Oleh:
ASRULLAH MUH. AL TAAT 105 81 2361 15 105 81 2348 15
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “ANALISIS DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS LEKOPANCING KABUPATEN MAROS”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu di tinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta perbaikan guna kesempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri.
Dalam penulisan tugas akhir ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Nurnawaty ,ST., MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Ir. Andi Makbul Syamsuri. ST., MT. sebagai Ketua Prodi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Dr. Ir. H. Abd Rakhim Nanda, ST., MT., IPM selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Ma’rufah SP., MP. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan hingga terwujudnya tugas akhir ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.
6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus saudaraku Angkatan 2015 dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga semua pihak tersebut diatas mendapat pahala yang berlipat ganda disisi Allah SWT dan tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta Bangsa dan Negara.
Makassar, 25 Desember 2021
Penulis
Asrullah/Muh. Al taat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN... 0
A. Latar Belakang... 0
B. Rumusan Masalah ... 1
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 2
E. Batasan Penelitian ... 3
F. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Daerah Aliran Sungai ... 5
Daerah aliran sungai ... 5
1. Sungai ... 7
2. Luas dan Bentuk DAS ... 8
3. Tujuan Pengelolaan DAS ... 10
4. B. Koefisien Limpasan ... 11
Topografi ... 11
1. Infiltrasi tanah ... 11
2. Tutupan lahan ... 12
3. Simpanan permukaan ... 13
4. C. Analisi Hidrologi ... 16
Insentitas Hujan ... 16 1.
Waktu Konsentrasi (Tc) ... 17
2. Analisis Curah Hujan Wilayah Poligon Thiessen ... 17
3. Analisis Debit Puncak Metode Rasional ... 19
4. D. Debit Sungai ( Qp Aktual) ... 21
E. Penelitian Relevan ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
A. Lokasi Dan Waktu ... 24
B. Jenis Penelitian Dan Sumber Data ... 24
C. Variabel Penelitian ... 25
D. Metode Analisi Data ... 25
Pengolahan citra ... 25
1. c. Menentukan besarnya koefisien limpasan ... 26
Perhitungan curah hujan... 27
2. A. Presedur Penelitian ... 27
B. Bagan Dan Alur Penelitian ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 29
A. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian ... 29
Tutupan lahan ... 29
1. a) Topografi ... 29
b) Infiltrasi tanah ... 30
c) Tutupan Lahan ... 31
d) Simpanan air permukaan ... 38
Metode Cook ... 38
2. Metode U.S. forest Servis ... 39
3. Metode Hassing ... 40
4. Analisis Curah Hujan ... 42
5. a) Analis curah hujan wilayah metode thiessen ... 42
c) Waktu Konsentrasi ... 43
e) Debit Puncak ... 45
Analisa Debit Puncak Aktual ... 46
6. Perbandingan Estimasi Debit Puncak Dengan Debit Puncak Aktual ... 51
7. B. Pembahasan ... 52
BAB V PENUTUP ... 54
A. Kesimpulan... 54
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema sebuah aliran sungai………..10
Gambar 2. Pembagian daerah dengan metode poligon thissen…………..20
Gambar 3. Peta sub DAS lekopapancing………...…….26
Gambar 4. Alur Penelitian…….………..………30
Gambar 5. Peta kemiringan lereng ……….32
Gambar 6. Peta jenis tanah………..34
Gambar 7. Peta tutupan lahan………..35
Gambar 8. Lokasi pos hujan metode Thiessen………...42
Gambar 9. Kurva lengkung debit………..………..50
Gambar 10. Tinggi muka air ………..……’………52
Gambar 11. Persamaan lengkung debit………....……42
Gambar 12. Grafik debit puncak metode Cook………...…….…..54
Gambar 13. Grafik debit puncak metode U.S Forest Servis……....…..…..54
Gambar 14. Grafik debit puncak metode Hassing ………..55
Gambatr 15. Grafik perbandingan debit puncak dan aktual……….……..55
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karesterstik DAS untuk metode cook……..………...…14
Tabel 2 Nilai koefisien Limpasan metode U.S. Servis………16
Tabel 3 Nilai koefisien Limpasan metode Hassing……….………17
Tabel 4 Penelitian relevan……...……….……….………..23
Tabel 5 Nilai kemiringan lereng……..…….………...…33
Tabel 6 jenis tanah……….………...…...……33
Tabel 7 Perhitungan lahan……….………...35
Tabel 8 Klasifikasi kerapatan aliran………....……38
Tabel 9 Hasil perhitungan metode cook……….………39
Tabel 10 Perhitungan metode U.S Servis………….………..…40
Tabel 11 Perhitungan metode Hassing……….………41
Tabel 12 Pembagian daerah alir metode thiessen….……….……43
Tabel 13 Curah hujan maximun bulanan ………...……….…………43
Tabel 14 Intensitas curah hujan ……….……….45
Tabel 15 Debit puncak ………….………..……….46
Tabel 16. Persamaan model regresi berpangkat………..47
Tabel 17. Selisi debit puncak dan debit aktual………53
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kesehatan suatu DAS adalah dengan melakukan pemantauan kejadian banjir melalui informasi debit puncak. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan membaca ketinggian air pada waktu tertentu. Namun, tidak semua DAS memiliki catatan hidrologi yang lengkap, sehingga data debit puncak belum tersedia. Oleh karena itu, diperlukan pemodelan hidrologi untuk memperkirakan debit puncak.
Debit puncak terjadi karena adanya peningkatan jumlah aliran permukaan, hal ini mengakibatkan peningkatan volume air sungai sehingga kemungkinan terjadi bahaya banjir (Wicaksono dkk, 2009). Debit puncak dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor curah hujan dan faktor DAS. Faktor hujan meliputi;
jumlah hujan, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan. Sedangkan faktor DAS yaitu; luas daerah aliran sungai, bentuk daerah aliran sungai, topografi, jenis tanah, geologi, dan penggunaan lahan.
Salah satu faktor penting pada perhitungan debit puncak adalah koefisien limpasan(C). Menurut Asdak (2004), koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan nisbah antara aliran permukaan dengan curah hujan penyebabnya. Banyak metode yang digunakan untuk menentukan besarnya koefisien seperti metode metode Hassing, metode U S Forest Servise dan Metode Cook. Masing-masing metode menggunakan parameter fisik DAS yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan semua metode untuk dicobakan pada sub DAS Lekopancing yang memiliki pencatatan data hidrologi yang lengkap.
Apa bila suatu DAS tidak di kelolah dengan baik, maka dapat menyebabkan DAS tidak dapat lagi menahan limpasan air hujan, sehigga limpasan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya banjir serta kerusakan aliran sungai (DAS) yang juga sekaligus menjadi daerah tanggkapan air , saat ini menjadi masalah di berbagai daerah di Indonesia, salah satu daerah aliran sungai (DAS) di kabupaten Maros menjadi lokasi yang menarik untuk di lakukan penelitian mengenai kesehatan DAS nya.
Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Lekopaccing. Dalam penelitian ini, disajikan karakteristik fisik dan hujan DAS yang mempengaruhi besarnya debit puncak. Sub DAS tersebut dipilih karena memiliki pencatatan data hidrologi yang dibutuhkan untuk menguji keakuratan estimasi debit puncak.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi perencanaan dan pengelolaan DAS dalam mengestimasi debit puncak dengan metode penentuan koefisien limpasan yang tepat agar hasilnya lebih akurat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ESTIMASI DEBIT PUNCAK BERDASARKAN BEBERAPA METODE PENENTUAN KOEFISIEN LIMPASAN DI SUB DAS LEKOPANCING KABUPATEN MAROS”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:
1. Berapa besar koefisien limpasan Limpasan dengan menggunakan metode Cook, U.S. Forest Servis, dan Hassing pada Sub DAS Lekopancing kab Maros ? 2. Berapa besar debit puncak di DAS Lekopaccing, Kab. Maros dari nilai
koefisien limpasan metode Cook, U.S. Forest Servis, dan Hassing ? 3. Bagaimana perbedaan hasil analisis debit puncak dengan debit puncak
aktual ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung koefisien limpasan sub DAS Lekopaccing kab. Maros dengan menggunakan metode Cook, metode U.S. Forest Servis,dan metode Hassing . 2. Menghitung debit puncak di sub DAS Lekopaccing kab. Maros.
3. Mengetahui perbedaan hasil estimasi debit puncak dengan debit puncak aktual.
D. Manfaat Penelitian
Sebagaimana hakikat dari suatu penelitian yang senantiasa diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu :
1. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan debit puncak di sub DAS Lekopancing Kabupaten Maros.
2. Selain itu juga dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi penelitian lain yang akan melakukan penelitian serupa.
E. Batasan Penelitian
Agar tujuan penulisan ini mencapai sasaran yang diinginkan dan lebih terarah, maka diberikan batasan-batasan masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitaian ini dilakukan di sub DAS Lekopancing Kabupaten Maros.
2. Penelitian memakai 3 stasiun curah hujan yaitu, stasiun Pucak, stasiun Salojirang, stasiun Bontokappang. Masing-masing memakai data curah hujan 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2019.
3. Penelitian ini memakai data tinggi muka air (TMA) dan data Debit, dari tahun 2010 sampai 2019
3. Penelitian hanya meneliti debit puncak dengan data pembanding debit aktual sub DAS Lekopancing.
F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka disusun sistematika tugas akhir sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, sistematika penulisan.
Bab II Kajian pustaka yang berisi tentang teori umum dan landasan teori yang menjadi dasar dan pedoman dalam melaksanakan penelitian tentang estimasi debit puncak berdasarkan beberapa metode penentuan koefisien limpasan di sub das maros.
Bab III Metode penelitian terdiri atas penjelasan tata letak lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, dan sumber data, variabel penelitian, metode pengumpulan data (sekunder), metode analisa data, prosedur penelitian dan flow chart penelitian.
Bab IV Analisa Hasil dan Pembahasan terdiri atas deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori umum dan landasan teori yang diacu dalam penelitian ini.
BAB V Kesimpulan dan Saran yang berisi tentang kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil penelitian serta saran-saran untuk kesempurnaan penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai 1.
Adalah suatu lokasi yang dibatasi titik-titik tinggi di mana air yg berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan tersebut,beberapa ahli menjelaskan sebagai berikut;
1). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-UU/2001 daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS – sub DAS.
2). Menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melaluli sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah aliran air (DAS) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.
3). Menurut Suripin (2002), DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung-punggung bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut Kamus Webster dalam Suripin (2002), DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.
Daerah Aliran Sungai (catchment area, basin, watershed) adalah semua daerah dimana semua airnya yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai, tetapi termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian (Sri Harto, 1993).
Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi.
Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukitbukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut kamus Webster, DAS adalah
suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004).
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi (Suripin, 2004) :
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi (Suripin, 2004) :
Sungai 2.
Sungai adalah tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991). Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat berkumpulnya air di lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya (Wardhana, 2001). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Menurut Masduqi, dkk (2009) ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkat sedimen hasil erosi pada Daerah Aliran Sungai dan alurnya (Self Purification).
Luas dan Bentuk DAS 3.
Luas daerah aliran sungai (DAS) adalah luas daerah tangkapan air yang di batasi oleh pemisah alam topografi antara lain punggung bukit atau pegunungan dan di simbolkan dengan hurup A. Luas dan kemiringan DAS akan mempengaruhi kecepatan dan volume aliran air/debit (Q) permukaan,sehinggah ssemakin luas suatu daerah aliran DAS maka maka velume aliran permukaan semakin besar.
(Asdak (2010:155) menjelaskan bahwa semakin besar luas DAS, ada kecendrungan semakin besar jumlah hujan yang diterima. Semakin besar luas DAS, maka semakin besar pula kapasitas yang akan ditampung, sehingga akan meningkatkan debit puncak. Makin besar daerah pengaliran maka makin lama debit puncak mencapai tempat titik (outlet) (Sosrodarsono, 2003:136). Mawardhi (2012:133) menjelaskan bahwa waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air aliran permukaan untuk mengalir dari titik teratas ke titik terbawah (outlet). Salah satu teknik menghitung waktu konsentrasi menggunakan persamaan matematik yang dikembangkan oleh Kirpich yang bedasarkan panjang maksimum aliran dengan beda ketinggian antara titik pengamatan dengan lokasi terjauh pada DAS dibagi panjang maksimum aliran (Asdak, 2010:167). Ketika tanah sepanjang kedua titik tersebut telah jenuh dan semua cekungan bumi lainya telah terisi oleh air hujan, diasumsikan bahwa bila lama waktu hujan sama dengan tc berarti seluruh DAS tersebut telah ikut berperan untuk terjadinya aliran air yang sampai ke outlet (Asdak, 2010:166)
Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan
bertambahnya luas DAS. Tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai jumlah total dari DAS, melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luasnya DAS. Ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke titik kontrol (waktu konsentrasi) dan juga penyebaran atau intensitas hujan. Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrografhidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama.
Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang melebar, sehingga terjadinya konsentrasi air dititik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan apabila hujan yang terjadi tidak serentak diseluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang satu ke ujung lainnya. Pada DAS memanjang laju aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum memberikan kontribusi pada titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan di hilir telah habis, atau mengecil.
Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) (sumber, suripin, 2004:77)
Tujuan Pengelolaan DAS 4.
Tujuan pengelolahan lahan sebagai berikut;
a. Menyediakan air, mengamankan sumber-sumber air dan mengatur pemakaian air sesuai kebutuhan pemakaian.
b. Menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan dan memperthankan kesuburan tanah.
c. Meningkatkan pendapatan masyarakat.
Intinya tujuan dilakukannya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) adalah Sustainable Watershed Development artinya dengan memanfaatkan sumber daya alam di dalam DAS secara berkelanjutan dan tentunya tidak membahayakan lingkungan di sekitarnya dan menguntungkan masyarakat sekitar yang bermukim untuk menikmati dan mengelolah,memamfaatkan, serta menjaga alam sekitarnya.
B. Koefisien Limpasan Topografi
1.
Tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit dan atau saluran, dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan kemiringan curam disertai parit atau saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan adanya cekungan- cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan.
Infiltrasi tanah 2.
Infiltrasi merupakan peritiwa atau proses masuknya air kedalam tanah, didalam tanah air mengalir kearah pinggir sebagai aliran perantara menujuh mata air, danau dan sungai, atau secara vertikal dikenal sebagai penyaringan menuju air tanah. Infiltrasi dapat diartikan sebagai aliran vertikal air ke dalam tanah melalui permukaan tanah (Triatmojo, 2008 dan Harianto, 2011), sedangkan Sosrodarsono (1987), mendefinisikan infiltrasi sebagai proses masuknya air hujan ke dalam tanah dan turun ke permukaan air tanah. Peristiwa yang terjadi terhadap curah hujan yang jatuh setelah mencapai permukaan tanah adalah pergerakan air sebagai limpasan permukaan dan infiltrasi. Proporsi kedua peristiwa tersebut tergantung pada besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi.
Tutupan lahan 3.
Tutupan lahan adalah kenampakan material fisik dipermukaan bumi dimana tutupan lahan menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan proses sosial.
Penutupan lahan (land cover) menggambarkan konstruksi vegetasi buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh.
Tiga kelas data secara umum mencakup dalam penutupan lahan yaitu:
Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang, Tipe pembangunan.
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer, 1990). Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh, sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsirkan secara langsung dari penutupan lahannya.
Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand &
Kiefer, 1990). Deteksi perubahan mencakup penggunaan fotografi udara yang berurutan di atas wilayah tertentu dari fotografi tersebut sehingga peta penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995). Campbell (1983) dalam Lo (1996) menambahkan bahwa peta perubahan penutupan lahan antara dua periode waktu biasanya dapat dihasilkan.
Simpanan Permukaan 4.
Simpanan permukaan lahan ini di tentukan dengan pendekatan kerapatan aliran atau sistem drainase yang terdapat di permukaan lahan dengan luasan tertentu. Limpasan permukaan atau aliran permukaan merupakan curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah yang mengangkut zat-zat dan partikel tanah. Limpasan terjadi akibat intensitas hujan yang turun melebihi kapasitas infiltrasi, saat laju infiltrasi terpenuhi maka air akan mengisi cekungan yang terdapat pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut terisi air dan penuh, maka air akan mengalir (melimpas) di atas permukaan tanah (surface runoff). Air limpasan dibedakan menjadi dyau yaitu sheet dan rill surface runoff akan tetapi apabila aliran air tersebut telah masuk ke dalam sistem saluran air atau kali, maka disebut sebut stream flow runoff(Asdak, 2010).
Ada 3 metode untuk menghitung koefisien limpasan yaitu : a. Metode Cook
Apabila suatu DAS memiliki intensitas hujan yang melebihi kapasitas infiltrasi, maka setelah laju infiltrasi terpenuhi air hujan akan mengisi cekungan cekungan pada permukaan lahan hingga akhirnya terisi penuh dan air akan mengalir pada permukaan tanah. Untuk memperoleh nilai koefisien C dari masing-masing variable disajikan dalam Tabel berikut ini :
Tabel 1. Karakteristik DAS untuk Metode Cook
Karakteristik yang Menghasilkan Aliran
Karakteristik DAS
Ekstrim (100) Tinggi (75) Sedang (50) Rendah (25)
Topografi Curam (> 40%) Berbukit (10- 30%)
Bergelombang
(5-10%) Datar (0-5%)
Bobot 40 30 20 10
Infiltrasi tanah
Batuan yang tertutup lapisan
tanah tipis
Lempung
Geluh Berpasir, Geluh Berdebu, Geluh, Geluh
Berlempung
pasir, pasir bergeluh
Bobot 10 15 10 5
Vegetasi penutup Permukiman, lahan kosong
Sawah irigasi, sawah tadah
hujan, dan tegalan
Kebun campuran, hutan kurang
rapat
Hutan rapat
bobot 20 15 10 5
`Simpanan permukaan
Dapat diabaikan, pengatusan kuat, saluran curam, tidak ada danau
Sedikit, pengatusan baik, tidak ada
danau
Sedang, pengatusan baik- sedang, 2% luas daerah
berupa danau
Banyak, pengatusan kurang, banyak
danau
bobot 20 15 10 5
Untuk menentukan besarnya koefisien limpasan pada DAS ada beberapa metode yang dapat digunakan salah satunya ialah Metode Cook. Berdasarkan Metode Cook, koefisien limpasan diperoleh ditinjau dari faktor kemiringan lereng, penggunaan lahan, kerapatan aliran dan tekstur tanah. Infiltrasi merupakan kemampuan tanah untuk meresapkan air (berkaitan dengan tekstur tanah, lereng, dan penutup lahan/kerapatan vegetasi). Semakin rendah kemampuan infiltrasi tanah, Semakin halus tekstur tanahnya, semakin curam lereng, dan semakin rendahnya tutupan vegetasinya, menjadikan debit puncak DAS tinggi.
b. Metode U. S. Forest Service
Koefisien limpasan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan beberapa jenis penggunaan lahan dengan sedikit mempertimbangkan kondisi topografi, tanah,
dan vegetasi penutup. Masing-masing jenis penggunaan lahan memiliki rentang nilai koefisien limpasan seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Nilai Koefisien Limpasan Menurut U. S. Forest Service
Tataguna
Lahan Koef. C Tataguna Lahan Koef. C
Perkantoran Tanah Lapang
Daerah Pusat Kota
0,70 - 0,95 Berpasir datar 2% 0,05 - 0,10 Daerah
Sekitar Kota
0,50 - 0,70 Berpasir agak rata 2 - 7% 0,10 - 0,15 Perumahan Berpasir miring 7% 0,15 - 0,20
Rumah Tinggal
0,30 - 0,50 Tanah berat datar 2% 0,13 - 0,17 Rumah susun
(pisah)
0,40 - 0,60 Tanah berat agak rata 2 - 7%
0,18 - 0,22 Rumah susun
(sambung)
0,60 - 0,75 Tanah berat miring 7% 0,25 - 0,35 Pinggiran
kota
0,35 - 0,40
Daerah Industri
Tanah Pertanian 0 - 50%
Kurang padat industri
0,50 - 0,80 A. Tanah kosong
Padat industri 0,60 - 0,90 Rata 0,30 - 0,60
Taman, Kuburan
0,10 - 0,25 Kasar 0,20 - 0,50
Tempat bermain
0,20 - 0,35 B. Ladang Garapan
Daerah Stasiun KA
0,20 - 0,40 Tnh berat tanpa vegetasi Tnh berat bervegetasi Berpasir tanpa vegetasi
Berpasir bervegetasi
0,30 - 0,60 Daerah tak
berkembang
0,10 - 0,30 C. Padang Rumput Tanah berat Berpasir
0,20 - 0,50 Jalan Raya D. Hutan Bervegetasi 0,20 - 0,25
Beraspal 0,70 - 0,95 `
0,10 - 0,25
Berbeton 0,80 - 0,95
Berbatu bata 0,70 - 0,85 0,15 - 0,45
0,05 - 0,25
0,05 - 0,25
Tanah Tidak Produktif
Trotoar 0,75 - 0,85 >30%
Rata Kedap Air 0,70 - 0,90
Daerah
Beratap 0,75 - 0,95 Kasar 0,50 - 0,70
Sumber : U.S Forest Service, 1980 dalam Asdak, 2004 c. Metode Hassing
Koefisien limpasan diperoleh melalui penggabungan parameter topografi (Ct), tanah (Cs), dan vegetasi penutup (Cv). Masing- masing parameter memiliki klasifikasi dengan nilai koefisien limpasan seperti tabel di bawah ini :
Tabel 3. Nilai Koefisien Limpasan menurut Hassing
No Topografi (Ct) C
Koefisien Limpasan (C)
1 Datar (<1%) 0,03 2 Bergelombang (1 - 10%) 0,08 3 Perbukitan (10 - 20%) 0,16 4 Pegunungan (>20%) 0,26
No Tanah (Cs) C
1 Pasir dan krikil 0,04 2 Lempung berpasir 0,08
3 Lempung dan lanau 0,16
4 Lapisan batu 0,26
No Vegetasi (Cv) C
1 Hutan 0,04
2 Pertanian 0,11
3 Rerumputan 0,21
4 Tanpa tanaman 0,28
Sumber : Hassing, (1995) dalam Suripin (2002)
C. Analisi Hidrologi Insentitas Hujan 1.
Intensitas curah hujan adalah besarnya air hujan yang jatuh ke permukaan bumi pada satuan luas . Dengan demikian apabila diketahui curah hujan 1 mm berarti curah hujan tersebut adalah sama dengan 1 liter/m2. Jadi curah hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas. Satuan curah hujan dinyatakan dalam mm sedangkan derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per-satuan waktu dan disebut juga dengan intensitas hujan. Intensitas hujan dipergunakan untuk mencari debit banjir rencana (Suyono, Kensaku Takeda, 1978) Dilakukan perhitungan intensitas curah hujan dengan metode Mononobe, rumus yang digunakan dalam metode Mononobe adalah sebagai beriku :
I =
Keterangan:
R24 = Hujan harian (mm) Tc = Waktu konsentrasi (jam)
Waktu Konsentrasi (Tc) 2.
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah pengaliran.
Umumnya waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju saluran terdekat (To) dan waktu untuk mengalir dalam saluran ke suatu tempat yang ditinjau.
Waktu konsentrasi dapat menggunakan rumus kirpich sebagai berikut;
Tc = 0,0195 L 0,77 S-0,385 Keterangan;
Tc : waktu konsentrasi (jam) A : Luas daerah aliran sungai (km) S : kemiringan sungai
Analisis Curah Hujan Wilayah Poligon Thiessen 3.
Masing-masing curah hujan di tentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang di bentuk (menggambarkan garis-garis sumbuh pada garis-garis penghubung antara dua stasiun hujan yang berdekatan. Poligon thiessen merupakan salah satu metode yang sangat populer di kalangan praktisi hidrologi dalam perhitungan curah hujan rerata wilayah. Curah hujan yang di
perlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini di sebut curah hujan wilayah dan dinyatakan dalam millimeter (Sri Harto, 1993).
Curah hujan ini harus di perkirakan dari beberpa titik pengamatan curah hujan. Metode perhitungan curah hujan real dari pengamatan curah hujan dibeberapa titik adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):
Dalam perhitunagan curah hujan wilayah kami mengguanakan metode piligon Thieseen, cara ini memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari pos- pos hujan yang bersangkutan untuk digunakan sebagai faktor bobot dalam perhitungan curah hujan rata-rata. Metode ini dilakukan dengan membagi daerah yang diwakili untuk setiap stasiun penakar hujan. Daerah tersebut dibentuk dengan menggambarkan garis-garis yang tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan dua stasiun pengukur terdekat. Untuk menghitung curah hujan rata-rata dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara data curah hujan di suatu stasiun pengukur dengan luas daerah yang diwakilinya kemudian dibagi dengan luas total seluruh DAS (Sri Harto, 1993).
Secara sistematis rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata dengan metode polygon thiessen adalah sebagai berikut (Sri Harto, 1993):
Ṝ = R1W1+R2W2 + ………+ RnWn keterangan:
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1...R2...Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
W1...W2...Wn = faktor bobot masing-masing stasiun. Yaitu %daerah pengaruh terhadap luas keseluruhan.
Gambar 2: Pembagian daerah dengan Metode Poligon Thiessen (Sumber : Sosrodarsono, 2006)
Analisis Debit Puncak Metode Rasional 4.
Debit puncak adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan stabilitas bangunan-bangunan yang ada di badan sungai. Perhitungan debit puncak dalam pekerjaan ini dimaksudkan untuk menghitung debit puncak pada lokasi rencana penetapan sempadan sungai (Soemarto, 1995).
Perkiraan besarnya debit puncak menggunakan metode Rasional salah satu teknik yang dianggap memadai Wanielista dalam Suroso (2006) menjelaskan bahwa beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode Rasional adalah .
1. Curah hujan yang terjadi dengan intensitas tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi;
2. Aliran permukaan langsung mencapai maksimal ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi;
3. Koefisien aliran permukaan dianggap tetap selama durasi hujan;
4. Luasan DAS tidak berubah selama durasi hujan.
Dalam Asdak, Chay (2002), dijelaskan jika ukuran daerah pengaliran >300 ha, maka koefisien pengaliran (C) bisa dipecah-pecah sesuai tata guna lahan yang bersangkutan. Dalam suripin (2004) dijelaskan penggunaan metode rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata dan intensitas curah hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang, Rumus umum dari metode rasional adalah :
Q = 0,278 x C x I x A Keterangan :
Q = Debit puncak (m3/detik) C = Koefisien pengaliran
A = Luas daerah pengaliran (km2) I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km2 , maka debit banjir sebesar 0,278 m3 /detik dan melimpas selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
D. Debit Sungai ( Qp Aktual)
Pengukuran debit sungai dikatakan secara tidak langsung apabila kecepatan alirannya tidak diukur langsung, akan tetapi dihitung berdasarkan rumus hidraulis debit dengan rumus manning, chezy, serta Darcy Weisbach. saluran Pada sungai- sungai yang besar, penggunaan alat ukur yang diterapkan di laboratorium menjadi tidak praktis, dan pengukuran debit dilakukan dengan suatu alat pengukuran kecepatan aliran yang disebut pengukur arus (current meter). Suatu hubungan tinggi muka air debit, atau kurva debit (rating curve). Kurva debit (rating curve) biasa juga disebut lengkung aliran dibuat memplot debit yang diukur terhadap tinggi muka air pada saat pengukuran (Sangsongko, 1985).
Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengukur debit sungai yaitu dengan mengukur kecepatan arus dapat dilakukan dengan menggunakan pelampung atau alat pengukur kecepatan (current meter). Jika digunakan alat pelampung, pengukur kecepatan arus dapat dilakukan dengan mudah meskipun permukaan air sungai tinggi. Tempat yang dipilih untuk keperluan ini merupakan bagian sungai yang lurus dengan perubahan lebar, kedalaman dan gradient sungai yang kecil. Tiang-tiang pengamatan dipancangkan di dua titik yang berjarak 50- 100 m. waktu tempuh pelampung di antara dua buah garis pengamatan diukur dengan stopwatch. Setelah itu, debit dapat dihitung dengan cara mengalikan kecepatan dengan luas penampang basah sungai.
E. Penelitian Relevan
Penelitian ini mengambil beberapa penelitian yang menjadi bahan perbandingan dan referensi. Beberapa penelitian yang relevan dan menjadi bahan
acuan referensi dituliskan dalam bentuk tabel matrix penelitian seperti pada tabel 4 di bawa ini :
Tabel 4 : penelitian yang relevan
No Penulis Judul Metode Hasil
1 Noviana Dian Utami
Slamet Suprayog i
Kajian debit banjir akibat perubahan penggunaan lahan di sub das belik, Daerah Istimewa Yogyakarta
2 Adelia Untari
Survery dan investigasi
Kapasitan sungai yang dihitung dengan rumus Manning
Metode Rasional
Penggunaan lahan di sub DAS Belik antara tahun 2003 dan 2012 yang paling banyak berkurang luasannya adalah daerah
bervegetasi yaitu seluaas 23,47 Ha (3,43%) diikuti oleh tanah kosong seluas 8,01 Ha ( 1,17%), dan halaman dengan tanah berpasir yang mengalami perubahan seluas 6,40 Ha (0,94%) sedangkan penggunaan lahan yang banyak mengalami pertambahan luas antara lain perumahan dengan perubahan seluas 22,86 Ha (3,34%), pertokoan seluas 10,75 Ha (1,57%), dan perkantoran seluas 9,86 Ha (1,44%).
Debit banjir di Sub DAS Belik (DTA utama) pada tahun 2003 adalah 28,48 m3/detik dan mengalami kenaikan menjadi 29,47 m3/detik pada tahun 2012.
Kapasitas sungai DTA utama sebesar 36,07 m3/detik mampu menampung debit banjir yang melaluinya pada kala ulang tahun 2 tahun karena kapasitasnya lebih besar dari pada debit banjir.
Daerah kajian secara keseluruhan mengalami peningkatan nilai koefisien limpasan antara 4,55% - 13,95% karena perubahan
penggunaan lahan menjadi lahan yang kedap. Penggunaan lahan yang berubah tetap dianggap
berkontribusi terhadap peningkatan koefisien limpasan. Perubahan koefisien limpasan rata-rata di daerah kajian telah menaikkan debit banjir maksimumnya karena keduanya berbanding lurus 3 Sri
Wahyuni
Hardy Guchi
Benny Hidayat
ArcGis
Metode Log Person III
Metode Rasional
Hasil analisis perubahan
penggunaan lahan tahun 2009 dan menurut rencana tata ruang
wilayah (RTRW) tahun 2011-2031 : Terjadi peningkatan drastis kawasan perdangan di semua sub das citepus, yang paling besar peningkatan terjadi di kecamatan Cicendo, Andir dan Astana Anyar.
Peningkatan nilai koefisien limpasan (C) dan debit puncak terbesar pada tahun 1986 dibandingkan tahun 2009 adalah hulu DAS Citepus yaitu sebesar 10,12%
Survey dan investigasi
ArcGis
Berdasarkan data dilapangan diperoleh bahwa tipe penggunaan lahan yang cenderung mengalami penambahan luas adalah
penggunaan lahan budidaya yaitu 15.905 Ha. Penambahan jumlah penduduk dari tahung 2003 yaitu sebesar 255.847 jiwa menjadi 318.818 jiwa pada tahung 2013.
Land use dan land cover pada sawah pada tahun 2003 sebesar 3.358 Ha dan terjadi perubahan pada tahun 2013 menjadi 2.478 Ha sehingga pada tahun 2013 terjadi perubahan penggunaan kahan sawah yang cenderung menurun sebesar 880 Ha.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu
Lokasi penelitian yang digunakan untuk meneliti terletak antara 5o6’00” – 5o10’30” LS dan 119o37’30” – 119o51’00” BT, memiliki luasan 221,85 km2. Tepatnya berada pada desa Pucak Kabupaten Maros.
Gambar 3. Peta Sub Das Lekopancing tahun 2021
Waktu penelitian ini dilakukan kurang lebih dalam jangka waktu 2 bulan, terdiri dari survey kegiatan, pengambilan data, analisis data dan seminar.
B. Jenis Penelitian Dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitan kualitatif, dimana kondisi tersebut dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada literature-literatur yang
berkaitan dengan penelitian tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui adanya sebab dan akibat dan pengaruh dengan cara menganalisis data yang didapatkan, dari instansi yang terkait.
Adapun sumber data di dapat dari instansi terkait :
Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
1. Data curah hujan tahun 2010 – 2019 dengan menggunakan 3 stasiun a. stasion pucak
b. stasiun saligirang c. stasiun bottokappang
2. PETA sub DAS lekopancing kab Maros.
3. Data AWLR (tinggi muka air dan debit).
C. Variabel Penelitian
Variabel yang di teliti adalah data curah hujan yang di dapat dari instasi terkait (PU Pompengan Jeneberang Sul-Sel) yaitu terdiri dari 3 stasiun, yaitu stasiun pucak,salojirang,bontokappang dengan rentang waktu selama 10 tahun, dan luas daerah aliran sungai di sub DAS lekopancing Kabupaten Maros.
D. Metode Analisi Data
Dalam metode analisis data merupakan tahapan proses penelitian dimana data yang sudah dikumpulkan dan diolah dalam rangka menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian ini metode analisis data yang dilakukan yaitu:
Pengolahan Citra 1.
Untuk mengolah citra dilakukan tahap pra-pengolahan sebagai berikut:
a. Koreksi Geometrik
Tujuan dari koreksi geometrik adalah memperbaiki distorsi posisi dengan meletakkan elemen citra pada posisi planimetrik (x dan y) yang seharusnya, sehingga citra mempunyai kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di permukaan bumi sehingga dapat digunakan sebagai peta.
b. Klasifikasi Penggunaan Lahan
Klasifikasi penggunaan lahan yaitu mengidentifikasi objek yang nampak pada citra. Klasifikasi citra resolusi tinggi dilakukan dengan digitasi secara manual. Jumlah kelas penggunaan lahan yang diklasifikasi yaitu delapan kelas yaitu permukiman, sawah, tegalan/ladang, perkebunan/kebun, tanah kosong/gundul, semak belukar, hutan rimba, sungai besar. Untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan sepuluh tahun terakhir maka citra yang di digitasi adalah citra tahun 2010 dan tahun 2019.
c. Menentukan Besarnya Koefisien Limpasan - Topografi
- Infiltrasi tanah - Vegetasi penutup - Simpanan permukaan
Selanjutnya dihitung Koefisien limpasan menggunakan metode Cook dengan menggunakan rumus di bawah ini.
dengan rumus :
C das =
Perhitungan Curah Hujan 2.
Analisis curah hujan wilayah dari 3 stasiun curah hujan dengan menggunakan metode poligon Thiessen, rumus yang digunakan dalam metode polygon Thiessen adalah sebagai berikut :
Ṝ =
Dilakukan perhitungan intensitas curah hujan dengan metode Mononobe,
rumus yang digunakan dalam metode Mononobe adalah sebagai beriku : i =
Dalam menghitung debit puncak peneliti menggunakan metode Rasional.
Rumus metode Rasional :
C = 0,278 x C x I x A
A. Presedur Penelitian
Penelitian ini memiliki prosedur agar mempunyai langkah-langkah dan aturan-aturan dalam melakukan suatu penelitian sehingga dapat mempermudah kita dalam menyelesaikan penelitian dengan baik dan teratur serta mendapatkan hasil yang diharapkan. penelitian ini dilakukan di Sub DAS Lekopancing, Kabupaten Maros. Adapun yaitu:
1. Melakukan penentuan lokasi penelitian di sub DAS kab. Maros, sumber data DAS dari BBWS Pompengan jeneberang direktorat sumber daya air sulawesi selatan.
2. Menghitung koefisien limpasan dengan menggunakan metode Cook.
3. Melakukan perhitungan data curah hujan wilayah.
4. Melakukan perhitungan debit puncak menggunakan metode rasional dengan berpatokan semua nilai yang telah di hitung sebelumnya.
6. Menghitung debit aktual dengan menggunakan metode kurva lengkung tinggi muka air dan debit.
7. Membandingkan hasil perhitungan debit puncak metode rasional dari hasil koefien limpasan dengan metode cook dan debit aktual dengan kurva lengkung debit dan tinggi muka air di sub DAS lekopancing kab Maros.
8. Penyusunan laporan.
B. Bagan Dan Alur Penelitian
Gambar 4 : Alur penelitian
Pengumpulan data
Luas das (A)
Koefisien limpasan (C) Intensitas hujan
Debit puncak Debit aktual
Perbandingan debit puncak/debit aktual
selesai Mulai
Data sekunder - Peta DAS - Data curah
hujan
Data sekunder - Data AWLR
(tinggi muka air dan debit)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian Tutupan Lahan
1.
Menghitung koefisien limpasan (C) dengan menggunakan metode Cook di sub DAS Leokopancing kab Maros, ada beberapa faktor yang pengaruhi di antaranya, faktor kemiringan lereng,tanah/batuan, kapasitas infeltrasi, vegetasi penutup, faktor simpanan permukaan, maka di lakukan analisis sebagai berikut:
a) Topografi
Gambar 5: peta kemiringan lereng di sub DAS Lekopancing
Tabel di bawah ini dengan angka masing masing menunjukkan besar kecilnya pengaruh kemiringan lereng terhadap limpasan permukaan semakin terjal lerengnya maka semakin tinggi pula nilai koefisiennya dan begitu pula sebaliknya
semakin lantai lerengnya maka semakin rendah pula nila koefisien limpasannya,detail terdapat pada tabel 5 di bawah in:
Tabel 5 : Nilai kemiringan lereng (LS) Sub DAS Lekopancing
No Kemiringan
(%) Topografi Luas (ha) Skor
1 0-5 Datar 1,108,269 10
2 05-10 Bergelombang 1758,57 20
3 10-30 Berbukit 8,434,262 30
4 >30 Curam 10883,68 40
Total 22185
Sumber : hasil analisa tahun b) Infiltrasi Tanah
Membuat peta jenis tanah seperti pada gambar 6 yang didigitasi ulang dan data infiltrasi tanah berdasarkan pada sifat dan tekstur tanah serta bentuk lahan dan tutupan lahan nya di peroleh dari (Rencana Tata Ruang Wilayah kab Maros), Tabel 6: Jenis tanah di sub DAS Lekopancing
No Kelas
tekstur
Klasifikasi
laju infiltarsi Luas (ha) Skor
1 Pasir
6,5- 12,5
758,038 10
(sedang cepat)
2 Lempung
liat berpasir
6,5-12,5
3,784,319 15
(sedang cepat)
3 Liat
berpasir
2-6,5
17,642,432 20
(sedang)
Total 22185
Sumber : Rencana tata ruang wilayah Maros tahun 2019
Gambar 6 : Peta Jenis Tanah di Sub DAS Lekopancing Maros c) Tutupan Lahan
Untuk mengetahui besarnya vegetasi penutup dilakukakan dengan pendekatan penggunaan lahan yang ada dalam keperluan analisis maka dilakukan klasifikasi. hasil klasifikasi dapat di lihat pada gambar 7 dibawah ini :
Berdasarkan hasil interpretasi visual penggunaan lahan, dan mengetahui distribusi tutupan lahan di sub DAS lekopancing kabupaten maros lima kelas telah di identifikasi sebagi tipe kelas akhir tutupan lahan yaitu pemukiman, sawah, tegalan, perkebunan, tanah kosong, semak belukar, hutan rimba, sungai kemudian di beri bobot sesuai dengan rumus Cook pada pembahasan sebelumnya,pada tabel di bawah ini menjelaskan lebih detail tentang penggunaan lahan di sub DAS lekopancing kab Maros.
Tabel 7. Perhitungan lahan pada area penelitian
No. Penggunaan lahan Luas (Ha) Skor
1 Hutan 12,264,632 5
2 Permukiman 140,545 20
3 Pertanian Lahan Basah dan tubuh
air 5,657,716 15
4 Pertanian Lahan Kering 3,724,709 10
5 Semak Belukar 107,613 10
Total 22185
Sumber : Hasil analisa
Gambar di bawah ini menjelaskan setiap pembagian wilayah pemukiman, hutan,lahan basah serta lahan kering, detail gambar 7 (tutupan lahan) terdapat di bawah ini :
Gambar 7 : Tutupan Lahan
d) Simpanan Air Permukaan
Interpretasi simpanan air permukaan berdasarkan kerapatan aliran ,karena kerapatan aliran dapat di gunakan untuk menilai kondisi aliran setempat, hasil klasifikasi simpanan air permukaan yang di sesuaikan dengan klasifikasi metode cook untuk mengetahui limpasan permukaan di sub DAS Lekopancing kabupaten Maros.
Klasifikasi kerapatan aliran dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya rasio antara panjang sungai dan luas DAS. Berdasarkan hasil analisis kerapatan aliran sub das Lekopancing terdapat 3 kelas yaitu tinggi, sedang, rendah. Luas masing-masing wilayah dan peta kalisfikasi kerapatan aliran terdapat pada gambar 8 di bawah ini:
Tabel 8 : Klasifikasi kerapatan aliran No
Klasifikasi kerapatan
aliran
Luas (ha) Skor
1 Tinggi 84.15 5
2 Sedang 70.23 10
3 Rendah 64.47 15
Total 22185
Sumber ; Hasil analisa
Metode Cook 2.
Rumus yang di gunakan adalah : C das =
Setelah semua nilai diketahui maka di lakukan perhitungan koefisien limpasan dengan menggunakan metode Cook. Rekapitulasi hasil perhitungan
nilai koefisien limpasan pada sub DA S Lekopancing kabupaten Maros terdapat pada tabel 9 yang ada di bawa ini:
Tabel 9 : Koefisien limpasan dengan metode cook
n o
Karakteristik DAS
karesteriktik yang menghasilkan aliran
bobot x luas
total luas (ha)
Nilai C
extrim Tinggi sedang rendah
B luas
(ha) B luas
(ha) B luas
(ha) B luas
C1 L1 C2 L2 C3 L3 C4 L4
1 Topografi 40 10883,68 30 8434,26 10 1758,5 10 1108
2 626,2
2218 5
0,28
0,13 2 Infiltrasi tanah 20 0,00 15 17642,4 10 3784,3 5 758,0 311,1 0,16 3 Vegetasi penutup 20 12264,63 15 5657,71 10 3724,7 5 140,5 112,3 0,05
4 simpanan
permukaan 20 0,00 15 4E+05 10 48341 5 4382
66439
, 0,03
Sumber : Hasil perhitungan CTopografi =
=
=
C Total = CTopoografi + C Infiltrasi + C Vegetasi + C Simpanan = 0,28+ 0,16 + 0,05 + 0,03 = 0,47 = 0,13
Metode U.S. Forest Servis 3.
Penentuan koefisien limpasan metode U. S. Forest Service menggunakan interval nilai (C) pada berbagai jenis penggunaan lahan. Pengaplikasian metode ini memerlukan penyesuaian terlebih dahulu baik dalam hal jenis penggunaan lahan maupun nilai koefisien limpasan yang digunakan. Penyesuaian dilakukan dengan menggunakan asumsi yang diperkuat dengan beberapa temuan di lapangan.
Melalui analisa kuantitatif peta penggunaan lahan, terdapat 6 jenis penggunaan lahan menurut metode U. S. Forest Service antara lain hutan, pemukiman, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, semak belukar, tubuh air. Penggunaan lahan tanah berat tanpa vegetasi berupa tegalan mendominasi wilayah penelitian dengan persebaran yang merata dari hulu hingga hilir. Luasan setiap jenis penggunaan lahan tersaji secara rinci dalam Tabel 10 dibawah ini Tabel 10 : Koefisien Limpasan Metode U.S. Forest Servis
No. Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase
(%) C LxC C
1 Hutan 12,264,632 55 0.03 0.2
0.13
2 Permukiman 140,545 0.634 0.6 0
3 Pertanian Lahan
Basah 5,657,716 26 0.15 0.4
4 Pertanian Lahan
Kering 3,724,709 17 0.1 0.2
5 Semak Belukar 107,613 0.485 0.07 0
6 Tubuh Air 289,569 1 0.05 0
Total 22185 100 1
Sumber : Hasil perhitungan Metode Hassing 4.
Parameter topografi (Ct), tanah (Cs), dan vegetasi (Cv) diperoleh melalui reklasifikasi dan analisa kuantitatif terhadap, peta kemiringan lereng, tekstur tanah, dan penggunaan lahan yang sudah dibuat sebelumnya. Rincian dari masing-masing parameter beserta nilai rerata tertimbang dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini ; .
Tabel 11 : Perhitungan Koefisien limpasan Metode Hassing No Topografi
Luas
C CxA Ct C Hasing
ha
1 Datar 1108 0.03 33.24
0.07
0.11
2 bergelombang 1758 0.08 140.64
3 berbukit 8434 0.16 1349.44
4 curam 1.0883 0.26 0.282958
Total 22185 1523.603
No Tanah luas
C CxA Cs
ha
1 Pasir 753 0.04 30.12
0.2 2 Lempung liat
berpasir 3784 0.08 302.72
3 liat berpasir 1.7642 0.16 0.282272
4 lapisan batu 0 0.26 0
Total 22185 333.1223
No vegetasi luas
C CxA Cv
ha
1 Hutan 12264 0.04 490.56
0.06
2 Pertanian 9381 0.08 750.48
3 Rerumputan 0 0.21 0
4 Tanpa Tanaman 0 0.28 0
Total 22185 1241.04
Sumber : Hasil perhitungan
Faktor topografi memberikan kontribusi terbesar dalam penentuan koefisien limpasan metode Hassing dengan Ct 0,11. Hal tersebut dikarenakan kondisi topografi yang didominasi oleh bentukan berbukit dan bergunung. Koefisien limpasan yang bernilai 0,11 menunjukkan bahwa 11% hujan yang jatuh di Sub DAS Lekopancing akan menjadi aliran permukaan dan tergolong dalam klasifikasi rendah.
Analisis Curah Hujan 5.
a) Analis Curah Hujan Wilayah Metode Thiessen
Ada 3 Stasiun hujan yang berpengaruh pada DAS Lekopancing Maros yaitu stasiun hujan Salojirang, stasiun hujan Pucak, stasiun hujan Bontokappang. Ketiga stasiun masing masing menggunakan data curah hujan 10 tahun dari 2010 sampai dengan 2019.
Gambar 8 : Lokasi Pos Hujan Metode Thiessen
Total luas dari ketiga stasiun 221,85 km2 adapun pembagian lahan dengan metode polygon thiessen dapat di lihat pada tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12 : Pembagian daerah aliran metode thiessen
No Stasiun luas (ha) koefisien Thiessen
1 Pucak 84.15 0.4
2 Salojirang 70.23 0.3
3 Bontokappang 64.47 0.3
22185 1
Sumber ; Hasil analisa
Koefisiem thiessen dapat di hitung dengan menggunakan rumus berikut C1 =
Tabel 13: Curah hujan maksimum dengan Kejadian Yang Sama
Tahun Tanggal
stasiun curah
max (mm) pucak salojirang bontokappang
2010 27-Jan 151 50 10 75.4
2011 20-Feb 98 10 0 42.2
2012 27-Jan 154 0 0 86.2
2013 23 Des 150 65 82 80.7
2014 23-Nov 68 0 4 41.9
2015 17 Des 250 22 49 112.3
2016 04-Apr 150 0 19 99.6
2017 21 Des 150 100 132 109.2
2018 12-Jan 130 11 64 55.3
2019 19 Mei 198 0 0 79.2
jumlah 782
rata-rata 78.2
Sumber : Hasil Perhitungan c) Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi di gunakan untuk menentukan lamanya air mengalir dari hulu sampai ke hilir sungai lekopancing.
Perhitungan waktu konsentrasi menggunakan rumus Kirpich sebagai berikut :
Tc = 0,0195 L 0,77 S-0,385 Diketahui :
L = 22,41 km S = 0,07
Tc = 0,0195 22,41 0,77 0.07 0,385
= 3.45 jam
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus kirpich waktu konsentrasi menghasilkan lama air mengalir 3.45 jam selama periode tahun.
d) Intensitas Hujan
Selanjutnya perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan metode monobe untuk tahun 2010.
Di ketahui :
R24 = 143,5 mm/jam Tc = 3.45 jam
=11.52mm/jam
untuk hasil selanjutnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini;
Tabel 14: Perhitungan intensitas hujan
tahun R (mm) Tc (jam) I (mm/jam)
2010 75.4 3.45 11.52
2011 42.2 3.45 6.45
2012 86.2 3.45 13.17
2013 80.7 3.45 12.33
2014 41.9 3.45 6.40
2015 112.3 3.45 17.16
2016 99.6 3.45 15.22
2017 109 3.45 16.66
2018 55.3 3.45 8.45
2019 79.2 3.45 12.10
Sumber : Hasil analisa