• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena anak jalanan bukan lagi menjadi fenomena yang baru. Fenomena anak jalanan telah banyak didiskusikan entah itu oleh pemerintah, komunitas, maupun kelompok masyarakat. Namun seringkali pemerintah yang seharusnya mengurusi warganya tidak sanggup menyelesaikan fenomena anak jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” sepertinya tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan konsisten.

Anak Indonesia adalah potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa dan negara. Namun kenyataannya pembangunan sumber daya manusia khususnya terhadap anak dirasakan masih sangat rendah dan kurang mendapat perhatian. Hal ini terbukti dari semakin maraknya permasalahan yang ditemukan mengenai anak-anak seperti kurangnya perhatian akan pendidikan dan kesehatan, meningkatnya kasus kekerasan, diskriminasi, pekerja anak, anak jalanan dan lain-lain dimana dalam kondisi seperti ini anak-anak dijadikan sebagai „korban‟.

Kondisi seperti ini memicu untuk timbulnya fenomena anak-anak jalanan di berbagai daerah termasuk di Yogyakarta. Banyak kebijakan yang menertibkan anak jalanan setelah mereka muncul atau turun ke jalanan bukan membuat

(2)

2

kebijakan yang seharusnya mencegah mereka turun ke jalanan. Hal-hal seperti ini perlu ditekankan untuk mengurangi volume anak yang turun ke jalanan. Keberadaan anak jalanan selalu dihubung-hubungkan dengan hal negatif seperti membuat kumuh, berandalan, dan lain-lain. Seringkali masyarakat menganggap anak yang berpakaian kumuh, terlihat gembel dan kotor atau anak-anak yang mengamen dan berjualan di jalanan dan tempat umum merupakan „sampah‟

masyarakat1. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri setidaknya terdapat

312 anak jalanan yang tersebar pada empat Kecamatan dan satu wilayah Kota.

Tabel 1.1

Data Anak Jalanan Provinsi DI Yogyakarta

No KABUPATEN

ANAK JALANAN

LAKI- LAKI PEREMPUAN

1 KULONPROGO 54 22 2 BANTUL 46 32 3 GUNUNGKIDUL 51 3 4 SLEMAN 13 6 5 KOTA YOGYAKARTA 58 27 Jumlah 222 90 312

Sumber Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, Tahun 2011, Tahun 2011

Fenomena di atas memaksa Pemerintah berpikir untuk mengatasi masalah anak jalanan. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dimana kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan angka anak jalanan yang ada. Pada tahun

(3)

3

1995/1996, Departemen Sosial bekerjasama dengan UNDP melakukan profil terhadap anak jalanan di Kota Jakarta dan Surabaya. Hasil dari profil tersebut adalah adanya 3 model uji coba penanganan anak jalanan, yaitu open house, mobil unit (mobil keliling/mobil sahabat anak), dan boarding house (panti persinggahan). Ketiga model tersebut diuji coba di tujuh kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, DI Yogyakarta, Semarang, Medan, dan Ujung Pandang selama tiga tahun. Namun cara dengan rumah singgah ini masih belum dianggap efektif karena justru cenderung „memberdayakan‟ anak jalanan.

Dalam rangka memberikan pelayanan kesejahteraan sosial khususnya terhadap anak jalanan maka diperlukan kerja sama antara Pemerintah, masyarakat, Organisasi Sosial, Organisasi Masyrakat, dan LSM yang kegiatannya berkaitan erat dengan dengan pengelolaan penyandang masalah kesejahteraan khususnya anak jalanan agar terbentuk kesatuan gerak dan langkah dalam melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial.

Sejauh ini kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah banyak yang bersifat top down dimana Pemerintah langsung menerapkan sebuah kebijakan tanpa tahu bagaimana sebenarnya kondisi yang ada di lapangan. Itu yang menjadi sebab banyaknya kebijakan Pemerintah yang tidak mampu mengatasi masalah sosial yang ada. Banyak dari kebijakan Pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pemerintah hendaknya bisa mendengarkan keluhan masyarakat dan menjadikan itu semua sebagai bahan pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan. Pada saat ini peran Pemerintah dalam mengatasi

(4)

4

masalah sosial yang terjadi, kasus anak jalanan, tidaklah cukup. Pemerintah merasa kewalahan dalam hal ini. Untuk itu diperlukan kerjasama antara Pemerintah dengan pihak lain dalam menyelesaikan masalah sosial.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidaklah cukup bila tidak mendapat dukungan dari pihak lain, dalam hal ini adalah masyarakat. Masyarakat sebagai kumpulan massa yang besar memiliki kekuatan yang besar dalam membantu Pemerintah dalam menyelesaikan masalah sosial. Kesepahaman pandangan antara masyarakat dan Pemerintah bahwa anak jalanan perlu ditangani menjadi modal bagi Pemerintah untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat. Masyarakat dan Pemerintah dapat berbagai peran dan fungsi dalam menangani anak jalanan yang ada.

Dan berkaca dari kebijakan-kebijakan sebelumnya maka Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta selalu berinovasi dalam kebijakan mereka. Program pengentasan anak jalanan yang paling terbaru yang dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta adalah Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat. Program ini awalnya merupakan sebuah konsep dari Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta dalam menangani anak jalanan. Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 75 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Dan Tata Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Yogyakarta maka mereka merancang konsep ini. Konsep ini merupakan gagasan dari Seksi Rehabilitasi Masalah Sosial Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta.

(5)

5

Program yang melibatkan masyarakat ini dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta karena mereka tidak bisa melakukan penanganan anak jalanan sendiri, mereka membutuhkan aktor-aktor lain di dalam program ini. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Dinas Sosnakertrans menginspirasi mereka untuk lebih melibatkan masyarakat dalam penanganan anak jalanan. Di Kota Yogyakarta sendiri ada kelompok dari masyarakat FK-PSM yang bertugas untuk melakukan pendekatan terhadap anak jalanan. Kelompok FK-PSM ini bekerja bedasarkan Keputusan Kepala Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Mereka mendapat memiliki rincian tugas seperti yang tercantum pada Perwal Yogyakarta Nomor 75 tahun 2008 tersebut dalam Pasal 10. Kelompok ini tersebar di setiap Kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta. Kelompok ini merupakan mitra dari Dinas Sosnakertrans dalam Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat. Awalnya kelompok FK-PSM ini bekerja hanya di tingkat Kelurahan saja. Namun dengan diimplementasikannya Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat maka Dinas Sosnakertrans meminta FK-PSM untuk bekerja pada tingkat Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta. Dinas Sosnakertrans „menantang‟ FK-PSM untuk menciptakan setiap Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta menjadi nyaman dan bersih dari Penyandang Masalah Sosial seperti

anak jalanan.2

Peran aktif masyarakat dalam penanganan anak jalan menjadi tujuan dari program ini. Namun timbul masalah apakah masyarakat mau ambil bagian dalam penanganan anak jalanan yang selama ini mereka anggap sebagai trouble maker di

(6)

6

daerah mereka. Masyarakat terlanjur memberikan penilaian yang negatif terhadap anak jalanan. Dan juga pendapat dari anak jalanan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun sebuah program. Anak jalanan dan kelompok sasaran lainnya hendaknya diikutsertakan dalam perumusan masalah sehingga dalam mencari solusi tidak merugikan salah satu pihak.

Anak jalanan, masyarakat, dan pemerintah merupakan aktor yang mempunyai peranan penting di dalam program ini. Mereka adalah aktor yang saling berhadapan langsung di lapangan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran anak jalanan yang selama ini dianggap sebagai masalah oleh aktor lainnya akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dalam program ini. Aktor-aktor ini akan saling berinteraksi di dalam program tersebut karena hanya dengan interaksi dari ketiga aktor ini lah tujuan dari implementasi program dapat dicapai.

Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat ini bersifat bottom-up karena dalam pelaksanaan program ini berasal dari level bawah yaitu masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa program ini merupakan sebuah konsep dari Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Ini menjadi hanya sebuah konsep karena pada awal pelaksanaannya pada tahun 2009 Kota Yogyakarta belum memiliki Perda Penanganan Anak Jalanan sehingga Dinas Sosnakertrans tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi anak jalanan. Yang berikutnya yang menjelaskan bahwa program ini bersifat bottom-up adalah saat ini pemerintah melibatkan FK-PSM yang berkerja menangani anak jalanan. Sekarang mereka berkerja sama dengan Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta

(7)

7

dalam menangani anak jalanan. Mereka selama ini dianggap memiliki informasi mengenai anak jalanan dan kebutuhannya bila dibandingkan dengan Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Untuk itu semua konsep kerja dari program penanganan anak jalanan ini merupakan konsensus dari FK-PSM dengan

pemerintah.3

Menarik untuk diteliti mengingat setiap aktor dalam memiliki kepentingan tersendiri di dalam pelaksanaan program penangan anak jalanan ini. Anak jalanan memiliki kepentingan agar dimana mereka bisa mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak jalanan karena banyak dari mereka, anak jalanan, belum mendapatkan hak mereka sebagai anak seperti kehidupan yang layak, kesehatan,

pendidikan, dan lain-lain.4

Pemerintah sendiri juga memiliki kepentingan dalam penanganan anak jalanan. Mereka berusaha untuk menciptakan suasana Kota Yogyakarta yang bebas dari anak jalanan. Mereka berusaha untuk mengurangi jumlah anak jalanan yang ada agar Kota Yogyakarta bebas dari anak jalanan dan menjadikan Kota Yogyakarta nyaman bagi para wisatawan yang ada. Mereka juga berusaha agar anak-anak yang berada di Kota Yogyakarta mendapatkan hak mereka sebagai

anak.5

Sedangkan untuk masyarakat sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh FK-PSM memiliki kepentingan agar anak-anak yang berada di jalanan mendapatkan

3

Wawancara dengan Nurmaniati, Staf Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, 16 Februari 2013 4 Wawancara dengan Ir. Mohammad Wahban pimpinan Rumah Singgah Anak Mandiri, 21 Maret 2013

(8)

8

hak mereka sebagai anak. Mereka memperjuangkan hak-hak yang seharusnya di dapat oleh anak. Mereka juga berusaha untuk menciptakan kondisi dimana anak jalanan itu bukan sebagai masalah sosial namun sebagai korban dari kegagalan

pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan anak.6

Kepentingan-kepentingan tersebut akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dalam program tersebut. Menjadi menarik untuk diteliti bagaimana kepentingan-kepentingan tersebut mempengaruhi interaksi yang terjadi. Akan dilihat apakah kepentingan-kepentingan tersebut dapat disatukan sehingga interaksi mereka dapat menunjang keberhasilan program atau justru malah sebaliknya yaitu kepentingan yang ada justru menghambat tujuan dari program penanganan anak jalanan tersebut berbasis masyarakat tersebut.

Dalam penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Menurut data Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta angka anak jalan di Kecamatan Umbulharjo paling tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kota Yogyakarta. Di Kecamatan Umbulharjo ini juga dilaksanakan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta, melihat tingginya angka anak jalanan di Kecamatan Umbulharjo ini maka diharapkan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat berhasil dilaksanakan di daerah ini untuk mengurangi anak jalanan yang ada.

(9)

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, bisa didapatkan rumusan masalah dari penelitian ini. Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut “Bagaimana interaksi antara Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, FK-PSM, dan anak jalanan di dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat yang dilakukan di Kecamatan Umbulharjo?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana interaksi yang terjadi antara aktor-aktor di dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana aktor-aktor tersebut bekerja sama di dalam sebuah kerangka kerja sama dalam mencapai tujuan dari program tersebut. Interaksi antar aktor dalam Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta akan melihat peran dan tanggung jawab yang dilakukan oleh setiap aktor di dalam implementasi program dan juga akan menjelaskan bagaimana hasil dari implementasi program ini.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam bagi peneliti mengenai pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat melalui Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta

(10)

10 2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini bermanfaat dan memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat sehingga masyarakat lebih paham bagaimana seharusnya menangani anak jalanan yang berada di daerah mereka

3. Bagi Pemerintah

Manfaat yang diberikan dari penelitian ini bagi pemerintah ialah sebagai acuan evaluasi terhadap realita yang ada di lapangan dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Pada tujuan Banjarmasin, selisih biaya perjalanan antara pesawat dari Malang dan pesawat dari Surabaya di bawah angka Rp 190.000, selisih ketepatan jadwal dibawah 57

.HSHPLOLNDQ PDQDMHPHQ ULVLNR SHUXVDKDDQ PHQHPSDWL SHULQJNDW NHWLJD GDODP WLQJNDW LPSOHPHQWDVL (50 +DO LQL PHQXQMXNNDQ EDKZD SDUD SHPLPSLQ SHUXVDKDDQ WXUXW PHQJDPELO EDJLDQ

Luas CA Situ Patengan yang hanya 21,18 ha dan letaknya yang berbatasan dengan kawasan perkebunan dan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, dapat menjadi ancaman bagi

Hipotesis tindakan, penelitian ini diren- canakan terbagi ke dalam tiga siklus, setiap siklus dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan ( planning), tindakan (acting), pengamatan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak

Penelitian tentang modifikasi bentonit dari Kuala Dewa, Aceh Utara menjadi bentonit terpilar alumina dan uji aktivitasnya pada reaksi dehidrasi etanol, 1-propanol dan 2-propanol telah

Individu-individu yang terpilih sebagai individu-individu elit akan dipastikan masuk ke dalam populasi pada generasi berikutnya sedangkan individu-individu lain di dalam

sangat memadai untuk dijadikan sumber belajar untuk mendukung proses dan pencapaian tujuan pembelajaran tentang konsep dasar lingkungan dan pelestariannya. Strategi