• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Bahan Penyusun Beton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Bahan Penyusun Beton"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 96

BAB 4

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Bahan Penyusun Beton

Pengujian bahan dilakukan di Laboratorium Bahan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengujian tersebut menghasilkan data yang akan dianalisis lebih lanjut. Untuk pengujian bahan penyusun beton, standar dan persyaratan mengacu pada SNI 2487-2013 yang merujuk pada beberapa peraturan di bawah ini:

a) American Society for Testing and Materials (ASTM)

1. C.150 : Spesifikasi dan ketentuan semen Portland 2. C.117 : Pengujian kandungan lumpur agregat halus 3. C.40 : Pengujian kandungan zat organik agregat halus 4. C.128 : Pengujian specific gravity agregat kasar dan halus 5. C.33 : Pengujian gradasi agregat halus dan kasar

6. C.131 : Pengujian abrasi agregat kasar 7. C.494 : Accelerator Admixtures b) Peraturan Bangunan Indonesia (PBI) 1971

Persyaratan kadar lumpur dan kadar zat organik pada agregat halus serta persyaratan abrasi pada agregat kasar

c) Standar Nasional Indonesia (SNI)

1. SNI 15-2049-2004 : Persyaratan semen Portland

2. SII-0052-80 : Persyaratan modulus kehalusan agregat halus 3. T-15-1990-03 : Persyaratan modulus kehalusan agregat kasar

Pada bab ini akan disajikan analisis data dan pembahasan hasil pengolahan data yang diperoleh. Rincian data pengujian bahan penyusun beton akan disajikan pada lampiran A.

(2)

commit to user 4.1.1. Pengujian Semen

Pengujian semen yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengujian sifat fisik, waktu ikat, dan kandungan kimia dalam semen. Data-data pengujian semen diambil dari PT. Aries Putera Beton Sragen yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pengujian OPC Semen Gresik Parameter Fisik Hasil Pengujian Standar

(ASTM C-150) Keterangan

Berat Jenis 3,15 t/m3 - -

Luas Permukaan 280 m2/kg Min 260 Memenuhi

syarat Waktu Ikat:

- Ikat Awal - Ikat Akhir

162 menit 225 menit

Min 45 Max 375

Memenuhi syarat

Kuat Desak:

- H3

- H7

- H28

125 kg/cm2 (10,375 MPa)

200 kg/cm2 (16,6 MPa)

250 kg/cm2 (20,75 MPa)

Min 12 MPa

Min 19 MPa

-

Memenuhi syarat

Parameter Kimia Hasil Pengujian Standar

(ASTM C-150) Keterangan

SiO2 21,7 % -

Memenuhi syarat

Al2O3 5,7 % -

Fe2O3 3,2 % -

CaO 63,1 % -

MgO 2,8 % Max 6 %

SO3 2,2 % Max 3 %

Lain - lain 1,3 % -

(Sumber: PT. Aries Putera Beton)

(3)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4.1, didapat kesimpulan bahwa semen yang digunakan telah memenuhi persyaratan sebagai bahan campuran beton.

4.1.2. Pengujian Agregat Halus

Agregat halus yang dipakai berasal dari Sungai Gendol, Klaten, Jawa Tengah.

Pengujian agregat halus yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji bulk spec gravity SSD, kandungan lumpur, kandungan zat organik, dan modulus kehalusan.

Rekapitulasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2, sedangkan data pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A1.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Pengujian Agregat Halus

Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Keterangan

Bulk Spec Gravity SSD 2,572 2,5 - 2,7

(ASTM C-128)

Memenuhi syarat

Kandungan Lumpur 2,20% < 5%

(PBI 1971)

Memenuhi syarat Kandungan Zat Organik Kuning Muda Kuning Muda

(PBI 1971)

Memenuhi syarat

Modulus Kehalusan 2,59 1,5 - 3,8

(SII-0052-80)

Memenuhi syarat

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasir yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan sebagai bahan campuran beton.

4.1.3. Pengujian Agregat Kasar

Agregat kasar yang dipakai berasal dari Kulon Progo dengan ukuran maksimum 13 mm. Pengujian agregat kasar yang dilakukan adalah uji bulk spec gravity SSD, abrasi/keausan, dan modulus kehalusan. Rekapitulasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan data pengujian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran A1.

(4)

commit to user Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Pengujian Agregat Kasar

Jenis Pengujian Hasil

Pengujian Standar Keterangan Bulk Spec Gravity SSD 2,674 2,5 - 2,7

(ASTM C-128)

Memenuhi syarat

Abrasi 26,47% < 50%

(PBI 1971)

Memenuhi syarat

Modulus Kehalusan 7,37 5 – 8

(SNI T-15-1990-03)

Memenuhi syarat

Berdasarkan Tabel 4.3, didapat kesimpulan bahwa kerikil yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan sebagai bahan campuran beton.

4.1.4. Pengujian Waktu Ikat (Setting Time)

Pengujian waktu ikat semen bertujuan untuk memperoleh nilai waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung dari mulai bereaksi dengan air (waktu ikat awal) dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan desakan (waktu ikat akhir). Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui pengaruh hubungan semen dengan komposisi accelerator terhadap waktu ikat dari beton mutu tinggi. Dalam penelitian ini kadar penggunaan accelerator sebesar 2% dari komposisi semen dalam campuran beton. Standar pengujian dan persyaratan yang digunakan mengacu pada SNI 03-6827-2002.

Hasil pengujian initial setting time (waktu ikat awal) dan final setting time (waktu ikat akhir) disajikan pada Gambar 4.1, sedangkan untuk data-data lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A3.

(5)

commit to user

Gambar 4.1 Grafik Kadar Accelerator Terhadap Setting Time Semen

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa penambahan kadar accelerator yang semakin tinggi mengakibatkan waktu ikat semen semakin cepat. Pada beton acuan dengan kadar accelerator 0% membutuhkan waktu ikat awal (initial setting time) sebesar 161,25 menit dan waktu ikat akhir (final setting time) sebesar 225 menit. Sementara, untuk kadar accelerator 2% diperoleh waktu ikat awal (initial setting time) sebesar 135 menit dan waktu ikat akhir (final setting time) sebesar 180 menit. Kecepatan waktu ikat awal mengalami peningkatan sebesar 16,27%, sedangkan waktu ikat akhir mengalami peningkatan sebesar 20%. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan accelerator pada campuran semen akan mempercepat waktu ikat awal (initial setting time) dan waktu ikat akhir (final setting time).

4.1.5. Informasi Produk Accelerator

Accelerator yang digunakan pada penelitian ini merupakan produk dari PT. Sika Indonesia yang bernama SikaCim Accelerator. Informasi produk SikaCim Accelerator dapat dilihat pada Gambar 4.2, sedangkan untuk data-data lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A2.

161,25

135 225

180

0 50 100 150 200 250

0 2

Waktu Ikat (Menit)

Kadar Accelerator (%)

Waktu Ikat Accelerator

Initial Setting Time Final Setting Time

(6)

commit to user Tabel 4.4 Informasi Produk SikaCim Accelerator

Description A concentrated solution of

accelerating, plasticizing, and shrinkage-reducing agents. It is added to Portland cement to produce quick setting mortar.

Uses To produce quick setting, low

shrinkage, high strength concrete patches. It can be used for sealing leakages and for plugging water infiltrations in concrete.

Characteristics / Advantages ▪ Rapid set time

▪ Low shrinkage

▪ Good adhesion

▪ High early strength & compressive strength.

Product Information

Packaging 900 ml x 10, tray

Appearance / Colour Liquid / Clear

Shelf life 12 months from date of production if stored properly in undamaged unopened, original sealed packaging.

Storage conditions Store in dry conditions at temperatures between +5 °C and +30 °C. Protect from direct sunlight and frost.

Density 1,28 kg/l

Recommended Dosage Added to the mixing water within range 1:0 – 1:5

(Sumber: PT. Sika Indonesia, 2017)

4.2. Rancang Campur (Mix Design)

Perhitungan rancang campur atau mix design mengacu pada peraturan SNI 2487- 2013 dengan metode Trial Mixing (percobaan) dengan kuat desak rencana lebih dari 41,4 MPa (K-500). Berikut adalah perhitungan rancang campur (mix design) untuk beton normal tanpa bahan tambah (BHSC N) dan beton dengan bahan tambah accelerator (BHSC AC).

(7)

commit to user 4.2.1 Perhitungan Mix Design Beton Normal

• Berat jenis /Specific gravity (Gs) material : - Gs cement = 3,150 t/m3

- Gs fine agg. = 2,572 t/m3 - Gs coarse agg. = 2,674 t/m3 - Gs water. = 1,000 t/m3 - Gs admixture = 1,000 t/m3

• Menentukan Faktor Air Semen (FAS) :

w/c = 0,225

• Menentukan volume kadar udara : Vol. Air = 2 %

• Menentukan kebutuhan semen : Cement content = 550 kg/m3

• Menentukan kebutuhan air :

Water content = w/c x cement content = 0,225 x 550 = 123,75 kg/m3

• Menentukan kebutuhan admixture :

Admixture content = Admixture Dosage x cement content = 1,3 % x 550

= 7,15 kg/m3

• Menentukan kebutuhan volume agregat :

Volume Aggregate = Vol. Concrete – Vol. air – Vol. water – Vol. Cement – Vol. Admxiture

= Vol. Concrete - Vol. air - 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡

𝐺𝑠 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡

𝑎𝑑𝑥𝑚𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒

= 1 m3 - 2

100 - 123,75

1 𝑥 1000 - 550

3,15 𝑥 1000 - 7,15

1 𝑥 1000

= 1 m3 – 0,02 m3 – 0,1238 m3 – 0,1746 m3 – 0,0072 m3

= 0,6475 m3

(8)

commit to user

• Menentukan proprosi agregat halus (S/A) :

% S/A = 45 %

• Menentukan kebutuhan agregat halus : Vol. Fine Agg. = % S/A x Vol. gg.

= 45 % x 0,6457 m3

= 0,3035 m3

Fine Agg. Content = Vol. Fine Agg. x Gs fine agg.

= 0,3035 x 2,572 x 1000

= 780,67 kg/m3

• Menentukan kebutuhan agregat kasar :

Vol. Coarse Agg. = Vol Agg. – Vol Fine Agg.

= 0,6547 – 0,3035

= 0,3710 m3

Coarse Agg. Content = Vol. Coarse Agg. x Gs Coarse agg.

= 0,3710 x 2,674 x 1000 = 991,98 kg/m3

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

(9)

commit to user

104 Tabel 4.5 Rekapitulasi Perhitungan Mix Design Beton Normal

MIX DESIGN BETON NORMAL Kuat Desak Rencana Umur

1.1 Required Strength/Type of Concrete K-500 28 hari

1.2 Cement Type Ordinary Portland Cement (OPC) / Tipe I - Semen Gresik

1.3 Aggregate Type

Coarse Crushed Stone

Fine Natural Sand

1.4 Free Water/Cement Ratio Specified 0.225

2.1 Slump for Concrete 7,5 - 15 cm Tjokrodimulyo, 1992

2.2 Maximum Aggregate Size 13 mm

2.3 Specific Gravity of

Cement 3.150 t/m3 Semen Indonesia

2.4 Specific Gravity aggregat

Fine 2.572 t/m3 Kulon progo

Coarse 2.674 t/m3 Kulon progo

2.5 Air Content 2 %

3.1 Cement Content 550.00 kg/m3 = 0.1746 m3

3.2 Free Water Content 123.75 kg/m3 = 0.1238 m3

4.1 Type of Admixture Dosage (%)

Master Glenium SKY 8851 1.3 7.15 kg/m3 = 0.0072 m3

Vol. Total Agg. = 0.6745 m3 5.1 Proportion of Fine Aggregate (S/A) 0.45

5.2 Fine Aggregate Content Merapi 780.67 kg/m3 = 0.3035 m3

5.3 Coarse Aggregate Content Sentolo 991.98 kg/m3 = 0.3710 m3

6.1 Density of Concrete 2473.55 kg/m3 = 1.0000 m3

(10)

commit to user

4.2.2 Perhitungan Mix Design Beton dengan Accelerator

• Berat jenis /Specific gravity (Gs) material : - Gs cement = 3,150 t/m3

- Gs accelerator = 1,280 t/m3 - Gs fine agg. = 2,572 t/m3 - Gs coarse agg. = 2,674 t/m3 - Gs water. = 1,000 t/m3 - Gs admixture = 1,000 t/m3

• Menentukan Faktor Air Semen (FAS) :

w/b = 0,225

• Menentukan volume kadar udara : Vol. Air = 2 %

• Menentukan kebutuhan binder : Binder content = 550 kg/m3

• Menentukan kebutuhan accelerator :

Accelerator content = %Accelerator x binder content = 2% x 550

= 11 kg/m3

• Menentukan kebutuhan cement :

Cement content = Binder content - Accelerator content = 550 – 11

= 539 kg/m3

• Menentukan kebutuhan air :

Water content = w/c x binder content = 0,225 x 550 = 123,75 kg/m3

• Menentukan kebutuhan admixture :

Admixture content = Admixture dosage x binder content = 1,3 % x 550

= 7,15 kg/m3

(11)

commit to user

• Menentukan kebutuhan volume agregat :

Volume Aggregate = Vol. Concrete – Vol. air – Vol. water – Vol. Cement – Vol. Accelerator - Vol. Admxiture

= Vol. Concrete - Vol. air - 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡

𝐺𝑠 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡

𝑎𝑐𝑐𝑒𝑙𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡

𝐺𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑒𝑙𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑓𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑑𝑥𝑚𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒

= 1 m3 - 2

100 - 123,75

1 𝑥 1000 - 539

3,15 𝑥 1000 - 11

1,28 𝑥 1000 - 7,15

1 𝑥 1000

= 1 m3 – 0,02 m3 – 0,1711 - 0,0086 m3 – 0,1238 m3

– 0,0072 m3

= 0,6694 m3

• Menentukan proprosi agregat halus (S/A) :

% S/A = 45 %

• Menentukan kebutuhan agregat halus : Vol. Fine Agg. = % S/A x Vol. Agg.

= 45 % x 0,6694 m3

= 0,3012 m3

Fine Agg. Content = Vol. Fine Agg. x Gs fine agg.

= 0,3012 x 2,572 x 1000

= 774,76 kg/m3

• Menentukan kebutuhan agregat kasar :

Vol. Coarse Agg. = Vol Agg. – Vol Fine Agg.

= 0,6694 – 0,3012

= 0,3682 m3

Coarse Agg. Content = Vol. Coarse Agg. x Gs Coarse agg.

= 0,3682 x 2,674 x 1000 = 984,48 kg/m3

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

(12)

commit to user

107 Tabel 4.6 Rekapitulasi Perhitungan Mix Design Beton dengan Accelerator

MIX DESIGN BETON ACCELERATOR Kuat Desak Rencana Umur

1.1 Required Strength/Type of Concrete K-500 28 hari

1.2 Cement Type Ordinary Portland Cement (OPC) / Tipe I - Semen Gresik

1.3 Aggregate Type

Coarse Crushed Stone

Fine Natural Sand

1.4 Free Water/Cement Ratio Specified 0.225

2.1 Slump for Concrete 7,5 - 15 cm Tjokrodimulyo, 1992

2.2 Maximum Aggregate Size 13 mm

2.3 Specific Gravity of

Cement 3.150 t/m3 Semen Indonesia

Accelerator 1,280 t/m3 PT. Sika Indonesia

2.4 Specific Gravity aggregat

Fine 2.572 t/m3 Kulon progo

Coarse 2.674 t/m3 Kulon progo

2.5 Air Content 2 %

3.1 Cement Content 539,00 kg/m3 = 0.1711 m3

3.2 Accelerator Content 2% 11,00 kg/m3 = 0,0086 m3

3.3 Free Water Content 123.75 kg/m3 = 0.1238 m3

4.1 Type of Admixture Dosage (%)

Master Glenium SKY 8851 1.3 7.15 kg/m3 = 0.0072 m3

Vol. Total Agg. = 0.6694 m3 5.1 Proportion of Fine Aggregate (S/A) 0.45

5.2 Fine Aggregate Content Merapi 774.76 kg/m3 = 0.3012 m3

5.3 Coarse Aggregate Content Sentolo 984.48 kg/m3 = 0.3682 m3

6.1 Density of Concrete 2460.14 kg/m3 = 1.0000 m3

(13)

commit to user

Rangkuman kedua mix design tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7-4.8, sebagai berikut:

Tabel 4.7 Mix Design BHSC – N dan BHSC – AC 2 % per 1 m3

Kode.

Ag.

Kasar (Kg/m3)

Ag.

Halus (Kg/m3)

Semen (Kg/m3)

Accelerator (kg/m3)

Air (lt/m3)

Admixture (lt/m3)

BHSC–N 991,98 780,67 550 0 123,75 7,15

BHSC–AC

2 % 984,48 774,76 539 11 123,75 7,15

Tabel 4.8 Mix Design BHSC – N dan BHSC – AC 2 % untuk Uji 1 Benda Uji (Silinder 7,5 cm x 15 cm)

Kode.

Ag.

Kasar (Kg)

Ag.

Halus (Kg)

Semen (Kg)

Accelerator (ltr)

Air (ltr)

Admixture

(ltr)

BHSC–N 7,888 6,208 4,374 0 0,984 0,057

BHSC–AC

2 % 7,829 6,161 4,286 0,088 0,984 0,057

4.3. Hasil Pengujian Beton Segar

Hasil pengujian beton segar atau slump test untuk beton nomal (BHSC – N) dan beton dengan bahan tambah accelerator (BHSC – AC 2 %) dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Slump Test Beton Normal

(14)

commit to user

Gambar 4.3 Slump Test Beton dengan Accelerator

Nilai slump beton untuk beton normal tanpa bahan tambah accelerator adalah 12 cm, sedangkan nilai slump beton dengan bahan tambah accelerator 2% adalah 11,5 cm. Nilai slump tersebut memenuhi nilai slump (untuk plat, balok, kolom, dinding) yang telah direncanakan sebelumnya sebesar 7,5 - 15 cm (Tjokrodimulyo,1992).

Rekapitulasi pengujian slump dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Rekapitulasi Pengujian Slump

4.4. Hasil Pengujian Kuat Desak

Pengujian kuat desak pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pengujian kuat desak dilakukan saat benda uji berumur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Keluaran data yang didapat dari

12 11,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

BHSC – N BHSC – AC 2 %

Nilai Slump (cm)

Pengujian Slump

11,5 cm

(15)

commit to user

pengujian kuat desak berupa beban maksimum yang mampu diterima oleh benda uji (Pmax) yang kemudian dibagi dengan luas permukaan benda uji (A) seperti pada Persamaan 2.1, sehingga didapatkan nilai kuat desak benda uji (𝑓′𝑐).

𝑓𝑐 = 𝑃 𝐴 dimana:

f’c = Kuat desak beton (MPa) P = Gaya desak maksimum (N) A = Luas penampang benda uji (mm²)

Contoh perhitungan untuk benda uji dengan kode (BHSC N7-A) dan kode (BHSC

AC7-A) umur 7 hari adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dengan kode (BHSC N7-A):

d = 7,5 cm = 75 mm A = 1 4⁄ 𝜋𝑑2

= 1 4⁄ 𝜋 752 = 4417,865 mm2

Pmax = 138,23 kN = 138230 N f’c = 𝑃𝑚𝑎𝑥

𝐴

=

138230 N

4417,865 mm2

= 31,29 Mpa

b. Benda uji dengan kode (BHSC AC7-A):

d = 7,5 cm = 75 mm A = 1 4⁄ 𝜋𝑑2

= 1 4⁄ 𝜋 752

= 4417,865 mm2

Pmax = 180,96 kN = 180960 N

(16)

commit to user f’c = 𝑃𝑚𝑎𝑥

𝐴

=

180960 N

4417,865 mm2

= 40,96 Mpa

Hasil pengujian kuat desak untuk semua benda uji dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Desak

Umur Beton Kode Pmax

(kN)

f’c (MPa)

f’c rata2 (MPa)

7 Hari

Normal

BHSC N7-A 138,23 31,29

31,75 BHSC N7-B 141,55 32,04

BHSC N7-C 141,02 31,92

Accelerator 2%

BHSC AC7-A 180,96 40,96

40,03 BHSC AC7-B 169,16 38,29

BHSC AC7-C 180,43 40,84

14 Hari

Normal

BHSC N14-A 151,62 34,32

34,64 BHSC N14-B 157,81 35,72

BHSC N14-C 149,72 33,89

Accelerator 2%

BHSC AC14-A 189,53 42,90

42,17 BHSC AC14-B 181,40 41,06

BHSC AC14-C 187,94 42,54

21 Hari

Normal

BHSC N21-A 179,50 40,63

39,74 BHSC N21-B 171,06 38,72

BHSC N21-C 176,14 39,87

Accelerator 2%

BHSC AC21-A 206,18 46,67

46,69 BHSC AC21-B 201,28 45,56

BHSC AC21-C 211,39 47,85

(17)

commit to user

Umur Beton Kode Pmax

(kN)

f’c (MPa)

f’c rata2 (MPa)

28 Hari

Normal

BHSC N28-A 190,06 43,02

42,59 BHSC N28-B 188,73 42,72

BHSC N28-C 185,73 42,04

Accelerator 2%

BHSC AC28-A 234,54 53,09

54,73 BHSC AC28-B 247,49 56,02

BHSC AC28-C 243,34 55,08

Berdasarkan rekapitulasi hasil pengujian kuat desak di Tabel 4.9, dapat dilihat pengaruh penambahan accelerator pada beton terhadap parameter kuat desak dalam berbagai umur. Pada umur 7 hari, nilai kuat desak beton dengan bahan tambah accelerator 2% sudah lebih tinggi dari nilai kuat desak beton tanpa bahan tambah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wisnumurti, dkk (2007) dimana penggunaan penggunaan dosis yang optimal dari accelerator yaitu antara 2% - 5% akan memberikan pengaruh peningkatan kuat desak beton pada umur-umur awal.

Persentase peningkatan nilai kuat desak beton secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Pengaruh Accelerator terhadap Nilai Kuat Desak Beton pada Berbagai Umur

Umur Beton f’c

(MPa)

Persentase Kenaikan f’c BHSC AC terhadap BHSC N

(%) 7 Hari

BHSC N 31,75

26,08 BHSC AC 40,03

14 Hari

BHSC N 34,64

21,71 BHSC AC 42,17

21 Hari

BHSC N 39,74

17,49 BHSC AC 46,69

28 Hari

BHSC N 42,59

28,49 BHSC AC 54,73

(18)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4.10, penambahan kadar accelerator dapat langsung meningkatkan nilai kuat desak beton pada umur-umur awal. Pada umur 7 hari terjadi peningkatan sebesar 26,08% dari 31,75 MPa (BHSC N) menjadi 40,03 MPa (BHSC AC). Pada umur 14 hari terjadi peningkatan sebesar 21,71% dari 34,54 MPa (BHSC N) menjadi 42,17 MPa (BHSC AC). Kemudian, pada umur 21 hari terjadi peningkatan sebesar 17,49% dari 39,74 MPa (BHSC N) menjadi 46,69 MPa (BHSC

AC) dan pada umur 28 hari terjadi peningkatan sebesar 28,49% dari 42,59 MPa (BHSC N) menjadi 54,73 MPa (BHSC AC).

Peningkatan nilai kuat desak beton dengan penambahan accelerator dapat ditinjau dari sifat accelerator itu sendiri yang sebelumnya sudah dijelaskan pada Bab 2.

Sifat dari accelerator antara lain: mempercepat waktu setting atau pengikatan, mengurangi penyusutan (shrinkage), memiliki adhesi yang baik, dan memiliki kekuatan awal serta kuat desak yang tinggi (PT. Sika Indonesia, 2017). Selain itu, dalam ASTM C 496 accelerator merupakan bahan tambah (admixture) yang masuk dalam tipe C (Accelerating Admixtures). Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.

Secara kimiawi, penambahan accelerator pada campuran beton dapat mempercepat hidrasi dari C2S dan C3S yang merupakan senyawa dalam beton yang memiliki sifat perekat dikarenakan terdapat senyawa CaCl2 (kalsium klorida) dalam accelerator (Nugraha, 2007). Kalsium klorida berfungsi sebagai katalis atau segala sesuatu yang mengubah kecepatan reaksi tetapi bukan mengubah bagian dari reaksi itu pada proses hidrasi semen Portland (Dodson, 1990). Hasil reaksi C2S dan C3S dengan air (H2O) adalah CSHprimer yang berfungsi sebagai perekat. Reaksi hidrasi semen dapat dilihat di bawah ini:

C3S, C2S + H2O → CSHprimer + Ca(OH)2

Senyawa Semen + Air → Kalsium Silikat Hidrat + Kalsium Hidroksida Senyawa CSH atau Kalsium Silikat Hidrat merupakan bahan pengikat dari pasta semen untuk mengikat agregat. Mempercepat reaksi C2S dan C3S berarti mempercepat juga pembentukan dari CSH, sehingga akan meningkatkan daya ikat

(19)

commit to user

pasta semen terhadap agregat dan juga menambah kekuatan lekatan di daerah Interfacial Transition Zone (ITZ) serta mengurangi porositas beton.

Berdasarkan hasil pengujian kuat desak pada Tabel 4.9, beton BHSC AC mengalami kenaikan kuat desak yang paling besar pada umur 21 ke 28 hari yaitu dari 46,69 MPa menjadi 54,73 MPa. Sementara untuk beton BHSC N, kenaikan nilai kuat desak berbagai umur relatif sama. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kuat Desak dengan Umur Beton

Berdasarkan Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa beton BHSC N dan BHSC AC mengalami kenaikan nilai kuat desak beton sejalan dengan bertambahnya umur beton, dengan kenaikan yang berbeda-beda di berbagai umur. Kenaikan nilai kuat desak beton ini berkaitan erat dengan proses hidrasi semen. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 sebelumnya, pasta semen hasil dari reaksi air dan semen memberikan pengaruh yang besar bagi kekuatan beton saat menerima beban, karena berfungsi sebagai bahan perekat agregat.

Menurut Denis (2010) proses hidrasi semen akan terus berlangsung dan meningkat serta akan mencapai titik puncaknya pada hari ke-28. Sehingga peningkatan kuat

31,75 34,64

39,74 42,59

40,03 42,17

46,69

54,73

0 10 20 30 40 50 60

7 14 21 28

Kuat Tekan (MPa)

Umur (Hari)

Hubungan Kuat Desak dengan Umur Beton

BHSC N BHSC AC

(20)

commit to user

desak pada Gambar 4.5 dapat dikorelasikan dengan tingkat hidrasi semen yang ditampilkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Tingkat Hidrasi Beton BHSC N dan BHSC AC

Berdasarkan Gambar 4.6, dapat dilihat bawah proses hidrasi pada beton dengan bahan tambah accelerator (BHSC AC) mengalami kenaikan terbesar pada umur 21 ke 28 hari yaitu sebesar 100% - 85,32% = 14,68%. Sementara untuk beton normal tanpa bahan tambah (BHSC N), kenaikan tingkat hidrasi terbesar terjadi pada saat umur 14 ke 21 hari yaitu sebesar 93,30% - 83,33% = 11,97%. Tingkat persentase hidrasi pada umur 7 hari untuk beton dengan bahan tambah accelerator (BHSC AC) dan beton normal tanpa bahan tambah (BHSC N) hampir mendapatkan nilai yang sama, yaitu 73,14% untuk BHSC AC dan 74,54% untuk BHSC N.

Berdasarkan hasil pengujian kuat desak yang telah didapatkan, dapat diketahui faktor konversi kuat desak beton hasil percobaan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 yang dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Faktor Konversi Kuat Desak

Umur Beton (Hari) 7 14 21 28

PBI 1971 0,65 0,88 0,95 1,00

Beton BHSC N 0,75 0,81 0,95 1,00

Beton BHSC AC 0,73 0,77 0,85 1,00

0

74,54 81,33

93,30 100

0

73,14 77,05 85,32

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 7 14 21 28

Tingkat Hidrasi (%)

Umur (Hari)

Tingkat Hidrasi

BHSC N BHSC AC

(21)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4.11, terdapat perbedaan antara faktor konversi kuat desak berdasarkan PBI 1971 dengan hasil percobaan. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya: penggunaan bahan tambah kimia (accelerator dan superplasticizer) serta jumlah benda uji yang berjumlah tiga sampel, sehingga data pembanding kurang valid.

4.5. Hasil Pengujian Modulus Elastisitas

Pengujian modulus elastisitas dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) yang dilakukan bersamaan dengan pengujian kuat desak. Keluaran data yang didapat dari pengujian modulus elastisitas berupa grafik hubungan beban (P) yang mampu diterima oleh benda uji (KN) dengan nilai defleksi (mm) yang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran B.

Kemudian data-data hubungan beban (KN) dengan defleksi (mm) diubah menjadi grafik hubungan tegangan (MPa) dengan regangan menggunakan Persamaan 2.2 dan 2.3. Berikut akan ditampilkan grafik hubungan tegangan-regangan beton BHSC

N dan BHSC AC pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari.

4.5.1 Grafik Tegangan-Regangan Beton BHSC N a. Umur 7 Hari

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 7 Hari

(22)

commit to user b. Umur 14 Hari

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 14 Hari

c. Umur 21 Hari

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 21 Hari

(23)

commit to user d. Umur 28 Hari

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 28 Hari

4.5.2 Grafik Tegangan-Regangan Beton BHSC AC a. Umur 7 Hari

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC AC Umur 7 Hari

(24)

commit to user b. Umur 14 Hari

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC AC Umur 14 Hari

c. Umur 21 Hari

Gambar 4.13 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC AC Umur 21 Hari

(25)

commit to user d. Umur 28 Hari

Gambar 4.14 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC AC Umur 28 Hari

4.5.3 Perhitungan Modulus Elastisitas

Setelah didapatkan grafik hubungan tegangan dan regangan (Gambar 4.7 - 4.14), dapat dihitung nilai modulus elastisitas percobaan dengan menggunakan Persamaan 2.4 (ASTM C469) dan Persamaan 2.5 (Eurocode 2-1992) berdasarkan hasil plotting pada grafik tersebut. Kemudian nilai modulus elastisitas percobaan tersebut dibandingkan dengan nilai modulus elastisitas teoritis dari Persamaan 2.6 (ACI Committee 363-10) dan Persamaan 2.7 (SNI 2847-2013).

Sebagai contoh perhitungan diambil data dari benda uji dengan kode (BHSC N7-A) umur 7 hari yang akan ditampilkan di bawah ini:

a. Modulus Elatisitas Percobaan:

• Eurocode 2-1992 Ec = 0.4 𝑓𝑐

𝜀 (0.4 𝑓𝑐)

fc' = 31,29 MPa 0,4 fc’ = 0,4 x 31,29 = 12,52 MPa

(26)

commit to user

𝜀 (0.4 𝑓𝑐) didapatkan dari hasil plotting nilai 0,4 fc’ (12,52 MPa) pada grafik hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N7-A

Berdasarkan Gambar 4.15 didapatkan nilai 𝜀 (0.4 𝑓𝑐) sebesar 0,00053, sehingga:

Ec = 0.4 𝑓𝑐

𝜀 (0.4 𝑓𝑐)

Ec = 12,52

0,00053

= 23615,09 Mpa

• ASTM C469

Ec = 0.4 𝑓𝑐

− 𝜎₁ 𝜀 (0.4 𝑓𝑐)− 𝜀₁

fc' = 31,29 MPa 0,4 fc’ = 0,4 x 31,29 = 12,52 MPa

Selanjutnya dibuat garis regresi linier diambil mulai dari nilai tegangan-regangan 0 sampai terlihat kurva melengkung (diambil 40% fc’) sebagai berikut:

(27)

commit to user

Gambar 4.16 Regresi Linier Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N7-A

Berdasarkan Gambar 4.16, didapatkan regresi y = 24979 x untuk menghitung nilai modulus elastisitas sebagai berikut:

Persamaan regresi linier: y = 24979 x

Untuk:0.4 𝑓𝑐 = 12,52 MPa

didapatkan 𝜀 (0.4 𝑓𝑐) = 0,000501

𝜀

=

0,00005 →

didapatkan 𝜎₁= 1,25 MPa Sehingga:

Ec = 0.4 𝑓𝑐

− 𝜎₁ 𝜀 (0.4 𝑓𝑐)− 𝜀₁

= 12,52− 1,25 0,000501− 0,00005

= 24979 MPa

b. Modulus Elastisitas Teoritis:

• ACI Committee 363-10 fc' = 31,29 MPa

Ec = 3320 √𝑓′𝑐 + 6900 = 3320 √31,29 + 6900 = 25471,24 MPa

(28)

commit to user

• SNI 2847-2013 fc' = 31,29 MPa

wc = 2473,55 kg/m3 (Diambil dari data perhitungan mix design Tabel 4.5) Ec = 0,043 wc1,5 √𝑓′𝑐

Ec = 0,043 (2473,55)1,5 √31,29 Ec = 29590,50 MPa

Rekapitulasi hasil perhitungan modulus elastisitas percobaan dan teoritis untuk beton BHSC N maupun BHSC AC umur 7, 14, 21, dan 28 hari dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Rekapitulasi Perhitungan Modulus Elastisitas

Kode

Ec Percobaan (MPa) Ec Perhitungan (MPa) Eurocode 2-

1992 ASTM C469 ACI Committee 363-10

SNI 2847- 2013

BHSC N7-A 23615,09 24979 25471,24 29590,50 BHSC N7-B 25129,41 25627 25692,49 29943,03 BHSC N7-C 25536,00 25704 25657,27 29886,91 BHSC AC7-A 29789,09 30727 28148,00 33580,62 BHSC AC7-B 28362,96 28705 27443,80 32467,69 BHSC AC7-C 27688,14 29269 28116,85 33531,39 BHSC N14-A 29208,51 28782 26349,65 30990,11 BHSC N14-B 26958,49 28250 26742,38 31615,88 BHSC N14-C 27665,32 27487 26227,42 30795,36 BHSC AC14-A 30642,86 31055 28645,37 34366,66 BHSC AC14-B 29328,57 30435 28173,92 33621,59 BHSC AC14-C 29852,63 30687 28553,94 34222,16 BHSC N21-A 32504,00 30432 28062,23 33718,86 BHSC N21-B 31608,16 29091 27558,83 32916,77

(29)

commit to user

BHSC N21-C 31270,59 29207 27863,38 33402,01 BHSC AC21-A 32186,21 32757 29580,73 35844,92 BHSC AC21-B 32542,86 33270 29309,39 35416,09 BHSC AC21-C 33000,00 34167 29865,67 36295,24 BHSC N28-A 32467,93 31913 28675,76 34696,42 BHSC N28-B 32861,54 32410 28599,70 34575,23 BHSC N28-C 30574,55 30168 28426,30 34298,95 BHSC AC28-A 34813,12 35444 31090,48 38230,95 BHSC AC28-B 36141,94 36981 31749,04 39271,75 BHSC AC28-C 36118,03 36277 31539,68 38940,87

Setelah didapatkan nilai-nilai modulus elastisitas pada Tabel 4.12, selanjutnya dihitung nilai rata-rata modulus elastisitas untuk beton BHSC N maupun BHSC AC berbagai umur dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Rekapitulasi Modulus Elastisitas Rata-rata

Kode

Ec Percobaan (MPa) Ec Perhitungan (MPa) Eurocode 2-

1992 ASTM C469 ACI

Committee 363-10

SNI 2847- 2013 BHSC N7 24760,17 25436,67 25607,00 29806,81 BHSC AC7 28613,40 29567,00 27902,88 33193,23 BHSC N14 27944,10 28173,00 26439,82 31133,78 BHSC AC14 29941,35 30725,67 28457,74 34070,14 BHSC N21 31794,25 29576,67 27828,15 33345,88 BHSC AC21 32576,36 33398,00 29585,26 35852,08 BHSC N28 31968,00 31497,00 28567,25 34523,54 BHSC AC28 35691,03 36234,00 31459,73 38814,53

(30)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4.13, dapat dilihat bahwa nilai modulus elastisitas percobaan dan perhitungan beton BHSC N maupun BHSC AC mengalami trend kenaikan sejalan dengan bertambahnya umur beton. Hal ini disebabkan karena nilai modulus elastisitas berbanding lurus dengan mutu beton atau nilai kuat desak beton (Dipohusodo, 1996). Namun terjadi perbedaan antara hasil nilai modulus elastisitas percobaan dengan nilai modulus elastisitas perhitungan secara teoritis, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.17 (diambil data umur ke 28 hari).

Gambar 4.17 Grafik Modulus Elastisitas Percobaan dan Perhitungan Umur 28 Hari

Berdasarkan Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa nilai modulus elastisitas hasil percobaan maupun perhitungan teoritis beton BHSC AC pada umur ke 7 hari sudah lebih tinggi dari beton BHSC N. Hal ini disebabkan karena pengaruh penambahan accelerator akan mempercepat proses hidrasi C2S dan C3S sehingga beton akan lebih cepat mengalami pengerasan dan lebih padat. Karena beton BHSC AC lebih padat maka saat benda uji menerima beban, nilai defleksi yang dihasilkan akan lebih kecil dari defleksi beton BHSC N. Dengan nilai defleksi yang lebih kecil, maka grafik hubungan tegangan-regangan pada daerah linier (0-40% fc’) akan menjadi lebih curam, sehingga nilai modulus elastisitas meningkat.

20000 22500 25000 27500 30000 32500 35000 37500 40000

0 2

Modulus Elastisitas (MPa)

Kadar Accelerator (%)

Grafik Modulus Elastisitas Percobaan dan Perhitungan Umur 28 Hari

Eurocode 2-1992 ASTM C469 ACI Committee 363-10 SNI 2847-2013

(31)

commit to user

Pada Gambar 4.17 juga dapat dilihat pada terjadi perbedaan antara nilai modulus elastisitas percobaan dengan perhitungan secara teoritis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Grafik hubungan tegangan-regangan keluaran dari hasil pengujian UTM kurang halus,

2. Kurangnya ketelitian saat membaca interpolasi pada grafik hubungan tegangan- regangan,

3. Sampel benda uji yang berjumlah 3, sehingga sebagai pembanding datanya kurang valid.

Berdasarkan hasil pengujian modulus elastisitas yang telah dianalisis, dapat diketahui faktor konversi modulus elastisitas beton hasil percobaan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 yang dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Faktor Konversi Modulus Elastisitas

Umur Beton (Hari) 7 14 21 28

Eurocode 2-1992 Beton BHSC N 0,77 0,87 0,99 1,00 Beton BHSC AC 0,80 0,84 0,95 1,00 ASTM C469 Beton BHSC N 0,81 0,89 0,94 1,00 Beton BHSC AC 0,82 0,85 0,92 1,00

Berdasarkan Tabel 4.11, dapat dilihat perbedaan antara faktor konversi modulus elastisitas berdasarkan PBI 1971 dengan hasil analisis. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya: penggunaan bahan tambah kimia (accelerator dan superplasticizer) serta jumlah benda uji yang berjumlah tiga sampel, sehingga data pembanding menjadi kurang valid.

4.6. Pola Keretakan

Pola keretakan pada sampel benda uji saat pengujian kuat desak menggunakan UTM (Universal Testing Machine) berhubungan erat dengan grafik tegangan- regangan beton. Sebagai contoh akan ditunjukkan pada Gambar 4.18. Sampel yang diambil untuk beton BHSC N dan BHSC AC umur 28 hari.

(32)

commit to user

1 2 3 4 5

Gambar 4.18 Posisi Pola Retak Beton BHSC N dan BHSC AC Umur 28 Hari

Keterangan Gambar 4.18 dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 4.19 Urutan Pola Retak Beton BHSC N Umur 28 Hari E

D C A B

(33)

commit to user

Gambar 4.20 Urutan Pola Retak Beton BHSC AC Umur 28 hari

Gambar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C.

4.7. Hasil Pengujian Surface Area Analysis (SAA)

Pengujian Surface Area Analysis dilakukan pada benda uji umur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan alat Surface Area Analyzer. Sampel yang dipakai yaitu pasta dari pecahan sampel beton yang telah diuji kuat desaknya dan telah dihaluskan dan lolos ayakan no. 50 atau 0,3 mm. Keluaran data yang didapat dari pengujian SAA berupa luas permukaan (m2/g) dan volume pori (cc/g) yang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran D.

Data hasil pengujian Surface Area Analysis berupa luas permukaan (m2/g) dan volume pori (cc/g) dari beton BHSC N dan beton BHSC AC di berbagai umur dapat dilihat pada Tabel 4.15.

(34)

commit to user

Tabel 4.15 Hasil Pengujian Surface Area Analysis (SAA) Umur Beton

Radius Pori (Å)

Volume Pori (cc/g)

Luas Permukaan (m2/g) 7 Hari

BHSC N 18,23 0,029 22,10

BHSC AC 18,17 0,024 19,17

14 Hari

BHSC N 18,21 0,028 20,45

BHSC AC 18,14 0,023 17,55

21 Hari

BHSC N 18,16 0,024 15,71

BHSC AC 18,10 0,021 11,15

28 Hari

BHSC N 18,12 0,022 11,97

BHSC AC 18,00 0,017 9,67

Berdasarkan Tabel 4.15, dapat dilihat hubungan antara luas permukaan dengan volume pori yaitu dengan semakin bertambahnya umur beton BHSC N dan BHSC AC maka, nilai luas permukaan dan nilai volume pori beton akan menurun. Luas permukaan dipengaruhi oleh ukuran partikel/pori, bentuk pori dan susunan pori di dalam partikel tersebut (Martin dkk, 1993). Nilai luas permukaan yang menurun seiring dengan bertambahnya umur beton disebabkan oleh pori yang terbentuk semakin berkurang dan beton semakin padat akibat proses hidrasi yang terjadi.

Proses hidrasi ini melibatkan senyawa C2S dan C3S yang bereaksi dengan air (H2O) dan membentuk senyawa CSH. Semakin banyak CSH yang terbentuk maka meningkatkan daya ikat pasta semen. Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat juga perbedaan tingkat porositas antara sampel pasta beton tanpa bahan tambah (BHSCN) dan beton dengan penambahan accelerator 2% (BHSC AC). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.21.

(35)

commit to user

Gambar 4.21 Perbandingan Volume Pori antara Pasta Beton BHSC N dan BHSCAC

Berdasarkan Gambar 4.21, dapat dilihat bahwa tingkat porositas pasta beton BHSC

AC lebih kecil dibandingkan dengan beton BHSC N di semua umur ditunjukkan dengan nilai volume pori (cc/g) yang dihasilkan. Persentase penurunan nilai volume pori antara beton BHSC N dengan beton BHSC AC adalah sebesar 17,24% pada umur 7 hari; 17,86% pada umur 14 hari; 12,50% pada umur 21 hari dan 22,73% pada umur 28 hari. Hal ini disebabkan karena penambahan accelerator akan mempercepat proses hidrasi beton. CaCl2 (kalsium klorida) yang terdapat dalam accelerator dapat mempercepat hidrasi dari C2S dan C3S yang merupakan senyawa dalam beton yang memiliki sifat perekat (Nugraha, 2007). Daya ikat pasta semen akan meningkat dan akan memperkecil rongga-rongga yang ada di dalam beton sehingga beton menjadi lebih padat. Dengan tingkat porositas yang rendah dan kerapatan yang tinggi maka akan berpengaruh pada sifat mekanik beton, yaitu kuat desak dan modulus elastisitas.

0,029 0,028

0,024

0,022

0,024 0,023

0,021

0,017

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035

7 14 21 28

Voulme Pori (cc/g)

Umur (Hari)

Perbandingan Volume Pori antara Pasta Beton B

HSC

N dan B

HSC

AC

BHSC N BHSC AC

(36)

commit to user

4.8. Hubungan Volume Pori dengan Sifat Mekanik Beton

4.8.1. Hubungan Volume Pori dengan Kuat Desak

Hubungan volume pori dengan kuat desak beton dapat dilihat pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Hubungan Volume Pori dengan Kuat Desak Beton BHSC N dan BHSC AC

Berdasarkan Gambar 4.22, disimpulkan bahwa semakin bertambahnya umur beton, maka semakin besar nilai kuat desak yang dihasilkan dan semakin kecil nilai volume pori pasta yang didapat. Hal ini terjadi karena beton dengan kuat desak yang tinggi cenderung memiliki pori atau rongga yang sedikit, dibandingkan dengan beton dengan kuat desak yang lebih rendah.

7 Hari 14 Hari 21 hari 28 Hari

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 2,6 2,8 3

Kuat Desak (MPa)

Volume Pori (cc/g) x 10-2

Hubungan Volume Pori Pasta dengan Kuat Desak Beton B

HSC

N dan B

HSC

AC

BHSC N BHSC AC

(37)

commit to user

4.8.2. Hubungan Volume Pori dengan Modulus Elastisitas

Hubungan volume pori dengan modulus elastisitas beton dapat dilihat pada Gambar 4.23 dan Gambar 4.24.

Gambar 4.23 Hubungan Volume Pori dengan Modulus Elastisitas (Eurocode 2- 1992) Beton BHSC N dan BHSC AC

Gambar 4.24 Hubungan Volume Pori dengan Modulus Elastisitas (ASTM C469) Beton BHSC N dan BHSC AC

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 2,6 2,8 3

Modulus Elastisitas (MPa)

Volume Pori (cc/g)

Hubungan Volume Pori Pasta dengan Modulus Elastisitas (Eurocode 2-1992) Beton B

HSC

N dan B

HSC

AC

BHSC N BHSC AC

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 2,6 2,8 3

Modulus Elastisitas (MPa)

Volume Pori (cc/g)

Hubungan Volume Pori Pasta dengan Modulus Elastisitas (ASTM C469) Beton B

HSC

N dan B

HSC

AC

BHSC N BHSC AC

Referensi

Dokumen terkait

Pada Pemilu 1999, yang menjadi Anggota DPRD Sumbar dari PKS (dahulunya adalah Partai Keadilan) adalah Bapak Muhammad Yasin dan Bapak Marfendi, namun karena

Kedua, Sifat-sifat, perangai, atau perilaku yang tidak boleh dimiliki oleh seorang pemimpin dalam kebudayaan Melayu Jambi adalah sebagai berikut: Burung kecik, ciling mato

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap niat berwirausaha yang berarti

Hasil penelitian ini berupa bentuk perilaku tidak aman yaitu melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam mengamankan, menghilangkan alat pengaman, menggunakan peralatan

Sehubungan dengan belum adanya peserta sayembara yang mendaftar pada Sekretariat ULP Kabupaten Flores Timur maupun melalui email Pokja III ULP Kabupaten Flores

mempromosikan kesuksesan Istano Basa Pagaruyung. Untuk menarik perhatian wisatawan pemerintah harus mempromosikan pariwisata. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan

Terdapat 3 kemungkinan hasil analisis kemurnian keturunan, yaitu pola pewarisan alel keturunan dengan tetuanya yang sesuai dengan informasi kedua tetuanya, segregasi

lingkungan hidup melebihi baku mutu lingkungan hidup tersebut.. Setiap langkah yang salah dalam penerbitan izin yang berkaitan dengan lingkungan hidup akan berakibat