BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konstitusi menyatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia harus dilaksanakan dengan mengikutsertakan peran masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.1
Dalam tataran perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari UUD 1945, kehendak untuk melaksanakan pembangunan nasional dengan segenap dana dan daya yang dimiliki digambarkan dengan lebih nyata.
Sejalan dengan hal ini Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan jelas menyebutkan bahwa pembangunan nasional di Indonesia merupakan upaya yang dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan bernegara.2
Karena dana yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan nasional sangat besar, sedangkan sisi lain dana yang dimiliki pemerintah relatif terbatas, kegiatan pembangunan tidak mungkin seluruhnya
1 Abdul Manan, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Prenada Media, 2016), cet. Ke-2, h.22.
dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah mempunyai keterbatasan untuk membiayai seluruh kegiatan pembangunan nasional karena besarnya kendala yang dihadapi pada tabungan pemerintah (government saving). Belanja modal yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mempunyai keterbatasan. Sehingga dalam konteks ini penanaman modal yang dilakukan oleh sektor swasta sangat penting artinya dalam mensukseskan pembangunan nasional. Pasal 33 UUD 1945 secara tidak langsung menyiratkan bahwa sektor swasta menjadi salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional disamping sektor pemerintah dan koperasi.3
Penanaman modal dapat meningkat apabila tercipta iklim investasi yang kondusif dan sehat serta meningkatnya daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi. Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif tersebut maka dibutuhkan kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah daerah, kalangan usaha dan masyarakat.4
Bagi Indonesia, kegiatan investasi langsung baik yang berbentuk investasi asing langsung (foreign direct investment) maupun investasi langsung dalam negeri (penanaman modal dalam negeri) mempunyai kontribusi langsung bagi pembangunan, hal ini karena investasi langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi, alih teknologi dan pengetahuan,
3 Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, (Bandung: PT Alumni, 2009).h.29
menciptakan lapangan kerja serta mampu meningkatkan daya beli masyarakat.5
Di era globalisasi dewasa ini, dengan perdagangan dan lalu lintas modal telah menembus batas-batas negara sehingga batas antara negara yang satu dengan negara yang lainnya tidak ada lagi (borderles) dalam hal perdagangan dan penanaman modal, modal sangat mudah untuk mencair dan mengalir dan berpindah tempat dari satu negara ke negara lain yang memberikan pendapatan (return) yang terbaik bagi pemiliknya.6 Saat ini persaingan untuk memperebutkan modal asing semakin ketat. Berbagai insentif dan kemudahan untuk investor asing dibuat sedemikian menarik. Tak terkecuali sektor yuridis terus-menerus diperbaiki agar tidak menjadi penghambat atau agar tidak tertinggal dengan sektor yuridis negara-negara pesaing.7
Dalam era otonomi daerah seperti saat ini pemerintah daerah menjadi ujung tombak masuknya investasi, baik atau buruknya iklim investasi banyak ditentukan pemerintah daerah. Itu berarti, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan tergantung dari kebijakan dan sistem pelayanan. Atas dasar hal tersebut pemerintah daerah saat ini harus membuat terobosan baru yang mengarah kepada bagaimana cara meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
5 Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung Di Indonesia, (Bogor:
Ghalia, 2006), h.10.
6 Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, ibid, h.31.
Kabupaten Sukoharjo memiliki visi “Terus Membangun Sukoharjo Yang Lebih Sejahtera, Maju dan Bermartabat Didukung Pemerintahan yang Profesional’ dalam rangka mencapai Visi itu maka salah satu Misi yang dilaksanakan adalah dengan memperkuat kemandirian ekonomi daerah dengan menggerakkan sektor unggulan daerah, dalam menggerakkan sektor unggulan daerah salah satu unsur pentingnya adalah adanya kegiatan investasi, diharapkan dengan bergeraknya sektor unggulan daerah dapat menumbuhkan tingkat perekonomian masyarakat.
Sukoharjo adalah sebuah kota Kabupaten yang terletak didaerah yang strategis karena berada di kawasan Joglo Semar (Jogja, Solo, semarang).
Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten yang peningkatan kegiatan investasi sangat signifikan. Sampai dengan akhir tahun 2017 nilai Investasi mencapai Rp 4,8 triliun yang berasal dari Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA).Peningkatan itu terlihat di pusat bisnis Solo Baru dan Kecamatan Nguter. Selain itu mulai tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Sukoharjo melaui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu memberikan pelayanan secara online terhadap semua jenis perizinan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang kebijakan pemerintah daerah kabupaten sukoharjo dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif ?
2. Hambatan apa saja yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum dan dapat menambah perbendaharaan bahan pustaka dalam bidang hukum investasi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi atau sumbang saran bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan bidang investasi .
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Tentang Kebijakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1993: 115), kebijakan berarti 1. kepandaian; kemahiran: kebijaksanaan (kepandaian menggunakan akal budinya). 2. rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintahan, organisasi) pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.
James E. Anderson dalam Irfan Islami8, menjelaskan public policies are those developed by governmental bodies and officials (kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).
Sementara itu, Thomas R. Dye dalam Hanif Nurcholis9 menjelaskan bahwa kebijakan adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan bahwa, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus mempunyai tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah atau pejabatnya. Selain itu, sesuatu yang tidak
8 Irfan Islami, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.19.
9 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah, (Jakarta: P.T. Gramedia
dilaksanakan oleh pemerintah termasuk kebijakan, karena mempunyai pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan pemerintah.
Pada umumnya para pakar kebijakan berpendapat bahwa policy adalah a course of action. Sehingga a course of action tersebut seharusnya pilihan terbaik berdasarkan pertimbangan tertentu pada suatu waktu dan tempat. Namun dalam praktek mungkin saja pilihan itu bukan merupakan pilihan terbaik dari kemungkinan-kemungkinan yang baik tetapi di antara kemungkinan yang buruk bahwa mungkin tanpa sadar, terpaksa, dipaksa, atau tiada pilihan sama sekali.10
Dengan memahami beberapa pengertian tersebut, terdapat ciri-ciri penting dari pengertian kebijakan. Pertama, kebijakan adalah tindakan pemerintah yang mempunyai tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kedua, kebijakan dibuat melalui tahap-tahap yang sistematis sehingga variabel pokok dari semua permasalahan yang akan dipecahkan tercakup. Ketiga, kebijakan harus dapat dilaksanakan oleh (unit) organisasi pelaksana. Dan keempat, kebijakan perlu dievaluasi sehingga diketahui berhasil tidaknya dalam menyelesaikan masalah.
Karakteristik perencaan kebijakan publik yang baik menurut Badjuri dan Yuwono sebagaimana dikutip oleh Hanif Nurcholis adalah sebagai berikut:11
1. Merupakan respon yang positif dan pro aktif terhadap kepentingan publik;
10 Taliziduhu Ndraha, Kibernology (Ilmu Pemerintahan Baru), (Jakarta: P.T. Rineka Cipta, 2003), h.493.
2. Merupakan hasil dari konsultasi publik, debat publik, atau analisis yang mendalam, rasional, dan ditujukan untuk kepentingan umum.
3. Merupakan hasil dari manajemen partisipatif yang tetap membuka diri terhadap masukan dan input sepanjang belum ditetapkan sebagai kebijakan;
4. Akan menghasilkan rencana kebijakan yang mudah dipahami, mudah dilakukan, mudah dievaluasi, indikatornya jelas sehingga mekanisme akuntabilitasnya juga mudah;
5. Merupakan produk pemikiran yang panjang yang telah mempertimbangkan berbagai hal yang mempengaruhinya;
6. Merupakan perencanaan yang bervisi ke depan dan berdimendsi luas yang tidak diabdikan untuk kepentingan sesaat semata-mata.
B. Tinjauan tentang Pemerintah Daerah 1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi.
Setelah Indonesia memasuki masa reformasi pada tahun 1998, aspirasi mengenai otonomi daerah dan desentralisasi muncul melalui Sidang MPR tahun 1998 yang dituangkan dalam Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk melaksanakan Ketetapan MPR tersebut, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah yang berlangsung sejak 1 Januari 2001 adalah suatu peristiwa yang menimbulkan perubahan mendasar pada hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus mengubah perilaku sebagian masyarakat Indonesia sebelumnya hanya terfokus pada satu kekuasaan, pemerintah pusat dijakarta. Pentingnya desentralisasi dan otonomi daerah dapat disejajarkan dengan proses demokratisasi yang terjadi pada tahun 1998.
Desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari munculnya konsep demokrasi di Negara kita sejak berakhirnya rezim orde baru.
Desentralisasi dan demokrasi mempunyai beberapa persamaan, yaitu berlangsung pada saat perekonomian nasional dalam kondisi yang sangat parah, setelah krisis perekonomian tahun 1998. Selain itu keduanya juga berlangsung dalam skala besar dan terjadi dalam masa yang sangat singkat, bahkan hampir tidak ada masa transisi yang memadai.12
Mengapa Indonesia harus mengadopsi sebuah kebijaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang baru dan berbeda dengan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 30 (tiga puluh) tahun yang ditempuh pemerintahan Orde Baru ? Ada sejumlah alasan rasional tentang perlunya pemerintahan daerah yang menekankan kepada desentralisasi dengan memberikan kewenangan yang luas kepada daerah.
Pertama, persiapan ke arah federasi Indonesia masih belum memungkinkan. Sejumlah persyaratan juga harus terpenuhi terutama yang menyangkut perwujudan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Disisi lain, kita harus menyadari saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalami proses transisi dalam mewujudkan sebuah demokrasi. Kedua, pilihan otonomi luas merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara nation state (negara bangsa) yang sudah lama kita bangun, dan kita pelihara. Dengan otonomi kita harus mengembalikan harkat, martabat, dan harga diri masyarakat didaerah. Ketiga, sentralisasi/
dekonsentrasi terbukti gagal mengatasi krisis nasional. Atas dasar hal tersebut maka desentralisasi/ otonomi daerah merupakan pilihan yang terbaik bagi kepentingan bangsa dan masyarakat Indonesia. Keempat, pemantapan demokrasi politik. Demokrasi tanpa penguatan politik lokal akan menjadi sangat rapuh, karena tidak mungkin sebuah demokrasi dibangun dengan hanya memperkuat elite politik nasional. Kelima, keadilan. Desentralisasi/ otonomi daerah akan mencegah terjadinya ketidakadilan dalam menguasai sumber daya yang dimiliki dalam sebiuah negara.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 merupakan cetak biru desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Tetapi harus dicatat bahwa kedua undang-undang tersebut dipersiapkan dalam waktu yang singkat dan tampaknya tidak mengacu pada suatu grand design yang seharusnya menyatakan bagaimana arah
desentralisasi itu sendiri. Dilakukannya revisi kedua undang-undang tersebut pada tahun 2004 menunjukkan bahwa Indonesia masih mencari bentuk bagaimana mengimplementasikan desentralisasi yang tepat untuk konteks indonesia.13
2. Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ditegaskan bahwa pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan pemerintah daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan. Penegasan ini merupakan koreksi terhadap pengaturan sebelumnya di dalam Undang- Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 4 menyatakan bahwa daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain.
Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara pemerintah dan daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 didalam Pasal 10 menegaskan, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah meliputi: politik luar negeri, pertahanan, kemananan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.14
C. Tinjauan tentang Pembangunan Ekonomi Daerah 1. Pengertian
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan an antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru
14 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada, 2012), cet. Ke-6, h.
dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif- inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar- pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan- perusahaan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-
sumbersaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.15
2. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah
Strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad sebagaimana dikutip oleh abdul manan adalah sebagai berikut:16
a. Strategi Pembangunan Fisik (locality or physical development strategy).
1) Pembuatan bank daerah;
2) Pengendalian perencanaan dan pembangunan untuk memperbaiki iklim investasi di daerah;
3) Penataan kota, memperbaiki sarana jalan, pusat-pusat pertokoan, dan pemetaan fisik satu bangun;
4) Penataan tata ruang (zoning) dengan baik;
5) Menyediakan perumahan dan pemukiman yang baik yang akan berpengaruh pada dunia usaha dan menciptakan lapangan kerja;
6) Menyediakan infrastruktur, seperti sarana air bersih, listrik, taman sarana parkir, dan tempat olah raga.
b. Strategi pengembangan dunia usaha (business development strategy).
1) Menciptakan iklim usaha yang baik;
2) Pembuatan informasi terpadu yang dapat masyarakat dan dunia usaha berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan perizinan dan lain-lain;
15 Lincolin Arsyad, Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, (Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta, 2005),h. 108-109.
3) Membangun pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil sebab UKM berperan sangat penting dalam menyerap tenaga kerja dan sumber dorongan memajukan kewirausahaan;
4) Membuat sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dalam produksi dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor dan sikap kooperatif sesama pelaku ekonomi;
5) Membuat lembaga Litbang, ini perlu untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru, dan pencairan pasar baru.
c. Strategi pengembangan sumber daya manusia (human resources development strategy).
1) Pelatihan dengan sistem customized training, pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si pemberi kerja;
2) Menciptakan bank keahlian (skill bank), sebagai bank informasi yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang yang menganggur di daerah tersebut;
3) Menciptakan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga- lembaga pendidikan dan ketrampilan di daerah;
4) Menyediakan lembaga pelatihan bagi penyandang cacat;
d. Strategi pengembangan masyarakat (community based development strategy).
1) Usaha untuk memperdayakan masyarakat tertentu di daerah terutama bagi yang tidak mampu;
2) Tujuannya untuk menciptakan manfaat sosial seperti menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memeuhi kebutuhan hidup atau memperoleh keuntungan dari usahanya;
3) Meningkatkan daya saing ekonomi daerah perlu dikembangkan sentra-sentra ekonomi daerah yang didesain dengan standar internasional.
D. Tinjauan tentang Investasi 1. Peristilahan dan pengertian
Istilah investasi dan penanaman modal merupakan istilah-istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis maupun dalam bahasa perundang- undangan. Istilah investasi populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lebih banyak digunakan dalam bahasa perundang- undangan. Namun pada dasarnya, kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama sehingga kadang-kadang digunakan secara interchangeable.17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), investasi berarti Pertama, penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; Kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam. Sedangkan dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminologi, Investment, penanaman modal, investasi yang berarti
penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud memperoleh keuntungan.
Menurut Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, Pasal 1 angka 1, penanaman modal adalah sebagai segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat di pahami bahwa tidak ada perbedaan yang prinspl antara investasi dengan penanaman modal. Makna dari investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya untuk melakukan usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan keuntungan.18
Penulis akan menggunakan kedua istilah tersebut secara bergantian sesuai dengan konteks istilah apa yang dianggap tepat untuk digunakan.
2. Asas dan Tujuan
a) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas:
1) kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal atau investasi.
2) Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal atau investasi dalam segala bentuknya.
3) Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4) perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dari satu negara asing dan penanaman modal dari negara asing lainnya.
5) Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanaman modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
6) Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal atau investasi dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
7) Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk
menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
8) Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal atau investasi yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
9) Kemandirian, yaitu asas penanaman modal atau investasi yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
10) Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
b) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional 2) Menciptakan lapangan kerja
3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
4) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional 5) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional 6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
7) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekkuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan
8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Kebijakan Dasar Penanaman Modal
a) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
1) Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasinal, dan
2) Mempercepat peningkatan penanaman modal.
b) Dalam menetapkan kebijakan dasar, pemerintah:
1) Memberi perlakuan yang sama bagi penananam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
2) Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan
3) Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.
c) Kebijakan dasar sebagaimana dmaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.
4. Hak, Kewajiban Dan Tanggung Jawab Penanam Modal
a) Dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa setiap penanam modal berhak mendapat:
1) Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
2) Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
3) Hal pelayanan, dan;
4) Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 ditentukan bahwa kewajiban penanam modal adalah:
1) Menerakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
2) Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
3) Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
4) Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal, dan
5) Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Dalam Pasal 16 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 ditentukan bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab:
1) Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
4) Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
5) Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
6) Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Kebijakan Investasi Setelah Otonomi Daerah.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan dalam bidang investasi (penanaman modal). Kebijakan pemerintah yang dirasakan sangat penting yaitu berkaitan dengan pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan, fasilitas dan perizinan pelaksanaan kegiatan investasi (penanaman modal) baik dalam rangka penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi, yang mana sebelumnya kewenangan pemberian persetujuan, pemberian fasilitas, serta perizinan pelaksanaan investasi hanya dapat dikeluarkan oleh Menteri/ Kepala BKPM. Dengan adanya pelimpahan kewenangan tersebut, maka terjadi perubahan pula pada prosedur dan tata cara perizinan investasi didaerah.
Perubahan prosedur dan tata cara perizinan penanaman modal yang mengunakan fasilitas PMA/ PMDN berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 117 Tahun 1999. Dasar pertimbangan dikeluarkannya Keppres ini yaitu dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan perizinan investasi,
untuk itu pemerintah memandang perlu menyempurnakan Keppres tentang Tata Cara Penanaman Modal yang dikeluarkan sebelumnya, yaitu Keppres Nomor 97 Tahun 1993 yang telah diubah sebelumnya dengan Keppres Nomor 115 Tahun 1998. 19
Diera otonomi daerah seperti saat ini, maka yang menjadi ujung tombak masuknya investor adalah pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut maka dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang pro investasi dan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif. Pengalaman dimasa lalu yang juga harus menjadi perhatian adalah bagaimana pemerintah daerah menerbitkan peraturan baik itu peraturan daerah ataupun peraturan bupati yang sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris. Pada penelitian hukum empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan.20
B. Jenis Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari responden melalui penelitian lapangan.Dalam penelitian lapangan, lokasi, responden serta teknik pengambilan sampel dalam penelitian sebagai berikut:
a. Lokasi
Penelitian dilakukan di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sukoharjo
b. Subyek
Subyek penelitian ada dua yaitu:
1) Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sukoharjo
2) Nara Sumber
Nara Sumber dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Pengaduan Data dan Teknologi Informasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sukoharjo.
c. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non- random sampling yaitu tidak memberikan kesempatan yang sama pada setiap populasi untuk dipilih sebagai sampel. Bentuk dari non-random sampling yang dipilih adalah purposive sampling, yaitu menunjuk langsung pada responden yang berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan tinjauan yuridis.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.21
a. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penanaman modal dan pemerintah daerah.
21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada,
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah buku kebijakan publik dan hukum investasi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah kamus bahasa inggris.
C. Instrumen Pengumpul Data
1. Data Primer, menggunakan wawancara.
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk Tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.22
2. Data sekunder, dengan menggunakan metode studi pustaka.
Metode studi pustaka yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang sesuai dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkajinya.
BAB IV
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Dalam Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif A. Gambaran Umum Kondisi Daerah
1. Letak Geografis dan Administrasi
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa tengah, yang merupakan daerah penyangga bagi Kota Surakarta. Secara geografis Kabupaten Sukoharjo terletak pada posisi 110 ° 42' 06.79"-110 ° 57' 33.70" Bujur Timur dan 7 ° 32' 17.00" - 7 ° 49' 32.00" Lintang Selatan.
Batas wilayah Kabupaten Sukoharjo secara detail adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyat b. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
c. Sebelah selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan Kabupaten Wonogiri
d. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
Secara administrasi Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 150 desa dan 17 kelurahan, dengan ibukota yang terletak di Kecamatan Sukoharjo yang berjarak 12 km dari Kota Surakarta.
Tabel 1
Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sukoharjo
No Kecamatan Luas (km²) Presentase (%) Jumlah Desa dan Kelurahan
1 Weru 41,98 9,00 13
2 Bulu 43,86 9,40 13
3 Tawangsasri 39,98 8,57 13
4 Sukoharjo 44,58 9,55 14
5 Nguter 54,88 11,76 16
6 Bendosari 52,99 11,36 14
7 Polokarto 62,18 13,32 17
8 Mojolaban 35,54 7,62 15
9 Grogol 30,00 6,43 14
10 Baki 21,97 4,71 14
11 Gatak 19,47 4,17 14
12 Kartasura 19,23 4,12 12
Jumlah 466,66 100 166
Sumber : Dokumen Kawasan Peruntukan Industri Daerah
Kabupaten Sukoharjo memiliki luas wilayah keseluruhan sebesar 46.666 Ha atau sekitar 1.43% luas wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Kecamatan yang terluas adalah kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kartasura dengan luas 1.923 Ha (4%).
2. Kondisi Topografi
Berdasarkan relief, Kabupaten Sukoharjo dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu daerah datar meliputi Kecamatan Kartasura, Baki, Gatak, Grogol, Sukoharjo dan Mojolaban, sedangkan daerah yang miring meliputi Kecamatan Polokarto, Bendosari, Nguter, Bulu dan Weru.
Tempat tertinggi diatas permukaan air laut adalah Kecamatan Polokarto yaitu 125 m dpl dan yang terendah adalah Kecamatan Grogol yaitu 89 m dpl.
Kelerengan atau kemiringan lahan di Kabupaten Sukoharjo dapat dibendakan menjadi 7 (tujuh) klasifikasi, yaitu:
a. 0-2%, meliputi 74,39 5 dari seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo
b. 2-5%, meliputi 9,16% dari seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berada disebagian Kecamatan Weru, Bulu, Tawangsari, Nguter, Bendosari, dan Polokarto.
c. 5-8%, meliputi 4,88% dari seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berada disebagian Kecamatan weru, Bulu, Tawangsari, Nguter, Bendosari, dan Polokarto.
d. 8-15%, meliputi 6,75% dari seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo, yang berada disebagian Kecamatan Weru, Bulu, Nguter dan Polokarto.
e. 15-25%, meliputi 2,25% dari seluruh wilayah Kabupaten sukoharjo, yang berada disebagian Kecamatan weru, Bulu, dan Tawangsari.
f. 25-40%, meliputi 9,16% dari seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo, yang berada disebagian Kecamatan Bulu.
g. >40%, meliputi 0,80% dari seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo, yang berada disebagian Kecamatan Bulu.
Berdasarkan lereng Kabupaten Sukoharjo keadaan daerah banyak yang terletak pada lereng yang kemiringannya 0-2% sehingga dari kondisi
tersebut daerah rawan longsor. Sedangkan yang lebih dari 40% hanya terdapat di daerah Bulu yaitu di Desa Sanggang.
3. Kondisi Hidrologi
Keadaan hidrologi ditunjukkan oleh keberadaan sungai, mata air, dan waduk yang terdapat di Kabupaten Sukoharjo. Keberadaan sungai di Kabupaten Sukoharjo merupakan bagian dari Daerah Pengembangan Sungai (DPS) Solo Hulu, Samin, dan Dengkeng; yang meliputi Sungai Bengawan Solo, Sungai Dengekeng, Sungai Brambang, Sungai Jlantah, Sungai Ranjing, dan Sungai Walikan.
Penggunaan air bawah tanah (ABT) di Kabupaten Sukoharjo cukup strategis dilihat dari segi pendapatan. Penggunaan air bawah tanah oleh industry ini harus diawasi dan dikendalikan karena penggunaan yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas air. Hal ini disikapi dengan pembatasan debit yang disesuaikan dengan kondisi sumber ABT. Selain itu untuk sumber 5 (lima) sumur dalam luasan tertentu harus dibuat sumur pantau untuk mengetahui tinggi permukaan air bawah tanah.
Air bawah tanah di Kabupaten Sukoharjo telah dimanfaatkan sebagai sumber air minum/ air bersih, irigasi, industry dan keperluan lainnya.
Penggunaan air bawah tanah yang digunakan oleh perusahaan sebesar 6.084.847 m³ diambil dari sumur dalam yang dimiliki oleh perusahaan sendiri. Sedangkan yang dikelola PDAM volume diambil sebesar 2.832.645 m³ per tahun, sebesar 2.592.725 m³ untuk melayani 11.201 rumah tangga dari 209.281 rumah tangga yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Untuk
mengantisipasi rusaknya sumber daya air bawah tanah ini perlu ditata dan dipantau sehingga tidak merusak sumber daya air bawah tanah disekitar lokasi industri. Hal ini sangat diperlukan adanya pemantauan untuk air bersih.
B. Potensi dan Peluang Investasi 1. Industri Jamu
Industri Jamu di Kabupaten Sukoharjo terbesar di Kecamatan Nguter dan Kecamatan Sukoharjo, bahan dasar jamu menggunakan tanaman yang sejak dulu dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, misalnya:
temulawak, temu ireng, jahe, kencur, daun sambiroto, cemplukan, dan tampak darah. Sedangkan merk jamu: gujati, bisma, doro, puspitosari, hatrimau, kresno, dan gatot kaca.
2. Industri Jamur
Salah satu andalan Kabupaten Sukoharjo dalam pengembangan sektor pertanian adalah pengembangan jamur yang dikhususkan di Kecamatan Polokarto di Desa Polokarto, dengan tingkat kebutuhan jamur yang sangat tinggi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yaitu 17.000 ton/ tahun, sedangkan dikampung jamur polkarto dapat menghasilkan produksi log jamur: 900.000 bag log/ tahun, produksi jamur tiram: 1,8 to jamur/ tahun dan produksi jamur kuping basah: 793 Ton jamur/
tahun, dan dapat diserap di pasar lokal adalah 10% sehingga yang belum terserap adalah 90% dari seluruh total produksi.
Masih besarnya kekurangan kebutuhan jamur ini dapat menjadi kendala pengembangan investasi didaerah ini mengingat dalam pengembangan jamur daerah ini masih bersifat tradisional, sehingga masih perlu adanya mesin produksi yang lebih canggih dan modern. Dengan asumsi 1 baglog dapat menghasilkan 10 kg jamur selama 4 bulan produksi maka untuk memenuhi kekurangan hampir 16.500 ton jamur diperlukan baglog sebanyak 1.500.000 baglog. Sedangkan biaya pembuatan 1 baglog adalah Rp. 7.500,-. Naka investasi yang diperlukan sebesar Rp.24.750.000,00.
3. Industri Pertanian Organik
Dengan semakin besar pemahaman masyarakat akan kesehatan maka pemerintah Kabupaten Sukoharjo berperan aktif dengan berupaya mengembangkan pertanian organik di wilayah kecamatan weru. Dan saat ini sudah ada pertanian organis yang sudah bersertifikat dengan luasan lahan sebesar 30 Ha, dengan produksi beras putih sebesar 176 ton/ panen, beras merah sebesar 40 ton/ panen, beras hitam sebesar 24 ton/ panen, pupuk organik padat dan cair serta bakteri pengurai.
Hasil panen ini dikonsumsi sendiri kurang lebih 35 ton, selebihnya di jual ke pasar lokal dan keluar daerah. Sedangkan yang paling dibutuhkan oleh para petani adalah modal, sehingga harga beras menjdi stabil. Investasi Rp. 1.000.000,000,- dengan harga beras organik yang tinggi dan relatif stabil maka keuntungannnya sangat besar.
4. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Batik
Kabupaten Sukoharjo juga dikenal dengan produk batik tradisional, baik tulis maupun cap. Pengrajin batik banyak dijumpai di Polokarto, Mojolaban, dan Kecamatan Tawangsari. Usaha yang masih beroperasi sedikitnya 107 unit, menyerap 360-an tenaga kerja lokal. Produksi batik asal sukoharjo berkembang bersamaan dengan kian meluasnya penggemar busana batik. Motif dan bahan yang digunakan saat ini juga beragam sehingga konsumen memiliki banyak pilihan termasuk dalam hal harga. Batik produksi sukoharjo saat ini tidak hanya dipasarkan di kawasan Solo Raya, melainkan juga sudah menembus pasar di luar daerah, bahkan sebagian diantaranya di ekspor. Keberadaan industri batik, yang sebagian besar berskala kecil menengah tersebut juga mampu menggerakkan roda perekonomian daerah.
5. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Mebel
Pusat industri mebel kayu Kabupaten Sukoharjo terdapat di Desa Telukan Kecamatan Grogol, Desa Wirun kecamatan Mojolaban dan Desa Bulakan kecamatan Sukoharjo.Industri mebel ini mampu menyerap 38.781 orang dan mampu memproduksi mebel kayu 89.599 m³. Dari hasil tersebut 60% diekspor ke manca negara. Peluang investasi dari industri mebel ini adalah berdirinya showroom hasil produksi, berdirinya pabrik bahan baku kayu, penambahan alat-alat pembantu industri mebel dan terminal peti kemas.
6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Rotan
Sentra Industri Rotan terletak di desa Trangsan dan desa Mayang, kecamatan Gatak. Industri ini sebagian besar dikerjakan masih dalam skala home industry, namun mampu menembus pasar inetrnasional karena hasil produksinya sudah diekspor ke berbagai negara diantaranya Inggris, Jerman, Belgia, Taiwan, Belanda, Denmark dan Swiss dengan volume ekspor 910.230 kg dan omset penjualan mencapai US$4.794.958,89. Untuk UMKM rotan ini peluang investasinya adalah berdirinya showroom hasil produksi dan berdirinya pabrik bahan baku alat pembantu industri
7. Industri Gamelan
Ada 15 unit usaha kerajinan gamelan di Kabupaten Sukoharjo yang berpusat di desa Wirun dan Desa Laban Kecamatan Mojolaban. Tenaga kerja yang sudah diserap pada usaha ini sekitar 147 orang dan mampu menghasilkan 58 set gamelan tiap tahunnya. Gamelan yang sudah jadi dipasarkan ke berbagai daerah dan sebagian lagi dipasarkan ke luar negeri.
Untuk industri gamelan ini peluang investasinya adalah berdirinya showroom hasil kerajinan gamelan dan sanggar seni tradisional dengan mengaplikasikan seni modern yang akan diminati wisatawan mancanegara.
8. Tatah Sungging
Kerajinan Tatah Sungging (wayang kulit, kaligrafi) terpusat di desa Madegondo dan desa Telukan, Kecamatan Grogol serta di desa Sonorejo kecamatan Sukoharjo. Terdapat 35 unit usaha kerajinan tatah sungging di Kabupaten Sukoharjo yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 120 orang. Jumlah produksi yang dihasilkan adalah 21.466 buah per tahun. Untuk
kerajinan tatah sungging ini peluang investasinya adalah perusahaan penyamaan kulit dengan proses menggunakan peralatan modern dan galeri dengan paduan seni budaya warisan leluhur.
9. Sektor Perdagangan
Sektor perdagangan di Kabupaten Sukoharjo berkembang cukup pesat, hal ini ditunjang dengan sistem perijinan yang mudah seperti pembuatan SIUP ( Surat Izin Usaha Perdagangan) yaitu surat izin untuk melaksanakan kegiatan usaha perdagangan, dan TDP ( Tanda Daftar Perusahaan) yaitu tanda daftar yang diberikan kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya. Setiap tahun penerbitan SIUP dan TDP mengalami angka kenaikan yang cukup signifikan. Kegiatan ekspor non migas di Kabupaten Sukoharjo juga terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan hal ini ditunjukkan oleh nilai ekspor yang terus naik setiap tahunnya. Peluang investasi untuk sektor perdagangan ini di antaranya pasar swalayan, jasa informasi perdagangan, toko serba ada (toserba), jasa transportasi dan pergudangan.
10. Sektor Perhotelan
Pesatnya arus investasi ke Kabupaten Sukoharjo disamping daya tarik wisata di Sukoharjo dan sekitarnya mendorong pertumbuhan pusat- pusat layanan akomodasi dan perhotelan di Sukoharjo. Letak Sukoharjo yang strategis karena berdekatan dengan Bandara Internasional
Adisumarmo mendorong pesatnya industri perhotelan dan pariwisata di Sukoharjo. Saat ini telah berdiri beberapa hotel berbintang di Kawasan Solo Baru Sukoharo diantaranya Best Western Premier Solo Baru, Hotel Lor-in Syariah, Fave Hotel Solo baru, Grand Soba Hotel dan Hotel Brothers.
11. Pusat Perbelanjaan
Sektor perdagangan di Kabupaten Sukoharjo berkembang cukup pesat, hal ini didorong oleh iklim investasi yang sangat menguntungkan dan dijadikannya Sukoharjo sebagai tujuan utama investasi di Jawa Tengah khususnya Soloraya.Saat ini tercatat telah berdiri 9 Mall/
Supermarket yang ada di Sukoharjo diantaranya The Park Mall, Hartono Lifestyle Mall, Mall Palur, Laris kartasura, Goro Assalam Hypermarket.
Selain itu terdapat Sentra Perdagangan Bisnis yang ternama, antara lain Sentra Niaga Solo Baru dan Hartono Trade Center Solo Baru
12. Zona Industri dan Tenaga Kerja
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang akan masuk dan menanamkan modalnya di Kabupaten Sukoharjo, Maka tahun 2017 Pemerintah Kabupaten Sukoharjo melakukan revisi Perda Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2031, yang semula luas Zona Kawasan Industri hanya 254 Ha, dan Hanya di Kecamatan Nguter di tambah menjadi 1111,52 Ha dan tersebar di 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Nguter, Kecamatan Bendosari dan Kecamatan Polokarto.
Tabel 2
Data Kawasan/ Zona Peruntukan Ketentuan Sesuai Perda
RTRW
Terpakai
Lokasi Kawasan Peruntukan Industri
Luas (Ha)
Luas (Ha)
Nama Proyek/ Perusahaan
Kec. Nguter 584,53 195,8 Desa Kedung Winong 66,34
Desa Plesan 254, 39 103,8 PT. Delta Merlin Dunia Tekstil PT. Dolphin Putra Sejati PT. Rayon Utama Makmur PT. Unggaran Sari Garmen Desa Celep 53, 34
Desa Pengkol 118, 49 1 PT. Rayon Utama Makmur Desa Gupit 91, 96 91 PT. Rayon Utama Makmur PT. Ungaran Sari Garman
Sumber: Buku Profil Investasi dan Peluang Investasi Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008
a. Jumlah angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan
No Kecamatan
Jumlah
SD SMTP SMTA D1/II/III S.1
1 Baki 5.907 10.641 22.742 1.109 1.386
2 Tawangsari 9.170 11.829 12.618 4.416 1.905 3 Grogol 13.287 12.139 27.054 18.051 14.642
4 Nguter 15.437 12.516 7.306 3.102 895
5 Polokarto 20.292 14.472 14.486 1.380 1.247
6 Bulu 612 4.290 6.484 2.926 1.418
7 Mojolaban 6.935 12.291 21.885 3.055 3.558
8 Weru 11.503 12.615 11.271 4.478 2.706
9 Bendosari 5.875 8.880 17.015 5.369 6.042 10 Kartasura 10.445 10.241 10.649 6.647 3.427
11 Gatak 7.435 9.009 9.928 1.588 830
12 Sukoharjo 19.899 14.824 19.491 3.946 5.804 Jumlah 126.797 133.747 180.929 56.067 43.860 Sumber: Buku Profil Investasi dan Peluang Investasi Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2018
b. Jenis pelatihan tenaga kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) BLK Kabupaten Sukoharjo
1) Las Industri 2) Menjahit/ Garmen 3) Instalasi listrik 4) Operator Komputer 5) Otomotif Sepeda Motor 6) Otomotif Kendaraan Ringan 7) Pengolahan Hasil Pertanian/ Boga 8) Teknisi Handphone
c. Jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kabupaten Sukoharjo adalah 157 orang.
C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Dalam Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif.
1. Membangun Gedung Pusat Promosi Potensi Daerah
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo terus berbenah diri melakukan pembangunan infra struktur. Gedung Pusat Promosi Daerah Kabupaten Sukoharjo yang terletak di depan rumah dinas Bupati Sukoharjo yang dulu dikenal Gedung Lowo. Luas tanah keseluruhan kurang lebih 6.517 M² dibangun dua lantai. Lantai pertama akan dipergunakan untuk ruang promosi potensi daerah, sedangkan lantai 2 untuk jajanan kuliner khas Sukoharjo sisanya untuk taman/ ruang publik. Gedung untuk ruang pameran produksi unggulan Sukoharjo. Gedung ini diproyeksikan sebagai pusat pameran dan promosi berbagai potensi daerah. Ada 36 unit toko dilantai 1 dan 28 kios kuliner di lantai 2 yang disiapkan untuk memajang berbagai potensi daerah tersebut. Produk unggulan tersebut diantaranya kerajinan gamelan, gitar, grafir kaca, batik, dan tatah sungging. Juga akan dipamerkan produk makanan khas Sukoharjo, seperti jenang krasikan, kripik belut, gempol pleret, tengkleng dan jamu gendong. Tidak ketinggalan produk unggulan pakaian atau konveksi juga akan di pamerkan seperti jumputan dan batik tradisional.
2. Menetapkan Peraturan Bupati Nomor 38 tahun 2015 Tentang Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015-2025.
Rencana Umum Penanaman Modal Kabupaten (RUPMK) adalah dokumen perencanaan penanaman modal di tingkat kabupaten yang berlaku
pada tahun 2015-2015. Asas dan tujuan dalam peraturan daerah ini mengacu pada Pasal 2 peraturan daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 tahun 2011 tentang Penanaman Modal di Kabupaten sukoharjo. Adapun asas-asas yang digunakan dalam penyusunan rencana umum penanamam modal di daerah adalah:
a. Kepastian hukum b. Keterbukaan c. Akuntabilitas
d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanam modal;
e. Kebersamaan;
f. Efisiensi berkeadilan;
g. Berkelanjutan;
h. Berwawasan lingkungan;
i. Kemandirian;dan
j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi daerah.
Tujuan penyusunan Rencana Umum Penanamam Modal Kabupaten Sukoharjo mendasarkan pada tujuan penyelenggaraan penanaman modal sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Sukoharjo. Adapun tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal di Kabupaten Sukoharjo adalah:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah;
b. Menciptakan lapangan kerja;
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha daerah;
e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi daerah;
f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Visi Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo sampai dengan tahun 2025 adalah “Terwujudnya Sukoharjo Sebagai Tujuan investasi Modern”.
Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan 3 (tiga) misi, yaitu merencanakan dan mengembangkan kegiatan penanaman modal di daerah, meningkatkan profesionalisme aparat di bidang penanaman modal dan melakukan promosi potensi dan peluang investasi daerah.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, dirumuskan arah kebijakan penanaman modal, yang meliputi 7 (tujuh) elemen utama, yaitu:
a. Peningkatan Iklim Penanaman Modal;
b. Persebaran Penanaman Modal;
c. Fokus Pengembangan Pangan, Infrastruktur, dan Energi;
d. Penanaman Modal yang Berwawasan Lingkungan (Green Investment);
e. Pemberdayaan Usaha Mikro, Menengah, dan koperasi (UMKMK);
f. Pemberian Kemudahaan dan Insentif Penanaman modal; dan
g. Promosi dan Kerjasama Penanaman Modal.
Arah Kebijakan Penanaman Modal Daerah diselenggarakan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal. Adapun arah kebijakan penanaman modal di Kabupaten Sukoharjo:
a. Peningkatan Iklim Penanaman Modal.
b. Persebaran Penanaman Modal
c. Fokus Pengembangan Pangan, Infrastruktur, dan Energi
d. Penanaman Modal yang Berwawasan lingkungan (Green Investment) e. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan koperasi (UMKMK) f. Penerapan Standar Pelayanan prima dalam pelayanan penanaman modal
yang didukung dengan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional.
g. Pemberian Kemudahan dan/ atau Insentif Penanaman Modal.
h. Promosi dan Kerjasama Penanaman Modal
Tahapan pelaksanaan Rencana umum Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo disusun berdasarkan pada Peraturan gubernur Jawa tengah Nomor 51 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Jawa tengah Tahun 2012-2025. Tahapan tersebut dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu:
a. Tahap I (2015-2016): Pengembangan penanaman modal yang relatif mudah dan cepat menghasilkan.
b. Tahap II (2017-2021): Percepatan Pembangunan infrastruktur.
c. Tahap III (2022-2025): Pengembangan Industri Skala Besar
d. Tahap IV : Pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge- based economy).
Pada kurun waktu tahun 2025 tingkat kesejahteraan penduduk di Kabupaten Sukoharjo diperkirakan sudah meningkat jauh lebih tinggi dari kondisi tahun 2015. Tahun 2025 pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sukoharjo diperkirakan sudah meningkat 2,3 (dua koma tiga) kali dibanding pendapatan per kapita tahun 2015. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sukoharjo diharapkan mencapai 9,2 (sembilan koma dua) juta rupiah pada tahun 2025. Peningkatan pendapatan tersebut dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas.
Untuk mencapai proyeksi tersebut di atas, dibutuhkan penanaman modal langsung (direct investment) baik penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah berupa belanja modal maupun penyertaan modal dan penanaman modal yang dilakukan oleh swasta, baik penanaman modal swasta asing melalui Penanaman Modal Asing (PMA), penanaman modal swasta domestik melalui Penanaman Dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal swasta domestik yang tidak tercacat yang sebagian besar dilakukan oleh UMKM diberbagai sektor.
Penanaman modal pemerintah diperlukan untuk menyediakan berbagai fasilitas publik berupa infrastruktur dan sarana publik dalam rangka menyediakan pelayanan publik yang semakin baik dan persediaan eksternalitas guna mendorong dan mengakselerasi penanaman modal oleh
swasta, sehingga tercipta iklim usaha yang semakin kondusif. Kebutuhan penanaman modal swasta diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin besar dan untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan yang semakin luas pada berbagai sektor ekonomi secara berkesinambungan. Selain itu, melalui kemitraan pemerintah dan swasta (Public Private Partnership) juga memungkinkan adanya kerjasama penanaman modal pemerintah dan swasta untuk proyek berskala besar.
Untuk mencapai keadaan perekonomian Kabupaten Sukoharjo sebagaimana diinginkan pada tahun 2025, diperlukan penanaman modal yang bukan hanya jumlah dan porsinya yang harus meningkat, akan tetapi jua semakin meluas ke berbagai sektor dan kualitas iklim penanaman modal yang semakin baik. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi ekonomi tahun 2015-2025 kisaran 4,76% (empat koma tujuh enam persen) hingga 5,25%
(lima koma dua lima persen), maka kebutuhan penanaman modal Kabupaten Sukoharjo tahun 2015-20125 sebesar 60,763 (enam puluh koma tujuh enam tiga) triliun rupiah, Penanaman modal diharapkan tumbuh dengan rata-rata sebesar 5,3 (lima koma tiga persen) per tahun, sehingga penanaman modal pada tahun 2025 mencapai porsi yang cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Sukoharjo.
Baik penanaman modal pemerintah maupun penanaman modal swasta (PMA dan PMDN) dan swasta lainnya diarahkan sesuai dengan peran masing-masing dalam pembangunan ekonomi Kabupaten Sukoharjo, sehingga pada akhir periode Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) , peran pemerintah diharapkan mencapai 7% (tujuh persen) dan peran swasta mencapai 93% (sembilan puluh tiga persen).
Untuk mendorong tumbuhnya perekonomian sehingga mencapai tingkat yang diharapkan, pemerintah mengambil peran terutama dalam bentuk penanaman modal publik yang diharapkan akan mampu mengakselerasi peran swasta yang semakin besar dengan menyediakan infrastruktur dan/ atau sarana lain yang mendukung tercapainya pelayanan yang semakin optimal dan efisien serta mendukung perekonomian yang semakin meningkat. Peran penanaman modal swasta diharapkan semakin meningkat. PMA dan PMDN diharapkan tumbuh dengan rata-rata sebesar 5,3% (lima koma tiga persen).
Selanjutnya, kebutuhan indikatif penanaman modal Kabupaten Sukoharjo semenjak tahun 2015 sebesar 3.492.990.601.673 sedangkan tahun 2016 sebesar 3.727.020.971.985, dengan mendasarkan kebutuan indikatif 2 (dua) tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015 dan 2016 tersebut, maka kebutuhan indikatif penanaman modal untuk tahun 2015 sampai dengan tahun 2025 dirinci ke dalam tabel sebagai berikut:
Tabel
Kebutuan Indikatif Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015 - 2025
Tahapan Tahun Kebutuhan Indikatif Penanaman Modal
Tahap 1 2015 3.492.990.601
2016 3.727.020.971.985
Tahap II
2017 3.976.731.377.108
2018 4.243.172.379.374
2019 4.527.464.928.792
2020 4.830.805.079.021
2021 5.154.469.019.316
Tahap III
2022 5.499.818.443.610
2023 5.868.306.279.332
2024 6.261.482.800.047
2024 6.681.002.147.650
3. Menetapkan Peraturan Bupati Sukoharjo Nomor 2 tahun 2017 Tentang Standar Pelayanan Pada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sukoharjo.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut Dinas PM dan PTSP adalah satuan kerja perangkat daerah di bidang pelayanan masyarakat termasuk pelayanan perizinan, nonperizinan dan penanaman modal. Dalam peraturan bupati ini yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Sedangkan yang dimaksud dengan prosedur pelayanan adalah kemudahan tahapan pelayanan yangdiberikan kepada masyarakat dilihat dari
sisi kesederhanaan alur pelayanan. Selanjutnya yang dimaksud dengan persyaratan pelayanan adalah persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
Maksud ditetapkannya Peraturan Bupati ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai penyelenggara dalam pelayanan publik. Sedangkan tujuan penyusunan peraturan bupati ini adalah untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan kemampuan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan terpadu Satu Pintu sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Dalam Pasal 3 diatur bahwa ruang lingkup peraturan bupati ini meliputi semua perizinan dan non perizinan yang didelegasikan kepada Kepala dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Jenis pelayanan yang yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
b. Izin Gangguan;
c. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
d. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
e. Izin Usaha Industri (IUI);
f. Tanda Daftar Gudang (TDG);
g. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), meliputi:
1) Daya tarik wisata;
2) Kawasan pariwisata;
3) Jasa transportasi wisata;
4) Jasa perjalanan wisata;
5) Jasa makanan dan minuman;
6) Penyediaan akomodasi;
7) Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8) Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran
9) Jasa informasi pariwisata;
10) Jasa konsultan pariwisata;
11) Jasa pariwisata;
12) Wisata tirta;
13) Solus per aqua.
h. Izin Usaha Jasa Kontruksi (IUJK);
i. Izin Reklame;
j. Izin Usaha Angkutan;
k. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUPPT);
l. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP);
m. Izin Usaha Toko Modern (IUTM);
n. Izin Prinsip Penanaman Modal;
o. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;
p. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
q. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal;
r. Izin Usaha Penanaman Modal;
s. Izin Usaha Perluasan Penanaman Modal;
t. Izin Usaha Perubahan Penanaman Modal;dan
u. Izin Usaha penggabungan Perusahaan Penanaman Modal.
Sedangkan yang dimaksud pelayanan non perizinan dalam peraturan bupati ini adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan izin pra penelitian/ survei pendahuluan;
b. Pelayanan izin .penelitian/ survei/ uji validitas;
c. Pelayanan izin Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau magang;
d. Pelayanan izin Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Dalam Pasal 4 peraturan bupati ini diatur terkait dengan komponen standar pelayanan yang terdiri atas:
a. Standar pelayanan terkait dengan proses penyampaian pelayanan (service delivery); dan
b. Standar pelayanan terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing).
Standar pelayanan terkait dengan proses penyampaian pelayanan (service delivery) sebagaimana dimaksud pada huruf a diatas meliputi:
a. Persyaratan;
b. Sistem, mekanisme, dan prosedur;
c. Jangka waktu pelayanan;
d. Biaya/ tarif;
e. Produk pelyanan; dan
f. Penanganan pengaduan, saran dan masukan.
Standar pelayanan terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing) sebagaimana dimaksud pada huruf b meliputi:
a. Dasar hukum;
b. Sarana dan prasarana, dan / atau fasilitas;
c. Kompetensi pelaksana;
d. Pengawasan internal;
e. Jumlah pelaksana;
f. Jaminan pelayanan;
g. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan; dan h. Evaluasi kinerja pelaksana.
Dalam peraturan bupati ini dalam Pasal 5 juga diatur mengenai maklumat pelayanan. Sebelum menerapkan standar pelayanan, dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu wajib menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan. Maklumat pelayanan berisi hal-jal sebagai berikut:
a. Pernyataan janji dan kesanggupan untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
b. Pernyataan memberikan pelayanan sesuai dengan kewajiban dan akan melakukan perbaikan secara terus menerus; dan
c. Pernyataan kesediaan untuk menerima sanksi, dan/ atau memberikan kompensasi apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar.