• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK PENDAFTARAN HAKNYA TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK PENDAFTARAN HAKNYA TESIS. Oleh"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK

PENDAFTARAN HAKNYA

TESIS

Oleh

ITA RISNAWATY PURBA 147011153/ M.Kn

(2)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK

PENDAFTARAN HAKNYA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ITA RISNAWATY PURBA 147011153/ M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, M.Hum 2. Abdul Rahim, SH, M.kn

3. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum 4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : ITA RISNAWATY PURBA

Nim : 147011153

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK PENDAFTARAN HAKNYA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat pernyataan

Nama : ITA RISNAWATY PURBA Nim : 147011153

(6)
(7)

ABSTRACT

The role of a Notary is very essential in the making of the deed of right transfer of a land which is not certified. The Article 1 in UUJN (Notarial Act) states that a Notary is an official who is authorized to make Deed, including the Deed of Compensation Right Transfer. When the Transfer of Indemnity Deed is made by a Notary, it is supposed to have legal force to prove in case there is a problem in the future. A Notary’s authority regarding deed making to a land as regulated in UUJN is to create legal certainty, order, and protection in National Land Law. This is the main objective of UUPA, thus, it is necessary to study how the role of PHGR (Transfer of Indemnity) Deed in the application process of his/her right is; how the procedure to register land title on the ground of PHGR Deed made before a Notary is; and how the legal force is to prove the PHGR Deed made before a Notary (A case study on the Ruling of the District Court No.76/Pdt/2014/PT-Mdn).

The research used judicial normative method which was analytical descriptive which gave description and explanation by analyzing the regulation in the prevailing law regarding Legal force to prove the Notary’s PHGR Deed, supported by the case of the Ruling of District Court No.76/Pdt//2014/PT-Mdn dated April 16, 2015 and interviews with a Notarial practitioner and other informants related to the legal force to prove the Notary’s PHGR Deed.

In conclusion, Notary’s PHGR Deed also has proving legal force as the ground of the right when the title is to be registered for receiving the land ownership right and also having legal force to prove as evidence in court of justice. This is proven in a decision of the rulling of district court No.76/Pdt//2014/PT-Mdn dated April 16, which has won PHGR deed as the land owner. This showing that even the right of land certificate is a letter evidence of right that happened as a strong and perfect, but if physical date and or judicial date on it has wrong, so will be a weak evidence. In this case the officer which is issued proof of the right do not pay attention to the principle of accuracy to the ground object, in the issueance of the certificate. The principle of the negative publicity that is practiced in our country open opportunities to do the rebuttal although the land who has registered his rights in the national land agency. So with the notarial deed which is the authentic deed that has been set by law. There is a good Notaries still act professional, by using the principle of awareness with first make sure that the PHGR deed have legal certainty before making it. Notary PHGR deed has the strength of evidence and can be used as the pedestal of the right to be registered to the National Land Agency.

Keywords: Notarial PHGR Deed, Right Transfer

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala pertolonganNya dan kesempatan yang telah diberikan olehNya mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tesis seperti sekarang ini di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini diberi Judul “KEKUATAN PEMBUKTIAN PERALIHAN HAK GANTI RUGI (PHGR) NOTARIS SEBAGAI SYARAT UNTUK PENDAFTARAN HAKNYA”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis tidak lupa ingin mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa dan nama-nama yang disebut dibawah ini. Beliau-beliau tersebut merupakan penuntun dan juga motivasi yang mendukung penulis dari awal, masa perkuliahan hingga sekarang sampai selesainya tesis ini. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi strata-II Progam Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin S.H., M.S., CN., Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen

(9)

Pembimbing Pertama penulis dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan masukan dan arahan yang berarti serta dengan sabar memberikan petunjuk dalam penulisan ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Kedua penulis dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan masukan dan arahan yang berarti serta dengan sabar memberikan petunjuk dalam penulisan ini.

5. Bapak Abdul Rahim Lubis, S.H., Mkn selaku Dosen Pembimbing Ketiga yang telah banyak sekali memberikan masukan dan arahan yang berarti serta sabar memberikan petunjuk kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji saya yang telah dengan sabar memberi masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.

7. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji saya yang telah dengan sabar memberi masukan yang berarti dalam penulisan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu Guru Besar juga segenap Dosen dan staf pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa disebutkan satu persatu namanya, atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu dan bimbingan selama masa perkuliahan.

9. Para Pegawai pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam manajemen administrasi yang diperlukan.

(10)

10. Kedua Orang Tua yang saya cintai dan sayangi, yaitu Papa tersayang Rajamin Purba, S.H., dan Mama tersayang Suralit Br. Surbakti,S.P yang telah mensuport saya dari segi apapun.

11. Suamiku tercinta, Boy Julian Fransiskus Baeha, S.E., yang telah memberikan support yang sangat banyak selama masa perkuliahan dan kesabaran yang luar biasa dalam mendukung keberhasilan penulis.

12. Abangku Tora Gunawan Purba, S.Hut. Msc., khususnya buat kakak ipar yang tersayang Notaris Naomi Febri Estomihi, S.H., Mkn., yang begitu banyak memberikan masukan dan arahan kepada saya dalam penulisan tesis ini.

13. Adik-adikku Ryani Sabrina Purba, S.T dan Adik Ipar Herlinton Pasaribu,S.E., dan Adikku Putri Sri Kasinta Purba., S.AB

14. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Rizky Mutia, Maria Sianturi, Ada Tua Simbolon, Juliana Hutasoit, Diana Alfarisa, Suspim, Maulana, Rifky, Orlando, dan masih banyak lagi yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu memberi saya masukan selama ini serta telah memberikan banyak dukungan dan kerjasamanya selama penulis menjalankan perkuliahan, semoga sukses untuk kita semua.

Tesis yang telah diselesaikan dengan segenap hati dan pemikiran ini tentunya masih perlu untuk diperbaiki karena di dalamnya masih terdapat kekurangan- kekurangan untuk itu, dengan tangan terbuka akan menerima segala kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi kemajuan kita bersama.

(11)

Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk tesis ini, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga tesis ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2016 Hormat Penulis,

(Ita Risnawaty Purba)

(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Ita Risnawaty Purba

Tempat/ Tanggal lahir : Medan, 29 Agustus 1985 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Nama suami : Boy Julian Fransiskus Baeha, S.E

Agama : Katolik

Alamat : Jalan Jendral Gatot Subroto Km 4,5 No. 29 Medan Nomor Handphone : 0813 6171 6280

II. KELUARGA

Nama Ayah : Rajamin Purba S.H.,

Nama Ibu : Suralit Surbakti S.P.,

Nama Abang : Tora Gunawan Purba S.Hut., Msc.,

Nama Kakak Ipar : Notaris Naomi F.E Panggabean, S.H., M.kn Nama Adik : Ryani Sabrina Purba S.T.,

Nama Adik Ipar : Herlinton Pasaribu. S.E., Nama Adik : Putri Sri Kasinta Purba S.AB., III. PENDIDIKAN

SD : Katholik Mariana, Medan (1991-1997)

SMP : SMP Santo Thomas 1 Medan (1997-2000)

SMA : SMUN 12 Medan (2000-2003)

Strata I : Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (2003-2007).

Strata II : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2014-2016)

(13)
(14)
(15)

DAFTAR ISTILAH ASING Azas Acessie : Azas Perlekatan

Das Sein : Fakta

Das sollen : Kaedah, norma Documentary Study : Studi Dokumen

Fietlijke Levering : Penyerahan yang benar Fietlijke Handelingen : Perbuatan nyata

Grosse : Salinan akta

Inbreng : Modal perusahaan

Levering : Penyerahan Hak

Library Research : Penelitian Kepustakaan Openbaar Ambtenaar : Pejabat umum

Pacta Sunt Servanda : Perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak Rechtcadaster : Pendaftaran Tanah

Rechtsandeling : Pembuatan Hukum Registration of deeds : Pendaftaran akta Registration of title : Pendaftaran hak Statue Approach : Perundang-undangan Vovolleding bewijs full : Bukti yang sempurna eviden

Waarnemen : Menyaksikan

Zaak : Benda

(16)

DAFTAR SINGKATAN BPN : Badan Pertanahan Nasional

HIR : Herzien Inlandsch Reglement

KUHAP : Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Perdata PHGR : Peralihan Hak Ganti Rugi

PP : Peraturan Pemerintah

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPATS : Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPT : Pejabat Pendaftaran Tanah

RBG : Rechtreglement voor de Buitengewesten SK : Surat Keterangan

SK : Surat Keterangan

SKPD : Satuan Kerja Pangkat Daerah SPHGR : Surat Peralihan Hak Ganti Rugi

SPPT PBB : Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan

Stb : Stabat

UUPA : Undang- Undang Pokok Agraria ii

(17)
(18)

ABSTRACT

The role of a Notary is very essential in the making of the deed of right transfer of a land which is not certified. The Article 1 in UUJN (Notarial Act) states that a Notary is an official who is authorized to make Deed, including the Deed of Compensation Right Transfer. When the Transfer of Indemnity Deed is made by a Notary, it is supposed to have legal force to prove in case there is a problem in the future. A Notary’s authority regarding deed making to a land as regulated in UUJN is to create legal certainty, order, and protection in National Land Law. This is the main objective of UUPA, thus, it is necessary to study how the role of PHGR (Transfer of Indemnity) Deed in the application process of his/her right is; how the procedure to register land title on the ground of PHGR Deed made before a Notary is; and how the legal force is to prove the PHGR Deed made before a Notary (A case study on the Ruling of the District Court No.76/Pdt/2014/PT-Mdn).

The research used judicial normative method which was analytical descriptive which gave description and explanation by analyzing the regulation in the prevailing law regarding Legal force to prove the Notary’s PHGR Deed, supported by the case of the Ruling of District Court No.76/Pdt//2014/PT-Mdn dated April 16, 2015 and interviews with a Notarial practitioner and other informants related to the legal force to prove the Notary’s PHGR Deed.

In conclusion, Notary’s PHGR Deed also has proving legal force as the ground of the right when the title is to be registered for receiving the land ownership right and also having legal force to prove as evidence in court of justice. This is proven in a decision of the rulling of district court No.76/Pdt//2014/PT-Mdn dated April 16, which has won PHGR deed as the land owner. This showing that even the right of land certificate is a letter evidence of right that happened as a strong and perfect, but if physical date and or judicial date on it has wrong, so will be a weak evidence. In this case the officer which is issued proof of the right do not pay attention to the principle of accuracy to the ground object, in the issueance of the certificate. The principle of the negative publicity that is practiced in our country open opportunities to do the rebuttal although the land who has registered his rights in the national land agency. So with the notarial deed which is the authentic deed that has been set by law. There is a good Notaries still act professional, by using the principle of awareness with first make sure that the PHGR deed have legal certainty before making it. Notary PHGR deed has the strength of evidence and can be used as the pedestal of the right to be registered to the National Land Agency.

Keywords: Notarial PHGR Deed, Right Transfer

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan diberbagai aspek perekonomian rakyat dan perekonomian nasional, semakin bertambah majunya perkembangan tersebut, maka bertambah pula keperluan akan kepastian hukum di bidang pertanahan. Saat ini banyak terdapat persengketaan di bidang pertanahan yang menimbulkan konflik-konflik berkepanjangan antara warga masyarakat yang bersengketa, bahkan sampai kepada ahli warisnya. Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah

Seperti yang kita ketahui tanah memiliki peran yang penting dalam mewujudkan keadilan untuk mensejahterakan masyarakatnya, oleh karena itu pemerintah berdasarkan undang-undang tahun 1960 diterbitkanlah Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengatur mengenai masalah keagrariaan/pertanahan di Indonesia, sehingga terjadilah suatu undang-undang yang mencakup segala aspek pertanahan di Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara Agraris maka keberadaan UUPA ini sangat penting untuk kepentingan masyarakat Indonesia terutama yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah. Hal ini penting karena dengan menguasai berbagai macam hak atas tanah maka perlu pengaturan yang tertib dan teratur serta berlaku adil untuk seluruh masyarakat.

(20)

Negara memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya, untuk memiliki tempat penghidupan yang layak bagi seluruh rakyatnya. Selain pemberian jaminan kepastian hukum, Negara berkewajiban memberikan perlindungan terhadap hak atas tanah yang dipunyai seseorang atau masyarakat hukum adat.1

Dalam hal ini kewenangan Pemerintah dalam mengatur lalu lintas hukum dan pemanfaatan tanah, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah dan juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.2

Dalam penjelasan umum I dinyatakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan pokok Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yaitu :

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,kebahagiaan dan keadilam bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3

1 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, hal. 179

2 .Mhd.Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal 1

3 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal 216

(21)

Selanjutnya Pasal 23, 28 dan 32 UUPA juga mengharuskan kepada pemegang hak-hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan tanahnya agar memperoleh kepastian haknya.4 Artinya subjek hak dijamin oleh hukum menggunakan hak kepemilikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak itu sesuai peruntukannya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yurudisi teknis telah ada jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah yang telah terdaftar dan dampak positifnya dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang menyangkut pengunaan dan pemanfaatan serta mempertahankan hak termasuk kebendaan yang melekat padanya.

Pada kenyataanya hingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat diwujudkan sepenuhnya, hingga masalah pertanahan muncul dari hak atas tanah semakin banyak dan semakin beragam. Salah satu penyebabnya adalah belum terdaftarnya seluruh bidang yang ada, bahkan yang sudah terdaftar saja masih menyimpan masalah apalagi yang belum terdaftar, sehingga belum tercipta kepastian dan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat dan bahkan negara.

Dalam Hukum Tanah Negara-negara yang menggunakan “azas Perlekatan”

dimana bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya merupakan suatu kesatuan dengan tanah dan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan, berarti menjadi

4 Muhammad Yamin Lubis, dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran tanah, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal. 5

(22)

milik dari si pemilik tanah, sedangkan Hukum Tanah kita menggunakan “Asas Pemisahan Horizontal” dimana bangunan dan atau tanaman yang ada bukan merupakan bagian dari tanah. Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan atau tanaman diaasnya.

Beberapa pengertian yang berhubungan dengan kedudukan tanah yaitu ada tanah bersertifikat artinya ada tanah yang telah memiliki sertifikat dan telah terdaftar di kantor Badan Pertanahan Nasional disingkat BPN setempat, hal ini dibuktikan dengan telah diterbitkannya buku sertifikat tanah. Sertifikat tanah yang diberikan itu akan memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan yang dapat berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah.

Terhadap tanah –tanah yang belum didaftarkan di kantor BPN dan belum mempunyai buku tanah atau sertifika tanah, jika hendak melakukan perjanjian jual beli dengan akta otentik dan nantinya akan dibuatkan dengan Akta Peralihan Dengan Ganti Rugi, akta tersebut digunakan terhadap tanah yang belum ada hak yang diberikan diatasnya dan masih merupakan tanah Negara atau dalam pengertian sehari- hari disebut tanah kosong, yang ada hanyalah hak untuk menguasai dan mengusahakan sesuatu diatas tanah tersebut dan apabila dilakukan perbuatan jual beli terhadap tanah tersebut berarti telah terjadi peralihan hak (menguasai dan mengusahakan) antara pihak penjual dengan pihak pembeli yang diikuti dengan pembayaran sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian hak atas tanah tersebut.

Pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 belum dapat terlaksana sebagaimana

(23)

mestinya. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti luasnya letak geografis Indonesia, sehingga memakan waktu yang lama untuk dilaksanakannya pendaftaran tanah seluruh wilayah, faktor biaya untuk pendaftaran tanah yang cukup tinggi, tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dan sulitnya pendaftaran tanah di BPN.

Melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtcadaster.

Rechtcadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya

mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.5 Hak atas tanah pada dasarnya adalah sebuah kewenangan untuk

“memakai” suatu bidang tanah tertentu dalam memenuhi suatu kebutuhan tertentu.6 Hak Penguasaan atas tanah adalah hak-hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak yang bersangkutan untuk berbuat semata dengan tanah yang dikuasai.7

Jika setiap orang yang diberikan haknya ingin mengetahui data atas suatu bidang tanah yang diberikan hak kepadanya dan dipersilahkan untuk menyelidikinya sendiri mengenai keadaan tersebut, tentunya akan membutuhkan biaya dan waktu

5 AP.Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.13 6 Mohammad Machfud Zarqoni, Hak Atas Tanah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2015, hal.36

7 Siti Zumrokathun dan Darda Syahrizal, Undang-undang Agraria dan Aplikasinya, Dunia Cerdas, Jakarta, hal. 51

(24)

yang banyak, sedangkan hasilnya belum tentu benar. Agar tersedia data atas tanah yang benar dan masyarakat dapat memperolehnya dengan mudah, maka pemerintah mengadakan lembaga pengumuman,8 atau disebut juga pendaftaran tanah.

Tetapi kemauan masyarakat untuk melaksanakan pendaftaran tanah di Indonesia selama ini tidak bisa dilepaskan dari peran BPN selaku lembaga yang memiliki otoritas dari bidang pendaftaran tanah. Sehingga saat ini masih ditemukan surat tanah yang dibuat oleh camat maupun lurah atau kepala desa. Surat yang dibuat oleh camat maupun lurah atau kepala desa tersebut adalah untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah – tanah mereka kuasa, tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

Sehingga pada saat itu para camat sering mengeluarkan surat yang berkenan dengan tanda yang dikenal dengan “SK Camat”. SK camat dibuat dengan berbagai judul, seperti : Surat Pelepasan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi dan lain-lain. SK Camat dibuat sebagai bukti hak ataupun bukti peralihan hak atas tanah dan sampai saat ini masih berlaku di masyarakat, bahkan dapat dipergunakan sebagai jaminan / agunan pinjaman di bank pemerintah atau bank swasta.

Jika kita telisik lebih dalam lagi, maka kenyataan yang ada didalam masyarakat kita ini bahwa masih saja kita temukan surat-surat tanah yang dibuat oleh Camat maupun Lurah atau Kepala Desa. Surat-surat yang dibuat oleh Camat maupun Lurah Atau Kepala Desa adalah untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah

8 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1999 hal.

27

(25)

yang mereka kuasai, tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997. Tanah tersebut ada yang belum dikonversi atau tanah-tanah Negara yang telah diduduki oleh rakyat, baik dengan sengaja ataupun diatur oleh Lurah/Kepala Desa ataupun Camat, seolah-olah tanah tersebut merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak adat.

Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,dalam Pasal 1 angka (19) menerangkan bahwa : “buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.10 dan pada pasal selanjutnya yaitu Pasal 1 angka (20) menyebutkan bahwa:

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan,tanah wakaf, Hak Milik atas satuan rumah susun dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.11

Sertifikat tanah yang diberikan itu adalah tanda bukti kepemilikan yang memegang peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan dan sebagai alat bukti hak atas tanah. Namun dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah bukanlah

9 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landeform di Indonesia dan Permasalahannya, FH USU Press, Medan, 2000, hal.132

10 Djumialdji, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Mandar Maju, Jakarta, 1995, hal.13 11 Ibid, hal 15

(26)

jaminan bahwa tanah akan bebas dari sengketa, tetapi dengan adanya sertifikat dapat menjadi pegangan dan kepastian hak atas tanah tersebut bahwa tanahnya telah diukur, telah ditentukan batas-batasnya oleh yang berwenang untuk itu dan negara telah memberikan hak baginya sebagai pemilik dengan dikeluarkannya sertifikat atas tanah tersebut.

Negara yang dalam hukum tanahnya menggunakan “Asas Accessie” atau Asas Perlekatan dimana bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan, berarti menjadi milik dari si pemilik tanah. Maka hak atas tanah dengan sendirinya, menurut hukum, meliputi juga pemilikan bangunan dan atau tanaman yang ada diatas tanah, kecuali apabila ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau menanamkannya, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 500-571 KUH Perdata .12

Tetapi Hukum tanah Indonesia menganut azas pemisahan horizontal, yakni suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya, oleh karena itu dalam hal perbuatan hukum yang dilakukan mengenai jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya. Apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan dan bangunan atau tanaman yang ada diatasnya juga termasuk didalamnya maka hal itu harus secara tegas dinyatakan di dalam akta yang membuktikan telah dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.

12 Ibid , hal 20

(27)

Apabila seseorang bermaksud untuk mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan yang dimilikinya, biasanya dapat dilakukan dengan cara jual beli,hibah, tukar menukar, pembagian harta bersama dan sebagainya. Untuk memperoleh kekuatan hukum dalam mengalihkan hak atas tanah, maka semua perbuatan hukum tersebut dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dibuatkan akta otentiknya.

Apabila peralihan hak atas tanah tidak dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang akan tetapi hanya dibuat dengan cara ditulis di atas kertas segel atau kertas bermaterai, maka hal itu merupakan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dalam bentuk akta dibawah tangan, yaitu hanya berupa catatan dari suatu perbuatan hukum. Hal tersebut sering ditemui terhadap tanah-tanah yang tidak mempunyai sertipikat (SK Camat, SK Bupati, SK Gubernur, Tanah Grant), jika hendak melakukan perjanjian jual beli dengan akta otentik, Notaris yang membuat aktanya dan akta dibuatkan dengan Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR)

Akta Notaris dengan judul Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi biasanya digunakan terhadap tanah yang tidak bersertipikat. Hal ini disebabkan karena tanah tersebut belum dilekati dengan sesuatu hak tertentu oleh seseorang dan status kepemilikan tanah tersebut merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.

Terhadap tanah yang tidak bersertipikat atau tanah yang dikuasai oleh Negara, seseorang hanya boleh menguasainya untuk diusahakan sehingga mendapat manfaat dari tanah tersebut, belum diberikan jaminan kepastian hukum oleh Negara, sebab belum dilakukan pendaftaran tanahnya dan belum ada tanda bukti haknya.

(28)

Untuk itu tanah yang belum bersertifikat yang oleh Notaris dibuatkan Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi tersebut, haruslah memiliki kekuatan hukum pembuktian. Hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua umurnya. Hal ini dapat dilihat dari peran manusia dalam hidup bermasyarakat yang pada hakekatnya memiliki keadilan.13 Pada umumnya pembuktian diperlukan jika terjadinya sengketa di pengadilan atau di muka hakim. Yang mana hakim bertugas menyelidiki apakah hubungan hukum yang menjadi perkara itu, benar-benar ada atau tidak. Hubungan hukum inilah yang harus terbukti dimuka hakim dan tugas kedua belah pihak yang berperkara ialah memberi bahan-bahan bukti yang diperlukan oleh hakim. Dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya diperlukan apanbila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat dan apa yang tidak dibantah tidak perlu di buktikan. Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang sangat penting. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formal bertujuan hendak memelihara dan mempertahankan hukum material.

Jadi secara formal hukum pembuktian itu mengatur cara bagaimana mengadakan pembuktian seperti terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara materil, hukum pembuktian itu mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut.

Bukti kepemilikan atas tanah sangatlah diperlukan guna memberikan kekuatan hukum yang kuat atas suatu kepemilikan, begitu pula dengan alas hak atas tanah yang merupakan dasar bagi seseorang untuk memiliki hak atas tanahnya. Pada

13 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.9

(29)

asasnya setiap orang mempunyai hak, dank arena itu adalah suatu kewajaran jika setiap orang berusaha untuk mempertahankan haknya.14 Suatu alas hak dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat dan memiliki kekuatan pembuktian yang merupakan suatu bukti tertulis yang berkekuatan sebagai akta dibawah tangan.

Untuk mendapatkan kekuatan hukum terhadap tanah yang belum bersertifikat tersebut maka perlu kita pelajari, bagaimanakah kekuatan hukum terhadap tanah yang dibuatkan aktanya di hadapan Notaris dengan nama Akta Pelepasan dengan Ganti Rugi tersebut. Akta otentik yang dibuatkan oleh Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta tanah haruslah memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak akan menjadi permasalahan hukum di kemudian hari.

Untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah maka setiap perbuatan hukum mengenai objek tanah sebaiknya dilakukan di hadapan seorang pejabat umum yaitu Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah disingkat PPAT dan dibuatkan akta otentik. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik termasuk akta mengenai pertanahan atas perbuatan hukum tertentu dan atas status tanah tertentu. Khususnya atas tanah yang tidak dilekati hak atas tanah. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,

14 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata, Kencana, Jakarta, 2012 hal. 45

(30)

dalam hal ini tegas diatur objek atas tanah adalah tanah yang dilekati hak atas tanah.15 Dengan penjelasan di atas jelaslah bahwa Notaris dan PPAT memiliki kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah.

Salah satu akta notaris dengan judul Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi biasanya digunakan terhadap tanah yang belum ada hak yang diberikan diatasnya dan masih merupakan tanah Negara, ada disebut tanah yang tidak dilekati hak atas tanah, yang ada hanyalah hak untuk menguasai dan mengusahakan sesuatu diatas tanah tersebut dan apabila dilakukan perbuatan jual beli terhadap tanah tersebut berarti telah terjadi peralihan hak (menguasai dan mengusahakan) antara pihak penjual dan pihak pembeli yang diikuti dengan pembayaran seumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian atas peralihan hak atas tanah tersebut.

Apabila di atas tanah tersebut ada bangunan atau tanaman agar turut diperjualbelikan harus dengan tegas dinyatakan dalam aktanya, dengan cara melepaskan hak atas tanah dan membayar sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian terhadap bangunan dan atau tanah tanamannya. Ini sebagai konsekuensi dari hukum tanah kita yang menganut azas horizontal.

Artinya suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya, oleh karena itu dalam hal perbuatan hukum yang dilakukan mengenai jual hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan atau tanaman yang ada di atasnya. Apabila

15 Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(31)

perbuatan hukum tersebut dilakukan dan bangunan atau tanaman yang ada diatasnya juga termasuk di dalamnya maka hal itu harus secara tegas dinyatakan di dalam akta yang membuktikan telah dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.

Mengenai hal pembuktian untuk batas kepemilikan hak atas tanah maka diperlukan instansi pemerintah yang berwenang dan bertugas untuk melaksanakan kestabilan apabila terjadi perselisihan penentuan batas tanah dengan melaksanakan pengukuran, pemetaan, penetapan batas-batas tanah sampai pada mengeluarkan sertifikat atas tanah, ini semua merupakan tugas dan tanggung jawab BPN.

Terhadap tanah yang belum mempunyai hak atau masih sebagai tanah Negara, pemerintah selalu berusaha agar masyarakat mendaftarkan tanahnya agar dapat memperoleh kepastian hukum. Oleh karena belum semua bidang tanah terdaftar atau belum atau tidak dilekati hak, Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris antara lain menjelaskan bahwa Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik, termasuk akta mengenai pertanahan, yang dapat dijadikan sebagai syarat atau pendukung alas hak dalam rangka pendaftaran tanahnya kepada instansi yang berwenang (Badan Pertanahan Nasional), maka peranan Notaris sangatlah penting dalam pembentukan sebuah alat bukti berupa akta dan Notaris juga dapat berfungsi, untuk memberikan pelayanan kepada semua pihak yang menghadapnya sehingga para pihak bisa saling percaya dan dapat bekerja sama dalam mencegah terjadinya suatu persoalan antara para pihak di kemudian hari. Dalam hal mana Notaris harus

(32)

selalu bersikap netral dan berupaya untuk mencarikan jalan keluarnya bagi para pihak.16

Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik. Menurut Subekti yang dimaksud dengan akta adalah tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.17 Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.18 Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti. Perbedaan yang penting antara kedua jenis bukti tulisan tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna.

Akta dibuat sesuai kedudukan yang ditetapkan, untuk memberikan kewenangan kepada notarisnya dan notaris menjamin keterangan dan tanda tangan para pihak benar dibuat dihadapannya. Dengan kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai lain atau ditafsirkan lain selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika ada salah satu pihak yang tidak mengakuinya ,beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal tersebut dan penilaian atas penyangkalan bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Baik alat bukti akta dibawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPedata dan secara materiil

16 Effendi Perangin-angin, Kumpulan Kuliah I dari Tan Thong Kie , Jakarta, 1979, hal.5 17 Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2005, hal.25

18 Pasal 1867 KUH Perdata

(33)

mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (Pacta Sunt Servanda).

Kata “Membuktikan” menurut Martiman Prodjohamidjojo, SH, mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa sehingga dapat diterima oleh akal terhadap peristiwa kebenaran tersebut.19Akta yang dibuat di hadapan Notaris, dalam praktik Notaris juga disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, berisi pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris . Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.20

Kewenangan Pejabat untuk membuat akta diatur dalam Pasal 15 UUJN yang berbunyi :

Ayat (1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Ayat (2) selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula :

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

19 Dr.H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, PT.

Alumni, Bandung, 2012, hal.15

20 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hal.51

(34)

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;atau g. membuat Akta risalah lelang.

Berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata, kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya, apabila akta asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekedar salinan-salinan serta ikhtisar- ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya. Kekuatan pembuktian akta otentik akan ada selama minuta akta aslinya masih menjadi bagian protokol Notaris. Di sinilah letak arti pentingnya dari profesi Notaris, bahwa ia karena Undang-Undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak. Dalam pembuktiannya apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya adalah dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha, akan kepentingan pembuktian di pengadilan ada hal lain apabila kepentingannya menghendaki, termasuk juga sebagai syarat untuk pendaftaran haknya. Untuk membuktikan kekuatan hukum akta PHGR yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris, akan diteliti dalam putusan Pengadilan yaitu Pengadilan Tinggi nomor 76/PDT/2014/PT-MDN.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu kiranya dilakukan penelitian dan menjabarkan lebih jelas sejauh mana kekuatan pembuktian terhadap Peralihan Hak Ganti Rugi, yang dibuat oleh Notaris, baik berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan maupun berdasarkan pemikiran-pemikiran dan pendapat para

(35)

ahli hukum dibidang pertanahan, sehingga dapat diketahui dan dipahami. Maka dari itu seluruh pemikiran dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas lebih lanjut dan kemudian dituangkan dalam sebuah tesis yang berjudul: “Kekuatan Hukum Pembuktian Peralihan Hak Ganti Rugi (PHGR) Notaris Sebagai Syarat Untuk Pendaftaran Haknya”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peranan akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi Notaris dalam proses pendaftaran haknya?

2. Bagaimanakah prosedur pendaftaran hak atas tanah dengan dasar akta PHGR yang dibuat dihadapan Notaris?

3. Bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian atas akta PHGR yang dibuat dihadapan Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi No.

76/Pdt/2014/PT-Mdn) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peranan akta Peralihan Hak Dengan Ganti Rugi oleh Notaris dalam proses pendaftaran haknya

2. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak atas tanah dengan dasar akta PHGR yang dibuat dihadapan Notaris.

(36)

3. Untuk mengetahui kekuatan hukum pembuktian atas akta PHGR yang dibuat dihadapan Notaris (Studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi No.

76/Pdt/2014/PT-Mdn.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan Hukum Perdata terutama yang berhubungan dengan Kekuatan Hukum Pembuktian Akta Peralihan Ganti Rugi oleh Notaris.

2. Secara Praktis

Diharapkan akan bermanfaat bagi para Notaris dalam hal pembuatan akta tersebut dan bagi masyarakat sebagai masukan untuk pengetahuan tentang tata cara dan tanggung jawab notaris terhadap pembuktian Akta Peralihan Ganti Rugi tersebut jika timbul permasalahan dikemudian hari.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah Kekuatan Hukum Pembuktian Peralihan Hak Ganti Rugi (PHGR) Notaris Sebagai Syarat Untuk Pendaftaran Haknya.

Namun penulis ada menemukan tesis atas nama :

(37)

Tetty Marlina Tarigan, NIM 017011063, dengan judul : Fungsi Notaris dalam pembuatan akta (Kajian Terhadap Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat Dalam Wilayah Kerja Notaris Kota Medan) didalam hasil penelitian tersebut membahas mengenai :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan Notaris dapat melakukan pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap tanah yang belum bersertifikat.

2. Apakah fungsi Notaris dapat mendukung fungsi PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dalam pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah.

3. Bagaimana akibat hukum dari akta yang seharusnya dibuat PPAT tetapi dibuat dihadapan Notaris.

Dari penelusuran terhadap tesis tersebut, ternyata bahwa bahasan dari permasalahan yang diajukann berbeda dari penelitian tesis yang pernah dilakukan, sehingga dengan demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bias disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori dengan

(38)

demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasi dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.21

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.22 Kerangka teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,

23yang nantinya mrupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.

Menurut soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut :24

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah

diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang,oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang

e. Teori memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Dalam hal penulisan tesis ini, sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, teori yang digunakan adalah dengan menggunakan teori kepastian hukum sebagai pikiran analisisnya.

21 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 269

22 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Pers, 2006, hal. 61 23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986 hal. 121

(39)

Teori Kepastian Hukum menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum formal adalah wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya.25

Pendapat Lon Fuller dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian antara peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif dijalankan.26

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis tentang kekuatan hukum pembuktian peralihan hak ganti rugi yang dibuat oleh notaris, salah satunya merupakan akta peralihan hak ganti rugi yang dibuat oleh notaris. Adapun maksud dan tujuan penyerahan dilakukan dengan akta otentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 620 KUHPerdata adalah dalam rangka untuk membuat alat bukti. Akta sengaja dibuat untuk dapat dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa hukum dan ditandatangani. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan dibawah tangan.27 Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka akta berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan menghindari sengketa dikemudian hari. Sehubungan dengan hal tersebut,

25 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 46

26 http://tesishukum.com/pengertian-asas-kepastian-hukum-menurut-para-ahli/

27 R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal.

397

(40)

maka pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkan untuk dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat. Pembuatan akta otentik yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah dan pembebanan hak merupakan bagian dari fungsi notaris. Akta tersebut antara lain berjudul Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi, oleh karena itu perlu dikaji tentang faktor-faktor yang menyebabkan Notaris dapat melakukan pendaftaran Akta tersebut dan bagaimana pengaturannya agar Akta tersebut menjadi alat bukti untuk pendaftarkan haknya atas tanah tersebut.

Pendaftaran tanah itu meliputi pendaftaran Akta dan pendaftaran Haknya (registration of deeds and title registration). Tujuan pendaftaran tanah adalah

menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah,meliputi kepastian hukum atas objek bidang tanah (objek hak), kepastian hukum atas subjek haknya,dan kepastian hukum atas jenis hak atas tanahnya. Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah.28

Alat bukti yang dimaksud adalah tanah yang ada di Indonesia yang belum bersertipikat, yaitu berupa Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu dibuat oleh Notaris. Asas penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2 PP No.24 Tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, mutakhir dan terbuka. Asas sederhana mengandung pengertian

28 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2007, hal. 10

(41)

bahwa ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur mengenai pendaftaran tanah dibuat dengan mudah agar dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi pemegang hak atas tanah. Asas aman menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat member jaminan kepastian hukum sesuai dengan maksud pendaftaran tanahnya sendiri. Asas terjangkau mengandung arti pendaftaran tanah tersebut dapat dijangkau oleh pihak- pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Asas mutakhir adalah pendaftaran tanah dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan dan masyarakat dapat memperolah keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

2. Konsepsi

Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur pokok yang penting dalam suatu penelitian , pentingnya konsepsional untuk menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang digunakan.

Konsep merupakan alat yang digunakan oleh hukum disamping yang lainnya, seperti asas dan standar. Oleh sebab itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Yang dirasakan perlu untuk menjadi pegangan dalam proses penelitian adalah :

a. Akta adalah tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. Dengan demikian maka unsur-

(42)

unsur yang penting untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu.29

b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

c. Alat bukti adalah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara di depan persidangan pengadilan.30 Dalam pasal 1866 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan alat-alat bukti terdiri dari :

1. Bukti Tulisan

2. Bukti dengan saksi-saksi 3. Persangkaan-persangkaan 4. Pengakuan

5. Sumpah

d. Pendaftaran Hak atas tanah (registration of title) adalah setiap pencatatan hak yang harus dibuktikan dengan suatu akta, tetapi dalam penyelenggaraan pendaftaran bukan aktanya yang didaftarkan, melainkan haknya yang diciptakan.

e. Kekuatan pembuktian Akta Otentik

Kekuatan pembuktian akta otentik itu adalah sebagai berikut : 1. Kekuatan pembuktian lahir.

Bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau

29 HR. Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal. 10 30 Bachtiar Effendi, Masdari Tasmin dan A. Chodari, Surat Gugatan dan Hukum Pembuktian dalam perkara perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 49

(43)

dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya

2. Kekuatan pembuktian formil

Dalam arti formil akta otentik membukyikan kebenaran dari pada apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian tentang kebenaran daripada keterangan pejabat sepanjang mengenai apa yang dilakukan dan dilihatnya. Dalam hal ini yang pasti adalah tanggal dan tempat akta otentik itu dibuat serta keaslian tanda tangannya

3. Kekuatan pembuktian materiil.

Pada umumnya akta pejabat tidak mempunyai kekuatan materiil, karena akta pejabat tidak lain hanyalah untuk membuktikan kebenaran apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Akta pejabat yang mempunyai kekuatan pembuktian materiil adalah akta yang dilakukan atau dikeluarkan kantor pencatatan sipil

G. Metode Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum adalah kaedah, norma atau das sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau das sein.31 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan

31 Soedikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2001, hal. 29

(44)

penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang merupakan kepustakaan dengan pendekatan historis dan perundang-undangan (statue approach) serta sinkronisasi vertical dan horizontal dalam hukum positif di

Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus putusan Pengadilan Tinggi Medan yaitu mengkaji putusan Nomor 76/Pdt/2014/PT-Mdn.

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan menurut Soerjono Soekamto mencakup :32

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. Penelitian terhadap sistematik hukum;

c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal;

d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum 2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.33

Bahan Hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 7

33 Ibid hal. 39

(45)

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33

b. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

c. Undang –undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah e. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 76/Pdt/2014/PT-Mdn

Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan Akta Notaris.

Bahan Hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Akta Notaris Untuk mendukung bahan penelitian ini dilakukan wawancara terhadap 2(dua) orang praktisi Notaris dan 1 (satu) orang pejabat di Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni pengumpulan data yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kepustakaan /studi dokumen (documentary study) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan

(46)

beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas.

Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data primer yang diperoleh melalui wawancara kepada 2 (dua) orang praktisi Notaris dan, 1 (satu) orang pejabat Badan Pertanahan Nasional.

4. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepada informan yang telah ditetapkan yang terkait dengan Akta Notaris dan masalah pertanahan.

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya analisis terhadap data yang ditemukan yang gunanya akan memberikan jawaban terhadap permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka- angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

(47)

Semua data yang diperoleh kemudian disusun demi kepentingan analisis, dan secara logis sistematis. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

(48)

BAB II

PERANAN AKTA PERALIHAN HAK DENGAN GANTI RUGI OLEH NOTARIS DALAM PROSES PENDAFTARAN HAKNYA

A. Fungsi Akta PHGR Oleh Notaris

1. Kewenangan Notaris dalam membuat Akta PHGR

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan UUJN No. 2 Tahun 2014 dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Pasal 15 ayat (1) UUJN No. 2 Tahun 2014.34 Dalam hal ini Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai pertanahan. Akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana Akta itu dibuatnya.35

Keistimewaan suatu akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna (vovolleding bewijs-full evident) tentang apa yang dimuat didalamnya. Artinya apabila seseorang mengajukan akta resmi kepada Hakim sebagai bukti, Hakim harus

34Andiani R. Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Medan, 2011, hal. 15

35 Pasal 1 angka 7 UUJN No.2 Tahun 2014

(49)

menerima dan menganggap apa yang tertulis dalam akta, merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh telah terjadi dan Hakim tdak boleh memerintahkan penambahan pembuktian.

Untuk pengalihan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan notaris atau PPAT. Untuk akta-akta tanah yang dilekati hak, sebenarnya kewenangan khusus dari PPAT karena memuat akta otentik untuk :

a. Memindahkan hak atas tanah

b. Memberikan sesuatu hak baru atas tanah c. Menggadaikan tanah

d. Meminjamkan dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.36

Tetapi yang terjadi peralihan yang dimiliki di atas dapat dilaksanakan di hadapan notaris terhadap tanah-tanah belum/tidak dilekati hak dibuat dalam bentuk Akta Peralihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR) sedang pengalihan hak atas tanah berikut segala sesuatu yang berada di atas tanah tersebut harus dilaksanakan di hadapan PPAT. Tetapi ada kalanya kewenangan PPAT ini atas permintaan para pihak / penghadap dibuat dengan akta notaris. Apa yang diperjanjikan, dinyatakan di dalam akta itu adalah benar seperti apa yang diperjanjikan, dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat atau didengar oleh Notaris, terutama benar mengenai tanggal akta, tanda tangan di dalam akta, identitas yang hadir, dan tempat akta itu dibuat.

36 Effendi Perangin-angin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal. 34

(50)

Dalam hal kewenangan utama Notaris adalah untuk membuat akta otentik, maka otensitas dari Akta Notaris tersebut bersumber dari pasal 1 undang-undang Jabatan Notaris, dimana notaris dijadikan sebagai pejabat umum (openbaar Ambtenaar) sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam

kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata.

2. Fungsi Akta PHGR Notaris

Peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat yang berwenang adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak yang membuatnya.37 Umumnya masyarakat akan membuat akta pelepasan hak dengan ganti rugi di kantor notaris bukan hanya untuk pendaftaran haknya (membuat sertipikat), tetapi juga dengan kepentingan tertentu, antara lain untuk meminjam di bank sebagai agunan. Untuk memperoleh kekuatan hukum dalam mengalihkan hak atas tanah, maka sebaiknya semua perbuatan hukum tersebut dilakukan di hadapan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dibuatkan akta otentiknya.

Namun apabila peralihan hak atas tanah tidak dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang akan tetapi hanya dibuat dengan cara ditulis di atas kertas segel atau kertas yang bermaterai, maka hal itu merupakan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dalam bentuk surat dibawah tangan, yaitu hanya berupa catatan dari suatu perbuatan hukum. Sebagai contoh dapat dilihat terhadap tanah-tanah yang tidak

37 Hasil wawancara dengan Feby, Adli Yanti, Notaris Deli Serdang, pada tanggal 21 Juni 2016

Referensi

Dokumen terkait

1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melaui jual- beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum

Hingga akhir Tahun 2012 pelaksanaan pemberian ganti rugi belum dapat mewujudkan kepastian hukum bagi pemegang hak milik atas tanah yang tanahnya terkena pengadaan

Secara garis besar menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau UUPA, setiap orang (persoon) maupun badan hukum (rechts persoon) yang menguasai hak atas tanah: haki milik

PEMBERIAN GANTI RUGI TANAH HAK MILIK DALAM PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN JALUR LINTAS SELATAN.. DALAM RANGKA MEWUJUDKAN

Berdasarkan ketentuan pasal di atas tugas pokok PPAT adalah membuat akta sebagai bukti telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas

Pada kenyataannya perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli masih banyak yang tidak dibuktikan dengan akta jual beli dan tidak menggunakan

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Terakreditasi Sinta 3 1341 KEKUATAN HUKUM KARTU BPJS KESEHATAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH Diyan Isnaeni Magister Kenotariatan Universitas Islam Malang Email: