ANALISIS HISTORICAL COST ACCOUNTING LAPORAN KEUANGAN SETELAH DIKONVERSI KE DALAM GENERAL PRICE LEVEL ACCOUNTING (GPLA)
PADA PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR TBK.
Ranggoko
Fakultas Ekonomi - Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis selisih pada laporan keuangan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 31 Desember 2009 yang telah disesuaikan dengan menggunakan metode
General Price Level Accounting (GPLA).
Objek dalam penelitian ini adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 31 Desember 2009. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan terdiri dari laporan keuangan neraca periode 2009. Faktor konversi diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil Penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara laporan keuangan neraca sebelum konversi dan sesudah konversi. Hal ini menunjukan pula adanya pengaruh inflasi terhadap laporan keuangan neraca.
Kata Kunci: Akuntansi, Historical Cost Accounting, General Price Level Accounting.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the differences in the financial statements of PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Period December 31, 2009 adjusted using the General Price Level Accounting (GPLA).
The object of this research is PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Period December 31, 2009. The data used are secondary data in the form of financial statements comprising consolidated balance sheets of financial periods in 2009. The conversion factor obtained from Badan Pusat Statistik (BPS).
The results showed the difference between the balance sheet prior to conversion and after conversion. It also shows the effect of inflation on the consolidated balance sheet finance.
PENDAHULUAN
Inflasi telah menjadi kenyataan yang penting dan konstan dalam kehidupan hampir semua negara di dunia. Berubahnya nilai mata uang sekarang diakui dengan baik diantara para akuntan dan praktis untuk menyesuaikan terhadapnya dan pada tahun 1979, FASB mengeluarkan standarnya sendiri atas topik itu, yang diberi label eksperimen. SFAS 33 mensyaratkan pengungkapan khusus oleh perusahaan besar tertentu untuk menyajikan laba dari operasi berlanjut yang ditetapkan kembali untuk pengaruh inflasi umum, keuntungan atau kerugian daya beli pada pos nonmoneter, laba dari operasi berlanjut atas dasar biaya kini, jumlah biaya kini dari persedian dan property, pabrik dan peralatan pada akhir tahun fiskal dan kenaikan atau penurunan dalam jumlah biaya kini persedian dan property, pabrik dan peralatan, bersih sesudah inflasi. Pengaruh inflasi ini pertama kali dikemukakan oleh FASB pada bulan oktober 1975 dalam SFAS 8 (Eldon dan Michael, 2000). Namun demikian, akuntansi atas dasar historical cost sampai saat ini masih tetap dipertahankan karena dianggap paling objektif dan verifialibility.
Kenyataan inilah yang sering menimbulkan kritik terhadap penggunaan prinsip biaya historis dan mengusulkan untuk menggunakan prinsip lain yang memperhitungkan adanya perubahan nilai mata uang seperti prinsip akuntansi tingkat harga umum (general price level
accounting), akuntansi tingkat harga umum ini adalah menyamakan nilai uang/daya belinya
dalam satuan skala pengukuran yang sama, dengan tetap berbasis pada historical cost
accounting. Akuntansi tingkat harga umum ini biasanya disajikan sebagai informasi tambahan
dalam pelaporan keuangan (supplementary information) (Yadiati, 2007).
TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Akuntansi
Menurut APB statement No.4, akuntansi adalah sebuah kegiatan jasa (service
activity) fungsinya adalah untuk memberikan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat
finansial, tentang entitas-entitas ekonomi yang dianggap berguna dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi, dalam penetuan pilihan-pilihan logis diantara tindakan-tindakan alternatif. Sedangkan Yadiati (2007) menyatakan akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaaran dengan cara yang berarti atas semua transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan serta penafsiran hasil-hasil.
2.2 Pengertian Laporan Keuangan
laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Disamping itu laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban atau accountability sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya Harahap (2007).
Sejalan dengan Harahap (2007), Hery (2009) menyatakan laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain, laporan keuangan ini berfungsi sebagai alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yang menunjukan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan kinerja perusahaan.
2.3 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut PAI (Harahap, 2007) menyatakan laporan keuangan adalah sebagai berikut. a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva
dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.
c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan didalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
d. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi.
e. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.
2.4 Perubahan Harga
Menurut Yadiati (2007) dan Hendriksen et al. (2000) perubahan harga dibagi menjadi dua jenis.
a. Perubahan harga umum, yaitu perubahan harga barang dan jasa diakibatkan karena kondisi makro ekonomi yang berubah misalnya terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan barang secara umum. Perubahan harga umum akan menimbulkan perubahan daya beli umum (general purchasing power changes), bisa untung/rugi daya beli (purchasing power gain/lost), dalam akuntansi penyesuaian tingkat harga, maka untung/rugi daya beli ini akan diperhitungkan sebagai komponen dalam perhitungan laba.
b. Perubahan harga khusus, yaitu apabila perubahan harga barang dan jasa tertentu karena adanya peningkatan selera konsumen, perubahan teknologi yang menyebabkan harga berubah, sedangkan harga komoditi lainnya tidak berubah. Perubahan harga khusus ini bukan diakibatkan karena keadaan perekonomian berubah secara umum. Perubahan harga khusus menimbulkan untung/rugi fluktuatif harga atau istilah lain holding gains dan/ atau holding loss, untung/rugi karena penahanan. Dalam akuntansi nilai saat ini/current cost accounting holding gains/loss ini harus dimasukkan sebagai komponen laba. Hal ini sangat berbeda dengan akuntansi konvensional (historical cost accounting) yang hanya mengakui keuntungan/kerugian apabila sesuatu item telah benar-benar terealisasi (terjual) atau biasa disebut realized gain/loss.
Secara umum perubahan harga adalah perbedaan jumlah rupiah untuk memperoleh barang atau jasa yang sama pada waktu yang berbeda dalam pasar yang sama (masukan atau keluaran). Dari segi akuntansi, perubahan harga merupakan perbedaan antara cost tercatat suatu objek (pos) dan jumlah rupiah yang menggambarkan nilai objek (pos) pada saat tertentu. Daya beli adalah kemampuan untuk membeli barang dan jasa dengan sejumlah uang tertentu dibandingkan dengan apa yang telah dibeli dengan sejumlah uang yang sama pada waktu yang lalu.
2.5 Konsep Akuntansi Tingkat Harga Umum
Dalam menyesuaikan laporan keuangan historical cost menjadi general price level
accounting (GPLA) historical cost ataupun dalam penerapan current accounting diperlukan
penggolongan akun mana yang termasuk pos moneter dan mana pos yang tergolong nonmoneter (Harahap, 2007).
2.5.1. Item Moneter dan Non-Moneter
a. menurut Yadiati (2007) dan Hendriksen et al. (2000), aset moneter (monetary
aset) adalah penerimaan tunai aset di masa depan tanpa mengaitkan dengan
harga dimasa depan. Kewajiban moneter (monetary liabilities) adalah keharusan untuk membayar tunai di masa depan dengan jumlah dan pembayaran yang sudah ditentukan.
b. menurut Yadiati (2007) dan Harahap (2007) aset non-moneter (non-monetary
asset) adalah penerimaan tunai aset di masa depan dengan dipengaruhi
perubahan harga di masa mendatang. Kewajiban non-moneter (non-monetary
liabilities) adalah keharusan untuk membayar tunai yang besarnya bergantung
pada harga barang dan jasa yang akan diterima di masa yang akan datang. 2.5.2. Penyesuaian Item-Item Spesifik Akibat Perubahan Tingkat Harga Umum
a. Perlakuan Item-Item Moneter
Menurut Yadiati (2007) jumlah item moneter adalah tetap menurut jumlah dolar/rupiah, secara kontrak spesifik atau sebaliknya, tanpa memerhatikan perubahan tingkat harga umum atau spesifik. Walaupun jumlah ini tetap, nilai item-item menurut daya beli berubah. Akibatnya, pemegang item-item moneter mempunyai gains atau losses daya beli akibat adanya perubahan tingkat harga umum. Gains atau losses daya beli akibatnya adanya perubahan tingkat harga umum tersebut merupakan general purchasing power gains or losses atau merupakan gains atau losses daya beli umum (general prices level gains or
losses on monetary item). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut.
Selama periode harga-harga naik/inflasi, maka menahan aset moneter menimbulkan rugi daya beli dari aset moneter, diakui sebagai losses tingkat harga umum dan menahan kewajiban moneter menimbulkan untung daya beli dari kewajiban moneter, diakui sebagai gains tingkat harga umum.
Selama periode harga-harga turun/deflasi, maka menahan aset moneter menyebabkan untung daya beli dari aset moneter, diakui sebagai gains tingkat harga umum dan menahan kewajiban moneter rugi daya beli dari kewajiban moneter, diakui losses tingkat harga umum.
b. Perlakuan Item-Item Non-Moneter dan Ekuitas Pemegang Saham
Menurut Yadiati (2007) item-item non-moneter dinyatakan kembali menurut daya beli umum dengan menggandakan item cost yang dilaporkan pada laporan keuangan berbasis cost historis dengan faktor konversi sebagai berikut.
Indeks Konversi = [ ∑(Pt . Qo) / ∑(Po . Qo) ] x 100 % (2.1)
Keterangan:
Pt = Harga pada tahun t Po = Harga pada tahun dasar Qo = Kuantitas pada tahun dasar
Index Tahun Ini (2.2)
Index ketika Item Nonmoneter diperoleh
Pernyataan kembali ekuitas pemegang saham, kecuali laba ditahan, serupa dengan pernyataan kembali item-item non-moneter. Modal yang diinvestasikan mula-mula dikalikan dengan faktor konversi berikut.
Index Tahun Ini (2.3)
Index ketika Modal Diinvestasikan
Maka rumus yang digunakan untuk menyesuaikan laporan keuangan historis kedalam General Price Level Accounting sebagai berikut.
Indeks Tahun Sekarang (2.4)
GPLA= Pos-pos Neraca x
Indeks Tahun Dasar Sedangkan untuk laba ditahan dapat dinyatakan kembali dengan.
a. Mula-mula laporan keuangan cost historis dinyatakan kembali menurut unit daya beli umum kini. Laba ditahan dapat ditentukan secara sederhana sebagai residual setelah semua item-item lain dalam neraca dinyatakan kembali.
b. Pada periode berikutnya, laba ditahan akhir periode dalam unit-unit daya beli umum kini dapat ditentukan dengan:
Income neto dalm unit-unit daya beli umum kini dilaporkan dalam laporan tingkat harga umum (mencakup gains atau losses tingkat harga umum dari item-item moneter).
Penyesuaian dihasilkan dari losses tingkat harga umum dari item-item ekuitas pemegang saham moneter.
2.5.3. Perbedaan Moneter dan Non-Moneter
Menurut Yadiati (2007) dan Harahap (2007) harus dibedakan antara item-item moneter dengan nonmoneter, karena kedua jenis item tersebut akan diperlakukan secara berbeda. Perbedaan antara item-item moneter dengan nonmoneter sangat jelas. Item-item moneter mengenal gain atau loss daya beli. Sedangkan item-item moneter tidak ada. Untuk lebih jelasnya, klasifikasi item-item moneter dan non-moneter dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Item-Item Moneter dan Non-Moneter
Aktiva-aktiva Moneter Non-Moneter
Aset:
1. Kas yang ditangan dan deposito bank (dolar/rupiah) X
2. Deposito berjangka (dolar/rupiah) X
3. Mata uang asing yang dipegang dan klaim dalam mata uang
asing X
4. Sekuritas yang dapat dijual:
Saham biasa X
Saham istimewa (nonkroversi, nonpartisipasi) X Obligasi konvertibel (sampai terkontroversi, yang
menunjukan hak untuk menerima sejumlah dolar dengan
nilai tetap) X
5. Piutang dagang dan wesel X
6. Cadangan kerugian piutang dagang dan wesel X
7. Persediaan X
8. biaya dibayar di muka X
9. Piutang jangka panjang X
10. Fasilitas fisik (properties, plants, and equipments) X
11. Depresiasi akumulasi fasilitas fisik X
12. Uang muka perjanjian pembelian X
13. Aset tak berwujud X
Kewajiban:
14. Utang usaha dan wesel X
15. Utang biaya akrual X
16. Utang obligasi X
17. Hak minoritas dalam perusahaan anak konsolidasi X
Ekuitas:
18. Ekuitas pemegang saham biasa (kecuali modal saham yang
dapat disebut pada harga dan waktu tertentu). X
2.6 Keuntungan dan Kelemahan General Price level Accounting
Harahap (2007), dalam metode General Price Level misalnya metode Historical Cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi General Price
Level ini lebih besar daripada nilai historis.
2.6.1. Keuntungan General Price Level Accounting (GPLA) a. Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan.
b. Meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode.
c. Membantu pemakai laporan menilai arus kas di masa yang akan datang secara lebih baik.
d. Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
2.6.2. Kelemahan General Price Level Accounting (GPLA)
a. Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan.
b. GPLA tidak bermakna bagi perusahaan.
c. Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas. d. Rasio itu adalah indikator mentah.
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian dilakukan untuk mencari data skunder atau informasi-informasi dengan mempelajari buku-buku dan artikel-artikel lain baik dari koran maupun internet yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas.
b. Penelitian Lapangan
Dalam hal ini studi lapangan yang dilakukan adalah pengamatan dengan cara mendatangi langsung perusahaan yang menjadi objek penelitian.
3.2 Alat Analisis yang Digunakan
a. Table yang merupakan penyajian pos-pos sebelum dan sesudah konversi dengan menggunakan metode tingkat harga umum (General Price Level Accounting). Kolom laporan keuangan berisikan pos-pos dalam laporan keuangan yang dalam hal ini adalah pos-pos dalam neraca. Kolom sebelum penyesuaian berisikan nilai dari masing-masing pos laporan keuangan sebelum dilakukan konversi dengan index harga konsumen. Kolom faktor konversi berisikan indeks tingkat harga umum sebagai pembanding untuk menyajikan laporan keuangan yang relevan terhadap adanya perubahan nilai uang. Kolom setelah penyesuaian berisikan nilai dari masing-masing pos laporan keuangan yang telah dihitung ulang menggunakan kolom faktor konversi.
b. Cara mengkonversi ke dalam GPLA
Indeks Tahun Sekarang
GPLA= Pos-pos Neraca x (2.4)
Indeks Tahun Dasar
Indeks Konversi = [ ∑(Pt . Qo) / ∑(Po . Qo) ] x 100 % (2.1)
PEMBAHASAN 4.1 Neraca
Penyajian laporan keuangan neraca PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Sebelum dan setelah dikonversi dengan Indeks Harga Konsumen sebagai berikut.
Tabel 4.1
PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan Anak Perusahaan Neraca Konsolidasi Periode 31 Desember 2009 ASET Historical Cost Accounting Faktor Konversi GPLA ASET LANCAR
Kas dan setara kas 4.474.830 117/117 4.474.830
Investasi jangka pendek 331.330 117/117 331.330
Piutang - Usaha
• Pihak ketiga - setelah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu sebesar Rp 59.265 pada tahun 2009
(2008: Rp 86.835) 1.843.516 117/117 1.843.516
• Pihak yang mempunyai
hubungan istimewa 112.650 117/117 112.650
- Bukan usaha
• Pihak ketiga – bersih 226.786 117/117 226.786 • Pihak yang mempunyai
hubungan istimewa 113.522 117/117 113.522
Persediaan - bersih 5.117.484 117/115 5.206.484
Uang muka dan jaminan 241.404 117/117 241.404
Pajak dibayar di muka 271.422 117/114 278.565
Beban tanaman tebu
ditangguhkan
112.613 117/115 114.571 Biaya dibayar di muka dan aset
lancar lainnya
109.256 117/114 112.131
Jumlah Aset Lancar 12.954.813 13.055.789
ASET TIDAK LANCAR
Tagihan pajak penghasilan 630.856 117/117 630.856
Piutang plasma – bersih 498.137 117/117 498.137
Aset pajak tanguhan – bersih 348.599 117/114 357.772 Penyertaan jangka panjang dan
uang muka untuk pembelian
investasi 31.640 117/114 32.473
Tanaman perkebunan
- Tananam menghasilkan – setelah dikurangi akumulasi
amortisasi sebesar
Rp1.043.718 pada tahun 2009
(2008: Rp803.377) 3.692.003 117/146 2.958.659
Aset tetap - setelah dikurangi akumulasi penyusutan sebesar Rp6.265.789 pada tahun 2009 (2008: Rp5.578.072)
10.808.449 Lampirkan 12.697.706
Beban ditangguhkan – bersih 494.288 117/117 494.288
Goodwill – bersih 4.387.760 Lampirkan 9.320.103
Aset tidak berwujud – bersih 2.464.910 117/117 2.464.910 Aset tidak lancar lainnya 2.044.473 117/114 2.098.275
Jumlah aset tidak lancar 27.428.140 33.633.547
JUMLAH ASET 40.382.953 46.689.336
KEWAJIBAN DAN EKUITAS Kewajiban Lancar
Hutang bank jangka pendek dan
cerukan 5.017.603 117/117 5.017.603
Hutang trust receipts 363.756 117/117 363.756
Hutang - Usaha
• Pihak ketiga 1.604.014 117/117 1.604.014
• Pihak yang mempunyai
hubungan istimewa 82.604 117/117 82.604
- Bukan usaha
• Pihak ketiga 507.690 117/117 507.690
• Pihak yang mempunyai
hubungan istimewa 290.317 117/117 290.317
Beban masih harus dibayar 1.326.468 117/117 1.326.468
Hutang pajak 629.569 117/117 629.569
Pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun
- Hutang bank 1.331.737 117/117 1.331.737
- Hutang obligasi – bersih - -
- Hutang sewa pembiayaan 5.204 117/117 5.204
Jumlah Kewajiban Lancar 11.158.962 11.158.782
KEWAJIBAN TIDAK
LANCAR
Pinjaman jangka panjang – setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun
- Hutang bank 6.242.949 117/117 6.242.949
- Hutang obligasi – bersih 4.313.910 117/117 4.313.910
- Hutang sewa pembiayaan 1.039 117/117 1.039
Jumlah pinjaman jangka panjang 10.557.898 117/117 10.557.898 Kewajiban pajak tangguhan –
bersih 1.764.578 117/117 1.764.578
Tab
Kewajiban tidak lancar lainnya 154.481 117/117 154.481 Jumlah Kewajiban Tidak
Lancar
13.727.819 13.727.819
JUMLAH KEWAJIBAN 24.886.781 24.886.781
HAK MINORITAS ATAS
ASET BERSIH ANAK
PERUSAHAAN
5.340.677 117/117 5.340.677 EKUITAS
Modal saham – nilai nominal Rp100 per saham
Modal dasar – 30.000.000.000 saham
Modal ditempatkan dan disetor
penuh – 8.780.426.500 saham 878.043 117/116 885.612
Agio saham 1.497.733 117/117 1.497.733
Selisih nilai transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali
(975.484) 117/114 (1.001.154) Laba yang belum terealisasi atas
investasi efek – bersih 250.167 117/114 256.750
Selisih perubahan ekuitas anak
perusahaan 1.507.588 117/114 1.547.261
Selisih kurs atas penjabaran
laporan keuangan 5.880 117/114 6.035 Saldo laba - Telah ditentukan penggunaannya 65.000 117/114 66.710 - Belum ditentukan penggunaanya 6.926.568 117/114 7.108.846
Jumlah Ekuitas Bersih 10.155.495 10.394.793
JUMLAH KEWAJIBAN DAN
Tabel 4.2
Nilai Aset Tetap setelah Dikurangi Akuntansi Penyusutan Akhir Tahun 2009 (dalam jutaan rupiah)
Aset Tetap Nilai
Historis Konversi Faktor Tingkat Harga Umum Tanah 2005 557.104 137/110 693.848 2006 (22.623) 146/119 (27.756) 2007 533.250 156/139 598.468 2008 175.495 158/147 188.627 2009 92.964 117/114 95.410 Total 1.548.597
Bangunan, struktur dan pengembangan 2005 1.928.636 137/110 2.402.028 2006 20.150 146/119 24.722 2007 601.439 156/139 674.996 2008 412.998 158/147 443.903 2009 135.851 117/114 139.426 Total 3.685.125
Mesin dan Peralatan
2005 3.092.342 137/110 3.851.371 2006 (123.770) 146/119 (151.852) 2007 364.418 156/139 408.987 2008 888.920 158/147 955.438 2009 862.320 117/114 885.013 Total 5.948.957 Alat-alat Tranportasi 2005 276.462 137/110 344.321 2006 552.480 146/119 677.833 2007 79.970 156/139 89.750 2008 12.641 158/147 13.587 2009 125.582 117/114 128.887 Total 1.254.378 Tangki Penyimpanan 2005 3.642 137/110 4.536
2006 - - -
2007 - - -
2008 - - -
2009 - - -
Total -
Perabotan dan Peralatan Kantor 2005 154.613 137/110 192.563 2006 (20.964) 146/119 (25.720) 2007 28.675 156/139 32.182 2008 1.349 158/147 1.450 2009 9.361 117/114 9.607 Total 209.542
Jalan dan Jembatan
2005 29.864 137/110 37.194 2006 3.270 146/119 4.012 2007 - - 2008 - - 2009 - - Total - Pengembangan Gedung yang disewa 2005 17.703 137/110 22.048 2006 (1.624) 146/119 (1.992) 2007 (583) 156/139 (654) 2008 (171) 158/147 (184) 2009 433 117/114 444 Total 19.662
Aset Sewa Guna Usaha
2005 - - - 2006 225 146/146 225 2007 8.418 156/139 9.447 2008 15.858 158/147 17.044 2009 (4.608) 117/114 4.729 Total 31.445
Tabel 4.3 Goodwill akhir tahun 2009
Tahun Nilai Historik Faktor Konversi Tingkat Harga umum
2008 4.481.524 158/147 4.816.876
2009 4.387.760 117/114 4.503.227
Total 9.320.103
Selama tahun 2007-2008, adanya akuisisi yang dilakukan oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk dimana pada saat akuisisi atas anak perusahaan tersebut dicatat dengan metode pembelian. Goodwill yang timbul dari akuisisi ini diamortisasi selama 20 tahun dengan menggunakan metode garis lurus dan disajikan sebagai bagian dari akun “Goodwill bersih” pada neraca konsolidasi.
4.2 Rangkuman
Tabel 4.4 Rangkuman
Keterangan Historical Cost GPLA
Aset 40.382.953 46.689.336
Kewajiban dan Ekuitas 40.382.953 40.622.251
Kesimpulan
Dari analisa hasil penelitian, ada perbedaan antara laporan keuangan perusahaan sebelum dan sesudah dilakukan konversi dengan mengunakan metode General Price Level Accounting (GPLA) dan faktor konversi menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK), yaitu terjadi selisih sebesar Rp6.306.383,- untuk Aset dan Rp239.298,- untuk Kewajiban dan Ekuitas.