BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengetian Kinerja
Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Sedangkan menurut Wibowo (2007:7) menyebutkan bahwa kinerja berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Pengertian kinerja menurut Stephen Robbins yang diterjemahkan oleh Harbani Pasolong “Kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, “(Pasolong, 2007 : 176). Pengertian kinerja menurut Moeheriono (2012:95) yaitu “Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.
2.2 Pengetian Sistem Pengukuran Kinerja
Secara umum, istilah kinerja digunakan untuk menilai tingkat pencapaian individu maupun kelompok. Pengukuran kinerja dapat didefinisikan sebagai proses pengkuantifikasian efisiensi dan efektivitas dari tindakan yang lalu (Nelly & Kennerley, 2002). Pengertian lain dari pengukuran kinerja adalah proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan yang meliputi efisiensi, kualitas, produktivitas, dan efektivitas (Mahsun, 2006). Adapun tujuan utama dari adanya pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan untuk mencapai sasaran organisasi serta untuk mematuhi standar
4
1. Alat Ukur Keuangan
Banyak organisasi menggunakan alat ukur keuangan untuk mengukur tingkat pencapaian dari perusahaan. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam memperoleh data, sederhana, dan juga mudah untuk dihitung. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, pengguanaan alat ukur keuangan tidak lagi memadai. Ini dikarenakan alat ukur keuangan memiliiki keterbatasan. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dapat mendorong manajer dalam mengambil kepentingan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
b. Aspek non-keuangan akan diabaikan sehingga memberikan pandangan yang keliru mengenai perusahaan di masa mendatang.
c. Hanya bertumpu pada kinerja masa lalu
perilaku yang diatur oleh perusahaan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan (Mulyadi, 2001).
2.2.1 Alat Ukur Kinerja
Dalam proses pengukuran kinerja, maka dibutuhkan alat dalam pengerjaannya. Alat pengukuran kinerja merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengukur suatu kinerja di organisasi. Alat ini terbagi menjadi dua yaitu keuangan dan non keuangan.
2. Alat Ukur Non Keuangan
Alat ukur non keuangan dianggap penting karena suatu organisasi lebih sering menghadapi perubahan lingkungan secara cepat. Agar suatu organisasi dapat bersaing, maka dibutuhkan dibutuhkan kemampuan dalam mengumpulkan organisasi secara efektif dan cepat. Pengukuran menggunakan alat non keuangan menjadi penting dikarenakan banyaknya data yang bersifat kualitatif yang menyangkut operasional perusahaan dengan lingkungan eksternalnya.
Ukuran alat ukur non keuangan sendiri tidak dapat menggunakan alat ukur keuangan dimana keduanya saling melengkapi (Kaplan & Norton, 1992). Alat ini juga akan berhubungan secara langsung dengan strategi bisnis dan dapat berubah sesuai dengan kondisi perubahan lingkungan bisnis. Ukuran-ukuran non keuangan yang sering digunakan antara lain kepuasan pelanggan, proses internal yang responsif, kemampuan karyawan, serta loyalitas pelanggan.
2.2.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja mempunyai 10 manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai yaitu sebagai berikut (Werther & Davis, 1993):
1. Performance Improvement yang memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment, yaitu membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3. Placement decision, yaitu menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4. Training and development needs, yaitu mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
5. Carrer planning and development, yaitu memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies, yaitu mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and job-design errors, yaitu membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
8. Equal employment opportunity, yaitu menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9. External challenge dimana kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untukmemberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback, yaitu memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
Sementara dari perspektif internal organisasi, pengukuran kinerja juga sangatbermanfaat dalam membantu kegiatan manajerial
keorganisasian. Beberapa manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik adalah sebagai berikut (Bastian, 2014):
1. Memastikan tercapainya rencana kinerja.
2. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja serta melakukan tindakan perbaikan kinerja
3. Pemberian penghargaan dan hukuman yang obyektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
4. Alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja organisasi.
5. Mengidentifikasikan kepuasan pelanggan.
6. Membantu untuk memahami proses kegiatan pada instansi pemerintah.
7. Menunjukan bahwa peningkatan perlu dilakukan pada perusahaan.
8. Menjelaskan mengenai permasalahan yang terdapat di perusahaan.
2.3 Balanced Scorecard
Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja perusahaan merupakan panduan yang tepat bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan. Keterkaitan antara pengukuran kinerja dengan critical success factors mengidentifikasi bahwa Balanced Scorecard merupakan suatu alat bantu ideal bagi pihak manajemen perusahaan saat ini.
2.3.1 Konsep Balanced Scorecard
Balanced Scorecard sebagai sekumpulan target kinerja dengan pendekatan pengukuran kinerja yang mentitik beratkan pada pemenuhan seluruh tujuan organisasi sehubungan dengan critical success factors, anatara lain konsumen, karyawan, rekan bisnis, pemegang saham, dan masyarakat. Secara formal, konsep Balanced Scorecard menyatakan bahwa perusahaan harus mengukur berbagai segi dari kinerja perusahaan yang mewakili bermacam-macam keinginan atau permintaan stakeholder yang berbeda-beda.
Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat ukuran financial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan.
Tujuan dan pengukuran dari Scorecard berasal dari visi, misi, dan strategi perusahaan dengan memandang kineja perusahaan dari empat perspektif yaitu : financial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan. Empat perspektif ini memberi kerangka kerja bagi Balanced Scorecard.
Gambar 2.1 Empat Persektif Balanced Scorecard
Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antar berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis penting, inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan antara semua ukuran hasil (apa yang dicapai oleh perusahaan pada waktu lalu) dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Dan Scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil objektif dan mudah dikuantitas dengan factor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil yang subjektif dan agak pertimbangan sendiri.
Perusahaan menggunakan focus pengukuran Scorecard untuk menghasilkan berbagi proses penting manajemen yaitu :
1. Memperjelas dan menerjemahkan berbagai visi dan strategi.
2. Menkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
2.3.2 Perspektif Balanced Scorecard
Empat perspektif inti dalam Balanced Scorecard menurut Vincent Gaspersz (2002:38):
a) Perspektif Finansial
Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan- tujuan strategis dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard. Tema-tema strategis untuk perspektif finansial yang umum ditampilkan pada ketiga tahap dari siklus hidup bisnis adalah:
Pertumbuhan dan keberagaman sumber penerimaan.
Reduksi biaya dan/atau peningkatan produktivitas.
Utilisasi aset dan/atau strategi investasi.
Pemahaman mengenai perspektif finansial dalam manajemen Balanced Scorecard adalah sangat penting karena keberlangsungan suatu unit bisnis strategis sangat tergantung pada posisi dan kekuatan finansial.
Berkaitan dengan hal ini, berbagai rasio finansial dapat diterapkan dalam pengukuran strategis untuk perspektif finansial. Manajemen bisnis harus memperhatikan agar semua analisis rasio financial menunjukkan hasil yang baik, karena manajemen harus mampu membayar hutang kepada kreditor jangka pendek maupun kreditor jangka panjang, termasuk kemampuan menghasilkan keuntungan untuk pemegang saham.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:41) ada tiga tahapan dalam perspektif keuangan yaitu: tahap pertumbuhan (growth), tahap bertahan (sustain), dan tahap penuaian (harvest).
hubungan yang erat dengan pelanggan. Tujuan finansial keseluruhan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah prosentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.
Sustain (bertahan), pada tahap ini perusahaan diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh dari tahun ke tahun. Proyek investasi akan lebih diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas, dan peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi yang memberikan pengendalian modal dan pertumbuhan jangka panjang seperti yang dilakukan pada tahap pertumbuhan.
Harvest (penuaian), pada tahap ini perusahaan mulai memperoleh hasil dari investasi-investasi yang dilakukan. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tetapi tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimalkan arus kas masuk ke perusahaan.
Growth (bertumbuh), perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Perusahaan harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas produksi, membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global, dan memelihara serta mengembangkan
b) Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan dari Balanced Scorecard, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana mereka akan
Norton (2000:59) terdiri dari:
1. Pangsa pasar
Pangsa pasar menggambarkan posisi usaha dalam suatu pasar tertentu dimana suatu unit usaha menjual. Pangsa pasar dapat diukur dalam jumlah rupiah yang dibelanjakan atau volume unit yang dijual.
Ukuran pangsa pasar secara keseleruhan juga didasarkan atas unit bisnis keseluruhan yang telah diberikan oleh perusahaan ini dalam periode tertentu.
2. Retensi pelanggan
Cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut. Perusahaan yang dapat dengan segera melakukan identifikasi seluruh pelanggan misalnya, perusahaan industri, distributor dan pedagang besar, penerbit majalah dan surat kabar, perusahaan jasa komputer on-line bank, perusahaan kartu kredit, dan penyedia jasa telepon jarak jauh dapat mengukur retensi pelanggan dari periode ke periode. Selain mempertahankan pelanggan, banyak berkompetisi. Elemen yang paling penting dalam suatu bisnis adalah kebutuhan pelanggan. Kebutuhan spesifik pelanggan dapat didaftarkan melalui pemahaman yang tepat mengenai karakteristik pelanggan. Di samping kebutuhan spesifik pelanggan, konsep segmentasi pasar juga penting untuk diketahui karena akan bermanfaat bagi penilaian pasar dan penetapan strategi memasuki pasar (strategi pemasaran). Vincent Gaspersz (2002:52) Kelompok pengukuran pelanggan utama menurut Kaplan dan
perusahaan menginginkan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui prosentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini.
3. Akuisisi pelanggan
Akuisisi pelanggan dapat diukur berdasarkan tingkat suatu unit usaha menarik atau memenangkan pelanggan dan usaha baru. Baik retensi pelanggan maupun akuisisi yang merupakan tolok ukur keberhasilan, keduanya menunjukkan apakah perusahaan telah berhasil dalam memenuhi tujuan pelanggannya.
4. Kepuasan pelanggan
Ukuran kepuasan pelanggan merupakan tolok ukur umpan balik bagi perusahaan untuk mengetahui seberapa baik pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggan.
5. Profitabilitas pelanggan
Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah dihitung berbagai pengeluaran yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
c) Perspektif Proses bisnis/internal
Menurut Mulyadi (2001:271) sasaran strategi yang perlu diwujudkan dari perspektif ini adalah bagaimana menjadikan organisasi memiliki empat kapabilitas utama berikut ini:
Learning
Adalah kemampuan organisasi untuk menghasilkan inovasi, menciptakan ide baru, memanfaatkan pengetahuan.
Capacity to change
Adalah kemampuan organisasi untuk bertindak secara gesit, memiliki kapasitas untuk berubah, bergerak dengan cepat, mengurangi cycle time, responsif dan bertindak secara fleksibel.
Boundarylessness
Adalah kemampuan organisasi untuk berkolaborasi dalam tim, melintasi unit organisasi, dan bertindak sebagai organisasi maya.
Accountability
Adalah kemampuan organisasi dalam berdisiplin, merekayasa proses pekerjaan, dan menciptakan kepemilikan karyawan atas hasil.
Pada perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham.Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Proses bisnis internal ini mencakup indikator proses inovasi, proses operasi, dan proses pelayanan purna jual (Kaplan dan Norton, 2000:83)
Proses Inovasi
Proses inovasi sebagai gelombang panjang penciptaan nilai dimana perusahaan pertama kali menemukan dan mengembangkan pasar baru, pelanggan baru, serta kebutuhan yang sedang berkembang dan yang tersembunyi dari pelanggan yang ada saat ini. Kemudian melanjutkan gelombang panjang penciptaan dan pertumbuhan nilai, perusahaan merancang dan mengembangkan produk dan jasa baru yang memungkinkannya menjangkau pasar dan pelanggan baru dan memuaskan kebutuhan pelanggan yang baru teridentifikasi.
Proses Operasi
Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan.
Proses ini
menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten, dan tepat waktu.
Layanan purna Jual
Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran, seperti administrasi kartu kredit.
d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
2.4
pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan multi kriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia di mana faktor logika, pengalaman, pengetahuan, emosi, dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. AHP adalah metode pengambilan keputusan yang
Perspektif keempat atau terakhir dalam Balanced Scorecard adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasi dimana organisasi harus unggul untuk mencapai terobosan kinerja, sementara tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan- tujuan ambisius dalam ketiga perspektif itu tercapai. Tujuan-tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcame ketiga perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal. Terdapat tiga kategori yang sangat penting dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:
- Kompetensi karyawan - Infrastruktur teknologi - Kultur perusahaan
Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saat
kemudian memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu sintesis maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas tertinggi.
1. Kegunaan AHP
AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya,penentuan kebutuhan, peramalan hasil, perencanaan hasil, perencanaansistem, pengukuran performansi, optimasi, dan pemecahan konflik.
Analytical Hierarchy Process mempunyai beberapa kelebihan hasil
penerapannya,yaitu :
a) mampu membahas permasalah kompleks dan tidak terstuktur secara detail.
b) Memadukan intuisi, berpikiran, perasaan dan penginderaan dalam mengambil sebuah keputusan.
c) Memiliki kemampuan melakukan sintesa pemikiran dari berbagai sudut dikembangkan untuk pemberian prioritas beberapa alternatif ketika beberapa kriteria harus dipertimbangkan, serta mengijinkan pengambil keputusan (decision makers) untuk menyusun masalah yang kompleks ke dalam suatu bentuk hirarki atau serangkaian level yang terintegrasi. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok- kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hirarki,
pandang responden,
d) Memperhiutngkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam memperbandingkan faktor-faktor untuk menvalidasi keputusan.
e) Kemudahan dalam pengukuran elemennya.
f) Memungkinkan untuk melakukan perencanaan kedepan, menjabarkan masa depan yang ingin dicapai ke masa kini
2. Langkah penggunaan AHP
Langkah penggunaan AHP tersebut untuk pemecahan suatu masalah yang paling awal adalah mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
Kemudian masalah tersebut disusun kedalamsuatu struktur hirarki.
Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang kompleks ke dalam sub system, elemen, sub elemen, dan seterusnya, sehingga menjadi jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahliandan pengetahuan di bidang yang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijakdikan sebagai tujuan tahapan yang paling operasional atau terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisa dan mengambil kesimpulan terhadap problem tersebut. Tujuan yang diinginkan dari permasalahan ditempatkan pada tingkat tertinggi dalam hirarki. Tingkat selanjutnya adalah penjabaran tujuan tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci.
Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP Sumber: Thomas L. Saaty, 1994
Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu system dengan suatu struktur tertentu.
Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan,sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.
2.5 Objective Matrix (OMAX)
Model pengukuran produktivitas OMAX mengatasi masalah-masalah kerumitan dan kesulitan pengukuran produktivitas dengan mengkombinasikan seluruh kriteria produktivitas yang penting dalam suatu bentuk matrix yang terpadu dan saling terkait.
Langkah pertama adalah pendefinisian (Defining), pada bagian atas matriks terdapat kriteria produktivitas berupa perbandingan yang merupakan nilai kerja produktif dari suatu unit kerja serta berpengaruh pada tingkat produktivitas. Berikutnya pengukuran (Quantifying), pada badan matriks ditunjukkan tingkat pencapaian unjuk kerja untuk kriteria produktivitas.
Tingkatan tersebut dibagi dalam 10 tingkat. Nilai-nilai menunjukkan tingkat dimana matriks pengukuran dimulai. Jika nilai kurang dari hasil minimum yang dapat diterima, maka nilai dianggap nol (0). Penentuan skala kinerja antara skala 0, skala 3 dan skala 10
ditempatkan di bagian atas matriks, kemudian disesuaikan dengan tingkatan pada badan matriks, dan dicatat dalam baris nilai tingkatan (score). Angka pada baris bobot (weight), menunjukkan derajat kepentingan dari masing- masing kriteria, yang kemudian dikalikan dengan nilai atasnya (score), lalu dicatat dalam baris nilai (value). Hasil penjumlahan dari value merupakan nilai performance dari periode yang diukur.
a. Skala 0 : menunjukkan pecapaian kinerja terendah (paling tidak memuaskan).
b. Skala 3 : menunjukkan rata-rata pencapaian kinerja pada saat pengukuran kinerja ini dirancang (target).
c. Skala 10 : menunjukkan target pencapaian kinerja yang ingin dicapai pada masa mendatang (nilai maksimal yang mungkin diperoleh).
Monitoring merupakan hasil perbandingan dari operasi yang berlangsung
Gambar 2.3 Kerangka OMAX
2.6 Traffic Light System (TLS)
Trafic Light System (TLS) berhubungan erat dengan scoring system (OMAX). Trafic Light System sendiri memiliki fungsi sebagai tanda apakah suatu skor dari salah satu indikator kinerja memerlukan sebuah perbaikan atau tidak. Indikator Trafic Light System ini dipresentasikan dengan beberapa warna sebagai berikut :
1. Warna Hijau
Artinya untuk KPI yang mencapai nilai antara level 8 - 10. Artinya pencapaian dari suatu indikator kinerja tersebut sudah tercapai atau bahkan melampaui target dari perusahaan.
2. Warna Kuning
Artinya untuk KPI yang mencapai nilai antara level 4 - 7. Artinya harus di waspadai walaupun nilai kinerja tersebut baik. Jadi pihak perusahaan harus berhati-hati dengan adanya berbagai macam hal kemungkinan yang akan terjadi.
3. Warna Merah
Artinya untuk KPI yang mencapai nilai antara level 0 - 3. Artinya pencapaian dari suatu indikator kinerja tersebut perlu dilakukan perbaikan secepatnya agar dapat meningkatkan kinerja dari perusahaan.