• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Tanaman Kayu Kuning (A. flava)

Tanaman kayu kuning mempunyai sistematika sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta Division : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Magnoliidae Ordo : Ranunculales Famili : Manispermaceae Genus : Arcangelisia

Spesies : Archangelisia flava Merr

A.flava adalah salah satu tanaman obat langka yang memiliki status konservasi rawan karena pengambilan oleh masyarakat secara terus menerus langsung dari habitat alaminya dengan cara ditebang, sedangkan reproduksi alaminya termasuk lambat (Rifai, dkk 1992). Jenis ini masih termasuk tumbuhan liar yang di Indonesia belum dibudidayakan secara luas, karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pelestarian.

Kerabat terdekat jenis tumbuhan ini hanya ada satu bernama Archangelisia tympanoda (Lauterb. & K. Schumann) Diels yang merupakan jenis endemic di Irian, akan tetapi informasi mengenai jenis ini sangat sedikit (Mabberly 1997)

Kayu kuning merupakan tumbuhan liana, panjang sampai 20 m, hidup pada dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan laut (dpl). Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-kecil tersusun dalam rangkaian 20 sampai 50 cm, tajuk bercuping putih kehijauan atau putih kekuningan. Daun berbentuk bulat telur, berdaging, permukaan atas daun mengkilap, tangkai daun 4-20 cm panjangnya, membesar pada kedua ujungnya, helaian daun 10-25 x 5-19 cm. Kata ‘kuning’

sendiri mengacu pada warna kayu dan cairan yang keluar dari batangnya apabila disayat/dipotong yang berwarna kuning (Widyatmoko dan Zick 1998).

Jenis ini merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari daerah Hainan (Cina), Indo Cina, Thailand Selatan, Malaysia, Sumatra, seluruh

(2)

commit to user

Jawa, Borneo, Filipina, Sulawesi, Maluku Selatan sampai Irian. Jenis ini tumbuh di hutan-hutan sekunder atau semak belukar, kadang-kadang ditemukan pula di dekat aliran sungai, pada dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl sebagai tumbuhan liar. Di Sulawesi jenis ini dilaporkan pernah dijumpai di daerah berbatu kapur (Burkill 1966).

A.Flava digunakan sebagai obat tradisional oleh beberapa masyarakat di Asia tenggara, baik sebagai obat dalam maupun luar. Cairan yang keluar dari kayu yang masih muda sering digunakan untuk mengobati sakit sariawan dan panas dalam, karena itu kayu muda ini sering disebut kayu sariawan, sedangkan rebusan kayu yang dicampur dengan daun sirih dan jeruk digunakan sebagai obat penyakit kuning, gangguan pencernaan dan obat cacing, serta obat luar yaitu untuk mencuci luka bernanah dan penyakit gatal (Burkill 1996; Perry 1980).

Senyawa kimia yang paling banyak ditemukan pada jenis ini adalah golongan alkaloid, antara lain berberine, columbamine, jatrorhizine,palmatine,shobakunine, limacine,homoaromaline,dehidrocorydalmine, 8-hidroksiberberine, picnarrhine dan thalifendine. Dari beberapa senyawa tersebut yang paling banyak mempunyai peranan penting adalah berberine. Warna kuning pada kayu dan beberapa efek yang dapat menyembuhkan penyakit disebabkan oleh keberadaan berberine yang ditemukan pada batang. Kadar berberine mencapai kurang lebih 5 % dari berat kering batang (Burkill 1966).

Kayu ini juga sering digunakan sebagai pewarna kuning alami yaitu dengan mengekstrak warna kuning dari batang kayunya oleh masyarakat Filipina, Maluku dan Irian (Burkill 1966).

Perbanyakan secara in-vitro atau kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan senyawa berberine. Hal ini telah dilakukan di Thailand dengan menggunakan media tanam dari media tembakau yang diperkaya dengan fitohormon NAA, IBA, dan kinetin. Produksi berberine dapat ditingkatkan dengan menanamnya pada media yang mengandung santan, kasein hidrolisat, tirosin (salah satu precursor/senyawa pembentuk berberine), mangan sulfat dan alumunium sulfat. Intensitas warna kuning pada kalus menunjukkan jumlah alkaloid yang dihasilkan (Yanpaisan, 1989).

(3)

commit to user B. Kromosom

Kromosom adalah struktur makromolekul yang berisi DNA di mana informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal dari kata khroma yang memiliki arti warna dan soma yang memiliki arti badan. Kromosom terdiri dari dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang merupakan pusat kromosom berbentuk bulat dan lengan kromosom yang mengandung kromonema dan gen yang berjumlah dua buah (sepasang). Sastrosumarjo (2006) menjelaskan bahwa kromosom merupakan alat transportasi materi genetik (gen atau DNA).

Setiap kromosom dalam genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lainnya oleh beberapa kriteria, termasuk panjang kromosom. Posisi suatu struktur yang disebut sentromer yang membagi kromosom dalam dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, posisi bidang (area) yang membesar yang disebut knot (tombol) atau kromomer. Selain itu, adanya perpanjangan arus pada terminal dan material kromatin yang disebut satelit (Suprihati, et al 2007).

Mengetahui bentuk dan jumlah kromosom sangatlah penting, bukan hanya untuk mendeterminasi kedudukan sistematik individu atau populasi suatu spesies tetapi juga untuk mengetahui normal tidaknya susunan genetis suatu populasi individu (Yatim 1987). Kadang terjadi penyimpangan kromosom pada waktu meiosis atau mitosis sehingga menyebabkan kelainan dalam struktur atau jumlah yang seharusnya mempengaruhi fenotip atau dapat berakibat fatal pada makhluk hidup (Kimball 1994; Noor 2004).

Pembelahan sel somatik (mitosis) menyebabkan jumlah kromosom berlipat dua kali dan memisah dalam dua kelompok, sehingga ada kepastian bahwa bahan genetik terbagi sama dan diwariskan kepada sel anak. Tiap sel anakan menerima kromosom yang jumlah serta macamnya sama dengan kromosom sel induknya (Yatim 1987; Soerodikoesoemo dan Hartiko 1989).

Pada organisme tingkat tinggi, setiap sel somatik (sel tubuh, kecuali sel kelamin) mempunyai jumlah kromosom dasar yaitu satu set diwariskan dari induk betina dan satu set diwariskan dari induk jantan. Masing-masing kromosom yang berasal dari induk betina dan induk jantan bentuknya sama sehingga masing-

(4)

commit to user

masing kromosom disebut kromosom homolog dan bila dua set kromosom disebut diploid (2n) (Suryo 1984; Crowder 1988).

Menurut Soerodikoesoemo dan Hartiko (1989) dan juga Suryo (2003), kromosom mempunyai ukuran dan jumlah yang tetap dalam sel-sel somatik (sel- sel umum pada tubuh) pada spesies tertentu, tetapi ukuran dan bentuk kromosomnya belum tentu sama dari satu spesies ke spesies lainnya.

Panjang kromosom antara 0,2-50 µ m, diameter antara 0,2-20 µ m, pada umumnya mahluk hidup dengan jumlah kromosom sedikit memiliki ukuran kromosom lebih besar daripada mahluk hidup yang jumlah kromosomnya banyak.

Pada umumnya tumbuh-tumbuhan mempunyai ukuran kromosom yang lebih besar daripada hewan. Kromosom yang terdapat di dalam sebuah sel tidak pernah sama ukurannya (Suryo 2003).

Setiap kromosom biasanya memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi sebagai tempat berpegangnya benang-benang plasma dari spindle (gelondong inti) pada stadium anafase dari pembelahan inti sel (Suryo, 1995). Sentromer merupakan bagian dari kromosom yang menyempit dan tampak lebih terang, menurut Crowder (1988) sentromer merupakan daerah penyempitan pertama pada kromosom yang khusus dan tetap. Kromosom dari kebanyakan organisme hanya mempunyai sebuah sentromer saja, maka disebut dengan kromosom monosentris.

Sentromer ini membagi kromosom menjadi dua lengan (Suryo 2003).

Berdasarkan letak sentromernya, bentuk kromosom menurut Suryo (2003) dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu:

a. Metasentris

Apabila sentromer terletak median (kira-kira di tengan kromosom), sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan sama panjang dan mempunyai bentuk seperti huruf V.

b. Submetasentris apabila sentromer terletak submedian (kea rah salah satu ujung kromosom), sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan tak sama panjang dan mempunyai bentuk seperti huruf J.

(5)

commit to user c. Akrosentris

Apabila sentromer terletak subterminal (di dekat ujung kromososm), sehingga kromosom tidak membengkok melainkan tetap lurus seperti batang. Satu lengan kromosom sangat pendek, sedang lengan lainnya sagat panjang.

d. Telosentris

Apabila sentromer terletak di ujung kromosom, sehingga kromosom hanya terdiri dari sebuah lengan saja dan berbentuk lurus seperti batang.

Antara kromosom yang berbentuk metasentris dan submetasentris kadang- kadang tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Sehingga bentuk kromosom tersebut ditentukan dengan pengukuran lengan panjang maupun lengan pendek yang berpusat pada sentromer. Rasio lengan panjang dan lengan pendek digunakan untuk menentukan posisi sentromer. Penentuan bentuk kromosom dengan cara ini mengacu pada cara yang dipakai oleh Parjanto et al. (2003) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bentuk kromosom berdasarkan rasio lengan kromosom Bentuk kromosom Rasio lengan (r=q/p) Metasentris (m)

Submetasentris (sm) Akrosentris (t) Telosentris (T)

1.0 < r ≤ 1.7 1.7 < r ≤ 3.0 3.0 < r ≤ 7.0

> 7.0 Keterangan: r = rasio, q = lengan panjang, p = lengan pendek

(6)

commit to user C. Fase-fase Pembelahan Sel

Fase-fase dalam pembelahan sel mitosis yaitu:

1. Interfase : DNA telah mengganda dan tiap kromosom membelah memanjang menjadi dua bagian (kromatid) yang masing-masing masih terikat pada sebuah sentromer.

2. Profase : Kromosom memendek dan menebal. Terbentuk benang-benang gelondong inti pada masing-masing kutub sel.

3. Metafase : Semua kromosom (sepasang kromatid) bergerak menempatkan diri pada bidang ekuatorial dan menggantung pada serat gelondong lewat sentromernya. Dinding inti sel menghilang.

4. Anafase : Sentromer membelah, benang gelondong inti memendek sehingga menarik sentromer beserta kromatid ke kutub yang berlawanan.

5. Telofase : kromosom menjadi kromatin, benang gelondong hilang, terbentuk dinding sel inti. Terjadi lekukan pada bidang tengah sel sampai putus sehingga terbentuk 2 sel anakan.

D. Analisis Kariotipe

Analisis kariotipe merupakan pengaturan secara standar berdasarkan jumlah, panjang, serta bentuk kromosom dari sel somatik dan sel kelamin (Supriharti 2007). Kariotipe merupakan penciri spesies. Sastrosumarjo (2006) menjelaskan bahwa secara umum kariotipe dapat digunakan untuk: 1) Alasan taksonomi yang berhubungan dengan klasifikasi, 2) Analisis galur substitusi dari monosomik atau polisomik, dan 3) Studi reorganisasi kromosomal.

Kariotipe berasal dari kata karyon yang berarti inti, dan typos yang berarti bentuk (Suryo 1995), sehingga karyotipe dapat didefinisikan sebagai suatu susunan atau pengaturan kromosom suatu idividu atau spesies secara standar berdasarkan panjang, jumlah, serta bentuk kromosom dari sel somatik (Suryo 1995; Yatim 1987). Pengaturan ukuran set pada fotograf dari pita-pita kromosom dapat digunakan untuk melihat penyusunan kromosom. Analisis secara fisik dapat juga dilihat gambaran mikroskopis kromosom tubuh pada metafase dari proses mitosis (Supriharti 2007).

(7)

commit to user

Kromosom dapat terlihat jelas selama tahap-tahap tertentu dari pembelahan inti sel. Biasanya digambarkan pada tahap metaphase (Crowder 1988). Pada tahap tersebut semua kromosom terletak dibidang ekuator yang berarti terletak dalam satu bidang, maka dapat diketahui kromosom suatu individu (Yatim 1987).

Kromosom pada saat metaphase dalam satu set mempunyai penampilan berbeda pada beberapa organisme dan spesies dari organisme. Kromosom- kromosom itu berbeda dalam ukuran besarnya dan dalam posisi dari sentromernya. Ukuran besar kromosom dan posisi sentromer membantu kita untuk membedakan satu kromosom dengan yang lain (Pai 1987). Kromosom berbeda pula dalam ada tidaknya knob, jumlah, kedudukan nucleoli, ada tidaknya satelit dan ragam garis-garis (banding) (Crowder 1988).

Kariotipe memiliki fungsi sebagai karakter taksonomi yang paling sering digunakan oleh ahli sitogenetika. Informasi kromosom memiliki nilai tambah karena dapat digunakan untuk melengkapi dan mengecek kembali informasi morfologi, molekuler, dan informasi-informasi lainnya (Wulandari 2003).

Pengamatan kariotip dapat digunakan untuk mengidentifikasi jumlah dan struktur kromosom. Susunan kariotip dapat berubah karena perubahan struktural (fragmentasi, defisiensi, duplikasi, inverse, translokasi), kelebihan atau kekurangan jumlah kromosom dan penambahan atau pengurangan dari genom (Kartasapoetra 1991).

Analisis citra kromosom juga dapat digunakan dalam analisis kariotipe (Sarosa 2008). Supriharti (2007) menjelaskan bahwa ada dua gambaran kromosom set dari suatu spesies yaitu: (a) Karyogram, merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran tunggal sel somatis metafase yang dipotong dan disusun pada bagian homolog berdasarkan ukurannya. (b) Idiogram, merupakan grafik gambaran dari karyotipe.

(8)

commit to user E. Persiapan Sediaan Kromosom

Pembuatan sediaan dapat mengunakan ujung akar, ujung batang, primodial daun, ovulum muda dan kalus. Namun yang biasa digunakan adalah ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam (Wulandari et al. 2003). Selain itu, Parjanto et al. (2003) dalam penelitiannya mengenai karyotipe salak, menggunakan ujung akar yang aktif tumbuh sebagai bahan pembuatan sediaan untuk pengamatan kromosom. Penggunaan ujung akar memiliki keunggulan dibanding bahan lain dari tumbuhan karena saat pengamatan kromosom tidak akan tergangguu dengan adanya kloroplas maupun organel lain dalam sel tumbuhan.

Metode yang sering digunakan dalam pengamatan kromosom dan banyak dipakai di dalam laboratorium botani adalah metode squase atau metode pencet, yaitu suatu metode untuk mendapatkan preparat dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga didapat suatu preparat yang menyebar dan dapat diamati di bawah mikroskop. Dalam pembuatan preparat ini diusahakan agar sel-sel terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam suatu lapisan diatas preparat sehingga mempermudah dalam pengamatan bagian-bagian sel (Suntoro 1983).

Penggunaan metode squase (pemencetan) dan pewarnaan dengan acetoorcein dalam analisis kromosom yang meliputi pengamatan morfologi kromosom yakni panjang dan bentuk kromosom dapat dilakukan dengan hasil yang baik pada stadia prometafase atau metaphase awal (Parjanto et al. 2003). Suatu jaringan yang dipotong dan ditinggalkan tanpa suatu perlakuan akan mengalami perubahan yang sangat besar yaitu akan menjadi kering, mengkerut, dan akhirnya mati.

Untuk mempertahankan jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak menglami perubahan bentuk maupun ukuran maka dilakukan fiksasi. Jadi, fiksasi bermaksud untuk mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupa sehingga perubahan- perubahan bentuk atau struktur sel atau jaringan yang mungkin terjadi hanya sekecil mungikin (Suntoro 1983).

Menurut suntoro (1983), fiksasi adalah suatu proses dimana tisu ataupun komponennya ditetapkan atau dimatikan secara selektif, sehingga tercapai keadaan yang dikehendaki. Tujuannya adalah untuk mematikan tisu tanpa

(9)

commit to user

menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen-komponen yang dipelajari.

Dengan demikian, fiksasi harus dapat meningkatkan visibilitas atau kemampuas untuk dapat dilihat dari struktur kromosom dan dapat meningkatkan visibilitas atau kemampuan untuk dapat dilihat dari struktur kromosom dan dapat memperjelas secara detail dari morfologi kromosom tersebut.

Pra-perlakuan bisa dilakukan dengan menggunakan air suling (aqua destila).

Air suling berfungsi sebagai perusak keseimbangan metabolik yang diperlukan untuk berfungsinya spindle dan terpeliharanya struktur kromosom. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa pra-perlakuan dengan menggunakan air suling (aqua destilata) dingin menghasilkan sediaan mikroskopis dengan kromosom yang sangat menyebar (Parjanto et al. 2003).

Sebelum dilakukan pengamatan, maka kromosom perlu diwarnai terlebih dahulu. Kromosom akan lebih mudah dilihat apabila digunakan teknik pewarnaan yang khusus selama nukleus membelah. Ini disebabkan karena pada saat itu kromosom mengadakan kontraksi sehingga menjadi lebih tebal, lagi pula dapat menyerap zat warna lebih baik (Suryo 2003).

Pewarnaan kromosom dapat dilakukan dengan cara merendam potongan akar pada larutan aceto orcein 2 % selama 24 jam pada suhu kamar. Cara ini menghasilkan pewarnaan yang baik dan jelas untuk pengamatan bentuk dan ukuran kromosom (Parjanto et al. 2003).

Gambar

Tabel 1. Bentuk kromosom berdasarkan rasio lengan kromosom  Bentuk kromosom  Rasio lengan (r=q/p)  Metasentris (m)  Submetasentris (sm)  Akrosentris (t)  Telosentris (T)  1.0 &lt; r ≤ 1.7 1.7 &lt; r ≤ 3.0 3.0 &lt; r ≤ 7.0   &gt; 7.0   Keterangan: r = rasio

Referensi

Dokumen terkait

Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya

 Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2015, sebanyak 63 ribu orang (23,17 persen) bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 35 jam perminggu, sedangkan penduduk

Tinjauan Manajemen: capaian dari sasaran mutu belum ditambahkan, nilai IKM belum dikonversi dalam bentuk angka (bisa mengacu pada laporan IKM UB), evaluasi kinerja

Dengan mengintegrasikan metode time &amp; motion study dengan ABC, maka perusahaan akan dapat mengendalikan dan mengukur produktivitas serta efsiensi biaya yang dilakukan karena

model memori dan tipe data ini berhubungan dengan pemakaian memori komputer pada saat program yang kita buat sedang ber1alan, 1ika  program yang dibuat masih standar mungkin

Capaian kinerja pada triwulan 1 tahun 2019, BPBAP Takalar telah mampu merealisasikan 5 Indikator dengan rata-rata capaian sangat baik dari target triwulan yang

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri

Studi ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan persepsi pengguna jalan didapatkan melalui pengisian kuesioner terhadap murid, guru dan masyarakat, yang diwakili