PENGARUH JUMLAH MATA TUNAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN EMPAT VARIETAS UBI KAYU
(Manihot esculenta Crantz.)
Oleh
ANGGA WALUYA A24062477
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
ANGGA WALUYA. Pengaruh Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Pertumbuhan Empat Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.).
(Dibawah bimbingan NURUL KHUMAIDA dan SUWARTO).
Kendala dalam pengembangan ubi kayu adalah kurang tersedianya bibit bermutu pada saat tanam, biaya transportasi bibit mahal, dan bibit ubi kayu memerlukan ruangan yang luas untuk penyimpanan. Kebutuhan bibit ubi kayu untuk budidaya secara monokultur adalah 10 000-15 000 stek per ha. Bahan tanam (bibit) yang umum digunakan yaitu stek batang panjang sekitar 20 cm dengan jumlah mata tunas ± 12-15 mata. Jika satu batang ubi kayu dengan ukuran 1-2 m digunakan untuk bibit, akan diperoleh 5-10 stek dan untuk 1 ha lahan dengan kebutuhan bibit 10 000 stek per ha memerlukan 1 000 sampai 2 000 batang untuk bahan stek. Sehingga akan memerlukan bahan tanam yang banyak untuk suatu luasan lahan, biaya transportasi bibit mahal, serta ruang untuk penyimpanan bibit juga harus luas.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penghematan penggunaan stek, dengan memperpendek ukuran atau mengurangi jumlah mata tunas. Namun penghematan stek tersebut harus tetap mampu menghasilkan pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi. Diduga kendala dalam penggunaan stek pendek diantaranya kehilangan cadangan bahan makanan akan lebih cepat sehingga daya tumbuh pada stek yang pendek akan lebih kecil dan jumlah tunas yang tumbuh pada stek akan lebih sedikit, sehingga memberikan lebih sedikit pilihan dalam pemilihan 2 tunas terbaik.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jumlah mata tunas per stek terhadap pertumbuhan ubi kayu varietas Adira-1, Adira-4, UJ-5 dan Malang-4. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Februari 2011. Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design). Varietas ubi kayu sebagai petak utama terdiri dari empat taraf yaitu Adira-1 (V1), Adira-4 (V2), UJ-5 (V3) dan Malang-4 (V4). Jumlah mata tunas stek sebagai anak petak terdiri dari empat taraf yaitu 4 mata tunas (P1), 6 mata tunas (P2), 8 mata tunas (P3), dan 10 mata tunas
(P4). Percobaan terdiri dari 3 ulangan, sehingga terdapat 48 satuan percobaan, dengan 20 tanaman ubi kayu per petak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah mata tunas stek tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya tumbuh, tinggi batang (pada 14-16 MST), serta jumlah umbi (8 MST dan 16 MST), bobot basah umbi, diameter umbi, dan panjang umbi pada umur 16 MST. Hal ini menunjukan bahwa sampai 16 MST (untuk tujuan produksi umbi), penggunaan stek 4 mata tunas sangat efektif digunakan pada empat varietas yang dicoba. Selain itu, penggunaan stek 4 mata tunas dapat menghemat penggunaan bibit ubi kayu sekaligus meningkatkan rasio perbanyakan ubi kayu dan meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja untuk penunasan (pemilihan 2 tunas terbaik).
Varietas memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah pengamatan jumlah tunas (1-4 MST) dengan jumlah tunas terbanyak terdapat pada varietas Malang-4, tinggi batang (2-12 MST) dengan batang tertinggi terdapat pada varietas Adira-4, diameter batang (2-16 MST) dengan diameter batang terbesar terdapat pada varietas Adira-4, jumlah umbi (8 MST dan 16 MST) dengan jumlah umbi terbanyak terdapat pada varietas UJ-5, bobot basah umbi (16 MST) dengan umbi terberat terdapat pada varietas Malang-4, diameter umbi (16 MST) dengan diameter umbi terbesar terdapat pada varietas Adira-4, dan panjang umbi (16 MST) dengan umbi terpanjang terdapat pada varietas Malang-4. Namun demikian varietas tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh. Interaksi antar perlakuan hanya terjadi pada peubah jumlah tunas (2-4 MST), tinggi batang (2-10 MST), dan diameter batang (2-6 MST).
PENGARUH JUMLAH MATA TUNAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN EMPAT VARIETAS UBI KAYU
(Manihot esculenta Crantz.)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Angga Waluya A24062477
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGARUH JUMLAH MATA TUNAS STEK TERHADAP
PERTUMBUHAN EMPAT VARIETAS UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
Nama : ANGGA WALUYA NIM : A24062477
Departemen : AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Nurul Khumaida, M. Si. Dr. Ir. Suwarto, M. Si.
NIP. 19650719 199512 2 001 NIP. 19630212 198903 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.
NIP. 19610106 198503 2 002
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang Jawa Barat pada tanggal 13 Desember 1987.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Dedi Sutaedih dan Ibu Endah Warnendah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Negeri Giriwangi, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Sagalaherang dan lulus pada tahun 2003. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Subang.
Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Forum Komunikasi Kulawargi Subang (FOKKUS) dan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Pertumbuhan Empat Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)”.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis dapat mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam penyusunan skripsi ini berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M. Si. yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam hal akademis selama perkuliahan, penyusunan usulan dan pelaksanaan penelitian, serta penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suwarto, M. Si. yang telah memberikan bimbingan dan arahannya baik dalam penyusunan usulan, pelaksanaan penelitian, maupun dalam penulisan skripsi ini.
3. Ir. Heni Purnamawati, M. Sc. Agr. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan bagi penulis.
4. Hibah Penelitian Strategis Nasional, DP2M Dikti Tahun 2010.
5. Kedua orang tua (ayahanda tercinta Dedi Sutaedih dan ibunda tercinta Endah Warnendah) atas kasih sayang dan dorongan yang tulus, baik moril maupun materil.
6. Septiani Purwanti Hanafiah, S. K. H. yang selalu memberikan motivasi serta bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Adik-adiku tercinta: Rizka Pipit Elawati, Rully Fauzi, dan Ridzwan Subambang yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna untuk pihak yang membutuhkan dan bagi pengembangan ubi kayu Indonesia.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ...iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis ... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 5
Botani Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 5
Syarat Tumbuh ... 6
Teknologi Budidaya ... 7
Hasil Penelitian Perbanyakan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 8
Hama dan Penyakit ... 9
BAHAN DAN METODE ... 10
Tempat dan Waktu ... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode percobaan ... 10
Pelaksanaan Penelitian ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam... 14
Daya Tumbuh ... 15
Jumlah Tunas ... 17
Tinggi Batang ... 19
Diameter Batang ... 24
Jumlah Umbi ... 28
Bobot Basah, Diameter Umbi, dan Panjang Umbi... 29
Prediksi Hasil Panen ... 31
Efisiensi Penggunaan Stek Pendek ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN ... 38
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daya Tumbuh dan Hasil Ubi Kayu Berdasarkan Kondisi Bibit
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 7 2. Pengaruh Posisi Penanaman Stek Terhadap Daya Tumbuh dan
Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 8 3. Panjang Stek pada Setiap Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas per Stek ... 11 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pada Peubah Pertumbuhan dan
Komponen Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.). ... 15 5. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap
Persentase Daya Tumbuh Tanaman Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz.) ... 16 6. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Jumlah
Tunas T anaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 17 7. Pengaruh Interaksi Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek
terhadap Jumlah Tunas Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz.) ... 18 8. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tuas Stek terhadap Tinggi
Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 21 9. Pengaruh Interaksi Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek
terhadap Tinggi Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz.) ... 23 10. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap
Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz.) ... 24 11. Pengaruh Interaksi Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek
terhadap Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz.) ... 27 12. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas per Stek terhadap
Jumlah Umbi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 29 13. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas per Stek terhadap
Bobot Basah, Diameter, dan Panjang Umbi Tanaman Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) pada 16 MST... 30 14. Hasil Analisis Korelasi Antar Peubah ... 31 15. Prediksi Hasil pada Empat Varietas Ubi kayu (Manihot esculenta
Crantz.) ... 34 16. Prediksi Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Berdasarkan Jumlah Mata Tunas per Stek... 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan Jumlah Mata Tunas per Stek dengan Jumlah Tunas
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) pada 4 MST ... 19 2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Empat Varietas Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) ... 20 3. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas Stek ... 22 4. Hubungan Jumlah Mata Tunas per Stek dengan Tinggi Batang
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) saat 12 MST ... 22 5. Pertumbuhan Diameter Batang Empat Varietas Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) ... 25 6. Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas Stek ... 26 7. Hubungan Jumlah Mata Tunas per Stek dengan Diameter Batang
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) pada 12 MST... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Deskripsi Varetas Adira-1 ... 39
2. Deskripsi Varietas Adira-4 ... 40
3. Deskripsi Varietas Malang-4 ... 41
4. Deskripsi Varietas UJ-5 ... 42
5. Perbandingan Panjang Stek Pada Setiap Varietas Ubi Kayu ... 43
6. Perbandingan Panjang Stek Pada Setiap Perlakuan Jumlah Mata Tunas ... 44
7. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Daya Tumbuh Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 45
8. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Jumlah Tunas Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 46
9. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Tinggi Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 47
10. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 49
11. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Jumlah Umbi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 51
12. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Bobot Basah Umbi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 52
13. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Diameter Umbi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 52
14. Sidik Ragam Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Panjang Umbi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) ... 52
15. Kondisi Tanaman Mati di Lahan Percobaan (a) dan Terserang Rayap (b) ... 53
16. Keragaan Umbi Empat Varietas Ubi Kayu pada 16 MST... 53
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah yang tengah berkembang saat ini yaitu ketahanan pangan dan energi. Peningkatan jumlah penduduk mengharuskan adanya peningkatan dalam penyediaan bahan konsumsi sehingga dapat mencapai swasembada pangan.
Ukuran swasembada pangan yang pernah dicapai pada awal tahun 80-an, tidak lain adalah dari kecukupan produksi beras yang sama atau melebihi kebutuhan dalam negeri (Bantacut, 2009). Berkurangnya lahan sawah, menurunnya kualitas tanah, perubahan iklim dan lainnya, seringkali menyebabkan usaha pemenuhan kebutuhan beras (usaha swasembada pangan) terhambat. Hal ini menjadikan Indonesia rawan dalam pemenuhan pangan. Selain itu peningkatan konsumsi makanan yang berbahan baku gandum juga meningkat. Ketersediaan bahan baku gandum menjadi salah satu masalah karena tidak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga impor menjadi pilihan utama untuk mengatasi masalah tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2010 Indonesia mengimpor gandum dalam bentuk tepung terigu senilai US$ 261 253 088. Hal ini tentunya sangat merugikan karena mengurangi devisa negara. Masalah ketersediaan energi juga sangat penting untuk diperhatikan. Dewasa ini permintaan terhadap energi (bahan bakar) terus meningkat, sedangkan energi yang ada saat ini juga terancam habis karena sebagian besar bertumpu pada sumber energi yang tidak terbarukan. Masalah-masalah tersebut harus segera ditangani.
Cara penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu diversifikasi (produk) pangan dan penggunaan energi terbarukan.
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas yang dapat dijadikan solusi bagi masalah diatas karena mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Dari tanaman ubi kayu dapat dihasilkan berbagai produk baik sebagai bahan pangan, industri, maupun pakan (Suwarto, 2009). Ubi kayu dapat menjadi sumber energi terkaya karena efisiensi fotosintesis dan sintesis turunan karbohidrat yang tinggi (Balagopalan, 1996 dalam Suwarto, 2005). Kemampuan substitusi tepung ubi kayu pada mie dan kue kering/biskuit mencapai 50%, pada roti 25%, dan pada produk cake dapat mengganti 100% terigu (Warta Penelitian dan Pengembangan
2
Pertanian, 2005). Peluang yang sangat besar dalam pengurangan impor gandum ini perlu didukung berbagai pihak. Dalam bidang industri tepung dan pangan, ubi kayu mempunyai potensi yang besar. Pengembangan industri tepung ubi kayu dalam penguatan ketahanan pangan mempunyai potensi yang besar, selain mempunyai kandungan kalori yang lebih besar daripada beras, tepung ini juga mengandung (dalam setiap 100 g) Ca (84 mg) dan Fe (1 mg) yang baik untuk kesehatan (Bantacut, 2009). Selain itu, berdasarkan potensi fisik seperti kesesuaian lahan, iklim, sumberdaya manusia, dan adaptasi teknologi, tanaman ubi kayu banyak didapat dan bisa dibudidayakan di banyak tempat/lokasi di Indonesia (Siregar, 2009). Kemudahan kesesuian lahan untuk tanaman ubi kayu didukung oleh masih luasnya lahan termasuk lahan kritis yang dapat dimanfaatkan, serta masih ada 108 juta ha areal hutan untuk tumpang sari (Siregar, 2009).
Potensi ubi kayu sebagai bahan baku industri, pangan, dan energi harus didukung oleh adanya peningkatan dan kontinuitas produksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanaman ubi kayu di lahan yang sesuai, penggunaan varietas (bahan tanam) yang tepat (jumlah, kontinyu, dan tepat waktu). Varietas dan bahan tanam (bibit) merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan ubi kayu. Dari segi varietas, ubi kayu yang dikembangkan harus mempunyai produktivitas dan kualitas yang tinggi agar permintaan yang ada dapat terpenuhi. Beberapa varietas unggul yang telah banyak digunakan yaitu Adira-1, Adira-4, UJ-5, dan Malang-4.
Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus memenuhi kriteria, yaitu: (1) Berkadar pati tinggi; (2) Potensi hasil tinggi; (3) Tahan cekaman biotik dan abiotik; dan (4) Fleksibel dalam usahatani dan umur panen. Dari 16 varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat ini, diantaranya Adira-4, UJ-5 dan Malang-4 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting varietas ini adalah: (1) Daun tidak cepat gugur, (2) Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah, (3) Adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, dan (4) Dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono et al., 2006). Varietas Malang-4 (39.7 t/ha, kadar pati 25-32 %), Adira-4 (35 ton/ha, kadar tepung 18-
3
22%, kadar protein 0.8-22 %), dan UJ-5 (25-38 ton/ha umbi segar, kadar pati 19- 30 %) merupakan varietas yang cocok untuk industri dan bioethanol, sedangkan Adira-1 (22 ton/ha umbi segar, kadar tepung 45 %, kadar protein 0.5 % umbi segar, rasa enak dan HCN 27.5 mg) cocok untuk konsumsi, maupun bahan baku industri.
Hasil yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan seragam dengan populasi yang penuh. Kondisi tersebut dapat dicapai bila bibit yang digunakan memenuhi kriteria lima tepat, yaitu: waktu, kuantitas, kualitas, harga, dan tempat. Kendala dalam pengembangan ubi kayu adalah kurang tersedianya bibit bermutu pada saat tanam, biaya transportasi bibit mahal, dan bibit ubi kayu memerlukan ruangan yang luas untuk penyimpanan. Kebutuhan bibit ubi kayu untuk budidaya secara monokultur adalah 10 000-15 000 stek/ha.
Bahan tanam (bibit) yang umum digunakan yaitu stek dengan panjang sekitar 20 cm dengan jumlah mata tunas ± 12-15 mata. Jika satu batang ubi kayu dengan ukuran 1-2 m digunakan untuk bibit, sehingga dengan cara ini akan diperoleh 5-10 stek dan untuk 1 ha lahan dengan kebutuhan bibit 10 000 stek/ha saja diperlukan 1000 sampai 2000 batang untuk bahan stek. Cara ini tentunya memerlukan bahan tanam yang banyak untuk suatu luasan lahan, biaya transportasi bibit mahal, serta ruang untuk penyimpanan bibit juga harus luas.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penghematan penggunaan stek, dengan memperpendek ukuran atau mengurangi jumlah mata tunas. Namun penghematan stek tersebut harus tetap mampu menghasilkan pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi. Diduga kendala dalam penggunaan stek pendek diantaranya kehilangan cadangan bahan makanan akan lebih cepat sehingga daya tumbuh pada stek yang pendek akan lebih kecil dan jumlah tunas yang tumbuh pada stek akan lebih sedikit sehingga memberikan lebih sedikit pilihan dalam pemilihan 2 tunas terbaik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jumlah mata tunas pada stek terhadap pertumbuhan ubi kayu varietas Adira-1, Adira-4, UJ-5 dan Malang-4.
4
Hipotesis
1. Terdapat jumlah mata tunas per stek yang optimum untuk pertumbuhan ubi kayu varietas Adira-1, Adira-4, UJ-5 dan Malang-4.
2. Terdapat interaksi antara jumlah mata tunas per stek dan varietas terhadap pertumbuhan ubi kayu.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Ketela pohon (ubi kayu) berasal dari Benua Amerika, Brasil (Darjanto dan Murjati, 1980; Purwono dan Purnamawati, 2008). Ubi kayu diantaranya dikenal dengan nama cassava (Inggris), ketila, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minagkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), kasapen, sampeu, huwi dangdeur, huwi jendral, ubikayu (Sunda), bolet, kasawe, tela pohung, kaspa, kaspe, katela budin, katela jendral (Jawa), blandong, manggala menyok, puhung, pohong, sawe, sawi (Madura), kesawi, ketela kayu, sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorongtalo, Baree, Padu), lame kayu (Makasar), lame aju (Bugis, Majene), kasibi (Ternate, Tidore) (Purwono dan Purnamawati, 2008).
Secara taksonomi ubi kayu ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz.
(Prihandana et al., 2007).
Ubi kayu (Mannihot esculenza Crantz) termasuk tumbuhan berbatang lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi pada bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Batang ubi kayu panjang (tingginya sekitar 1-5 m, tergantung varietas), bulat (diameter bervariasi bedasarkan umur, sekitar 3-6 cm) dan lurus, serta berbuku, warna batang biasanya bervariasi dari merah kecoklatan sampai hijau, daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-11 lembar
6
(Balagopalan et al., 1988). Umbi ubi kayu berasal dari pembesaran sekunder akar adventif, daunnya menjari, batangnya berbuku-buku, setiap buku batang terdapat tunas (Purwono dan Purnamawati, 2008). Ubi kayu dapat menghasilkan 5-20 umbi akar (Suwarto, 2005). Umbi ubi kayu terdiri dari kulit luar 0.5-2 % dan kulit dalam antara 8 - 15 % dari bobot seluruh umbi, dengan sebagian besar umbi ubi kayu terdiri dari karbohidrat sebanyak 30-36 % tergantung dari varietas dan umur panen (Gafar, 1991). Pati merupakan bagian dari karbohidrat yang besarnya antara 64-72 % (Wijandi, 1976 dalam Gafar, 1991)
Syarat Tumbuh
Ubi kayu umumnya ditanam di lahan kering yang sebagian besar kurang subur (Balitkabi, 2005). Tanaman ubi kayu sebaiknya tidak ternaungi karena jika ternaungi batangnya kerdil dan tumbuhnya kurang baik (Lingga, 1989). Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ini antara 1500-2500 mm/tahun, kelembaban udara optimal antara 60-65 %, suhu udara minimal 10 0C (jika kurang, pertumbuhan tanaman akan terhambat dan kerdil karena pertumbuhan bunga kurang sempurna), dan membutuhkan sinar matahari sekitar 10 jam/hari (Purwono dan Purnamawati, 2008).
Ubi kayu membutuhkan banyak Kalium untuk pertumbuhannya (Darjanto dan Murjati, 1980). Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4.5-8.0 dengan pH ideal 5.8 (Purwono dan Purnamawati, 2008). Ubi kayu dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian sampai 2300 m (Cock, 1985 dalam Suwarto, 2005), sedangkan ketinggian tempat yang ideal untuk pertumbuhan ubi kayu antara 10-700 m dpl dengan toleransi antara 10-1500 m dpl (Purwono dan Purnamawati, 2008). Berdasarkan karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubikayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase pertumbuhan. Pada umumnya daerah sentra produksi ubikayu memiliki tipe iklim C, D, dan E (Wargiono et al., 1993).
7
Teknologi Budidaya
Bibit yang umum digunakan berupa stek batang berukuran 20-30 cm, ujung stek bagian bawah dipotong miring (450) untuk memperluas daerah perakaran dan sebagai tanda bagian yang ditanam (Purwono dan Purnamawati, 2008). Pembibitan menggunakan batang yang sehat dan berumur 8-12 bulan dengan diameter 2-3 cm, kedalaman optimum untuk penanaman sekitar 5 cm (Balagopalan et al., 1988). Di daerah beriklim basah, biasanya petani menggunakan stek dari bibit tanpa melalui penyimpanan karena bibit ubi kayu tidak mempunyai masa dormansi (Efendi, 2002). Bibit yang dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batang 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan (Roja, 2009).
Tabel 1. Daya Tumbuh dan Hasil Ubi Kayu Berdasarkan Kondisi Bibit Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Kondisi Bibit Daya Tumbuh (%) Hasil (%) Bagian Batang
Tengah 100 100
Pangkal 95 88
Pucuk 33 62
Diameter Stek
< 2 cm 94 93
2-3 cm 100 100
> 3 cm 95 90
Panjang Stek
2 mata 95 88
3 mata 96 98
12 mata (20 cm) 100 100
Lama Penyimpanan
0 minggu 100 -
4 minggu 87 -
8 minggu 60 -
Sumber: Wargiono et al. (2006) dalam Roja (2009)
Pembibitan dengan stek keuntungannya yaitu tanaman yang di tanam akan mempunyai sifat yang sama dengan induknya, pembiakan dengan biji hanya dilakukan untuk keperluan pemuliaan (Darjanto dan Murjati, 1980). Kebutuhan bibit per hektar sekitar 10 000-15 000 stek (Balitkabi, 2005).
8
Penanaman ubi kayu sebaiknya dilakukan secara vertikal karena dapat memacu pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi miring atau horizontal akarnya tidak tersebar secara merata (Roja, 2009).
Tabel 2. Pengaruh Posisi Penanaman Stek Terhadap Daya Tumbuh dan Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Posisi Stek
Musim Hujan Musim Kemarau
Daya Tumbuh Relatif (%)
Hasil Relatif (%)
Daya Tumbuh Relatif (%)
Hasil Relatif (%)
Vertikal 100 100 100 100
Miring (450) 100 96 92 92
Horizontal 92 69 71 58
Sumber: Tonglum et al. (2001) dalam Roja (2009).
Hasil Penelitian Perbanyakan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Upaya pengadaan bibit ubi kayu dalam rangka menjamin tercapainya peningkatan produksi ubi kayu telah dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya: secara in vitro dan penggunaan stek berdasarkan jumlah mata tunas per stek. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (in vitro) dilakukan karena perbanyakan dapat dilakukan setiap saat tanpa tergantung musim serta dapat menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Tetapi perbanyakan melalui cara ini masih mengalami kendala dalam aklimatisasi.
Menurut penelitian Fauzi (2010) hasil aklimatisasi planlet kultur in vitro ubi kayu menunjukkan masih rendahnya daya hidup planlet di lingkungan in vivo.
Penggunaan metode jumlah mata tunas per stek sebagai upaya untuk penghematan bibit ubi kayu juga sudah dilakukan . Gurnah (1974) dalam Toro dan Atlee (1980) menemukan bahwa hasil meningkat dengan jumlah mata tunas per stek sampai dengan lima dan peningkatan jumlah mata tunas di luar lima mata tunas per stek tidak mempengaruhi hasil. Hasil penelitian Effendi (2002) dengan menggunakan ukuran stek 1, 2, dan 3 mata tunas (sebelum penanaman stek disemai selama 2-3 minggu) menunjukan bahwa penggunaan stek tiga mata tunas dapat menghemat bibit 75-80 % dengan tingkat hasil umbi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan cara konvensional.
9
Hama dan Penyakit
Menurut Roja (2009) bila di lapangan diperlukan pengendalian hama penyakit, maka tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Tungau/kutu merah (Tetranychus bimaculatus) dikendalikan secara mekanik dengan memetik daun sakit pada pagi hari dan kemudian dibakar.
Pengendalian secara kimiawi menggunakan akarisida.
2. Kutu sisik hitam (Parasaissetia nigra) dan kutu sisik putih (Anoidomytilus albus) dikendalikan secara mekanis dengan mencabut dan membatasi tanaman sakit menggunakan bibit sehat. Pengendalian secara kimiawi menggunakan perlakuan stek insektisida seperti tiodicarb dan oxydemeton methil.
3. Penyakit bakteri B. manihotis dan X. manihotis menyerang daun muda dan P.
solanacearum menyerang bagian akar tanaman sehingga tanaman layu dan mati. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan varietas tahan/agak tahan.
4. Penyakit lain adalah cendawan karat daun (Cercospora sp.), perusak batang (Glomerell sp.), dan perusak umbi (Fusarium sp.). Pengendalian dianjurkan menggunakan larutan belerang 5%.
5.
Penyakit virus mosaik (daun mengerting) belum ada rekomendasi pengendaliannya.BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Agustus 2010 sampai bulan Februari 2011.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah bibit ubi kayu varietas Adira-1, Adira-4, UJ-5, dan Malang-4 (diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbi-umbian), dengan deskripsi masing-masing varietas tertera pada Lampiran 1 sampai 4. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36, dan KCl. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gergaji besi, cangkul, meteran, dan timbangan.
Metode percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design).
Varietas ubi kayu sebagai petak utama terdiri dari empat taraf yaitu Adira-1 (V1), Adira-4 (V2), UJ-5 (V3) dan Malang-4 (V4). Jumlah mata tunas per stek sebagai anak petak terdiri dari empat taraf yaitu 4 mata tunas (P1), 6 mata tunas (P2), 8 mata tunas (P3), dan 10 mata tunas (P4). Percobaan terdiri dari 3 ulangan, sehingga terdapat 48 satuan percobaan, dengan 20 tanaman ubi kayu per petak.
Model statistika dari rancangan petak terbagi ini adalah : Yijk = µ + Ui + Pj + (UP)ij + Qk + (PQ)jk + εijk
Keterangan :
Yijk = Respon perlakuan µ = Nilai tengah umum Ui = Pengaruh ulangan ke-i Pj = Pengaruh varietas ke-j
(UP)ij = Galat dari interaksi ulangan ke-i dan varietas ke-j atau galat (a) Qk = Pengaruh jumlah mata tunas per stek ke-k
(PQ)jk = Pengaruh interaksi varietas ke-j dan jumlah mata tunas per stek ke-k εij = Galat percobaan atau galat (b)
11
Hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F).
Hasil analisis ragam yang menunjukan pengaruh nyata, diuji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Selain itu juga dilakukan analisis korelasi antar peubah dan analisis regresi.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan tanam
Sebelum penanaman, dilakukan pengolahan tanah dengan cara dibajak dan dicangkul. Selanjutnya pembuatan guludan dengan lebar 80 cm dan pembuatan petakan dengan ukuran 4 m x 5 m. Pemotongan bibit ubi kayu dilakukan dengan menggunakan gergaji besi untuk mendapatkan stek dengan ukuran 4, 6, 8, dan 10 mata tunas per stek. Gambar stek dengan berbagai jumlah mata tunas tertera pada Lampiran 5 dan 6. Panjang stek dari masing-masing jumlah mata tunas pada tiap varietas tertera pada Tabel 3.
Table 3. Panjang Stek pada Setiap Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas per Stek
Varietas Jumlah Mata Tunas
4 6 8 10
………cm……….……….…..
Adira-1 4.17 6.17 8.23 11.17
Adira-4 7.33 11.5 17.67 22.83
UJ-5 6.17 8.83 11.57 14.5
Malang-4 6 9.67 13.17 17.17
Penanaman
Penanaman dilakukan secara vertikal dengan jarak tanam 1 m x 1 m. Satu petak percobaan terdiri dari 20 tanaman ubi kayu. Penyulaman tanaman dilakukan pada saat 4 minggu setelah tanam (MST).
Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan Urea, SP-36, dan KCl, dengan dosis masing- masing 200, 150, dan 150 Kg/ha (Suwarto, 2005). SP-36 diberikan seluruhnya
12
saat penanaman, Urea diberikan 1/3 saat tanam dan 2/3 saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam (BST), sedangkan KCl diberikan seluruhnya pada umur 2 BST. Pemupukan diaplikasikan dengan cara ditugal. Pada pemupukan Urea tahap pertama (bersama SP-36) penugalan dilakukan di sebelah barat dan timur tanaman, sedangkan pada pemupukan Urea tahap kedua penugalan dilakukan di sebelah utara dan selatan tanaman. Pada pemupukan KCl penugalan dilakukan di sebelah timur, barat, selatan, dan utara tanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan terdiri dari pengendalian gulma, yang dilakukan secara mekanis dengan mencabut dan membabat gulma yang tumbuh di dalam petakan dan sekitar tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma dan pada 4 MST dipertahankan 2 tunas terbaik.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai 1 MST sampai tanaman berumur 16 MST terhadap beberapa peubah berikut ini:
1. Persentase pertumbuhan di lapang (daya tumbuh)
Persentase pertumbuhan di lapang diamati dengan cara menghitung jumlah tanaman yang tumbuh di lapang, dibagi dengan jumlah tanaman yang ditanam.
Pengamatan ini dilakukan setiap minggu mulai 1 MST sampai tanaman berumur 4 MST.
2. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi setiap 2 minggu mulai 2 MST sampai dengan 16 MST.
3. Diameter batang
Diameter batang diamati dengan mengukur lingkar batang pada ketinggian 10 cm dari tempat munculnya/pangkal batang setiap 2 minggu mulai 2 MST sampai dengan 16 MST.
13
4. Jumlah tunas per stek
Diamati dengan menghitung jumlah tunas yang muncul/tumbuh pada tiap stek setiap minggu mulai 1 MST sampai tanaman berumur 4 MST.
5. Pertumbuhan umbi
Diamati dengan menghitung jumlah umbi (8 MST dan 16 MST), panjang umbi terpanjang dan diameter umbi terbesar (16 MST), serta bobot basah umbi (16 MST).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan banyak. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya penghematan bahan tanam (bibit) ubi kayu sehingga upaya peningkatan produksi ubi kayu dapat tercapai dan dapat menjamin kontinyuitas upaya tersebut.
Tetapi upaya penghematan ini harus tetap dapat menghasilkan pertumbuhan dan produksi ubi kayu yang baik. Diduga kendala dalam penggunaan stek pendek yaitu kehilangan air dan kandungan cadangan bahan makanan akan lebih cepat daripada stek yang lebih panjang. Selain itu jika dibandingkan dengan stek panjang dengan jumlah mata tunas yang lebih banyak, tunas yang tumbuh pada stek pendek akan lebih sedikit karena bakal tunas pada stek tersebut juga lebih sedikit sehingga memberikan pilihan yang lebih sedikit pada seleksi dua tunas terbaik (penunasan), disamping memiliki keunggulan dalam efisiensi penggunaan tenaga kerja untuk penunasan dan diperkirakan dapat memenuhi upaya penghematan bibit ubi kayu melalui peningkatan rasio perbanyakan.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 4) menunjukan bahwa daya tumbuh tidak dipengaruhi oleh varietas dan jumlah mata tunas per stek serta interaksinya pada 1-4 MST. Jumlah tunas dipengaruhi oleh varietas dan jumlah mata tunas per stek pada 1-4 MST, sedangkan interaksi antar perlakuan tersebut terjadi pada 2-4 MST. Tinggi batang dipengaruhi oleh varietas pada 2-16 MST, jumlah mata tunas stek pada 2-12 MST, dan interaksinya pada 2-10 MST. Diameter batang dipengaruhi oleh varietas dan jumlah mata tunas stek pada 2-16 MST, serta interaksinya pada 2-6 MST. Jumlah umbi pada 8-16 MST hanya dipengaruhi oleh varietas, sedangkan jumlah mata tunas stek dan interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata. Begitu juga pada bobot basah umbi, diameter umbi terbesar, dan panjang umbi terpanjang (saat 16 MST) hanya dipengaruhi oleh varietas, sedangkan jumlah mata tunas stek dan interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis atau sidik ragam secara lengkap tertera pada Lampiran 7 sampai 14.
15
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pada Peubah Pertumbuhan dan Komponen Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.).
Peubah Umur (MST)
Varietas (V)
Jumlah Mata Tunas
(P) V*P KK (%)
Daya Tumbuh
1 tn tn tn 2.011
2 tn tn tn 0.722
3 tn tn tn 0.000
4 tn tn tn 0.722
Jumlah Tunas per Tanaman
1 ** ** tn 14.835
2 ** ** ** 13.065
3 ** ** * 14.635
4 ** ** ** 14.117
Tinggi Batang
2 ** ** * 18.139
4 ** ** ** 10.032
6 ** ** * 11.480
8 ** ** * 9.431
10 ** ** * 11.134
12 ** * tn 12.592
14 * tn tn 10.536
16 * tn tn 9.990
Diameter Batang
2 ** ** * 9.581
4 ** ** * 10.645
6 ** ** * 9.027
8 ** ** tn 7.292
10 ** ** tn 7.138
12 ** * tn 7.234
14 ** * tn 5.717
16 ** ** tn 4.838
Jumlah Umbi 8 ** tn tn 8.203
16 ** tn tn 15.429
Bobot Basah Umbi 16 ** tn tn 20.040
Diameter Umbi 16 ** tn tn 9.763
Panjang Umbi 16 * tn tn 22.047
Keterangan: * berbeda nyata pada taraf 5 %, ** berbeda sangat nyata pada taraf 1 %, tn tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. KK = Koefisien Keragaman.
Daya Tumbuh
Varietas dan jumlah mata tunas stek tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh pada 1 sampai 4 MST (Tabel 4 dan Tabel 5) dan tidak terdapat interaksi antar perlakuan tersebut. Rata-rata daya tumbuh tanaman ubi kayu pada masing-masing perlakuan lebih dari 99 %.
16
Tabel 5. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Persentase Daya Tumbuh Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Perlakuan Umur (MST)
1 2 3 4
Varietas
Adira-1 99.17 100 100 100
Adira-4 98.75 100 100 100
UJ-5 99.58 99.58 100 100
Malang-4 100 100 100 99.58
Rata-rata 99.38 99.90 100.00 99.90
Jumlah Mata Tunas per Stek
4 98.33 99.58 100 99.58
6 99.58 100 100 100
8 100 100 100 100
10 99.58 100 100 100
Rata-rata 99.37 99.90 100.00 99.90
Daya tumbuh pada 1, 2, 3, dan 4 MST setiap varietas menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh. Hanya pada saat 3 MST nilai daya tumbuh mencapai rata-rata 100%, sedangkan daya tumbuh pada 1 MST memiliki rata-rata 99.38%, pada 2 dan 4 MST memiliki rata-rata 99.90 %. Secara umum varietas Adira-1 dan Adira-4 mulai mencapai daya tumbuh 100 % pada 2 MST, sedangkan UJ-5 pada 3 MST. Varietas Malang-4 mencapai daya tumbuh 100 % sejak 1 MST, namun mengalami penurunan daya tumbuh pada 4 MST. Kematian stek di lapang (Lampiran 15) disebabkan oleh tingginya curah hujan sehingga stek menjadi busuk. Selain itu kematian stek juga disebabkan oleh adanya serangan rayap.
Daya tumbuh pada stek dengan 4 mata tunas terlihat sedikit fluktuatif bahkan terjadi penurunan pada 4 MST, hal ini disebabkan oleh panjang stek 4 mata tunas lebih pendek daripada stek lainnya. Sinthuprama (1980) menyatakan bahwa stek yang lebih pendek mempunyai persentase daya tumbuh yang lebih kecil. Menurut Effendi (2002) stek yang lebih pendek mempunyai persentase kemampuan tumbuh yang lebih kecil dibanding dengan stek yang lebih panjang karena kehilangan bahan makanan akan lebih cepat. Tetapi melihat rata-rata daya tumbuh lebih dari 99 %, sebenarnya dapat dikatakan bahwa setiap stek memiliki kandungan cadangan makanan yang cukup untuk pertumbuhannya. Stek 6 dan 10 mata tunas mencapai daya tumbuh 100 % mulai 2 MST, sedangkan stek 8 mata tunas sejak 1 MST telah mencapai daya tumbuh 100 %.
17
Jumlah Tunas
Varietas dan jumlah mata tunas stek berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas pada 1 sampai 4 MST (Tabel 4 dan Tabel 6). Varietas Malang-4 memiliki jumlah tunas paling banyak pada 1-3 MST, namun pada 4 MST jumlah tunas terbanyak terdapat pada varietas Adira-1. Secara umum jumlah tunas pada setiap varietas cenderung menurun kecuali pada varietas Adira-1 mengalami peningkatan pada 4 MST. Hal ini diduga karena adanya perbedaan distribusi bahan makanan pada setiap tunas serta daya tahan terhadap lingkungan tumbuhnya. Tunas yang memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap lingkungan tumbuhnya akan tumbuh lebih baik dan memungkinkan untuk seleksi tunas terbaik.
Tabel 6. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Jumlah Tunas Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Perlakuan Umur (MST)
1 2 3 4
Varietas
Adira-1 5.1b 5.7a 4.8a 5.2a
Adira-4 4.7b 4.8b 4.1b 3.6b
UJ-5 5.2b 4.4b 3.8b 3.6b
Malang-4 6.1a 6.1a 5.0a 5.0a
Rata-rata 5.3 5.3 4.4 4.4
Jumlah Mata Tunas per Stek
4 3.3d 3.6c 4.8a 3.1c
6 4.7c 4.7b 4.1b 4.1b
8 6.1b 6.1a 3.8b 5.0a
10 7.0a 6.6a 5.0a 5.1a
Rata-rata 5.3 5.3 4.4 4.3
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %.
Jumlah tunas pada perlakuan jumlah mata tunas per stek secara umum memiliki kecenderungan yang sama yaitu mengalami penurunan walaupun pada stek 4 mata tunas mengalami kenaikan jumlah tunas pada 2-3 MST, tetapi pada 4 MST kembali menurun dan jumlahnya lebih sedikit daripada stek lainnya. Stek dengan 10 mata tunas menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan jumlah mata tunas lainnya, hal ini didugadisebabkan oleh bakal tunas pada stek dengan 10 mata tunas lebih banyak.
18
Semakin banyak jumlah mata tunas stek, maka jumlah tunas yang dihasilkan akan lebih banyak pula dan akan memberikan pilihan lebih banyak untuk melakukan seleksi tunas terbaik.
Interaksi antara varietas dan jumlah mata tunas per stek terjadi pada 2, 3, dan 4 MST (Tabel 7). Pada varietas Adira-1 dan Malang-4, penggunaan stek pendek (4 mata tunas) akan menghemat penggunaan tenaga kerja untuk melakukan penunasan (seleksi tunas terbaik) menjadi 1/3 kali penggunaan stek panjang.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Jumlah Tunas Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Umur (MST) VARIETAS Jumlah Mata Tunas per Stek
4 6 8 10
2
Adira-1 4.0efgh 2.8defg 7.0b 7.1b
Adira-4 2.90h 3.8fgh 6.5bc 5.9bcd
UJ-5 3.8fgh 5.0def 4.0efgh 4.9defg
Malang-4 3.6gh 5.2ced 6.9b 8.6a
3
Adira-1 3.9defgh 4.4bcdef 5.2abcd 5.8ab
Adira-4 2.9h 3.0gh 5.2abcd 5.2abcd
UJ-5 3.3fgh 4.3cdefg 3.6efgh 4.0defgh
Malang-4 3.2fgh 4.9bcde 5.5abc 6.3a
4
Adira-1 3.4e 4.9bcd 6.4a 6.0ab
Adira-4 2.8e 2.8e 4.9bcd 3.9de
UJ-5 3.1e 3.9de 3.3e 3.9de
Malang-4 3.2e 4.8cd 5.2bc 6.6a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama pada umur yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %.
Saat 2 MST interaksi yang menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu antara perlakuan varietas Malang-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (8.6 tunas), sedangkan interaksi yang mengasilkan jumlah tunas paling sedikit yaitu antara perlakuan Adira-1 dan perlakuan 6 mata tunas stek (2.8 tunas). Saat 3 MST yang menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu interaksi antara perlakuan varietas malang-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (6.3 tunas), sedangkan interaksi yang menghasilkan jumlah tunas paling sedikit yaitu antara perlakuan Adira-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (2.9 tunas). Pada saat 4 MST yang menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu interaksi antara perlakuan varietas malang-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (6.6 tunas), sedangkan interaksi yang menghasilkan
19
jumlah tunas paling sedikit yaitu antara perlakuan Adira-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (2.8 tunas) serta perlakuan Adira-4 dan perlakuan 6 mata tunas stek (2.8 tunas).
Hasil analisis regresi jumlah mata tunas stek terhadap jumlah tunas per stek bibit ubi kayu (Gambar 1) menunjukan bahwa semakin banyak jumlah mata tunas stek maka akan semakin banyak pula jumlah tunas per stek. Seperti telah dijelaskan sebelumnya hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah mata tunas per stek bibit ubi kayu maka akan semakin banyak pula bakal tunas pada stek tersebut.
Gambar 1. Hubungan Jumlah Mata Tunas per Stek dengan Jumlah Tunas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) pada 4 MST
Tinggi Batang
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi batang pada 2 sampai 12 MST dan berpengaruh nyata pada 14 MST sampai 16 MST. Sedangkan jumlah mata tunas stek berpengaruh sangat nyata pada saat 2 MST sampai 12 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada saat 14 MST dan 16 MST (Tabel 4 dan Tabel 8).
y = 0.155x + 2.29 R² = 0.642
2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
4 6 8 10
Jumlah Tunas per Stek
Jumlah Mata Tunas per Stek
20
Varietas Adira-4 merupakan varietas yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, kecuali pada 1 MST varietas tertinggi cenderung terdapat pada varietas UJ-5 (Gambar 2 dan Tabel 8) hal ini disebabkan oleh jarak antar mata tunas pada varietas Adira-4 lebih renggang daripada varietas lainnya (panjang setiap steknya lebih panjang). Secara keseluruhan pada 2-6 MST varietas yang memiliki tinggi terendah cenderung terdapat pada varietas Malang-4, namun mulai 8 MST tinggi batang terendah cenderung terdapat pada varietas Adira-1.
Jarak antar mata tunas pada varietas Adira-1 lebih rapat dibandingkan dengan varietas lainnya sehingga stek (bahan tanam) pada varietas tersebut lebih pendek.
Stek yang lebih panjang mungkin menghasilkan batang lebih panjang dan daun lebih banyak dari pada stek yang lebih pendek (Toro and Atlee, 1980). Selain itu pengaruh varietas juga disebabkan adanya pengaruh faktor genetik masing-masing varietas.
Gambar 2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Empat Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Tinggi stek 4 mata tunas lebih kecil dibandingkan dengan stek lainnya (Tabel 8 dan Gambar 3). Stek dengan mata tunas lebih banyak (lebih panjang) memungkinkan mata tunas yang tertanam lebih banyak pula daripada stek dengan mata tunas lebih sedikit dan mungkin menghasilkan batang lebih panjang dan
0 20 40 60 80 100 120 140
2 4 6 8 10 12 14 16
Tinggi Batang (cm)
Umur (MST)
Adira-1 Adira-4 UJ-5 Malang-4
21
daun lebih banyak (Toro and Atlee, 1980). Diduga dengan lebih banyak mata tunas yang tertanam maka akar yang dihasilkan akan lebih banyak dan berkorelasi positif dengan penyerapan hara oleh stek tersebut (hara yang terserap akan lebih banyak). Hal ini juga terjadi karena adanya kemungkinan stek 4 mata tunas memiliki cadangan makanan yang relatif sedikit dibandingkan dengan stek lainnya sehingga kemampuannya untuk tumbuh pada masa awal (2-12 MST) tidak sebaik stek lainnya yang memiliki jumlah mata tunas lebih banyak (lebih panjang).
Table 8. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tuas Stek terhadap Tinggi Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Perlakuan Umur (MST)
2 4 6 8 10 12 14 16
Varietas
………cm………
A-1 4.41b 11.35c 20.62c 30.00c 43.29c 65.69b 89.71c 101.90c A-4 6.82a 16.54a 30.76a 43.49a 64.46a 92.08a 114.99a 129.39a UJ-5 6.96a 15.31b 27.97b 30.14b 49.84b 70.58b 99.44b 113.81b M-4 3.95b 10.33c 19.37c 30.34c 45.15bc 69.72b 95.24bc 110.00bc Rata-rata 5.54 13.38 24.68 33.49 50.69 74.52 99.85 113.78
Jumlah Mata Tunas
4 4.51b 10.86c 21.08c 30.43c 43.29b 67.59b 92.76 108.74 6 5.85a 13.50b 24.01b 34.52b 51.29a 78.31a 101.21 116.25 8 5.76a 14.73a 27.55a 38.55a 53.59a 75.15ab 100.82 115.33 10 6.02a 14.43ab 26.08ab 36.11ab 54.57a 77.03a 104.58 114.78 Rata-rata 5.54 13.38 24.68 33.90 50.69 74.52 99.85 113.78 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom dan perlakuan yang sama
menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %. A-1 = varietas Adira-1. A-4 = varietas Adira-4. UJ-5= varietas UJ-5. M-4= varietas Malang-4.
Suatu fase vegetatif dari suatu perkembangan tanaman, karbohidrat digunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknnya (Harjadi, 1979). Terbatasnya cadangan bahan makanan akibat ukuran stek yang pendek atau jumlah mata tunas yang lebih sedikit juga berpengaruh terhadap bobot bahan makanan berupa karbohidrat, air, dan lemak (Effendi, 2002). Pengaruh ini juga terlihat dari hasil analisis regresi jumlah mata tunas per stek terhadap tinggi batang ubi kayu (Gambar 4) yang menunjukan bahwa semakin banyak jumlah mata tunas per stek bibit ubi kayu maka tinggi batang ubi kayu juga akan semakin tinggi. Setelah masa pertumbuhan lebih lanjut
22
(14-16 MST) tinggi batang yang dihasilkan oleh setiap stek tidak berbeda nyata (Tabel 4 dan Tabel 8) karena adanya kemungkinan bahwa pada setiap stek telah dapat menyerap dan mempergunakan hara secara efisien untuk pertumbuhannya sehingga penggunaan stek 4 mata tunas sebenarnya dapat menghasilkan pertumbuhan tinggi batang yang tidak berbeda dengan stek lainnya yang jumlah mata tunas per steknya lebih banyak (steknya lebih panjang).
Gambar 3. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas Stek
Gambar 4. Hubungan Jumlah Mata Tunas per Stek dengan Tinggi Batang Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) saat 12 MST
0 20 40 60 80 100 120 140
2 4 6 8 10 12 14 16
Tinggi Batang (cm)
Umur (MST)
4 Mata Tunas 6 Mata Tunas 8 Mata Tunas 10 Mata Tunas
y = 1.352x + 59.25 R² = 0.922
60.00 65.00 70.00 75.00 80.00
4 6 8 10
Tinggi Batang (cm)
Jumlah Mata Tunas Stek
23
Interaksi antara varietas dan jumlah mata tunas stek terhadap tinggi batang ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 9. Pada 2 MST yang menghasilkan batang tertinggi yaitu antara perlakuan varietas UJ-5 dan perlakuan 10 mata tunas stek (8.39 cm). Interaksi yang menghasilkan batang terpendek yaitu antara perlakuan Malang-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (3.42 cm).
Tabel 9. Pengaruh Interaksi Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Tinggi Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Umur (MST) VARIETAS Jumlah Mata Tunas per Stek
4 6 8 10
2
………cm…………..
Adira-1 4.70cd 4.94cd 3.89d 4.11d
Adira-4 4.81cd 7.42ab 7.05ab 8.00ab
UJ-5 5.11cd 6.38bc 7.98ab 8.39a
Malang-4 3.42d 4.65cd 4.14d 3.59d
4
Adira-1 10.86cd 12.09bc 11.21cd 11.25cd
Adira-4 12.00bc 16.74a 18.62a 18.78a
UJ-5 11.83bc 14.16b 17.87a 17.38a
Malang-4 8.75d 11.01cd 11.23cd 10.32cd
6
Adira-1 19.79ef 22.33def 20.62ef 19.72ef
Adira-4 24.39de 29.17bc 34.78a 34.70a
UJ-5 21.89ef 26.89cd 32.87ab 30.22abc
Malang-4 18.26f 17.63f 17.63f 19.67ef
8
Adira-1 27.86hi 32.17fghi 29.50ghi 30.45fghi
Adira-4 36.31def 44.69bc 48.97ab 51.78a
UJ-5 30.61fghi 36.11defg 41.78cd 40.05cde
Malang-4 26.93i 29.72fghi 33.94efgh 30.78fghi
10
Adira-1 40.39e 42.89de 44.61de 45.28de
Adira-4 50.50de 64.28bc 65.34b 77.72a
UJ-5 41.67de 53.61cd 52.83cde 51.28de
Malang-4 40.61e 44.39de 51.61de 44.00de
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama pada umur yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Saat 4 MST batang tertinggi dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Adira-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (18.78 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan batang terpendek yaitu antara perlakuan Malang-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (8.75 cm). Saat 6 MST batang tertinggi dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Adira-4 dan perlakuan 8 mata tunas stek (34.78 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan batang terpendek
24
yaitu antara perlakuan Malang-4 dan perlakuan 6 mata tunas stek serta 8 mata tunas stek (17.63 cm). Saat 8 MST batang tertinggi dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Adira-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (51.78 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan batang terpendek yaitu antara perlakuan Malang-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (26.93 cm). Saat 10 MST batang tertinggi dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Malang-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (77.72 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan batang terpendek yaitu antara perlakuan Adira-1 dan perlakuan 4 mata tunas stek (40.39 cm).
Diameter Batang
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang pada 2 sampai 16 MST, selain itu jumlah mata tunas berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang pada 2-10 MST serta 16 MST, namun berpengaruh nyata pada 12 dan 14 MST (Tabel 4 dan Tabel 10).
Table 10. Pengaruh Varietas dan Jumlah Mata Tunas Stek terhadap Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Perlakuan Umur (MST)
2 4 6 8 10 12 14 16
Varietas
……….…...cm.………..…….
A-1 0.35c 0.57d 0.83c 1.07c 1.25c 1.52c 1.74c 1.99c A-4 0.45b 0.83a 1.10a 1.31a 1.63a 1.91a 2.26a 2.43a UJ-5 0.41a 0.73b 1.08a 1.21b 1.35b 1.58c 1.79c 1.95c M-4 0.37c 0.64c 0.95b 1.14bc 1.38b 1.69b 1.99b 2.17b
Rata-rata 0.40 0.69 0.99 1.18 1.40 1.68 1.95 2.04
Jumlah Mata Tunas
4 0.35b 0.58b 0.89c 1.07c 1.27b 1.58b 1.85b 2.04b 6 0.41a 0.70a 0.99b 1.17b 1.41a 1.74a 2.01a 2.21a 8 0.40a 0.74a 1.08a 1.27a 1.43a 1.69a 1.98a 2.14a 10 0.42a 0.74a 1.01ab 1.21ab 1.49a 1.68ab 1.95a 2.14a
Rata-rata 0.40 0.69 0.99 1.18 1.40 1.67 1.95 2.13
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %. A-1 = varietas Adira-1. A-4 = varietas Adira-4. UJ-5= varietas UJ-5. M-4= varietas Malang-4.
Secara umum (Gambar 5 dan Tabel 10), dari 2 sampai 16 MST diameter terbesar tedapat pada varietas Adira-4. Sedangkan diameter batang terkecil dari 2
25
sampai 14 MST terdapat pada varietas Adira-1 dan saat 16 MST terdapat pada varietas UJ-5.
Gambar 5. Pertumbuhan Diameter Batang Empat Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
Fase vegetatif tanaman salah satunya ditandai dengan pertambahan tinggi dan diameter batang. Hal ini merupakan hasil kerja dari jaringan meristematik.
Jaringan ini terdiri dari jaringan yang berfungsi dalam perpanjangan ukuran tanaman (perpanjangan akar, perpanjangan batang) disebut dengan meristem apikal dan jaringan yang berfungsi dalam pembesaran tanaman (seperti penambahan diameter batang) disebut meristem lateral. Dijelaskan sebelumnya bahwa dalam suatu fase vegetatif dari suatu perkembangan tanaman, karbohidrat digunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknnya. Seperti halnya yang terjadi pada pengamatan tinggi tanaman 2-12 MST, Gambar 6 dan Tabel 10 menunjukan bahwa stek dengan 4 mata tunas sampai 16 MST diameternya lebih kecil daripada stek lainnya. Hal ini juga diduga terjadi akibat kandungan cadangan makanan pada stek dengan 4 mata tunas lebih sedikit dari stek lainnya, sehingga laju perkembangannya lebih lambat. Hasil analisis korelasi (Tabel 14) menunjukan bahwa terdapat korelasi positif antara diameter batang dan tinggi batang ubi kayu. Semakin tinggi batang maka diameter
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
2 4 6 8 10 12 14 16
Diameter Batang (cm)
Umur (MST)
Adira-1 Adira-4 UJ-5 Malang-4
26
akan semakin besar. Selain itu jumlah mata tunas yang tertanam pada stek 4 mata tunas lebih sedikit dibandingkan dengan mata tunas lainnya sehingga penyerapan hara pada stek 4 mata tunas lebih sedikit.
Gambar 6. Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Berdasarkan Jumlah Mata Tunas Stek
Interaksi antara varietas dan jumlah mata tunas stek terhadap diameter batang terjadi pada 2, 4, dan 6 MST (Tabel 11). Diameter terbesar saat 2 MST dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Adira-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (0.51 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan diameter terkecil yaitu antara perlakuan varietas UJ-5 dan perlakuan 4 mata tunas stek (0.33 cm).
Saat 4 MST diameter terbesar dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan varietas Adira-4 dan perlakuan 10 mata tunas stek (0.94 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan diameter terkecil yaitu antara perlakuan Malang-4 dan perlakuan 4 mata tunas stek (0.55 cm). Saat 6 MST diameter terbesar dihasilkan oleh interaksi antara perlakuan Adira-4 dan perlakuan 8 mata tunas stek (1.19 cm), sedangkan interaksi yang menghasilkan diameter terkecil yaitu antara perlakuan Adira-1 dan perlakuan 8 mata tunas stek (0.80 cm).
0 0.5 1 1.5 2 2.5
2 4 6 8 10 12 14 16
Diameter Batang (cm)
Umur (MST)
4 Mata Tunas 6 Mata Tunas 8 Mata Tunas 10 Mata Tunas