faktor tersebut diperoleh 24 kombinasi dimana setiap kombinasi diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 3 x 2 x 4 = 24 sampel kain. Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah:

Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij Keterangan :

Yij = hasil pengamatan pada interaksi antara mordan dan pewarna ke-i dan ulangan ke-j

µ = rataan umum

αi = faktor komposisi mordan dan pewarna ke-i βj = faktor mordan dan pewarna ke-j

(αβ)ij = pengaruh acak (galat) pada perbandingan ke i ulangan ke-j Hipotesa yang akan digunakan adalah :

H0 = interaksi antara mordan dan pewarna tidak berpengaruh pada kualitas ecoprint yang dihasilkan.

(30)

17

H1= interaksi antara mordan dan pewarna tidak berpengaruh pada kualitas ecoprint yang dihasilkan.

Pengaruh dari faktor perlakuan yang dicoba untuk diketahui dengan melakukan analisis keragaman dengan kriteria uji :

a. Jika F hitung < F table, maka H0 diterima b. Jika F hitung > F tabel, maka H1 diterima

Taraf perlakuan yang berpengaruh nyata diantara faktor perlakuan dapat diketahui pengaruhnya berbeda nyata atau tidak berbeda nyata dengan melanjutkan pengujian lanjutan menggunakan Uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.

(31)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ecoprint

Hasil ecoprint pada kain linen dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil pengamatan secara visual yang dilakukan dapat dijelaskan bahwa ecoprint pada kain linen dengan mordan tawas dengan perlakuan pewarna mangrove menghasilkan warna putih kecoklatan, mordan aluminium asetat dan tanin menghasilkan warna coklat muda, dan pada mordan aluminium asetat dan tunjung menghasilkan warna coklat tua kehitaman. Sedangkan pada pewarna alam secang, dengan perlakuan mordan tawas warna yang dihasilkan pink, perlakuan mordan aluminium asetat dan tanin kain berwarna merah kecoklatan dan pada perlakuan aluminium asetat dan tunjung warna kain yang dihasilkan coklat agak kehitaman.

Hasil pada kain dengan perlakuan mordan tawas dengan pewarna secang menghasilkan pola warna daun jati yang lebih jelas dari pada kerai payung dan jarak ulung, dan warna dasar tercetak lebih rata. Hasil dari ecoprint dengan perlakuan aluminium asetat dan tanin warna yang dihasilkan pada perlakuan pewarna mangrove buram dan pola warna daun tidak begitu jelas sedangkan pada perlakuan pewarna secang pola warna daun sedikit keluar dan warna dasar sedikit jelas. Hasil ecoprint dengan perlakuan mordan aluminium dan tunjung warna yang dihasilkan pada perlakuan pewarna mangrove pola daun sedikit tegas dan warna dasar memiliki warna yang tidak rata dan agak kehitaman, sedangkan pada perlakuan pewarna secang pola daun mengeluarkan struktur daun dan warna pola cenderung sama.

Jadi dapat disimpulkan secara visual ecoprint pada kain linen dengan perlakuan mordan tawas, aluminium asetat dan tanin serta aluminium asetat dan tunjung terdapat perbedaan yang signifikan dari warna pola daun dan warna dasar kain. Hasil ecoprint dengan menggunakan mordan tawas dengan perlakuan pewarna mangrove dan secang, berdasarkan pengamatan visual lebih baik dalam menghasilkan pola dan warna yang lebih jelas, dibandingkan dengan mordan lainnya. Perbedaan hasil visual ecoprint pada pola daun juga dapat dapat terjadi sebab perlakuan antar kain yang berbeda hal ini juga disampaikan oleh Fazruza (2018) bahwa pewarnaan pada ecoprint tidak selamanya menghasilkan warna yang

(32)

19

sama, hal ini disebabkan oleh tingkat keasaman (pH), jenis air serta kain yang digunakan menentukan warna yang akan dihasilkan dari proses pewarnaan.

Karakteristik daun akan menentukan warna yang dihasilkan pada kain, dan terdapatnya struktur kimia yang berbeda pada masing – masing daun menimbulkan warna yang berbeda ula pada hasil ecoprint.

Tabel 2. Hasil ecoprint pada kain linen

Perlakuan

Mordan Pewarna

Mangrove Secang

Tawas

Aluminium asetat dan tanin

Aluminium asetat dan tunjung

Retensi Zat Warna

Retensi zat warna merupakan jumlah zat warna yang masuk dan terikat pada media ecoprint. Nilai dari retensi zat warna dapat dilihat pada Gambar 10.

Berdasarkan hasil dari pengujian retensi warna pada kain, rata – rata retensi warna tertinggi ditemukan pada mordan tawas dengan nilai 5,20% pada perlakuan warna

(33)

20

secang dan 4,40% pada perlakuan warna mangrove. Sedangkan rata – rata nilai retensi kain terendah terdapat pada mordan aluminium asetat penambahan tunjung dengan nilai 4,00% pada perlakuan warna secang dan 3,10% pada perlakuan pewarna mangrove. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengamatan retensi warna menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada perlakuan antara jenis mordan dan pewarna alam, dan interaksi antar perlakuan yang dilakukan ada pengaruh nyata terhadap retensi warna.

Gambar 10. Retensi zat warna pada kain linen Uji Kelunturan Warna

Penampakan visual hasil ecoprint pada media kain linen yang telah di uji luntur dan nilai Lab* uji kelunturan warna ditampilkan ada lampiran 2.

0,029

0,046

0,031

0,04

0,044

0,052

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

Mangrove +

Simplokos Secang +

Simplokos Mangrove +

Simplokos Secang +

Simplokos Mangrove +

Simplokos Secang + Simplokos

Tawas Aa + Tanin Aa + Tunjung

Retensi(%)

Perlakuan Retensi(%)

(34)

21

Tabel 3. Perbedaan visual ecoprint sebelum dan sesudah uji luntur cuci Perlakuan

Mordan Pewarna Awal Akhir

Tawas Mangrove

Secang

Aa dan tanin Mangrove

Secang

Aa dan tunjung Mangrove

(35)

22

Berdasarkan hasil pengukuran terjadinya kelunturan warna dapat dilihat dari naiknya nilai L yang menunjukkan nilai kecerahan (lightness) warna yang mempunyai rentang nilai mulai dari 0 sampai dengan 100. Jika nilai menunjukkan 0 (Nol) berarti warna sama dengan hitam, sedangkan apabila bernilai 100 maka menunjukkan warna sama dengan putih. Jadi semakin nilai tinggi L* maka menunjukkan warna semakin cerah dan nilai L* semakin rendah maka warna mengarah ke hitam atau gelap. Untuk nilai a* menunjukkan arah warna ke merah–

hijau, selanjutnya jika nilai a- (nilai a negatif) maka warna berada pada posisi ke arah merah, tetapi apabila nilai a+ (nilai a positif) maka warna berada pada posisi ke arah hijau. Untuk nilai b* menunjukkan warna cenderung menuju ke arah warna kuning–biru. Apabila nilai b+(bernilai positif) maka warna menuju ke arah kuning, sedangkan apabila bernilai b-(bernilai negatif) maka warna mengarah ke warna biru (Purwanto, 2018).

Berdasarkan hasil uji beda warna yang dilakukan pada pengujian luntur cuci dengan mordan tawas, aluminium asetat dan tannin serta aluminium asetat dan tunjung dengan pewarnaan mangrove dan secang pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai L* kain pada setiap perlakuan menunjukkan angka positif semua, hal ini menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan mengarah ke warna muda atau cerah. Nilai tingkat kecerahan (L*) pada pola daun mengalami kenaikan pada setiap perlakuan mordan, mordan tawas dengan perlakuan pewarna mangrove menunjukkan nilai L* tertinggi pada pola daun jati yaitu dari 35,01 menjadi 50,31.

Sedangkan nilai L* terendah ada pada pola daun jarak ulung yaitu dari 68,16 menjadi 68,1 hal ini menunjukkan Hal ini menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan setelah uji kelunturan menjadi lebih terang. Besarnya nilai L*

berpengaruh terhadap gelap terangnya warna dimana semakin besar dan positif nilai L* maka kecerahan semakin tinggi, sebaliknya semakin menurun nilai L* maka warna semakin gelap (Muflihati et al.,2014).

Pada uji luntur pencucian, pola warna daun jati memiliki perbedaan warna yang terlihat jelas pada setiap perlakuan mordan, hal ini juga sesuai dengan nilai rata-rata perbedaan warna (ΔE) yang diperoleh pada pola warna daun jati pada uji luntur pencucian yaitu berkisar 13,47 sampai dengan 3,71 (pengaruh besar).

(36)

23

Sementara pada pengamatan terhadap pola warna daun kerai payung, jarak ulung dan warna dasar perbedaan dilakukan setelah pencucian terlihat kecil.

Nilai perbedaan warna (ΔE) merupakan perbandingan antara nilai L*,a*,b*

warna ecoprint awal dengan nilai L*,a*,b* warna setelah dilakuan pengujian kelunturan. Nilai ΔE dicari untuk menentukan pengaruh dari uji luntur terhadap warna ecoprint. Semakin tinggi nilai dari ΔE maka warna setelah pengujian semakin nilai kelunturan tinggi dan berbeda dari warna awal.

Hasil pengujian luntur warna kain terhadap pencucian dapat dilihat pada gambar 11. Nilai rata – rata perbedaan warna tertinggi terjadi pada mordan tawas dengan pewarna secang yaitu daun kerai payung. Sedangkan pada gambar menunjukkan bahwa nilai rata – rata perbedaan warna tertinggi ada pada jati dengan perlakukan mordan tawas dengan pewarna mangrove.

Gambar 11. Nilai rata – rata ΔE

13,47 8,89 2,88 7,96 3,51 3,711,49 9,81 2,86 2,63 3,79 3,473,03 2,08 3,81 1,87 2,71 1,455,84 7,12 2,18 3,56 2,87 4,66

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

Mangrove + Simplokos

Secang + Simplokos

Mangrove + Simplokos

Secang + Simplokos

Mangrove + Simplokos

Secang + Simplokos

Tawas Aa + Tanin Aa + Tunjung

E

Perlakuan

∆E Jati ∆E Kerai Payung

∆E Jarak Ulung ∆E Warna Dasar

(37)

24

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Retensi zat warna pada kain linen tertinggi ditemukan pada mordan tawas dengan nilai 5,20% pada perlakuan warna secang. Sedangkan rata – rata nilai retensi kain terendah terdapat pada mordan aluminium asetat dan tanin dengan nilai 2,90% pada perlakuan warna mangrove. Berdasarkan analisi sidik ragam menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada perlakuan antara jenis mordan dan pewarna alam, dan interaksi antar perlakuan yang dilakukan ada pengaruh nyata terhadap retensi warna.

2. Perbedaan warna tertinggi terjadi pada mordan tawas dengan pewarna secang yaitu daun kerai payung. Sedangkan pada gambar menunjukkan bahwa nilai rata – rata perbedaan warna tertinggi ada pada jati dengan perlakukan mordan tawas dengan pewarna mangrove. Jadi dapat disimpulkan bahwa mordan dapat mempengaruhi nilai perbedaan warna.

Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dilakukan pengujian lanjutan terhadap konsentrasi pewarna alam mangrove yang efektif digunakan sebagai mordan kain pada ecoprint.

(38)

25

DAFTAR PUSTAKA

A’iniyah I. 2018. Pengaruh Jenis dan Massa Mordan terhadap Hasil Pewarnaan Alami Buah Galing pada Jaket Batik Berbahan Denim. e – Journal, 7:1.

Abu A. D. 2016. Pewarnaan Tumbuhan Alami Kain Sutera dengan Menggunakan Fiksator Tawas dan Kapur Tohor. Jurnal Scientific Pinisi, 86-91.

Aliffianti F, Kusumastuti A. 2020. Pembuatan Pewarna Tekstil Ekstrak Pulutan (Urena Lobata L) untuk Pencelupan Kain Rayon Viskosa. Teknobuga, 8:1.

Alamsyah. 2018. Kerajinan Batik dan Pewarnaan Alami. Endogamy:Jurnal Ilmiah Kajian Atropologi, 2599-1078.

Asmara A. D dan Meilani S. 2010. Penerapan Teknik Ecoprint Pada Dedaunan Menjadi Produk Bernilai Jual. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Enrico. 2019. Dampak Limbah Cair Industri Tekstil Terhadap Lingkungan Dan Aplikasi Teknik Ecoprinting Sebagai Usaha Mengurangi Limbah, Moda, 1:1.

Dedi S. I. K, Agus S dan Rediasa N. I. 2017. Pembuatan Pewarna Alami untuk Alternative Pewarna Berbasis Air. Jurnal Pendidikan Seni Rupa Undiksha, 7(3), pp. 133-141.

Dwiyani R. 2013. Mengenal Tanaman Pelindung di Sekitar Kita. Udayana University Press. Bali

Farida P. T, Atika V, Haerudin A, Pristiwati E. 2014. Penelitian Pemanfaatan Sumber Daya Limbah Kelapa Sawit, Kakao, Gambir dan rumput Laut untuk Pewarna Batik dan Serat Alam Non Tekstil. Balai esar Kerajinan dan Batik.

Yogyakarta.

Haar S, Scrader E dan Gatewood B. M. 2015. Comparison of Aluminium Mordants on the Colorfasness of Natural Dyes on Cotton. Clothing and Textile Research Journal, 31:2.

Haryono, Muhhamad F. D, Christi L. N, Atiek R. 2018. Pengolahan Limbah Zat Warna Tekstil dengan Metode Elektroflotasi. Educhemia (Jurnal Kimia Dan Pendidikan), 3:1 pp:2502-4787

Haqiqi K. A, Aji P. M dan Yuliyanto A. 2018. Ekstraksi Daun Papaya (Carica Papaya L.) Sebagai Zat Pewarna Alami pada Kain Batik. Indonesian Journal Of Natural Science Education (IJNSE), 01:01, pp: 13-17.

Husna F.. Eksplorasi Teknik Eco Dyeing dengan Tanaman sebagai Pewarna Alam.

e -Proceeding of Art and Design. 2016. Telkom University. pp 280-293.

(39)

26

Ikhsani N. 2020. Penerapan Desain Motif Bunga pada Scraf Menggunakan Teknik Eco Printing. e – Journal, 9:2.

Karyati dan Adhi M. A. 2018. Jenis – Jenis Tumbuhan Bawah di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Mulawarman University Press. Samarinda.

Kembaren R, Putriliniar S, Maulana N, Yulianto K, Ikono R, Rochman N. T dan Mardliyati E. 2014. Ekstraksi dan Karakterisasi Serbuk Nano Pigmen dari daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn F.). Jurnal Kimia dan Kemasan, 36.

Kusrianto A. 2021. Pengetahuan Bahan Tekstil. Adi Kusrianto Literary Agent.

Yogyakarta.

Mahyuni S dan Sofihidayati T. 2018. Kadar Saponin dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Fillicium dicipiens (Wight dan Arn.) Thwaites Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans. Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi, 8:2.

Maulid R, Lally N. A. Kadar Total Pigmen Klorofil Dan Senyawa Antosianin Ekstrak Kastuba (Euphorbia pulcherrima) Berdasarkan Umur Daun.

Proceeding. Seminar Nasional Konservasi Dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. 2015. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Paryanto, Kwartiningsih E, W. A. W, Pranolo H S, Haningtyas V, Hidayat R, dan S. R. I. 2015. Pengambilan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora Mucronata untuk Pewarna Batik Ramah Lingkungan. Jurnal Purifikasi, 15:1.

Prabhu K. H dan Bhute A. S. 2012. Plant Base Natural Dyes and Mordants : A review Scholar Research Library. Journal of Natural Product and Plant Resource, 2:6.

Rahim A. A, Rocca E, Steinmetz j, Kassim M. J, Adnan R, Ibrahim M. S. 2007.

Mangrove Tannins and Their Flavonoid Monomers as Alternative Steel Corrosions Inhibitors in Acidic Medium. Corros Sci, 49, 402-417.

Risnasari I, Elfiati D, Nuryawan A, Manurung H, Basyuni M, Iswanto A. H, Munir E, Slamet B dan Susilowati A. 2021. Pelatihan Pengolahan Limbah Tanaman Mangrove Sebagai Bahan Pewarna Alam Pada Produk Ecoprint Di Desa Lubuk Kertang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sarwahita : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 18:1.

Rosyida A, Zulfiya A. 2013. Pewarnaan Bahan Tekstil dengan Menggunakan Ekstrak Kayu Nangka dan Teknik Pewarnaanya untuk Mendapatkan Hasil Yang Optimal. Jurnal Rekayasa Proses, 7:2.

(40)

27

Salsabila B. dan Ramadhan M. S. Eksplorasi Teknik Ecoprint dengan Menggunakan Kalin linen untuk Produk Fashion. e – Proceeding of Art and Design. 2018. Telkom University. Pp 2355-9349.

Saraswati T. J dan Sulandjari S. 2018. Perbedaan Hasil Rok Pias Eco Print Daun Jati (Tectona grandis) Menggunakan Jenis dan Massa Mordan Tawas dan Cuka. e – Journal, 7:2.

Saptutyningsih E, Kamiel P. B. Pemanfaatan Bahan Alami Untuk Pengembangan Ecoprint Dalam Mendukung Ekonomi Kreatif. Proceeding. Seminar Nasional Publikasi Hasil – Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. 2019.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. pp 2654-3257.

Ratyaningrum F dan Giari N. 2005. Kriya Tekstil. Unesa University Press.

Surabaya.

Pudjiono S. 2014. Produksi Bibit Unggul Jati (Tectona grandis L.F) Dari Klon Dan Budidayanya. IPB Press. Bogor.

Pringgenis D, Supriyantini E, Azizah R, Hartati R, Irwanti dan Radjasa O. K. 2013.

Aplikasi Pewarnaan Bahan Alam Mangrove Untuk Bahan Batik Sebagai Diversifikasi Usaha Di Desa Binaan Kabupaten Semarang. Majalah Info.

15:1.

Siregar A. H. 2017. Pembuatan Zat Warna Alam dari Tumbuhan Berasal dari Daun.

Bina Teknik, 12, 103-110.

Suliyanthini D. 2016. Ilmu Tekstil. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tresnarupi R, N dan Hendrawan A. Penerapan Teknik Ecoprint pasa Busana dengan Mengadaptasi Tema Bohemian. e – Proceeding of Art and Design.

2019. Telkom University. pp 2335-9349.

Warnoto. 2015. Kajian Zat Pewarna Alami (ZPA) Dari Ekstrak Kulit Kayu Bakau (Rhizophora Sp.) sebagai Pewarna Kain Ramah Lingkungan. Skripsi.

Wahyuni, S. (2015). Identifikasi Preparat Gosok Tulang (Bone) Berdasarkan Teknik Pewarnaan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi, 657–

666.

Widiatmaka, Mediranto A, Widjaja H. 2015. Karakteristik, Klasifikasi Tanah, dan Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn F) Var Unggul Nusantara di Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Pegelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 5:1.

Wirawan B. D. S dan Alvin M. 2019. Teknik Pewarnaan Alam Eco Print Daun Ubi dengan Penggunaan Fiksator Kapur, Tawas dan Tunjung. Jurnal Litbang Kota Pekalongan, vol 17.

(41)

28

Yemirta Y. 2010. Identifikasi Kandungan Senyawa Antioksidan dalam Kayu Secang (Caesalpinia sappan). Jurnal Kimia dan Kemasan, 32(2), pp.41-46.

(42)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel retensi zat warna pada kain linen

Tabel berat kain awal, setelah ecoprint, setelah pengujian luntur cuci, retensi warna

Keterangan: W0 = berat awal (g)

W1= berat setelah diecoprint (g) W2 = berat setelah pengujian (g)

Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Pada Retensi Zat Warna Retensi kain cuci

Source of Variation SS

df MS F P-value F crit

B Between Groups 1,926667 1 1,926667 3,765472 0,124308 7,708647

Within Groups 2,046667 4 0,511667

T total 3,973333 5

ulangan retensi(%)

W0 W1 W2

1 25 25,6 25,1 2,40%

2 25 25,6 25,1 2,40%

3 25 26,1 25,6 4,40%

4 25 25,6 25,4 2,40%

1 25 25,7 25,4 2,80%

2 25 25,7 25,6 2,80%

3 25 26,1 25,7 4,40%

4 25 27,1 25,3 8,40%

1 25 26,1 25,7 4,40%

2 25 25,3 24,9 1,20%

3 25 25,6 25,3 2,40%

4 25 26,1 25,3 4,40%

1 25 25,7 25,6 2,80%

2 25 26,9 26,1 7,60%

3 25 25,4 24,8 1,60%

4 25 26 25,3 4,00%

1 25 26,3 25,9 5,20%

2 25 25,8 25,3 3,20%

3 25 26,6 26,4 6,40%

4 25 25,7 25,4 2,80%

1 25 26,1 24,8 4,40%

2 25 26,5 24,9 6,00%

3 25 26,5 25,3 6,00%

4 25 26,1 24,8 4,40%

berat

aa + tunjung

mangrove + simplokos

secang + simplokos

tawas

mangrove + simplokos

secang + simplokos mordan

perlakuan

pewarna

mangrove + simplokos aa + tanin

secang + simplokos

(43)

30

Lampiran 3. Nilai perbedaan warna pada pengujian kelunturan

Tabel Nilai perbedaan warna kain hasil ecoprint pada proses uji luntur pencucian

L a b L a b

jati 35,01 28,27 1,44 50,31 13,6 4,34 21,394

kerai payung 69,98 6,56 22,37 70,92 6,34 20,1 2,467

jarak ulung 71,29 2,41 25,8 70,75 3,43 25,68 1,160

warna dasar 80,98 0,69 12,59 75,56 3 16,32 6,973

jati 48,88 20,97 5,59 47,61 15,92 7,31 5,484

kerai payung 72,47 5,96 16,85 73,32 5,46 15,72 1,500

jarak ulung 70,44 2,21 25,06 71,72 2,8 24,32 1,592

warna dasar 82,1 0,36 7,8 80,04 1,39 12,68 5,396

jati 56,89 14,9 5,69 54,05 13,32 9,66 5,131

kerai payung 70,88 6,25 18,96 70,95 6,91 17,97 1,192

jarak ulung 70,3 3,42 28,85 69,33 4,89 31,99 3,600

warna dasar 81,93 0,85 5,96 81,01 0,65 11,18 5,304

57,45 12,47 13,94 42,55 20,74 0,22 21,878

70,95 6,25 18,7 70,78 6,68 18,05 0,798

65,29 4,12 30,2 70,72 4,42 28,29 5,764

82,11 0,01 10,17 78,41 0,96 14,39 5,692

58,02 21,06 11,4 70,57 10,39 8,54 16,719

55,47 28,82 10,22 66,06 17,07 10,55 15,821

61,8 17,03 22,31 63,5 14,38 20,85 3,470

60,94 21,82 8,68 63,03 19,28 7,03 3,680

63,61 11,76 4,45 59,09 12,95 3,15 4,851

65,87 14,45 17,77 70,31 8,81 16,19 7,350

64,31 11,38 21,66 64,5 12,03 20,62 1,241

61,26 23,44 0,64 59,69 21,59 7,4 7,182

49,98 21,47 2,5 44,71 18,11 0,86 6,462

55,86 28,74 8,65 56,95 26,67 7,7 2,525

64,45 10,08 20,73 63,38 9,63 23,58 3,077

62,55 21,24 2,95 63,08 20,37 1,7 1,613

63,5 16,32 8,96 58,38 17,35 3,52 7,541

60,02 22,54 16,06 68,11 12,04 13,33 13,533

68,16 11,11 18,89 68,1 11,41 19,33 0,536

54,75 27,87 7,17 66,48 19,12 0,7 16,001

jati jarak ulung kerai payung warna dasar kerai payung 2

3 PERLAKUAN

MORDAN PEWARNA AKHIR ∆E

jati kerai payung jarak ulung 1

2

3

4

1

jarak ulung warna dasar

4 mangrove + simplokos

secang + simplokos Tawas

JENIS DAUN AWAL ULANGAN

jarak ulung kerai payung jati warna dasar jarak ulung kerai payung jati warna dasar

warna dasar jati

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa hasil analisis varian klasifikasi ganda pada penyerapan warna untuk interaksi jenis mordan dan teknik mordanting diperoleh