• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Agronomis dan Perkembangan Gandum

Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae). Gandum meskipun tanaman sub tropis ternyata setelah berbagai uji coba adaptasi multilokasi diberbagai daerah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia. (Wiyono, 1980).

Gandum adalah sejenis tanaman yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Biji gandum terdiri dari tiga bagian besar yaitu:

a. Barn, merupakan bagian terluar dari biji gandum yang berfungsi : melindungi biji pada saat pertumbuhan. Persentasi terhadap biji gandum adalah 15 %.

b. Endosperm, merupakan bagian terbesar dari biji gandum yaitu sekitar 82,5%. Endosperm ini yang direduksi menjadi tepung terigu.

c. Germ, merupakan lembaga/bakal gandum kandungan didalam biji sekitar 2,5 %. (Haryati, 2000).

Kebutuhan akan gandum di Indonesia relatif besar yang selama ini hampir seluruhnya dipenuhi oleh impor. Sedangkan jumlah kebutuhan yang relatif besar tersebut serta kemampuan impor yang rendah, maka prospek pengembangan tanaman gandum di Indonesia akan mempunyai peluang ekonomi yang tinggi.

Uji multilokasi varietas DWR 162 asal India yang dilakukan pada tahun 2002, dari hasil ubinan diperoleh produksi yang cukup baik rata-rata 4 - 4,5 ton/ha, sehingga pada Sidang Pelepasan varietas tahun 2002 gandum asal India dan Cymmit ini telah dianjurkan untuk dilepas dengan nama Dewata dan Selayar. Periode penanaman gandum di Indonesia lebih singkat (3-4 bulan) dibandingkan di daerah lintang tinggi (6 bulan dan hanya sekali setahun), sehingga pengusahaan tanaman gandum di Indonesia dapat dilakukan lebih dari sekali setahun jika kondisi lingkungan khususnya hujan memungkinkan. (Departemen Pertanian, 2008)

Pada tahun 2003 pengembangan sudah dilakukan di Propinsi Jawa Barat kecamatan Ciwidey dan Pacet, Jawa Tengah di kabupaten Wonosobo, Jawa

(2)

Timur di kabupaten Pasuruan dan Sumatera Utara di kabupaten Simalungun dan Tanah Karo, sedang untuk mengintroduksi varietas-varietas baru atau varietas yang dapat tumbuh dibawah ketinggian < 800 m dpl terus dilakukan.

Kabupaten Bandung merupakan daerah yang potensial untuk memproduksi gandum di Jawa Barat. Sejak tahun 2005 telah dikembangkan gandum di Ciwidey seluas 5 Ha, pada tahun 2006 di kecamatan Sindangkerta dikembangkan seluas 10 Ha, Tahun 2007 di kecamatan Arjasari dikembangkan seluas 5 Ha dan pada tahun 2008 dilakukan pengembangan gandum di Kecamatan Arjasari 10 Ha dan di kecamatan Cikancung seluas 10 Ha. (Dinas Perkebunan, 2009)

Gambar 1: Gambar Struktur Biji Gandum

2.2. Perkembangan Tepung Terigu .

Tepung terigu adalah tepung / bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis : trigo yang berarti gandum. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein

(3)

dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.

Melalui proses penggilingan dihasilkan dua jenis tepung yaitu tepung gandum utuh (whole wheat flour atau whole meal) yang merupakan hasil penggilingan biji gandum utuh yang hanya dibuang kulit luarnya saja sehingga mengandung lemak serta serat yang lebih banyak dan tepung terigu (wheat flour) yang merupakan hasil penggilingan biji gandum paling dalam (endosperm).

Tepung gandum utuh (whole wheat flour / whole meal) adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling seluruh bagian biji gandum secara utuh, yaitu endosperm, bran dan germ. Tepung terigu (wheat flour) dibuat dari bagian dalam gandum saja (wheat endosperm) setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat (wheat bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang mengandung banyak vitamin dan mineral ( wheat germ).

Konsumsi tepung terigu pada tahun 2001 mencapai 14 kg per kapita per tahun, atau totalnya mencapai 3 juta ton per tahun, pada tahun 2003 mencapai sekitar 14,8 Kg, pada tahun 2004 dan 2005 mencapai sekitar 15 Kg per kapita per tahun, pada tahun 2006 dan 2007 mencapai 17,1 Kg per kapita /tahun. Dengan pertumbuhan 10 persen per tahun, artinya terdapat pangsa pasar tambahan sebesar 300.000 ton per tahun yang setara dengan 500.000 ton gandum (Weilerang, 2008).

Saat ini terdapat 8 (delapan) Industri gandum (tepung terigu) di Indonesia yakni :(a) PT. ISM Bogasari Flour Mills (2 pabrik) Jakarta dan Surabaya ; (b) PT. Eastern Pearl Flour Mills di Makassar ; (c) PT. Sriboga Raturaya Panganmas (PM) di Semarang; (d) PT. Panganmas Inti Persada di Cilacap. (e) PT. Purnomo sejati di Sidoarjo; (f) PT. Asia Raya di Sidoarjo; (g) PT.Figui Flour & Grain Indonesia di Gresik dengan total kapasitas 9.201.500 ton/tahun ( Weilerang, 2008)

Pengembangan Industri terigu (tepung gandum) di Indonesia sendiri dipacu oleh beberapa faktor yaitu :

a. Peningkatan kesadaran bahwa tepung adalah makanan yang sehat dan bergizi

b. Peningkatan konsumsi makanan berbasis terigu c. Alternatif diversifikasi pangan

(4)

d. Kesadaran bahwa lebih baik memproduksi sendiri tepung terigu di Indonesia untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigunya.

2.3. Proses Pengolahan Gandum

Seperti kebanyakan tanaman serealia, pemanenan gandum dilakukan dengan sabit pada kondisi malai 90% berwarna kuning kecoklatan, kemudian dilakukan perontokan, pembersihan dan pengeringan. Setelah itu dilakukan conditioning.

Pada tahap ini gandum diperciki (dibasahi) dengan air kemudian didiamkan selama 6-24 jam sampai kadar air siap disosoh (kadar air 14 -16 %) dengan tujuan mempermudah penyosohan. Penyosohan dilakukan dengan cara memasukkan biji gandum ke dalam alat penyosoh sehingga dihasilkan gandum yang sudah terpisah dari sekam.

Tahap berikutnya adalah penepungan, yaitu proses mekanik yang mengubah gandum lokal menjadi tepung dan pollard (campuran tepung kasar, bekatul dan lembaga/germ). Pollard kemudian diproses ulang melalui proses penggilingan, pengayakan dan pemurnian, sehingga diperoleh tepung dengan rendemen dan kualitas tinggi.

Tepung gandum lokal yang diproses skala UKM atau agroindustri pedesaan pada umumnya mempunyai penampilan tidak seputih terigu impor yang diproses oleh pabrik besar. Ketidak samaan ini disebabkan peralatan dan proses yang digunakan tidak sepenuhnya sama.

Meskipun demikian, terigu lokal tidak berarti mutunya lebih rendah dibandingkan dengan terigu impor, melainkan mempunyai karakteristik khusus dan perlu dianalisis secara laboratoris. Terdapat pollard yang masih menempel pada endosperm biji gandum sebelum ditepungkan, diharapkan akan menambah kadar serat pangan dan komponen antioksidan.

Dalam upaya meningkatkan daya guna komoditas lokal, sekaligus mendukung program diversifikasi pangan maka terigu lokal dapat diproses sebagai tepung komposit. Tepung komposit adalah suatu tepung yang terdiri dari campuran beberapa jenis tepung yang berasal dari komoditas berbeda. (Departemen Pertanian, 2008)

(5)

2.4. Gabungan Kelompok Tani

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/Ot.160/4/2007 tanggal 13 April 2007, pengertian Gabungan Kelompok tani/ Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis dalam kebersamaan/kemitraan, sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya.

Untuk membentuk dan atau mengaktifkan kembali, serta memperkuat kelembagaan petani yang ada, maka Departemen Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani pada tahun 2007. Dengan pola ini diharapkan pembinaan pemerintah kepada petani akan semakin terfokus dengan sasaran yang jelas.

Gambar 2. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006) Keterangan : UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan

Alsintan = Alat Mesin Pertanian

Pembentukan Gapoktan merupakan proses penggabungan dari kelompok-kelompok tani yang bidang usaha taninya sejenis. Dalam hal ini gabungan kelompok tani yang mengusahakan komoditas gandum sebagai komoditas utama dalam proses usahatani setiap tahunnya.

(6)

Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usaha tani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar. Dengan basis Gapoktan posisi tawar dan efisiensi dapat ditingkatkan, Gapoktan ditingkatkan menjadi pemasok (supplier) yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan petani di pedesaan.

Gapoktan melakukan fungsi-fungsi, sebagai berikut :

1). Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan harga);

2). Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, benih bersertifikat, pestisida dan lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya; 3). Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/ pinjaman kepada

para petani yang memerlukan;

4). Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah;

5). Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan / menjual produk petani kepada pedagang/industri hilir (Permentan,2007).

2.4. Usaha Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. (Azis, A.1992)

Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari usaha pertanian dalam pengertian luas, baik dari pertanian tanaman pangan maupun non pangan, peternakan ataupun perikanan. Agroindustri merupakan industrialisasi dibidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian yang kemudian berdampak dalam peningkatan kualitas hasil, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan ketrampilan produsen, dan peningkatkan pendapatan (Departemen Pertanian, 1997).

(7)

Kebutuhan dunia akan produk hasil agroindustri cenderung semakin mengandalkan pasokan dari negara berkembang, pada saat di mana negara maju lebih menggeluti bisnis yang berbasis pada kegiatan manufaktur dan jasa. Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang pada saat ini seharusnya mampu mengangkat pendapatan nasional Indonesia. Potensi sumber daya Indonesia dinilai sangat melimpah sehingga pemanfaatannya harus mendapat prioritas tersendiri dalam kegiatan pembangunan.

Penerapan hasil riset dan teknologi dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan. Akan tetapi kesemuanya itu seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek sosial agar di satu pihak dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan di lain pihak menjaga keberlanjutan bagi generasi mendatang.

2.5. Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi.

Syaukat (2002) mengatakan bahwa pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

1. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal.

2. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing.

3. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor).

4. Berbasis bahan baku domestik. 5. Substitusi impor.

Syaukat (2002) mengatakan bahwa langkah-langkah operasional pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi adalah :

1. Tahap pertama :

a. Penumbuhan iklim usaha kondusif.

b. Kebijakan persaingan sehat dan pengurangan distorsi pasar.

c. Kebijakan ekonomi yang memberikan peluang bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi.

d. Kebijakan penumbuhan kemitraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan.

(8)

a. Dukungan penguatan.

b. Peningkatan mutu SDM usaha kecil, menengah dan koperasi. c. Peningkatan penguasaan teknologi.

d. Peningkatan penguasaan informasi. e. Peningkatan penguasaan modal. f. Peningkatan penguasaan pasar. g. Perbaikan organisasi dan manajemen. h. Pencadangan tempat usaha.

i. Pencadangan bidang-bidang usaha.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kemampuan untuk bertahan bagi industi kecil dalam menghadapi krisis (Haryadi, 1998) adalah : 1. Jenis produksi yang dihasilkan memang benar-benar kebutuhan

masyarakat.

2. Bahan baku yang mendukung aktivitas industri didatangkan dari luar atau daerah desa sekitar industri beroperasi.

3. Industri kecil merupakan usaha yang padat karya dan bukan padat modal. 4. Tidak menggunakan material impor, baik sebagai bahan baku maupun

sebagai bahan pendukung bagi industri kecil tersebut.

Menurut Haryadi (1998), ada lima aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan usaha kecil, yaitu aspek pemasaran, produksi, ketenagakerjaan, kewirausahaan dan akses kepada pelayanan. Dalam hal ini pemasaran, tujuan dan orientasi pasar penting bagi perkembangan suatu usaha.

Tujuan dan orientasi pasar akan menentukan pilihan-pilihan strategi adaptasi yang akan diambil dalam mengatasi kendala-kendala yang akan dihadapi khususnya yang berkaitan dengan struktur pasar bahan baku produk. Pengembangan usaha kecil (Haryadi, 1998) meliputi :

1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha kecil.

2. Mewujudkan usaha kecil menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional.

3. Mendorong usaha kecil agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan.

(9)

4. Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan usaha kecil dalam kompetisi di tingkat nasional maupun internasional.

2.6. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis Kelayakan Usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit.

Analisis kelayakan usaha mencakup beberapa aspek antara lain: aspek pasar, aspek teknis dan operasional, aspek finansial dan aspek lingkungan serta aspek legal. Analisis kelayakan usaha yang disusun merupakan pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya, cara produksi, cara melakukan pemasaran dan cara memperlakukan lingkungan organisasi.

Menurut Kadariah, dkk (1999), secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, keuangan dan pemasaran.

1). Aspek teknis.

Analisis aspek teknis dan operasional antara lain menentukan jenis teknologi pada produk dan jasa yang dikaji.

a. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai peralatan yang digunakan untuk menunjang kelancaran aktivitas produksi seperti perontok dan pembersih, penyosoh, penepung, purifier, pengemas, dan timbangan digital.

b. Cara Pengadaan dan Mutu Bahan

Untuk mengetahui ketersediaan bahan baku dan penolong yang dibutuhkan, yaitu gandum. Hal ini penting mengingat dasar filosofis pemilihan bahan untuk membuat produk makanan adalah Garbage In Garbage Out (GIGO), dimana jika bahan dasarnya buruk, maka produk yang dihasilkan juga buruk.

(10)

Hal ini memberikan gambaran tentang proses pengolahan produk sampai dengan pemasaran.

d. Sanitasi, Kapasitas Produksi dan Mutu Produk.

Untuk mengetahui sanitasi, kapasitas produksi dan mutu produk, maka perlu diamati kebersihan dan higienisnya, apakah sesuai standar pedoman good manufacturing practice (GMP) pada usaha pengolahan obat dan kosmetik tradisional, serta sejauhmana kapasitas produksi sudah dapat memenuhi permintaan pasar dan bagaimana menentukan kriteria mutu produksi.

e. Tenaga Kerja

Hal ini untuk mengetahui jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan, tingkat pendidikan yang diperlukan dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dimaksud.

2). Aspek Pemasaran

Dalam aspek ini dibahas mengenai peluang pasar, penetapan pasar dan langkah-langkah yang perlu dilakukan disamping kebijakan yang diperlukan meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar serta proyeksi permintaan pasar. Dalam penentuan pasar ada beberapa kriteria pasar yang harus diukur untuk mempermudah penentuan pasar sasaran, yaitu :

a. Pasar potensial adalah sekumpulan konsumen yang menyatakan tingkat minat yang memadai terhadap penawaran pasar.

b. Pasar tersedia adalah sekumpulan konsumen yang mempunyai minat, pendapatan, akses dan kualifikasi untuk penawaran pasar tertentu. c. Pasar sasaran (pasar terlayani) adalah bagian dari pasar tersedia

yang akan dimasuki oleh perusahaan berdasarkan pada kesiapan dan kebijakan perusahaan. Dalam menentukan pasar tersebut maka akan dilakukan survei terhadap populasi yang telah ditentukan.

3). Aspek Finansial (Keuangan).

Untuk mengambil suatu keputusan dalam memilih suatu investasi diperlukan perhitungan dan analisis yang tepat untuk menilai dan menentukan investasi yang menguntungkan ditinjau dari segi ekonomis.

Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu Pay

(11)

Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).

Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis. Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow).

Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1996).

.

3.1) PBP

PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006), dihitung menurut persamaan :

Nilai Investasi

PBP (tahun) = x 1 tahun Kas Masuk Bersih

Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

3.2) Net B/C

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C<1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

(12)

3.3) BEP

BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1993).

Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp)

Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman :

Total Biaya Tetap BEP (unit) =

(Harga Jual/unit - Biaya Variabel/unit)

Total Biaya Tetap

BEP (Rp) =

1 - Biaya Variabel per Unit Harga Jual

3.4) NPV

NPV atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Selisih antara PV tersebut disebut NPV (Zubir, 2006). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya NPV = Σ t tt i) (1 C -B + dimana ;

Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3,...n) Kriteria NPV sebagai berikut :

(13)

b. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)

c. NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.

3.5) IRR

IRR merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern. IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor atau setelah dipresent value kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi). IRR = i’ + ) " ' ( ' NPV NPV NPV (i” – i’) dimana ; NPV ’ = nilai NPV Positif (Rp) NPV ” = nilai NPV Negatif (Rp)

i’ = discount rate nilai NPV positif (%) i” = discount rate nilai NPV negatif (%)

2.7. Analisis Pengembangan Usaha

Menurut Glueck dan Jauch (1999) strategik merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 1997). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi,

(14)

permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.

Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks External Factor Evaluation (EFE).

Matriks IFE dan EFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut (Rangkuti, 2004) :

2.7.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Didaftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman organisasi.

Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas tersebut menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.

2.7.2. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :

1= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator Vertical

2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal

3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

(15)

= = n i Xi

i

x

i

a

1

Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2

Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Perusahaan Faktor Strategis Internal A B C D …. Total A B C D …….. Total

Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan Faktor Strategis Eksternal A B C D …. Total A B C D …….. Total

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai rata-rata (2 pakar) dari setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

Dimana : a i = Bobot variabel ke-i xi = Nilai variabel ke-i i = 1, 2, 3, ….., n n = Jumlah variabel

(16)

2.7.3. Penentuan Peringkat (Rating)

Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan yang dianggap sebagai decision maker dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini, dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan yaitu :

1 = Rendah, respon kurang

2 = Rendah, respon sama dengan rata-rata 3 = Tinggi, respon diatas rata-rata

4 = Sangat tinggi, respon superior

Untuk faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior terhadap perusahaan. Dan skala 4 berarti rendah, respon kurang terhadap perusahaan.

Untuk matriks IFE, skala nilai peringkat yang digunakan yaitu : 1 = Sangat lemah 2 = Lemah 3 = Tidak lemah 4 = Sangat tidak lemah

Untuk faktor-faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti sangat tidak lemah dan skala 4 berarti sangat lemah. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rata–rata peringkat pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi perusahaan dimasukkan dalam Tabel 3 dan 4.

(17)

Tabel 3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategik Internal Kekuatan : 1. 10. Kelemahan : 1. 10. Total

Tabel 4. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EVE)

Faktor Strategik Eksternal Peluang : 1. 10. Ancaman : 1. 10. Total

Nilai IFE dikelompokkan dalam Tinggi ( 3,0 – 4,0 ), Sedang ( 2,0 – 2,99 ) dan Rendah (1,0 – 1,99 ). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat ( 3,0 – 4,0 ), Rata-rata ( 2,0 – 2,99 ), dan Lemah ( 1,0 – 1,99 ). (David, 1998).

(18)

2.7.4. Matriks Internal dan Eksternal (IE)

Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :

1. Strategi pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7, 8)

2. Stability Strategy, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan.

3. Retrechment Strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 3, 6 dan 9)

Tabel 5. Matriks Internal dan Eksternal (IE)

I Pertumbuhan II Pertumbuhan III Penciutan IV Stabilitas V Pertumbuhan/ Stabilitas VI Penciutan VII Pertumbuhan VIII Pertumbuhan IX Likuidasi Sumber : David (1997)

Kuat Sedang Lemah

4.0 3.0 2.0 Tinggi Menengah Rendah 1.0 1.0 2.0 3.0 Total Skor EFE

(19)

2.7.5. Matriks SWOT

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi. David (1997), menyebutkan bahwa analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategik yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe strategi berikut :

1. Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman

3. Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

4. Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Dengan pilihan strategik yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matrik SWOT didapatkan alternatif strategik untuk menentukan critical decision, sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat (Rangkuti, 2004).

(20)

Tabel-6 Matriks SWOT

Internal

Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O)

Strategi S-O

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (T) Strategi S-T

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W-T

Strategi yang

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Gambar

Gambar 1: Gambar Struktur Biji Gandum
Gambar 2. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006)  Keterangan :  UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan
Tabel 3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)  Faktor Strategik Internal
Tabel 5.  Matriks Internal dan Eksternal (IE)

Referensi

Dokumen terkait

Bahan pencemar yang berasal baik dari aktifitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), langsung ataupun

Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif (Gerungan, 2004:151).Motif berasal dari kata “motive” yang berarti secara obyektif merupakan dorongan dari dalam

Akarisida atau yang sering kita kenal dengan mitisida berasal dari kata akari yang berarti kutu atau tungau, mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh

Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan

Hasil analisis Nilai tambah pada agroindustri tempe di Kecamatan Sukamulia, Kabupaten Lombok Timur, bahwa dari satu kali produksi tempe digunakan bahan baku

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran, dan apabila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa

Kata konotasi itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu connotare, yang berarti ‘menjadi tanda’ dan mengarah kepada makna- makna kultural yang terpisah atau berbeda

Pengertian Preman Premanisme berasal dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas, merdeka dan kata isme berarti aliran, premanisme adalah sebuah istilah yang diberikan kepada