• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku 4 :Pedoman Teknis Pengananan Sengketa Tata Usaha Negara Tingkat Pertama Pada Pengadilan Tata Usaha Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Buku 4 :Pedoman Teknis Pengananan Sengketa Tata Usaha Negara Tingkat Pertama Pada Pengadilan Tata Usaha Negara"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1

(2)

Cetakan Pertama Oktober 2019

Penerbit Biro Advokasi

Sekretariat jenderal Kementerian Keuangan RI Gd. Djuanda I Lantai 15

Jl. DR Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 10710

Telp. (021) 3862539;

Fax. (021) 3842894

(3)

3

Bunga Rampai Advokasi

Pedoman Teknis Pengananan Sengketa Tata Usaha Negara Tingkat Pertama Pada

Pengadilan Tata Usaha Negara

BUKU 4

(4)

Sambutan Kepala

Biro Advokasi

(5)

5

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-Nya, Bunga Rampai Advokasi ini dapat dihadirkan ke hadapan pembaca sekalian.

Pembaca yang budiman,

Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bagian dari warga negara memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik. Perlindungan hukum tersebut akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehari- hari sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dan memperkuat integritas.

Beranjak dari kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap ASN, Biro Advokasi menjalankan amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/

PMK.01/2012 tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan dengan memberikan

(6)

advokasi hukum, termasuk menangani berbagai jenis perkara yaitu perkara perdata, pidana, Tata Usaha Negara, Uji Materiil di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung serta pendampingan terhadap saksi atau ahli. Mengingat beragamnya penanganan litigasi dan advokasi yang dilakukan oleh Biro Advokasi, maka perlu menyusun strategi dan pedoman yang kami tuangkan dalam Bunga Rampai Advokasi, sehingga pelaksanaan advokasi hukum dapat berjalan dengan lebih baik lagi.

Adapun penyusunan Bunga Rampai Advokasi ini adalah salah satu perwujudan komitmen Biro Advokasi terhadap Program Perlindungan Hukum Terhadap Aparatur Sipil Negara. Selain itu, Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara semakin menegaskan adanya kewajiban bagi negara untuk memberikan perlindungan, pendampingan dan bantuan hukum bagi ASN.

Bunga Rampai Advokasi yang diterbitkan tahun 2019 ini terdiri dari 6 seri, yaitu:

1. Seri Pertama: Strategi Pelaksanaan Lelang Barang Milik Negara (“BMN”) Berupa Inventaris Kantor, membahas langkah yang dapat dijadikan acuan bagi para pejabat lelang BMN berupa inventaris kantor;

2. Seri Kedua, Buku Pintar Pendampingan, akan mengupas tuntas hal yang diperlukan terkait pemeriksaan dugaan tindak pidana mulai dari pemanggilan oleh Penyelidik/Penyidik sampai kepada hak dan kewajiban saksi/ahli yang dipanggil;

3. Seri Ketiga, Penanganan Perkara Perdata Pada Tingkat Pertama, mengulas proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan mulai dari penyusunan gugatan sampai dengan putusan pengadilan, dan menguraikan tantangan dan strategi dalam penanganan perkara perdata tingkat pertama di Biro Advokasi.

(7)

7

4. Seri Keempat, Pedoman Teknis Penanganan Sengketa Tata Usaha Negara Tingkat Pertama pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) 5. Seri Kelima, Pedoman Penanganan Perkara

Hak Uji Materiil di Mahkamah Agung berisi acuan dalam menangani Hak Uji Materiil di Mahkamah Agung;

6. Seri Keenam, Penanganan Permohonan Uji Materiil di Mahkamah Konstitusi berisi pedoman dan strategi dalam menangani Permohonan Uji Materiil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi;

Kami juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh stakeholders di lingkungan Kementerian Keuangan, yang telah memberikan masukan berharganya dalam penulisan buku ini.

Tentu saja, “there is always room for improvement.”

Kami menyadari bahwa Bunga Rampai Advokasi edisi perdana ini tentu masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari

pembaca akan sangat bermanfaat dalam penyempurnaannya.

Akhir kata, semoga Bunga Rampai Advokasi ini membawa manfaat dan dapat menginspirasi tidak hanya di lingkungan Biro Advokasi, tetapi juga lebih luas, untuk Kementerian Keuangan yang lebih baik.

Selamat membaca!

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, November 2019 Kepala Biro Advokasi,

Tio Serepina Siahaan

(8)

Daftar Isi

(9)

9

1. Sambutan Kepala Biro Advokasi 2. Daftar isi

3. Latar belakang

4. Kewenangan mengadili PTUN 5. Objek dan subjek hukum acara

peratun

6. Pedoman teknis penanganan perkara tata usaha negara tingkat pertama di biro advokasi a. Penerbitan surat kuasa

khusus.

b. Gugatan.

c. Dismissal procedure dan pemeriksaan persiapan.

d. Pembacaan gugatan dan jawaban.

e. Replik dan duplik.

f. Pembuktian.

g. Kesimpulan.

h. Putusan.

05 09 11 15 15

31 31

46

32 35

37 39 41

7. Proses bisnis biro advokasi dalam rangka penanganan perkara tata usaha negara tingkat pertama

8. Daftar pustaka

43 44

67

(10)

Latar

belakang

(11)

11

Peradilan tata usaha negara dibentuk dalam rangka menjamin dan memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat yang merasa dirugikan akibat suatu keputusan dan/atau tindakan faktual pemerintah. Hal tersebut, sesuai filosofi dibentuknya pengadilan tata usaha negara yang tercantum dalam konsiderans bagian menimbang huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peratun), yang pada pokoknya menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan serasi, seimbang serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat.

Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

yang merubah paradigma hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang memberikan kewenangan kepada pengadilan tata usaha negara untuk memeriksa dan mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemegang kekuasaan pemerintah (badan dan/atau pejabat pemerintah) serta mengatur badan dan/atau pejabat pemerintah yang merasa dirugikan dapat melakukan permohonan pengujian atas suatu keputusan dan/atau tindakan faktual suatu badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Kementerian Keuangan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan salah satunya dalam bentuk penerbitan keputusan (beschikking) atau melakukan tindakan faktual yang berada dalam lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya dalam bidang fiskal.

Latar Belakang

(12)

Apabila terdapat pihak yang merasa keberatan dalam penerbitan keputusan (beschikking) atau tindakan faktual dimaksud, maka terdapat risiko hukum terhadap pejabat Kementerian Keuangan yang menerbitkan keputusan (beschikking) atau tindakan faktual berupa gugatan di pengadilan tata usaha negara. Sebaliknya, terhadap suatu keputusan (beschikking) atau tindakan faktual yang merugikan kementerian keuangan dapat mengajukan gugatan atau permohonan pengujian kepada pengadilan tata usaha negara untuk mempertahankan hak atau kepentingannya.

Sesuai amanat Pasal 92 ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan pasal 308 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum kepada pegawai negeri sipil yang mendapatkan masalah hukum pada pengadilan tata usaha

negara terkait pelaksanaan tugas kedinasan.

Lebih lanjut tugas perlindungan hukum dimaksud, pada kementerian keuangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 158/pmk.01/2012 tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan, dilaksanakan oleh Biro Advokasi dan/atau unit Bantuan Hukum pada unit eselon I.

Oleh karena itu, perlu kiranya dibentuk prosedur dan strategi penanganan perkara di pengadilan tata usaha negara untuk penangan perkara dalam rangka memberikan bantuan hukum kepada unit, menteri/mantan menteri, pejabat, pegawai, pensiunan atau mantan pegawai.

(13)

13

(14)

Kewenangan

Mengadili PTUN Objek dan Subjek

Hukum Perkara di

PTUN

(15)

15

Kewenangan mengadili PTUN1

Perubahan paradigma hukum acara peradilan tata usaha negara setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan), maka ptun berwenang:

1. Mengadili sengketa tata usaha negara berupa gugatan dan permohonan.

2. Mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah yaitu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan (badan dan/atau pejabat pemerintahan) yang biasa disebut dengan onrechtmatige overheidsdaad (ood).

3. Menguji keputusan tata usaha negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administrasi menjadi kewenangan ptun.

Objek dan subjek hukum perkara di ptun A. Objek hukum

1. Keputusan tata usaha negara sesuai UU Peratun yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tun (yang selanjutnya disebut badan atau pejabat pemerintahan) yang berisi tindakan hukum tun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

2. Bahwa dengan berlakunya uu administrasi pemerintahan, maka keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam uu peratun harus dimaknai berikut2: a. Penetapan tertulis yang mencakup

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan.

1 2

(16)

tindakan faktual;

Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi dan bukan pada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat pemerintahan. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang diisyaratkan tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya.

Persyaratan tertulis ini diharuskan untuk kemudahan pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut 3.

Dalam prakter peradilan tun, objek sengketa di ptun dapat berupa “surat”,

“memo” dan “nota”, asal memenuhi syarat: tertulis, konkret, individual dan final serta berakibat hukum.4

Sehubungan dengan berlakunya uu administrasi pemerintahan memperluas penetapan tertulis dengan tindakan faktual. Tindakan faktual dapat dimaknai tindakan administrasi pemerintahan. Hal tersebut, dinyatakan dalam pasal 3 perma nomor 8 tahun 2017, yang menyebutkan bahwa objek permohonan dan/atau tindakan guna mendapatkan keputusan badan dan/

atau pejabat pemerintahan adalah kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan keputusan dan/atau melakukan

Penjelasan Pasal 1 angka 3 UU Peratun.

3

Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 219 K/TUN/2001 tanggal 28 Februari 2002

4

(17)

17

tindakan administrasi pemerintahan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Definisi tindakan administrasi pemeritahan tersebut, dimaknai sebagai perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.5 b. Keputusan badan/pejabat tata usaha

negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif dan penyelenggara negara lainnya;

Pada dasarnya uu peratun hanya

membatasi objek sengketa hanya diterbitkan oleh badan atau pejabat baik di pusat maupun di daerah yang menyelenggarakan urusan eksekutif.

Namun demikian, UU Administrasi Pemerintahan memperluas definisi badan/atau pejabat pemerintahan di bidang eksekutif, legislatif, yudikatif dan penyelenggara negara lainnya.

Pada perkembangannya, keputusan yang diterbitkan oleh badan/lembaga swasta yang melaksanakan urusan pemerintahan yang kewenangannya berdasarkan peraturan perundang- undangan dapat dijadikan objek sengketa di PTUN seperti pada yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 61 k/tun/1999 tanggal 22

Pasal 1 angka 8 UU Administrasi Pemerintahan.

5

(18)

november 2001, sebagai berikut:

“Universitas swasta adalah badan hukum perdata yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, di mana rektornya diusulkan dan dilantik oleh senat dan yayasan dengan memperoleh persetujuan dari pemerintah ri cq.

Menteri pendidikan, eks uu no. 2 Tahun 1989 jis pp no. 30 Tahun 1990 dan pp no. 39 Tahun 1992, sehingga universitas swasta merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah di bidang pendidikan tinggi sehingga surat keputusan rektor universitas swasta dapat dikualifikasi sebagai keputusan pejabat tata usaha negara, yang dapat menjadi objek gugatan pada peratun menurut uu no. 5 Tahun 1986”.

c. Berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik (aaupb);

Dalam penerbitan suatu keputusan dan/atau tindakan faktual, maka badan atau pejabat pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan aaupb.

Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, majelis hakim dapat mencari dan menggunakan aaupb yang dituangkan dalam putusan hakim dan menjadi yurisprudensi.

Secara formal, aaupb telah tertuang dalam pasal 10 uu administrasi pemerintahan, meliputi:

- Kepastian hukum;

- Kemanfaatan;

- Ketidakberpihakan;

- Kecermatan;

(19)

19

- Tidak menyalahgunakan kewenangan;

- Keterbukaan;

- Kepentingan umum; dan - Pelayanan yang baik.

d. Bersifat final dalam arti luas;

Pada dasarnya sesuai UU Peratun, keputusan tata usaha negara bersifat final adalah keputusan tersebut telah definitif atau karenanya dapat menimbulkan akibat hukum

Dalam penjelasan uu administrasi pemerintahan dijelaskan bahwa final dalam arti luas mencakup keputusan yang diambil alih oleh atasan pejabat yang berwenang.

SEMA nomor 4 tahun 2016, mendefinisikan bahwa keputusan

final dalam arti luas yaitu keputusan tata usaha negara yang sudah menimbulkan akibat hukum meskipun masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain (contoh : perizinan tentang fasilitas penanaman modal oleh badan koordinasi penanaman modal (bkpm), izin lingkungan, dsb).

e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum.

Pada dasarnya uu peratun mengatur telah ada akibat hukum atas suatu keputusan badan atau pejabat pemerintahan. Selanjutnya, dalam pasal 87 UU Administrasi pemerintahan memperluas definisi menjadi keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum. Dengan

(20)

demikian, parameter gugatan suatu keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan dapat didasarkan pada kerugian potensial atau kemungkinan dapat merugikan bagi orang atau badan hukum perdata.

Dengan berlakunya UU Administrasi pemerintahan telah menentukan bahwa salah satu objek sengketa di ptun meliputi keputusan dan/atau tindakan faktual yang berpotensi menimbulkan akibat hukum misalnya keputusan lembaga aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) menjadi objek permohonan pengujian penyalahgunaan wewenang (LHK BPK dan lain-lain).6

f. Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

Pengertian warga masyarakat sebagaimana dimaksud pasal 87 uuap merujuk pada pasal 1 angka 15 uuap, yang mendefinisikan bahwa warga masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata terkait dengan keputusan dan/atau tindakan. Dengan demikian, definisi warga masyarakat dalam pasal 87 uu administrasi pemerintahan telah sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 3 uu peratun.

3. Tindakan fiktif-positif oleh badan dan/

atau pejabat tata usaha negara.

Pada dasarnya uu peratun mengatur objek

Pasal 21 UU Administrasi Pemerintahan.

6

(21)

21

sengketa berupa keputusan fiktif negatif yaitu sikap diam badan atau pejabat pemerintah yang tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan, sedangkan hal tersebut menjadi kewajiban atau kewenangannya.

Pada perkembangannya, dengan adanya pasal 53 uu administrasi pemerintahan yang mengatur mengenai permohon fiktif positif, maka ketentuan pasal 3 uu peratun yang mengenai gugatan fiktif negatif tidak dapat diberlakukan lagi, karena menimbulkan ketidakpastian hukum tentang tata cara penyelesaian permasalahan hukum yang harus diterapkan oleh ptun7.

Lebih lanjut lagi keputusan fiktif positif badan atau pejabat pemerintahan, diatur sebagai berikut8:

a. Apabila ditentukan jangka waktu untuk memproses permohonan, dianggap dikabulkan secara hukum jika jangka waktu yang ditentukan tersebut telah lewat, sedangkan badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak mengeluarkan keputusan atau tindakan faktual.

b. Apabila jangka waktu tidak ditentukan untuk memproses permohonan, dianggap dikabulkan secara hukum setelah lewat jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

7 8 Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan.

(22)

c. Pengadilan harus membuktikan sikap diam badan atau pejabat pemerintahan telah sesuai atau melanggar ketentuan perundang- undangan atau aaupb.

Objek permohonan dan/atau tindakan guna mendapatkan keputusan badan dan/atau pejabat pemerintahan adalah kewajiban badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk menetapkan keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan yang dimohonkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Kriteria permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan dan/

atau pejabat pemerintahan, yaitu:

a. Permohonan dalam lingkup kewenangan badan dan/atau pejabat

pemerintahan.

b. Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan untuk menyelenggarakan fungsi pemeritahan.

c. Permohonan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang belum pernah ditetapkan dan/atau dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

d. Permohonan untuk kepentingan pemohon secara langsung.

4. Keputusan tata usaha negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administrasi:

a. Bahwa setiap orang yang dirugikan

(23)

23 Pasal 75 ayat (1) dan (2) UU Administrasi Pemerintahan.

9

dengan adanya suatu keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan, dapat mengajukan upaya administratif berupa keberatan dan banding.9

b. Selanjutnya, ptun baru berwenang memeriksa, memutus dan mengadili sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi.10

5. Pada hukum acara ptun, terdapat keputusan-keputusan yang bukan merupakan objek sengketa tata usaha negara, sebagai berikut:

a. Pasal 2 UU Peratun, mengatur pengecualian keputusan, yaitu:

- Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

- Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;

- Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan.

- Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana atau kita undang-undang hukum acara pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.

- Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar

Pasal 48 ayat (2) UU Peratun dan Pasal 2 ayat (1) PERMA Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif.

10

(24)

hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha tentara nasional indonesia.

- Keputusan komisi pemilihan umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

b. Selain keputusan di atas, tidak termasuk objek permohonan yang dapat diajukan ke pengadilan, sebagai berikut:

- Permohonan merupakan

pelaksanaan dari putusan

pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; atau

- Permohonan terhadap

permasalahan hukum yang sudah pernah diajukan gugatan.11 A. Subjek hukum

1. Penggugat:

Pihak yang berkedudukan sebagai penggugat diketahui dalam pasal 53 ayat (1) uu peratun, yang pada pokoknya mengatur bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang.

a. Orang atau badan hukum perdata12.

Pasal 3 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

11

(25)

25 Pasal 53 ayat 1 UU Peratun

12

Pasal 21 UU Administrasi Pemerintahan.

13

b. Badan dan/atau pejabat pemerintahan13.

Berdasarkan praktek di peratun, badan hukum publik dapat bertindak sebagai penggugat manakala ia bertindak untuk mempertahankan hak keperdataannya. Dalam rakernas peratun tahun 2007 disepakati manakala badan publik mengajukan gugatan terhadap pembatalan sertifikat tanah milik instansi pemerintah dan sebagainya. Dengan pemahaman seperti ini badan hukum publik dikonsepsikan dapat bertindak sesuai ketentuan pasal 53 ayat (1) UU Peratun, artinya badan hukum publik dilihat bukan dalam

kapasitasnya sebagai badan hukum publik melainkan sebagai badan hukum perdata dan sebagai wakil dari badan hukum publik tersebut di persidangan adalah pimpinan (sebagai personifikasi) badan hukum publik tersebut.14

Hal tersebut, ditegaskan pada buku II teknis administrasi dan teknis peradilan tata usaha negara edisi 2007, yang menyebutkan bahwa pejabat tata usaha negara dapat menjadi penggugat bertindak mewakili instansi pejabat tata usaha negara tersebut dalam mempermasalahkan prosedur

Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara:

Transformasi & Refleksi, Sinar Gradifika, 2018, halaman 153, yang mengutip Hasil Rakernas IKAHI Tahun 2007 Bidang Peratun.

14

(26)

penerbitan keputusan yang ditujukan kepada instansi pemerintah yang bersangkutan.

Lebih lanjut, UU Administrasi Pemerintahan memberikan legalitas bagi badan atau pejabat

pemerintahan untuk untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/

atau tindakan.

2. Tergugat:

a. Badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada pada padanya atau yang dilimpahkan

kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata15, kecuali terdapat intervensi.

b. Badan atau pejabat tata usaha negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.16

c. Makna badan atau pejabat tata usaha negara oleh uu administrasi pemerintahan diperluas menjadi badan/atau pejabat pemerintahan di bidang eksekutif, legislatif, yudikatif dan penyelenggara negara lainnya.

d. Pengertian “berdasarkan peraturan perundang-undangan” yaitu semua

Pasal 1 angka 6 UU Peratun.

15

Pasal 1 angka 2 UU Peratun.

16

(27)

27 Buku II Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha

Negara Edisi 2007 17

peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan/pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang juga mengikat secara umum.17

3. Intervensi

Pasal 83 uu peratun mengatur bahwa

“selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim dapat masuk dalam sengketa tata usaha negara dan bertindak

sebagai pihak yang membela haknya atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Permohonan tersebut dapat dikabulkan atau ditolak oleh pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara sidang”.

Mengenai permohonan intervensi, sangat bergantung pada kepentingan mana yang akan dibela (dipertahankan) oleh pemohon. Kalau kebetulan pemohon intervensi, pada kenyataannya, mempunyai kepentingan yang sama dengan penggugat atau sama-sama menghendaki agar KTUN yang digugat (objek sengketa), ingin dibatalkan, maka ia akan ditempatkan di bagian (pihak) penggugat, dengan sebutan “penggugat II intervensi”. Kalau sebaliknya, pemohon ingin mempertahankan KTUN yang

(28)

digugat (objek sengketa), agar tidak dibatalkan, maka ia berada di bagian tergugat, dengan sebutan “tergugat ii intervensi”. Masuknya pihak ketiga dalam suatu sengketa di samping untuk memperkokoh atau menguatkan dalil-dalil pihak yang bersengketa juga menyangkut jaminan pengajuan upaya hukum.18 B. Tenggang waktu pengajuan gugatan

a. Ketentuan tenggang waktu atau batas waktu pengajuan gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat pemerintahan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari sejak diterima atau diumumkannya KTUN yang disengketakan.19

b. Tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari untuk mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 uu peratun, yang semula dihitung “sejak yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dan sudah mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut” diubah menjadi dihitung

“sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha negara yang merugikan kepentingannya”.20

Enrico Simanjuntak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara:

Transformasi & Refleksi, Sinar Gradifika, 2018, halaman 163 s.d. 164

18 19 Pasal 55 UU Peratun.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

20

(29)

29

(30)

Pedoman Teknis Penanganan

Perkara PTUN

Pada Tingkat

Pertama Di

Biro Advokasi

(31)

31

Pedoman teknis penanganan perkara ptun pada tingkat pertama di biro advokasi

A. Penerbitan surat kuasa khusus.

1. Surat kuasa khusus dalam melakukan penanganan perkara di ptun diterbitkan oleh:

a. Pejabat atau atasan pejabat yang menerbitkan keputusan tata usaha negara yang menjadi objek sengketa di ptun; atau

b. Pejabat/pegawai yang digugat; atau c. Pejabat yang berwenang (dalam

hal melakukan intervensi atau mengajukan gugatan atau pejabat yang terkait materi pokok gugatan).

2. Pasal 123 HIR atau pasal 147 RBG, SEMA No. 1 Tahun 1971 dan SEMA No. 6 Tahun

1994, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun surat kuasa khusus adalah sebagai berikut:

a. Surat kuasa khusus dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara otentik.

b. Identitas pemberi kuasa dan penerima harus jelas dan benar.

c. Pencantuman kewenangan yang diberikan harus jelas dan sesuai ketentuan yang berlaku. Kewenangan dapat dari pengadilan tingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi, dengan menguraikan hal-hal yang dikuasakan secara rinci.

d. Harus menyebutkan subjek dan objek serta bermaterai secukupnya.

e. Apabila diperlukan dicantumkan hak menguasakan kembali (hak substitusi).

(32)

3. Apabila surat kuasa khusus belum diterbitkan, maka diterbitkan surat tugas terlebih dahulu.

4. Penyusunan surat kuasa khusus dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Mempelajari gugatan perkara tata usaha negara;

b. Melakukan koordinasi dengan unit terkait dengan penerbitan keputusan tata usaha negara yang menjadi objek sengketa dan/atau unit bantuan hukum pada unit eselon I; dan

c. Meminta atau memberikan nama penerima kuasa serta data dan dokumen yang diperlukan guna penanganan dari unit terkait.

5. Penyampaian surat kuasa khusus kepada

majelis hakim dilakukan pada saat persidangan. Apabila terdapat koreksi atau koreksi surat kuasa khusus dari majelis hakim, dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Berkoordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon I dan/atau unit terkait, apabila terdapat koreksi atau revisi dari majelis hakim.

b. Melakukan koreksi atau revisi pada surat kuasa khusus dan menyampaikan kembali kepada majelis hakim pada persidangan selanjutnya.

B. Gugatan

1. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat pemerintahan dan diajukan ke pengadilan

(33)

33

untuk mendapatkan keputusan.

2. Tuntutan gugatan tata usaha negara terdiri dari:

A. Tuntutan pokok gugatan mendasar- kan ketentuan pasal 53 ayat (1) UU Peratun dan penjelasannya adalah agar keputusan badan atau pejabat pemerintahan dinyatakan batal atau tidak sah;

B. Tuntutan tambahan berupa ganti rugi dan/atau hanya dalam sengketa kepegawaian dibolehkan adanya tuntutan rehabilitasi.

C. Tuntutan uang paksa dapat diaju- kan jika tergugat tidak bersedia menggunakan kewenangannya

(jabatannya) untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum.21

3. Dasar atau alasan mengajukan gugatan adalah keputusan yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan aaupb.

4. Dalam hal Kementerian Keuangan dirugikan hak keperdataannya atau kepentingannya oleh suatu keputusan atau tindakan faktual badan atau pejabat pemerintahan, maka Kementerian Keuangan dalam hal ini dilakukan oleh Biro Advokasi dan/atau unit bantuan hukum pada unit eselon I dapat mengajukan gugatan atau permohonan kepada PTUN, misalnya dalam hal sertifikat hak

Pasal 116 ayat (4) UU Peratun 21

(34)

pakai atas aset atau barang milik negara Kementerian Keuangan dibatalkan, maka kementerian keuangan dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan hak keperdataannya.

5. Gugatan atau permohonan dimaksud harus dilakukan secara tertulis karena gugatan itu menjadi pegangan pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan.22 6. Penyusunan gugatan tersebut, dilakukan

dengan kegiatan sebagai berikut:

A

.

Mempertimbangkan jangka waktu gugatan, legal standing para pihak, telah melakukan upaya administratif agar gugatan tidak prematur dan syarat formalitas suatu gugatan lainnya.

B. Melakukan koordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon I atau unit terkait untuk mendapatkan data dan dokumen yang digunakan sebagai dasar penyusunan gugatan.

C. Penyusunan materi pokok gugatan dengan memperhatikan unsur-unsur keputusan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang serta prosedur dan substansi keputusan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) serta memperhatikan tuntutan yang akan dimohonkan kepada ptun.

D. Penyusunan gugatan dilakukan berjenjang hingga Kepala Biro

Penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU Peratun 22

(35)

35

Advokasi.

E. Namun demikian, dalam pengajuan gugatan dipertimbangkan asas kemanfaatan.

C. Dismissal procedure dan pemeriksaan persiapan

1. Dismissal procedure dilakukan oleh Ketua PTUN untuk menentukan dapat tidaknya suatu gugatan disidangkan di PTUN.

2. Ketua PTUN berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar, apabila:

A. Pokok gugatan nyata-nyata tidak

termasuk dalam wewenang PTUN23; B. Syarat-syarat sebagaimana

dimaksud dalam pasal 56 undang- undang peratun tidak terpenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan;

C. Gugatan tersebut tidak berdasarkan pada alasan-alasan yang layak;

D. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan TUN yang digugat;

E. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

3. Apabila dipandang perlu Ketua PTUN berwenang memanggil dan mendengar

Pasal 116 Pasal 62 UU Peratun ayat (4) UU Peratun 23

(36)

keterangan para pihak sebelum mengeluarkan penetapan dismissal.

4. Apabila Ketua PTUN menganggap gugatan dapat disidangkan di PTUN, maka ketua ptun menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili gugatan dimaksud.

5. Dalam persidangan PTUN tahap pemeriksaan persiapan yang dilakukan majelis hakim sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas dengan memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari.

6. Majelis hakim dapat meminta penjelasan kepada badan dan/atau pejabat tata usaha yang bersangkutan.

7. Persidangan tahap pemeriksaan persiapan apabila majelis hakim meminta penjelasan, dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

A. Penyiapan data dan dokumen serta kronologis terkait keputusan yang disengketakan.

B. Apabila Kementerian Keuangan bukan sebagai pihak dalam perkara, akan tetapi sebagai sebagai pihak yang terkait dan berpotensi menimbulkan akibat hukum bagi kementerian keuangan, maka dilakukan upaya intervensi dengan menyusun permohonan intervensi kepada majelis hakim.

C. Intervensi dapat dilakukan pada tahap pemeriksaan persiapan sampai

(37)

37

dengan duplik.

D. Pembacaan gugatan dan jawaban

1. Persidangan tahap pembacaan gugatan dilakukan dengan kegiatan mendengarkan pembacaan dan menerima gugatan dari penggugat dalam hal Kementerian Keuangan menjadi Tergugat atau tergugat II intervensi.

2. Penyusunan jawaban dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

A. Mempelajari gugatan penggugat dengan cermat dan tepat, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

- Penelitian terhadap alasan permohonan penundaan (jika

ada), membantah dalil permohonan penundaan dari penggugat dengan strategi bahwa keputusan atau tindakan administrasi pemerintahan tersebut dalam rangka kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut, misalnya keputusan terkait penagihan piutang negara sebagai penerimaan negara untuk dana apbn dalam rangka pembangunan nasional.

- Penelitian terhadap legal standing para pihak, yang bertujuan untuk mengetahui pihak dalam gugatan tersebut telah lengkap, salah pihak atau belum lengkap.

Hal tersebut, untuk menentukan perlu tidaknya eksepsi legal standing, error in persona atau kurang pihak.

- Penelitian kewenangan mengadili

(38)

ptun. Eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan dan meskipun tidak ada eksepsi kewenangan absolut, apabila majelis hakim mengetahui hal itu karena jabatannya wajib menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa penggunaan eksepsi kewenangan absolut, apabila dikabulkan apakah pada pengadilan lain akan kuat posisi kementerian keuangan.

Eksepsi kompetensi absolut diajukan dalam hal objek gugatan tidak memenuhi syarat sebagai keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 UU Peratun maupun uu administrasi pemerintahan serta keputusan tata usaha negara yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam

pasal 2 UU Peratun.

Eksepsi kewenangan relatif diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa.

- Penelitian formalitas gugatan, yang bertujuan untuk menentukan eksepsi lain-lain yang akan digunakan, antara lain jangka waktu pengajuan gugatan, obscuur libel, gugatan prematur karena belum melakukan upaya administratif dll.

- Penyusunan jawaban apabila terdapat permohonan penundaan KTUN, dengan mendasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan bukti-bukti untuk menolak permohonan penundaan.

- Penyusunan materi pokok jawaban

(39)

39

dengan memperhatikan unsur-unsur keputusan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang serta prosedur dan substansi keputusan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan AAUPB.

- Penyusunan jawaban dapat didasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, AAUPB, yurisprudensi, pendapat para ahli.

- Dalam menyusun jawaban harus diperhatikan pula formalitas jawaban yang terdiri dari identitas para pihak, posita jawaban (dalam penundaan, eksepsi, pokok perkara) dan petitum.

B. Melakukan koordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon I atau unit terkait untuk memperoleh serta mempelajari data, informasi dan kronologis terkait penerbitan

objek sengketa atau permasalahan a quo;

C. Melakukan koordinasai dengan unit lain untuk menyusun dan finalisasi jawaban dilakukan secara berjenjang hingga Kepala Biro Advokasi.

3. Penandatanganan jawaban oleh para penerima kuasa apabila jawaban sudah disetujui oleh Kepala Biro Advokasi.

4. Penyampaian jawaban kepada majelis hakim dan para pihak dalam persidangan.

E. Replik dan duplik

1. Penyusunan replik dilakukan dalam hal Kementerian Keuangan bertindak sebagai penggugat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

(40)

A. Mempelajari isi jawaban tergugat dan tergugat II intervensi (jika ada), apabila terdapat hal baru diluar gugatan, maka dibantah dengan mendasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta data dan dokumen terkait.

B. Dalam penyusunan replik, masih dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat.24 2. Persidangan tahap replik dilakukan dengan

kegiatan mendengarkan pembacaan dan/

atau menerima replik dari penggugat.

3. Penyusunan duplik dalam hal kementerian

keuangan sebagai tergugat atau tergugat II intervensi dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

A. Mempelajari replik penggugat, dengan melihat apakah terdapat hal- hal baru selain yang terdapat dalam gugatan.

B. Melakukan koordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon I atau unit terkait untuk memperoleh serta mempelajari data, informasi dan kronologis yang baru muncul dalam replik terkait penerbitan objek sengketa atau permasalahan a quo;

C. Penyusunan duplik pada dasarnya sama dengan penyusunan jawaban.

Dalam penyusunan duplik masih

Pasal 75 ayat (1) UU Peratun 24

(41)

41 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

26

memiliki kesempatan untuk mengubah alasan-alasan yang mendasari jawabannya terdahulu dengan syarat alasan tersebut harus cukup berdasar serta tidak merugikan penggugat25.

4. Penyampaian duplik kepada majelis hakim dan para pihak dalam persidangan.

F. Pembuktian

1. Pembuktian di ptun mengarah pada asas pembuktian bebas terbatas karena hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

2. Alat bukti tersebut menurut pasal 100

undang-undang peratun, adalah:

A. Surat atau tulisan.

B. Keterangan ahli.

C. Keterangan saksi.

D. Pengakuan para pihak.

E. Pengetahuan hakim.

3. Alat bukti yang diatur dalam pasal 100 uu peratun, ditambah dengan alat bukti elektronik dalam undang- undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam hukum acara peradilan tata usaha negara.26

4. Penyusunan daftar bukti surat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

25 Pasal 75 ayat (1) UU Peratun

(42)

A. Melakukan koordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon Iatau unit terkait;

B. Memilah dan memilih data, dokumen, kronologis dan informasi yang relevan penerbitan objek sengketa yang akan dijadikan bukti surat; dan

C. Menyusun dan mempersiapkan konsep daftar bukti surat produk tata usaha negara yang menjadi objek sengketa.

D. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap bukti surat lawan, penangan perkara harus mencermati bukti surat seperti bukti surat tidak ada aslinya, tidak ada relevansinya dengan pokok perkara.

5. Penyampaian saksi atau ahli (apabila

diperlukan) dalam persidangan, dilakukan dengan kegiatan:

A. Melakukan koordinasi dengan unit bantuan hukum pada unit eselon I atau unit terkait untuk mempersiapkan calon saksi atau ahli yang dihadirkan dalam persidangan, dengan mempertimbangkan keuntungan dan kekurangan;

B. Saksi dan/atau ahli yang dihadirkan harus relevan dengan perkara a quo dan dalil-dalil yang diajukan kementerian keuangan serta dapat memperkuat dalil-dalil kementerian keuangan.

C. Penyiapan saksi atau ahli sedapat mungkin dilakukan sejak awal persidangan dan melakukan briefing perkara dengan calon saksi atau ahli.

(43)

43

D. Perlu diperhatikan jika mengajukan saksi bahwa keterangan saksi yang diberikan dapat mendukung serta selaras dengan alat bukti surat yang diajukan.

6. Persidangan dengan agenda pemeriksaan setempat (apabila ada) dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

A. Melakukan koordinasi dengan unit terkait yang mengetahui atau berhubungan langsung dengan objek sengketa yang dilakukan pemeriksaan setempat.

B. Menghadiri proses pemeriksaan setempat bersama majelis hakim dan para pihak, apabila diperlukan bersama dengan unit yang terkait dengan objek pemeriksaan setempat.

7. Perlu diperhatikan bahwa dalam hukum acara peratun, majelis hakim bersifat aktif yaitu dapat meminta para pihak untuk mengajukan bukti-bukti tertentu26. Oleh karena itu, penangan perkara harus dapat mengantisipasi apabila majelis hakim meminta bukti-bukti selain yang telah diajukan.

G. Kesimpulan

1. Penyusunan kesimpulan dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

A. Mempelajari bukti-bukti surat dan/

atau saksi dan/atau ahli penggugat dan/atau tergugat.

B. Isi dari kesimpulan paling tidak terdiri atas isi singkat pokok jawaban dan duplik yang dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan, membantah

(44)

dalil-dalil penggugat atau tergugat serta memberikan tanggapan atas bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat atau tergugat.

C. Melakukan koordinasai dengan unit lain untuk menyusun dan finalisasi duplik serta meminta tanda tangan penerima kuasa dari unit lain apabila diperlukan.

D. Penyusunan konsep kesimpulan, yang dilakukan berjenjang sampai dengan Kepala Biro Advokasi;

2. Menyampaikan kesimpulan untuk majelis hakim pada persidangan dengan agenda kesimpulan.

H. Putusan

A. Pada ptun dikenal 2 (dua) jenis putusan yaitu:

- Putusan sela

Putusan sela dalam hukum acara ptun meliputi putusan terhadap perlawanan penetapan dismissal (pasal 62 ayat (2) uu peratun), putusan hakim tentang eksepsi (pasal 83 uu peratun) dan putusan penundaan (pasal 67 peratun).

- Putusan akhir

Putusan akhir dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu putusan condemnatoir yang bersifat penghukuman untuk melakukan sesuatu, constitutif yang bersifat menciptakan keadaan hukum baru dan declaratoir yang bersifat menerangkan atau menyatakan sesuatu keadaan.

(45)

45

B. Putusan ptun dapat berupa:

- Gugatan ditolak.

- Gugatan dikabulkan.

- Gugatan tidak diterima.

- Gugatan gugur.

C. Persidangan dengan acara pembacaan putusan atau menerima pemberitahuan putusan tingkat pertama, dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Apabila putusannya tidak merugikan kementerian keuangan, maka menunggu sikap pihak lawan dan akan mempertahankan hak melalui kontra memori banding.

2. Apabila putusannya merugikan kementerian keuangan, maka dilakukan upaya hukum banding.

(46)

Proses Bisnis

Biro Advokasi

Dalam Rangka

Penanganan

Perkara Tata

Usaha Negara

Tingkat Pertama

(47)

Buku 4 :Pedoman Teknis Pengananan Sengketa Tata Usaha Negara Tingkat Pertama Pada Pengadilan Tata Usaha Negara

47 Tingkat Pertama

Penerbitan Surat Kuasa Khusus

Kegiatan Dokumen yang diperlukan

1. Penyusunan Surat Kuasa Khusus bagi Menteri Keuangan/Sekretaris Jenderal

a. gugatan perkara tata usaha negara;

b. nota dinas meminta nama penerima kuasa dari unit terkait;

c. nota dinas penyampaian nama penerima kuasa dari unit terkait;

d. data, informasi, serta kronologis atas penerbitan Objek Sengketa.

a. mempelajari gugatan;

b. berkoordinasi dengan unit terkait;

c. meminta nama penerima kuasa dan dokumen yang diperlukan dari unit terkait.

(48)

2. Penyusunan Surat Kuasa Khusus bagi Pejabat Selain Menteri Keuangan/Sekretaris Jenderal

a. nota dinas permohonan bantuan hukum dari unit pemohon;

b. gugatan perkara tata usaha negara;

c. data, informasi, serta kronologis atas penerbitan Objek Sengketa;

d. nota dinas penyampaian nama penerima kuasa dari Biro Advokasi kepada unit pemohon.

a. mempelajari gugatan;

b. berkoordinasi dengan unit terkait guna meminta nama-nama penerima kuasa;

c. menyampaikan nama penerima kuasa dan meminta dokumen yang diperlukan dari unit terkait.

3. Penelitian, penelaahan konsep nota dinas, surat kuasa khusus oleh Kepala Subbagian

a. nota dinas permohonan bantuan hukum dari unit pemohon;

b. gugatan perkara tata usaha negara;

c. data, informasi, serta kronologis atas penerbitan Objek Sengketa;

d. nota dinas penyampaian nama penerima kuasa dari Biro Advokasi kepada unit pemohon;

e. konsep nota dinas dan konsep surat kuasa khusus dari pelaksana.

a. meneliti konsep nota dinas, surat kuasa khusus;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep nota dinas serta surat kuasa khusus;

c. menyampaikan konsep nota dinas serta surat kuasa khusus kepada Kepala Bagian.

(49)

49 4. Penelitian, penelaahan konsep nota dinas, surat

kuasa khusus oleh Kepala Bagian

a. nota dinas permohonan bantuan hukum dari unit pemohon;

b. gugatan perkara tata usaha negara;

c. data, informasi, serta kronologis atas penerbitan Objek Sengketa;

d. nota dinas penyampaian nama penerima kuasa dari Biro Advokasi kepada unit pemohon;

e. konsep nota dinas dan konsep surat kuasa khusus dari Kepala Subbagian.

a. meneliti konsep nota dinas, surat kuasa khusus;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep nota dinas serta surat kuasa khusus;

c. menyampaikan konsep nota dinas serta surat kuasa khusus kepada Kepala Biro.

5. Penelitian, penelaahan, serta penyampaian konsep nota dinas dan konsep surat kuasa khusus oleh Kepala Biro kepada Sekretaris Jenderal

konsep nota dinas dan konsep surat kuasa khusus dari Kepala Bagian

a. meneliti konsep nota dinas, surat kuasa khusus;

b. menyetujui dan menandatangani nota dinas pengantar konsep surat kuasa khusus;

(50)

c. memberi paraf pada konsep surat kuasa khusus serta menyampaikannya kepada Sekretaris Jenderal.

6. Pendaftaran surat kuasa khusus kepada Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara

surat kuasa khusus yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa

a. berkoordinasi dengan unit terkait untuk meminta tanda tangan penerima kuasa;

b. berkoordinasi dengan Kepaniteraan PTUN untuk mendaftarkan surat kuasa khusus.

7. Penyerahan surat kuasa khusus kepada Majelis Hakim

8. Persidangan dengan agenda pemeriksaan persiapan:

a. berkoordinasi dengan Panitera perkara dimaksud sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;.

Surat Tugas

(51)

51 b. berkoordinasi dengan para pihak

sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

c. jika gugatan dinyatakan tidak memenuhi syarat, maka penanganan perkara selesai;

d. jika gugatan dinyatakan memenuhi syarat, maka penanganan perkara dilanjutkan.

9. Persidangan dengan agenda pembacaan Gugatan

Surat Tugas

a. berkoordinasi dengan para pihak dan panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. mendengarkan pembacaan Gugatan dari Penggugat.

(52)

Jawaban

Kegiatan Dokumen yang diperlukan

10. Penyusunan Jawaban a. Gugatan Penggugat;

b. Data, informasi, dan kronologis terkait penerbitan Objek Sengketa.

Panduan Isi Konsep Jawaban:

· Dalam Eksepsi

o Eksepsi kompetensi absolut o Eksepsi objek gugatan bukan KTUN o Eksepsi lewat waktu

o Eksepsi obscuur libel

· Dalam pokok perkara

o KTUN diterbitkan sesuai dengan kewenangan Pejabat TUN

o Penerbitan KTUN telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan o Penerbitan KTUN telah sesuai dengan AUPB a. mempelajari gugatan Penggugat;

b. berkoordinasi dengan unit yang digugat untuk memperoleh data, informasi, dan kronologis terkait penerbitan Objek Sengketa;

c. mempelajari data, informasi, dan kronologis atas penerbitan Objek Sengketa;

d. menyusun konsep Jawaban dan menyampaikannya kepada Kepala Subbagian.

(53)

53 11. Penelitian, penelaahan konsep Jawaban oleh

Kepala Subbagian

a. Gugatan Penggugat;

b. Data, informasi, dan kronologis terkait penerbitan Objek Sengketa;

c. Konsep Jawaban dari Penangan Perkara.

a. meneliti konsep Jawaban;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Jawaban;

c. menyampaikan konsep Jawaban kepada Kepala Bagian.

12. Penelitian, penelaahan konsep Jawaban oleh Kepala Bagian

a. Gugatan Penggugat;

b. Data, informasi, dan kronologis terkait penerbitan Objek Sengketa;

c. Konsep Jawaban dari Kepala Subbagian.

a. meneliti konsep Jawaban;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Jawaban;

c. menyampaikan konsep Jawaban kepada Kepala Biro.

(54)

13. Penelitian, penelaahan konsep Jawaban oleh Kepala Biro

a. Gugatan Penggugat;

b. Data, informasi, dan kronologis terkait penerbitan Objek Sengketa;

c. Konsep Jawaban dari Kepala Bagian.

a. meneliti konsep Jawaban;

b. menyetujui dan memberi tanda tangan pada konsep Jawaban;

c. mendisposisikan kembali konsep Jawaban kepada Kepala Bagian untuk diproses lebih lanjut.

14. Penandatanganan Jawaban oleh Para Penerima Kuasa

a. Konsep Jawaban rampung;

b. Surat Tugas (apabila diperlukan).

a. berkoordinasi dengan unit yang digugat terkait finalisasi Jawaban;

b. meminta tandatangan penerima kuasa lain dari unit yang digugat apabila diperlukan.

(55)

55 15. Persidangan dengan agenda penyampaian

Jawaban

a. Surat Tugas;

b. Jawaban yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa;

c. Laporan Sidang.

a. berkoordinasi dengan para pihak dan panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menyampaikan Jawaban kepada Majelis Hakim dan Para Pihak.

Replik dan Duplik

Kegiatan Dokumen yang diperlukan

16. Persidangan dengan agenda Replik a. Surat Tugas;

b. Berkas Replik dari Penggugat;

c. Laporan Sidang.

a. berkoordinasi dengan para pihak dan panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menerima Replik dari Penggugat.

(56)

17. Penyusunan Duplik Replik Penggugat

a. mempelajari replik Penggugat;

b. menyusun konsep Jawaban dan menyampaikannya kepada Kepala Subbagian.

18. Penelitian, penelaahan konsep Duplik oleh Kepala Subbagian

a. Konsep Duplik dari Penangan Perkara;

b. Replik Penggugat.

a. meneliti konsep Duplik;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Duplik;

c. menyampaikan konsep Duplik kepada Kepala Bagian.

(57)

57 19. Penelitian, penelaahan konsep Duplik oleh

Kepala Bagian

a. Konsep Duplik dari Kepala Subbagian;

b. Replik Penggugat.

a. meneliti konsep Duplik;

b. menyetujui dan memberi tanda tangan pada konsep Duplik.

20. Penandatanganan Duplik oleh Para Penerima Kuasa

a. Konsep Duplik rampung;

b. Surat Tugas (apabila diperlukan).

a. berkoordinasi dengan unit yang digugat terkait finalisasi Duplik;

b. meminta tandatangan penerima kuasa lain dari unit yang digugat apabila diperlukan.

(58)

21. Persidangan dengan agenda penyampaian Duplik

a. Surat Tugas

b. Duplik yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa c. Laporan Sidang

a. berkoordinasi dengan para pihak dan panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menyampaikan Duplik kepada Majelis Hakim dan Para Pihak.

Pembuktian dan Saksi

Kegiatan Dokumen yang diperlukan

22. Penyusunan Daftar Bukti a. Produk tata usaha negara yang menjadi Objek Sengketa;

b. Data, informasi, serta kronologis penerbitan Objek Sengketa;

c. Surat Tugas (apabila diperlukan).

a. menyusun dan mempersiapkan konsep Daftar Bukti; dan

b. mempersiapkan Saksi/Ahli (apabila diperlukan);

c. berkoordinasi dengan unit yang digugat terkait bukti dan saksi/ahli yang perlu dipersiapkan;

(59)

59 21. Persidangan dengan agenda penyampaian

Duplik

a. Surat Tugas

b. Duplik yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa c. Laporan Sidang

a. berkoordinasi dengan para pihak dan panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menyampaikan Duplik kepada Majelis Hakim dan Para Pihak.

Pembuktian dan Saksi

Kegiatan Dokumen yang diperlukan

22. Penyusunan Daftar Bukti a. Produk tata usaha negara yang menjadi Objek Sengketa;

b. Data, informasi, serta kronologis penerbitan Objek Sengketa;

c. Surat Tugas (apabila diperlukan).

a. menyusun dan mempersiapkan konsep Daftar Bukti; dan

b. mempersiapkan Saksi/Ahli (apabila diperlukan);

c. berkoordinasi dengan unit yang digugat terkait bukti dan saksi/ahli yang perlu dipersiapkan;

d. menyampaikannya ke Kepala Subbagian.

23. Penelitian, penelaahan konsep Daftar Bukti oleh Kepala Subbagian

Konsep Daftar Bukti dari Penangan Perkara

a. meneliti konsep Daftar Bukti;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Daftar Bukti;

c. menyampaikan konsep Daftar Bukti kepada Kepala Bagian.

24. Penelitian, penelaahan konsep Daftar Bukti oleh Kepala Bagian

Konsep Daftar Bukti dari Kepala Subbagian

a. meneliti konsep Daftar Bukti;

b. menyetujui dan memberi tanda tangan pada konsep Daftar Bukti.

25. Penandatanganan Daftar Bukti oleh Para Penerima Kuasa

a. Konsep Daftar Bukti rampung;

b. Surat Tugas (apabila diperlukan).

(60)

26. Persidangan dengan agenda penyampaian Bukti/Ahli

a. Surat Tugas

b. Daftar Bukti yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa

c. Laporan Sidang a) sidang bukti tertulis Penggugat/Tergugat

b) sidang pemeriksaan saksi (jika ada) c) sidang pemeriksaan ahli (jika ada)

27. Persidangan dengan agenda pemeriksaan setempat (apabila ada)

a. Surat Tugas b. Laporan Sidang a. berkoordinasi dengan para pihak dan

panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menghadiri proses pemeriksaan setempat bersama Majelis Hakim dan Para Pihak.

(61)

61 Kesimpulan

Kegiatan Dokumen yang Diperlukan

28. Penyusunan Kesimpulan a. Produk tata usaha negara yang menjadi Objek Sengketa

b. Data, informasi, serta kronologis penerbitan Objek Sengketa

c. Jawaban, replik, duplik, daftar bukti, serta kesaksian di persidangan

a. mempelajari bukti/Saksi/Ahli Penggugat;

b. menyusun konsep Kesimpulan dan menyampaikannya kepada Kepala Subbagian.

29. Penelitian, penelaahan konsep Kesimpulan oleh Kepala Subbagian

Konsep Kesimpulan dari Penangan Perkara

a. meneliti konsep Kesimpulan;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Kesimpulan;

c. menyampaikan konsep Kesimpulan kepada Kepala Bagian.

(62)

30. Penelitian, penelaahan konsep Kesimpulan oleh Kepala Bagian

Konsep Kesimpulan dari Kepala Subbagian

a. meneliti konsep Kesimpulan;

b. menyetujui dan memberi paraf pada konsep Kesimpulan;

c. menyampaikan konsep Kesimpulan kepada Kepala Biro.

31. Penelitian, penelaahan konsep Kesimpulan oleh Kepala Biro

Konsep Kesimpulan dari Kepala Bagian

a. meneliti konsep Kesimpulan;

b. menyetujui dan memberi tanda tangan pada konsep Kesimpulan;

c. mendisposisikan kembali konsep Kesimpulan kepada Kepala Bagian untuk diproses lebih lanjut.

(63)

63 32. Penandatanganan Kesimpulan oleh Para

Penerima Kuasa

a. Konsep Kesimpulan rampung;

b. Surat Tugas (apabila diperlukan).

a. berkoordinasi dengan unit yang digugat terkait finalisasi Kesimpulan;

b. meminta tandatangan penerima kuasa lain dari unit yang digugat apabila diperlukan.

33. Persidangan dengan agenda penyampaian Kesimpulan

a. Surat Tugas

b. Kesimpulan yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa

c. Laporan Sidang a. berkoordinasi dengan para pihak dan

panitera sehubungan dengan kehadiran di pengadilan dan kelengkapan administratif;

b. menyampaikan Kesimpulan kepada Majelis Hakim dan Para Pihak.

(64)

Putusan

Kegiatan Dokumen yang Diperlukan

34. Persidangan dengan acara pembacaan putusan atau menerima pemberitahuan putusan tingkat pertama.

a) Apabila putusannya tidak merugikan Kementerian Keuangan, maka menunggu sikap pihak lawan

b) Apabila putusannya merugikan Kementerian Keuangan, maka akan menyatakan banding.

a. Surat Tugas

b. Kesimpulan yang telah ditandatangani Para Penerima Kuasa

c. Laporan Sidang

(65)

65

(66)

Daftar Pustaka

(67)

67

Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 51 tahun 2009.

Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

Peraturan mahkamah agung nomor 6 tahun 2018 tentang pedoman penyelesaian sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administrasi.

Surat edaran mahkamah agung (sema) nomor 3 tahun 2015 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung tahun 2015 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan

Sema nomor 4 tahun 2016 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.

Sema nomor 1 tahun 2017 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung tahun 2017 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.

Sema nomor 6 tahun 2018 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno kamar mahkamah agung tahun 2018 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.

Buku ii mahkamah agung tentang teknis administrasi dan teknis peradilan tata usaha negara, edisi 2007.

Yurisprudensi mahkamah agung nomor 219 k/

tun/2001 tanggal 28 februari 2002 dan nomor 61 k/tun/1999 tanggal 22 november 2001.

Enrico simanjuntak, hukum acara peradilan tata usaha negara: transformasi & refleksi, sinar gradifika, 2018.

(68)

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

(69)

69

(70)

Referensi

Dokumen terkait

Subjek yang bersengketa adalah individu/badan hukum perdata atau sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat Tata Usaha Negara sebagai pihak tergugat semua berhak tampil

Pasal 53 ayat (1) sepanjang frasa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan, Undang-Undang Republik Indonesia Tahun … Nomor 9 Tahun

Baik Pasal 53 UU AP maupun Perma 5 tahun 2015 tidak mengatur secara rinci dan jelas tentang kriteria keputusan dan/atau tindakan apa saja yang dapat dimohonkan kepada Badan

Dapat dipahami, karena ayat (1) menyebutkan, “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan

Selanjunya mengenai badan hukum perdata yang dapat bertindak sebagai pihak penggugat dalam ruang lingkup pengertian UU PERATUN ialah Tergugat adalah badan

Dalam Pasal 53 ayat (1) UU PTUN menyebutkan bahwa: “seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara

Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 Undang-undang nomor 9 tahun 2004 yang menentukan: “orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh

Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 53 ayat 1 menyebutkan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara