Volume 21 (1): 44 -52, 2015
44 Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Medan
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN KEMAMPUAN NUMERIK TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA
Betty M. Turnip
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan
Diterima 22 November 2014, disetujui untuk publikasi 15 Januari 2015
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan : 1) hasil belajar fisika dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional, (2) hasil belajar fisika siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi dan kemampuan numerik rendah, dan (3) interaksi antara strategi pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional dengan kemampuan numerik dalam meningkatkan hasil belajar fisika. Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas X SMAN 14 dan SMAN 21 Medan. Sampel penelitian diambil 4 kelas yang ditentukan dengan teknik cluster random sampling, yaitu kelas eksperimen SMAN 14 sebanyak 40 orang dan SMAN 21 sebagai kelas kontrol sebanyak 40 orang. Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan analisis varians (ANAVA) 2 x 2. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) 2 x 2 diperoleh harga sig. 0,000 lebih kecil dari harga α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada interaksi strategi pembelajaran dan kemampuan numerik terhadap hasil belajar fisika siswa pada materi pokok listrik dinamis di kelas X SMAN 14 dan SMAN 21 Medan.
Kata kunci : strategi pembelajaran, kemampuan numerik,
hasil belajar.
Pendahuluan
Masalah kualitas pendidikan di Indonesia menjadi isu hangat terutama lembaga pendidikan yang bertanggung-jawab melaksanakan pendidikan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan, antara lain dengan meningkatkan kualitas tenaga kependidikan melalui program sertifikasi jenjang pendidikan, mengadakan pelatihan, penataran, mengadakan buku ajar, menyempurnakan kurikulum serta kelengkapan fasilitas pembelajaran.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, yakni faktor- faktor yang berhubungan dengan (1) kualitas pembelajaran dan tenaga kependidikan
(Kepala Sekolah, Pengawas dan Penilik), (2) kurikulum, (3) metode pembelajaran, (4) bahan ajar, (5) media pembelajaran dan (6) manajemen pendidikan. Keenam elemen ini saling terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas mutu pembelajaran di sekolah dapat diawali dari rancangan skenario pembelajaran. Proses pembelajaran yang dirancang dengan baik akan meningkatkan kualitas hasil belajar.
Reigeluth mengemukakan, bahwa hasil belajar harus efektifitas (effectiveness), efisiensi (effeciency), dan daya tarik (appeal) (Reigeluth, 2006).
Fisika merupakan pendidikan yang
mengembangkan cara berpikir kritis,
sistematis, logis dan kreatif membentuk
manusia menjadi handal dan kompeten secara
global. Selain itu, pada dasarnya fisika adalah
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 21 Nomor 1 Maret 2015 45 ilmu pengetahuan yang menarik, karena fisika
mengkaji gejala–gejala atau fenomena–
fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hukum semesta yang terjadi dalam kehidupan sehari–
hari. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan- keterampilan yang ada pada materi pokok fisika.
Namun kenyataannya ditemukan bahwa sebagian besar siswa belum berhasil menguasai pengetahuan, keterampilan dan konsep–konsep fisika. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai fisika yang lebih rendah dari skor Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 65. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika membimbing siswa dalam melaksanakan Program Pengalaman Lapangan Terpadu (PPLT) dan dari hasil wawancara terhadap guru diperoleh beberapa faktor penyebab rendahnya nilai fisika, antara lain (1) strategi pembelajaran kurang tepat dan kurang bervariasi, dominasi penggunaan metode ceramah, penugasan siswa mengerjakan soal–soal fisika secara individual dan secara mekanistis sehingga siswa yang kurang mampu akan tetap ketinggalan, (2) minimnya media pendukung siswa dalam memahami konsep–konsep fisika, atau dalam mendemonstrasikan peristiwa fisika di depan kelas. Ironisnya sejumlah guru sudah memperoleh sertifikat sebagai guru profesional namun tidak menerapkan profesionalisme yang diperoleh dari PLPG, (3) siswa kurang aktif dan kurang berminat.
Sebagian besar siswa menganggap fisika adalah pelajaran yang sangat sulit, penuh dengan rumus yang rumit, membosankan, sarat dengan latihan soal-soal yang membingungkan. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran fisika siswa kurang dilibatkan, oleh sebab itu harus dicari upaya untuk mengatasi masalah tersebut sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka perlu dipilih strategi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan proses pembelajaran yang aktif, menyenangkan, saling membantu,
saling tukar pengetahuan, interaktif dengan guru dalam mengerjakan tugas atribut ini merupakan strategi pokok dalam pembelajaran kooperatif. Sherman (2001) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar. Kelompok kecil terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan setiap anggotanya saling membantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Pembelajaran kooperatif menurut Slavin yang dikutip oleh Isjoni (Isjoni, 2001) adalah sistem belajar di mana belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif, sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Ciri khas lain dalam proses pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif adalah adanya pembelajaran gotong royong, yaitu sistem belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan ,Kenneth 2005 dan (Lie, 2009).
Menurut Johnson (2008) strategi pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori ketergantungan sosial terdiri dari ketergantungan positif dan ketergantungan sosial negatif. Kedua jenis ketergantungan ini berdampak pada proses psikologis individu ketika individu tersebut melakukan kegiatan proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu proses penciptaan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat bekerja sama dalam kelompok yang heterogen (Melvin, 2011).
Pembelajaran kooperatif akan berhasil jika siswa memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, dan salah satu dari kemampuan itu adalah kemampuan numerik.
Kemampuan numerik merupakan bagian dari inteligensi manusia (Kenzie, 2002).
Pembelajaran fisika harus dilaksanakan
dengan metode ilmiah yang tahapannya
adalah sebagai berikut merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, merancang,
46 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 21 Nomor 1 Maret 2015 melaksanakan eksperimen, menganalisis data
pengamatan, serta menarik kesimpulan.
Pembelajaran fisika di SMA ditujukan untuk melatih siswa agar mampu mengobservasi dan melakukan percobaan. Oleh karena itu pembelajaran fisika tidak dapat dilakukan secara individual tetapi harus secara kooperatif, baik dalam bidang pengetahuan, afektif, dan psikomotor. Matematika merupakan alat bantu dalam proses penyelesaian soal-soal dalam fisika, oleh karena itu kemampuan numerik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran kooperatif di samping faktor-faktor lain seperti motivasi, minat terhadap mata pelajaran, dan iklim belajar di sekolah, dan lainnya.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui perbedaan hasil belajar fisika siswa yang diberikan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diberikan strategi pembelajaran konvensional.
(2) mengetahui perbedaan hasil belajar fisika siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah dan kemampuan numerik tinggi, dan (3) mengetahui interaksi antara strategi pembelajaran kooperatif dan strategi pembelajaran konvensional dengan kemampuan numerik dalam meningkatkan hasil belajar fisika.
Strategi pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengakui dan menerapkan teori ketergantungan sosial di mana setiap individu saling tergantung untuk mencapai tujuannya.
Dalam prakteknya, strategi pembelajaran kooperatif mewujudkan teori ini dalam bentuk belajar berkelompok dengan berbagai variasi, sedangkan strategi pembelajaran konvensional
mengandalkan pembelajaran dengan metode ceramah, di mana yang paling berperan aktif adalah guru. Dari uraian mengenai ciri, praktek dan teori yang melandasi strategi pembelajaran kooperatif, strategi pembelajaran konvensional, dan kemampuan numerik yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian akan lebih efektif belajar melalui strategi pembelajaran kooperatif karena strategi ini lebih mengakomodasi ciri utama kemampuan numerik ketimbang strategi pembelajaran konvensional (Setiawan, 2007). Oleh karena itu, diduga mengharapkan siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah yang diberi strategi pembelajaran kooperatif akan menunjukkan hasil belajar tidak lebih baik daripada siswa berkemampuan numerik rendah yang diberi strategi pembelajaran konvensional.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 14 Medan dan SMA Negeri 21 Medan yang terletak pada satu kecamatan yaitu kecamatan Medan Denai, dan waktu penelitian dilaksanakan adalah pada semester genap tahun pembelajaran 2012/2013.
Penelitian ini melibatkan dua kelas dari dua sekolah yaitu, SMA N14 Medan sebagai kelas eksperimen (di mana kelas X-2 dan X-5 dijadikan sebagai kelas eksperimen) dan SMAN 21 Medan sebagai kelas kontrol (di mana kelas X-1 da X-3 dijadikan sebagai kelas kontrol. Jenis penelitian ini merupakan quasi eksperimen.
Tabel 1 : Tabel Weiner keterkaitan antara variabel terikat, variabel bebas dan variabel moderator.
Kemampuan Numerik
(A)
Strategi Pembelajaran (B) Strategi Pembelajaran
Konvensional (B
1)
Strategi Pembelajaran Kooperatif (B
2)
Rendah (A
1) A
1B
1A
1B
2 RTinggi (A
2) A
2B
1A
1B
2 TRendah (A1) k e
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 21 Nomor 1 Maret 2015 47 Adapun teknik penganalisaan data
penguasaan konsep awal dan hasil belajar Fisika belajar siswa pada penelitian ini adalah : Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua sampel berdistribusi normal atau tidak. Kriteria pengujian ini adalah L
hitung< L
tabelmaka sampel berdistribusi normal. Jika L
hitung> L
tabelmaka sampel tidak berdistribusi normal.
Uji homogenitas berfungsi untuk mengetahui apakah penyebaran kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. Menurut Sudjana (2005), untuk uji homogenitas data populasi digunakan uji kesamaan varians, dengan rumus.
2 2
2 1