• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Tentang PBF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Tentang PBF"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Tinjauan Umum Tentang PBF

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. PBF dalam menyelanggarakan kegiataannya wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang baik (CDOB), adalah cara distribusi atau penyaluran obat atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).

Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi.

PBF bisa saja membuka cabang yang disebut PBF cabang dibeberapa tempat asalkan PBF cabang tersebut mendapat pengakuan dari kepala dinas kesehatan provinsi setempat dimana PBF cabang tersebut berada dan PBF cabang juga hanya bisa menyalurkan sediaan farmasi dalam batas wilayah provinsi pengakuaannya. PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggungg jawab.

Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lemabaga ilmu pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. Untuk penyaluran obat atau bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika haarus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang undangan. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengubahan kemasan dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhadap kemasan aslinya dari bahan obat wajib

(2)

melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali (Permenkes, 2011).

2.2 Tugas, fungsi dan tujuan PBF 2.2.1 Tugas PBF

2.2.1.1 Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.

2.2.1.2 Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.

2.2.1.3 Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.

2.2.2 Fungsi PBF

2.2.2.1 Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.

2.2.2.2 Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.

2.2.2.3 Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.

(3)

2.2.2.4 Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.

2.2.2.5 Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

2.2.3 Tujuan PBF

Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah kecil maupun jumlah besar sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku adalah PBF. Pedagang besar farmasi dapat menyalurkan perbekalan farmasi ke apotek, rumah sakit, atau unit pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan menteri kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.

2.3 Penyimpanan Obat

2.3.1 Pengertian Penyimpanan Obat

Menurut Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan didalam ruang penyimpnan.

2.3.2 Tujuan Penyimpanan Obat

Penyimpanan harus dilakukan sedimikian rupa sehingga tujuan daripenyimpanan tercapai. Menurut Suryandana (2001) menyatakan bahwa tujuan penyimpanan oba yaitu :

2.3.2.1 Aman, yaitu setiap barang/obat yang disimpan tetap aman dari kehilangan dan kerusakan.

Kehilangan karena : a. Dicuri orang lain

b. Dicuri karyawan sendiri c. Dimakan hama tikus

(4)

d. Hilang sendiri (susut, tumpah, menguap) Kerusakan karena :

a. Barang itu sendiri rusak

b. Barang itu merusak lingkungan (polusi)

2.3.2.2 Awet, yaitu barang yang tidak berubah warnanya, baunya, gunanya, sifatnya, ukurannya, fungsinya dan lain-lain.

2.3.2.3 Cepat, yaitu cepat dalam penanganan barang berupa menaruh/menyimpan, mengambil dan lain-lain.

2.3.2.4 Tepat, dimana bila ada permintaan barang, barang yang diserahkan memenuhi lima ketepatan, yaitu tepat barang, kondisi, jumlah, waktu dan harganya.

2.3.2.5 FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First out) Penyimpanan barang haruslah dilakukan sedimikian rupa, sehingga dimungkinkan mendahulukan mengeluarkan barang yang masuk/diterima lebih dahulu.

2.3.2.6 Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab 2.3.2.7 Mudah, yaitu :

a. Mudah menangani barang dan mudah menempatkan barang ditempatnya.

b. Mudah menemukan dan mengambilnya kembali.

c. Mudah mengetahui jumlah persediaan (minimum- maksimum).

d. Mudah dalam pengawasan barang.

2.3.2.8 Murah, yaitu biaya yang dikeluarkan sediikit untuk menanganinya, yaitu murah dalam menghitung persediaan, pengamanan dan pengawasannya.

(5)

2.3.3 Prosedur Penyimpanan Obat

Prosedur penyimpanan obat anatara lain mencakup sarana penyimpanan, pengaturan persediaan berdasarkan bentuk/jenis obat yang disimpan, serta sistem penyimpanan.

2.3.4 Sarana Penyimpanan Obat

Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan kefarmasian khususnya menyimpan bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi yang siap untuk didistribusikan. Gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku, pengemas, dan obat jadi) dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan.

2.3.4.1 Pengelolaan efisiesiensi gudang

Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan yang baik antara lain :

a. Cukup luas minimal disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan.

b. Ruangan kering tidak lembab.

c. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas.

d. Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindari adanya cahaya langsung berteralis.

e. Lantai dibuat dari tegel atau semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet).

f. Dinding dibuat licin.

g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.

h. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.

i. Mempunyai pintu yang dilengkapi dengan kunci ganda.

2.3.4.2 Tata cara menyimpan dan menyusun obat

(6)

Pengaturan penyimpanan obat :

a. Pengaturan obat dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet, kelompok sediaan sirup dan lain-lainnya.

b. Penerapan sistem FIFO dan FEFO

Penyusunan dilakukan sistem FIFO (First In First Out) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang datang kemudian, dan FEFO (First Expired First Out) untuk masing-masing obat artinya obat yang lebih awal kadaluarsanya harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluarsanya lebih lama.

c. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.

d. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-masing. Ambil seperlunya dan susun dalam satu rak bersama dengan obat-obatan lainnya.

2.3.4.3 Penyimpanan Khusus

a. Tersedia lemari khusus yang terkunci untuk penyimpanan obat Narkotik dan Psikotropik

b. Tersedia lemari khusus untuk obat rusak dan kadaluarsa c. Tersedia lemari pendingin untuk menyimpan jenis obat-

obatan tertentu yang memerlukan suhu dingin

(7)

2.4 Tinjauan Umum Direktorat Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Direktorat Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan satuan pelaksana kegiatan kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kefarmasian Kesehatan.

2.4.1 Sejarah

Pada tahun 2001, sehubungan dengan perubahan organisasi pemerintahan Republik Indonesia, dikeluarkan keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintahan non departemen, yang sebelumnya merupakan salah satu Dirjen dalam Departemen Kesehatan.

Dengan demikian, Dirjen pengawasan obat dan makanan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sementara itu, tanggung jawab mengenai perumusan serta pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan dengan membentuk Dirjen Pelayan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Yanfar dan Alkes).

Pada tahun 2005, Kementrian Kesehatan mmperbarui susunan organisasinya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1575/MENKES/PER/XI/2005. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisas teknis di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pada tahun 2010, susunan organisasi Kementrian Kesehatan diperbaarui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(8)

No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

2.4.2 Tugas dan Fungsi

Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan menjalankan tugas fungsi sebagai berikut (Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015) : 2.4.2.1 Perumusan kebjakan di bidang Kefarmasian dan Alat kesehatan.

2.4.2.2 Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

2.4.2.3 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat kesehatan.

2.4.2.4 Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat kesehatan.

2.4.2.5 pelaksanaa administrasi Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan

2.5 Sarana Penyimpanan Obat Berdasarkan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak, mutu obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi penderita.

Beberapa persyaratan ketentuan kondisi ruangan dan fasilitas pada gudang penyimpanan obat antara lain :

2.5.1 Gudang penyimpanan obat terpisah dari ruang pelayanan atau Apotek PBF

2.5.2 Gudang cukup besar untuk penyimpanan semua persediaan obat dan aman untuk pergerakan petugas

2.5.3 Tempat ruang penyimpanan obat yang terpisah dengan alat kesehatan

(9)

2.5.4 Atap gudang dalam keadaan baik dan tidak bocor 2.5.5 Lantai dibuat tegel/semen

2.5.6 Dinding gudang dibuat licin 2.5.7 Gudang memiliki ventilasi

2.5.8 Gudang memiliki jendela yang beteralis 2.5.9 Penerangan gudang yang cukup

2.5.10 Adanya pengaturan suhu ruangan 2.5.11 Adanya pengaturan kelembapan

2.5.12 Terdapat ruang/lemari untuk obat yang berbahaya contohnya obat yang mudah terbakar

2.5.13 Gudang dilengkapi dengan kunci ganda 2.5.14 Tersedia thermomheter ruangan

2.5.15 Tersedia rak/lemari penyimpanan obat

2.5.16 Tersedia lemari khusus yang terkunci untuk penyimpanan Narkotika dan Psikotropika

2.5.17 Tersedia lemari pendingin untuk menyimpan jenis obat-obat tertentu yang memerlukan suhu dingin

2.5.18 Tersedia lemari khusus untuk obat rusak/kadaluarsa

2.5.19 Tersedia kartu stok obat untuk memberi keterangan di rak/lemari penyimpanan

2.5.20 Tersedia pallet/papan untuk barang 2.5.21 Jarak pallet dengan lantai (min 10 cm) 2.5.22 Jarak pallet dengan dinding (max 30 cm) 2.5.23 Tersedia pendingin ruangan/AC

2.5.24 Tersedia keterangan untuk obat berbahaya contohnya obat yang mudah terbakar

(10)

2.6 Tinjauan Umum Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.58 Tahun 2014

Dalam Peraturan Permenkes ini yang dimaksud adalah :

2.6.1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2.6.2 Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelanggarakan pelayanan kefarmasian.

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk :

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. Menjamin kepastian hokum bagi tenaga kefarmasian

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka kesalamatan pasien (patient safety)

2.6.3 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar : a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai meliputi : pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi

b. Pelayanan farmasi klinik meliputi : pengkajian dan pelayanan resep, peneusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat

(11)

(PTO), monitoring efek samping obat (EPO), dispensing sediaan steril dan pemantauan kadar obat dalam darah.

2.6.4 Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk meneyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

2.6.5 Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.

2.6.6 Obat adalah bahan yang termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

2.6.7 Alat Kesehatan adalah instrument, mesin dan/atau implant yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungssi tubuh.

2.6.8 Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang bertujuan untuk penggunanaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2.6.9 Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelanggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

2.6.10 Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan.

2.6.11 Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analisis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

2.6.12 Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(12)

2.6.13 Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.

2.7 Penyimpanan Obat Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.58 Tahun 2014

Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.

Prosedur Sistem Penyimpanan Obat antara lain :

2.7.1 Penyimpanan obat disimpan dalam gudang/ruangan khusus untuk obat, tidak dicampur dengan peralatan lain

2.7.2 Obat di letakkan diatas rak/lemari penyimpanan 2.7.3 Obat tidak diletakkan langsung di lantai

2.7.4 Penyimpanan obat Look Alike Sound Alike (LASA) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus

2.7.5 Obat tidak diletakkan menempel pada dinding

2.7.6 Penyimpanan obat sesuai metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)

2.7.7 Penyimpanan obat bedasarkan jenis obat, bentuk sediaan dan abjad 2.7.8 Obat yang rusak dan kadaluarsa diletakkan terpisah dengan obat yang

masih baik

2.7.9 Diberikan pelabelan nama obat pada rak penyimpanan

(13)

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Gambar Skema Kerangka Konsep PBF

Sistem gambaran penyimpanan (Berdasarkan Dirjen Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Tahun 2010 dan Permenkes No.58 Tahun

2014)

Sesuai

Tidak sesuai GUDANG OBAT

Referensi

Dokumen terkait

Modul Member Area ini dapat dimasukkan secara manual oleh anggota ataupun di integrasikan dengan sistem-sistem yang lain sehingga data keanggotaan anggota dapat muncul

(P/L) IZIN PENANGGUNG JAWAB JENIS SARANA

induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery. 3) Peneliti

30 media Sabouraud Dekstrose Agar olive oil yang mengandung ketokonazol 1%, 5 (5,6%) dinyatakan (+) / tumbuh Pityrosporum ovale dan 25 (27,8%) dinyatakan (-)

Birth-Death Process T merupakan suatu rantai Markov waktu kontinu, yaitu proses Stokastik yang mempunyai status diskrit dan waktu kontinu dengan sifat status pada masa akan

Pada tahap pengadaan obat apoteker melakukan pemesanan kepada supplier atau PBF (Pedagang Besar Farmasi) dengan menerbitkan surat pemesanan.Dalam penelitian ini

 Bunyi napas : stridor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stridor (bunyi kering dan nyaring , didengar saat inspirasi), wheezing

Perizinan PBF (Pedagang Besar Farmasi) Pusat (Peraturan Kementerian Kesehatan No. 34 Tahun 2014) Pengajuan Permohonan Izin PBF - Audit pemenuhan persyaratan CDOB (Cara