• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKERABATAN BAHASA JAWA DENGAN BAHASA MELAYU LANGKAT KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SKRIPSI OLEH IRHAM TAUFIK NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEKERABATAN BAHASA JAWA DENGAN BAHASA MELAYU LANGKAT KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SKRIPSI OLEH IRHAM TAUFIK NIM"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

KEKERABATAN BAHASA JAWA DENGAN BAHASA MELAYU LANGKAT

KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

SKRIPSI

OLEH

IRHAM TAUFIK NIM 160701002

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

KEKERABATAN BAHASA JAWA DENGAN BAHASA MELAYU LANGKAT

KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

SKRIPSI

OLEH

IRHAM TAUFIK NIM 160701002

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)

SURAT PERNYATAAN

Bersamaan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat: Kajian Linguistik Historis Komparatif” ini ditulis sebagai syarat untuk memeroleh gelar kesarjanaan S1 (strata 1) di Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Kemudian, sepanjang pengetahuan saya bahwa setiap pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu yang merupakan hasil karya orang lain telah saya terakan sumber dan telah disebutkan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidaklah benar, maka saya bersedia menerima sanksi yakni pembatalan gelar sarjana yang disandang.

Medan, Mei 2020

Irham Taufik

(6)

KEKERABATAN BAHASA JAWA DENGAN BAHASA MELAYU LANGKAT

KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

ABSTRAK

Skripsi berjudul “Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat” ini merupakan kajian dan teori Linguistik Historis Komparatif. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Metode dan teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu teknik cakap, yang merupakan wawancara dan observasi atau pengamatan langsung ke lapangan.

Setelah itu dilakukan juga salah satu teknik lain, yaitu teknik pancing berupa teknik cakap semuka, teknik catat dan teknik rekam. Dalam penelitian ini, digunakan juga teknik analisis data dengan menggunakan metode klasik yaitu leksikostatistik, merupakan sebuah teknik menghitung waktu pisah. Penelitian ini bertujuan mencari kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat serta membuktikan persentase kekerabatan antar kedua bahasa tersebut. Untuk penelitian bahasa Jawa, dilakukan di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang dan penelitian bahasa Melayu Langkat dilakukan di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Untuk melakukan penelitian tersebut, digunakan instrumen penjaringan data yaitu dengan menyiapkan daftar tanyaan berupa 200 kosakata dasar Swadesh (Revisi Keraf, 1984). Kemudian, setelah dilakukan penelitian, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat memiliki persentase kekerabatan sebesar 37%.

Berdasarkan hasilnya, terdapat 37 pasangan kata yang identik, 15 pasangan kata korespondensi fonemis, 12 pasangan kata yang mirip secara fonetis dan 9 pasangan kata dengan satu fonem yang berbeda. Dari hasil persentase kekerabatan itu dapat disimpulkan bahwa hubungan antar bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat dikategorikan dalam pengklasifikasian bahasa Keluarga (family). Persentase tingkat kekerabatan tersebut dapat pula digunakan untuk menghitung waktu pisah dari kedua bahasa. Adapun setelah penerapan yang dilakukan, maka diperkirakan bahwa bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat adalah bahasa tunggal pada 2.368 +/- 187 tahun yang lalu, bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat merupakan bahasa tunggal pada 2.555-2.181 tahun yang lalu, sedangkan waktu pisah antar bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat yakni diperkirakan mulai 374 – 348 SM antara abad ke-III sampai abad ke-IV sebelum Masehi (jika dihitung dari tahun 2020).

Kata kunci : kekerabatan bahasa, leksikostatistik, bahasa Jawa, bahasa Melayu Langkat dan waktu pisah.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan dan merampungkan penyusunan skripsi yang berjudul “Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat:

Kajian Linguistik Historis Komparatif”, yang mana skripsi ini merupakan laporan tugas akhir dari kegiatan akademik selama menempuh pendidikan S1 di Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat: Kajian Linguistik Historis Komparatif” ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, perhatian, doa dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam hal ini, saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Budi Agustono, M.S, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, beserta Wakil Dekan I, Wakil Dekan II dan Wakil Dekan III, serta staf pembantu Dekan lainnya.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum, selalu Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen penguji, saya ucapkan terima kasih karena telah memberikan masukan, kritik dan saran mengenai kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Dardanila, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang kiranya telah memberi bimbingan, kesediaan waktu dan dukungan, serta pengoreksian bimbingan skripsi demi menyelesaikan skripsi ini.

(8)

6. Dr. Dwi Widayati, M.Hum, selaku dosen penguji saya, yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran mengenai skripsi ini sehingga mudah kiranya untuk mendekati tahap kesempurnaan. Terima kasih juga untuk arahan serta bimbingan dan kritik yang membangun kepada penulis.

7. Prof. Dr. Ikhwanudin, selaku dosen pembimbing akademik saya yang banyak memberikan arahan serta motivasi yang kuat selama menjalani kegiatan proses belajar-mengajar di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pelajaran dan pengetahuan di bidang sastra dan linguistik, juga tak lupa saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Pak Joko yang telah membantu banyak hal dalam proses administrasi di Program Studi Sastra Indonesia.

9. Terkhusus kepada Pak Al Munir selaku Kepala Desa Karang Gading dan Pak Nazrul Azman selaku Kepala Desa Secanggang, terima kasih saya ucapkan atas sambutan hangat kepada saya untuk tetap semangat dalam proses penelitian mengenai bahasa yang bersangkutan. Terima kasih pula kepada para informan penutur dari bahasa Jawa yakni Ibu Ngatinah, Ibu Tukiyem dan Ibu Sarni, serta penutur dari bahasa Melayu Langkat yakni Ibu Lia Nurdiana, Nenek Rohaniah dan Pak Sahriyal yang telah memberikan kesediaan waktu untuk diwawancarai terkait dengan penelitian dan

(9)

penyusunan skripsi tentang kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat.

10. Teristimewa, kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Elmahdi dan Ibunda Rabiah, yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang dan dukungan penuh yang tak pernah akan ada habisnya kepada penulis sehingga dukungan tersebut dapat dijadikan sebuah motivasi dalam hidup untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Tak lupa kepada Abangda Muhammad Azmi beserta istri Kak Natasya Febri, Hendra Pahyudi beserta istri Kak Sari, serta kedua adik saya Annisa Azzahra dan Muhammad Al-Faqih Akbar, terima kasih telah memberikan dukungan yang tak terhingga dalam setiap perjalanan pendidikan, sehingga saya mendapatkan pembelajaran yang kiranya seperti air yang terus mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.

11. Keluarga Atuk Marudin MD dan Nuraini Pakpahan, juga keluarga Ibu Syamsiah serta Pak Noordin, Pak Irwansyah beserta istri Ibu Anisya Nangin dan Muhammad Nur Wahidin, Ibu Damayanti beserta suami Pak Bakri, Ibu Khairani (guru mengaji Al-Qur’an terfavorit) beserta suami Pak Muhammad Syafi’i dan Pak Johan Iskandar (Robert) beserta istri Ibu Fizah, terima kasih atas dukungan dan telah memberikan motivasi penuh buat saya dalam mengemban pendidikan saya, juga telah memberikan banyak keceriaan dalam hidup, serta memberikan semangat yang tak henti-hentinya dalam mengerjakan tugas akhir jenjang S1 ini.

12. Keluarga Atuk Yahya dan Rohaniah, serta adik-adik dari Ayahanda Elmahdi, Pak Abdullah beserta istri Ibu Nurmaida, Pak Alfian beserta istri

(10)

Ibu Nurat, Ibu Icah, Ibu Ida beserta suami Pak Noor Zaman dan Pak Arul, terima kasih telah memberikan kisah hidup yang berarti dalam hidup saya sehingga memberikan pelajaran terbaik dalam setiap pergerakan waktu.

13. Keluarga Nenek Raudah, beserta Pak Rudi, Ibu Fitri, Pak Faisal, Pak Ari, Pak Wahyu, Ibu Nabila, Pak Fauzan serta kepada Erizka Marpaung. Terima kasih atas semangat, dukungan yang diberikan demi menumbuhkan semangat kepada penulis.

14. T. Marbun, selaku guru sekolah favorit saya sewaktu mengenyam pendidikan di SD Negeri 050706 Karang Gading. Terima kasih telah menumbuhkan rasa percaya diri kepada saya, sehingga dengan tumbuhnya rasa percaya diri yang Ibu tanamkan sejak dini itu menjadi bekal yang mewah buat saya untuk terus melangkah maju. Terima kasih juga untuk 26 siswa SD Negeri 050706 Karang Gading, yang dulunya batal mengadakan perpisahan sekolah. Teruntuk ke-26 siswa kelas VI SD Negeri 050706 Karang Gading angkatan 2010, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga, seluas jagat raya dan dengung cincin Saturnus di antara sisik- sisik bulan Januari, karena pada dasarnya dari kalian semualah saya dapat memetik ajaran moral yang sangat berarti. Terima kasih untuk masa kecil yang ceria itu.

15. Terkhusus untuk guru madrasah saya, Pak Asnan Nasution dan Ibu Sariah, juga kepada Muhammad Ridwan, Afrizal Tanzil Bugis, Muhammad Sangkot, Agus, serta teman-teman seperjuangan yang pernah belajar di bawah naungan MDA Gading Bertuah, terima kasih atas pembelajaran, kehangatan, kekompakan, keceriaan dan kebersamaan yang diberikan.

(11)

16. Ibu Asnah guru bahasa Indonesia, Pak Hasbi guru bahasa Indonesia, Ibu Roga Chan guru Matematika, Ibu Hellen—guru Biologi yang selalu menyisipkan istilah vertebrata dalam pelajaran—, Pak Ibnu Hajar guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Rohani yang tegas dan berwibawa, Pak Mujiono guru Pendidikan Agama Islam, Pak Siswo Irianto guru Seni Budaya dan Keterampilan—yang di saat mengajar selalu membeberkan resep masakan dan selalu bercerita seputar kehidupan, Ibu Evi dan Ibu Khomariah (staf perpustakaan), Ibu Sufrida Yanti Lubis guru bahasa Inggris yang selalu memberikan tugas—yang selalu menyisipkan kosakata devil kepada siswa yang nakal—, Ibu Samsidar guru Pendidikan Kewarganegaraan yang ketika mengajar di kelas selalu berdiri, Ibu Ruth guru Sejarah yang berjiwa keibuan, Ibu Nelly Agustina guru Seni Budaya yang periang dan murah senyum, Pak Suharmanta guru bahasa Indonesia yang selalu mendapatkan penghargaan sebagai guru paling rapi di sekolah, suami Ibu Asnah (staf penjaga sekolah SMP Negeri 2 Labuhan Deli), juga staf pengajar SMP Negeri 2 Labuhan Deli, yang sekiranya tak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kesempatan belajar yang sangat menyenangkan di SMP Negeri 2 Labuhan Deli. Terima kasih pula atas ilmu yang Bapak dan Ibu berikan pada saya.

17. Terima kasih kepada Kamalia, Eviana Hasibuan, Elindah Irawan, Bambang Setiawan, Aditia Sumanggara, Anggi Iga Mawarni, Evi Jayanti, Ayu Lestari, Noor Haldi, Rika Yulanda, Irmansyah Putra, Mohammad Suhendra, Suryadi, Nur Hidayah, Nur Cahaya, Sahrul Ramadhani, Syahrama Wahyudi, Dewi Puspita Sari, Kamalia, serta teman-teman seperjuangan lain

(12)

yang pernah satu ruangan dan mengenyam pendidikan di SMP Negeri 2 Labuhan Deli, saya ucapkan terima kasih yang tak berujung karena pernah memberikan kebahagiaan, keceriaan dan masa lalu yang indah kepada saya.

18. Kepada teman-teman seperjuangan di bangku SMA Negeri 1 Secanggang, guru dan staf pengajar SMA Negeri 1 Secanggang terkhusus Ibu Nella br Kembaren (guru bahasa Indonesia), kepada Pak Frankie yang telah membuat sampul novel pertama saya, kepada Pak Saud Aritonang dan Pak Santoso yang telah membantu saya dalam pendaftaran masuk universitas negeri, juga pada staf pengajar lainnya, yang sekiranya tak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas didikan dan pelajaran kehidupan yang membekas dalam sanubari layaknya prasasti dari telaga pengetahuan.

19. Teristimewa untuk sahabat terbaikku, Ihsan Tabroni Surya, yang selama ini telah memberikan dukungan moral, keceriaan, serta pengalaman- pengalaman hidup yang tak akan pernah saya dapatkan dari orang lain.

20. Terkhusus sahabat dekat saya di Fakultas Ilmu Budaya, Muhammad Fariz Zaiad, Rahmat Pirmanto, Wagiran dan Julwan Syahrizal, juga tak lupa teman-teman seperjuangan lain, David Andreas Panahan Laut Siagian, Yulistia Monica Putri, Nurul Aulia Iswani, Kenisa Hemi Sembiring, Mika Detike Sembiring, Anni Robiah Tanjung, Zara Fristika, Khairunisa Ginting, Nurmala, Indah Permata, Indah Prantia, Rahmat Fauzi Lubis, Muhammad Rafi Fahlan, Ade Irma, Dewi Jayana, Efrina Sari Siburian, Putri Insya Hartati Simamora, Anggi Rapika Duri Siagian, Nataria Sinulingga, Pricilia Sara A Hutajulu, Sella Amanda Panggabean, Tini Ayuna Hutabarat, Nurul Hidayana, Fitri Yunita Purba, Putri Novita Sari, Delima Yolentha Sidabutar,

(13)

Friska Sari, serta kelompok Medan News mata kuliah Jurnalistik semester VII yang menginvestigasi tentang “Prostitusi di Kota Medan” yakni Dosma R Tondang, Yesika Anastasya Sinaga, Karolina Karo-Karo dan Siti Rohani, juga kepada teman-teman yang pernah berada dalam satu ruangan selama proses belajar-mengajar di kampus, kiranya tak dapat diingat dan disebutkan satu per satu, terima kasih tak terhingga kepada semuanya yang telah memberikan semangat, kekompakan, sikap yang kompetitif dan bersaing, rela berkorban, berpikir maju, kehangatan, keakraban dan keharmonisan yang diberikan selama ini.

21. Kepada teman-teman seperjuangan dan rekan kerja lainnya, yang kiranya tak dapat disebutkan satu per satu, dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga karena telah memberikan dukungan moral, semangat dan silaturahmi yang bernuansa keluarga, yang kelak akan selalu saya ingat sepanjang masa.

Penghujung kata, penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi. Semoga dengan adanya skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca mengenai kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat serta dapat dijadikan acuan atau referensi umum sebagai bahan pembanding dengan kajian yang serupa di kemudian hari.

Medan, Mei 2020

Irham Taufik

(14)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Masalah... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Konsep ... 11

2.1.1 Kekerabatan... 11

2.1.2 Bahasa Jawa ... 11

2.1.3 Bahasa Melayu Langkat ... 13

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Linguistik Historis Komparatif ... 14

2.2.2 Kekerabatan Bahasa ... 15

2.2.3 Teknik Leksikostatistik ... 19

2.3 Tinjauan Pustaka ... 20

(15)

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Lokasi Penelitian ... 26

3.2 Data dan Sumber Data ... 27

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4 Teknik Analisis Data ... 29

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 35

BAB IV PEMBAHASAN ... 36

4.1 Kekerabatan Bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Deli Serdang dengan Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, serta Besar Persentasenya ... 36

4.1.1 Glos yang Tidak Diperhitungkan ... 46

4.1.2 Pengisolasian Morfem Terikat ... 47

4.1.3 Penetapan Kata Kerabat ... 48

4.1.3.1 Pasangan Kata Identik ... 48

4.1.3.2 Korespondensi Fonemis ... 50

4.1.3.3 Pasangan Kata yang Mirip Secara Fonetis ... 53

4.1.3.4 Pasangan Kata dengan Satu Fonem yang Berbeda ... 55

4.2 Waktu Pisah dari Bahasa Proto yang Sama Antara Bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang dengan Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(16)

LAMPIRAN 1 DAFTAR 200 KOSAKATA BAHASA JAWA ... 69

LAMPIRAN 2 DAFTAR 200 KOSAKATA BAHASA MELAYU LANGKAT ... 79

LAMPIRAN 3 SURAT IZIN PENELITIAN ... 89

LAMPIRAN 4 SURAT PERSETUJUAN IZIN PENELITIAN ... 91

LAMPIRAN 5 PEDOMAN WAWANCARA ... 93

LAMPIRAN 6 DAFTAR DATA INFORMAN ... 95

LAMPIRAN 7 DOKUMENTASI PENELITIAN ... 102

(17)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. LAMBANG

ŋ : tanda fonemis nasal velar (ng) ղ : tanda fonemis nasal palatal (ny) R : konsonan getar/tril

[...] : pengapit lambang fonetis (+) : kata berkerabat

(-) : kata tidak berkerabat

< : lebih kecil dari ..

> : lebih besar dari ..

~ : korespondensi fonemis log : logaritma dari ..

W : waktu perpisahan dalam ribuan tahun yang lalu

r : retensi atau persentase konstan dalam 1.000 tahun (indeks) C : persentase kerabat

S : kesalahan standar dalam persentase kata kerabat

n : jumlah kata yang dibandingkan (kerabat dan non-kerabat)

SINGKATAN

PAN : Proto Austronesia BJ : Bahasa Jawa

BML : Bahasa Melayu Langkat

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Glos yang Tidak Diperhitungkan ... 31

Tabel 2. Contoh Glos Pengisolasian Morfem Terikat ... 31

Tabel 3. Contoh Pasangan Kata Identik ... 31

Tabel 4. Contoh Pasangan Kata Memiliki Korespondensi Fonemis ... 31

Tabel 5. Contoh Glos yang Mirip Secara Fonetis ... 32

Tabel 6. Contoh Pasangan Kata dengan Satu Fonem Berbeda ... 32

Tabel 7. Pasangan Kata yang Berkerabat ... 32

Tabel 8. Pasangan Kata yang Tidak Berkerabat ... 33

Tabel 9. Klasifikasi Kelompok Bahasa ... 35

Tabel 10. Tabel Perbandingan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat... 36

Tabel 11. Glos yang Tidak Diperhitungkan ... 47

Tabel 12. Pengisolasian Morfem Terikat ... 47

Tabel 13. Pasangan Kata Identik ... 48

Tabel 14. Pasangan Kata yang Berkorespondensi Fonemis... 51

Tabel 15. Korespondensi Fonemis BJ dengan BML ... 51

Tabel 16. Pasangan Kata yang Mirip Secara Fonetis ... 53

Tabel 17. Pasangan Kata dengan Satu Fonem Berbeda ... 56

Tabel 18. Tabel Pengklasifikasian Kelompok Bahasa ... 58

Tabel 19. Daftar 200 Kosakata Dasar Bahasa Jawa ... 69

Tabel 20. Daftar 200 Kosakata Dasar Bahasa Melayu Langkat ... 79

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Vokal Bahasa Jawa……….13 Gambar 2. Diagram Vokal Bahasa Melayu Langkat………..14 Gambar 3. Peta Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang ... 26 Gambar 4. Peta Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat 26 Gambar 5. Foto Bersama di Depan Kantor Desa Karang Gading ... 102 Gambar 6. Foto Bersama Kepala Desa di Depan Kantor Desa Secanggang ... 102 Gambar 7. Wawancara dengan Informan 1 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading ... 103 Gambar 8. Foto Bersama Informan 1 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading ... 103 Gambar 9. Wawancara dengan Informan 2 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading ... 104 Gambar 10. Foto Bersama Informan 2 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading .... 104 Gambar 11. Wawancara dengan Informan 3 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading ... 105 Gambar 12. Foto Bersama Informan 3 Bahasa Jawa di Desa Karang Gading .... 105 Gambar 13. Wawancara dengan Informan 1 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang ... 106 Gambar 14. Foto Bersama Informan 1 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secannggang ... 106 Gambar 15. Wawancara dengan Informan 2 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang ... 107 Gambar 16. Foto Bersama Informan 2 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang ... 107 Gambar 17. Wawancara dengan Informan 3 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang ... 108 Gambar 18. Foto Bersama Informan 3 Bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang ... 108

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu masyarakat, manusia tidak mungkin dapat berkomunikasi apabila anggota masyarakat tersebut tidak menggunakan bahasa sebagai media atau sasarannya. Manusia bukan makhluk individu, melainkan makhluk sosial yang di dalam kesehariannya membutuhkan yang namanya bahasa. Tanpa adanya bahasa, manusia belum bisa dikatakan makhluk sosial (Nababan, 1993: 46). Ritonga (2016: 18) mengatakan bahwa di Indonesia terdapat sejumlah besar bahasa daerah yang masing- masing dituturkan sebagai alat perhubungan antar warga masyarakat bahasa itu. Karena hidupnya berdampingan dengan bahasa Indonesia, terjadilah proses pengaruh antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Seperti yang disampaikan Tantawi (2016: 91) manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari memerlukan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan kemauan dari seseorang kepada orang lain atau dari kelompok ke kelompok lain dengan menggunakan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) tersendiri. Bahasa-bahasa daerah memiliki sistem tata bahasa dan kosakata yang berbeda.

Dalam keadaan geografis, keberadaan beberapa pulau saling berdekatan sehingga tidak menutup kemungkinan di antara bahasa-bahasa itu saling berkerabat satu sama lain seperti halnya Pulau Jawa dan Sumatera. Oleh karena itu dalam bahasa Jawa dan bahasa Sumatera seperti bahasa Melayu dapat saling berkerabat dalam historis yang panjang. Siyo (dalam Prihartono, 2012: 3-4) menyatakan bahwa orang

(21)

Jawa masuk di Sumatera melalui beberapa tahapan. Berdasarkan sumber sejarah, tahapan pertama diawali sejak abad XII M pada masa Kerajaan Singosari. Tahapan kedua, pada masa penjajahan Hindia Belanda, orang Jawa di pulau Jawa banyak direkrut melalui “werk” (agen pencari kuli) untuk dipekerjakan di perkebunan di Sumatera Utara. Sebagian besar dari mereka juga tidak kembali lagi ke pulau Jawa.

Mereka menetap dan meneruskan generasi. Tahapan ketiga, orang Jawa di Sumatera Utara masuk melalui program transmigrasi yang diselenggarakan sejak pemerintahan Hindia Belanda hingga masa orde baru pemerintahan Republik Indonesia. Tahapan keempat, orang Jawa masuk ke Sumatera Utara melalui perantauan, tugas belajar, tugas kerja dan lain-lain.

Masyarakat suku Jawa memiliki bahasa tersendiri yang notabene mempunyai tingkatan masing-masing. Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa yang terdapat di Sumatera Utara dan termasuk bahasa yang banyak digunakan di berbagai daerah.

Dalam bahasa Jawa terdapat beberapa tingkatan-tingkatan mulai dari yang rendah (ngoko), krama, madya, sampai ke tingkatan tinggi (krama inggil).

Di wilayah Sumatera, dialek sosial tingkatan bahasa Jawa (krama inggil) sudah sangat jarang sekali ditemukan sebagai komunikasi antar sesama suku Jawa dominan.

Hanya sebagian kalangan generasi tua saja yang menggunakannya dalam acara-acara tertentu seperti kenduri, pernikahan adat, khitanan dan lain sebagainya. Penutur bahasa Jawa yang ada di Sumatera lebih banyak menggunakan dialek sosial ngoko sebagai alat komunikasi. Belakangan ini dialek ngoko sudah mengalami berbagai pergeseran intonasi dan kosakata. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kontak sosial dengan

(22)

bahasa lokal lainnya yang tidak dominan dan adanya pergaulan antar etnis yang berbeda.

Banyak daerah-daerah di Sumatera Utara yang penduduknya masih menggunakan bahasa Jawa secara aktif dalam komunikasi. Salah satu wilayah yang berpenduduk di Sumatera Utara yang masih menggunakan bahasa Jawa ngoko adalah Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat tersebut masih sangat aktif menggunakan bahasa Jawa. Daerah ini akan menjadi fokus dalam penelitian ini dan sebagai sumber data terkhusus pada bahasa Jawa.

Bangsa Melayu dipercaya berasal dari golongan Austronesia yang berada di Yunan yang kemudian pindah ke Asia Tenggara pada zaman batu (2500 SM).

Penyebaran orang asli di Semenanjung Malaysia, Dayak di Serawak dan Batak di Sumatera. Pada masa-masa ini dikenal sebagai kumpulan pertama dengan nama Melayu Proto (Pusposari, 2017: 75). Pada masa perkembangannya, bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca bagi perdagangan dan hubungan politik di Nusantara.

Oleh karena bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di dunia perdagangan, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya proses migrasi sehingga bahasa Melayu sendiri turut menciptakan dialek-dialek yang berbeda. Dialek Melayu di Indonesia antara lain; Dialek Langkat, Dialek Asahan, Dialek Tamiang, Dialek Jambi, Dialek Deli, Dialek Sambas, Dialek Kutai, Dialek Riau, Dialek Daratan, Dialek Palembang, Dialek Bungkulu, Dialek Ketapang, Dialek Pontianak, Dialek Riau Kepulauan, Dialek Anak Dalam, Dialek Loloan, Dialek Berau dan beberapa kawasan di Riau Daratan dituturkan sama seperti Dialek Johor.

(23)

Negeri Langkat kini menjadi sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.

Wilayahnya sekarang kurang lebih sama dengan wilayah tradisi kesultanan Langkat.

Ibu kotanya saat ini adalah Kota Stabat dan sebelumnya di Kota Binjai, di masa kesultanan ibu kotanya Tanjung Pura. Kota-kota yang cukup besar di Kabupaten Langkat adalah: Tanjung Pura, Stabat, Pangkalan Brandan, Pangkalan Susu, Selesai dan Binjai (Husin, 2013: 1-2). Kesultanan Langkat itulah yang menjadi sebuah peninggalan kebudayaan bahasa yang saat ini masih bertahan di kabupaten Langkat dengan bahasa Melayu Langkat.

Penutur bahasa Melayu Langkat yang masih sangat aktif dalam penggunaannya dalam komunikasi sehari-hari adalah di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Masyarakat tersebut menggunakan bahasa Melayu Langkat sebagai bahasa pertama sebelum kenal dengan bahasa Indonesia, maka memudahkan penelitian agar mendapatkan hasil yang maksimal. Kebiasaan berbahasa Melayu Langkat dapat ditandai dalam dialek yang muncul dalam komunikasi sesama masyarakat setempat, yaitu dengan pelafalan vokal /a/ berubah menjadi /ə/ jika terjadi di akhir kata seperti ‘dua’ menjadi ‘duə’ dan kata ‘kita’ menjadi ‘kitə’. Tak hanya itu, terdapat pula perubahan konsonan /r/ menjadi /R/ pada tengah atau akhir kata, seperti dalam kata ‘lumpur’ menjadi ‘lumpoR’, kata “besar” menjadi “besaR” dan kemudian ada juga kosakata yang mengalami pelesapan seperti kata ‘hijau’ menjadi “ijau”. Tak hanya dilihat pemakaian bahasa tersebut, bahasa Melayu Langkat juga digunakan dalam acara pesta pernikahan, terutama dalam berbalas pantun, serta gubahan lagu- lagu daerah setempat dengan bahasa Melayu Langkat. Oleh karena itu maka daerah ini dapat dijadikan fokus penelitian pada bahasa Melayu Langkat.

(24)

Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidaklah muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan sejarah yang panjang setelah berpisah dari bahasa purba atau protobahasanya. Proto Austronesia (PAN) sebagai bahasa asal (induk) bahasa-bahasa di kawasan Asia Tenggara-Pasifik mewarisi, dan di dalamnya terjadi perubahan dalam bahasa-bahasa turunannya (Dardanila, 2016: 1), termasuk bahasa Jawa dan bahasa Melayu Langkat. Langacker (1972: 331, dalam Dardanila, 2016: 23) mengatakan bahwa satuan-satuan leksikal dalam bahasa-bahasa berkerabat dikatakan kognat apabila diturunkan oleh unsur leksikal yang sama dalam Protobahasa.

Di dalam sejarahnya, orang-orang Jawa sangat banyak berhubungan dengan orang-orang dari tanah Melayu. Saling mempengaruhi antara bahasa Jawa dan bahasa Melayu telah berlangsung sejak lama. Itulah sebabnya, sekarang ini tata kalimat dan tata bahasa Indonesia, walaupun barangkali hubungan kekerabatan antara kedua bahasa itu tidaklah terlalu dekat (Poedjasoedarma, 1979: 1). Melihat pembagian rumpun bahasa yang diklasifikasikan Salzner pada tahun 1960, bahasa Jawa dan bahasa Melayu terletak dalam geografis yang sama, yakni rumpun Austronesia (lihat Keraf, 1984:

205). Dengan demikian, bahasa Jawa dan bahasa Melayu memiliki kekerabatan yang cukup erat kalau dilihat dari klasifikasi yang dilakukan Salzner, namun tingkat kekerabatan atau persentase kekerabatan antara bahasa Jawa dengan bahasa Melayu dialek Langkat atau bahasa Melayu Langkat belum ditemukan identifikasi persentase kekerabatan antar kedua bahasa tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menjadi sumber acuan umum ilmu pengetahuan tentang kajian Linguistik Historis Komparatif,

(25)

terkhusus kekerabatan bahasa, untuk dapat mengidentifikasi kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat yang belum pernah diteliti.

Dari pantauan sejarah, tidak menutup kemungkinan bahwa kedua bahasa tersebut saling berkerabat meskipun berbeda ragam dialek. Adapun kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat diangkat sebagai judul penelitian karena penulis ingin melihat seberapa besar tingkat kekerabatan dua bahasa tersebut dalam bentuk persentase ilmiah. Dalam kasus itu, bahasa Jawa dan bahasa Melayu merupakan bahasa serumpun Austronesia yang memiliki kemiripan bunyi pengucapan yang hampir sama serta kemiripan kosakata secara identik, tetapi hubungan kedua bahasa tersebut dipantau dari letak geografis dan persebarannya tidaklah sama. Bahasa Jawa pada dasarnya membentuk kelompok bahasa Austronesia sebelah barat yang memiliki tata kalimat yang amat mirip dengan bahasa Indonesia.

Kedua bahasa tersebut, bahasa Jawa dan bahasa Melayu pernah menjadi bahasa pengantar suatu peradaban dan menjadi titik tolak juga tentang mengapa bahasa Jawa dan bahasa Melayu patut dicurigai memiliki bahasa yang berkerabat karena memiliki fungsi sebagai bahasa pengantar meskipun berbeda waktunya. Melalui aksara Pegon, bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyebaran agama Islam agar orang-orang Jawa mudah memahami ajaran agama Islam, terlebih-lebih menggunakan metode dakwah keliling di era Walisongo yang menyampaikan dakwah menggunakan bahasa Jawa. Selain dari itu, terdapat kesamaan antara aksara Pegon yang merupakan aksara yang dipakai orang-orang Jawa pada masa 1.200-1.400 Masehi dengan aksara Jawi yang berada di tanah Melayu yang juga dikenal dengan aksara Arab Melayu.

Kemudian, bahasa Melayu juga pernah digunakan sebagai bahasa pengantar dalam

(26)

dunia perdagangan tempo dulu. Maka, melihat perkembangan kedua bahasa tersebut yang memiliki banyak kesamaan, sangat perlu diadakan penelitian antara keduanya.

Bahasa Jawa dipilih sebagai sampel dari penelitian ini karena bahasa tersebut termasuk salah satu bahasa yang banyak dipakai oleh orang-orang Jawa di Sumatera Utara, khususnya tingkat tuturan ngoko. Sedangkan bahasa Melayu Langkat dipilih sebagai sampel penelitian karena memiliki ragam dialek yang hampir sama dengan tuturan bahasa induknya seperti Melayu Riau yang menjadi kawasan regional dialek Melayu di Pulau Sumatera, juga untuk melihat perkembangan bahasa Melayu dialek Langkat dalam perubahannya sebagai bahasa yang sudah sering dipakai oleh masyarakat sejak masa Kesultanan Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Bahasa tersebut akan dijabarkan dalam bentuk persentase ilmiah dengan sajian angka-angka, kosakata berkerabat (cognate) dan kosakata tidak berkerabat, sehingga mengetahui waktu berpisah kedua bahasa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terjadi, maka rumusan masalah yang timbul adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hubungan kekerabatan pada bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara serta bagaimana pembuktian besar persentasenya?

(27)

2. Kapankah waktu pisah dari bahasa proto yang sama antara bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah adalah salah satu aspek penelitian agar topik dan pembahasan yang dikaji tidak bias dengan pembahasan yang tidak mencakup topik penelitian yang sedang diteliti atau dikaji. Oleh karena itu, sebuah penelitian tentu memiliki batasan- batasan masalah agar dapat membuat laporan yang sesuai dan bersifat ilmiah.

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu mengenai kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat, persentase kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat, serta waktu pisah dari bahasa proto yang sama antara bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang berjudul “Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Langkat: Kajian Linguistik Historis Komparatif” ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan hubungan kekerabatan pada bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

(28)

2. Mendeskripsikan waktu pisah dari bahasa proto yang sama antara bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Manfaat Teoritis

1) Bagi institusi (Balai Bahasa Sumatera Utara, Dinas Pendidikan dan Pengajaran dan sebagainya) sebagai teori dan bahan masukan untuk mengembangkan metode terbaru dalam penanggulangan dan pendekatan yang aplikatif untuk meningkatkan sumber data dan kemajuan umum.

2) Bagi Universitas Sumatera Utara, sebagai literatur kepustakaan di bidang penelitian mengenai kekerabatan bahasa Jawa dengan Melayu Langkat.

3) Bagi Fakultas Ilmu Budaya, sebagai materi dan literatur dalam bidang bahasa dan kajian Linguistik Historis Komparatif atau Linguistik Bandingan Historis.

4) Bagi peneliti lain, agar dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan referensi bagi penelitian dengan objek yang sama di masa mendatang.

2). Manfaat Praktis

(29)

1) Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis sendiri dan peneliti lainnya yang melakukan penelitian kajian Linguistik Historis Komparatif mengenai kekerabatan bahasa antar daerah.

2) Hasil penelitian sangat diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih mengenal dan menghargai bahasa yang digunakan, khususnya masyarakat di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dan Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3) Melestarikan hubungan kebudayaan kedua masyarakat antara bahasa Jawa di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan bahasa Melayu Langkat di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara melalui kontribusi hasil kajian perbandingan kedua bahasa tersebut.

4) Memberikan gambaran secara garis besar hubungan kebudayaan yang tersirat dalam hubungan kekerabatan bahasa secara tersurat atau kearsipan.

5) Memperkenalkan kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat di luar dari bahasa-bahasa yang diangkat sebagai bahan penelitian.

(30)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2005). Dalam pengertian lain, konsep merupakan satuan-satuan arti yang mementingkan objek yang memiliki ciri yang sama dalam sebuah kajian. Dengan adanya konsep, objek-objek yang abstraksi akan ditempatkan pada golongan tertentu sehingga mendapatkan gambaran mental dari objek untuk melakukan proses yang ingin dicapai, baik untuk penelitian, laporan dan lain sebagainya.

Konsep yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah Kekerabatan, Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu Langkat.

2.1.1 Kekerabatan

Kekerabatan ialah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2005). Secara garis besar, kekerabatan merupakan pertalian atau hubungan antar dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama dengan melihat persamaan-persamaan yang terdapat dalam bahasa-bahasa tertentu.

2.1.2 Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di Indonesia.

Persebaran bahasa Jawa ke daerah lain di luar pulau Jawa ialah melalui transmigrasi atau perpindahan penduduk sejak masa pemerintahan Hindia Belanda hingga masa

(31)

orde baru, juga melalui perantauan dan lain sebagainya sehingga persebaran penduduk tersebut membuat masyarakatnya berada di berbagai daerah. Salah satu daerah menggunakan bahasa Jawa ialah masyarakat di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sebagai alat interaksi dan komunikasi sehari-hari di luar dari bahasa Indonesia.

Bahasa Jawa, sejak lama adalah bahasa pengantar suatu peradaban yang besar.

Walaupun perubahan yang baik sistem fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, maupun ortografinya cukup tampak jelas, kodifikasi bahasa Jawa pada setiap masanya tampak mantap. Standardisasi dalam berbagai register serta dalam sistem strukturnya tampak kelas dan stabil (Poedjasoedarma, 1979: 1).

Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang besar jumlah penuturnya, yaitu sekitar 50% dari seluruh penduduk Indonesia (Sudaryono, dkk, 1990: 1). Bahasa Jawa memiliki daerah pemakai yang termasuk luas, yang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I Yogjakarta, Cirebon, Banten, dan beberapa daerah lain yang menjadi wilayah sasaran transmigrasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda sampai orde baru, juga seperti yang dinyatakan Purwadi (2012: 24, dalam Surip & Widayati 2019:

5) bahwa masyarakat Jawa memiliki kultur migrasi dari satu daerah ke daerah lain untuk berusaha mengubah ekonomi keluarga.

Bahasa kelas bawah, yang merupakan mayoritas, merupakan kelompok masyarakat yang kurang berpendidikan dan lemah secara sosial-ekonomi sehingga disebut oleh Koentjaraningrat sebagai tiyang alit (orang kecil) atau, sering dikatakan pula sebagai rakyat kebanyakan (Purwoko, 2008: 8). Oleh karena itu, bahasa-bahasa Jawa yang sekarang ini sudah menyebar luas pada beberapa kalangan merupakan

(32)

bahasa Jawa ngoko, yang umum digunakan masyarakat Jawa dalam komunikasi sehari- hari. Bahasa Jawa dipakai sebagai bahasa sehari-hari di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Adapun diagram vokal bahasa Jawa yakni sebagai berikut;

Gambar 1. Diagram Vokal Bahasa Jawa 2.1.3 Bahasa Melayu Langkat

Bahasa Melayu Langkat adalah salah satu dialek dari bahasa Melayu di Indonesia. Bahasa Melayu Langkat mendapat ciri khas tersendiri karena selain disebut bahasa Melayu Langkat, bahasa tersebut juga disebut bahasa Melayu Maya-Maya (baca: maye-maye). Tuturan masyarakat dalam penggunaan bahasa itu sendiri yakni pelafalan vokal /a/ berubah menjadi /ə/. Bahasa Melayu Langkat dipakai sebagai bahasa sehari-hari di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Adapun diagram vokal dalam bahasa Melayu Langkat yakni sebagai berikut;

(33)

Gambar 2. Diagram Vokal Bahasa Melayu Langkat 2.2 Landasan Teori

2.2.1 Linguistik Historis Komparatif

Penelitian mengenai kekerabatan bahasa Jawa dengan bahasa Melayu Langkat ini menggunakan teori dan kajian Linguistik Historis Komparatif atau Linguistik Bandingan Historis. Keraf (1984: 22) mengatakan bahwa linguistik bandingan historis (linguistik historis komparatif) adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Adapun salah satu tujuan dan kepentingan linguistik historis komparatif adalah mengadakan pengelompokkan (sub-grouping) bahasa-bahasa dalam suatu rumpun bahasa. Bahasa-bahasa dalam suatu rumpun yang sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya atau sama tingkat kemiripannya satu sama lain.

Lingustik Historis Komparatif diawali adanya berbagai kegiatan pembandingan di antara bahasa kuno di Eropa dan di India sekitar dua abad yang lalu. Hal ini disebabkan kajian linguistik di India dan Yunani banyak memengaruhi kajian linguistik pada masa itu dan bahkan sampai dewasa ini. Sejarah telah mencatat bahwa tidak ada

(34)

linguis bangsa-bangsa zaman dahulu yang dapat menyamai lingus bahasa India dalam kajian ilmu bahasa. Tradisi linguistik di India yang difokuskan pada bahasa Sanskerta merupakan tradisi yang sangat penting. Pengaruhnya terhadap linguistik Barat sejak akhir abad ke-18 masih terasa sampai saat ini (Widayati, 2014: 1-2, lihat Mahsun, 1995:

2).

Tujuan dan kepentingan Linguistik Historis Komparatif adalah mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur- unsur yang menunjukkan kekerabatannya, mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa purba (proto), mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa dan menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (Keraf, 1984: 23).

Keraf (1984: 34) mengatakan bahwa bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan-kesamaan berikut:

1. Kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis);

2. Kesamaan morfologis, yaitu kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam bentuk gramatikal;

3. Kesamaan sintaksis, yaitu kesamaan relasinya antara kata-kata dalam sebuah kalimat.

2.2.2 Kekerabatan Bahasa

Kekerabatan bahasa adalah pertalian atau hubungan bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebuah bahasa dapat dikatakan berkerabat dengan bahasa lainnya apabila kosakata di dalam bahasa tersebut memiliki kesamaan kosakata yang identik, memiliki

(35)

korespondensi fonemis dan fonetis yang hampir sama, serta memiliki kesamaan meskipun satu fonemnya berbeda. Hock (1988, dalam Fitrah & Afria, 2017: 208) mengatakan bahwa kekerabatan bahasa adalah hubungan keseasalan suatu bahasa yang dibuktikan dengan pengelompokan dan rekonstruksi proto bahasanya

Dalam menentukan kata kerabat (cognates) dari bahasa yang diteliti, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut ini:

1. Gloss yang tidak diperhitungkan

Gloss yang tidak diperhitungkan adalah glos yang tidak ada kosakatanya baik dalam salah satu bahasa maupun dalam kedua bahasa. Kedua, semua kata pinjaman, baik dari bahasa-bahasa kerabat maupun bahasa-bahasa non-kerabat. Ketiga, kata-kata jadian pada sebuah kata benda atau mengenai sebuat kata benda memperlihatkan bahwa itu bukan kata dasar. Keempat, bila dalam glos ada dua kata yang sama, yang satu merupakan kata dasar dan lain kata jadian dengan kata yang sama, maka glos untuk kata dasar yang diperhitungkan, sedangkan kata jadiannya tidak diperhitungkan.

2. Pengisolasian morfem terikat

Bila dalam kata-kata yang telah disimpulkan itu terdapat morfem-morfem terikat, maka sebelum mengadakan perbandingan untuk mendapatkan kata kerabat atau non-kerabat, semua morfem terikat itu harus diisolir terlebih dahulu.

3. Penetapan kata kerabat

Bila kedua prosedur di atas telah dikerjakan, baru dimulai perbandingan antara pasangan-pasangan kata dalam bahasa-bahasa tersebut untuk menetapkan pasangan itu berkerabat atau tidak. Sebuah pasangan dinyatakan berkerabat bila memenuhi salah satu ketentuan berikut:

(36)

a. Pasangan itu identik

Pasangan kata yang identik adalah kata yang semua fonemnya sama betul.

b. Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis

Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal balik dan teratur, secara tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat. Dalam hubungan ini okurensi fonem-fonem yang menunjukkan korespondensi itu dapat diikutsertakan gejala-gejala kebahasaan yang lain yang disebut ko-okurensi. Dalam kedua hal itu, harus menangkap hal-hal itu dengan cermat, agar dapat sampai ada kata kerabat yang dimasukkan dalam kelompok kata tidak berkerabat.

c. Kemiripan secara fonetis

Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap berkerabat. Yang dimaksud dengan mirip secara fonetis adalah bahwa ciri- ciri fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap sebagai alofon.

d. Satu fonem berbeda

Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang.

(37)

Setelah menetapkan kata-kata kerabat dengan prosedur seperti yang dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan besarnya persentase dari kedua bahasa yang dibandingkan. Kemudian jika sudah didapatkan persentase kekerabatan tersebut, dapat dihitung waktu pisah kedua bahasa yang dibandingkan dari bahasa proto yang sama dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑊 = 𝑙𝑜𝑔. 𝐶 2 𝑙𝑜𝑔. 𝑟 Keterangan:

W = waktu perpisahan dalam ribuan tahun yang lalu

r = retensi atau persentase konstan dalam 1.000 tahun (indeks) C = persentase kerabat

Log = logaritma dari ..

Untuk menghindari kesalahan dalam statistik, maka dilakukan suatu perkiraan bahwa suatu hal terjadi bukan dalam waktu tertentu, tetapi dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan kesalahan standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan. Kesalahan standar yang diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:

S = √𝑐(1−𝑐)

𝑛

Keterangan rumus:

S = kesalahan standar dalam persentase kata kerabat C = persentase kata kerabat

(38)

n = jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non-kerabat) Keraf (1984:

127-132).

2.2.3 Teknik Leksikostatistik

Linguistik historis komparatif biasanya mengadakan studi perbandingan antara bahasa-bahasa yang serumpun yang ditujukan pada rekonstruksi bahasa induk atau dapat juga ditujukan untuk mengetahui daerah-daerah bahasa itu dahulu digunakan (Busri & Badrih, 2018: 40). Linguistik ini juga digunakan untuk mengetahui umur suatu bahasa dengan menggunakan teknik leksikostatistik.

Leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan perngelompokan itu berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain (Keraf, 1984: 121). Hal serupa sejalan dengan Widayati (2014: 72) yang mengatakan bahwa leksikostatistik adalah suatu teknik untuk menentukan tingkat hubungan di antara dua bahasa dengan menggunakan cara yang sederhana yaitu membandingkan kosakata yang terdapat pada bahasa yang diperbandingkan kemudian melihat dan menentukan tingkat kesamaan kosakata dari kedua bahasa tersebut.

Untuk menggunakan teknik tersebut, dalam aturan leksikostatistik biasanya lebih mengacu pada beberapa bahasa yang berasal dari bahasa proto (asal) bahasa yang sama tanpa pertimbangan lain meskipun dalam keadaan geografis bahasa-bahasa yang dibandingkan itu tidaklah berdekatan. Keadaan geografis tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai penentu untuk menggunakan teknik leksikostatistik.

(39)

Adapun teknik leksikostatistik dapat digunakan untuk mengetahui umur bahasa antara lain sebagai berikut:

(1) Mengumpulkan kosakata dasar bahasa kerabat;

(2) Menetapkan pasangan-pasangan mana dari kedua bahasa tadi adalah kata kerabat (cognate)

(3) Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa

(4) Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang lebih tepat (Keraf, 1984: 126).

2.3 Tinjauan Pustaka

Rismanto (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan mencari kekerabatan pada bahasa Sunda dengan bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan, serta juga mencari waktu pisah kedua bahasa tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode kualitatif. Metode dan teknik analisis data yang digunakan masing-masing adalah metode kuantitatif dan kualitatif dengan teknik leksikostatistik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya kekerabatan antara bahasa Sunda dengan bahasa Melayu Betawi di Tangerang Selatan. Terdapat sebanyak 82 pasangan berkerabat, yaitu terdapat 42 pasangan kata kerabat yang identik, 32 pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis dan 8 pasangan kata yang memiliki perbedaan satu fonem. Penelitian itu merujuk pada kekerabatan ke dalam keluarga bahasa dengan tingkat persentase 43%. Waktu pisah yang terjadi antara kedua

(40)

bahasa tersebut dari bahasa proto yang sama yaitu antara 212 SM sampai 216 Masehi.

Penelitian ini memberikan kontribusi berupa tata cara menetapkan kata kerabat dan kata non-kerabat.

Surbakti (2014) dalam jurnal berjudul “Kekerabatan Bahasa Karo, Minang dan Melayu: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kekerabatan antara bahasa Karo, bahasa Minang dan bahasa Melayu.

Pendalaman dalam penelitian digunakan metode kuantitatif dengan teknik leksikostatistik. Setelah mengaplikasinya metode kuantitatif tersebut maka dicari persentase kognat dari sejumlah kosakata dasar Swadesh. Metode tersebut juga menghasilkan pohon diagram kekerabatan bahasa. Dari hasil perhitungan leksikostatistik pada tataran bahwa; (1) Bahasa Karo dengan Bahasa Minang merupakan bahasa yang berbeda karena dalam kelompok rumpun (stock) dengan hasil 30%. (2) Bahasa Karo dengan bahasa Melayu juga merupakan bahasa yang berbeda dalam kelompok rumpun (stock) dengan hasil 26%, dan (3) Bahasa Minang dengan bahasa Melayu merupakan bahasa yang masuk dalam keluarga (family) dengan hasil 66%. Penelitian yang dilakukan Surbakti (2014) tersebut memberi konribusi dalam kajian metode leksikostatistik yang dapat digunakan untuk mengetahui kekerabatan antar dua bahasa atau lebih. Dalam hal ini, penelitian tersebut memberikan kontribusi berupa penghitungan kosakata kerabat dan tidak kerabat.

Dardanila (2016) dalam disertasinya yang berjudul “Kekerabatan Bahasa Karo, Bahasa Alas dan Bahasa Gayo”. Metode yang digunakan dalam disertasi tersebut yaitu metode komparatif dengan cara membandingkan data Swadesh dan data Holle, kemudian dialihbahasakan ke dalam Bahasa Karo (BK), Bahasa Alas (BA) dan Bahasa

(41)

Gayo (BG). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan secara kuantitatif diperlihatkan relasi kekerabatan erat memiliki persentase kognat sebesar 73% tingkat kekerabatan antara BK dengan BA, 43,5% tingkat kekerabatan antara BK dengan BG, 52,5% tingkat kekerabatan antara BA dengan BG. Perhitungan waktu pisah BK dan BA adalah 0,729 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BK dan BA dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 0,729 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BK dan BG ialah 1,926 ribuan tahun yang lalu, perhitungan waktu pisah BK dan BG dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 1,926 ribuan tahun yang lalu. Waktu pisah BA dan BG adalah 1,484 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BA dan BG dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 1,484 ribuan tahun yang lalu.

Penelitian tersebut memberikan kontribusi berupa tata cara untuk menghitung waktu pisah dari bahasa proto yang sama antar bahasa yang dibandingkan.

Fatimah (2017) dalam jurnal berjudul “Kekerabatan Bahasa Kulawi dan Bahasa Kaili di Sulawesi Tengah”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan persentase hubungan kekerabatan bahasa Kaili dengan bahasa Kulawi dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Instrumen data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik angket dan wawancara yang berupa kuisioner memuat daftar tanyaan 200 kosakata Swadesh dan 873 kosakata budaya. Dalam penelitiannya menggonakan metode komparatif melalui teknik leksikostatistik dan rekonstruksi.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara kuantitatif bahasa Kaili dan bahasa Kulawi memiliki hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga (family) dengan persentase kerabat 62%. Dapat dibuktikan bahwa bahasa Kaili dan bahasa Kulawi berasal dari rumpun yang sama. Hal itu juga dibuktikan juga dengan data kualitatif

(42)

yang ditemukan sejumlah perangkat korespondensi bunyi antara kedua bahasa tersebut.

Dalam hal ini, penelitian tersebut memberikan kontribusi berupa korespondensi bunyi dalam penetapan kata kerabat.

Ruriana (2018) dalam jurnal berjudul “Hubungan Kekerabatan Bahasa Jawa dan Madura”. Penelitian tersebut menggunakan metode komparatif dan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Peneliti menggunakan 200 kosakata dasar Swadesh sebagai piranti kajian kuantitatif. Hasil penelitian tersebut mengambil membuktikan bahwa persentase kekerabatan bahasa Jawa dan bahasa Madura memiliki persentase kekerabatan yang termasuk dalam kelompok rumpun (stock). Dalam penelitian tersebut juga ditemukan pembuktian bahwa bahasa Jawa Osing (JO) jika dibandingkan dengan kelompok bahasa Jawa yang lain seperti bahasa Jawa Solo Yogya (JSY), bahasa Jawa Suroboyoan (JS), bahasa Jawa Pantura (JP) yaitu masuk ke dalam kelompok keluarga (family). Hal itu berarti bahwa tingkat kekerabatan bahasa di antara bahasa Jawa Osing (JO) dengan bahasa Jawa lainnya (bahasa Jawa Solo Yogya, bahasa Jawa Suroboyoan dan bahasa Jawa Pantura) masih dekat. Penelitian ini memberikan kontribusi berupa tata cara pengklasifikasian kelompok bahasa antar bahasa yang dibandingkan.

Surip dan Widayati (2019) dalam jurnal berjudul “Kekerabatan Bahasa Jawa dan Bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Dalam penelitian tersebut, digunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk merekonstruksi perangkat kognat yang membuktikan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Jawa dan bahasa Gayo. Metode kuantitatif digunakan untuk mengaplikasikan teknik perhitungan leksikostatistik dan grotoknologi untuk melihat

(43)

kekerabatan kedua bahasa, waktu pisah bahasa dan memperkirakan usia bahasa Jawa dan bahasa Gayo dengan menggunakan teknik simak dan wawancara. Hasil dari penelitian tersebut terdapat pasangan identik yaitu kata yang semua fonemnya sama betul yaitu 16 pasangan kerabat; 12 pasangan kerabat yang memiliki korespondensi fonemis; 9 pasangan kerabat yang memiliki kemiripan fonetis; dan 13 pasangan kerabat yang memiliki satu fonem berbeda. Waktu pisah dari bahasa Jawa dan bahasa Gayo adalah 3,393 ribuan tahun lalu. Kedua bahasa tersebut diperkirakan mulai berpisah dari bahasa proto kira-kira abad V SM. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa bahasa Jawa dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 4.712+335 tahun lalu dan merupakan bahasa tunggal pada 5.047-335 tahun yang lalu. Adapun kontribusi yang diberikan penelitian tersebut yaitu penghitungan waktu pisah dan teknik dasar leksikostatistik.

Fauzi dan Widayati (2019) dalam jurnal berjudul “Hubungan Kekerabatan Bahasa Melayu Riau dan Dialek Akit: Sebuah Pendekatan Historis”. Teori yang digunakan dalam penelitian untuk mendeskripsikan hubungan kekerabatan bahasa Melayu Riau (MR) dan bahasa Melayu Dialek Akit (BMDA) yaitu Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, membuat gambaran secara sistematis data yang ada, serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti. Hasil dari penelitian tersebut akhirnya mengumpulkan bahwa pada umumnya kosakata Bahasa Melayu Dialek Akit (BMDA) memiliki kesamaan dengan bahasa Melayu Riau. Perbedaan dari kedua bahasa tersebut yaitu pada pengucapan denasalisasinya. Dalam bahasa Melayu Dialek Akit (BMDA), hampir setiap kata diakhiri dengan bunyi sengau. Dalam penelitian tersebut juga

(44)

didapatkan penemuan kosakata di antara kedua bahasa Melayu Dialek Akit (BMDA) tidak sama dengan bahasa Melayu Riau (BMR) dan dikhawatirkan kosakata tersebut (Dialek Akit) akan hilang perlahan karena kemajuan teknologi yang membuat penduduk orang-orang pengguna Dialek Akit tidak merasa risau dengan hilangnya perbendaharaan kosakata yang mereka miliki. Penelitian ini menambah acuan dan referensi umum dalam penelitian kekerabatan bahasa melalui pendekatan historis.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian untuk mencari data bahasa Jawa dilakukan di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dan penelitian bahasa Melayu Dialek Langkat dilakukan di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dalam penelitian ini hal paling penting dalam pertimbangan lokasi penelitian mengenai kekerabatan bahasa disebabkan karena faktor geografis dan faktor lain seperti pemakaian isolek. Kedua tempat ini menjadi sampel dalam penelitian mengenai kekerabatan antar dua bahasa karena desa ini memiliki pemakaian isolek yang homogen.

Gambar 3. Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Gambar 4. Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

(46)

3.2 Data dan Sumber Data

Data merupakan sumber pokok dari pengumpulan bahan penulisan sehingga dapat menjadi sebuah penelitian. Data ialah komponen penulisan yang dapat berupa contoh, rincian, sejarah, angka, gagasan dan lain sebagainya.

Data dalam penelitian ini dijaring dengan menggunakan instrumen penelitian berupa daftar 200 kosakata dasar Swadesh (Revisi Keraf, 1984) lalu kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Jawa yang berada di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dan juga bahasa Melayu Langkat yang berada di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan menggunakan beberapa narasumber asli dari kedua bahasa tersebut.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (KBBI, 2005). Menurut Djajasudarma (2010:

65) metode dalam ilmu pengetahuan adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditemukan.

Dalam sebuah penelitian tentu memiliki berbagai macam metode yang digunakan untuk dapat memperoleh informasi yang akurat dan bersifat ilmiah.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Keraf (1984: 126) menyatakan bahwa dalam Linguistik Historis Komparatif, metode kuantitatif

(47)

menggunakan teknik leksikostatistik untuk mencari silsilah kekerabatan bahasa, tujuannya untuk mendapatkan gambaran sekilas tentang peringkat relasi historis atau hubungan kekerabatan, serta mencari persentase kekerabatan teknik leksikostatistik ini, harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan kosakata dasar bahasa kerabat; (200 daftar kosakata dasar revisi Keraf, 1984);

2. Menetapkan pasangan-pasangan kata berkerabat;

3. Menghitung persentase kekerabatan dengan cara menetapkan dan menghitung pasangan kata-kata kerabat yang sama dan mirip;

4. Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa;

5. Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang lebih tepat.

Cara pengumpulan data yang dilakukan ialah metode cakap berupa wawancara dan observasi langsung. Kemudian didukung dengan teknik dasar yakni teknik pancing, dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka, teknik rekam dan catat (Sudaryanto, 2015). Kemudian dengan menggunakan metode cakap ini dengan cara melakukan percakapan (wawancara) yang merupakan dialog antara penulis dan informan untuk menggali sejumlah glos yang terkait dengan daftar 200 kosakata dasar Swadesh (Revisi Keraf, 1984) yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Melayu Langkat. Adapun dalam penelitian ini syarat-syarat informan adalah:

1. Berjenis kelamin pria atau wanita;

2. Berusia antara 25 – 65 tahun (tidak pikun)

(48)

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaannya bertani atau buruh;

7. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya;

8. Dapat mengerti bahasa Indonesia;

9. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 2005: 135).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahasa Indonesia dalam interaksi dengan informan. Hal ini berdasarkan temuan pada observasi lapangan bahwa semua penutur bahasa Jawa dan bahasa Melayu Langkat sebagai objek penelitiannya dapat berbicara fasih dalam bahasa Indonesia. Untuk melakukan penelitian ini dibutuhkan informan 3 orang dari Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang sebagai objek penelitian bahasa Jawa dan 3 orang dari Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat sebagai objek penelitian bahasa Melayu Langkat. Atau seperti yang dipaparkan Sudaryanto (2015: 135) dari tiga orang informan itu ditentukan satu orang sebagai informan utama, sedangkan yang lainnya sebagai pendamping. Atau dapat pula disimpulkan informan pertama sebagai informan utama, informan kedua sebagai pendamping dan informan ketiga sebagai pembanding di antara informan pertama dan kedua.

3. 4 Teknik Analisis Data

(49)

Pada penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan metode padan translasional yang alat penentunya adalah langue lain. Dengan mengalihbahasakan, sebenarnya ditujukan untuk menguji kemampuan pemahaman informan dalam melakukan terjemahan atau mengetes tingkat kedwibahasaan informan bukan mengetes tingkat pemahaman timbal balik (Mahsun, 1995: 115). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP); yakni daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 2015: 25).

Untuk menganalisis permasalahan pertama dalam penelitian ini juga digunakan metode analisis komparatif; yakni mengadakan perbandingan antar bahasa untuk menemukan kesamaan-kesamaan antar bahasa-bahasa berkerabat yang meliputi penetapan kata berkerabat pada bahasa yang akan diteliti.

Dalam membandingkan dua bahasa atau lebih dapat menggunakan teknik leksikostatistik. Keraf (1984: 121) mengatakan bahwa leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain. Keraf (1984: 128) menyatakan bahwa sebuah pasangan kata akan dinyatakan kerabat bila memenuhi salah satu ketentuan (a) pasangan itu identik, (b) pasangan itu memiliki korespondensi fonemis, (c) kemiripan secara fonetis, atau (d) satu fonem berbeda.

Dalam menetapkan kata-kata berkerabat (cognate) dari bahasa-bahasa yang diselidiki, maka diikuti dengan prosedur-prosedur yang dikemukakan Keraf (1984:

127-128) sebagai berikut:

(50)

1. Glos yang tidak diperhitungkan (yakni; kata-kata kosong, kata serapan atau pinjaman)

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

pikir pikir pikəR

Tabel 1. Contoh Glos yang Tidak Diperhitungkan

2. Pengisolasian morfem terikat.

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

(ber-) kata ŋomoŋ beRcakap

Tabel 2. Contoh Glos Pengisolasian Morfem Terikat 3. Penentuan kata kerabat;

a. Pasangan itu identik; kosakata yang semua fonemnya sama atau identik.

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

daging dagiŋ dagiŋ

Tabel 3. Contoh Pasangan Kata Identik

b. Pasangan itu memiliki korespodensi fonemis;

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

bulan wulan bulan

Tabel 4. Contoh Pasangan Kata Memiliki Korespondensi Fonemis

(51)

c. Kemiripan secara fonetis; bila terdapat kemiripan pada posisi artukulatoris yang sama;

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

kering gareŋ kəRiŋ

Tabel 5. Contoh Glos yang Mirip Secara Fonetis

d. Satu fonem berbeda; apabila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat asal segmennya cukup panjang.

Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

pendek cəndek pEndEk

Tabel 6. Contoh Pasangan Kata dengan Satu Fonem Berbeda

Contoh data dalam penelitian:

No. Glos Bahasa Jawa (BJ) Bahasa Melayu Langkat (BML)

1. bulan wulan bulan

2. kering gareŋ kəRiŋ

3. kulit kulet kulet

Tabel 7. Pasangan Kata yang Berkerabat

Referensi

Dokumen terkait

Selain menelusuri jenis-jenis penelitian kebahasaan di lingkungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Lauder juga mengidentifikasi cakupan wilayah penelitian yang