• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan implementasi algoritma penipisan kwon-gi-kang pada aksara Sunda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dan implementasi algoritma penipisan kwon-gi-kang pada aksara Sunda."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Pengetahuan tentang aksara Sunda masih belum diketahui oleh masyarakat luas. Apabila aksara Sunda dapat didigitalkan, maka akan banyak manfaat yang dapat diraih guna pelestarian dan penyebarluasan pengetahuan tentang aksara Sunda, misalnya untuk transliterasi naskah beraksara Sunda berbantuan komputer. Terdapat rangkaian proses dalam transliterasi naskah berbantuan komputer, salah satunya adalah tahap pra pemrosesan, yang bisa jadi memuat proses penipisan citra untuk menemukan kerangka bentuk aksara. Paper ini menyodorkan hasil kajian penggunaan algoritma Kwon-Gi-Kang untuk menipiskan aksara Sunda.

Berdasarkan percobaan dengan menggunakan 40 citra aksara Sunda, diperoleh informasi bahwa rata-rata persentase pengurangan piksel sebesar

90,6459 %, rata-rata persentase piksel hasil yang mempunyai ketebalan 1 piksel adalah 81,4668 %, rata-rata thinning rate sebesar 0,9955 dari skala 1, dengan lama proses rata-rata thinning per aksara sebesar 0,1838 detik. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa algoritma Kwon-Gi-Kang dapat dipergunakan untuk penipisan aksara Sunda.

(2)

ABSTRACT

Knowledge of Sundanese script is still unknown by the public. If the Sundanese script can be digitized, it will be a lot of benefits that can be achieved the purpose of preserving and disseminating knowledge of the Sundanese script, for example, for the transliteration script Sunda beraksara computer-assisted.

There is a series of processes in the computer-assisted text transliteration, one of which is the pre-processing stage, which may contain the image thinning process to find the skeleton shape of the characters. Paper is presenting results of the study of the use of Kwon-Gi-Kang algorithms to attenuate Sundanese script.

Based on experiments using 40 images Sundanese script, there was information that the average percentage of 90.6459% reduction of pixels, the average percentage of pixels results that have a thickness of 1 pixel is 81.4668%, average thinning rate of 0.9955 from scale 1, with an average processing time per character thinning of 0.1838 seconds. From the experimental results it can be concluded that the Kwon-Gi-Kang algorithms can be used for thinning Sundanesescript.

(3)

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA PENIPISAN KWON-GI -KANG PADA AKSARA SUNDA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Informatika

Oleh: Michael Kevin

125314053

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA PENIPISAN KWON-GI -KANG PADA AKSARA SUNDA

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Informatika

Oleh: Michael Kevin

125314053

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

ANALYSIS AND IMPLEMENTATION OF KWON-GI-KANG THINNING ALGORITHM ON AKSARA SUNDA

TITLE PAGE

A THESIS

Presented as a Partial Fullfillment of The Requiments to Obtain The Sarjana Teknik Degree

in Informatics Engineering Study Program

Created by : Michael Kevin

125314053

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM FACULTY OF SAINS AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(6)
(7)
(8)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan

akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

(Yesaya 41:10)

Karya ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus

Kedua Orang Tuaku

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana hasil karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Juli 2016

Penulis

(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Michael Kevin NIM : 125314053

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA PENIPISAN KWON -GI-KANG PADA AKSARA SUNDA”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta ijin dari saya maupun memberikan royality kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 29 Juli 2016 Penulis

(11)

ABSTRAK

Pengetahuan tentang aksara Sunda masih belum diketahui oleh masyarakat luas. Apabila aksara Sunda dapat didigitalkan, maka akan banyak manfaat yang dapat diraih guna pelestarian dan penyebarluasan pengetahuan tentang aksara Sunda, misalnya untuk transliterasi naskah beraksara Sunda berbantuan komputer. Terdapat rangkaian proses dalam transliterasi naskah berbantuan komputer, salah satunya adalah tahap pra pemrosesan, yang bisa jadi memuat proses penipisan citra untuk menemukan kerangka bentuk aksara. Paper ini menyodorkan hasil kajian penggunaan algoritma Kwon-Gi-Kang untuk menipiskan aksara Sunda.

Berdasarkan percobaan dengan menggunakan 40 citra aksara Sunda, diperoleh informasi bahwa rata-rata persentase pengurangan piksel sebesar 90,6459 %, rata-rata persentase piksel hasil yang mempunyai ketebalan 1 piksel adalah 81,4668 %, rata-rata thinning rate sebesar 0,9955 dari skala 1, dengan lama proses rata-rata thinning per aksara sebesar 0,1838 detik. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa algoritma Kwon-Gi-Kang dapat dipergunakan untuk penipisan aksara Sunda.

(12)

ABSTRACT

Knowledge of Sundanese script is still unknown by the public. If the Sundanese script can be digitized, it will be a lot of benefits that can be achieved the purpose of preserving and disseminating knowledge of the Sundanese script, for example, for the transliteration script Sunda beraksara computer-assisted.

There is a series of processes in the computer-assisted text transliteration, one of which is the pre-processing stage, which may contain the image thinning process to find the skeleton shape of the characters. Paper is presenting results of the study of the use of Kwon-Gi-Kang algorithms to attenuate Sundanese script.

Based on experiments using 40 images Sundanese script, there was information that the average percentage of 90.6459% reduction of pixels, the average percentage of pixels results that have a thickness of 1 pixel is 81.4668%, average thinning rate of 0.9955 from scale 1, with an average processing time per character thinning of 0.1838 seconds. From the experimental results it can be concluded that the Kwon-Gi-Kangalgorithms can be used for thinning Sundanesescript.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat-Nya saya dapat mengerjakan tugas akhir yang berjudul “Analisis Dan Implementasi Algoritma Penipisan Kwon-Gi-Kang Pada Aksara Sunda” ini dengan baik. Dalam menyelesaikan seluruh penyusunan tugas akhir ini, penulis tak lepas dari doa, bantuan, dukungan, dan motivasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan anugerah yang dicurahkan kepada saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Tedi Wijaya dan Ibu Leny Waty yang telah selalu mendoakan dan mendukung saya selama masa perkuliahan dan hingga tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Anastasi Rita Widiarti selaku dosen pembimbing tugas akhir, yang telah memberika saran, dan memotivasi sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih atas bimbingan dan dukungannya selama proses penyelesaian tugas akhir ini.

4. Segenap dosen yang telah membimbing selama perkuliahan.

5. Teman-teman sesama tugas akhir thinning, Laurensia Eva, dan Febrina Cornelia yang telah bersama-sama menyemangati dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir.

6. Mas Eric, Echo, dan pius yang telah membantu menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Yosefine Ratna Mintarsih yang selalu menginspirasi dan mendukung untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih na.

(14)

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mendukung selama penyusunan tugas akhir ini.

Yogyakarta, 29 Juli 2016 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. Rumusan Masalah ... 2

1. 3. Tujuan Penelitian ... 2

1. 4. Manfaat Penelitian ... 2

1. 5. Batasan Masalah ... 3

1. 6. Metodologi Penelitian ... 3

1. 7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

(16)

2. 2. Pengolahan Preprocesing ... 12

2. 3. Pengertian Thinning ... 16

2. 4. Algoritma Thinning Kwon-Gi-Kang ... 17

2. 5. Data Aksara Sunda ... 19

2. 6. Teori Alat Uji Thinning ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3. 1. Bahan ... 24

3. 2. Alat ... 25

3. 3. Skenario Sistem Program ... 25

3. 4. Cara Melakukan PengujianThinning ... 27

3. 5. Desain User Interface Sistem ... 29

3. 6. Spesifikasi Software dan Hardware ... 30

BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM ... 31

4. 1. Implementasi Load Citra ... 31

4. 2. Implementasi Grayscaling ... 32

4. 3. Implementasi Binerisasi ... 32

4. 4. Implementasi Reduksi Noise ... 33

4. 5. Implementasi Thinning Metode Kwon-Gi-Kang ... 34

4. 6. Implementasi Langkah Pengujian ... 38

4. 7. Implementasi User Interface Sistem ... 44

BAB V HASIL DAN ANALISIS ... 47

5. 1. Hasil Citra Thinning ... 47

5. 2. Analisis Presentase Jumlah Piksel Berkurang ... 48

5. 3. Analisis Waktu Proses Thinning ... 49

(17)

5. 5. Analisis Thinning Rate ... 50

5. 6. Analisis Algoritma Rosenfeld ... 51

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6. 1. Kesimpulan ... 54

6. 2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Koordinat citra digital (Putra, 2010) ... 6

Gambar 2. 2 Voxel dari citra tiga dimensi (Putra, 2010) ... 7

Gambar 2. 3 Citra biner (Putra, 2010)... 9

Gambar 2. 4 Citra grayscale (Putra, 2010) ... 9

Gambar 2. 5 Visualisasi 256 Aras Keabuan (Putra, 2010) ... 13

Gambar 2. 6 Posisi picture elemen (i,j) (Putra, 2010) ... 14

Gambar 2. 7 3 x 3 mask posisi piksel (Kwon, Gi, and Kang, 2001). ... 18

Gambar 2. 8 Pola perubahan 0→1 (Kwon, Gi, and Kang, 2001). ... 18

Gambar 2. 9 Pola menghapus kondisi 2 (a) (Kwon, Gi, and Kang, 2001). ... 19

Gambar 2. 10 Pola menghapus kondisi 2 (b) (Kwon, Gi, and Kang, 2001). ... 19

Gambar 2. 11 Prasati Kawali 2 (Munawar, 2012) ... 20

Gambar 2. 12 Piagam Kebantenan (Munawar, 2012) ... 20

Gambar 2. 13 Struktur template A (Kurnianita, 2009) ... 22

Gambar 2. 14 Struktur template B dan C (Kurnianita, 2009) ... 22

Gambar 2. 15 Pola piksel segitiga ... 23

Gambar 3. 1 Aksara Swara (Munawar, 2012) ... 24

Gambar 3. 2 Aksara Ngalagena (Munawar, 2012) ... 24

Gambar 3. 3 Angka (Munawar, 2012) ... 25

Gambar 3. 4 Diagram Konteks... 25

Gambar 3. 5 Diagram alur sistem program ... 26

Gambar 3. 6 Form Menu Utama ... 29

Gambar 4. 1 Implementasi load citra dan pilih file citra ... 31

Gambar 4. 2 Hasil grayscaling dengan rgb2gray ... 32

Gambar 4. 3 Hasil binerisasi dengan im2bw ... 32

Gambar 4. 4 Hasil reduksi noise menggunakan medfilt2 ... 33

Gambar 4. 5 Hasil thinning menggunakan metode Kwon-Gi-Kang ... 35

Gambar 4. 6 Implementasi menu utama ... 45

(19)

Gambar 4. 8 Implementasi ketika batal menyimpan citra...46

Gambar 4. 9 Implementasi peringatan citra tidak disimpan ...46

Gambar 5.1 Grafik perbandingan presentase jumlah piksel berkurang...52

Gambar 5.2 Grafik perbandingan waktu...52

Gambar 5.3 Grafik perbandingan one pixel thickness...53

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1 Contoh hasil citra thinning ...47

Tabel 5. 2 Contoh hasil presentase jumlah piksel berkurang ...49

Tabel 5. 3 Contoh hasil lama waktu proses thinning ...49

Tabel 5. 4 Contoh hasil presentase one pixel thickness . ...50

Tabel 5. 5 Contoh asil presentase thinning rate . ...51

Tabel 5. 6 Hasil rata-rata dan standar deviasi alat uji algoritma Rosenfeld...51

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Semakin berkembangnya arus globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berdampak terhadap lemahnya penggunaan, pemeliharaan, dan pengembangan Aksara Sunda. Pada akhir Abad XX timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Aksara Sunda telah disosialisasikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang ditandai dengan pemasangan aksara Sunda Kaganga sebagai papan nama jalan di sejumlah jalan. Sunda Kaganga atau huruf sunda lama (buhun) terdiri dari 32 huruf, yang dibangun oleh 7 huruf vokal mandiri dan 25 huruf konsonan (ngalegena).

Pengetahuan tentang aksara Sunda masih belum diketahui oleh masyarakat luas. Dalam era teknologi informasi yang semakin canggih, aksara sunda akan terlupakan jika tidak dilestarikan juga dalam bentuk informasi digital. Banyak peninggalan manuskrip yang sudah rapuh dan perlu di simpan dalam bentuk digital. Dalam proses menerjemahkan dan membaca data digital dari aksara sunda tidak dibutuhkan tebal dan tipisnya tulisan. Semakin tipis aksara digital maka akan mempercepat proses komputasi dalam pengolahan data digital aksara Sunda.

Penulis melakukan pemrosesan citra non digital menjadi citra digital pada aksara Sunda. Proses Penerjemahan dan pengenalan pola aksara Sunda salah satu langkahnya adalah melakukan proses thinning. Citra ditipiskan hingga tersisa single pixel. Kemudian hasil penipisan tersebut adalah skeleton dari citra tersebut. Penelitian yang sudah pernah ada terkait dengan penelitian

(23)

Processing (Kwon,Gi, dan Kang, 2001). Kwon, Gi, dan Kang (2001: 755) menuliskan bahwa efek menyusut hingga titik akhir luar biasa, dan kerangka penipisan memiliki lebar 1 piksel dan memiliki 8 konektivitas tetangga, maka penulis akan mengimplementasikan proses thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda.

1. 2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan dari pengerjaan tugas akhir ini : 1. Bagaimana mengimplementasikan penggunaan thinning dengan metode

Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda ?

2. Berapa hasil akurasi thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang?

3. Berapa lama waktu thining dengan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda?

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengimplementasikan proses thinning menggunakan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda.

2. Menganalisis hasil akurasi thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda tersebut.

3. Menganalisis lama waktu thining dengan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Peneliti dapat mengetahui tentang kekurangan dan kelebihan metode Kwon-Gi-Kang yang dipakai untuk tugas akhir.

2. Menyediakan hasil data dari data aksara Sunda hasil Tugas Akhir ini dalam bentuk digital untuk diproses lebih lanjut dalam ektraksi ciri aksara Sunda dan transliterasi aksara Sunda.

(24)

data digital.

1. 5. Batasan Masalah

Batasan masalah pada skripsi ini yaitu :

1. Data digital Aksara Sunda yang digunakan adalah aksara Swara, aksara Ngalagena,dan angka.

2. Data Aksara Sunda dalam bentuk cetak. 3. File berformat .png.

1. 6. Metodologi Penelitian 1. Studipustaka dan Literatur

Melakukan pencarian dan pembelajaran secara mandiri dari berbagai sumber mengenai thinning, metode Kwon-Gi-Kang, serta aksara Sunda. 2. Konsultasi

Konsultasi dan diskusi dengan dosen pembimbing tugas akhir mengenai tugas akhir yang dikerjakan.

3. Perancangan Sistem

Perancangan dari sistem Thinning akan dibangun sebagai berikut: 3. 1 Input image aksara Sunda.

3. 2Preprocessing. 3. 3 Thinning.

3. 4 Menguji hasil citra thinning.

3. 5 Output Image citra thinning aksara Sunda. 4. Implementasi Thinning

Sistem Thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang yang dirancang akan di implementasikan dengan menggunakan MATLAB.

5. Desain Alat Uji

Dilakukan perancangan alat uji yang akan digunakan untuk mengukur keakuratan Thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang terhadap aksara Sunda.

(25)

Analisis sistem Thinning dan hasil data dari alat uji terhadap aksara Sunda.

7. Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Membuat penulisan dari semua tahapan pengerjaan tugas akhir ini, mulai dari dasar teori yang digunakan, proses pembuatan sistem Thinning, hingga hasil implementasi dan analisis yang dilakukan.

1. 7. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab, dengan menggunakan sistematika dan spesifikasi sebagai berikut :

BAB 1: PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab ini membahas teori yang berhubungan dengan aksara Sunda, segmentasi citra, dan thinning dengan metodeKwon-Gi-Kang.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisi Gambaran umum, penjelasan data, perencanaan pengumpulan data, skenario sistem program, alat uji thinning, desain user interface sistem, dan spesifikasi Software dan Hardware.

BAB IV: IMPLEMENTASI SISTEM

(26)

BAB V: HASIL DAN ANALISIS

Bab ini berisi hasil dari thinning terhadap aksara Sunda, dan analisa hasil alat uji terhadap citra hasil thinning.

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

2. 1. Pengolahan

2. 1. 1 Pengertian Citra Digital

Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan larik (array) yang berisi nilai

komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x, y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat

di titik koordinat (x, y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital.

BAB II

LANDASAN TEORI

engolahan Citra Digital 1. 1 Pengertian Citra Digital

Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. ra digital merupakan larik (array) yang berisi nilai – nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x, y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x, y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan

ra tersebut adalah citra digital.

Gambar 2. 1 Koordinat citra digital (Putra, 2010)

Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. nilai real maupun

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x, y) berukuran M spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x, y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan

(28)

Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut.

( , ) =

Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x, y) disebut dengan

terakhir (pixel) paling sering digunakan pada citra digital.

2. 1. 2. Pixel dan

Setiap pixel mewakili tidak hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil (sel). Nilai dari sebuah pixel haruslah dapat menunjukkan nilai rata

sama untuk seluruh bagian dari sel te

Pada citra 3D satuan atau bagian terkecilnya bukan lagi sebuah pixel melainkan sebuah voxel. Voxel adalah singkatan dari volume

dalam voxel ditentukan dengan tiga buah variabel yaitu kedalaman (depth),

kolom. Penggambaran dapat dilakukan dengan sumbu kartesian.

Gambar 2. 2 Voxel

Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut.

(0,0) (0,1) … (0, − 1)

(1,0) (1,1) … (1, − 1)

( − 1,0) ( − 1,1)⋮ … ( − 1, − 1)⋮

Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x, y) disebut dengan picture element, image element, pels, atau pixel

terakhir (pixel) paling sering digunakan pada citra digital.

Pixel dan Voxel

Setiap pixel mewakili tidak hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil (sel). Nilai dari sebuah pixel haruslah dapat menunjukkan nilai rata

sama untuk seluruh bagian dari sel tersebut.

Pada citra 3D satuan atau bagian terkecilnya bukan lagi sebuah pixel melainkan sebuah voxel. Voxel adalah singkatan dari volume

dalam voxel ditentukan dengan tiga buah variabel yaitu k yang menyatakan kedalaman (depth), m menyatakan posisi baris, dan n yang menyatakan posisi kolom. Penggambaran dapat dilakukan dengan sumbu kartesian.

Gambar 2. 2 Voxel dari citra tiga dimensi (Putra, 2010) Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut.

(1)

Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x, y) atau pixel. Istilah

Setiap pixel mewakili tidak hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil (sel). Nilai dari sebuah pixel haruslah dapat menunjukkan nilai rata – rata yang

Pada citra 3D satuan atau bagian terkecilnya bukan lagi sebuah pixel melainkan sebuah voxel. Voxel adalah singkatan dari volume element. Posisi yang menyatakan yang menyatakan posisi kolom. Penggambaran dapat dilakukan dengan sumbu kartesian.

(29)

2. 1. 3. Resolusi Citra

Resolusi citra merupakan tingkat detail suatu citra. Semakin tinggi resolusi citra maka akan semakin tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Satuan dalam pengukuran resolusi citra dapat berupa ukuran fisik (jumlah garis per mm/jumlah garis per inchi) ataupun dapat juga berupa ukuran citra menyeluruh (jumlah garis per tinggi citra). Resolusi sebuah citra dapat diukur dengan berbagai cara sebagai berikut.

a. Resolusi pixel b. Resolusi spasial c. Resolusi spektral d. Resolusi temporal e. Resolusi radiometrik

2. 1. 4. Jenis Citra

Nilai suatu memiliki nilai dalam rentangf tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda – beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0 – 255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah jenis – jenis citra berdasarkan nilai pixelnya.

2. 1. 4. 1. Citra Biner

(30)

2. 1. 4. 2 Citra Grayscale Citra grayscale

kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan put

keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendeakati putih. Citra

8 bit (256 kombinasi warna keabuan).

Gambar 2. 4 Citra

Gambar 2. 3 Citra biner (Putra, 2010)

Grayscale

grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan put

keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendeakati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan).

Gambar 2. 4 Citra grayscale (Putra, 2010)

(31)

2. 1. 5. Format File Citra 2. 1. 5. 1 Bitmap (.bmp)

Format bmp adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah nilai pixel.

2. 1. 5. 2 Tagged Image Format (tif, .itiff)

Format .tif merupakan format penyimpanan citra yang dapat digunakan untuk menyimpan citra bitmap hingga citra dengan warna palet terkompresi.Format ini juga dapat digunakan untuk menyimpan citra yang tidak terkompresi dan juga citra terkompresi.

2. 1. 5. 3 Portable Network Graphics (.png)

Format .png adalah format penyimpanan citra terkompresi.Format ini dapat digunakan pada citra grayscale, citra dengan palet warna, dan juga citra fullcolor. Format .png juga mampu untuk menyimpan informasi hingga kanal alpha dengan penyimpanan sebesar 1 hingga 16 bit perkanal.

2. 1. 5. 4 JPEG (.jpg)

.jpg adalah format yang sangat umum digunakan untuk transmisi citra.Format ini digunakan untuk menyimpan citra hasil kompresi dengan metode JPEG.

2. 1. 5. 5 MPEG (.mpg)

Format ini digunakan di dunia internet dan diperuntukkan sebagai format penyimpanan citra bergerak (video).

2. 1. 5. 6 Graphics Interchange Format (.gif)

(32)

menyebabkan format ini tidak terlalu popular dikalangan peneliti pengolahan citra digital.

2. 1. 5. 7 RGB (.rgb)

Format ini merupakan format penyimpanan citra yang dibuat oleh silicon graphics untuk menyimpan citra berwarna.

2. 1. 5. 8 RAS (.ras)

Format .ras digunakan untuk menyimpan citra dengan format RGB tanpa kompresi.

2. 1. 5. 9 Postscript (.ps, .eps, .epfs)

Format ini diperkenalkan sebagai format untuk menyimpan citra buku elektronik. Dalam format ini, citra dipresentasikan ke dalam deret nilai decimal atau hexadecimal yang dikodekan ke dalam ASCII.

2. 1. 5. 10 Portable Image File Format

Format ini memiliki beberapa bagian diantaranya adalah portable bitmap, portable graymap, portable pixmap, dan portable network map dengan format berturut-turut adalah .pbm, .pgm, .ppm dan .pnm.Format ini baik digunakan untuk menyimpan dan membaca kembali data citra.

2. 1. 5. 11 PPM

(33)

2. 1. 5. 12 PGM

Format ini hampir mirip dengan format PPM hanya saja format ini menyimpan informasi grayscale (satu nilai per pixel).Pengenal yang digunakan adalah p2 dan p5.PBMPBM digunakan untuk menyimpan citra biner. Hampir sama dengan PPM dan PGM,format PBM ini memiliki pendahuluan, hanya saja pendahuluannya tidak memilikibagian ketiga (penjelasan nilai maksimum pixel). Pengenal yang digunakan adalah p1.

2. 2. Pengolahan Preprocesing

2. 2. 1. Grayscaling

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, artinya nilai dari Red = Green = Blue. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan intensitas warna.

Citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra ”hitam-putih”, dimana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu ”hitam” dan ”putih” saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Citra grayscale seringkali merupakan perhitungan dari intensitas cahaya pada setiap piksel pada spektrum elektromagnetik single band.

(34)

X = (R+G+B)/3 (2) Warna = RGB(X, X, X)

Gambar 2. 5 Visualisasi 256 Aras Keabuan (Putra, 2010)

2. 2. 1. 1 Nilai minimum dan maksimum

Citra skala keabuan mempunyai nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimum. Banyaknya kemungkinan nilai minimum dan maksimum bergantung pada jumlah bit yang digunakan (umumnya menggunakan 8 bit). Contohnya untuk skala keabuan 4 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16, dan nilai maksimumnya adalah 24-1 = 15, sedangkan untuk

skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 28 = 256, dan

nilai maksimumnya adalah 28 – 1 = 255.

2. 2. 1. 2 Array Grayscales

Secara digital suatu grayscale image dapat direpresentasikan dalam bentuk array dua dimensi. Tiap elemen dalam array menunjukkan intensitas (greylevel) dari image pada posisi koordinat yang bersesuaian. Apabila suatu citra direpresentasikan dalam 8 bit maka berarti pada citra terdapat 28 atau 256 level grayscale, (biasanya bernilai 0 – 255), dimana 0 menunjukkan level intensitas paling gelap dan 255 menunjukkan intensitas paling terang. Tiap elemen pada array diatas disebut sebagai picture elemen atau sering dikenal sebagai pixel. Dengan melakukan perubahan pada intensitas pada masing-masing pixel maka representasi citra secara keseluruhan akan berubah. Citra yang dinyatakan dengan matrik M x N mempunyai intensitas tertentu pada pixel tertentu. Posisi picture elemen (i,j) dan koordinat (x,y) berbeda.

(35)

Gambar 2. 6 Posisi picture elemen (i,j) (Putra, 2010)

Format citra ini disebut skala keabuan karena pada umumnya warnayang dipakai adalah antara hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimal sehingga warna antaranya adalah abu-abu.

2. 2. 1. 3 Konversi Citra Berwarna Menjadi Citra Keabuan

Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi citra berwarna menjadi citra skala keabuan adalah sebagai berikut:

Gray = ( R + G + B ) / 3 (3)

Konversi informasi suatu citra warna ke skala keabuan dapat juga dilakukan dengan cara member bobot pada setiap elemen warna, sehingga persamaan diatas dimodifikasi menjadi :

Gray =wRR + wGG + wBB (4)

dengan wR, wG, dan wB masing-masing adalah bobot untuk elemen

warna merah, hijau dan biru. NTSC (National Television System Committee) mendefinisikan bobot untuk konversi citra warna ke skala keabuan adalah sebagai berikut :

wR = 0,299 wG = 0,587 wB = 0,114

(36)

Blue = X / 216 (5)

Green = (X – Blue * 216) / 28 (6)

Red = X – Blue * 216 – Green * 28 (7)

2. 2. 2. Binerisasi

Citra biner adalah citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Dalam sebuah citra biner, setiap piksel hanya mempunyai dua kemungkinan nilai, seperti on dan off. Sebuah citra biner disimpan dalam matriks dengan nilai 0 (off) dan 1(on). Secara umum proses binersisasi citra gray scale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut.

g( , ) = 10 ( , ) ≥( , 1) < (8)

dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra gray scale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang.Nilai T dapat ditentukan dengan salah satu dari 3 cara berikut.

1. Nilai Ambang Global (Global Threshold)

T = T{f(x,y)} (9)

dengan T tergantung pada nilai gray level dari pixel pada posisi x,y. 2. Nilai Ambang Lokal (Local Threshold)

T = T{A(x,y), f(x,y)} (10)

dengan T tergantung pada properti pixel tetangga. A(x,y) menyatakan nilai pixel tetangga.

3. Nilai Ambang dinamis (Dynamic Threshold)

T = T{x,y, A(x,y), f(x,y)} (11)

(37)

2. 2. 3. Reduksi Noise

Metode atau filtering yang terbaik tergantung dengan situasi dari citra dan jenis derau atau degradasi yang terdapat pada citra. Ada beberapa filter, yaitu filter linear, filter median, dan filter Wiener. Penulis menggunakan filter median karena filtertersebut adalah yang paling efektif untuk menghilangkan derau salt dan pepper (Wijaya dan Prijono, 2007).

2. 2. 3. 1 Filter Median

Filter Median sangat bermanfaat untuk menghilangkan outliers, yaitu nilai – nilai piksel yang ekstrim. Filter Median menggunakan sliding

neighborhoods untuk memproses suatu citra, yaitu suatu operasi di mana

filter ini akan menentukan nilai masing – masing piksel keluaran dengan memeriksa tetangga m x n di sekitar piksel masukan yang bersangkutan.

Filtering Median mengatur nilai – nilai piksel dalam suatu tetangga dan

memilih nilai tengah atau median sebagai hasil.

2. 3. Pengertian Thinning

Thinning merupakan suatu operasi morphologi, terkadang seperti erosi atau opening. Thinning mengubah bentuk asli citra biner menjadi citra yang menampilkan batas – batas objek / foreground hanya setebal satu pixel. Sepintas, thinning mempunyai kemiripan dengan deteksi tepi dalam hal output dari citra yang dihasilkan. Kedua proses tersebut sama - sama menampilkan batas obyek pada citra. Namun, tetap saja ada perbedaan antara thinning dengan deteksi tepi dari sisi cara kerjanya sebagai berikut.

 Deteksi tepi: mengubah gray level atau intensitas citra menjadi citra yang menampilkan batas – batas / boundaries obyek berdasarkan kekontrasan warna antar pixel.

 Thinning: mereduksi pixel pada objek biner menjadi pixel yang

(38)

Tujuan thinning adalah untuk menghilangkan pixel obyek (foreground

object) pada citra biner. Thinning biasanya digunakan pada proses

skeletonisasi (Putra, 2010).

Dalam Widiarti, AR. dan Rudatyo H. (2013), O’Gorman dan Kasturi menyatakan bahwa penipisan tergolong dalam operasi preprocessing citra, dimana objek citra direduksi menjadi garis tengah, yang disebut rangka, dari objek citra tersebut. Maka hasil dari proses penipisan disebut sebagai rangka (skeleton). Tujuan dari penipisan adalah mereduksi komponen objek citra menjadi suatu informasi yang sifatnya esensial atau mendasar sehingga proses analisis lebih lanjut dapat terfasilitasi. Informasi tersebut mungkin terdiri atas struktur – struktur dari suatu objek seperti persimpangan (junctions), titik akhir (end point), dan titik hubung (connection points) (Widiarti, AR. dan Rudatyo H., 2013).

2. 4. Algoritma Thinning Kwon-Gi-Kang

Dalam algoritma thinning ini melakukan penipisan citra melalui dua iterasilangkah-langkah oleh kondisi 1, dan melakukan lagi penipisan dengan menggunakan mengikuti kondisi tambahan 2.

(39)

Disini [B(Pi)] adalah jumlah piksel yang bernilai 1 dari 8-tetangga piksel. [A (Pi)] adalah piksel denganperubahan 0→1pola(di sini, 0: latar belakang, 1: foreground) adalah 1 didefinisikan sebagai batas pixel.

Gambar 2. 7 3 x 3 mask posisi piksel (Kwon, Gi, and Kang, 2001).

Gambar 2. 8 Pola perubahan0→1(Kwon, Gi, and Kang, 2001).

Kondisi 2 :

 Iterasi Pertama :

1. P1 * P8 * P6 = 1 & P3 = 0 2. P3 * P4 * P6 = 1 & P1 = 0  Iterasi Kedua :

(40)

Semua piksel yang memenuhi kondisi pertama di atas akan terhapus dan kondisi 2 untuk menghapus piksel dengan lebar 2 piksel. Dengan demikian, proses ini dilakukan untuk membuat garis 2 piksel menjadi garis 1 piksel. Dalam kondisi 2, P1 atau P3 harus nol. Karena, P1 dan P3 tidak terhubung ke titik lain dari garis miring. Jika ada adalah setiap piksel di posisi itu (PI atau P3), Pi adalah terhubung titik dan tidak boleh dihapus.

Akibatnya, diusulkan algoritma thinning yang dapat membuat sempurna 1 piksel baris dengan konektivitas 8-tetangga. Bila ada titik akhir ada di ujung kiri atau ujung kanan garis miring, maka akan menghapus piksel Pi untuk membuat 1 baris pixel.

Gambar 2. 9 Pola menghapus kondisi 2 (a) (Kwon, Gi, and Kang, 2001).

Gambar 2. 10 Pola menghapus kondisi 2 (b) (Kwon, Gi, and Kang, 2001).

2. 5. Data Aksara Sunda

(41)

Pakuan yang ditulis menggunakan aksara Sunda kuno. Sedangkan sebuatan aksara Kaganga karena abjad aksara Sunda kuno dimulai dari aksara ngalagena /ka/, /ga/, dan /nga/.

Di bawah ini adalah contoh prasasti, piagam yang ditulis menggunakan aksara Sunda kuno:

Gambar 2. 11 Prasati Kawali 2 (Munawar, 2012)

Gambar 2. 12 Piagam Kebantenan (Munawar, 2012)

(42)

sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah aksara yang melambangkan bunyi konsonan secara silabis, yaitu bunyi kosonan diikuti bunyi vokal /a/, sebagai sebuah kata maupun suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata.

Sistem tata tulis aksara Sunda dilengkapi juga dengan lambang – lambang bilangan mulai dari angka 0 sampai dengan angka 9. Secara fisik, beberapa lambang bilangan identik dengan aksara swara atau aksara ngalagena. Sebagai pembeda agar tidak terjadi kekeliruan, setiap penulisan lambang bilangan mulai dari angka satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya harus diapit dengan garis vertikal yang lebih tinggi dari lambang bilangan tersebut.

2. 6. Teori Alat Uji Thinning

2. 6. 1.One Pixel Thickness

One Pixel Thicknessadalah pengujian untuk menemukan dan mengetahui piksel hasil thinning mempunyai ketebalan satu piksel atau tidak satu piksel. Persentase One Pixel Thicknessdi dapatkan dari hasil Critical Point di bagi jumlah citra hasil penipisan lalu di kalikan seratus.

Dalam Widiarti dan Rudatyo H. (2013), Jang dan Chin menyatakan bahwa suatu rangka hasil penipisan dikatakan memiliki ketebalan 1 piksel bila tidak memuat salah satu atau semua template A, dimana A adalah suatu bentuk citra yang berukuran 2x2. Struktur template A adalah susunan pola yang ditemukan dalam komponen – komponen terhubung yang bukan merupakan rangka. Bentuk citra template Aada 4 buah, yaitu A1, A2, A3, dan

A4.

(43)

piksel yang lain menjadi tidak terhubung atau dengan kata lain menghasilkan lubang.

Gambar 2. 13 Struktur template A (Kurnianita, 2009)

Piksel – piksel pada rangka hasil penipisan dikatakan critical point bila sekurang – kurangnya memuat struktur template B ataupun template C.semua konfigurasi yang mungkin dari critical point, yang memuat satu dari

template A, terdapat dalam struktur template B = {B1, B2, B3, B4} dan

template C. Struktur template B1 memuat struktur template A1, template B2

memuat struktur template A2, template B3 memuat struktur template A3,

template B4 memuat struktur template A4, sedangkan struktur template C

memuat keempat struktur template A.

Gambar 2. 14Struktur template B dan C (Kurnianita, 2009)

Piksel – piksel diluar struktur template A, B, dan C adalah piksel 0 (nol). Sedangkan piksel – piksel yang dilingkari pada masing – masing

template adalah pusat dari template tersebut. Piksel “X” pada masing –

(44)

2. 6. 2.Thinning Rate

Banyak algoritma menggunakan aturan dantemplate, yang didasarkan pada menemukan segitiga untuk menghapus piksel yang berlebihan. Prinsip yang digunakan oleh persamaan ini:

TR = 1 – Triangle After / Triangle Before (12)

Dan untuk menghitung pola segitiganya:

Triangle count (P[i][j]) = (P(i,j)* P(i,j-1)* 1))+(P(i,j)* 1,j-1)* 1,j))+(P(i,j)* 1,j)* 1,j+1))+(P(i,j)*

P(i-1,j+1)* P(i,j+1)) (13)

Operator: “*” dan ”+” adalah operasi aritmatika.

Berikut di bawah ini adalah pola segitiga :

Gambar 2. 15 Pola piksel segitiga

(45)

3. 1. Bahan

Dalam proses menerjemahkan dan membaca data digital dari aksara sunda tidak dibutuhkan tebal dan tipisnya tulisan. S

maka akan mempercepat proses komputasi aksara Sunda.Penulis memperoleh data

Baca Tulis Aksara Sunda Untuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan Umum” karangan

3. 1. 1.Pengumpulan Data Penulis melakukan

Aksara SundaUntuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan Umum karanganMunawar

Dalam proses menerjemahkan dan membaca data digital dari aksara sunda tidak dibutuhkan tebal dan tipisnya tulisan. Semakin tipis

mempercepat proses komputasi dalam pengolahan data digital Penulis memperoleh data aksara Sunda dari buku

Baca Tulis Aksara Sunda Untuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan ” karangan Munawar (2012).

Pengumpulan Data

Penulis melakukan scanning Buku terhadap “Panduan Baca Tulis Untuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan Umum karanganMunawar (2012) untuk memperoleh data aksara Sunda.

Sunda yang digunakan berjumlah 40, untuk 7 aksara Swara, 23 aksara Ngalagena, dan 10 angka.Berikut ini adalah hasil scanning untuk data aksara

Gambar 3.1 Aksara Swara (Munawar, 2012)

Gambar 3. 2 Aksara Ngalagena (Munawar, 2012)

Dalam proses menerjemahkan dan membaca data digital dari aksara emakin tipis aksara digital dalam pengolahan data digital dari buku “Panduan Baca Tulis Aksara Sunda Untuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan

Buku terhadap “Panduan Baca Tulis Untuk Siswa SMA/MA/SMK, Mahasiswa, dan Umum” untuk memperoleh data aksara Sunda. Citra aksara Sunda yang digunakan berjumlah 40, untuk 7 aksara Swara, 23 aksara untuk data aksara

(46)

Setelah melakukan

aksara Sunda hingga berjumlah 40 hasil

3. 2. Alat

Dalam melakukan proses

aksara Sunda menggunakan alat, yaitu menggunakan aplikasi

aksara Sunda dari hasil

3. 3. Skenario Sistem Program 3. 3. 1. Gambaran Umum Sistem

Skenario sistem dimulai dari user memasukkan data citra berupa Aksara Sunda dengan format .PNG, dan keluaran dari sistem adalah hasil citra thinning aksara Sunda. Berikut adalah diagram konteks dari sistem yang akan dibuat:

Gambar 3. 3 Angka (Munawar, 2012)

Setelah melakukan scanning penulis melakukan croping aksara Sunda hingga berjumlah 40 hasil crop aksara Sunda.

Dalam melakukan proses scanning untuk mendapatkan data digital aksara Sunda menggunakan alat, yaitu printer Canon seri E400. Lalu menggunakan aplikasi snipping tools untuk melakukan pemotongan setiap aksara Sunda dari hasil scanning.

enario Sistem Program 1. Gambaran Umum Sistem

Skenario sistem dimulai dari user memasukkan data citra berupa Aksara Sunda dengan format .PNG, dan keluaran dari sistem adalah hasil

aksara Sunda. Berikut adalah diagram konteks dari sistem yang

Gambar 3. 4 Diagram Konteks

croping terhadap data

untuk mendapatkan data digital printer Canon seri E400. Lalu untuk melakukan pemotongan setiap

(47)

3. 3. 2. Alur Sistem

Alur sistem dimulai dari user memasukan gambar aksara Sunda dengan format .png. Dilanjutkan dengan sistem melakukan grayscaling gambar dan menjadikan gambar menjadi biner dengan proses binerisasi, lalu melakukan proses reduksi noise, dan proses thinning dilakukan, lalu sistem menghasilkan citra baru yang sudah di proses thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang.Berikut ini adalah diagram alur program:

Gambar 3. 5 Diagram alur sistem program

3. 3. 2. 1. Masukan Citra

User pertama kali melakukan pemilihan citra aksara Sunda, dan memasukan citra aksara Sunda yang sudah dipilih ke dalam sistem. Sistem membaca file data aksara Sunda yang dimasukan oleh user.

3. 3. 2. 2. Grayscaling

Kemudian sistem mengubah file citra aksara Sunda yang telah dimasukan menjadi citra grayscale, dengan menggunakan fungsi dari matlab, yaitu rgb2gray untuk mengubah citra berwarna menjadi abu-abu.

3. 3. 2. 3. Binerisasi

(48)

3. 3. 2. 4. Reduksi Noise

Setelah dilakukan proses binerisasi sistem melakukan reduksi noise. Dalam beberapa citra masih terdapat noise, maka dalam sistem perlu dilakukan reduksi noise untuk menghilangkan piksel yang tidak termasuk aksara Sunda. Penulis menggunakan fungsi yang ada di dalam matlab, yaitu medfilt2.

3. 3. 2. 5. Proses Thinning

Setelah menghilangkan noise di dalam citra biner, maka sistem akan melakukan proses thinning. Proses thinning adalah proses utama yang dilakukan di dalam sistem, proses thinning menggunakan metode Kwon-Gi-Kang. Di dalam proses inilah maka akan menghasilkan citra rangka dengan ketebalan satu piksel.

3. 3. 2. 6. Proses Alat Uji Thinning

Setelah diperoleh citra rangka, maka sistem melakukan perhitungan akurasi dan lama waktu komputasi untuk citra hasil proses thinning. Pengujian dilakukan dengan empat alat uji, yaitu presentase jumlah piksel berkurang, waktu komputasi, one pixel thickness, thinning rate.

3. 3. 2. 7. Keluar Hasil Citra Thinning

Setelah melakukan semua tahap di dalam sistem dimulai dari memasukan citra aksara Sunda hingga melakukan pengujian citra thinning, maka tahap terakhir dalam sistem adalah menampilkan hasil citra thinning aksara Sunda.

3. 4. Cara Melakukan Pengujian Thinning

(49)

3. 4. 1. Jumlah Persentase Piksel Berkurang

Menghitung jumlah persentase jumlah piksel yang berkurang, untuk mendapatkannya maka:

Jumlah presentase piksel berkurang = – x 100% (14)

Jumlah piksel awal: jumlah piksel hitam sebelum proses thinning. Jumlah piksel akhir: jumlah piksel hitam setelah proses thinning.

3. 4. 2. Waktu

Pengujian menghitung waktu proses algoritma thinning, dengan menggunakan fungsi dari matlab, yaitu tic dan toc. Tic menandakan di mulainya hitungan waktu dan toc menandakan berakhirnya hitungan waktu.

3. 4. 3. One Pixel Thickness

One pixel thickness didapatkan dari :

ℎ = x 100% (15)

Hasil ini yang menjadi presentase one pixel thickness. Critical Point didapatkan dari bila sekurang-kurangnya memuat struktur template B, ataupun template C seperti pada Gambar 2.17.

3. 4. 4. Thinning Rate

Thinning RatePengujian kinerja untuk hasil penipisan citra. Tingkat

piksel objek dikatakan menipis dapat diukur dari segi Thinning Rate.

TR = 1 − (16)

TR = Thinning Rate.

(50)

3. 4. 5. Membandingkan Dengan Algoritma Rosenfeld

Penulis akan membandingkan hasil akurasi dan lama komputasi algoritma Kwon-Gi-Kang dengan algoritma Rosenfeld. Widiarti (2011: 567) menuliskan bahwa algoritma Rosenfeld menghasilkan citra dengan ketebalan 1 piksel yang terbaik dibandingkan dengan algoritma Hilditch, Zhang-Suen,

dan Nagendraprasad-Wang-Gupta. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah algoritma Kwon-Gi-Kang lebih baik dari algoritma Rosenfeld dalam akurasi dan lama waktu komputasi.

3. 5. Desain User Interface Sistem 3. 5. 1Form Menu Utama Sistem

Form menu utama merupakan form dengan semua interface yang

menampilkan : Citra asli, citra biner, citra reduksi noise, citra hasil, dan hasil dari alat uji untuk hasil thinning.

(51)

3. 6 Spesifikasi Software dan Hardware

3. 6. 1. Software

Perangkat lunak yang digunakan untuk membuat dan memproses sistem program thinning adalah MATLAB versi R2012b

3. 6. 2. Hardware

i. Processor : Intel Core i5 5200u ( 2, 2 Ghz ) ii. Memory : 4 Gb DDR3

iii. Grafiks : AMD R5 M230 2 Gb iv. Layar : 14’’ HD 1366 x 768

(52)

BAB IV

IMPLEMENTASI SISTEM

Pada penelitian tugas akhir ini membahas tentang penggunaan

thinning pada aksara Sunda menggunakan metode Kwon-Gi-Kang.

Implementasi program akan di bahas dan di jelaskan di dalam bab ini.

4. 1. Implementasi Load Citra

Di dalam form menu utama ada push button load citrauntuk memilih dan memasukan citra aksara Sunda untuk proses thinning. Menggunakan fungsi dari matlab, yaitu uigetfile untuk memilih citra, dan fungsi imread untuk membaca data file citra yang sudah dipilih.

Gambar 4. 1 Implementasi load citra dan pilih file citra

[filename, pathname] = uigetfile('*.PNG','Pilih filenya:');

(53)

4. 2. Implementasi Grayscaling

Dalam implementasi grayscaling citra penulis menggunakan fungsi yang sudah ada di dalam matlab. Penulis menggunakan fungsi rgb2gray, yaitu mengubah citra file berwarna menjadi citra abu-abu.

Gambar 4. 2 Hasil grayscaling dengan rgb2gray

4. 3. Implementasi Binerisasi

Dalam implementasi binerisasi citra penulis menggunakan fungsi yang sudah ada di dalam matlab. Ada 2 fungsi penting dalam proses diatas yaitu thresh=graythresh(gray); graythreshdigunakan untuk mendapatkan nilai ambang batas dan imbw=im2bw(gray,thresh); yang melakukanproses binerisasi citra itu sendiri.

(54)

Dari hasil binerisasi dengan menggunakan fungsi im2bw di dalam matlab di peroleh hasil yang sudah baik dalam mengubah citra berwarna menjadi citra hitam putih dan berbentuk biner. Algoritma untuk proses binerisasi:

thresh=graythresh(data1); data2=im2bw(data1,thresh);

4. 4. Implementasi Reduksi Noise

Setelah melakukan binerisasi di dalam citra beberapa aksara masih terdapat piksel noise yang tidak termasuk dalam aksara Sunda, maka di lakukan proses reduksi noise menggunakan fungsi dari dalam matlab, yaitu fungsi Medfilt2.

Gambar 4. 4 Hasil reduksi noise menggunakan medfilt2

Proses dari reduksi noise terhadap citra aksara Sunda sudah mendapatkan hasil yang baik dan menghilangkan piksel noise. Algoritma untuk proses reduksi noise:

reduksi=medfilt2(double(data2),’indexed’);

(55)

yang digunakan, dalam hal ini Output gambar reduksi adalah dari kelas yang sama seperti data2.

4. 5. Implementasi Thinning Metode Kwon-Gi-Kang

Implementasi thinning algoritma Kwon-Gi-Kangdilakukan terhadap aksara Sunda.

Gambar 4. 5 Hasil thinning menggunakan metode Kwon-Gi-Kang

Berikut ini adalah pseudocode algoritma Kwon-Gi-Kanguntuk sistem penipisan citra aksara Sunda.

1. Input citra

2. Membalik biner citra, untuk biner 1 adalah hitam dan 0 adalah background putih originalBWImage = (not(reduksi));

3. Deklarasi Changing adalah 1

4. Hitung kolom dengan baris [rows, columns] = size(originalBWImage); 5. Deklarasi thinnedImage = originalBWImage;

6. Deklarasi deletedBWImage = ones(rows, columns);

7. Selama while changing adalah 0, maka melakukan perintah 7.1 7.1. Selama i=2:rows-1, maka melakukan perintah 7.1.1

7.1.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan perintah 7.1.1.1 7.1.1.1. Membuat masking P = [thinnedImage(i,j)

1,j-1) 1,j) thinnedImage(i-1,j+1) thinnedImage(i,j+1) thinnedImage(i+thinnedImage(i-1,j+1)

(56)

thinnedImage(i,j-1) thinnedImage(i-1,j-1)];

7.1.1.2. Jika (thinnedImage(i,j)==1 && (sum(P(2:end))>=2 && sum(P(2:end))<=6) && P(3)*P(5)*P(7)==0 && P(5)*P(7)*P(9)==0), maka melakukan perintah 7.1.1.2.1 7.1.1.2.1. Maka melakukan Deklarasi A = 0;

7.1.1.2.2. Selama k=2:size(P,2)-1, maka melakukan 7.1.1.2.2.1

7.1.1.2.2.1. Jika P(k)==0 && P(k+1)==1, maka melakukan perintah 7.1.1.2.2.1.1

7.1.1.2.2.1.1. Maka melakukanA = A + 1; 7.1.1.2.3. Jika (A==1), maka melakukan perintah

7.1.1.2.3.1

7.1.1.2.3.1. Maka melakukan deletedBWImage(i,j) = 0;

7.1.1.2.3.2. Deklarasi changing = 1; 7.2. Penghapusan dilakukan setelah semua piksel dikunjungi

thinnedImage = thinnedImage.*deletedBWImage; 7.3. Selama i=2:rows-1, maka melakukan perintah 7.3.1

7.3.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan perintah 7.3.1.1 7.3.1.1. Membuat masking P = [thinnedImage(i,j)

1,j-1) 1,j) thinnedImage(i-1,j+1) thinnedImage(i,j+1) thinnedImage(i+thinnedImage(i-1,j+1)

thinnedImage(i+1,j) thinnedImage(i+1,j-1) thinnedImage(i,j-1) thinnedImage(i-1,j-1)];

7.3.1.2. Jika (thinnedImage(i,j)==1 && (sum(P(2:end))>=3 && sum(P(2:end))<=6) && P(3)*P(5)*P(9)==0 && P(3)*P(7)*P(9)==0), maka melakukan perintah 7.3.1.2.1 7.3.1.2.1. Maka melakukan Deklarasi A = 0;

7.3.1.2.2. Selama k=2:size(P,2)-1, maka melakukan 7.3.1.2.2.1

(57)

melakukan perintah 7.3.1.2.2.1.1 7.3.1.2.2.1.1. Maka melakukanA = A + 1; 7.3.1.2.3. Jika (A==1), maka melakukan perintah

7.3.1.2.3.1

7.3.1.2.3.1. Maka melakukan deletedBWImage(i,j) = 0;

7.3.1.2.3.2. Deklarasi changing = 1; 7.4. Penghapusan dilakukan setelah semua piksel dikunjungi

thinnedImage = thinnedImage.*deletedBWImage; 8. Deklarasi changing = 1;

9. Selama while changing adalah 0, maka melakukan perintah 9.1 9.1. Selama i=2:rows-1, maka melakukan perintah 9.1.1

9.1.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan perintah 9.1.1.1 9.1.1.1. Membuat masking P = [thinnedImage(i,j)

1,j-1) 1,j) thinnedImage(i-1,j+1) thinnedImage(i,j+1) thinnedImage(i+thinnedImage(i-1,j+1)

thinnedImage(i+1,j) thinnedImage(i+1,j-1) thinnedImage(i,j-1) thinnedImage(i-1,j-1)];

9.1.1.2. Jika (thinnedImage(i,j)==1 && (sum(P(2:end))>=2 && sum(P(2:end))<=6) && (P(2)*P(9)*P(7)==1 && P(4)==0) && (P(4)*P(5)*P(7)==1 && P(2)==0)), maka melakukan perintah 9.1.1.2.1

9.1.1.2.1. Maka melakukan Deklarasi A = 0;

9.1.1.2.2. Selama k=2:size(P,2)-1, maka melakukan 9.1.1.2.2.1

9.1.1.2.2.1. Jika P(k)==0 && P(k+1)==1, maka melakukan perintah 9.1.1.2.2.1.1

9.1.1.2.2.1.1. Maka melakukan A = A + 1; 9.1.1.2.3. Jika (A==1), maka melakukan perintah

9.1.1.2.3.1

(58)

= 0;

9.1.1.2.3.2. Deklarasi changing = 1; 9.2. Penghapusan dilakukan setelah semua piksel dikunjungi

thinnedImage = thinnedImage.*deletedBWImage; 9.3. Selama i=2:rows-1, maka melakukan perintah 9.3.1

9.3.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan perintah 9.3.1.1 9.3.1.1. Membuat masking P = [thinnedImage(i,j)

1,j-1) 1,j) thinnedImage(i-1,j+1) thinnedImage(i,j+1) thinnedImage(i+thinnedImage(i-1,j+1)

thinnedImage(i+1,j) thinnedImage(i+1,j-1) thinnedImage(i,j-1) thinnedImage(i-1,j-1)];

9.3.1.2. Jika (thinnedImage(i,j)==1 && (sum(P(2:end))>=3 && sum(P(2:end))<=6) && (P(6)*P(7)*P(9)==1 && P(4)==0) && (P(5)*P(7)*P(8)==1 && P(2)==0)), maka melakukan perintah 9.3.1.2.1

9.3.1.2.1. Maka melakukan Deklarasi A = 0;

9.3.1.2.2. Selama k=2:size(P,2)-1, maka melakukan 9.3.1.2.2.1

9.3.1.2.2.1. Jika P(k)==0 && P(k+1)==1, maka melakukan perintah 9.3.1.2.2.1.1

9.3.1.2.2.1.1. Maka melakukan A = A + 1; 9.3.1.2.3. Jika (A==1), maka melakukan perintah

9.3.1.2.3.1

9.3.1.2.3.1. Maka melakukan deletedBWImage(i,j) = 0;

9.3.1.2.3.2. Deklarasi changing = 1; 9.4. Penghapusan dilakukan setelah semua piksel dikunjungi

(59)

4. 6. Implementasi Langkah Pengujian

Implementasi alat uji untuk menghitung akurasi dan lama waktu proses thinning yang dilakukan terhadap citra aksara Sunda. Ada 10 alat uji dalam sistem untuk menghitung akurasi dan lama waktu proses thinning.

4. 6. 1. Jumlah Piksel Awal

Dalam menghitung jumlah piksel awal implementasi alat uji menghitung jumlah semua piksel yang berwarna hitam atau mempunyai angka biner 1. Perhitungan dilakukan sebelum proses thinning dilakukan.Berikut ini adalah pseudocode untuk menghitung jumlah piksel hitam, dan jumlah piksel awal .

1. Mengitung [baris,kolom]=size(file); 2. Deklarasi jumlah=0;

3. Selama i=1:baris 3.1. Selama j=1:kolom

3.1.1. Jika file(i,j)==1

3.1.2. Maka jumlah=jumlah+1;

Untuk menghitung jumlah piksel awal berikut adalah pseudocodenya. jumlahpikselawal = hitungjumlahpikselhitam(thinnedImage);

4. 6. 2. Jumlah Piksel Akhir

Dalam menghitung jumlah piksel akhir implementasi alat uji menghitung jumlah semua piksel yang berwarna hitam atau mempunyai angka biner 1. Perhitungan dilakukan setelah proses thinning dilakukan. Untuk menghitung jumlah piksel awal berikut adalah pseudocodenya.

(60)

4. 6. 3. Jumlah Persentase Piksel Berkurang

Setelah mendapatkan hasil dari jumlah piksel awal dan jumlah piksel akhir, maka proses alat uji yang selanjutnya adalah menghitung jumlah persentase piksel yang berkurang. Berikut ini adalah pseudocode dari jumlah persentase piksel berkurang.

Jumlahpikselberkurang = (jumlahpikselawal - jumlahpikselakhir) / jumlahpikselawal * 100;

4. 6. 4. Waktu

Implementasi untuk menghitung lama waktu proses thinning menggunakan fungsi yang sudah ada di matlab, yaitu tic toc. Berikut adalah pseudocode untuk menghitung lama waktu proses thinning.

Mengitung waktu di awal sebelum proses thinning:waktu=tic;

Mengitung waktu di akhir setelah proses thinning: selesai = toc(waktu);

4. 6. 5. One Pixel Thickness

Implementasi untuk mengetahui ketebalan 1 piksel dan menghitung presentase One Pixel Thickness dilakukan setelah mengetahui jumlah critical point. Berikut ini adalah pseudocode untuk mengetahui One Pixel Thickness.

OnePixelThicknes = (jumlahpikselakhir - notCriticalPoint)/jumlahpikselakhir*100;

4. 6. 6. Critical Point

(61)

CriticalPoint = jumlahpikselakhir - notCriticalPoint;

4. 6. 7. Not Critical Point

Implementasi untuk menghitung jumlah Not critical point dilakukan dengan mengecek setiap piksel, jika memuat template A1, maka akan mengecek ke dalam template B1 atau template C. Jika memenuhi template di atas maka not critical pointbertambah 1. Sistem juga akan mengecek ke dalam template A2, A3, atau A4 jika di dalam template A1 tidak terpenuhi dan di lanjutkan mengecek ke dalam B2, B3, B4, atau C. Berikut ini pseudocode untuk mencari not critical point.

1. Deklarasi template A 1.1. A1 = [0 0 ; 0 1]; 1.2. A2 = [0 0 ; 1 0]; 1.3. A3 = [1 0 ; 0 0]; 1.4. A4 = [0 1 ; 0 0]; 2. Deklarasi template B

2.1. B1 = [0 1 1 ; 1 0 0 ; 1 0 1]; 2.2. B2 = [1 1 0 ; 0 0 1 ; 1 0 1]; 2.3. B3 = [1 0 1 ; 0 0 1 ; 1 1 0]; 2.4. B4 = [1 0 1 ; 1 0 0 ; 0 1 1];

3. Deklarasi template C = [1 0 1 ; 0 0 0 ; 1 0 1];

4. Mengecek semua piksel [height,width]=size(thinnedImage); 5. Deklarasi latar belakang citra fGround = 0;

6. Deklarasi temp = thinnedImage; 7. Deklarasi sumTemplateA = 0; 8. Deklarasi sumTemplateBC=0;

9. Selama i=2:height-1, maka melakukan 9.1

9.1. Selama for j=2:width-1, maka melakukan 9.1.1

(62)

9.1.1.1. Jika melakukan 9.1.1.1.1 dan 9.1.1.1.2

9.1.1.1.1. Penjumlahan untuk sumTemplateA = sumTemplateA+1;

(63)

sumTemplateBC+1;

9.1.1.1.3. Menghitung jumlah sumTemplateA = sumTemplateA+sumTemplateBC;

9.1.1.1.4. Menghitung jumlah notCriticalPoint = sumTemplateA;

4. 6. 8. Triangle Before

Implementasi untuk menemukan jumlah piksel yang membentuk segitiga sebelum dilakukan proses thinning terhadap citra aksara Sunda. Berikut ini adalah pseudocode untuk Triangle Before.

1. Deklarasi totalbefore=0;

2. Selama i=2:rows-1, maka melakukan 2.1

2.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan 2.1.1 2.1.1. Syarat yang memenuhi trianglebefore =

(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i,j-

1)*originalBWImage(i-1,j- 1))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-1,j-

1)*originalBWImage(i- 1,j))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-

1,j)*originalBWImage(i- 1,j+1))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-1,j+1)*originalBWImage(i,j+1)); jika memenuhi maka melakukan 2.1.1.1

(64)

4. 6. 9. Triangle After

Implementasi untuk menemukan jumlah piksel yang membentuk segitiga setelah dilakukan proses thinning terhadap citra aksara Sunda. Berikut ini adalah pseudocode untuk Triangle After.

1. Deklarasi totalafter=0;

2. Selama i=2:rows-1, maka melakukan 2.1

2.1. Selama j=2:columns-1, maka melakukan 2.1.1 2.1.1. Syarat yang memenuhi trianglebefore =

(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i,j-

1)*originalBWImage(i-1,j- 1))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-1,j-

1)*originalBWImage(i- 1,j))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-

1,j)*originalBWImage(i- 1,j+1))+(originalBWImage(i,j)*originalBWImage(i-1,j+1)*originalBWImage(i,j+1)); jika memenuhi maka melakukan 2.1.1.1

2.1.1.1. Menghitung totalafter= totalafter+triangleafter;

4. 6. 10. Thinning Rate

Implementasi untuk menghitung jumlah Thinning Rate dilakukan setelah mengetahui jumlah total piksel segitiga sebelum dan setelah melakukan proses thinning terhadap aksara Sunda. Berikut ini adalah pseudocode untuk menghitung Thinning Rate.

(65)

4. 7. Implementasi User InterfaceSistem 4. 7. 1. Implementasi Menu Utama Sistem

Menu utama adalah Tampilan GUI yang berisi seluruh proses penipisan citra aksara Sunda. Menu utama ditunjukan dalam Gambar 4. 6 terdapat 6 tombol, yaitu tombol Load Citra, tombol Binerisasi, tombol Reduksi Noise, tombol Thinning, tombol Save, dan tombol Close. Terdapat juga pilihan tombol radio untuk menentukan melakukan proses thinning dengan metode Kwon-Gi-Kang atau dengan metode Rosenfeld. Tombol load citra berfungsi untuk membuka dan memilih file aksara Sunda yang akan di proses dalam sistem. Ketika user selesai memilih aksara Sunda maka akan di tampilkan di citra asli. Tombol binerisasi berfungsi untuk mengubah citra asli aksara Sunda yang sudah di pilih menjadi citra hitam putih berupa piksel biner 1 dan 0. Tombol reduksi noise berfungsi untuk mereduksi piksel noiseyang ada di citra aksara Sunda setelah melakukan proses binerisasi.

Tombol thinning berfungsi untuk melakukan penipisan citra aksara Sunda hasil dari hasil reduksi noise. Citra penipisan akan ditampilkan di citra hasil, dan sistem juga akan menampilkan data hasil alat uji pada kolom masing – masing ke sepuluh alat uji.

(66)

Gambar 4. 6 Implementasi menu utama

4. 7. 2. Implementasi save citra

Di dalam form menu utama ada push button save untuk menyimpan hasil citra thinning aksara Sunda untuk proses thinning.

Gambar 4. 7 Form untuk menyimpan citra hasil thinning

4. 7. 2. 1Implementasibatal menyimpancitra

(67)

Gambar 4. 8Implementasi ketika batal menyimpan citra

4. 7. 2. 2 Implementasi pemberitahuan batal menyimpancitra

Ketika klik button Yes maka berhasil untuk tidak menyimpan citra, tetapi jika klik button No maka akan kembali ke form menyimpan citra.

(68)

Dalam bab ini membahas hasil penelitian penipisan aksara Sunda

diproses menggunakan metode tunjukan dalam Tabel

Dalam bab ini membahas hasil penelitian penipisan aksara Sunda Kwon-Gi-Kang.

Tabel 5. 1 Contoh hasil citra thinning

Gambar Asli Gambar Hasil Thinning

Dalam bab ini membahas hasil penelitian penipisan aksara Sunda

(69)

Nama file

'3.PNG'

'4.PNG'

'5.PNG'

5. 2. Analisis Presentase Jumlah Piksel Berkurang Contoh p

sebelum di lakukan proses penipisan, jumlah piksel akhir setelah di lakukan proses penipisan, dan mengamati presentase jumlah piksel berkurang, hasil tersebut di tunjukan di dalam

jumlah piksel berkurang dalam proses penipisan aksara Sunda dengan metode Kwon-Gi-Kangmenghasilkan rata

adalah 88,9666 %, dan nilai tertinggi 91,6141 %. Standar deviasi untuk presentase jumlah piksel berk

adalah 89,959, dan untuk penyimpangan tertinggi 91, 3328.

Gambar Asli Gambar Hasil Thinning

Analisis Presentase Jumlah Piksel Berkurang

pengamatan terhadap jumlah piksel awal citra aksara Sunda sebelum di lakukan proses penipisan, jumlah piksel akhir setelah di lakukan proses penipisan, dan mengamati presentase jumlah piksel berkurang, hasil tersebut di tunjukan di dalam Tabel 5. 2. Penelitian terhad

jumlah piksel berkurang dalam proses penipisan aksara Sunda dengan metode menghasilkan rata-rata 90,6459 %, dengan nilai terendah adalah 88,9666 %, dan nilai tertinggi 91,6141 %. Standar deviasi untuk presentase jumlah piksel berkurang adalah 0,6869 penyimpangan terendah adalah 89,959, dan untuk penyimpangan tertinggi 91, 3328.

Gambar Hasil Thinning

(70)

Tabel 5. 2 Contoh hasil presentase jumlah piksel berkurang

Nama file Jumlah piksel awal Jumlah piksel akhir Presentase Jumlah piksel berkurang (%)

'0.PNG' 1922 204 89,3861

'1.PNG' 2125 206 90,3059

'2.PNG' 1626 151 90,7134

'3.PNG' 2052 178 91,3255

'4.PNG' 1451 138 90,4893

'5.PNG' 2363 227 90,3936

5. 3. Analisis Waktu Proses Thinning

Contoh pengamatan waktu yang di butuhkan dalam proses penipisan dengan algoritma Kwon-Gi-Kang di tunjukan di dalam Tabel 5. 3. Percobaan di lakukan terhadap 40 citra aksara Sunda membutuhkan waktu rata-rata 0,1838 second, untuk nilai terendah 0,1310 second, dan nilai tertinggi adalah 0,3359 second. Standar deviasi untuk lama waktu proses thinning adalah 0,0393 penyimpangan terendah adalah 0,0917, dan untuk penyimpangan tertinggi 0,1703.

Tabel 5. 3 Contoh hasil lama waktu proses thinning

Nama file Waktu(s)

‘0.PNG’ 0,1361

‘1.PNG’ 0,1912

‘2.PNG’ 0,1564

‘3.PNG’ 0,1639

‘4.PNG’ 0,1471

(71)

5. 4. Analisis Presentase One Pixel Thickness

Contoh pengamatan one pixel thickness dalam proses penipisan dengan algoritma Kwon-Gi-Kang di tunjukan di dalam Tabel 5. 4. Percobaan di lakukan terhadap 40 citra aksara Sunda, dan menghasilkan ketebalan rangka 1 piksel, yaitu dengan rata-rata 81,4668 %, untuk nilai terendah 26,4957 %, dan nilai tertinggi adalah 94,6667 %. Standar deviasi untuk one pixel thickness adalah 10,6271 penyimpangan terendah adalah 70,8397, dan untuk penyimpangan tertinggi 92,0939.

Tabel 5. 4 Contoh hasil presentase one pixel thickness

Nama file Critical Point Not Critical Point Thickness (%) One Pixel

'0.PNG' 146 58 71,5686

'1.PNG' 181 25 87,8641

'2.PNG' 130 21 86,0927

'3.PNG' 159 19 89,3258

'4.PNG' 119 19 86,2319

'5.PNG' 190 37 83,7004

5. 5. Analisis Thinning Rate

Gambar

Gambar 2. 4 Citra Gambar 2. 4 Citra grayscale (Putra, 2010)
Gambar 2. 5 Visualisasi 256 Aras Keabuan (Putra, 2010)
Gambar 2. 6 Posisi picture elemen (i,j) (Putra, 2010)
Gambar 2. 7 3 x 3 mask posisi piksel (Kwon, Gi, and Kang, 2001).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada setiap lokasi habitat yang diamati terdapat vegetasi-vegetasi dominan yang merupakan sumber pakan Babirusa (Babyrousa babyrussa) baik pada tingkat pohon,

Pembuatan pelapis buah dari bahan dasar pati ganyong menggunakan metode (Anggarini dkk, 2016) dengan modifikasi yaitu, memanaskan aquades dengan hot plate hingga

Kenaikan produksi kedelai tahun 2009 terbesar terjadi pada panen subround September-Desember sebesar 916 ton biji kering atau 85,69 persen dibandingkan dengan periode yang sama

Melalui focus group discussion FGD, para subjek yang berusia 7-12 tahun diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana persepsi mereka terhadap sosok dan peran ayah, baik ayah

Oleh karena itu sangat menarik untuk melakukan pembahasan tentang pengguguran kandungan (aborsi) dalam pandangan hukum Islam kaitannya dengan dibolehkannya menurut

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk pengembangan berupa miniatur pembangkit listrik tenaga uap yang dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran

Tema adalah sukma atau jiwa dalam sebuah garapan tari dan membentuk nuansa bagi garapan serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, baik pengalaman hidup,

Metode yang digunakan dalam program pengabdian ini adalah dengan pendampingan di bidang teknologi, manajemen keuangan, manajemen pengelolaan pekerjaan, dan