SKR1PSI
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT
DENGAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MOTIVASI KERJA KARYAWAN
DISUSUN OLEH :
HASNA MAZN1 PUTRI 96231181
FAKULTAS PS1KOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2003
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan Uu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dan suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lainnya. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
(Al-lnsyirah:6-8)
Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya akan dimudahkan baginya
jalan keluar (Ath Thalaq:2)
Jangan berpikirpendek Kegagalan harryalah sebagran kecd dan keseluruhan perjalanan h:dup Kita btsa membuat kegagalan menjadipanjang atau
membmtnyajadipemicu sukses, tergantung cam kita menyikapmya
(Kylie Minogue)
IV
KATA PEINGANTAR
Assalammu'alaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hinayah-Nya kepada tea. Tak lupa sholawat dan salam senantiasa temnng kepada Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Atas Ridho-Nya puia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul "Hubungan AaWmty Quotient dengan Faktor-faktor Pendororng
Motivasi Kerja Karyawan."
Terselesa.nya skripS1 inipun tiada lepas dari segenap bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, karenanya pada kesempatan mi pula penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan sexialam-dalamnya kepada:
Ibu DR. Sukarti, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta beserta seluruh jajaran pembantu dekan di lingkup Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Bapak Muhammad Bachtiar, MM, selaku Dosen Pembimbing Utama skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, koreksi dan
pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bapak Sus Budiarto, Psikolog, selaku dosen Pembimbing Dua yang
senantiasa sabar membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.
Segenap dosen di Fakultas Psikologi UII, terima kasih untuk curahan ilmunya selama penulis menyelesaikan studi S-l di almamater tercinta serta kepada seluruh karyawan Fakultas Psikologi UII.
Bapak Herman Abdullah, dan Bapak Erwandi Saleh selaku Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru, yang telah memberikan ijin penelitian.
Seluruh karyawan-karyawati kantor Walikota Dati I Pekanbaru, yang telah berperan serta dalam penelitian ini.
Papa Mazni Hamdani dan Mama Sri Rahayu Tisnalia yang telah memberikan semangat, do'a, cinta dan sayang kepada ananda.
Mama Amdalisma yang memberikan semangat dan do'a.
Abang-abangku Neri, Yoza dan Yudi, serta adik-adikku Nonik, Arifat, Dipa dan Randi, yang telah memberikan bantuan tenaga, kritik, motivasi dan hiburan selama penulis mengerjakan skripsi.
Kak Usamah Khan yang memberikan motivasi, dukungan yang tiada
henti, dan bersabar menunggu saya selama skripsi.
Kak Roza dan Uda Fikri sekeluarga, terima kasih atas nasehat dan bimbingan selama berlibur, tidak lupa buat ponakanku tersayang Gaisya, Aqsho dan Vira yang sangat aku sayangi yang telah memberikan kenangan yang indah
dan berarti.
Kak Zahra terima kasih untuk semua bantuan selama aku sakit, dorongan serta semangatnya.
Sahabat-sahabat seperjuanganku yang setaiu — « awal kuhah
indah semoga persahabatan kita tetap langgeng.
Teman-teman sekos yang seia,u mendengatkan keiuh kesahku dan
membenkan hibutan yang menenangkan Mbak Pebn, Mbak Un, B*, -„ Vtta
dan Atik, terima kasih mau berbagi.
Seiuruh teman-teman Fakuitas Pstkoiog, UII — angkatan .996,
kehangatan dan semangat. Ayo! Semangat!
Semua p.hak yang teiah membantu datam proses penyusunan sknps,.».
yang setimpa, dari Mian SWT. Penuhs menyadari bahwa penyusunan sknps, -m masih banyak ke.emahan dan kekutangannya, karena sumbangan ptkiran dan saran serta kritik yang sifatnya membangun sangat penuits harapkan detm
„n,aan skripsi mt. Semoga skripst « «. hertnanfaat >agi ktta —
Amin.
Wassalammu'alaikumWr. Wb
Yogyakarta, April 2003
PenuHs
Hasna Mazni Putri
DAFTAR 1S1
1
HALAMANJUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
v
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
ix DAFTAR TABEL
xii DAFTAR GAMBAR
xiii DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENGANTAR
A Latar Belakang Masalah 1
9 B Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian 9
BAB 11 T1NJAUAN PUSTAKA
. .v . 10
A Faktor-faktor Pendorong Motivasi Kerja
1. Pengertian Motivasi 10
2. Pengertian Motivasi Kerja 12
3. Pengertian Faktor Pendorong Motivasi Kerja 1
4. Teori-teori Motivasi 18
B Adversity Quotient 26
1. Pengertian Adversity Quotient ..26
viii
2. Teori-teori Adversity Quotient A
3. Unsur-unsur Adversity Quotient 34
C. Hubungan Adversity Quotient dengan Motivasi Kerja 35
D. Hipotesis 38
BAB 111. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian 39
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 39
1. Adversity Quotient 39
2. Faktor Pendorong Motivasi Kerja 40
C. Populasi dan Sampel Penelitian 40
D. Metode Pengambilan Data 41
E. Validitas dan Reliabilitas 45
....45 1. Validitas
2. Reliabilitas 45
. . ^ 47
F. Metode Anahsis Data
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
r • 48
A. Orientasi Kancah Dan Persiapan Penelitian
. 48
1. Orientasi Kancah
., ,-.- ..-48
2. Persiapan Penelitian
...48
a. Penjinan
b. Persiapan Alat Ukur 49
c. Hasil Uji Coba Alat Ukur
B. Pelaksanaan Penalitian 52
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian 53
....53
1. Diskripsi Data Penelitian
54 2. Hasil Analisis
3. Hasil Uji Asumsi 56
58 D. Pembahasan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
62 A. Kesimpulan
62 B. Saran-saran
64
DAFTAR PUSTAKA
68
LAMP1RAN
DAFTAR TABEL
Tabe, , Penyebaran buttr-butir aitem *ala A*er«y Q**«* •*•"» u„
43
coba
Tabel 2 Penyebaran butir-bu.tr aitem skala Faktor Pendorong Motivasi Ker,a
44 sebelum uji coba
Tabel 3 Cara penila.an skaia AA«*0- G-— *» ™tOT Pend°r°ng ^^
45 Kerja
Tabel 4 Penyebaran butir-butir aitem yang syahm skata Ad.en.ty QuoU.nr setelah
51 uji coba
Tabel 5Penyebaran but.r-butir attem yang syahth ska.a Faktor Pendorong Motivasi
Kerja setelah uji caba 52
Tabel 6 Deskripsi hasil penelitian
Tabel 7 Norma kategori skor Adversity Quotient
Tabel 8Norma kategori skor Faktor Pendorong Motivasi Kerja.
Tabel 9 Rangkuman hasil analisis
XI
.54
.55
.56
..58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Perbandmgan ide Maslow dan Herzberg
Gambar2T,ngkatan Adverstty Quot,en,dalamH,rark, KebutuhanMas.ow .37
Xll
.21
DAFTAR LAMP1RAN
A. SkalaPenelitian
1. Skala A: Adversity Quotient 69
2. Skala B: Faktor-faktor Pendorong Motivasi Kerja 71
B Distribusi Dan Analisis Data Uji Coba Penelitian
...73
1. Distribusi susunan skala Motivasi Kerja
2 AnalisisAitemButirFaktor-faktorPendorongMotivasiKerja 77
77
a Analisis Uji daya beda
80 b Data reliabilitas
3 Distribusi susunan skala Adversity Quotient
..814 Aitem Skala Adversity Quotient 85
85 a Analisis uji daya beda
87 b. Data reliabilitas
C Analisis Penelitian
88 1 DataPenelitian
2 Distribusi Susunan Skala Adversity Quotient
893 Distribusi Susunan Skala Faktor-faktor Pendorong Motivas, Kerja 93
4 DataujihipotetikFaktor-faktorPendorongMotivasiKerja
98...99
5. Data uji hipotetik Adversity Quotient
D Distribusi Data Penelitian
100 1 Uii Normalitas
101 2. Grafik normalitas
Xlll
3. Normal P-P Plot 102
.,. . . 103
4. Uji asumsi linientas
. . ....104
5. Grafik linientas
105 6. Anava
106 7. Korelasi
8. Deskriptif 107
....108 E. Bukti Penelitian
SKRIPSI
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT
DENGAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
MOTIVASI KERJA KARYAWAN
, ISLAM „
</> L M J o
4b
a i
DISUSUN OLEH
HASNA MAZNI PUTRI 96231181
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2003
HALAMAJN PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Diterima Untuk Memenuhi Sebagian
Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana SI Psikologi
Pads Tanggal
Mengesahkan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Dekan
Dr. Sukarti
DewanPenguji:
1. Muhammad Bachtiar, Drs. H., MM
2. Ratna Syifa'a R, S. Psi, M. Si
3. Sus Budiharto, S.Psi., Psi.
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karya yang sederhana ini untuk:
Papa Mazni Hamdani dan Mama Sri Rahayu yang telah memberikan
kasih sayang, cinta, perhatian dan do'a
yang tiada putusnya kepada ananda.
Untuk abang, adik-adikku dan Kak Usamah orang yang seialu memotivasi dan menyayangiku
HI
BAB1
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang seialu atau harus ada
dalam suatu negara, terutama negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia
saat ini. Untuk menghadapi era liberalisasi perdagangan, perusahaan-perusahaan swasta dan kantor-kantor pemerintah di Indonesia harus mempersiapkan dirisebaik mungkin untuk bersaing dengan perusahaan asing yang akan diijinkan
beroperasi di Indonesia.
Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) akan
menjadi negara yang terbuka terhadap perdagangan dunia tahun 2003.
Implikasinya kekuatan ekonomi negara-negara Utara (Barat) akan semakin berpengaruh atas kehidupan ekonomi Indonesia. Indonesia harus patuh dengan segala ketentuan GATT (General Agreement on Tariff and Trade), selain itu negara Indonesia tidak bisa lagi mencegah kehadiran tenaga asing dengan
peraturan pemerintah (Ancok, 1997).
Bagi bangsa Indonesia hal ini merupakan tantangan yang mau tak mau
harus dihadapi. Pertanyaan yang harus dijawab, siapkah bangsa ini menghadapi era perdagangan bebas dunia? Secara garis besar hal ini dapat kita lihat, bahwa bangsa Indonesia tidak dapat menghadapi era ini dalam waktu yang singkat.
Masih banyak persiapan yang harus dihadapi oleh rakyat Indonesia.
Menurut Mathis dan Jackson (2001), akan ada kesenjangan pertumbuhan
antara pengetahuan dan keahlian yang dituntut dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh para tenaga kerja dan calon tenaga kerja. Dampak kurang majunya suatu pendidikan menimbulkan kurang bermutunya sumber daya manusia, untuk mengatasi kendala ini, perusahaan tentu akan menyaring karyawan yang bermutu dengan memilih calon karyawan yang lebih ahli,
berpotensi dan berpengalaman.
Kondisi lingkungan seperti semakin tingginya tingkat pendidikan karyawan, peningkatan heterogenitas angkatan kerja, pelonjakan biaya-biaya personalia, dan penurunan produktivitas, menuntut pemimpin seialu mengembangkan cara-cara baru untuk dapat menarik dan mempertahankan para karyawan dan manajer berkaliber tinggi yang diperlukan organisasi agar tetap mampu bersaing (Handoko, 2000). Karyawan yang memiliki potensi tinggi dan berkeinginan untuk maju seialu menjadi kebanggaan dalam instansinya.
Penghargaan akan dedikasi karyawan terhadap pekerjaan dan instansinya sangat jarang terjadi. Penghargaan lebih sering diberikan kepada pemimpin yang akan mengakhiri masa jabatnya atau pada karyawan disaat-saat tertentu misalnya ulang
tahun kemerdekaan negara.
Menurut Martoyo (2000) Efisiensi dan efektivitas dalam organisasi
sangat tergantung pada baik buruknya pengembangan sumber daya manusia
sebagai anggota organisasi itu sendiri. Adapun tujuan pengembangan sumber daya
manusia di suatu organisasi adalah untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi
kerja mereka dalam melaksanakan dan mencapai sasaran kerja yang dapat dicapai
dengan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya. Sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya terkadang sering diabaikan, dengan mengetahui bagaiman kayawan dalam menyelesaikan tugas- tugas yang diembannya, atasan menjadi tahu bagaimana kualitas kerja karyawan.
Menurut Stoner dan Wankel (dalam Fatmawati, 2000) mereka yang mempunyai kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung sangat dimotivasi oleh situasi kerja yang bersaing dan penuh tantangan. Sebaliknya, orang yang mempunyai kebutuhan prestasi yang rendah cenderung berprestasi jelek dalam situasi kerja yang kompetitif dan penuh tantangan. Dikatakan juga bahwa karyawan yang mempunyai kebutuhan prestasi yang tinggi ingin bergulat dengan pekerjaan yang menantang, memuaskan, merangsang, dan rumit. Karyawan ini menyambut baik otonomi, variasi, dan umpan balik yang sering dari supervisor.
Karyawan yang mempunyai kebutuhan prestasi rendah lebih menyukai situasi kerja yang stabil, aman, dan dapat diramalkan. Karyawan yang memiliki adversity quotient yang rendah cendrung mencari pekerjaan, jabatan dan tanggung jawab pekerjaan yang ringan. Tidak dipungkiri bahwa setiap individu tentu berkeinginan menjadi orang yang penting dalam instansinya dengan gaji yang tinggi pula, hanya saja tidak semua individu berani menghadapi tantangan kerja yang penuh tanggung jawab dan resiko tinggi.
Disamping itu motivasi kerja karyawan juga perlu diperhatikan, motivasi berperan penting bagi kehidupan manusia sehari-hari. Semangat untuk hidup dan mengisi kehidupan memerlukan motivasi. Besar-kecilnya motivasi individu yang mantinya akan membentuk perilaku individu menjadi beragam.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain kemampuan mengerjakan tugas, tingkat usaha, dan dukungan yang diberikan pada karyawan (Mathis dan Jackson, 2001). Perekrutan dan seleksi berhubungan secara langsung dengan faktor pertama, kemampuan yang melibatkan pemilihan orang dengan bakat dan minat yang tepat untuk pekerjaan yang diberikan. Faktor kedua, usaha yang telah dilakukan seseorang dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia, seperti motivasi, insentif, dan rancangan pekerjaan. Faktor ketiga, yaitu dukungan organisasi, termasuk pelatihan, peralatan yang disediakan, mengetahui tingkat harapan, dan keadaan tim yang produktif
Motivasi merupakan motor penggerak bagi setiap individu. Seperti yang dikatakan Mathis dan Jackson (2001) kemampuan, motivasi, dukungan, keberadaan pekerja sangatlah mempengaruhi kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Bagi karyawan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik merupakan suatu kebanggaan tersendiri, untuk itu diperlukan kemampuan dan pemahaman akan pekerjaan tersebut.
Seorang karyawan harus memiliki kemampuan karena dengan itu mereka dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya. Motivasi berperan sebagai motor penggerak yang akan mendorong kemampuan itu menjadi lebih ahli. Selain itu motivasi berperan penting untuk meningkatkan semangat karyawan dalam bekerja. Ketika seseorang mengalami kejenuhan dan kebuntuan dalam melaksanakan pekerjaannya, orang itu memerlukan motivasi baru supaya menghasilkan cara berpikir yang baik dan lebih segar.
5
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seseorang ingin bekerja, misalnya saja ketika lowongan kerja pegawai negeri dibuka, begitu banyak calon pegawai yang rela berdesakan untuk mendapatkan formulir pendaftaran pegawai negeri. Fenomena ini telah menjadi rahasia umum bahwa bekerja sebagai pegawai negeri memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh perusahaan swasta, yaitu tunjangan hari tua setiap bulannya (benefit). Lain halnya pekerja minyak lepas pantai swasta, pekerjaan yang penuh bahaya tetap menjadi incaran banyak orang.
Rasa aman (security) tidak lagi menjadi masalah utama dalam bekerja, seolah- olah telah dibayar impas dengan gaji, fasilitas kesehatan dan tunjangan keluarga yang cukup memadai. Banyaknya minat calon pegawai yang ingin bekerja di perusahaan asing tentu saja tidak lepas dari pandangan orang lain akan nama perusahaan tersebut (company). Apapun alasan individu untuk bekerja, hal itu merupakan motivasi dalam dirinya sendiri.
Seorang karyawan yang termotivasi dalam bekerja bisa disebabkan oleh teman kerja yang menyenangkan dan atasan yang menyenangkan. Hal ini memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor dan berinteraksi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Karyawan merasa terbantu jika mengalami kemerosotan motivasi yang disebabkan oleh faktor psikologis dengan nasehat teman sekantor yang bersahabat. Nasehat yang sederhana dapat menjadi obat yang ampuh untuk memotivasi teman sekerja yang sedang kehilangan motivasi.
Bekerja dimana saja, pastilah mengalami kemunduran dalam memotivasi diri. Semua itu bisa disebabkan oleh faktor psikis individu. Ketika seorang karyawan mengalami kecelakaan di kantornya, tentulah ini akan mengganggu
karyawan untuk bekerja lebih cepat dan efisien. Akibat tidak dapat bekerja dengan baik, karyawan menjadi sedikit terganggu secara psikologis, muncullah rasa marah, sedih dan ketidakberdayaan yang menumpuk, jika tidak dapat diatasi, hal ini akan menjadi hambatan bagi dirinya untuk meraih kesuksesan.
Setiap orang memiliki karakter yang berbeda, begitu pula dalam mengelola emosi dan perilakunya. Tidak semua orang dapat mengelola emosi dengan cepat dan benar, akan tetapi bila individu tersebut mau dan mampu untuk belajar mengelola respon kesulitan menjadi jalan keluar dari masalah, individu tidak akan mengalami kemerosotan motivasi dalam bekerja. Setiap individu amatlah berbeda, akan tetapi hanya individu yang memiliki keinginan untuk berubah menjadi seorang yang maju sajalah yang dapat bertahan dari serangan- serangan dalam dan luar dirinya.
Ada pandangan baru yang menyatakan bahwa tidak hanya diperlukan kejeniusannya, atau kemampuanya dalam menempatkan diri secara emosional, tetapi lebih kepada bagaimana karyawan itu dapat merespon semua hambatan- hambatan untuk menuju kesuksesan. Kelompok orang memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi di dunia ini banyak, tapi sedikit yang dapat mengaktualkan potensinya dengan baik, Emotional Quotient lebih berfokus pada bagaimana sebaiknya seseorang mengendalikan dorongan-dorongan yang ada di hatinya, berempati, dan bergaul secara efektif dengan orang lain. Adversity Quotient (AQ) mengganggap bahwa hambatan bukan suatu halangan yang tidak bisa dihadapi dan diselesaikan.
7
Stoltz (2000) berpendapat kita dilahirkan dengan dorongan inti yang manusiawi untuk terus mendaki. Yang dimaksud dengan mendaki bukan melayang menembus awan, bukan juga sekedar meniti jenjang karier di perusahaan, atau mengumpulkan kekayaan. Tetapi pendakian dalam pengertian yang lebih luas, yaitu menggerakkan tujuan hidup ke depan, apa pun tujuan itu.
Dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki tersebut merupakan perlombaan naluriah untuk melawan jam dalam menyelesaikan tugas sebanyak mungkin, baik tugas tertulis maupun tidak tertulis, semampu kita dalam batas waktu yang telah
ditentukan.
Calvin Coolidge (dalam Stoltz, 2000) mengatakan, tak ada satu pun di dunia ini yang menggantikan ketekunan. Bakat tidak akan bisa menggantikan, banyak sekali orang berbakat yang tidak sukses. Kejenius dan pendidikan tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan kesuksesan, dunia sudah dipenuh dengan orang-orang berpendidikan yang tidak melakukan apa-apa. Ketekunan dan keteguhan hati sajalah yang berkuasa. Slogan "maju terus" telah dan akan seialu memecahkan masalah umat manusia.
Agama juga mengajarkan kepada manusia, untuk tetap berusaha dan tidak mengenal putus asa. Tuhan tidak menyukai keputusasaan. Seseorang yang memiliki Adversity Quotient (AQ) yang tinggi, tidak akan mengenal putus asa.
Orang yang menderita ketidakberdayaan yang telah dipelajari tidak mungkin diberdayakan, dan orang yang tidak mudah menerima ketidakberdayaan akan lebih mudah menjadi seorang yang berpotensi. Ketidak berartian yang telah
dipelajari merupakan hambatan definitif bagi pemberdayaan, yang akan berakibat pada pendakian menuju tujuan (Stoltz, 2000).
Dalam surat Al-Insyirah ayat 6, Allah Menghibur dan Memberikan
harapan kepada manusia yang sedang dalam kesulitan. Allah mengulang dua ayat,
Artinya: "sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan."
Allah Menganjurkan supaya kita menjadi orang yang seialu optimis, seialu mengerjakan amal saleh dan tawakkal kepada-Nya.
AQ digunakan untuk membantu individu-individu memperkuat kemampuan dan ketekunan mereka dalam menghadapi tantangan hidup sehari- hari, bagi mereka yang memiliki AQ yang tinggi, akan menunjukkan kinerja, produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya tahan, dan vitalitas yang lebih besar daripada rekan-rekan mereka yang AQ-nya rendah. Dapat dirumuskan bahwa, seseorang yang memiliki AQ tinggi akan memiliki motivasi kerja yang
tinggi pula.
Penelitian tentang adversity quotient yang berhubungan dengan motivasi
kerja belum begitu banyak dilakukan di Indonesia. Di negara-negara maju kajian ini sudah sering dilakukan, bisa berupa seminar, simposium atau berupa pelatihan dan peningkatan motivasi. Motivasi kerja sudah begitu banyak diteliti. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui apakah ada hubungan antara AQ dengan motivasi kerja bagi karyawan. Dengan mengambil judul: "hubungan adversity quotient dengan faktor-faktor pendorong motivasi kerja karyawan".
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya hubungan adx'ersity quotient (AQ) dengan faktor-faktor pendorong motivasi kerja karyawan.
C. Manfaat Penelitain
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu psikologi industri dan organisasi, khususnya untuk memperoleh kejelasan sejauh mana hubungan adversity quotient dengan faktor-faktor pendorong motivasi kerja.
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat pada umumnya, karyawan dan pimpinan pemerintah daerah pada khususnya dalam mewujudkan pemerintahan yang dapat menjalankan pengembangan sumber daya manusia yang lebih berpotensi secara maksimal.
BAB 11
TUNJAUAN PUSTAKA
A. Faktor-faktor Pendorong Motivasi Kerja 1. Pengertian motivasi
Setiap individu dalam melakukan sesuatu pekerjaan memiliki kemampuan yang berbeda-beda, begitu pula dengan cara mereka memotivasi diri sendiri. Motivasi setiap individu bergantung pada kuat lemahnya motif. Motif adakalanya diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Motif diarahkan pada tujuan, yang mungkin berada pada alam
sadar atau mungkin juga pada alam bawah sadar.
Motivasi berasal dari kata latin movere, yang berarti to move, menggerakkan. Arti definisinya adalah sesuatu yang memberikan energi (energizing), mengarahkan (directing) dan memelihara (maintenance) perilaku.
Motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan, dapat pula diartikan faktor yang mendorong individu untuk bertindak dengan cara tertentu. Martoyo (2000) berangapan, motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakakkan (action or activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberikan kepuasan ataupun mengurang ketidak seimbangan. Motif sering diartikan dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Motif merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam
10
11
perbuatannya tersebut mempunyai tujuan tertentu (As'ad, 1981).
Watkins (dalam Lestari, 2001) memandang bahwa motivasi merupakan faktor dari tingkah laku, yang tampak sebagai tingkah laku adalah gejala dari motivasi. Ghiselli dan Brown dalam bukunya Personal and Industrial Psycology, mengemukakan bahwa motivasi merupakan kekuatan dalam diri individu yang menyebabkan terjadinya suatu tingkah laku. Motivasi membentuk sikap dan tingkah laku tertentu pada individu yang bersangkutan. Terjadinya tingkah laku sebagai akibat adanya motif, mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang
dirasakan dan ini semua terjadi dalam suatu proses yang dinamis.
Wexley dan Yukl (dalam Mulyana, 1995) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu proses pembenan energi dan pengarahan pada tingkah laku. Motivasi menurut Maslow (1997), merupakan suatu proses dinamis yang bergerak menuju suatu bentuk motivasi yang lebih bernilai tinggi, yaitu berdasarkan pada
kebutuhan-kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki kebutuhan.
Streers dan Porter dalam kutipan Ibrahim (1999) mengatakan, bangunan
dasar motivasi, secara garis besar dapat digambarkan sebagai suatu bentuk yang
merupakan proses yang berbentuk sirkulasi dari variabel-variabel kebutuhan atau
harapan dari dalam diri. Begitu pula perilaku, tujuan dan imbalan, serta beberapa
bentuk umpan balik yang merupakan modifikasi dari kebutuhan yang berasal dari dalam diri individu setelah diperolehnya tujuan dan imbalan dari jasanya tersebut.Mitchell dalam buku Winardi (2001) berpendapat bahwa motivasi terdiri
dari proses psikologis tertentu yang menyebabkan timbulnya gairah, pengarahan,
dan kegigihan dari tindakan sukarela yang menuju ke sasaran. Motivasi menjadi
patokan sampai dimana individu ingin dan memilih untuk bertingkah laku tertentu spesifik mungkin. Motivasi bisa juga dijelaskan sebagai hal yang tidak disengaja, yaitu ketika motivasi berada di bawah kendali individu sendiri. Dengan kata lain motivasi merupakan tindakan yang diinginkan individu untuk dilaksanakannya,
seperti usaha dalam pekerjaan.
Motivasi berawal dari adanya kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh individu di dalam dirinya. Individu berharap kebutuhan dan keinginannya terpenuhi. Harapan untuk terpenuhinya kebutuhan dan keinginan tersebut menimbulkan semangat, sehingga menggerakkan jiwa dan jasmani untuk melakukan perilaku tertentu yang spesifik dan disengaja. Terbentuknya perilaku
yang spesifik dan disengaja ini menunjukkan terpenuhinya kebutuhan dan
keinginan yang dirasakan tadi.
2. Pengertian motivasi kerja
Pada waktu memasuki dunia kerja seseorang telah membawa berbagai macam kebutuhan, keinginan, dan harapan. Organisasi atau perusahaan yang dapat menyediakan suasana atau sarana yang memuaskan kebutuhan, keinginan
dan harapan, akan membuat individu bersedia untuk bekerja (Huse dan Bowdich
dalam Lestari, 1993). Pendapat lain dari Sarwono (dalam Ummah, 2001),
motivasi kerja adalah pendorong utama perilaku individu sehingga individu tersebut mampu bertahan dan berjuang terus menerus sampai mencapai tujuan.Motivasi dapat diartikan menjadi dua, yaitu: motivasi internal dan motivasi
ekstemal. Dalam motivasi internal, pendorong utama perilaku individu sehingga
13
individu tersebut mampu mempertahankan dan berjuang terus menerus sampai mencapai tujuannya yang timbul dari dalam diri individu, sedangkan yang
eksternal datang dari luar dirinya.
Martoyo (2000) mendefmisikan motivasi kerja sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Steers dan Porter (dalam Ibrahim, 1999) beranggapan bahwa motivasi kerja adalah "...conditions which influence the arousal, direction, and maintenance of behaviors relevant in work setting"
(didefinisikan sebagai, kondisi-kondisi yang mempengaruhi gerak (arausal), arah (direction) dan terpeliharanya (maintenance) perilaku yang relevan dalam lingkup kerja (work setting)). Lestari (1993) mengutip Mc Cormick dan Ilgen, memberi batasan motivasi kerja sebagai suatu daya kekuatan yang diarahkan pada perilaku
yang melibatkan diri dengan pekerjaan. Perilaku ini ditujukan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapai. Dengan demikian motivasi kerja dapat pula dikatakan sebagai suatu dorongan yang bersifat psikologis dan ditunjang dengan keadaan fisik yang sehat, sehingga akan menimbulkan keinginan, dorongan dan energi dari dalam diri individu untuk bekerja, yang mana nantinya akan mempengaruhi dan mengarahkan perilakunya untuk berjuang mencapai
tujuannya.
3. Pengertian Faktor Pendorong Motivasi Kerja
Definisi dari faktor yang mendorong menurut kamus Bahasa Indonesia
adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan untuk berusaha (Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1996). Sehubungan
dengan motivasi kerja Kinlaw (dalam Timpe, 1991) mengatakan bahwa motivasi kerja adalah keinginan untuk memiliki hasil kerja yang baik yang sesuai dengan harapan. Faktor-faktor yang menunjang keberhasilan kerja disamping motivasi, masih terdapat tiga faktor lainnya yaitu: individu mengerti dengan jelas upaya yang diharapkan dari diri sendiri, mempunyai kopetensi atau kemampuan untuk melaksanakan keinginan, dan didukung oleh lingkungan kerjanya. Menurut Kartono (dalam ManuUang, 1994), motivasi kerja tidak hanya dipengaruhi oleh motif ekonomi saja, akan tetapi dipengaruhi oleh dorongan psikologis yaitu mencari tempat yang menyenangkan dan rasa aman sebagai hal yang mendasar.
Abegglen (dalam Lestari, 1993) melakukan kajian biografis terhadap sekelompok karyawan dan menemukan bahwa sesuatu proses didalam sejarah hidup individu dapat mempengaruhi motivasi untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Oleh sebab itu dalam melihat motivasi kerja individu sebaiknya juga memperhatikan latar belakang kehidupannya. Dikatakan pula motivasi kerja dipengaruhi oleh beberapa macam kebutuhan yang ada dalam diri karyawan, baik kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Teori Abegglen dibenarkan oleh As'ad (1981) yang membedakan dua faktor yang mempengaruhi individu dalam bekerja, yaitu faktor fisik, yang meliputi bentuk tubuh, kesehatan fisik, dan kemampuan panca inderanya. Faktor kedua adalah faktor psikis, yang meliputi inteligensi, bakat,
minat, kepribadian, motivasi dan edukasi.
Kartono (dalam Martoyo, 2000) menyatakan dua faktor penting dari
kerja yaitu motivasi kerja dan lingkungan kerja. Motif uang tidak selamanya
15
menjadi motif utama dari pekerjaan akan tetapi kebanggaan dan minat yang besar terhadap pekerjaan menjadi insentif yang kuat untuk mencintai pekerjaan.
Jurgensen (dalam Yudiani, 1999) atas penelitiannya di Minneapolis Gas Light Company menemukan sepuluh faktor pendorong timbulnya motivasi kerja, yaitu: a), rasa aman (security), b). kesempatan untuk maju (advancement), c).
nama baik tempat kerja (company), d) teman sekerja (co-workers), e). jenis pekerjaan yang cocok (type ofwork), f). gaji (pay), g). atasan yang menyenangkan (supervisor), h). jam kerja yang pendek (hour), i). Keadaan tempat kerja (working condition), j). jaminan (benefits). Kesepuluh faktor yang menjadi pendorong timbulnya motivasi kerja yang dikemukakan oleh Jurgensen (Blum, 1956) tersebut diatas, menunjukkan bahwa kebutuhan dan keinginan keryawan yang sedang bekerja meliputi kesepuluh faktor itu, dimana setiap karyawan
membutuhkan:
a). Rasa aman (security), yaitu dapat melakukan kerja yang ditanganinya tampa dibebani resiko yang dapat membahayakan dirinya. Adanya perasaan aman merupakan suatu kewajaran yang diinginkan oleh setiap orang, terutama pada saat sedang melakukan tugas, dimana tugas tersebut merupakan tugas yang menjadi tumpuan hidupnya. Perasaan aman meliputi pengertian yang luas, diantaranya ditinjau dari kecelakaan kerja, pertentangan hukum, maupun rasa aman dari kelanjutan hubungan kerja atau sewaktu-waktu terkena PHK yang
tidak dikehendaki.
b). Kesempatan untuk maju (advancement), yaitu kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih tinggi dari kedudukan sebelumnya. Setiap orang seialu
menginginkan adanya perkembangan dari usaha yang telah dilakukannya.
Dengan adanya kesempatan untuk maju itu, maka keinginan untuk dapat
berkembang tersebut menjadi terpenuhi.
c). Nama baik tempat kerja (company), yaitu tempat dimana karyawan itu bekerja sudah terkenal dan mempunyai nama baik di masyarakat. Adanya kebanggaan pada tempat dimana seseorang itu bekerja memberikan keyakinan dan
semangat pada dirinya untuk melakukan aktivitas kerja dengan baik.
d). Teman sekerja (co-workers), yaitu teman sekerja yang dapat diajak bekerja sama dan berteman dengan baik. Kerja sama dan rasa saling menghargai dengan sesama rekan sekerja akan memberikan perasaan tenang dan menumbuhkan persatuan dan keakraban yang dapat mempelancar
terlaksananya aktivitas kerja.
e). Jenis pekerjaan yang cocok (type ofWOrk), yaitu adanya jenis pekerjaan yang
sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat dan minat. Suatu
pekerjaan bila sesuai dengan minat, bakat, dan berpengalaman dibidangnya, maka pekerjaan tersebut akan lebih mudah diselesaikan, terlebih lagi pekerja
didukung oleh keahliannya di akademik.
*)• Gaji (pay), yaitu penghasilan yang diberikan dapat atau tidak untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Sebelum menerima suatu pekerjaan biasanya calon pekerja diminta untuk mengisi fomulir gaji yang diinginkan, hal ini bertujuan
agar pekerja tersebut tidak perlu lagi mencan pekerjaan tambahan dan bisa
lebih konsentrasi ke tugas-tugas yang diberikan perusahaan.
g). Atasan yang menyenangkan (s»penism,j, yaitu pimpi„an ^ ^ ^
mempunyai hubungan baik dengan bawahannya, mengerti karyawannya dan mampu mempertimbangkan pendapa, yang diketnukakan oleh bawahannya.
h). Jan, kerja yang pendek (hour,, yaitu jam kerja yang teratur dalam setiap hari,
-.iap minggu, maiam atau pagi hari, bergihr atau tidak Jam kerja bermanfaat untuk kejelasan waktu kerja dan waktu tstiraha,. Waktu kerja d.sesuaikan
dengan berapa besar gaji yang diperoleh.
i) Kondisi tentpa, kerja („orkmg condHionk yaitu menyangkut ^ ^ kerja sepert, kebersihan, venuiast, kegaduhan suara, bau dan sebagamya Keselamatan kerja t.dak hanya diperhttungkan bagi karyawan yang bekerja dip**. Kenyamanan da.ant bekerja mempengaorh, produkt.fitas karyawan,
™ang kerja yang bau akan membuat orang terburn-buru atau maias untuk
bekerja.
j). Jaminan (benefn), ya,tu adanya kesempatan untuk cut,, iiburan, jam.nan kesehatan, pengobatan, asurans, dan sebagmya. Adanya jam.nan kesehatan,
cut. dan asuransi dari perusahaan membuat pekerja leb.h bersemanga, da.am kerja karena tidak periu ,agi memikirkan apakan gaji yang ditenma teiah
mencukupi untuk asuransi kesehatannya
Kesimpulan yang dapa, di.arik bahwa faktor-faktor yang mendorong
— kerja adalah kondis. yang dapa, mendorong individu atau menumbuhkan semangat mdtvidu untuk berusaha mempero.eh sesua, yang diingmkannya
indtvidu daiam bekerja dipengaruh, oieh faktor-faktor motivas, kerja yang akan
menimbukan kebanggaan din dan mencntai pekerjaannya Faktor-faktor mot.vasi
kerja oleh Jurgensen inilah yang nanti digunakan untuk mengungkap motivasi
kerja karyawan di tempat perusahaan yang akan diteliti. Dengan mengungkap
sepuluh faktor, diharapkan bisa mengungkap seberapa besar motivasi karyawan.4. Teori-teori motivasi a. Teori Hirarki Maslow
Berdasarkan konsep hirarki Maslow (1997) kebutuhan manusia dibagi
dua prinsip. Yang pertama adalah bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki kebutuhan terendah sampai yang tertinggi. Kedua,
suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari
perilaku. Menurut Maslow (1997), untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat
sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu hirarki. Dalam kontek ini kebutuhan tingkat pertama harus dipenuhi sebelumkebutuhan berikutnya. Hirarki kebutuhan Maslow adalah:
1 Physiological needs (kebutuhan fisiologis)
Kebutuhan badaniah, meliputi sandang, pangan dan pemuasan seksual.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini
telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan ke bumi.
2. Safety needs (kebutuhan keamanan)
Kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan
pemecatan dari pekerjaan. Kebutuhan ini untuk memerdekakan diri dari
ancaman, yaitu keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam.
Jika kebutuhan ini dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan ini berkaian
19
dengan jiwanya sewaktu bekerja. Selain itu juga perasaan aman akan harta yang ditinggalkan sewaktu mereka bekerja, perasaan aman yang menyangkut
terhadap masa depan karyawan dan Iain-lain.
3 Social needs (kebutuhan sosial)
Meliputi kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, menjalin
hubungan dengan orang lain, perasaan diterima dan dihormau dalam suatu
organisasi, persahabatan, kebutuhan untuk maju atau berprestasi dan perasaan ikut serta. Manusia pada hakekatnya adalah mahluk sosial, sehingga mereka
mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk bisa diterima oleh orang lain dimana individu itu hidup
dan bekerja.
b. Kebutuhan untuk dihormati, setiap manusia merasa dirinya penting.
c. Kebutuhan untuk bisa berprestasi.
d. Kebutuhan untuk ikut serta, kebutuhan atas persahabatan, berkelompok,
interaksi, kasih sayang, dan Iain-lain.
4. Esteem needs (kebutuhan akan penghargaan)
Kebutuhan akan harga diri dan pandangan baik dari orang lain terhadap kita,
kebutuhan akan status, reputasi dan prestasi.
5. Selfactualization needs (kebutuhan akan aktualisasi diri)
Kebutuhan untuk mewujudkan diri, kebutuhan menggunakan potensi diri, dan pengembangan diri (ManuUang, 1994). Kebutuhan ini diartikan bahwa setiap manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadi. Oleh sebab itu pada tingkatan ini individu
cenderung untuk seialu mengembangkan diri dan berbuat baik. Kebutuhan ini
disebut juga sebagai keinginan untuk berbuat lebih baik lagi.
Kebutuhan tingkat satu dan dua merupakan kebutuhan tingkat rendah
(lower level need) yang dipenuhi dari luar diri individu (eksternal), sedangkan kebutuhan tingkat tiga, empat dan lima merupakan kebutuhan tingkat tinggi (high
level need) yang dipenuhi dari dalam diri individu (internal). Suatu kebutuhan
lebih rendah tidak lantas hilang bila kebutuhan yang lebih tinggi muncul. Jadi apabila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu berhenti menjadi
motivator utama perilaku (Handoko, 1995).
b. Teori Dua Faktor Herzberg
Lain hal menurut Herzberg (dalam Mathis dan Jackson, 2001) dalam teori dua faktornya yang menyebutkan bahwa dua macam faktor terpisah yang
mempengaruhi motivasi kerja, yaitu:
a. Faktor penyehat (hygienefactor) atau faktor pemelihara (maintenancefactor) misalnya pengawasan, upah, keselamatan kerja, kondisi kerja dan sebagainya.
b. Faktor-faktor motivasional, misalnya prestasi, promosi, kesempatan untuk
mengembangkan diri, tanggung jawab dan sebagainya.
Menurut Herzberg (dalam Martoyo, 2000) faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap karyawan, yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang itu untuk bekerja dengan baik, yang terdiri dari:
a. Achievement (keberhasilan pelaksanaan) b. Recognition (pengakuan atau penghargaan)
c. The work it self(pekerjaan itu sendiri)
d. Responsibilities (tanggung jawab) e. Advancement (pengembangan)
Akibatnya, karakter seperti kebijakakan dan administrasi perusahaan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan gaji, telah dicirikan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor hiegiene. Herzberg berpendapat bahwa, untuk mengetahui motivasi kerja individu ada baiknya menekankan pada prestasi kerja, pengakuan kerja itu sendiri, tanggung jawab dan pertumbuhan yang sering disebut sebagai faktor motivasi (Munandar dalam Situmorang, 2002). Lihat gambar 1.
Gambar 1 Perbandingan Ide Maslow dan Herzberg
Hirarki Kebutuhan Maslow Dua Faktor Herzberg
N
Motivasi
/\ktualisas\ Pencapaian
/ Dlri \ V Pengakuan
Bekerja dengan sendirinya
/ Penghargaan \ Tanggung jawab
Kemajuan
{ faktor Kesehatan
/ Rasa Memiliki & \ Hub antar pribadi
/ Kasih sayang \ Kebijakan/admiinistrasi
>
perusahaan Pengawasan
/ Rasa Aman Gaji
Persyaratan Kerja
/ Kebutuhan Fisiologis
\ J
c. Teori Woodward
Sementara menurut Woodward (dalam Lestari, 1993) seluruh perilaku manusia (kecuali refleks) adalah bermotivasi. Istilah dorongan dipilih untuk menjabarkan kekuatan-kekuatan yang ada dibalik prilaku yang akan dilakukan untuk seseorang. Dikatakan lebih lanjut bahwa dorongan tidak akan ada kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan mekanisme-mekanisme yang bertindak sebagai pemunculan suatu perilaku. Pengertian dorongan itu sendiri disebabkan oleh kebutuhan yang timbul akibat keadan-keadaan pada tubuh manusia.
Selanjutnya Woodward memberikan tiga kriteria tentang dorongan tersebut, yaitu:
a. Intensitas. Intensitas dari dorongan menunjukkan pada dorongan itu bersifat
mengaktitkan. Pengaktifan perilaku oleh dorongan bervariasi dari tingkat
rendah (mimpi) sampai tinggi (marah, takut). Dorongan ini sendiridipengaruhi oleh keadaan emosi.
b. Arah. Dorongan ini bersifat mengarahkan pada perilaku pendekatan (approach behaviour) ataupun perilaku menghindar (ax-oidance behaviour). Dorongan ini menjadikan seseorang peka terhadap situasi tentang yang penting bagi motif dan menentukan secara selektif stimulus yang dibutuhkan seseorang.
c. Persistensi. Dorongan tidak hanya mengarahkan perilaku ke arah tertentu
(mendekat atau menghindar) tetapi juga bertindak sebagai pemelihara
kelangsungan perilaku sampai tujuan tertentu. Sebelum sampai pada tujuan,
dorongan akan terus aktif dan perilaku akan terus berlangsung.
23
d. Teori Ghiselli dan Brown
Motivasi merupakan suatu model dalam mengerakkan dan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran, kegairahan dan bertanggung jawab.
Menurut Ghiselli dan Brow (dalam Lestari, 1993) ciri motivasi itu sendiri adalah.
a) Motivasi adalah kompeks
Pengaruh motivasi pada perilaku memiliki hubungan yang sangat kompleks dan sukar untuk dipisahkan. Interaksi antar beberapa motif, kondisi kerja dan beberapa aspek lingkungan sosial jauh lebih penting dalam mempengaruhi perilaku kerja daripada beberapa motivasi tunggal, lingkungan atau kondisi
kerja.
b). Beberapa motivasi tidak disadari oleh individu
Individu sering melakukan perilaku yang tidak disadari oleh dirinya sendiri, dalam beberapa hal individu kadang tidak menyadari tujuannya untuk
melakukan suatu pekerjaan.
c). Motivasi dapat berubah
Motivasi dapat berubah dari waktu kewaktu walaupun perilaku sama. Motivasi individu dapat berubah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikis, intelektual, emosi, dan pekerjaan. Adanya perubahan supervisi, sosial dan pandangan politik serta beberapa kondisi ekonomi dapat mempengaruhi
prilaku individu dalam lingkungan kerja.
d). Motivasi berbeda-beda tiap individu
24
Beberapa individu dapat melakukan pekerjaan yang sama tetapi berbeda.
Motivasi yang mendasari perilakunya, dapat juga melakukan pekerjaan yang tidak sama dengan motivasi yang sama. Perbedaan pengalaman dapat
menyebabkan perbedaan motivasi.
e). Motivasi adalah majemuk
Banyak faktor mempengaruhi individu dalam bekerja selain faktor uang.
Individu yang bekerja dengan baik tidak hanya karena upah yang tinggi tetapi juga naik pangkat, rasa aman dan lain-lainnya.
e. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini dikenal dengan teori ERG singkatan dari Existence, Relatedness dan Growth needs, dikembangkan oleh Alderfer (dalam Munandar,
2001). Teori ini modivikasi dan reformulasi dari teori hirarki kebutuhan dari
Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok:
1). Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan yang bersifat material seperti makanan, air, perumahan, uang, mebel dan mobil. Di dalam teori Maslow kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan
rasa aman.
2). Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain seperti keluarga, teman, rekan kerja atau orang disekitar individu. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan pengahargaan (esteem)
dari Maslow.
25
3). Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan individu secara menyeluruh.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup bagian
intrinsik dari kebutuhan harga diri dari Maslow.
Teori ERG menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan eksistensi, hubungan dan pertumbuhan terletak pada satu kesinambungan yang konkret.
Dasar pemikiran teori ERG ialah: pertama, semakin lengkap satu kebutuhan konkret dipenuhi, maka semakin besar keinginan untuk memenuhf kebutuhan yang abstrak atau kurang konkret. Dan kedua, semakin kurang lengkap suatu
kebutuhan dipuaskan, maka semakin besar keinginannya untuk memuaskannya.
Teori ini menyimpulkan bahwa, jika kebutuhan tingkat tinggi tidak terpuaskan,
maka individu mengalihkan kepada kebutuhan tingkat rendah. Gejala ini disebutfrustration-regression.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, individu yang telah memuaskan motivasinya atau sampai pada tujuan yang diharapkannya, akan
muncul motivasi baru untuk menganti motivasi yang telah terpuaskan. Setiap
individu memiliki cara yang berbeda dalam memotivasi diri dan memberi batas
kepuasan ketika tujuan telah terpenuhi.
B. Adversity Quotient
1. PengertianAdversity Quotient
Istilah adversity quotient (AQ) berasal dari bahasa Inggris, adversity dalam kamus bahasa Inggris mempunyai arti kemalangan, kesengsaraan atau hambatan. Pengertian AQ sendiri mempunyai tiga bentuk. Pertama, kerangka kerja konseptual yang bertujuan untuk memahami dan meningkatkan semua
kemampuan untuk memperoleh kesuksesan. Kedua, ukuran untuk mengetahui bagaimana respon seseorang terhadap kesulitan. Ketiga, seperangkat peralatan
yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon (Stoltz, 2000). Jadi, adversity quotient (AQ) adalah merupakan gabungan antara konsep dan alat ukuryang bertujuan untuk memahami, meningkatkan dan memperbaiki respon individu terhadap kesulitan. Selain itu AQ dapat pula diartikan bagaimana
individu mengubah respon kesulitannya menjadi peluang untuk meraihkesuksesan.
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa AQ adalah bagaimana individu
memahami diri sendiri, meningkatkan semua kemampuannya dan memperbaiki
respon kesulitan, menjadi peluang untuk meraih kesuksesan.
2. Teori-teori Adversity Quotient
AQ merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan individu
yang didasarkan pada ketiga bidang ilmu yang berbeda. Masing-masing mewakili:
27
psikologi kognitif, Fsikoneuroimunologi, ilmu pengetahuan tentang syaraf
(Neurofisiologi).
2.1 Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif ini menemukan keterkaitan AQ dengan kebutuhan manusia akan kendali atau penguasaan terhadap hidup individu. Dalam diri manusia sudah terdapat suatu struktur kognitif, yang akan mengelola informasi yang diterima dari lingkungan. Struktur kognitif ini antara lain terdiri dari
pengalaman-pengalaman organisme (Stoltz, 2000). Respon terhadap lingkungan merupakan proses pengambil keputusan. Respon terhadap keadaan lingkungan menggambarkan seorang individu berdaya atau tidak berdaya untuk bertindak
(Mahanani, 2002).
American Psychological Association menjelaskan, ketidakberdayaan
adalah teori yang menerangkan berapa banyak individu yang menyerah dan gagal
ketika dihadapkan dengan tantangan-tantangan hidup. Karena alasan inilah teori
itu menjadi unsur sangat penting dalam pembentukan AQ. Stoltz (2000)
menyatakan bahwa Tennan dan Eller melakukan penelitian yang membuktikanbahwa individu yang dikondisikan menjadi tidak berdaya menghasilkan kinerja
yang buruk dibanding individu yang mengalami pemberdayaan.
2.2 Psikoneuroimunologi
Menurut Dreher, ada hubungan langsung yang dapat diukur antara sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan seseorang dengan apa yang terjadi didalam tubuhnya. Pikiran dan perasaan dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimiawi otak
yang juga mengatur pertahanan tubuh manusia. Akibat individu merespon
peristiwa-peristiwa dalam hidup bisa menimbulkan masalah kesehatan. Locke
membuktikan bahwa emosi dan pola berpikir memainkan peranan yang penting dalam kesehatan mental dan fisik. Tingkat depresi dan kecemasan sebagai respon terhadap stres (kesulitan) ternyata mempengaruhi komposisi kimiawi dan fungsi- fungsi kekebalan tubuh dengan ditunjukkan memiliki sel-sel pembunuh alami
(darah putih) yang memang lebih lemah. Solomon telah membuktikan bahwa
sebuah respon yang destruktif terhadap terhadap kesulitan menciptakan kemerosotan yang lebih cepat pada sel-sel penolong yang memerangi infeksi dalam diri individu-individu yang menderita HIV (dalam Stoltz, 2000).
Psikoneuroimunologi dapat memberikan penjelasan keterkaitan antara
kesehatan dan kinerja manusia mengenai hal-hal sebagai berikut (Stoltz, 2000):
a. Ada hubungan langsung antara respon terhadap kesulitan yang terjadi dengan
kesehatan mental dan fisik.
b. Kemampuan mengendalikan adalah sangat penting bagi kesehatan.
c Cara merespon kesulitan mempengaruhi fungsi-fungsi kekebalan tubuh dan
percepatan kesembuhan dari suatu penyakit.
d. Pola respon yang lemah terhadap kesulitan dapat menimbulkan depresi.
Pengaruh-pengaruh yang berkaitan dengan kesehatan meluas sampai pada kemampuan mengungkapkan perasaan dan emosi. Pennebaker (dalam Stoltz,
2000) mengatakan kemampuan mengungkapkan emosi akan membawa pengaruh positif dan berlangsung lama terhadap sistem kekebalan tubuh. Respon destruktif terhadap kesulitan memiliki pengaruh negatif pada kesehatan jasmani.2.3 Ilmu Pengetahuan Tentang Otak (Neurofisiologi)
29
Neurofisiologi memberikan gambaran lebih jelas bagaimana AQ terbentuk, bagaimana mengubahnya dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan mental individu yang memiliki keinginan lebih tinggi. Selain itu dapat pula
diartikan dengan cara berlangsungnya pembelajaran, kebiasaan-kebiasaan berfikir
dan bertingkah laku.
Seorang ahli neurofisiologi Nuwer (dalam Stoltz, 2000) di UCLA
Medical Center menjelaskan bahwa proses belajar berlangsung di wilayah sadar
bagian luar, yang disebut cerebral cortex. Ketika seseorang untuk pertama kali
mencoba menyuap makanannya sendiri, konsentrasi mereka sangat intens sewaktu mempelajari ketrampilan-ketrampilan baru tersebut. Lama kelamaan pola pikiranatau perilaku yang baru tersebut berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis, wilayah ini disebut basal ganglia Semakin sering kita
melakukan sesuatu, semakin otomatis dan tidak disadari tindakan itu. Nuwer
beranggapan untuk mempelajari suatu stimulus tidaklah memerlukan waktu yang
lama. Dengan demikian diketahui bahwa AQ individu dapat diubah secara mendadak, dan dapat mengubah seluruh kehidupan individu.
Squire (dalam Stoltz, 2000) menguraikan bahwa sewaktu individu
mengulangi sebuah pikiran atau tingkah laku, kekuatan sihap-sihap (sambungan
syaraf) dalam otak meningkat, dan secara harfiah individu menciptakan lebihbanyak transmiter dan reseptor bagi jalur syaraf tersebut. Dari temuan-temuan ini, otak ternyata mempunyai kemampuan untuk menerima pikiran atau perilaku.
Berdasarkan riset ahli neurofisiologi, ditarik kesimpulan bahwa otak, idealnya
dipelajari untuk menciptakan kebiasan-kebiasaan. Dan kebiasaan-kebiasaan tadi
semakin kuat di bagian tak sadar otak. Dengan demikian kebiasaan-kebiasaan yang ada di bawah sadar, seperti AQ, dapat segera diubah, dan dengan mudah akan membentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang semakin lama semakin kuat.
Penelitian tentang neurofisiologi, atau cara kerja otak, telah memberikan konstribusi pada kerangka kerjanya, rangkaian LEAD dan Stoppers! merupakan teknik-teknik pelatihan kognitif. Rangkaian LEAD dan Stoppres! berasal dari dua jenis informasi, yaitu riset dan pengalaman dunia nyata. Teknik ini adaptasi dari beberapa peneliti yang berpengaruh berakar dari psikologi kognitif trasisional
(Stoltz, 2000).
Salah satu langkah maju dibidang ini adalah bahwa individu tidak perlu mengalami lagi semua rasa sakit dimasa lalu, dengan demikian individu dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada dirinya secara dramatis, dalam kesehatan
psikologis dan sifat tahan banting. Stoltz (2000) menggungkapkan ada empat faktor yang dapat memperbaiki AQ seseorang, dimana keempat faktor tersebut dapat meningkatkan AQ seseorang. Keempat faktor tersebut terdiri dari LEAD yang dapat mewujudkan keberhasilan individu dengan mengubah kebiasaan-
kebiasaan berpikir kita:
1. L = Listen.
Yaitu mendengarkan respon din terhadap kesulitan. Listen, mengajarkan individu untuk tanggap terhadap, kapan kesulitan tersebut terjadi. Bila individu merespon kesulitannya dengan motivasi yang tinggi dan tidak mudah putus asa, akan menghasilkan prilaku yang optimis. Hal ini disebabkan
31
karena respon-respon yang biasa dilakukan secara otomatis telah terekam dengan baik dialam bawah sadar.
2. E = Explore.
Yaitu menelaah asal-usul dan pengakuan diri atas kesulitan. Explore
mengungkap seberapa besar kemungkinan individu bertindak untuk menyelesaikan suatu masalah, dimana individu merasa bersalah tetapi kita tidak mengakuinya. Explore, terdiri atas dua komponen yaitu mencari asal- usul kesulitan (Or) dan pengakuan diri atas kesulitan yang ditimbulkan (Ow).
Or (Origin), bertujuan untuk mencari tahu asal-usul atau penyebab terjadinya kesulitan. Dengan diketahui penyebab kesulitan tadi dapat diketahui seberapa
besar kesalahan diri sendiri dan seberapa besar kesalahan faktor lain. Ow (Ownership), bertujuan untuk mengetahui apakah individu menggakui akibat- akibat kesulitan yang ditimbulkannya, dan bagaiman individu tersebut merespon kesalahan yang tidak dilakukannya. Untuk mengetahui explore individu terlebih dahulu dilakukan pencarian C02RE, yaitu:
a. C = Kendali (Control), mengungkapkan seberapa banyak kendali diri individu ketika dirinya dihadapkan dengan kesulitan, control yang kuat membuat individu tidak mudah jatuh ke dalam keputusasaan ketika kesulitan
melanda dirinya.
b. 02 = asal-usul dan pengakuan (gabungan Origin dan Ownership), prinsipnya mencari asal-usul kesulitan serta mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan, dan ini cerminan individu yang bertanggung
jawab.
32
c. R=Jangkauan (Reach), menjelaskan seberapa jauh kesulitan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu. Reach berfungsi untuk mengetahui bagaimana individu dalam menghadapi kesulitan, apakah kesulitan tersebut akan mengganggu pikirannya, kebahagiaannya, membuat
dirinya tidak berdaya dan merasa hidupnya telah hancur.
e. E=Daya Tahan (Endurance), mempertanyakan dua hal yang berkaitan, yaitu berapa lama kesulitan dan penyebab kesulitan dapat mempengaruhi
kehidupan individu.
3. A = Analyze.
Yaitu menganalisis bukti apakah individu tidak memiliki kendali (control), benarkah bahwa kesulitan menjangkau (reach) wilayah lain dalam kehidupan
individu dan apakah buktinya individu beranggapan bahwa kesulitan harus berlangsung lama daripada semestinya dalam kehidupannya (endurance).
4. D^Do.
Yaitu melakukan sesuatu. Individu yang tertimpa kesulitan tidak siap untuk bertindak atau melakukan sesuatu, hal inilah yang menjadi masalah dalam menyelesaikan kesulitan secara cepat dan membatasi berapa lama peristiwa berlangsung, mana yang didahulukan, dan kapan dilakukannya.
Rangkaian LEAD merupakan alat berharga untuk membantu individu
dalam merespon kesulitan sekonstruktif mungkin dan bergerak menuju tindakan
yang konstruktif. Ketiga langkah pertama rangkaian LEAD berfungsi untuk membersihkan mental dan mengisi otak dengan emosional yang dibutuhkan untuk mempertimbangkan, memusatkan perhatian, dan langkah keempat pada akhirnya33
mengambil tindakan yang berarti. Secara kognitif, respon yang bisa mematahkan semangat untuk terus berusaha adalah menganggap suatu kesulitan sebagai suatu bencana. Bila hal ini terus-menerus dianggap akan terjadi kemunduran semangat dan menjadi individu yang quitters (yang berhenti) (Stoltz, 2000). Adanya teori lain yang mengatakan bahwa individu dengan kepribadian hardiness senang bekerja keras karena dapat menikmati pekerjaan yang dilakukan, senang membuat keputusan dan melaksanakannya. Individu dengan kepribadian hardiness memandang hidup ini sebagai suatu yang harus dimanfaatkan dan diisi agar mempunyai makna, dan individu yang hardiness menyongsong masa depan karena perubahan-perubahan dalam kehidupan dianggap sebagi suatu tantangan dan sangat berguna untuk berkembang (Maharani, 2002).
Rangkaian Stoppres! bertujuan untuk membantu individu agar terhindar membuat bencana bagi dirinya maupun orang lain dan membentuk persepsi baru yang akan membantu individu mengubah persepsinya tentang kesulitan atau kegagalan sebagi suatu bencana yang tidak dapat diatasi. Kedua kategori ini merupakan metode yang sangat efektif untuk menghalau perilaku destruktif.
Hardiness atau ketabahan merupakan tipe kepribadian yang mempunyai kemampuan dan daya tahan terhadap stres, teori ini merupakan gagasan konsep dari Kobasa (1979). Individu dengan kemampuan hardiness akan lebih baik bila memiliki AQ tinggi. Individu ini tidak hanya tahan terhadap stres tapi bisa dan
mampu mengendalikan stres menjadai energi yang baik.