• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR HESRI ELPRIYANTI GINTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR HESRI ELPRIYANTI GINTING"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BANYAKNYA KLORIN DIOKSIDA (ClO

2

) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH

BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE DI PT.TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

HESRI ELPRIYANTI GINTING 142401089

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

PENGARUH BANYAKNYA KLORIN DIOKSIDA (ClO

2

) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH

BLENDING KE PROSES BLEACHING D0 STAGE DI PT.TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

HESRI ELPRIYANTI GINTING 142401089

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Banyaknya Klorin Dioksida (ClO2) Terhadap Penurunan Bilangan Kappa Dari Proses Unbleach Blending Ke Proses Bleaching D0 Stage Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Hesri Elpriyanti Ginting

NIM : 142401089

Program Studi : Diploma (D3) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2017

Disetujui Oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing,

FMIPA USU

Dr. Minto Supeno, MS Dr. Mimpin Ginting, MS

NIP. 196105091987031002 NIP. 195510131986011001

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si NIP. 197404051999032001

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH BANYAKNYA KLORIN DIOKSIDA (ClO2) TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES

BLEACHING D0 STAGE DI PT. TOBAPULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masingdisebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2017

Hesri Elpriyanti Ginting 142401089

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Adapun penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat dalam mengikuti ujian akhir Diploma (D3) Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Tugas akhir ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea dengan judul “Pengaruh Banyaknya Klorin Dioksida (ClO2) Terhadap Penurunan Bilangan Kappa Dari Proses Unbleach Blending Ke Proses Bleaching D0 Stage Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea”.

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Arlodis Nainggolan selaku pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan sumbangan pikiran, tenaga dan waktu kepada penulis sewaktu penulis melakukan praktek kerja lapangan.

6. Bapak I Putu Gede Wijaya, S.Hut sebagai pimpinan Center Of Excellence Department Head di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi selama melakukan praktek kerja lapangan.

7. Keluarga besar laboratorium PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea yang membimbing penulis selama mengikuti praktek kerja lapangan, terkhusus kepada Bapak Saut Siregar, Ibu Tetty Siahaan, Bapak Bantu Nadeak, Ibu Pesta, Bapak Fendi, Bang Pendri, Ibu Nelvi, Bapak Thomas beserta seluruh karyawan di laboratorium.

8. Teristimewa untuk Ayahanda J. Ginting dan Ibunda S. Br Tarigan, dan Adik-adik yang penulis cintai yaitu Rido Atansa Ginting dan Helpika Citra Mayanti Br Ginting, keluarga besar Ginting dan Tarigan yang penulis sayangi yang selalu ada dalam suka dan duka dan yang selalu memberikan penulis motivasi, semangat serta dukungan moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

9. Lorenza, Tio Friska, Tio Devi, Eka Putri,Natalia, Heni, Putri dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberi semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Rekan Praktek Kerja Lapangan yaitu Nova Astria, Jani Fitalani dan Monika Apriani yang turut membantu penulis selama Praktek Kerja Lapangan.

(6)

11. Teman seperjuangan Adinda Faridah, Diah Putri, Jani Fitalani, Khairunnisa, Monika Apriani, Nova Astria, Wardatun Jamilah dan seluruh mahasiswa kelas B yang turut membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Segala bentuk masukan yang diberikan akan diterima penulis dengan senang hati dan penuh ucapan terima kasih. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi penulis.

Medan, Juli 2017 Penulis,

Hesri Elpriyanti Ginting

(7)

PENGARUH BANYAKNYA KLORIN DIOKSIDA (ClO2)TERHADAP PENURUNAN BILANGAN KAPPA DARI PROSES UNBLEACH BLENDING KE PROSES

BLEACHINGD0 STAGEDIPT.TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA

ABSTRAK

Bilangan kappa merupakan salah satu parameter kualitas dalam industri pulp yang dapat digunakan untuk mengukur derajat delignifikasi pulp tersebut pada proses pemutihan. Dalam karya ilmiah ini dilakukan pengujian terhadap pengaruh banyaknya klorin dioksida terhadap penurunan bilangan kappa dari proses unbleach blending ke prosesbleaching D0 stage di PT.

Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea. Analisis bilangan kappa dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri mengikuti reaksi oksidasi-reduksi secara iodometri. Dengan membuat variasi jumlah klorin dioksida yakni 0,10%, 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% pada tahap I proses pemutihan diperoleh nilai bilangan kappa berturut-turut sebesar 4,98, 4,87, 4,68, 4,40 dan 4,08. Dari hasil analisis ini memberikan informasi bahwa semakin besar jumlah klorin dioksida yang digunakan pada proses pemutihan maka nilai bilangan kappa semakin kecil.

(8)

THE INFLUENCE OF THE AMOUNT OF CHLORINE DIOXIDE (ClO2) TO DECREASE OF KAPPA NUMBER OF UNBLEACH BLENDING PROCESS TO

BLEACHING D0 STAGEIN PT.TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

ABSTRACT

Kappa number is one of the quality parameters in the pulp industry that can be used to measure the degree of pulp delignification in the bleaching process. In this scientific work done testing on the influence of the amount of chlorine dioxide to decrease kappa number of unbleach blending process to bleaching D0 stage in PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea. The kappa number analysis was performed using titrimetric method following the iodometric oxidation-reduction reaction.

By varying the amount of chlorine dioxide that is 0,10%, 0,15%, 0,20%, 0,25% and 0,30% in stage I bleaching process obtained by value of kappa numbers respectively 4,98, 4,87, 4,68, 4,40 and 4,08. From the results of this analysis gives information that the greater the amount of chlorine dioxide used in the bleaching process then the value of kappa numbers getting smaller.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Bahan Baku Pembuatan Pulp 4

2.2. Kandungan Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Kayu 5

2.2.1. Selulosa 5

2.2.2. Hemiselulosa 5

2.2.3. Lignin 6

2.2.4. Ekstraktif 7

2.3. Pembuatan Pulp 8

2.3.1. Proses Pemutihan Pembuatan Pulp (Bleaching Plant) 10 2.3.2. Bahan Kimia Pada Proses Pemutihan Pulp 10

2.3.3. Tahapan Proses Pemutihan Pulp 11

2.4. Bilangan Kappa (Kappa Number) 13

2.5. Analisis Titrimetri 14

2.5.1. Proses Oksidasi-Reduksi 15

2.5.2. Titrasi Permanganometri 16

BAB 3. METODOLOGI 19

3.1. Alat dan Bahan 19

3.1.1. Alat 19

3.1.2. Bahan 20

3.2. Waktu Pengambilan Sampel 20

3.3. Prosedur Kerja 20

3.3.1. Cara Pembuatan Reagen Yang Digunakan Dalam Titrasi 20

(10)

3.3.2. Preparasi Sampel (Pulp) 24

3.3.3. Pemutihan Pulp (Bleaching) 26

3.3.4. Penentuan Bilangan Kappa 26

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1. Hasil 28

4.2. Perhitungan 28

4.2.1. Penentuan Bilangan Kappa 28

4.3. Pembahasan 30

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 32

5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 32

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Data Analisis Bilangan Kappa 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Halaman

1 Faktor Koreksi Untuk Pemakaian KMnO4 35

2 Grafik AnalisisBilangan Kappa 36

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Perkembangan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi dengan titik berat industri yang maju.

Dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang dan canggih, maka kebutuhan akan sandang dan kertas semakin bertambah. Indonesia dengan kekayaan hutan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis kayu, memiliki potensi yang sangat cerah untuk mendirikan industri yang mendukung kemajuan teknologi, yakni industri pulp dan kertas.

Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi ia juga dapat diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti rayon dan selofan. Dimana komponen penyusun utama pulp adalah selulosa, sedangkan komponen penyusun lainnyayang saling berkaitan dengan selulosa adalah hemiselulosa. Disamping selulosa dan hemiselulosa terdapat senyawa kimia yang lebih kompleks yaitu lignin yang dapat berfungsi sebagai perekat antar kelompok selulosa dan senyawa kimia bermolekul rendah yang dapat larut dalam air atau pelarut organik, selain itu dalam kayu juga terdapat zat anorganik (mineral) dalam jumlah yang kecil (Fengel dan Wegener, 1995).

Pulp sebagai bahan baku kertas dan tekstil dapat dibuat dari semua jenis kayu, baik itu kayu berserat pendek (hardwood), maupun kayu berserat panjang (softwood). Tujuan utama pembuatan pulp adalah untuk melepaskan serat-serat lignin yang dapat dilakukan secara kimia atau mekanik atau dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut. Secara umum, proses pembuatan pulp dilakukan dengan tiga cara, yaitu: proses mekanis, proses semikimia, dan proses

(14)

kimia (kraft).Pada pembuatan kertas untuk maksud tertentu seperti kertas cetak, lignin perlu dipisahkan dari pulp melalui proses pemutihan.

Di Indonesia, proses pemutihan pulp sekarang ini masih menggunakan senyawa klor sebagai bahan pemutih. Penggunaan senyawa klor ini ternyata dapat menimbulkan masalah besar dalam pengolahan limbah pulp, karena terbentuknya senyawa organik terklorinasi seperti kloroform yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Pulp sulfat yang belum putih berwarna cokelat, karena adanya senyawa lignin dan turunannya dalam pulp tersebut. Walaupun sebagian lignin telah dihilangkan selama proses pemasakan dan pencucian. Lignin yang masih tersisa dalam pulp dapat mengakibatkan kenaikan koefisien absorpsi pulp dan menyebabkan warna pada pulp tersebut. Pemutihan pulp sulfatdapat dilakukan dengan cara penghilangan sisa lignin tersebut.

Karena pemutihan pulp sulfat pada dasarnya penghilangan sisa lignin maka harus ada hubungan antar lignin dalam pulp belum putih dengan jumlah bahan pemutih yang diperlukan untuk proses pengelantangan. Oksidasi sisa lignin di dalam pulp dengan menggunakan KMnO4

merupakan cara untuk menentukan kemampuannya untuk diputihkan (bleachability) atau derajat delignifikasi pulp kimia. Dengan demikian, penentuan kadar lignin menjadi sangat praktis dan waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat.

Bilangan kappa adalah pengujian untuk mengetahui tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya untuk diputihkan. Bilangan kappa merupakan kunci sukses dalam mengoptimalkan proses pembuatan pulp. Informasi bilangan kappa ini sangat berguna untuk mengontrol parameter selama proses pemasakan berlangsung seperti : waktu dan temperatur, rasio larutan pemasak dan kayu, jumlah konsumsi larutan pemasak, kadar air kayu, efisiensi pencucian, temperatur dan sebagainya. Disamping itu bilangan kappa juga berguna untuk

(15)

mengontrol proses pemutihan (bleaching), terutama rasio bahan kimia yang digunakan (Sirait, 2003).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Banyaknya Klorin Dioksida (ClO2) Terhadap Penurunan Bilangan KappaDari Proses Unbleach Blending Ke Proses Bleaching D0 Stage Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea”.

1.2.Permasalahan

Bagaimana pengaruh jumlah Klorin Dioksida terhadap penurunan bilangan kappa dalam proses pemutihan(bleaching) pada pembuatan pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea ?

1.3.Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh jumlah Klorin Dioksida terhadap penurunan bilangan kappa dalam proses pemutihan pada pembuatan pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea.

1.3.Manfaat

1. Memberikan informasi bagaimana pengaruh pemakaian ClO2 pada D0stage terhadap penurunan bilangan kappa pada pembuatan pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea.

2. Menambah pengetahuan tentang dunia industri khususnya industri pulp dan kertas di PT.

Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Baku Pembuatan Pulp

PT. Toba Pulp Lestari merupakan sebuah pabrik kraft pulp yang berlokasi di Porsea kira-kira kurang lebih 220 km dari kota Medan Sumatera Utara, Indonesia. Perusahaan memiliki departemen kehutanan dimana tanamannya ditanami dengan eucalyptus pada area yang begitu luas dan setelah sekitar 7-8 tahun dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pulp.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pulp adalah kayu, khususnya jenis kayu eucalyptus. Dimana kayu eucalyptus adalah kayu yang ditanam dan dikembangkan oleh

perusahaan. Penyediaan bahan baku kayu dengan ukuran panjang 2-4 m dan diameternya 30-60 mm dibawa ke lokasi pabrik dengan menggunakan truk-truk pengangkut kayu. Kayu-kayu tersebut berasal dari konsesi hutan yang dikelola oleh perusahaan kemudian kayu tersebut dibongkar dengan menggunakan sebuah goliath crane yang besar dan ditumpuk pada tempat penampungan kayu (wood yard) untuk dikeringkan secara alamiah. Selanjutnya dikirim ke alat pengupas kulit kayu (drum baker).

Setelah kayu keluar dari debarking drum, kayu akan dibawa ke washing station untuk dicuci dengan cara penyemprotan air, setelah itu kayu dikirim ke chipper untuk dicincang menjadi serpihan kayu (chip). Ukuran dari chip yang dihasilkan tebalnya 4,0 mm dengan panjang 24,0 mm dan ukuran ini sudah menjadi ketentuan agar chip mudah masuk kedalam digester untuk dimasak (Sirait, 2003).

(17)

2.2. Kandungan Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Kayu

Secara kimia, kandungan bahan yang terdapat dalam kayu dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

2.2.1. Selulosa

Selulosa merupakan struktur dasar sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata dan bakteria. Di dalam kayu, selulosa tidak hanya disertai dengan poliosa dan lignin, tetapi juga terikat erat dengannya, dan pemisahannya memerlukan perlakuan kimia yang intensif. Untuk memperoleh selulosa murni dari kayu, alfa selulosa harus mengalami perlakuan intensif lebih lanjut, seperti hidrolisis parsial, pelarutan dan pengendapan, dan produk yang dihasilkan terdiri atas rantai molekul yang sangat pendek.

Selulosa juga digunakan sebagai bahan dasar dari banyak produk teknologi (kertas, film, serat, dan sebagainya) dan karena itu diisolasi terutama dari kayu dengan proses pembuatan pulp dalam skala besar. Dengan menggunakan berbagai bahan kimia dalam pembuatan pulp, pada keadaan asam, netral atau alkalis diperoleh pulp dengan sifat-sifat yang berbeda. Untuk beberapa tujuan pulp harus dimurnikan dengan proses tambahan pengelantangan. Untuk pembuatan film, serat dan turunan selulosa dibutuhkan derajatkemurnian yang tinggi.

2.2.2. Hemiselulosa

Di samping selulosa dalam kayu maupun dalam jaringan tanaman yang lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut poliosa atau hemiselulosa.

(18)

Ekstraktif yang terdapat dalam lindi alkalis dari pulp kimia terdiri atas poliosa dan selulosa rantai pendek yang disebut hemiselulosa, atau“hemiselulosa” diartikan sebagai “selulosa molekul rendah”. Hemiselulosa berbeda dari selulosa karena komposisi berbagai unit gula, karena rantai molekul yang lebih pendek, dan karena percabangan rantai molekul.

Unit gula (gula anhidro) yang membentuk hemiselulosa dapat dibagi menjadi beberapa kelompok seperti, pentosa, heksosa, dan asam heksuronat. Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri hanya atas satu unit atau lebih (homopolimer), misalnya xilan, atau terdiri atas dua unit atau lebih (heteropolimer), misalnya glukomannan.

Monosakarida maupun hemiselulosa yang susunannya mengandung atom karbon asimetri, sehingga senyawa-senyawa tersebut menunjukkan putaran optik dalam larutan. Putaran optik merupakan sifat penting untuk semua karbohidrat dan kebanyakan digunakan untuk menentukan karakteristik mereka. Dalam hal ini hemiselulosa diklasifikasikan sebagai xilan, manan, galaktan, dan sebagainya.

2.2.3. Lignin

Setelah selulosa, lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan. Penyatuan lignin ke dalam dinding sel tumbuhan memungkinkan lignin menguasai permukaan bumi. Lignin menaikkan sifat-sifat kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya 100 m tetap dapat kokoh. Lignin

merupakan komponen kimia dan morfologi yang karakteristik dari jaringan tumbuhan tinggi seperti pteridofita dan spermatofita, dimana ia terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus untuk pengangkutan cairan dan kekuatan mekanik (misalnya xilem). Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Meskipun dalam spesies kayu kandungan lignin

(19)

berkisar antara 20 hingga 40%, angiosperm akuatik dan herba maupun banyak monokotil (misal spesies ekor kuda) kurang mengandung lignin.

Di samping itu distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin bagian pohon yang berbeda tidak sama. Sebagai contoh kandungan lignin yang tinggi adalah ciri khas untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam, untuk cabang kayu lunak, kulit dan kayu tekan. Kandungan lignin dalam daun jarum dan daun lebar dikatakan tidak tentu, terkadang tinggi atau rendah, kemungkinan tergantung pada keadaan perkembangannya.

Dalam kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral kayu.

Hanya dalam hal pembuatan pulp dan pengelantangan lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah, dan merupakan sumber karbon lebih dari 35 ton tiap tahun di seluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi.Dalam kaitannya dengan pembuatan pulp dan pengelantangan dan teknologi baru penggunaan lignin maka karakterisasi analitik lignin menjadi semakin penting.

2.2.4. Ekstraktif

Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non-polar. Dalam arti yang sempit ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik, dan dalam pengertian ini nama ekstraktif digunakan dalam analisis kayu. Tetapi senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam air juga termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi. Bagian yang larut dalam pelarut organik jumlahnya hanya beberapa persen dalam pohon kayu yang berasal dari daerah sedang, tetapi konsentrasinya dapat menjadi jauh lebih tinggi dalam bagian tertentu, misalnya dalam pangkal batang, kayu teras dan akar.

(20)

Jumlah ekstraktif yang relatif tinggi diperoleh dalam kayu tropika dan subtropika tertentu.Komposisi ekstraktif berubah selama pengeringan kayu, terutama senyawa-senyawa tak jenuh, lemak dan asam lemak terdegradasi. Fakta ini penting untuk produksi pulp karena ekstraktif tertentu dalam kayu segar mungkin menyebabkan noda kuning (gangguan getah) atau penguningan pulp. Ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat-sifat pengeringan. Sejumlah kayu mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat racun atau mencegah bakteri, jamur dan rayap.

Ekstraktif lain dapat memberikan warna dan bau pada kayu. Salah satu ekstraktif disebut resin, suatu nama yang tidak menunjukkan senyawa kimia tertentu tetapi suatu kondisi fisik.

Resin dipandang sebagai campuran senyawa-senyawa yang berbeda yang bersifat mencegah terjadinya kristalisasi. Meskipun demikian, senyawa-senyawa berikut dapat bersifat sebagai komponen resin, yaitu terpena, lignan, stilbena, flavonoid dan aromatik lain. (Fengel dan Wegener,1995).

2.3. Pembuatan Pulp

Pulp adalah bahan berupa serat berwarna putih yang diperoleh melalui proses penyisihan lignin dari biomassa (delignifikasi). Penyisihan lignin dapat dilakukan dengan berbagai proses yaitu mekanik, semikimia dan kimia.

Pulp merupaan hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanik, semikimia dan kimia). Proses pembuatan pulp bertujuan untuk memisahkan serat-serat selulosa yang terdapat dalam kayu secara kimia dan melarutkan sebanyak mungkin lignin yang terdapat pada dinding serat.

(21)

Proses pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat di dalam kayu dilakukan dengan cara:

A. Pembuatan Pulp Dengan Proses Mekanik (Mechanical Pulping)

Proses pengasahan kayu dimana kayu gelondong yang dikuliti diperlakukan dalam batu asah yang berputar dengan diberi semprotan air merupakan dasar pembuatan pulp mekanik.

Disamping serat yang utuh, bahan kayu dirobek-robek dalam bentuk bagian-bagian serat yang rusak. Kerusakan secara fisik ini tidak dapat dihindari dan karena itu kekuatan kertas yang di

buat dari pulp-pulp mekanik agak rendah (Sjostrom, 1995).

B. Pembuatan Pulp Dengan Proses Semikimia (Semi-Chemical Pulping)

Proses pembuatan pulp secara semi kimia pada dasarnya ditandai dengan perlakuan kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah natrium sulfat. Suhu pemasakan tergantung pada lamanya pemasakan, dan tergantung pada cairan pemasak yang digunakan dan kualitas pulp yang diinginkan (Fengel dan Wegener, 1995).

C. Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft

Proses pembuatan pulp kraftdilakukan dengan larutan yang terdiri atas natrium hidroksida dan natrium sulfida, yang dinamakan dengan “lindi putih”. Larutan natrium hidroksida digunakan sebagai lindi pemasak dan lindi bekas yang dihasilkan dipekatkan dengan cara penguapan dan dibakar. Proses kraft ini menghasilkan kualitas pulp yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pemulihan bahan kimia yang lebih sederhana dan lebih ekonomis dan sifat-sifat pulp yang lebih baik dalam hubungannya dengan kebutuhan pasar (Sjostrom, 1995).

(22)

2.3.1. Proses Pemutihan Pembuatan Pulp (Bleaching Plant)

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kecerahan (brightness) dan kemurnian dari pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp. Oleh karena itu harus dihilangkan atau diputihkan.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkas sebagai berikut:

1. Memperbaiki kecerahan 2. Memperbaiki kemurnian

3. Degredasi serat selulosa seminimum mungkin

Pengurangan kandungan resin di dalam pulp juga faktor lain yang penting dalam proses pemutihan (Sirait, 2003).

2.3.2. Bahan Kimia Pada Proses Pemutihan Pulp 1. Klorin (Cl2)

Klorin sangat murah dan bahan kimia yang paling cocok untuk mengubah banyak lignin dan bahan yang bukan selulosa di dalam pulp yang larut. Pada kondisi yang normal klorin sangat sedikit merusak serat-serat selulosa jika konsentrasi, temperatur, dan waktureaksi dikendalikan secara hati-hati.

2. Sodium Hidroksida (NaOH)

(23)

Pada saat klorin bereaksi dengan lignin dan resin, sebagian besar saja yang dihasilkan tersebut larut dalam air. Karena klorinat lignin dan resin sangat mudah larut dalam larutan alkali, perlakuan alkali menyusul setelah proses klorinasi.

Sodium hidroksi (kaustik soda) merupakan salah satu alkali kuat. Ini merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.

3. Oksigen (O2)

Gas oksigen digunakan sebagai suatu zat pemutih bersama-sama dengan alkali pada tahap ekstraksi. Gas oksigen memperkuat sifat-sifat pulp yang diputihkan. Hal ini mungkin membuat berkurangnya emisi yang dapat mengganggu terhadap lingkungan.

4 Sodium Hypoklorit (NaOCl)

Hypoklorit adalah persenyawaan klorin yang pertama digunakan untuk proses pemutihan.

Sodium hypoklorit dibuat dari klorin dan kaustik soda. Senyawa ini merupakan larutan yang tidak stabil dan cenderung terurai dan meningkat dengan kenaikan konsentrasi dan temperatur serta berkurangnya sifat alkali.

5. Klorin Dioksida (ClO2)

Klorin dioksida merupakan salah satu bahan kimia pengoksida kuat, kerja dari proses ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap lignin dari bahan-bahan berwarna lainnya.Ini digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sebab ini memiliki keunikan yang sanggup mengoksidasi bahan yang bukan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang minimum (Sirait, 2003).

2.3.3. Tahapan Proses Pemutihan Pembuatan Pulp

(24)

Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan memanfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada setiap tahap.

Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat ditunjukkan dengan urutan sebagai berikut:

a. Khlorinasi (C)

Reaksi dengan elemen khlorin dalam suatu media asam b. Ekstraksi Alkali (E)

Pemisahan hasil reaksi dengan kaustik c. Ekstraksi Oksidasi (E/O)

Ekstraksi oksidasi yang diperkuat dengan peroksida (E/OP) d. Hypoklorit (H)

Reaksi dengan hypoklorit dalam suasana alkali e. Khlorin Dioksida (D)

Reaksi dengan khlorin dioksida dalam suasana asam f. Oksigen (O)

Reaksi dengan elemen O2 yang bertekanan dalam suasana alkali.

Pada tahap klorinasi, lignin diklorinasi menjadi klorolignin (yang akan menjadi terlarut pada tahap ekstraksi), sehingga proses delignifikasi terjadi. Oksigen juga digunakan pada tahap ekstraksi dan terutama digunakan pada proses delignifikasi.

(25)

Pada tahap pemutihan dengan menggunakan hypoklorit, kelompok khromoporik lignin hancur. Brightness (kecerahan) meningkat sangat tinggi pada tahap ini. Kalsium atau sodium hypoklorit kemungkinan bisa dipergunakan.

Salah satu kerugian pada perlakuan ini adalah bahwa selulosa juga diserang oleh hypoklorit, dan oleh karena itu kondisi-kondisi operasi selama perlakuan ini harus diperhatikan dengan seksama untuk mencegah terjadinya kerusakan pada selulosa.

Tahap pemutihan dengan klorin dioksida menghasilkan kecerahan pulp yang tinggi.

Keuntungan dengan perlakuan ini adalah bahwa khlorin dioksida menghancurkan lignin tanpa merusak selulosa.Peroksida digunakan pada proses pemutihan pulp secara kimia. Digunakan pada kondisi-kondisi yang relatif sejuk (35 sampai 55°C). Peroksida merupakan zat pemutih yang efektif untuk melindungi selulosa, memperbaiki kecerahan tanpa kehilangan produksi yang berarti (Sirait, 2003).

2.4. Bilangan Kappa (Kappa Number)

Agar pengendalian pengoperasian bleaching plant berjalan secara efisien dan untuk mencapai dan memperkuat spesifikasi terhadap kualitas, diperlukan suatu pengujian dan analisa. Berikut adalah beberapa pengujian yang sangat penting seperti :

1. Bilangan Kappa (Kappa Number) yaitu pengujian kimia yang diperlakukan terhadap pulp untuk menentukan tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya untuk diputihkan.Pengujian ini didasarkan pada reaksi dengan Potassium Permanganat (KMnO4).

(26)

2. Viskositas (Viscosity) yaitu pengujian terhadap kekuatan daripada pulp dan pengujian untuk mengevaluasi derajat polimerisasi daripada selulosa atau dengan kata lain degradasi daripada selulosa.

3. Kecerahan (Brightness) yaitu sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan.

Keputihan pulp diukur dengan kemampuannya memantulkan cahaya monokromatik dan dibandingkan dengan standar yang telah diketahui (biasanya magnesium oksida) dan diukur dengan alat Brightnessmeter (Sirait, 2003).

2.5. Analisis Titrimetri

Titrimetri atau analisis volumetrik adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada satu segi, cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar beberapa zat yang mempunyai sifat yang berbeda-beda. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan. Larutan pereaksi itu biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti, dan disebut pentiter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi.

Dalam proses satu bagian demi bagian pentiter ditambahkan ke dalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang akan ditentukan bereaksi sempurna secara

(27)

stoikiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat titik kesetaraan ini. Jumlah volume ini disebut volume kesetaraan.

Dengan mengetahui volume kesetaraan kadar pentiter dan faktor stoikiometri , maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah.

Agar proses titrasi dapat berjalan dengan baik sehingga memberikan hasil pemeriksaaan yang tepat dan teliti, maka persyaratan berikut perlu diperhatikan dalam setiap titrasi:

1. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri dengan faktor stoikiometrinya berupa bilangan bulat.Faktor stoikiometri ini harus diketahui atau ditetapkan secara pasti, karena faktor ini perlu dalam penghitungan hasil titrasi.

2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.

3. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara terhitung.

Artinya, sesuai dengan ketepatan yang dapat dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri, reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9% pada titik kesetaraan (Rivai, 2006).

2.5.1. Proses Oksidasi – Reduksi

Pada mulanya, proses oksidasi dan reduksi diberi batasan sebagai reaksi pelepasan dan penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sekarang, untuk memperjelas intisari gejala tersebut, telah dikemukakan batasan yang lebih umum, yaitu: oksidasi adalah proses pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan elektron oleh suatu zat. Pada waktu melepaskan elektron suatu zat berubah menjadi bentuk teroksidasinya, karena itu zat itu

(28)

bertindak sebagai zat pereduksi. Sebaliknya, zat pengoksidasi adalah zat yang menerima elektron dan karena itu zat tersebut mengalami reduksi.

Bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi dari suatu zat merupakan suatu sistem yang berpasangan yang disebut sistem redoks atau pasangan redoks. Bentuk teroksidasi sering ditandai dengan “ox” dan bentuk tereduksi ditandai dengan “red”. Kesetimbangan reaksinya ditulis sebagai berikut:

ox + ne= red proses reduksi red = ox + ne proses oksidasi

Di sini n adalah jumlah elektron yang dilepaskan atau diterima.

Dari batasan diatas dapat disimpulkan bahwa adakemiripan antara reaksi oksidasi-reduksi dengan reaksi asam-basa. Perbedaan pokok antara kedua proses itu adalah bahwa pada reaksi oksidasi-reduksi elektron merupakan zarah dasar yang dipindahkan antara bentuk teroksidasi dan bentuk teroksidasi yang berpasangan, sedangkan pada reaksi asam-basa proton merupakan zarah dasaryang dipindahkan antara asam dan basa. Perbedaan lainnya adalah bahwa pada reaksi asam- basa hanya satu proton yang dapat saling dipertukarkan, sedangkan pada reaksi oksidasi-reduksi lebih dari satu elektron dapat terlibat dalam reaksi (Rivai, 2006).

Banyak sekali metode volumetri yang berprinsipkan pada transfer elektron. Pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponennya, yaitu reaksi separuhnya adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesies yang memperoleh maupun kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Bermacam reaksi reduksi oksidasi dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangan yang

(29)

tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi (Khopkar, 2008).

2.5.2.Titrasi Permanganometri

Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi-oksidasi).

Reaksinya adalah merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).

Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah pengambilan elektron oleh suatu zat. Reaksi oksidasi ditandai dengan bertambahnya bilangan oksidasi sedangkan reduksi sebaliknya.

Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui bahwa larutan kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri harus distandarisasi terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat digunakan zat reduktor seperti asam oksalat, kalium tetra oksalat, natrium oksalat dan lain-lain. Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi (Hamdani dkk. 2012).

Kalium permanganat merupakan suatu pereaksi yang mudah diperoleh, tidak mahal, dan tidak memerlukan suatu indikator, kecuali jika digunakan larutan-larutan yang sangat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan yang biasanya digunakan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan

(30)

pereaksi. Permanganat merupakan pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 menurut persamaan:

3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2(p) + 4H+

Kelebihan yang sedikit dari permanganat yang ada pada titik akhir suatu titrasi cukup untuk menyatakan pengendapan beberapa MnO2. Akan tetapi karena reaksinya lambat, maka MnO2

biasanya tidak diendapkan pada akhir titrasi permanganat.

Tindakan pencegahan istimewa harus diambil dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksida mengkatalisasi peruraian larutan permanganat. Jumlah runutan MnO2 yang semula ada pada permanganat, atau terbentuk oleh reaksi permanganat dengan runutan zat-zat pereduksi di dalam air, menyebabkan penguraian. Petunjuk biasanya mengharuskan pelarutan kristal, pemanasan untuk merusak zat-zat pereduksi, dan penyaringan melaluikaca masir (saringan tak mereduksi) untuk menghilangkan MnO2(Underwood, 1980).

(31)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat Dan Bahan 3.1.1. Alat

a. Neraca analitis Matrix

b. Oven Kirin KBO

c. Desikator Normax

d. Termometer 100°C Avico

e. Magnetik stirer Isolab

f. Stop watch Casio

g. Waterbath h. Pipet tetes i. Ember

j. Gelas ukur 1000 mL Pyrex

k. Beaker glass 1000 mL Pyrex

l. Beaker glass 5000 mL Pyrex

m. Pipet skala 50 mL Pyrex

n. Gelas Erlenmeyer 250 mL Pyrex

o. Labu ukur 1000 mL Pyrex

p. Propipet

q. Corong Buchner Pyrex

(32)

r. Alat vakum s. Alat sheet

t. Hot plate Scilogex

u. Buret digital Brand

3.1.2. Bahan a. Air demineralisasi(l)

b. Pulp(s)

c. ClO2(aq) p.a

d. H2SO4(aq) p.a

e. KMnO4(aq) p.a

f. KI(aq) p.a

g. Na2S2O3(aq) p.a

h. Indikator amilum(aq) p.a

3.2. Waktu Pengambilan Sampel

1. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00 WIB

2. Analisis dilakukan pada tanggal 04 Januari s/d 08 Januari 2017

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Cara Pembuatan Reagen Yang Digunakan Dalam Titrasi 1. KMnO4

a. Hitung KMnO4 yang akan digunakan

(33)

N = ( 𝑔𝑟

158 𝑥 1000

𝑉(𝑚𝐿)) x valensi 0,1 = ( 𝑔𝑟

158 𝑥 1000

1000) x 1 g = 15,8 g

b. Pembuatan larutan KMn04 0,1 N dari padatan KMnO4

Sebanyak 1,58g kristal KMnO4 dimasukkan ke dalam Beaker glass. Kemudian tambahkan 1000 mL aquadest ke dalam Beaker glass tersebut dan aduk sampai larut dengan menggunakan batang pengaduk. Setelah itu, panaskan larutan tersebut hingga mendidih selama ±15 menit atau hingga larut dan dinginkan. Kemudiansaring larutan tersebut dengan menggunakan sinter glass atau glass wool dan simpan di dalam tabung gelap agar tidak terkontaminasi serta beri label.

c. Standarisai larutan KMnO4 dengan larutan H2C2O4

Sebanyak 10 mL larutan H2C2O4 0,1N dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer.

Kemudian tambahkan 10 mL larutan H2SO4 2N ke dalam gelas erlenmeyer tesebut dan aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai homogen. Setelah itu, panaskan pada suhu 70°C-80°Cmenggunakan penangas air. Kemudian masukkan larutan KMnO4

ke dalam buret. Setelah itu, titrasi larutan yang ada di dalam gelas Erlenmeyer dengan KMnO4 secara perlahan-lahan sampai terbentuk warna merah rose yang stabil.Kemudian catat volume titrasi yang terpakai.

d. Normalitas larutan KMn04 0,1 N yang telah dibuat Diketahui :

Volume titrasi (V KMnO4) = 9,50 mL Volume H2C2O4 = 10 mL Normalitas H2C2O4 = 0,1 N

(34)

V1 x N1 (H2C2O4) = V2 x N2 (KMnO4) 10 mL x 0,1N = 9,50 mL x N2

1 mL = 9,50 mL x N2

N2 = 0,1052 N

2. Na2S2O3

a. Hitung Na2S2O3 yang akan digunakan N = ( 𝑔𝑟

𝐵𝑀 𝑥 1000

𝑉(𝑚𝐿)) x valensi 0,1 = ( 𝑔𝑟

248,21 𝑥 1000

1000) x 1 g = 248,21 x 0,1

g = 24,8 gram

b. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 1000 mL dari padatan Na2S2O3.5H2O

Sebanyak 24,8 gram natrium tiosulfatpentahidrat (Na2S2O3.5H2O) dimasukkan ke dalam Beaker glass. Kemudian tambahkan aquadest sebanyak 250 mL ke dalam Beaker glass

tersebut. Setelah itu aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai homogen.

Kemudian, masukkan ke dalam labu takar 1000 mL dan tambahkan aquadest sampai garis batas pada labu takar. Homogenkan dan saring larutan tersebut dengan menggunakan sinter glass atau glass wool. Setelah itu,simpan di dalam tabung yang tertutup dan beri label.

c. Standarisai larutan Na2S2O3 0,1 N dengan larutan K2Cr2O7

Sebanyak 10 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N dipipet kedalam gelas Erlenmeyer 250 mL.

Kemudian tambahkan HCl 6 N sebanyak 5 mL dan KI 20% sebanyak 5 mL ke dalam gelas Erlenmeyer tersebut dan homogenkan dengan K2Cr2O7. Setelah itu, titrasi dengan

(35)

menggunakan larutan Na2S2O3 sampai terbentuk warna kuning jerami. Kemudian tambahkan amilum 1% sebanyak 3 tetes, dan titrasi kembali sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau muda. Setelah itu, catat volume titrasi yang terpakai.

d. Normalitas larutan Na2S2O3 yang telah dibuat Diketahui :

Volume titrasi (V Na2S2O3) = 12,7 mL Volume K2Cr2O7 = 10 mL Normalitas K2Cr2O7 = 0,1 N

V1 x N1 (K2Cr2O7) = V2 x N2 (Na2S2O3) 10 mL x 0,1 N = 12,7 mL x N2

1 mL = 12,7 mL x N2

N2 = 0,08 N

3. ClO2

a. Hitung jumlah ClO2 yang akan digunakan N = ( 𝑔𝑟

𝐵𝑀 𝑥 1000

𝑉(𝑚𝐿)) x valensi 0,1 = ( 𝑔𝑟

67,5 𝑥 1000

1000) x 1 g = 67,5 x 0,1

g = 6,75 gram

(36)

b. Pembuatan larutan ClO2 0,1 N sebanyak 1000 mL

Sebanyak 6,75 gram klorin dioksida dimasukkan ke dalam Beaker glass. Kemudian tambahkan aquadest sebanyak 500 mL ke dalam Beaker glass tersebut. Setelah itu aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai homogen. Kemudian, masukkan ke dalam labu takar 1000 mL dan tambahkan aquadest sampai garis batas pada labu takar tersebut.

Homogenkan dan saring larutan tersebut dengan menggunakan sinter glass atau glass wool. Setelah itu,simpan di dalam tabung yang tertutup dan beri label.

4. H2SO4

a. Hitung jumlah H2SO4(p) yang akan digunakan Diketahui :

Berat jenis = 1,84 g/mL Berat molekul = 98 g/mol Konsentrasi = 96%

(Larutan H2SO4 di botol umumnya memiliki konsentrasi 95-97%, kita anggap 96%)

N = (10 x % x berat jenis)

𝐵𝑀 x valensi N= (10 𝑥 96% 𝑥 1,84)

98 x 2 N = 3532,8

98

N = 36,04 N N = 36 N

N1 x V1 = N2 x V2 36 x V1 = 1 x 1000

(37)

V1 = 1000

36

V1 = 27,8 mL

Jadi asam sulfat pekat yang dibutuhkan sebanyak 27,8 mL b. Pembuatan larutan H2SO4 1N sebanyak 1000 mL

Sebanyak 250 mL aquadest dimasukkan ke dalam labu takar 1 liter, kemudian tambahkan 27,8 mL asam sulfat pekat secara perlahan. Setelah itu, kocok sebentar dan tambahkan aquadest sampai tanda batas pada labu takar. Kemudian homogenkan larutan tersebut dan masukkan ke dalam botol tertutup dan beri label.

5. KI

a. Hitung jumlah KI yang akan digunakan N = ( 𝑔𝑟

𝐵𝑀 𝑥 1000

𝑉(𝑚𝐿)) x valensi 0,1 = ( 𝑔𝑟

166 𝑥 1000

1000) x 1 g = 166 x 0,1

g = 16,6 gram

b. Pembuatan larutan KI 0,1N

Sebanyak 16,6 g kalium iodida (KI) dilarutkan ke dalam 500 mL aquadest di dalam Beaker glass 1000 mL. Kemudian aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai

larut. Setelah itu pindahkan larutan ke dalam labu ukur 1000 mL dan tambahkan aquadest sampai garis batas pada labu ukur tersebut, dan aduk kembali sampai homogen sehingga diperoleh larutan KI. Kemudian masukkan ke dalam botol tertutup dan beri label.

6. Indikator Amilum 1%

Pembuatan indikator amilum 1%

(38)

Sebanyak 1 g pati di larutkan dengan 100 mL aquadest di dalam Beaker glass. Kemudian aduk larutan tersebut dengan menggunakan batang pengaduk sampai homogen sambil dipanaskan. Setelah itu, dinginkan larutan tersebut dan masukkan ke dalam botol tertutup dan beri label.

3.3.2. Preparasi sampel (pulp)

Ambil sampel (pulp) dari unbleach blending tower, kemudian dicuci dengan aquadest dan keringkan bahan tersebut di dalam oven pada suhu 150°C±1°Cselama ±10 menit. Setelah itu, timbang bahan yang telah kering dengan menggunakan neraca analitis. Kemudian bagi bahan tersebut ke dalam 5 plastik dengan berat yang sama.

3.3.3. Pemutihan Pulp (Bleaching)

Sebanyak 5 mL larutan klorin dioksida (ClO2) 7,7 𝑔 𝑙 ⁄ 0,10% dimasukkan ke dalam plastik I dengan menggunakan pipet dan ball pipet. Kemudian tambahkan 1285 mL aquadest ke dalam plastik tersebut.

Setelah itu, ikat plastik dengan karet dan homogenkan pulp yang ada di dalam plastik.

Kemudian diamkan di dalam waterbath selama ±1 jam pada 65°C±1°C. Kemudian, angkat dan dinginkan. Lakukan percobaan yang sama dengan variasi penambahan:

a. Plastik II = 7,5 mL ClO2 0,15% dan 1282 mL aquadest b. Plastik III = 10 mL ClO2 0,20% dan 1280 mL aquadest c. Plastik IV = 12,5 mL ClO2 0,25% dan 1277 mL aquadest d. Plastik V = 15 mL ClO2 0,30% dan 1274 mL aquadest

(39)

3.3.4. Penentuan Bilangan Kappa

Ambil sampel (pulp) dari proses bleaching(pemutihan) tahap I (D0), kemudian dicuci dengan aquadest. Setelah itu, buat sampel tersebut menjadi lembaran tipis dengan menggunakan hand sheet former. Keringkan di dalam oven pada suhu 150°C±1°C selama ±10 menit.

Kemudian timbang sampel yang telah kering sebanyak 3,50 g dengan menggunakan neraca analitis. Setelah itu, masukkan sampel tersebut ke dalam Beaker glass yang telah berisi 400 mL air demineralisasi. Kemudian masukkan magnetic stirer dan hidupkan hot plate. Setelah itu, tambahkan 50 mL KMnO4 0,1 N dan 50 mL H2SO4 4N secara bersamaan ke dalam Beaker glass tersebut. Lakukan pengadukan selama ±10 menit. Kemudian tambahkan 10 mL

KI 0,1 N dan titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N sampailarutan berwarna kuning muda.

Setelah itu, tambahkan indikator amilum 1% dan titrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna putih. Catat volume larutan standar Na2S2O3 0,1 N yang terpakai dan ukur suhu larutan dengan menggunakan termometer.

Untuk menentukan bilangan kappa dapat dihitung dengan cara dibawah ini :

K = 𝑃 𝑋 𝐹 [ 1+0,013 ( 25−𝑇)]

𝑊

P = Vb – Vt F = (Vb – Vt) x 2

Dimana :

K = Bilangan Kappa

(40)

Vb = Volume titrasi terhadap blanko (mL)

Vt = Volume titrasi terhadap sampel (mL) W = Berat sampel (g)

F = Faktor koreksi untuk 50 % KMnO4 yang dikonsumsi

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pengamatan pada proses analisis bilangan kappa terdapat pada tabel 4.1 di bawah ini : Tabel 4.1. Data Analisis Bilangan Kappa

No ClO2

(%)

Berat Sampel (g)

Volume Titran (mL)

Volume Titrasi Blanko (mL)

Suhu (°C)

Bilangan Kappa

1 0,10% 3,51 31,58 49,59 25 4,98

2 0,15% 3,50 31,98 49,59 25 4,87

3 0,20% 3,52 32,47 49,59 25 4,68

4 0,25% 3,51 33,51 49,59 25 4,40

5 0,30% 3,50 34,69 49,59 25 4,08

4.2. Perhitungan

4.2.1. Penentuan Bilangan Kappa

Untuk menentukan bilangan kappa dapat dihitung dengan cara dibawah ini :

K = 𝑃 𝑋 𝐹 [ 1+0,013 ( 25−𝑇)]

𝑊

P = Vb – Vt

F = (Vb – Vt) x 2 Dimana :

K = Bilangan Kappa

Vb = Volume titrasi terhadap blanko (mL)

(42)

Vt =Volume titrasi terhadap sampel (mL)

W = Berat sampel (g)

F = Faktor koreksi untuk 50 % KMnO4 yang dikonsumsi

Jumlah ClO2 0,10%

P = Vb – Vt

= (49,59 – 31,58) x 2

= 18,01

F = (Vb-Vt) x 2

= (49,59-31,58) x 2

= 18,01 x 2

= 36,02

= 0,970

K = 𝑃 𝑋 𝐹

𝑊 [1 + 0,013 (25 − 𝑇)]

= 18,01 𝑋 0,970

3,5 [1+ 0,013 (25-25)]

= 17,46

3,5

(43)

= 4,98

Untuk penambahan klorin dioksida (ClO2) 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% dapat dihitung dengan cara seperti diatas (hasilnya tercantum pada tabel 4.1).

4.3. Pembahasan

Proses pemutihan (bleaching) merupakan suatu perlakuan dengan proses kimia terhadap pulp untuk mengubah atau menghilangkan bahan/zat pewarna sehingga pulp tersebut memiliki brightness yang lebih tinggi. Fungsi utama bleaching adalah untuk memutihkan pulp dan

menghilangkan sisa lignin yang masih terkandung didalam pulp. Proses bleachingberlangsung selama ±1 jam pada suhu 65°C±1°C. Proses bleaching dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu D0(first delignification), EP(extraction & oxidation peroxide), D1(delignification). Namun pada percobaan ini dibatasi hanya pada tahap D0. Pada tahap D0 bahan kimia yang ditambahkan adalah klorin dioksida (ClO2) 7,7 g l⁄ , ini berguna untuk memutihkan pulp sehingga dapat diperoleh tingkat kecerahan 65-75% ISO(International Operation for Standart).

Bilangan kappa merupakan pengujian kimia yang diperlakukan terhadap pulp untuk menentukan tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya untuk diputihkan.

Bilangan kappa dari pulp didefinisikan sebagai volume (mL) dari 0,1 N larutan kalium permanganat yang digunkan oleh satu gram moisture free pulp yang berada dalampersyaratan spesifik pada prosedur ini.Pada analisis bilangan kappa, reaksinya berlangsung secara oksidasi – reduksi KMnO4 0,1 N berperan sebagai oksidator yang akan mengoksidasi lignin tersisa yang

(44)

berlangsung dalam suasana H2SO4 4 N. KI 0,1 N berperan sebagai reduktor yang akan mereduksi KMnO4 0,1 N.

Kelebihan KI 0,1 N akan bereaksi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N. Titik akhir titrasi dapat diketahui dengan penambahan indikator amilum 1% menjelang titik akhir titrasi. Suhu selama proses titrasiberlangsung harus dijaga konstan pada suhu 25°C. Hal ini bertujuan untuk menghindari faktor koreksi kesalahan selama titrasi.

Pada analisis bilangan kappa terjadi reaksi sebagai berikut : Oksidasi : MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O x 2

Reduksi : 2I- → I2 + 2e x 5

+ 2MnO4- + 16H++ 10I- → 2Mn2+ + 8H2O +5I2

Atau

2KMnO4 + 8H2SO4 + 10KI → 2MnSO4 + 8H2O + 5I2 + 6K2SO4

I2(aq)+ 2Na2S2O3(aq) → 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

(Natrium Tetrationat) I2(aq) + (C6H10O5)n(aq) → IO(aq) + C6H10O4I(aq)

(Amilum)

Dari hasil analisa bilangan kappa pulp dari proses unbleach blending ke proses bleaching telah sesuai dengan target perusahaan dan sesuai dengan ISO (International Operation for Standart).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil analisa bilangan kappa pada tahap I proses pemutihan (bleaching) dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis pengaruh jumlah klorin dioksida (ClO2) pada proses pemutihan (bleaching) tahap I (D0) terhadap penurunan bilangan kappa diperoleh hasil bahwa semakin besar konsentrasi klorin dioksida yang digunakan, maka nilai bilangan kappa akan menurun. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan konsentrasi klorin dioksida berturut-turut 0,10%, 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% diperoleh nilai bilangan kappa sebesar 4,98, 4,87, 4,68, 4,40 dan 4,08.

5.2. Saran

Dalam penentuan bilangan kappa yang dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri mengikuti reaksi oksidasi-reduksi disarankan bahwa perlakuan tersebut harus benar-benar bebas dari zat kimia reduktor maupun oksidator.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hamdani, S., Hasanah, S.U., Safitri, W. dan Situmorang, R. 2012. Panduan Praktikum Kimia Analisis. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia. Bandung.

Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Rivai, H. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sirait, S. 2003. Module Bleaching. Training and Development Centre PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea.

Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Underwood, A. L. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta

(47)

LAMPIRAN

(48)

1. Lampiran Faktor Koreksi Untuk Pemakaian KMnO4

Tabel Faktor Koreksi Untuk Pemakaian KMnO4

P (%) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

30 0,958 0,960 0,962 0,964 0,966 0,968 0,970 0,973 0,975 0,977 40 0,979 0,981 0,983 0,985 0,987 0,989 0,991 0,994 0,996 0,998 50 1,000 1,002 1,004 1,006 1,009 1,011 1,013 1,015 1,017 1,019 60 1,022 1,024 1,026 1,028 1,030 1,033 1,035 1,037 1,039 1,042

70 1,044 1,046 1,048 1,050 - - - -

Sumber : Technocal Department PT. TPL, 2002

(49)

2. Lampiran Grafik Analisis Bilangan Kappa (Kappa Number)

0 1 2 3 4 5 6

0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

Bilangan Kappa

Jumlah ClO2(%)

Grafik X (Jumlah ClO2) vs Y (Bilangan Kappa)

Referensi

Dokumen terkait

Teknik yang digunakan adalah analisis rasio yang terdiri dari: Rasio Arus Kas Operasi (AKO), Rasio Arus Kas terhadap Laba Bersih (AKLB), Rasio Cakupan Kas terhadap Bunga

Berdasarkan analisis pemanfaatan fasilitas revetment untuk tempat tambat labuh kapal-kapal di PPI Maccini Baji saat ini dengan jumlah kapal 85 unit berlabuh setiap

Akan tetapi dewasa ini banyak sekali ditemui, utamanya di Indonesia adalah sebuah kenyataan bahwa walaupun sudah mempelajari bahasa kedua (bahasa Inggris) semenjak dari

Karakter shio ular seperti : sensitif dan berpembawaan tenang, mewakili karakter menonjol dari keseluruhan responden shio ular dalam survei awal yang

Dalam keadaan sembunyi-sembunyi, seperti didefenisikan tadi, menunjukan bahwa orang yang mengambil harta orang lain secara terang- terangan tidak termasuk kategori

Literasi keuangan sebagai variabel moderasi dapat memperlemah hubungan pengaruh variabel motivasi terhadap minat menabung di bank syariah, namun setelah dimoderasi

JAWA TIMUR LUMAJANG TEMPEH BESUK DUSUN KRAJAN 213HP0113P010006 SALON EMA ANDRI IRAWAN BTPN PURNA BAKTI LUMAJANG T. JAWA TIMUR LUMAJANG TEMPEH BESUK DUSUN WARKUT 213HP0113P000071

Mereka berpendapat bahwa terdapat beberapa langkah dalam melakukan proses pemasaran yang terdiri dari analisis peluang pemasaran, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang