• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL HUKUM ACARA PERDATA ADHAPER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL HUKUM ACARA PERDATA ADHAPER"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2022

ISSN: 2442-9090 e-ISSN: 2579-9509

Pembubaran Perseroan Terbatas yang Diajukan oleh Pemegang Saham yang Memiliki Persentase Saham Berimbang Melalui Penetapan Pengadilan

Vinie Rachmadiena Devianti, Nyulistiowati Suryanti, Anita Afriana ... 75

ADHAPER

(2)

1. Peranan Disnakertrans dalam Melakukan Mediasi Perselisihan Hubungan Industrial di Masa Pandemi

Agus Mulya Karsona, Hazar Kusmayanti, Anita Afriana ... 1 2. Peningkatan Status Hukum Kesepakatan Perdamaian oleh Mediator di Luar

Pengadilan Menjadi Akta Perdamaian

Dedy Mulyana ... 19 3. Kompetensi Absolut Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa

Utang Piutang

Rai Mantili ... 39 4. Implementasi Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Mediator Non Sertifi kat di

Kota Kediri

Emi Puasa Handayani, Zainal ArifIn, ... 59 5. Pembubaran Perseroan Terbatas yang Diajukan oleh Pemegang Saham yang

Memiliki Persentase Saham Berimbang Melalui Penetapan Pengadilan

Vinie Rachmadiena Devianti, Nyulistiowati Suryanti, Anita Afriana ... 75 6. Pernyataan Perkawinan Putus sebagai Petitum Gugatan Perceraian (Analisa

Perkara No. 645/Pdt.G/2019/Pn. Jkt.Sel)

Sufi arina, Hidayatul Afdal, Herman Sudrajat ... 93 7. Studi Perbandingan Hukum Terkait Ketentuan Penolakan Pelaksanaan dan

Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia dengan di Thailand

Muhammad Mpu Samudra, Ning Adiasih ... 107 8. Kajian Hukum Peniadaan Peninjauan Kembali dalam Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

Mustakim ... 127 9. Kedudukan Parate Eksekusi pada Jaminan Fidusia dengan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 18/Puu-Xvii/2019

Misnar Syam, Yussy Adelina Mannas ... 149 10. Dirumahkannya Pekerja yang Berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

pada Masa Pandemi Covid-19 secara Sepihak Berdasarkan Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan Secara Non Litigasi

Sherly Ayuna Putri, Agus Mulya Karsona, Holyness Singadimedja ... 167

Vol. 8, No. 1, Januari – Juni 2022

DAFTAR ISI

JURNAL HUKUM ACARA PERDATA

ADHAPER

e-ISSN: 2579-9509

(3)

75

PEMEGANG SAHAM YANG MEMILIKI PERSENTASE SAHAM BERIMBANG MELALUI PENETAPAN PENGADILAN

Vinie Rachmadiena Devianti1, Nyulistiowati Suryanti2*, Anita Afriana3*

1 Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, [email protected].

2* Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung [email protected].

3* Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung [email protected].

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa perseroan terbatas dapat didirikan oleh dua orang atau lebih, namun tidak mengatur mengenai persentase kepemilikan saham sehingga dapat memungkinkan terjadinya kepemilikan persentase saham berimbang dalam hal perseroan terbatas hanya memiliki dua pemegang saham. Kepemilikan saham berimbang ini adalah implementasi asas keseimbangan yang merupakan cerminan nilai-nilai positif, namun di sisi lain rentan menimbulkan permasalahan jika terjadi perselisihan diantara para pemegang saham, salah satunya yaitu terkait pembubaran perseroan terbatas. Dengan metode yuridis normatif, artikel ini akan menganalisis akibat hukum terhadap perseroan terbatas yang memiliki pemegang saham dengan persentase saham berimbang serta pelaksanaan pembubaran perseroan terbatas atas permohonan pemegang saham melalui penetapan pengadilan menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, kepemilikan presentase saham berimbang dapat berakibat tidak dapat diambilnya keputusan yang sah dan mengikat dalam RUPS sehingga dapat menimbulkan jalan buntu bagi perseroan terbatas pada saat keadaan yang mendesak. Kedua, dalam pelaksanaan pembubaran perseroan terbatas, Pasal 146 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas belum memberikan kepastian hukum mengenai legal standing dari organ perseroan terbatas yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak terkait non-aktifnya perseroan selama tiga tahun atau lebih, sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran mengenai legal standing dari organ perseroan terbatas yang dapat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut.

Kata kunci: legal standing; pembubaran perseroan; penetapan pengadilan; saham

ABSTRACT

Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company stipulates that a limited liability company can be established by a minimum of two or more persons, however it doesn’t regulate about shares ownership percentage so it allows a chance of balanced shares ownership in the event that the limited liability company only has two shareholders. Balanced shares ownership is an implementation of the balance principle which is a refl ection of positive values, but on the other side, it can cause a problem

(4)

if there’s a confl ict between shareholders, one of which is related to the dissolution of a limited liability company. By using the normative juridical methtod, this article analyzes the legal consequences to a limited liability company of shareholders with balanced shares percentage and the implementation in a dissolution of a limited liability company that fi led by shareholder through the establishment of a court reviewed from Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company. The results of this research show that: First, ownership of balanced shares percentage can result in not being able to make a legitimate decision in a General Meeting of Shareholders (hereinafter referred to as RUPS) so that caused a deadlock for the limited liability company in urgent circumstances. Second, In the implementation of the dissolution of a limited liability company, Article 146 paragraph (1) letter c of Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company didn’t give any legal certainty about the legal standing of a limited liability company organ that has the authority to submit the letter to tax agency concerning company deactivation for three years or more, so can cause a different interpretation about the legal standing of a limited liability company organ that can submit the letter.

Keywords: court reviewed; dissolution; legal standing; shares ownership

LATAR BELAKANG

Perkembangan perekonomian dan dunia usaha di Indonesia saat ini semakin tumbuh pesat, hal ini dapat dilihat dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Badan hukum (rechtspersoon) adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.1 Badan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yakni terbatasnya tanggung jawab, perpetual succession, memiliki kekayaan sendiri, dan memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas namanya sendiri.2 Badan usaha yang tidak berbadan hukum subjek hukumnya adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya. Badan usaha yang berbadan hukum meliputi Yayasan, Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), dan badan usaha yang tidak berbadan hukum meliputi persekutuan dagang, Firma, dan Persekutuan Komanditer (CV).

Perseroan terbatas sebagai badan usaha memiliki kelebihan dibandingkan badan usaha lainnya salah satunya yaitu adanya kepastian hukum yang menimbulkan dampak positif terkait kelangsungan perseroan terbatas, pengelolaan perseroan terbatas, dan tanggung jawab perseroan terbatas. Keberadaan perseroan terbatas merupakan salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan pembangunan nasional di bidang ekonomi. Berdasarkan Pasal 1 butir 1

1 Rochmat Soemitro, 1983, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, Jakarta, h. 36.

2 Chaidir Ali, 1987, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 19.

(5)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas yaitu:

“Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian oleh suatu perkumpulan orang-orang yang bersepakat mendirikan sebuah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.3 Modal dasar perseroan terbatas terbagi atas saham, bahwa dari kata “terbagi” dapat diketahui modal perseroan terbatas tidak satu atau dengan kata lain tidak berasal dari satu orang, melainkan modalnya dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham.4 Hal tersebut dikarenakan perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian, maka ada pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut yang artinya ada lebih dari satu atau sekurang kurangnya ada dua orang atau dua pihak dalam perjanjian tersebut, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam suatu perseroan terbatas terdapat beberapa pemegang saham.

Organ perseroan terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Organ-organ tersebut masing-masing memiliki kewenangan yang berbeda seperti yang telah diatur dalam UUPT. Masing-masing organ perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam UUPT. RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.5 Direksi merupakan organ yang sangat penting dalam suatu perseroan terbatas, oleh karena itu tidak ada suatu perseroan terbatas yang tidak mempunyai Direksi kecuali dalam keadaan tertentu untuk sementara. Hal itu disebabkan Direksi merupakan organ yang harus menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan perseroan.6 Dewan Komisaris merupakan organ perseroan terbatas yang melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan terbatas, sehingga pada satu sisi kewenangan menjalankan kegiatan usaha suatu perseroan terbatas ada pada Direksi

3 Gatot Supramono, 2007, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, h. 3.

4 Ibid.

5 Pasal 1 angka 4 UUPT.

6 H. Man S. Sastrawidjaja dan Rai Mantili, 2012, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang, Jilid 2, Keni Media, Bandung, h. 24.

(6)

dengan diawasi Dewan Komisaris dan ditentukan garis besar haluan, batasan serta tujuan akhirnya oleh RUPS.7

Organ perseroan terbatas dapat mengambil keputusan untuk tidak meneruskan kembali perseroan terbatas yang telah mereka dirikan. Keadaan ini yang dimaksud dengan berakhirnya perseroan terbatas.8 Pembubaran adalah suatu tindakan yang mengakibatkan eksistensi perseroan berhenti dan tidak lagi menjalankan kegiatan usaha untuk selama-lamanya, kemudian diikuti dengan proses administrasinya berupa pemberitahuan, pengumuman dan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya.9 Terkait dengan pembubaran perseroan terbatas telah diatur dalam Pasal 142-152 UUPT.

Pada praktiknya, proses pembubaran perseroan terbatas banyak mengalami kendala, khususnya karena terdapat permasalahan di antara organ perseroan terbatas. Salah satu konflik kepentingan yang sering terjadi yaitu karena adanya kepemilikan saham yang berimbang dalam perseroan terbatas. Kepemilikan saham berimbang terjadi karena UUPT tidak menentukan secara khusus mengenai besarnya saham yang dapat dimiliki oleh pemegang saham, namun hanya mengatur syarat bahwa pendiri perseroan terbatas harus berjumlah dua orang atau lebih.10

Pemilik modal sebagai pemegang saham dalam sebuah perseroan terbatas sangat bervariatif seperti pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham mayoritas pada prinsipnya cukup terjamin terutama melalui mekanisme RUPS yang jika diambil keputusan secara musyawarah, maka akan dipastikan kelompok pemilik saham mayoritas cenderung mempengaruhi keputusan RUPS.11

Di dalam mekanisme RUPS dianut asas One Share One Vote atau satu saham satu suara. Asas ini dipandang sebagai suatu asas yang fair untuk diterapkan, dimana pemegang saham mayoritas dapat mempertahankan hak-haknya secara lebih baik dibandingkan dengan pemegang saham minoritas karena adanya disparitas kepemilikan hak suara dalam proses pengambilan keputusan, selain itu pemegang saham mayoritas mempunyai kepentingan yang lebih besar terhadap perusahaan karena kepemilikan saham yang besar sehingga akan menanggung kerugian yang besar juga.

7 Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 34.

8 Rudhi Prasetya, 2011, Teori & Praktek Perseroan Terbatas, Sinar Grafi ka, Jakarta, h. 166.

9 Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 178.

10 M. Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafi ka, Jakarta, h. 162.

11 Absori, 1998, Hukum Ekonomi berupa Aspek Pengembangan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, h. 37.

(7)

Perseroan terbatas yang memiliki pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas seperti tersebut di atas tidak akan menemukan kendala dalam pelaksanaan suatu RUPS, sehingga RUPS yang dilakukan dapat mengambil suatu keputusan yang sah dan mengikat. Namun demikian, yang menjadi permasalahan ialah jika dalam suatu perseroan terbatas saham perseroan dimiliki oleh dua kubu pemegang saham yang memiliki masing- masing 50% saham atau yang dikenal dengan saham berimbang. Berimbangnya kepemilikan saham dapat menyebabkan deadlock apabila salah satu pemegang sahamnya berselisih atau tidak terjalin komunikasi yang baik di antara para pemegang saham.

Perseroan terbatas yang memiliki dua orang pemegang saham dengan kepemilikan saham berimbang tentunya akan sulit untuk mencapai kourum jika terdapat salah satu pemegang saham yang tidak menyetujui usulan RUPS dan keputusan sirkuler apabila terjadi perselisihan di antara kedua pemegang saham tersebut. RUPS mempunyai kewenangan untuk menentukan perubahan Anggaran Dasar perseroan terbatas, persetujuan laporan tahunan dan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris, dan kewenangan lain yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS tidak dapat mengambil keputusan mengenai hal-hal tersebut jika terdapat persentase saham berimbang yang dimiliki oleh kedua pemegang saham. Keadaan demikian tentunya dapat memberikan kerugian baik bagi kedua pemegang saham maupun pihak ketiga yang berkaitan dengan perseroan terbatas.

Pembubaran perseroan terbatas yang tidak bisa tercapai melalui RUPS, maka upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui penetapan pengadilan. Pasal 146 ayat (1) UUPT mengatur bahwa pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan atas permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar kepentingan umum atau perseroan melakukan perbuatan yang melanggar aturan perundang-undangan; permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian; dan permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Dalam penjelasan Pasal 146 ayat (1) disebutkan bahwa salah satu alasan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan yaitu perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak.

Terdapat suatu kasus mengenai pembubaran perseroan terbatas dan kepemilikan presentase saham berimbang yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, akan tetapi permohonan tersebut ditolak karena legal standing yang memberitahukan surat kepada instansi pajak tidak sesuai. Kasus tersebut yaitu permohonan penetapan Pengadilan Negeri

(8)

Jakarta Pusat Nomor 176/Pdt.P/2015/Pn.Jkt.Pst yang selanjutnya penetapan tersebut diperkuat oleh Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 1618 K/Pdt/2016.

Kasus permohonan pembubaran perseroan terbatas tersebut terjadi pada PT. Artha Komoditi & Energi Services (selanjutnya disebut PT. AKES). PT. AKES didirikan oleh dua pemegang saham yaitu PT. Republik Energi & Metal dan PT. Baraventura Pratama (selanjutnya disebut PT. BVP) dengan persentase saham yang berimbang. PT. AKES merupakan perseroan terbatas yang didirikan di Jakarta, berdasarkan Akta Nomor: 06 tanggal 05 Juli 2011 dibuat dihadapan Dirhamdan, S.H., notaris di Jakarta Timur dan telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal 11 Juli 2011 Nomor: AHU-34616.AH.01.01 Tahun 2011.

Para pihak yang ada dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor adalah PT. Baraventura Pratama (Pemohon); PT. Artha Komoditi & Energi & Service (Termohon I);

PT. Republik Energi & Metal (Termohon II); dan Ade Kornelius (Turut Termohon).

Permohonan pembubaran perseroan terbatas ini diajukan oleh Pemohon dikarenakan sejak didirikannya tahun 2011 sampai dengan diajukannya permohonan pembubaran melalui penetapan pengadilan tahun 2015, Direksi PT. AKES tidak pernah melaksanakan ketentuan seperti yang tercantum dalam Pasal 12 Anggaran Dasar Perseroan Jo. Pasal 100 Jo. Pasal 66 UUPT. Direksi PT. AKES tidak pernah melaksanakan RUPS baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya (RUPSLB), tidak pernah membuat laporan kegiatan, laporan tahunan, laporan pertanggungjawaban keuangan, neraca laba dan rugi perseroan serta tidak pernah melakukan audit keuangan terhadap perseroan. Selain itu, sejak didirikan PT. AKES tidak pernah mengadakan perubahan Anggaran Dasar sehingga masa jabatan Direksi dan Komisaris perseroan telah berakhir pada tanggal 05 Juli 2014. PT. AKES pun belum aktif dalam menjalankan kegiatan operasional usahanya dan belum menyetorkan modal disetor pada rekening perseroan sehingga masih tercatat sebagai piutang pemegang saham. Alasan-alasan tersebut pada akhirnya menjadi dasar bagi pemohon mengajukan permohonan pembubaran PT. AKES ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebelum didaftarkannya permohonan pembubaran tersebut, pemohon telah berulangkali mengirim surat kepada turut termohon perihal permintaan RUPSLB tentang pembubaran perseroan namun tidak pernah mendapat tanggapan dari turut termohon selaku direktur perseroan. Pemohon juga telah menyampaikan kepada termohon II sebagai salah satu pemegang 50%msaham dalam perseroan yaitu berupa Keputusan Para Pemegang Saham sebagai Pengganti RUPS (Circular Resolution) dengan agenda menyetujui pembubaran perseroan terhitung sejak tanggal 10 Agustus 2015 serta menunjuk likuidator. Akan tetapi,

(9)

sampai dengan didaftarkannya permohonan pembubaran kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, termohon II tidak pernah menanggapi usulan tersebut.

Berdasarkan penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c, perseroan terbatas yang menyatakan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih dapat dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak. Surat pemberitahuan tersebut dibuat oleh PT. BVP selaku pemegang saham karena masa jabatan Direksi PT. AKES telah berakhir sehingga PT. BVP selaku pemohon beranggapan bahwa Direksi sudah tidak dapat lagi melakukan tugas dan tanggung jawab dalam kepengurusan perseroan terbatas. Akan tetapi, permohonan tersebut tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena bukti berupa surat pemberitahuan tentang non-aktifnya perseroan yang disampaikan kepada instansi pajak dan dibuat oleh pemegang saham. Majelis hakim menilai penyampaian surat pemberitahuan tersebut merupakan kewenangan Direksi bukan pemegang saham dan menyatakan permohonan yang diajukan oleh pemohon adalah premateur. Hal ini mengakibatkan adanya pihak yang tidak setuju dan merasa dirugikan dengan penetapan tersebut.

Adapun permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut adalah akibat hukum terhadap perseroan terbatas yang memiliki pemegang saham dengan persentase saham berimbang serta pelaksanaan pembubaran perseroan terbatas atas permohonan pemegang saham melalui penetapan pengadilan menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis normatif dan dipaparkan dengan metode deskripsi analitis. Metode pendekatan yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Sumber data difokuskan pada data sekunder yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, teori hukum, literatur hukum, dan materi lain yang terkait dengan penelitian ini.

PEMBAHASAN

Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas yang Memiliki Persentase Saham Berimbang Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Mengacu pada definisi perjanjian bahwa menurut Pasal 1313 KUHPdt perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perumusan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

(10)

dengan perjanjian dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan (verbintenisscheppende overeenkomst) atau perjanjian obligatoir.12 Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 7 ayat (1) UUPT yang mengatur tentang pendirian suatu perseroan terbatas harus didirikan paling sedikit oleh dua orang atau lebih, maka pada prinsipnya ada kesepakatan pada para pihak dalam perjanjian mendirikan perseroan terbatas yang selanjutnya dituangkan dalam akta otentik.

Perseroan terbatas pada umumnya dapat didirikan oleh dua orang saja, dimana setiap pendiri perseroan terbatas wajib memiliki saham dalam perseroan setiap didirikan. Secara yuridis, dalam pendirian perseroan terbatas tidak ada ketentuan yang mengatur jumlah saham yang dapat dimiliki oleh masing-masing pemegang saham dalam perseroan sehingga memungkinkan untuk terjadinya kepemilikan saham dalam jumlah yang sama dalam perseroan terbatas yang hanya memiliki dua pemegang saham. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak adanya pemegang saham mayoritas dan minoritas di dalam sebuah perseroan terbatas.

Pengaturan mengenai seberapa besar komposisi kepemilikan saham dalam perseroan terbatas tidak diatur secara jelas dalam UUPT. Pasal 7 ayat (2) UUPT hanya menyatakan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan terbatas didirikan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat menyebabkan proses kegiatan perseroan terbatas akan mengalami hambatan. Kepemilikan saham yang berimbang ini sering terjadi dalam praktik pendirian perseroan terbatas. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan beberapa masalah pada perseroan terbatas terutama menyebabkan kesulitan dalam pengambilan keputusan pada pelaksanaan RUPS. Apabila dalam penyelenggaraan RUPS salah satu pihak tidak menyetujui hasil RUPS, maka keputusan tidak dapat diambil karena tidak terpenuhinya kourum.

Apabila melihat pada kasus PT. AKES yang didalamnya terdapat dua pemegang saham dengan jumlah yang sama sehingga tidak ada pemegang saham mayoritas dan minoritas, dimana dari total 50.000 lembar saham PT. AKES, 25.000 lembar saham menjadi milik PT. Republik Energi & Metal dan 25.000 lembar saham lainnya merupakan milik PT. BVP.

Salah satu pemegang sahamnya yaitu PT. BVP mengajukan pembubaran PT. AKES dengan alasan perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama lebih dari tiga tahun, namun pemegang saham lainnya tidak menyetujui pembubaran perseroan terbatas tersebut sehingga mengakibatkan RUPS tidak dapat mencapai keputusan atau bahkan RUPS tersebut tidak dapat dilaksanakan.

12 J. Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 11.

(11)

Berdasarkan Pasal 87 UUPT, keputusan RUPS dapat diambil melalui musyawarah untuk mufakat. Namun, jika hal tersebut tidak tercapai maka keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan lain. Pelaksanaan RUPS baik RUPS tahunan maupun RUPSLB dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris yang masih dalam masa jabatan.

Dalam kasus PT. AKES ini PT. BVP telah meminta untuk diadakannya RUPSLB kepada Direksi terkait pembubaran PT. AKES, akan tetapi berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Anggaran Dasar bahwa masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris perseroan adalah selama tiga tahun, sehingga masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris perseroan telah berakhir pada tanggal 05 Juli 2014 dengan demikian karena masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris perseroan telah habis masa berlaku sehingga Direksi PT. AKES tidak dapat menyelenggarakan RUPS baik RUPS tahunan maupun RUPSLB.

Melihat yang terjadi dalam kasus PT. AKES, secara jelas dapat terlihat bahwa perseroan terbatas yang memiliki persentase saham berimbang akan mengalami kendala terkait pelaksanaan dan pengambilan keputusan serta sulit untuk mencapai kourum dalam RUPS.

Walaupun RUPS tersebut dapat dilakukan dengan dihadiri oleh kedua pemegang saham yaitu PT. BVP dan PT. Republik Energi & Metal, akan tetapi apabila salah satu pemegang saham tidak menyetujui agenda dalam RUPS maka keputusan tidak dapat diambil. Dalam hal ini, para pemegang saham PT. AKES memiliki pendapat yang berbeda dan tidak terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya sehingga keputusan tidak dapat diambil dan terjadi deadlock.

Selain mengajukan untuk diadakannya RUPS, PT. BVP pun sudah menyampaikan kepada PT. Republik Energi & Metal yaitu Keputusan Para Pemegang Saham sebagai Pengganti RUPS (Circular Resolution) dengan agenda menyetujui pembubaran perseroan terhitung sejak tanggal 10 Agustus 2015 serta menunjuk likuidator, akan tetapi tidak ada tanggapan dari PT.

Republik Energi & Metal. Berdasarkan Pasal 91 UUPT, keputusan sirkuler harus disetujui dan ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara.

Kasus seperti yang terjadi dalam PT. AKES ini dapat terus bertambah selama belum ada peraturan yang secara eksplisit mengatur mengenai jumlah persentase kepemilikan saham dalam perseroan terbatas. Pasal 7 ayat (1) UUPT hanya mengakomodir syarat formil saja namun pada faktanya dapat menimbulkan masalah. Pasal ini sangat beresiko, karena adanya kepentingan masing-masing pemegang saham. Perseroan terbatas yang dimiliki oleh dua orang pemegang saham dengan kepemilikan saham yang berimbang dapat mengakibatkan sulitnya untuk mencapai kourum dalam hal terdapat salah satu pemegang saham yang tidak menyetujui usulan RUPS dan keputusan sirkuler jika tidak terjalin komunikasi yang baik diantara pemegang saham tersebut. Kepentingan antara pemegang saham dalam suatu

(12)

perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain, dengan berimbangnya persentase saham yang dimiliki oleh kedua pemegang saham serta tidak tercapainya keputusan dalam RUPS, maka hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian baik pemegang saham maupun pihak ketiga yang berkaitan dengan perseroan terbatas tersebut.

Diperlukan adanya suatu regulasi, setidaknya terdapat suatu pasal yang mengatur mengenai persentase kepemilikan saham dalam perseroan terbatas. Pemerintah selaku legislator seharusnya menggunakan kewenangannya untuk membuat suatu regulasi yang mengatur jumlah persentase kepemilikan saham dimana di dalam perseroan terbatas harus terdapat pemegang saham yang memiliki jumlah saham lebih besar dibanding yang lainnya, sehingga didalam perseroan tersebut sudah dapat dipastikan akan terdapat pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Hal tersebut dapat memudahkan perseroan dalam pengambilan keputusan dalam RUPS yang berkaitan dengan kelangsungan perseroan terbatas tersebut dan tentunya harus diberikan perlindungan juga terhadap pemegang saham minoritas agar tidak terdominasi oleh pemegang saham mayoritas.

Pelaksanaan Pembubaran Perseroan Terbatas atas Permohonan Pemegang Saham Melalui Penetapan Pengadilan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Pelaksanaan pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan dapat diajukan oleh salah satu atau beberapa orang pemegang saham dalam perseroan terbatas.

Syarat untuk pelaksanaan pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yaitu pemegang saham harus mengajukan dalam bentuk permohonan. Pembubaran perseroan terbatas tersebut harus diajukan dalam bentuk permohonan sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 146 ayat (1) UUPT yang secara tegas menyebutkan permohonan.

Perkara dalam bentuk permohonan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain, permasalahan yang diajukan bersifat kepetingan sepihak saja, hanya terdapat satu pihak saja yang disebut dengan pemohon dan penyelesaian putusannya disebut dengan penetapan.13 Perkara dalam bentuk gugatan berbeda dengan permohonan, dalam gugatan permasalahan hukumnya mengandung sengketa yang terjadi diantara dua pihak atau lebih, pihak yang satu berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lainnya berkedudukan sebagai tergugat, serta penyelesaian putusannya disebut dengan putusan.14

13 M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafi ka, Jakarta, h. 29.

14 Ibid, h. 46-47.

(13)

Pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan dapat dilaksanakan atas permohonan dari beberapa pihak, yaitu:15 permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan; permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian; dan permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang saham dalam mengajukan permohonan pembubaran perseroan terbatas kepada pengadilan negeri selain harus memenuhi paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham adalah permohonan pembubaran perseroan terbatas harus disertai dengan alasan-alasan hukum yang jelas yang dilakukan oleh organ perseroan terbatas. Pasal 146 ayat (1) huruf c UUPT, menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan terbatas atas permohonan Pemegang Saham, Direksi, atau Dewan Komisaris dengan alasan perseroan terbatas tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Berdasarkan penjelasan pasal 146 ayat (1) huruf c, yang dimaksud perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan yaitu perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak, dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS, dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam perseroan terbatas demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya dua kubu pemegang saham memiliki masing- masing 50% saham dan kekayaan perseroan terbatas telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada perseroan terbatas tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

Alasan hukum lainnya yang dapat diajukan oleh pemegang saham untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan terbatas kepada pengadilan negeri yaitu:16 perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga, anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan terbatas atau pemegang saham atau pihak ketiga. (Pasal 138 ayat (1) UUPT).

Pemberian hak kepada pemegang saham yang paling sedikit memiliki 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dalam perseroan terbatas untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan terbatas kepada pengadilan negeri merupakan salah

15 Pasal 146 ayat (1) UUPT.

16 Hardijan Rusli, 1996, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 49.

(14)

satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh UUPT kepada para pemegang saham minoritas dalam perseroan terbatas.

Pemeriksaan pengadilan negeri dilakukan melalui pengajuan permohonan, kemudian pemeriksaan hal ihwal mengenai permohonan pembubaran, selanjutnya pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan pengadilan negeri mengenai pembubaran perseroan terbatas.

Pembubaran tersebut wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator dan perseroan terbatas tidak dapat serta tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk melakukan pemberesan atas urusan perseroan terbatas dalam rangka likuidasi.

Apabila ketentuan tersebut dilanggar maka setiap anggota baik Direksi, Dewan Komisaris dan pemegang saham bertanggung jawab secara renteng.17

Jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran, likuidator wajib memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran perseroan terbatas dalam surat kabar dan melalui Berita Negara Republik Indonesia. Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka likuidator secara tanggung renteng dengan perseroan terbatas bertanggung jawab atas kerugian yang dialami atau diderita oleh pihak ketiga. Namun, kreditor mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, dimana penyampaian keberatan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak tanggal pengumuman. Apabila pengajuan keberatan tersebut ditolak likuidator maka kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal penolakan likuidator.18

Likuidator merupakan orang yang ditunjuk dan diangkat sebagai penyelenggara likuidasi bagi perseroan terbatas yang akan dibubarkan. UUPT tidak mengatur mengenai syarat likuidator, siapapun dapat menjadi likuidator selama hal tersebut merupakan kesepakatan dalam RUPS atau ditunjuk oleh pengadilan. Likuidator yang telah ditunjuk mempunyai tanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yaitu memberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta mengumumkan hasil akhir proses likuidasi tersebut dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.19 Sedangkan kurator yang melaksanakan fungsi likuidator menurut UUPT bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi perseroan terbatas yang dilakukan dengan tetap memperhatikan kewajiban yang dilaksanakan sebagai likuidator.

17 M. Yahya Harahap, 2011, Op.cit., h. 457.

18 Ibid, h. 460.

19 Pasal 152 ayat (3) UUPT.

(15)

Pembubaran perseroan terbatas melalui keputusan RUPS maupun berdasarkan penetapan pengadilan negeri telah dinilai selesai pada saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat berakhirnya status badan hukum, menghapus daftar nama perseroan terbatas dan mengumumkan berakhirnya status badan hukum perseroan terbatas dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sejak saat diumumkan dalam Berita Negera Republik Indonesia, maka eksistensi perseroan terbatas sebagai suatu subyek hukum telah berakhir.20

Dalam praktiknya, meskipun UUPT telah memberikan suatu aturan mengenai pembubaran perseroan terbatas khususnya pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan penetapan, akan tetapi sering terjadi permasalahan mengenai pembubaran perseroan terbatas tersebut. Salah satunya yaitu kasus mengenai pembubaran PT. AKES yang diajukan oleh salah satu pemegang sahamnya yaitu PT. BVP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kasus pembubaran PT.

AKES, melalui penetapan Nomor 176/Pdt.P/2015/Pn.Jkt.Pst, hakim menetapkan bahwa permohonan pembubaran perseroan yang diajukan oleh PT. BVP tidak dapat diterima dan menyatakan permohonan pembubaran perseroan yang diajukan adalah premateur.

Berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, maka PT. BVP selaku pemohon melakukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari pemohon. Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan Nomor 1618 K/Pdt/2016 menyatakan bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena judex facti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum dan tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang serta Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa permohonan pembubaran perseroan terbatas tersebut masih premateur.

PT. BVP selaku pemohon mengajukan permohonan pembubaran PT. AKES dengan alasan perseroan tidak mungkin dilanjutkan karena perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih. Direksi PT. AKES juga tidak pernah melaksanakan RUPS baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya (RUPSLB), tidak pernah membuat laporan kegiatan, laporan tahunan, laporan pertanggungjawaban keuangan, neraca laba dan rugi perseroan serta tidak pernah melakukan audit keuangan terhadap perseroan.

Terkait permohonan pembubaran PT. AKES yang diajukan dengan alasan yang dijelaskan diatas, hakim memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan pembubaran perseroan terbatas yang diajukan pemohon dan menyatakan permohonan pembubaran perseroan yang diajukan adalah premateur. Menurut hakim, walaupun alasan yang diajukan untuk dilakukannya pembubaran PT. AKES telah sesuai dengan Pasal 142 UUPT dan Pasal 146 ayat

20 Pasal 152 ayat (8) UUPT.

(16)

(1) huruf c UUPT yang menyatakan bahwa pembubaran perseroan terbatas dapat dilakukan melalui penetapan pengadilan yang diajukan oleh pemegang saham berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin dilanjutkan dan alasan tersebut salah satunya yaitu perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak. Akan tetapi, terdapat syarat lain yang tidak terpenuhi yaitu bahwa yang berhak untuk memberitahukan tentang tidak aktifnya perseroan adalah Direksi dan in casu pemberitahuan hanya dilakukan oleh pemegang saham sendiri. Menurut hakim, bahwa pemberitahuan tentang aktif tidaknya suatu perseroan termasuk bagian dari pengurusan perseroan itu sendiri, sehingga dengan berpegang pada Pasal 1 angka 5 Jo. Pasal 92 ayat (1) Jo. Pasal 98 ayat (1) UUPT maka harus dilakukan oleh Direksi dan bukan oleh pemegang saham.

Berdasarkan penetapan pengadilan dan putusan Mahkamah Agung di atas, maka telah memberikan kepastian hukum baik kepada Direksi maupun terhadap pemegang saham terkait proses serta tata cara pembubaran perseroan terbatas yang tidak mungkin dilanjutkan. Akan tetapi, meskipun telah memberikan kepastian hukum kepada pemegang saham, putusan tersebut belum memberikan keadilan terhadap posisi pemegang saham dalam hal pemegang saham ingin membubarkan perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan.

Dalam hal perseroan terbatas masih dalam keadaan belum defenitif bubar, baik Direksi, Dewan komisaris dan pemegang saham masih dalam keadaan aktif maka Direksi masih dapat melakukan pengurusan perseroan terbatas, apalagi jika pengurusan tersebut berhubungan dengan proses pembubaran perseroan terbatas yaitu penyampaian perseroan tidak aktif selama tiga tahun atau lebih yang dibuktikan dengan penyampaian surat kepada instansi pajak. Akan tetapi, dalam hal Direksi dan Komisaris sudah tidak aktif seperti dalam PT. AKES maka seharusnya pemegang saham dapat memiliki kewenangan untuk membuat, menandatangani dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak bahwa perseroan sudah tidak aktif selama tiga tahun atau lebih. Tindakan menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak tersebut adalah tindakan kepengurusan perseroan terbatas dan yang berhak menyampaikan suatu perseroan tidak aktif dapat dilakukan oleh Direksi, namun jika Direksi tidak aktif maka dapat dilakukan oleh Komisaris dan apabila keduanya tidak aktif seperti yang terjadi dalam PT. AKES dan upaya-upaya lain sudah tidak dapat dipenuhi maka seharusnya dapat dilakukan oleh pemegang saham.

Dalam penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c UUPT alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan salah satunya yaitu perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak. Pasal 146 ayat (1) huruf c UUPT dan penjelasannya tersebut seharusnya

(17)

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Penjelasan seharusnya tidak boleh memberikan makna yang berbeda dengan batang tubuhnya, dimana Pasal 146 ayat (1) huruf c UUPT tidak memberikan pemaknaan yang membatasi hak dari pemegang saham hanya sebatas pada mengajukan permohonan pembubaran, tetapi juga berhak untuk membuktikan bahwa perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih dengan menyampaikan surat pemberitahuan bahwa kepada instansi pajak. Apabila penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UUPT dimaknai bahwa yang berhak menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak hanya Direksi saja atau Komisaris saja atau pemegang saham saja, maka pemaknaan itu dapat bertentangan dengan batang tubuhnya.

Dalam posisi pemegang saham adalah pihak yang memiliki kepentingan dalam pengajuan permohonan pembubaran perseroan terbatas, sebagai salah satu pihak dalam peradilan perdata maka pihak yang memiliki kepentingan harus membuktikan hak yang dituntutnya melalui alat bukti yang cukup. Berdasarkan hal tersebut, maka penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UUPT yang dimaknai bahwa pemegang saham memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan, termasuk juga untuk melengkapi persyaratan permohonan pembubaran perseroan tersebut, yaitu menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak sebagai bukti bahwa perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih. UUPT tidak secara tegas menyatakan bahwa hanya Direksi yang dapat menyampaikan surat pemberitahuan mengenai tidak aktifnya perseroan terbatas kepada instansi pajak, apalagi di dalam kasus PT. AKES baik Direksi sebagai organ perseroan terbatas yang melakukan pengurusan, maupun Komisaris yang melakukan pengawasan dalam keadaan tidak aktif karena sudah habis masa jabatannya seperti yang ditentukan dalam Pasal 11 ayat (2) Anggaran Dasar.

PENUTUP Kesimpulan

Akibat hukum terhadap perseroan terbatas yang memiliki presentase saham berimbang yaitu pada saat perseroan terbatas tersebut akan melakukan RUPS, dalam hal pemegang saham berselisih serta tidak terjalinnya komunikasi yang baik maka mengakibatkan kourum untuk penyelenggaraan RUPS tidak terpenuhi sehingga RUPS tidak dapat dilakukan dan tidak dapat mengambil keputusan yang sah dan mengikat. Terlebih lagi, jika RUPS harus dilakukan segera mungkin dikarenakan kebutuhan perseroan terbatas yang mendesak, tentunya RUPS tersebut tidak dapat dilakukan apabila salah satu pemegang saham tidak menyetujui untuk diadakannya RUPS. Apabila terdapat pemegang saham yang tidak menyetujui agenda rapat jika RUPS

(18)

dilakukan, maka rapat tidak dapat mengambil keputusan yang sah dan mengikat, hal ini dapat menimbulkan jalan buntu bagi perseroan terbatas pada saat keadaan yang mendesak.

Pasal 146 ayat (1) huruf c UUPT telah memberikan legal standing kepada pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan. Permohonan diajukan karena tidak terdapatnya suatu sengketa dan tidak memerlukan adanya eksekusi sebagai tindak lanjut dari penetapan pengadilan. Akan tetapi, ketentuan tersebut masih belum memberikan kepastian hukum terkait pemenuhan persyaratan dari proses pembubaran perseroan terbatas yaitu penyampaian surat pemberitahuan kepada instansi pajak terkait non-aktifnya perseroan selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang mana dalam hal ini menimbulkan perbedaan penafsiran mengenai legal standing dari organ perseroan terbatas yang dapat menyampaikan surat kepada instansi pajak tersebut.

Saran

Pemerintah sebaiknya membuat suatu regulasi lebih lanjut yang mengatur mengenai jumlah presentase kepemilikan saham, dimana dalam sebuah perseroan terbatas terdapat pemegang saham yang memiliki jumlah saham lebih besar dibanding yang lainnya, sehingga didalam perseroan tersebut terdapat pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Hal tersebut dapat memudahkan perseroan terbatas dalam pengambilan keputusan pada saat RUPS.

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap prosedur pembubaran perseroan terbatas melalui penetapan pengadilan, sebaiknya dalam peraturan perundang- undangan memuat kedudukan yang jelas mengenai legal standing dari organ perseroan terbatas yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak terkait non-aktifnya perseroan selama tiga tahun atau lebih.

DAFTAR BACAAN Buku

Ali, Chaidir, 1987, Badan Hukum, Alumni, Bandung.

Absori, 1998, Hukum Ekonomi berupa Aspek Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Fuady, Munir, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

(19)

___________, 2003, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, M. Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafi ka, Jakarta.

___________, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafi ka, Jakarta.

Prasetya, Rudhi, 2011, Teori & Praktek Perseroan Terbatas, Sinar Grafi ka, Jakarta.

Rusli, Hardijan, 1996, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Sastrawijaya, Man. S. dan Rai Mantili, 2012, Perseroan Terbatas menurut Tiga Undang-Undang, Jilid 2, Keni Media, Bandung.

Satrio, J, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soemitro, Rochmat, 1983, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Eresco, Jakarta.

Supramono, Gatot, 2007, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Sumber Lain

Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.

Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 176/PDT.P/2015/PN.JKT.PST.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1618 K/PDT/2016.

Referensi

Dokumen terkait

Data untuk mengidentifikasi tanggapan siswa kelas V tentang sarana dan prasarana pendidikan jasmani pada pelaksanaan proses pembelajaran di SD Negeri Keputran A

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) Kontribusi dan Pertumbuhan Retribusi Obyek Wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Nganjuk tahun 2014-2018. 2) Kontribusi dan

Tahap-tahap likuidasi dalam hal terjadinya pembubaran perseroan sesuai yang tercantum dalam pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Penyempurnaan fomulasi dengan penambahan baku selain vinasse yang mengandung kadar N dan atau dekomposer yang digunakan untuk meningkatkan kadar N total pupuk

Data tes hasil belajar (post-test) secara keseluruhan diperoleh hasil presentase sebesar 94%, maka berdasakan kriteria yang ditentukan dapat dijelaskan bahwa

Relasi antara konsep garis berarah dan ide arah menyatakan bahwa a/b dapat ditentukan dengan menspesifikasi titik ujung a dan satu dari titiknya, katakanlah c-karena dirasa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka didapat hasilnya adalah model persamaan regresi linier sederhana Y= 3,907 + 0,237X dan koefisien determinasi pengaruh

Salah satu inovasi (ada metode bela,ar )aitu model (engembangan organisasi. Model ini merupakan model yang lebih berorientasi pada organisasi dari pada organisasi pada sistem