UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN BENALU
MENGKUDU (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
SKRIPSI
RISWANDI BERUTU 110802021
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN BENALU
MENGKUDU (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
RISWANDI BERUTU 110802021
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PERSETUJUAN
Judul : Uji Skrining Fitokimia, Ativitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq)
Kategori : Skripsi
Nama : Riswandi Berutu
Nomor Induk Mahasiswa : 110802021
Program : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Januari 2017
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Drs. Firman Sebayang, MS Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP: 195607261985031001 NIP: 195408301985032001
Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP: 195408301985032001
PERNYATAAN
UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN BENALU
MENGKUDU (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2017
RISWANDI BERUTU 110802021
PENGHARGAAN
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr.
Rumondang Bulan Nst, MS selaku Dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, saran, ilmu dan motivasinya kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga berterimakasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mengesahkan skripsi ini .Dan juga terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Dr.Juliati Br.Tarigan M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama masa studi untuk program sarjana (SI) di FMIPA USU dan juga kepada seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh kakak/Abang/Adik 2008-2014, kepada seluruh asisten dan staf Laboratorium Biokimia. Dan juga kepada teman-teman terdekatku M.Habibi,Sakinah, Niak, Sucil, Dasi, Julia, Kiwil, Firdaus, Dendoy, Sahat, Friska, Sule, Isti dan banyak lagi yang tak tersebutkan satu persatu, terimakasih buat kebersamaan dan motivasi yang tiada henti dari kalian sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua motivatorku yaitu orang tua yang sangat kubanggakan Alm. B.Berutu dan Rossida yang telah mengasuh, membimbing dan mendoakan saya hingga saat ini serta buat saudara-saudara ku terimakasih buat doa, motivasi, dan dukungan morilnya, saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena telah memiliki kalian.
Penulis
UJI SKRINING FITOKIMIA, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN BENALU
MENGKUDU
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai uji skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri dari ekstrak metanol dari daun benalu mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). Serbuk daun benalu mengkudu diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol sehingga dihasilkan ekstrak metanol sebanyak 19,65 g. Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak metanol mengandung senyawa golongan flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid. Ekstrak metanol diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar. Nilai IC50 yang diperoleh untuk ekstrak metanol termasuk aktivitas yang sangat kuat dengan nilai 21,07 ppm. Aktivitas antibakteri untuk ekstrak metanol daun benalu mengkudu termasuk kategori sedang terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan termasuk kategori lemah terhadap bakteri gram negatif Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat masing-masing 15,3 mm dan 14,7 mm.
Kata kunci : Daun Benalu Mengkudu, Ekstrak Metanol, Skrining Fitokimia, Antibakteri, Antioksidan
THE TESTED PHYTOCEMICAL SCREENING, ANTIOXIDANT AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES METHANOL EXTRACT FROM
NONI PARASITIC PLANT (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
ABSTRACT
The experiment had been done about phytochemical screening activity of antibacterial and antioxidant from methanol extract by noni parasitic plant (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.). The powder of noni parasitic plant extracted with maceration method use methanol solvent that resulted extract 19,65 g. Based on phytochemical screening methanol extract contain compounds by alkaloid, flavonoid, tannin and terpenoida. Methanol extract tested with DPPH antioxidant and antibacterial activity by the agar diffusion method. IC50 values obtained for methanol extract noni parasitic plant included the most strong activity with value were 21,07 ppm respectively. The antibacterial activity methanol extract of noni parasitic plant including the category intermediate at gram positive bacteria Staphylococcus aureus and including the category resistant at gram negative bacteria Escherichia coli with concentration of 500 mg/ml with barrier zone each other are 15,3 mm and 14,7 mm.
Keywords : Noni Parasitic Plant, Methanol extract, Phytocemical Screening, Antibacterial, Antioxidant
DAFTAR ISI
Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Pembatasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Lokasi Penelitian 1.7. Metodologi Percobaan Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Tumbuhan Benalu Mengkudu
2.2 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Skunder
2.2.1 Flavonoid 2.2.2 Alkaloida 2.2.3 Terpenoid 2.2.4 Tanin 2.2.5 Saponin 2.3 Ekstraksi 2.4 Antioksidan
2.4.1 Pengertian Antioksidan
2.4.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan
2.5 Bakteri
2.5.1 Penggolongan Bakteri Bab 3. Metode Penelitian
3.1 Alat-Alat 3.2 Bahan-Bahan 3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Benalu mengkudu
Halaman i ii iii iv v vi ix x xi 1 3 3 3 4 4 4
5 7 7 8 9 10 10 11 13 13 13 15 16
21 21 22 22
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
(Dendrophthoepentandra (L.) Miq.) 3.3.3 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit
Skunder
3.3.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3.3.5 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dari Benalu Mengkudu dengan Metode DPPH
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Ekstrak Daun Benalu Mengkudu (Dendropthoepentandra (L.) Miq.)
3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
3.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu mengkudu (Dendrophthoe
pentandra (L.) Miq.)
4.1.2 Ekstraksi Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 4.2 Pembahasan
4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Mengkudu
4.2.2 Ekstraksi Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) 4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Ekstrak
Metanol Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
(Dendrophthoepentandra (L.) Miq.) 4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol
Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
23
23 24 26
27 27 27 28
32
32 33 34
35
37 37 38
39
42
Bab 5. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran Daftar Pustaka
45 45 46
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Prosedur Pewarnaan Gram Sel Gram-positif dan 16 Gram Sel-negatif
4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu 32 Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
4.2 Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol Daun 33
Benalu Mengkudu
4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang 34 diperoleh dari Ekstrak Metanol Daun Benalu
Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol 35 Daun Benalu Mengkudu
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
4.5 Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan 42 DPPH
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Benalu Mengkudu 5
2.2 Bakteri Staphylococcus aureus 17
2.3 Bakteri Escherichia coli 18
4.1 Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak 34
Metanol daun benalu mengkudu
4.2 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus 36 ekstrak metanol
4.3 Zona hambat bakteri Escherichia coli 36
ekstrak metanol
4.4 Kestabilan Radikal Bebas DPPH 40
4.5 Reaksi DPPH dengan turunan Fenol 41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan Daun Benalu 50 Mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.
2. Gambar Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe 51 pentandra (L.) Miq.)
3. Gambar Serbuk Daun Benalu Mengkudu 51
(Dendrophthoepentandra (L.) Miq.)
4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol 52 Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe
pentandra (L.) Miq.)
5. Hasil Perhitungan Kadar Air dan Kadar Ekstrak 54 Metanol Daun Benalu Mengkudu (Dendrophthoe
pentandra (L.) Miq.)
6. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM 55
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alami tumbuh-tumbuhan. Jumlah spesies tumbuhan yang tersebar di seluruh Nusantara Indonesia diperkirakan sekitar 40.000 jenis dan lebih kurang 1000 spesies telah terpakai sebagai obat tradisional (Hargono. 2012). Salah satunya adalah tumbuhan benalu. Dimana Benalu (Loranthus, suku Loranthaceae) dapat ditemukan diberbagai daerah subtropis atau tropis tetapi pada umumnya benalu tersebut hanya dapat tumbuh didaerah tropis. Menurut catatan dalam buku Journal of The Asiatic Society of Bengal vol.LVI part 2 (1887) telah ditemukan tumbuhan benalu di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Di Indonesia sebenarnya ada berbagai spesies benalu tetapi masyarakat umum lebih mengenal benalu berdasarkan inang tempat tumbuhnya seperti benalu teh, benalu mangga, benalu kopi dan lain-lain (Pitojo, 1996).
Mengkudu adalah salah satu tumbuhan asli Indonesia yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman yang sejak lama digunakan masyarakat sebagai bahan makanan sekaligus pengobatan.
Mengkudu sering digunakan masyarakat sebagai obat antihipertensi (Willard.2002).
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling banyak ditemukan dan dapat menyebabkan komplikasi gagal jantung, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan stroke. Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan penanganan hipertensi yang efektif agar dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Obat antihipertensi yang digunakan saat ini antara lain obat golongan diuretik, ß bloker, ACE inhibitor, kalsium antagonis, α bloker, dan vasodilator (Benowitz.1998). Namun pengadaan obat-obatan tersebut belum dapat dijangkau oleh masyarakat karena harganya cukup
mahal. Oleh karena itu saat ini dikembangkan obat-obatan alami (back to nature) yang lebih terjangkau oleh masyarakat (Soeprapto.1994).
Tanaman mengkudu merupakan salah satu tanaman tropika yang cukup banyak ditemukan diberbagai tempat. Secara keseluruhan daun mengkudu mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.seperti protein, vitamin dan mineral. Daun Mengkudu mengandung protein, khususnya Asam Amino Essensial dan non Essensial, vitamin (Provitamin A; Vit A ; Vit C; Vit B5; Vit B1; Vit B2) dan mineral (Ca, P, Se, Fe) Mengkudu mengandung alkaloid penting yaitu Proxeronin ( jenis asam koloid yang tidak mengandung gula, asam amino atau asam nukleat dengan bobot molekul lebih dari 16.000), dalam jumlah besar. Xeronin ini membantu memperluas lubang usus kecil sehingga memudahkan proses penyerapan makanan memperbaiki tugas kelenjar tiroid dan timus yang penting untuk kekebalan tubuh dan perlawanan meng- hadapi infeksi dari luar, mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur fungsi protein di dalam sel. Daun mengkudu mengandung antrakuinon, glikosida sebagai anti kanker (Djauhariya.2003).
Benalu mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) adalah salah satu contoh dari beberapa tumbuhan benalu yang dapat ditemukan pada pohon mengkudu yang berada disekitar Universitas Sumatera Utara. Masyarakat setempat di daerah tersebut kurang mengetahui manfaat dari benalu mengkudu tersebut yang dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional sehingga banyak dibuang karena dianggap merugikan pohon mengkudu yang ditumpanginya. Benalu mengkudu dapat menghasilkan ekstrak yang dihasilkan dari berbagai jenis pelarut.
Dari uraian tersebut peneliti ingin mengetahui apakah daun benalu mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dapat digunakan sebagai antibakteri dan antioksidan, sejauh yang kita ketahui setiap benalu memperoleh makanan dari inang nya atau tumbuhan yang ditumpanginya. Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder dengan skrining fitokimia, aktivitas
antioksidan serta aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun benalu mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
1.2 Perumusan Masalah
1. Senyawa metabolit sekunder apa sajakah yang terdapat dalam ekstrak daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) ?
2. Apakah ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
3. Apakah ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dapat bersifat sebagai antioksidan ?
1.3 Pembatasan Masalah
1. Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari kawasan Universitas Sumatera Utara
2. Ekstraksi daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut metanol
3. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
4. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dengan skrining fitokimia
2. Untuk menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
3. Untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) dengan metode DPPH
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen- komponen kimia metabolit sekunder serta memberikan informasi tentang sifat antibakteri dan antioksidan dari ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dibeberapa laboratorium, diantarnya yaitu untuk pembuatan ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.), dan uji antioksidan dilakukan di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU Medan, untuk skrinning fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk uji antibakteri di Laboratorium Mikrobiologi FARMASI USU Medan.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dan sebagai obyek penelitian adalah Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) kering yang diperoleh dari sekitar kawasan Universitas Sumatera Utara. Daun Benalu Mengkudu dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, kemudian di timbang, selanjutnya direndam dengan metanol lalu filtrat hasil rendaman dipekatkan
dengan Rotary Vacum Evaporator, ekstrak metanol diidentifikasi Skrining Fitokimia dan diuji aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, dengan metode difusi agar serta aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Benalu Mengkudu (Dendropthoe pentandra (L.) Miq.)
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) merupakan benalu yang dapat tumbuh diberbagai inang yaitu pada pohon mengkudu, mangga, nangka, jambu air dan juga cokelat (kakao). (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) merupakan salah satu jenis benalu yang digunakan sebagai tanaman obat tradisional yang tersebar luas di Indonesia. Perbedaan inang benalu diperkirakan menghasilkan metabolit sekunder yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat inang dari tanaman apa yang mempunyai khasiat paling baik dalam mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan khususnya pada bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (Nasution dkk, 2008).
Tumbuhan daun benalu mengkudu dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Benalu Mengkudu
Benalu yang menempel pada tumbuhan tertentu, misalnya pada tumbuhan teh (camellia Sinensis dari familia tumbuhan theaceae) berdasarkan pengalaman dapat digunakan sebagai obat anti kanker, sama hal nya seperti benalu mengkudu (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker, walau kajian secara ilmiah belum dilakukan, namun pemakaian secara tradisional telah membuktikan bahwa benalu mempunyai khasiat sebagai obat tradisional.
Obat tadisional adalah bahan ramuan yang berupa tumbuhan, hewan, mineral, sediaan glenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ilmuan telah mengangkat pengobatan secara tradisional ke forum ilmiah. Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari tumbuhan baik berupa akar, kulit, batang, kayu, daun, bunga, atau bijinya. Agar pengobatan tradisional dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian bidang farmakologi, toksikologi, identifikasi isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan (Adiastuti, 2007)
(Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) digunakan untuk mengobati flu, batuk, diare, luka, borok, sakit pinggang, rematik, memperlancar aliran darah, antialergi, antikanker dan antitumor. Bagian tumbuhan benalu yang sering digunakan sebagai obat yaitu daun atau seluruh bagian tumbuhan dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan (Anita dkk, 2014). Adapun klasifikasi ilmiah benalu mengkudu (Herbarium Medanense (MEDA), 2016) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Classis : Dicotyledoneae Ordo : Santales
Familia : Loranthaceae Genus : Dendropthoe Nama Lokal : Kemadean
Species : Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. (Medanense (MEDA), 2016)
2.2 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder
Senyawa organik pada tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa Metabolit primer didefinisikan sebagai senyawa utama yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi karbohidrat, lemak, serta protein. Sedangkan senyawa metabollit sekunder dapat didefinisikan sebagai senyawa non nutrisi yang dihasilkan oleh tumbuhan dan dapat berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, bakteri, jamur dan organisme patogen lainnya (Salisbury. 1995).Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Rasyid, 2012). Identifikasi ini merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan (Harborne, 1987) yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid.
2.2.1 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2000). Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo, 1996).
Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat (Mailandari, 2012). Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoida berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne, 1987).
Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulat pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).
2.2.2 Alkaloida
Alkaloida adalah kelompok beragam dari berat molekul yang rendah, nitrogen yang mengandung komponen-komponen yang sebagian besar berasal dari asam-asam amino. Alkaloida merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Alkaloida pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloida pada umumnya juga mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloida merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne, 1987).
Struktur dari alkaloid beranekaragam dari mulai alkaloid berstrukur sederhana sampai yang rumit. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi, misalnya solanin, alkaloid-alkaloid kentang dan Solanum tuberosum. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat, sehingga nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya. Misalnya alkaloid atropa atau alkaloid tropana, dan sebagainya (Rustaman, 2006).
Akaloid tanaman diturunkan saat ini digunakan secara klinis termasuk analgesik, agen anti-neoplastik, relaksan otot, antivirus, sitotoksik, antinosiseptik, antikolinergik, antiinflamasi dan aktivitas pengikatan DNA dan beberapa dari alkaloid juga telah digunakan dalam pengobatan penyakit, miastenia gravis dan miopati (Seifu et al, 2002).
2.2.3 Terpenoid
Bentuk terpen diubah ke molekul hidrokarbon, sedangkan terpenoid mengacu pada terpen yang telah dimodifikasi, misalnya dengan penambahan oksigen. Terpen atau isoprenoidnya adalah salah satu kelas yang paling beragam dari metabolit sekunder yang berperan fungsional pada berbagai tanaman seperti hormon (giberelin, asam absisat), pigmen-pigmen fotosintesis (pitol, karetonoid), pembawa elektron (ubikuinon, plastokuinon), mediator perakitan polisakarida (polifrenil fosfat), dan komponen struktural membran (pitosterol) (Seifu et al, 2002).
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2, kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena (C5). Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikasikan atas jumlah unit isoprena yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) isoprena. Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan tetraterpen.
Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yaitu komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen (C10 dan C15), senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen (C20), sampai senyawa nonvolatil seperti triterpenoid dan sterol (C30) seperti karatenoid (Sirait, 2007).
Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Beberapa senyawa mungkin mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai antifungus, insektisida atau antipemangsa. Akan tetapi senyawa lain menstimulasi serangga bertelur. Beberapa senyawa menunjukkan aktivitas antibakteri atau antivirus (Robinson. 1995).
2.2.4 Tanin
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari seragam bakteri dan cendawan (Salisbury, 1995). Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Rustaman, 2006).
Secara kimiawi tanin merupakan senyawa kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal. Apabila tanin direaksikan dengan air akan membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).
2.2.5 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba juga. Pada beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Penyebaran saponin dalam tumbuhan perlu ditinjau lebih spesifik (Robinson, 1995).
2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Depkes RI, 2000).
Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selekstivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga (Harborne, 1987).
Suatu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Cara Dingin 1.1 Maserasi
Maserasi berasal dari kata macerace yang artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000). Keuntungan dari metode maserasi adalah prosedur dan peralatannya sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pelarut yang digunakan lebih banyak (Agoes, 2007).
1.2 Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Harborne, 1987).
2. Cara Panas 2.1 Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).
2.2 Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).
2.3 Infudasi
Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).
2.4 Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.4 Antioksidan
2.4.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh (Meydani, dkk, 1995). Antioksidan merupakan zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil dari reaksi- reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi didalam tubuh. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Amrun dkk, 2007).
Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin.
Antioksidan enzim meliputi superoksida dimutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten (pro vitamin A) dan asam askorbat (vitamin C). Superoksida dismutase berperan dalam melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan bakteri aerob dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida. SOD murni berupa peptida orgoteina yang disebut agen anti peradangan. Kerja SOD akan semakin aktif dengan adanya poliferon yang diperoleh dari konsumsi teh. Enzim yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen adalah katalase. Fungsinya menetralkan hidrogen peroksida beracun dan mencegah formasi gelembung CO2 dalam darah (Rohmatussolihat, 2009).
2.4.2 Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu : 1. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pikril-hydrazyl)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam.
Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang (Erawati, 2002).
Metode DPPH merupakan senyawa radikal nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu senyawa, misalnya senyawaan fenol.
Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsung melalui transfer elektron. DPPH menggunakan pelarut metanol sehingga kemungkinan senyawa hidrofilik yang terekstrak dalam metanol lebih banyak dibandingkan dalam pelarut etanol. Metode DPPH ini mudah digunakan, cepat, cukup teliti dan baik digunakan dalam pelarut organik,khususnya alkohol. Metode ini juga sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak tanaman. Akan tetapi, metode DPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan selain dari senyawaan fenol (Widyastuti, 2010).
Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm (Mosquera, 2007).
2. Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)
Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) didasarkan atas kemampuan senyawa antioksidan dalam mereduksi senyawa besi(III)-tripridil-triazin menjadi besi(II)-tripiridil triazin pada pH 3,6. Pengukuran FRAP memberikan urutan respon yang sama dengan metode CUPRAC. Namun hasilnya menunjukkan aktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan data pengujian CUPRAC ataupun DPPH. Hal ini diduga karena larutan FRAP bersifat kurang stabil sehingga harus dibuat secara in time dan harus segera dipergunakan (Widyastuti, 2010). Reaksinya sebagai berikut :
Fe(TPTZ)23+ + AgOH Fe(TPTZ)22+ + H+ + Ag=O
Menurut Ou et al. (2002), pengukuran antioksidan dengan metode FRAP dapat berjalan akurat apabila dilakukan pada senyawaan antioksidan yang bisa mereduksi Fe(III)TPTZ pada kodisi reaksi secara termodinamika dan memiliki laju reaksi yang cukup cepat. Selain itu, antioksidan yang teroksidasi dan semua produk reaksi sekundernya harus tidak memiliki serapan maksimum pada absorbansi 598 nm atau serapan Fe(II)TPTZ (Widyastuti, 2010).
3. Metode CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capacity)
Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity) adalah pembentukan kelat oleh bis (neukropin) besi(II) menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu(I) merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Untuk spektrum Cu(I) Ne diperoleh dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi reagen, pH dan waktu oksidasi pada suhu kamar dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain. Reaksinya sebagai berikut :
nCu(Nc)22+ + AR(OH)n nCu(Nc)2+ + AR(=O)n + nH+
Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan (Erawati, 2002).
2.5 Bakteri
Haeckel pada tahun 1866 mengusulkan agar jasad renik ditempatkan dalam dunia yang terpisah, yakni Protista (artinya kehidupan yang pertama). Organisme protista semuanya bersifat uniseluler. Menurut defenisi Haeckel, dalam Protista tergolong algae, protozoa, jamur dan kuman (bakteri). Namun pada pertengahan abad ini, teknik mikroskopi elektron yang baru mengungkapkan bahwa kuman (bakteri) secara fundanmental berbeda dari jamur, alga, dan protozoa dalam struktur sel. Ketiga
kelompok yang terakhir memiliki tipe struktur sel yang lebih maju, sama dengan sel- sel tumbuhan dan hewan, yang dinamakan eukariotik, sedangkan bakteri memiliki struktur sel yang lebih primitif, yang dinamakan prokariotik.
2.5.1 Penggolongan Bakteri
Penggolongan bakteri dapat dibedakan berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya.
Langkah dalam proses pewarnaan Sel Gram-positif dan Sel Gram-negatif dapat dilakukan dalam beberapa langkah yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 Prosedur Pewarnaan Sel Gram-positif dan Sel Gram-negatif
Langkah Sel Gram-positif Sel Gram-negatif
1. Ungu kristal Gram (suatu partikel zat warna kecil).
Ungu tua (partikel zat warna kecil)
Ungu tua (partikel zat warna kecil)
2. Iodium Gram (suatu bahan yang menyebabkan terbentuknya kompleks atau mordant).
Ungu tua (kompleks zat warna besar)
Ungu tua (kompleks zat warna besar)
3. Pengaburan warna alkohol
aseton. Ungu Tidak berwarna
4. Counterstain (zat warna tandingan) Safranin (zat warna merah pucat).
Ungu/biru Merah/merah muda
(Fardiaz, 1992).
Berdasarkan komposisi dinding sel dan sifat pewarnaannya, bakteri dapat digolongkan atas dua golongan sebagai berikut :
I.Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik dibandingkan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi gram variabel. Sebagai contoh, kultur gram positif yang sudah tua dapat kehilangan kemampuannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat berwarna merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut dapat juga disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan (Fardiaz, 1992).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri genus kokus Gram-positif utama penyebab penyakit. Bakteri ini bersifat positi-koagulase (memulai pembentukan bekuan fibrin), β-hemolitik, dan toleran garam (halodurik). Staphylococcus aureus memiliki protein A pada permukaannya, yang mengikat Fc Ig (menghambat fagositosis), menghasilkan pigmen kuning dan mungkin memproduksi eksotoksin Staphylococcus aureus berdiam di mukosa hidung manusia atau di kulit; kuman ini menyebar melalui tangan, bersin dan lesi kulit (Hawley, 2003). Bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 2.2.berikut.
Gambar 2.2 Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus diidentifikasi sebagai stafilokokus Gram-positif yang merupakan beta-hemolitik dan positif-katalase dan negatif-koagulase. Organisme tumbuh pada medium garam-manitol (medium penapisan untuk Staphylococcus aureus), meragikan manitol. Strain Staphylococcus aureus resisten metisilin (MRSA) memiliki suatu protein pengikat penisilin (PBP) kromosomal utama yang mengalami modifikasi. Sebagian besar strain MRSA juga memiliki resistensi terhadap semua obat yang diperantarai oleh plasmid kecuali terhadap glikopeptida (vankomisin).
Resistensi obat Staphylococcus aureus dipindahkan melalui faga (transduksi) (Hawley, 2003).
II.Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran luar. Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid. Membran luar terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2001). Contoh bakteri Gram- negatif yaitu bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dll.
Escherichia coli
Karateristik dari bakteri Esherichia dimana genus ini terdiri dari Enterobacteriaceae peragi-laktosa. Escherichia coli adalah patogen manusia terpenting pada genus ini.
Sebagian besar strain Escherichia coli adalah flora usus normal nonpatogenik; strain- strain lain bersifat patogenik dengan faktor virulensi dan efek yang berbeda-beda.
Adapun bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Bakteri Escherichia coli
Adapun penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli terdiri atas dua jenis yaitu :
A. Diare
Pengertian diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Jenis-jenis bakteri Escherichia coli penyebab diare dapat dibedakan atas empat jenis yaitu :
1. Escherichia coli Enterotoksik. ETEC adalah penyebab utama traveller’s
diarrhea (diare pelancong) dan diare bayi di negara-negara berkembang.
a. Faktor virulensi meliputi toksin labil-panas (LT), suatu toksin komponen A-B dengan aktivitas ADP-ribosil transferase yang merangsang Gs; toksin ini meningkatkan aktivitas adenilat siklase dan cAMP. Juga terdapat toksin stabil-panas (ST) yang mengaktifkan guanilat siklase. Escherichia coli menyebabkan diare encer noninvasif disertai kram abdomen yang hanya memerlukan pengobatan suportif.
b. Reservoir dan penularan. Di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang buruk.
2. Escherichia coli Enteropatogen. EPEC adalah penyebab utama diare kronik dan kegagalan tumbuh kembang bayi di negara-negara berkembang (walaupun rotavirus lebih sering). EPEC tidak dianggap invasif tetapi melekat (faktor virulensi), menyebabkan lesi melalui pengikisan permukaan.
3. Escherichia coli Enteroinvasif. EIEC menyebabkan disentri yang serupa
dengan yang ditimbulkan oleh shigellosis (demam, diare, muntah, kram abdomen dan tenesmus); banyak pasien memperlihatkan darah dan pus dalam tinja, walaupun sebagian mungkin hanya mengalami diare cair. Virulensi EIC disebabkan oleh invasi epitel usus. Penularan mungkin berkaitan dengan makanan yang tercemar.
4. Escherichia coli Enterohemoragik. Strain EHEC yang paling sering dijumpai adalah O157:H7.
- Reservoir dan penularan. EHEC dapat dijumpai dalam makanan yangtercemar oleh feses sapi (terutama hamburger).
- Infeksi dan toksisitas. EHEC menghasilkan suatu toksin hemoragik yang disebut verotoksin, yaitu toksin mirip shiga. Secara klinis, infeksi ini (disebut juga Escherichia coli verotoksik atau VTEC) ditandai dengan diare yang jelas berdarah (kolitis hemoragik) dan dapat berkembang menjadi sindrom uremik hemolitik (SUH) dan gagal ginjal akut. Antibiotik merupakan kontraindikasi; antibiotik meningkatkan risiko kerusakan ginjal.
- Septikemia dan meningitis neonatus. Strain-strain Escherichia coli yang terlibat dalam meningitis adalah strain-strain berselubung K1 yang resisten terhadap aktivitas fagositik dalam aliran darah (Catatan: Namun, perhatiakan bahwa streptokokus grup umumnya lebih sering ditemukan sebagai penyebab meningitis neonatus dibandingkan Escherichia coli.
B. Infeksi
Infeksi adalah suatu keadaan saat tubuh kemasukan bibit penyakit (kuman) sehingga menimbulkan gejala demam atau panas tubuh sebagai suatu reaksi tubuh menolak antigen (kuman) agar dapat melumpuhkan atau mematikan kuman tersebut. Contoh infeksi yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut :
Infeksi Saluran Kemih (ISK). Escherichia coli adalah penyebab tersering Infeksi Saluran Kemih(ISK) nosokomial maupun yang diperoleh dalam masyarakat.
a. Faktor virulensi. Strain yang menyebabkan pielonefritis biasanya memiliki pili-P (pili terkait-pielonefritis) atau x-adhesin, dan keduanya melekat ke uroepitel.
b. Penularan. Bakteri penginfeksi berasal dari feses kita sendiri.
Identifikasi laboratorium. ISK yang pertama kali terjadi dianggap disebabkan oleh Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan trimetoprin-sulfametoksazol tanpa identifikasi laboratorium
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
- Rotary Vacum Evaporator Buchi Rotavapor
- Penangas uap Memmert
- Autoklaf Yamato SN 20
- Inkubator FiberScientific
- Cawan Petri
- Pipet mikro Eppendorf
- Kertas cakram Oxoid
- Lemari pendingin Toshiba
- Oven
- Hot Plate PMC
- Pinset - Jarum Ose - Jarum suntik - Jangka sorong
- Corong pisah pyrex
- Pipet volume pyrex
- Buret pyrex
3.2 Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : - Daun Benalu Mengkudu
- Metanol Brataco
- Nutrien Agar (NA) p.a Oxoid
- NaCl p.a Merck
- Muller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid
- Potato dextrose Agar (PDA) p.a Oxoid - 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil (DPPH) p.a Aldrich - Dimetilsulfoksida (DMSO)
- Staphylococcus aureus - Escherichia coli - Pereaksi Wagner - Pereaksi Mayer - Pereaksi Dragendorf - Pereaksi Bouchardat - CeSO4 1 %
- H2SO4 10 % - FeCl3 1 %
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Benalu Mengkudu
Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.) segar yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air hingga bersih dari kotoran yang melekat dan ditiriskan. Daun dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah yang tertutup.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Pembuatan ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 230 g serbuk daun Benalu Mengkudu dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, ditambahkan pelarut metanol hingga serbuk daun terendam. Didiamkan selama ± 48 jam dan ditutup dengan rapat. Selanjutnya filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan Rotary vacum Evaporator untuk memisahkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak metanol dari daun Benalu Mengkudu, kemudian dipanaskan diatas penangas uap untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa.
3.3.3 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder
3.3.3.1 Uji Saponin
Filtrat metanol dari daun benalu mengkudu dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan akuades, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit menunjukan adanya senyawa saponin.
3.3.3.2 Uji Terpenoid
Filtrat metanol dari daun benalu mengkudu diteteskan pada plat tipis, kemudian ditambah dengan CeSO4 1 % dalam H2SO4 10 %. Jika terbentuk warna merah kecoklatan menunjukkan adanya senyawa terpenoida.
3.3.3.3 Uji Fenolik
Filtrat metanol dari daun benalu mengkudu dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan pereaksi FeCl3 1 %. Jika terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya senyawa fenolik.
3.3.3.4 Uji Alkaloida
Filtrat metanol dari daun benalu mengkudu dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi dan selanjutnya ditambahkan dengan pereaksi alkaloida diantaranya :
1. Tabung I ditambahkan larutan pereaksi Wagner. Jika terbentuk endapan menggumpal berwarna coklat, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
2. Tabung II ditambahkan larutan pereaksi Mayer. Jika terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
3. Tabung III ditambahkan larutan pereaksi Bouchardat. Jika terbentuk endapan berwarna coklat kemerahan, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
4. Tabung IV ditambahkan larutan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk endapan warna merah atau jingga, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
3.3.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3.3.4.1 Pembuatan Media MHA (Muller Hinton Agar)
Ditimbang sebanyak 9,5 g serbuk MHA, kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15 menit.
3.3.4.2 Pembuatan Media NA (Nutrien Agar) Miring dan Stok Kultur Bakteri
Ditimbang sebanyak 7 g media NA, kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15 menit. Kemudian dituangkan kedalam tabung reaksi sebnyak 3 ml dan dibiarkan memadat pada posisi miring membentuk sudut 300-450. Diambil bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada media NA miring yang telah memadat. Diinkubasi pada suhu 350 C selama 24 jam.
3.3.4.3 Pembuatan Media NaCl 0,9 %
Ditimbang sebanyak 2,25 g NaCl, kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 250 ml aquadest, diaduk dan dipanaskan hingga larut dan mendidih, lalu disterilkan dalam autoklaf pada 1210 C selama 15 menit.
3.3.4.4 Pembuatan Inokulum Bakteri
Dimasukkan 5 ml media NaCl 0,9 % steril kedalam tabung reaksi. Diambil koloni bakteri Escherichia coli dari stok kultur bakteri dengan jarum ose, lalu disuspensikan kedalam media NaCl. Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 350 C. Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 560-600 nm hingga diperoleh transmitan 25-28.
Dilakukan cara yang sama terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
3.3.4.5 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Ekstrak daun benalu mengkudu diencerkan dengan pelarut DMSO. Dengan masing- masing konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/ml.
3.3.4.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteri Escheria coli kedalam cawan petri.
Ditambahkan 15 ml media MHA dengan suhu 450-500 C. Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur merata. Dibiarkan sampai media memadat. Diletakkan kertas cakram yang telah direndam dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak daun benalu mengkudu kedalam cawan petri. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C.
Diukur diameter zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Staphylococcus aureus.
3.3.5 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dari Daun Benalu Mengkudu dengan Metode DPPH (2,2 Diphenyl-1-picrylhidrazyl)
3.3.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM
Ditimbang serbuk DPPH sebanyak 11,85 mg. kemudian dilarutkan dalam metanol pada labu takar 100 ml, dan dihomogenkan.
3.3.5.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Ekstrak metanol daun benalu mengkudu ditimbang sebanyak 0,025 g dan dilarutkan dengan metanol kedalam labu takar 25 ml sehingga diperoleh larutan induk 1000 ppm. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm, dan dari larutan 100 ppm dibuat variasi konsentrasi larutan 20. 40, 60, dan 80 ppm.
3.3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan
a. Larutan Blanko
Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Ditambahkan 2,5 ml etanol p.a, dihomogenkan dan dibiarkan pada ruang gelap selama 30 menit. Diukur absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm.
b. Larutan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Ditambahkan 2,5 ml ekstrak daun benalu mengkudu 20 ppm, dihomogenkan dan dibiarkan pada ruang gelap selama 30 menit. Diukur absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm. Dilakukan cara yang sama untuk ekstrak daun benalu mengkudu 40, 60 dan 80 ppm.
Daun Benalu Mengkudu
Serbuk Daun Benalu Mengkudu
Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu 3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Ekstrak daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.)
Dicuci
Dikering anginkan Dihaluskan
Dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
Direndam dengan metanol selama 48 jam ( ± 2 hari ) Dipekatkan dengan Rotary Vacum Evaporator Dipanaskan dengan penangas uap
Filtrat Metanol dari Daun Benalu Mengkudu
Golongan Alkaloid
Golongan Terpen
Golongan Fenolik
Golongan Saponin
Hasil Hasil Hasil Hasil
3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi secukupnya
3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri
3.4.2.1 Pembuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)
Dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam Labu Erlenmeyer
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit
9,5 g media MHA (Muller HintonAgar)
Media MHA (Muller Hinton Agar) steril
Ditambah- kan dengan akuades Dikocok Ditambah-
kan dengan pereaksi FeCl3 1 % Ditambah-
kan dengan pereaksi CeSO4 1
% dalam H2SO4 10
% Ditambahkan
pereaksi wagner Ditambahkan pereaksi meyer Ditambahkan pereaksi dragendorff Ditambahakan pereaksi bouchardat
3.4.2.2 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Stok Kultur Bakteri
Dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam Labu Erlenmeyer
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit
Dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml
Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring
Diambil bakteri Escherichia coli dari strain utama dan digoreskan secara aseptik dengan jarum ose ke dalam media NA yang telah memadat
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Staphylococcus aureus 7 g media NA (Nutrien Agar)
Media NA (Nutrien Agar) steril
Stok Kultur Bakteri Escherichia coli
3.4.2.3 Pembuatan Inokulum Bakteri
Dilarutkan dengan 100 ml aquades kedalam labu Erlenmeyer Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit
Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
Diambil koloni bakteri Escherichia coli dari stok kultur bakteri dengan jarum ose
Disuspensikan kedalam media NaCl
Diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 350 C
Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 560-600 nm sampai diperoleh transmitan 25-28
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Staphylococcus aureus 2,25 g NaCl
Media NaCl 0,9 % steril
Inokulum bakteri Escherichia coli
Hasil
3.4.2.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
Dimasukkan kedalam cawan petri
Ditambahkan 15 ml media MHA dengan suhu 450-500 C Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata Dibiarkan sampai media memadat
Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu dengan berbagai konsentrasi kedalam cawan petri
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350 C
Diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong
Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Staphylococcus aureus 0,1 ml inokulum bakteri Escherichia coli
0,025 g Estrak Metanol Daun Benalu Mengkudu
20 ppm
25 ml Larutan Induk 1000 ppm
25 ml Larutan Induk 100 ppm
40 ppm 60 ppm 80 ppm
3.4.3 Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu dengan Metode DPPH
Dimasukkan dalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
Dipipet 2,5 ml Larutan Induk 1000 ppm Dimasukkan dalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
Dibuat variasi 20, 40, 60 dan 80 ppm
Dimasukkan 2,5 ml masing – masing variasi ekstrak kedalam tabung reaksi yang berisi 1 ml larutan DPPH 0,3 mM
Dihomogenkan
Dibiarkan selama 30 menit dalam ruangan gelap
Diukur absorbansi pada panjang gelombang 517
nm Dipipet 5 ml
dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
Dipipet 10 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
Dipipet 15 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
Dipipet 20 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas
Dihomogenkan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.)
Sampel daun Benalu mengkudu dilakukan analisa kadar air untuk mengetahui kandungan air yang masih terkandung dalam sampel yang telah dikeringkan. Kadar air dalam serbuk daun benalu mengkudu yang diperoleh yaitu sebesar 8,5%.
4.1.2 Ekstraksi Daun Benalu Mengkudu
Ekstraksi daun benalu mengkudu dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol sehingga diperoleh kadar ekstrak metanol yaitu sebesar 9,825 %.
4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol
Ekstrak metanol yang diperoleh dan diuji skrining fitokimia untuk mengetahui adanya golongan senyawa alkaloida, flavonoida, tanin dan saponin yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol daun Benalu Mengkudu Sampel
No Parameter Pereaksi Ekstrak Metanol
1 Alkaloida Dragendorf -
Bouchardat -
Mayer -
Wagner -
2 Flavonoida NaOH 10% +
Mg+HCl pekat +
3 Tanin FeCl3 5% +
4 Terpenoid CeSO4 1% dalam H2SO4 10% +
5 Saponin Aquadest +
Keterangan :
- (Tidak Terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder) + (Terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder)
4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.)
Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 menunjukkan hasil pengukuran absorbansi ekstrak metanol benalu mengkudu.
Tabel 4.2 Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu.
N
o Konsentrasi
Absorbansi
Sampel % Peredaman Sampel Ekstrak
Metanol
Ekstrak Metanol
1 Blanko 0,393 0
2 20 ppm 0,466 50,3727
3 40 ppm 0,417 55,5911
4 60 ppm 0,374 60,1703
5 80 ppm 0,289 69,2225
Gambar 4.1 Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak Metanol daun benalu mengkudu
Persamaan garis regresi dan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak metanol daun benalu mengkudu dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari Ekstrak Metanol daun benalu mengkudu.
No Sampel Persamaan Garis Regresi IC50
1 Ekstrak Metanol y = 0,3056x+ 43,557
R2 = 0,974 21,07 ppm
4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.)
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun Benalu Mengkudu dapat ditunjukkan pada Tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol daun Benalu Mengkudu
No
Bakteri
Konsentrasi (mg/ml)
Diameter Zona Hambatan (mm) Bakteri
Gram- positif
Bakteri Gram- negatif
Ekstrak Metanol
1 S.aureus Blanko -
100 7,8
200 9,6
300 11,7
400 13,5
500 15,3
2 E. coli Blanko -
100 8,1
200 10,7
300 12,5
400 13,4
500 14,7
Aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun benalu mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.). ditentukan berdasarkan zona hambat yang terbentuk pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 dan 4.3 dibawah ini
Gambar 4.2 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus ekstrak metanol
Gambar 4.3 Zona hambat bakteri Escherichia coli ekstrak metanol
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Benalu Mengkudu (Dentrophthoe Pentandra (L.) Miq.)
Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia serbuk daun benalu mengkudu sebesar 8,5 %. Tujuan dari penentuan kadar air untuk mengetahui batas maksimum tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ± 10 %. Secara umum, pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalam tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secara enzimatis seperti hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, sehingga rendemennya akan turun. Pada tumbuhan yang masih hidup reaksi enzimatik tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses- proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Pengeringan harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik dengan adanya air dalam simplisia (Harborne, 1987).
4.2.2 Ekstraksi Daun Benalu Mengkudu
Proses ekstraksi serbuk simplisia daun benalu mengkudu dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Serbuk kering dari daun benalu mengkudu dimaserasi dengan pelarut metanol, kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Metanol merupakan pelarut polar sehingga mampu menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar. Hasil ekstraksi serbuk simplisia daun tumbuhan loning diperoleh ekstrak sebanyak 19,65 gram dan kadar ekstrak sebesar 9,825 %.