• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

The Effects of Nitrogen And Sulfur Addition Corn Straw Ensilage on NH3 And VFA Consentration of Rumen Beef Cattle (In Vitro)

Aliza Ferdian Laksana*, Rahmat Hidayat**, Atun Budiman**

* Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015

** Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

email: aliza.ferdian@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami jagung terhadap konsentrasi NH3 dan VFA rumen sapi potong in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dari 3 April sampai 30 Mei 2015. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.

Perlakuan yang diberikan terdiri atas: P0 (ensilase jerami jagung dengan aditif 0% nitrogen dan 0% sulfur), P1 (ensilase jerami jagung dengan aditif 2% nitrogen dan 0,150% sulfur), P2 (ensilase jerami jagung dengan aditif 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur), dan P3 (ensilase jerami jagung dengan aditif 3% nitrogen dan 0,225% sulfur). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam guna mengetahui perbedaan antara perlakuan dan dianalisis lanjut dengan Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami jagung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi NH3 dan VFA rumen sapi potong. Penambahan 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur pada ensilase jerami jagung menghasilkan konsentrasi NH3

(18,06 mM) dan konsentrasi VFA (171,90 mM) yang tertinggi.

Kata Kunci: nitrogen, sulfur, ensilase, jerami jagung, NH3, VFA, in vitro

ABSTRACT

The aim of research was to know the effect of nitrogen and sulfur addition on corn straw ensilage to concentration on NH3 and VFA of rumen beef cattle (in vitro). The research was conducted at the Laboratory of Ruminant Nutrition and Feed Chemistry, Animal Husbandry Padjadjaran University from April 3th until May 30th 2015. The research used experimental method with a Completely Randomized Design. There are four treatments with five replications. The treatments arranged as follows: P0 (ensilage corn straw with additive 0% nitrogen and 0% sulfur), P1 (ensilage corn straw with additive 2% nitrogen and 0,150% sulfur), P2 (ensilage corn straw with additive 2,5% nitrogen and 0,186% sulfur), and P3 (ensilage corn straw with additive 3% nitrogen and 0,225% sulfur). Data were analyzed by analysis of varian and Duncan multiple range test. The result of the research showed that the addition of nitrogen and sulfur affected NH3 and VFA concentration significantly (P<0,05). Addition 2,5% nitrogen and 0,186% sulfur had the highest NH3 consentration (18,06 mM) and VFA consentration (171,90 mM).

Keywords: nitrogen, sulfur, ensilage, corn straw, NH3, VFA, in vitro

(2)

2 PENDAHULUAN

Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan dengan kualitas dan kuantitasnya yang terjamin. Adanya faktor penghambat dalam penyediaan hijauan mendorong upaya untuk mencari bahan pakan alternatif sebagai sumber hijauan yang potensial, salah satu bahan pakan yang dapat digunakan adalah limbah pertanian dari tanaman jagung, yaitu jerami jagung. Jerami jagung dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Pemanfaatan jerami jagung sebagai pakan ternak telah dilakukan terutama untuk ternak sapi, kambing, dan domba. Pada musim kemarau peternak kekurangan hijauan untuk pakan, sehigga untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya pengawetan jerami jagung pada musim hujan. Upaya pengawetan jerami jagung dapat dilakukan dengan proses ensilase.

Ensilase ialah suatu proses fermentasi dengan maksud mengawetkan jerami dalam keadaan basah (Komar, 1984). Jerami jagung memiliki kualitas nutrien yang rendah, sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas jerami jagung sebagai pakan. Upaya pengkayaan nutrien jerami jagung dapat dengan penambahan nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase.

Kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan mikroba, pada umumnya berasal dari karbohidrat mudah larut dari bahan yang ditambahkan. Bahan yang ditambahkan dikenal sebagai aditif. Aditif sumber nitrogen yang biasa dipergunakan adalah nitrogen anorganik di antaranya urea.

Penambahan urea dan ammonia dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan komponen dinding sel dari bahan pakan yang difermentasi secara anaerob (Bolsen, dkk., 1992).

Pada sintesa protein dibutuhkan sulfur untuk pembentukkan asam amino yang mengandung gugus sulfur seperti sistin, sistein dan methionin. Fungsi utama sulfur ialah untuk menyokong pembentukan asam amino yang mengandung sulfur seperti sistin dan methionin untuk sintesa protein mikroba.

Kandungan nitrogen dan sulfur penyusun protein yaitu, nitrogen berkisar antara 15,5 – 18,0%, dan sulfur berkisar antara 0,5 – 2,0% (Anggorodi,1994). Berdasarkan rata-rata dari

(3)

3 perhitungan terhadap proporsi penggunaan nitrogen dengan sulfur untuk pembuatan silase adalah 13,4:1.

Silase jerami jagung yang diberikan kepada ternak ruminansia akan difermentasi oleh mikroba rumen menghasilkan metabolit di antaranya adalah amonia. Amonia atau NH3 merupakan hasil degradasi protein dan NPN dalam bahan pakan. Mikroba rumen membutuhkan NH3 antara 3,5-14 mM (Sutardi, 1992).

Pada ternak ruminansia, VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia asal rumen. Semakin mudah pakan difermentasi oleh mikroba rumen, akan semakin tinggi konsentrasi VFA yang dihasilkan. Konsentrasi asam lemak terbang yang baik untuk pertumbuhan optimum mikroba rumen adalah 80-160 mM (Sutardi, 1977).

Evaluasi jerami jagung hasil fermentasi anaerob yang disuplementasi nitrogen dan sulfur diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Nilai manfaat suatu bahan pakan dapat diuji melalui penentuan fermentabilitasnya dalam rumen berdasarkan indikator nilai produksi NH3 dan VFA. Salah satu cara untuk mendapatkan hal tersebut dapat dilaksanakan melalui metode in vitro.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian yang digunakan adalah jerami jagung sebanyak 80 kg berasal dari limbah pemanenan jagung (Zea mays L.) Pioneer 12 yang dipanen berumur kurang lebih 100 HST. Bahan lainnya adalah cairan rumen sapi potong, urea, natrium sulfat, molases, saliva buatan, gas karbondioksida (CO2), HgCl2 dan zat kimia untuk analisis NH3 dan VFA. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat uji in vitro, pengukur produksi NH3 dan pengukur produksi VFA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (P0 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 0% nitrogen dan 0% sulfur, P1 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2% nitrogen dan 0,150% sulfur, P2 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur, P4 = Ensilase jerami jagung dengan aditif

(4)

4 3% nitrogen dan 0,225% sulfur) dan lima kali ulangan sehingga diperoleh 20 unit percobaan.

Peubah yang diamati adalah produksi NH3 yang ditentukan dengan teknik mikrodifusi Conway dan produksi VFA yang dianalisis dengan metode penyulingan uap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3

NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa nitrogen yang dibutuhkan, diserap, dan dimanfaatkan oleh mikroorganisme rumen untuk pertumbuhan dan pembentukan protein mikrobial. Kandungan protein dalam jerami jagung dan aditif nitrogen akan didegradasi menjadi asam amino oleh mikroba rumen, yang selanjutnya asam amino tersebut akan dirombak menjadi amonia.

Hasil penelitian pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam ensilase jerami jagung terhadap NH3 dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi NH3 Hasil Penelitian

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

……….. mM ………..

1 5,90 14,20 18,25 17,30

2 6,00 13,60 16,35 17,05

3 5,45 12,05 17,85 15,90

4 4,50 14,10 18,35 18,75

5 4,60 14,20 19,50 20,20

Total 26,45 68,15 90,30 89,20

Rata-rata 5,29 13,63 18,06 17,84

Keterangan:

P0 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 0% nitrogen dan 0% sulfur, P1 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2% nitrogen dan 0,150% sulfur, P2 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2,5%

nitrogen dan 0,186% sulfur, dan P3 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 3% nitrogen dan 0,225%

sulfur

Rataan konsentrasi NH3 setiap perlakuan terlihat dari urutan terendah sampai tertinggi berturut-turut yaitu P0 = 5,29 mM, P1 = 13,63 mM, P3 = 17,84 mM, dan P2 = 18,06 mM.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa ensilase jerami jagung tanpa ditambahkan nitrogen

(5)

5 jagung yang ditambahkan nitrogen sebanyak 2,5% dan sulfur sebanyak 0,186% memiliki konsentrasi NH3 yang tertinggi yaitu 18,06 mM.

Pemberian sumber nitrogen yang lebih tinggi akan menyebabkan jumlah NH3 yang terbentuk lebih tinggi, namun pada batas tertentu tidak lagi terjadi peningkatan karena kebutuhan mikroba sudah tercukupi. Menurut Ranjhan (1980), faktor yang mempengaruhi konsentrasi amonia adalah kadar protein pakan, kelarutan protein, sumber dan proporsi karbohidrat terlarut. Karbohidrat terlarut yang tersedia di P3 kemungkinan lebih rendah dibandingkan dengan P2. Hal ini berkaitan dengan ensilasenya. Mikroba dalam silase selama ensilase pada P3 banyak menggunakan karbohidrat terlarut, sehingga pada saat difermentasi di rumen menghasilkan NH3 yang rendah dibandingkan P2. Hal ini didukung oleh data VFA yang menunjukkan hasil yang lebih rendah pada P3 dibandingkan P2.

Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh perbedaan yang nyata penambahan nitrogen dan sulfur terhadap konsentrasi NH3 dalam silase jerami jagung. Guna mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut jarak berganda Duncan. Hasil uji lanjut jarak berganda Duncan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Signifikansi Uji Jarak Berganda Duncan NH3

Perlakuan Rataan Signifikansi (0,05)

……….mM………

P0 5,29 a

P1 13,63 b

P3 17,84 c

P2 18,06 c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata (P≤0,05) Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan konsentrasi NH3 di antara perlakuan. P0 menghasilkan konsentrasi NH3 yang paling rendah, hal ini disebabkan karena sedikitnya konsentrasi nitrogen, sehingga kebutuhan mikroba rumen kurang tercukupi. P2 memiliki konsentrasi NH3 yang paling tinggi diantara perlakuan. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah protein dan NPN yang mudah dicerna oleh protein mikroba.

(6)

6 Protein mikrobial adalah bentuk protein yang sederhana, sehingga dalam rumen dapat didegradasi dengan mudah untuk menghasilkan NH3 yang tinggi. Dalam penelitian menunjukkan konsentrasi NH3 melebihi nilai kecukupan NH3 dalam in vivo. Sutardi (1992), menyatakan bahwa mikroba rumen membutuhkan NH3 antara 3,5-14 mM. Pemberian nitrogen 2,5% dan sulfur 0,186%

menghasilkan konsentrasi NH3 yang tinggi dalam metode in vitro karena mikroba rumen masih dapat hidup optimal.

NH3 yang diserap akan dikonversi oleh hati menjadi urea yang sebagian akan disimpan dalam saliva dan bagian lainnya disekresikan melalui urin. Penyerapan NH3 yang berlebihan akan meracuni ternak karena bagian amonia yang tidak dirubah menjadi urea akan berubah menjadi nitrit. Nitrit merupakan zat yang berbahaya dalam tubuh ternak. Menurut Irmanto dan Suyatna (2009) efek toksik yang ditimbulkan oleh nitrit adalah methemoglobin, yaitu merupakan penghambatan terhadap pengangkutan oksigen di dalam aliran darah. Jika jumlah methemoglobin lebih dari 15% dari total hemoglobin maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut sianosis.

Sianosis merupakan suatu keadaan dimana seluruh jaringan tubuh kekurangan oksigen.

Tingginya konsentrasi NH3 dalam rumen menunjukkan kemungkinan protein dan NPN yang terkandung dalam jerami jagung mudah terdegradasi oleh mikroba rumen. Sesuai dengan pendapat Puastuti dkk. (2012), bahwa protein dari beberapa bahan memiliki tingkat kelarutan yang berbeda- beda. Semakin tinggi kelarutan bahan pakan maka akan semakin mudah pula terdegradasi dalam rumen.

Pada perlakuan P3 terjadi penurunan konsentrasi NH3, sedangkan pemberian nitrogen lebih tinggi. Terjadinya penurunan NH3 berkaitan dengan proses perombakan sumber nitrogen urea oleh bakteri rumen. Pada perlakuan P3 terjadi penurunan populasi bakteri, sehingga aktivitasnya pun dalam mendegradasi sumber nitrogen menjadi amonia berkurang. Keadaan tersebut terindikasi dugaan terjadi toksiksitas sulfur pada level tersebut. Pemberian sulfur sebanyak 0,225% dalam ensilase tidak disarankan untuk digunakan.

(7)

7 VFA atau Volatile Fatty Acid merupakan hasil akhir dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen. Hasil fermentasi karbohidrat yang utama yaitu asetat, propionat, butirat, valerat dan format.

VFA merupakan sumber energi bagi mikroba rumen serta penyusun kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba. Konsentrasi VFA yang tinggi menunjukkan tingginya kandungan karbohidrat yang difermentasi oleh mikroba rumen.

Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sumber sulfur dalam ensilase jerami jagung terhadap konsentrasi VFA dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi VFA Hasil Penelitian

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

……….. mM ………..

1 99,00 139,50 159,50 138,00

2 94,50 134,00 179,50 123,50

3 98,00 129,00 170,50 130,00

4 103,50 135,50 185,50 138,00

5 95,00 134,00 164,50 134,00

Total 490,00 672,00 859,50 663,50

Rata-rata 98,00 134,40 171,90 132,70

Keterangan:

P0 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 0% nitrogen dan 0% sulfur, P1 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2% nitrogen dan 0,150% sulfur, P2 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 2,5%

nitrogen dan 0,186% sulfur, dan P3 = Ensilase jerami jagung dengan aditif 3% nitrogen dan 0,225%

sulfur

VFA yang diproduksi dari silase jerami jagung dengan penambahan sumber nitrogen dan sulfur memiliki hasil yang beragam. Dapat dilihat rataan konsentrasi VFA setiap perlakuan dari urutan terendah sampai tertinggi berturut-turut yaitu P0 = 98 mM, P3 = 132,70 mM, P1 = 134,40 mM, dan P2 = 171,90 mM. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ensilase jerami jagung yang tanpa ditambahkan nitrogen dan sulfur memiliki konsentrasi VFA terendah yaitu 98 mM, sedangkan ensilase jerami jagung yang ditambahkan nitrogen sebanyak 2,5% dan sulfur sebanyak 0,186% memiliki konsentrasi VFAyang tertinggi yaitu 171,90 mM. Hasil analisis ragam terhadap data konsentrasi VFA menunjukkan terdapat pengaruh perbedaan yang nyata penambahan nitrogen dan sulfur terhadap konsentrasi VFA dalam ensilase jerami jagung. Guna mengetahui perbedaan

(8)

8 pengaruh antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut jarak berganda Duncan terhadap VFA. Hasil uji jarak berganda Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Signifikansi Uji Jarak Berganda Duncan VFA

Perlakuan Rataan Signifikansi

.………….mM………….

P0 98,00 a

P3 132,70 b

P1 134,40 b

P2 171,90 c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata (P≤0,05) Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 dan P3 menghasilkan konsentrasi VFA yang tidak berbeda nyata. Konsentrasi VFA berbeda nyata (P≤0,05) diperoleh pada perlakuan P2 yaitu pemberian 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur. Pada proses ensilase, penambahan nitrogen dan sulfur dapat merubah kompleksitas dari karbohidrat, yaitu karbohidrat kompleks menjadi lebih sederhana. Tingginya nilai VFA disebabkan karena banyaknya karbohidrat sederhana yang dapat dicerna oleh mikroba rumen.

Pemberian 2,5% nitrogen dan 0,186% sulfur membuat konsentrasi VFA yang tinggi yaitu 171,90 mM. Pemberian tingkatan tersebut sudah melebihi dari nilai kecukupan VFA dalam metode in vivo. Sutardi (1977) menyatakan bahwa kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal adalah 80 – 160 mM. Namun pada pemberian 3%

nitrogen dan 0,225% sulfur, mikroba rumen sudah tidak dapat mentolerirnya sehingga menyebabkan turunnya konsentrasi VFA. Keadaan tersebut terindikasi dugaan terjadi toksiksitas sulfur pada level tersebut. Hal ini terlihat dari perkembangan bakteri rumen yang menurun, sehingga produk yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh mikroba pun mengalami penurunan diantaranya termasuk VFA.

Menurut McDonald dkk., (2010) bahwa konsentrasi VFA yang tinggi menunjukkan peningkatan kandungan protein dan karbohidrat mudah larut dari pakan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Hindratiningrum dkk., (2011). Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA antara lain pemanfaatan mikroba, penyerapan serta fermentabilitas dari karbohidrat.

(9)

9 Penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami jagung, mampu meningkatkan konsentrasi amonia (NH3) dan asam lemak terbang (VFA) di rumen sapi potong (in vitro).

Penambahan nitrogen sebesar 2,5% dan sulfur sebesar 0,186% dalam ensilase jerami jagung menghasilkan konsentrasi NH3 dan VFA yang tertinggi di rumen sapi potong (in vitro).

SARAN

Penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami jagung sebaiknya menggunakan dosis 2,5% dan 0,186% dari bahan kering jerami jagung. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan silase jerami jagung yang ditambah sumber sulfur dan nitrogen terhadap ternak ruminansia (in vivo).

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Bolsen, K. K., G. Ashbell., and J. M. Wilkinson, 1992. Silage Additifs in Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. In: R. J. Wallace and A. Chesson, ed. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. VCH, Weinheim.

Hindratiningrum, N., M. Bata dan S. A. Santosa. 2011. Produk Fermentasi Rumen dan Produksi Protein Mikroba Sapi Lokal yang Diberi Pakan Jerami Amoniasi dan Beberapa Bahan Pakan Sumber Energi. Agripet Vol (11) No. 2: 29-34

Irmanto dan Suyatna. 2009. Penurunan Kadar Amonia, Nitrit, dan Nitrat Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Arang Aktif Dari Ampas Kopi. Molekul, Vol. 4. No. 2. November, 2009: 105 - 114

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita Indonesia, Bandung.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, C. A. Morgan, L. A. Sinclair and R. G.

Wilkinson. 2010. Animal Nutrition. 7th Ed. Longman Sci. And Technical Co. Publ. In The United State with John Willey and Sons Inc., New York.

Puastuti W., D. Yulistiani, dan I. W. Mathius. 2012. Respon Fermentasi Rumen dan Retensi Nitrogen dari Domba yang Diberi Protein Tahan Degradasi dalam Rumen. Balai Penelitian Ternak, Jitv Vol. 17 No 1 Th. 2012: 67-72

(10)

10 Ranjhan, S. K. 1980. Animal Nutrition in Tropics. 2nd Edition. Vikas Publishing House. Pvt. Ltd.,

New Delhi.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisari Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon Lembang. Direktorat Jendral Peternakan-FAO, Bandung.

________. 1992. Pengembangan Pakan Ternak Ruminansia. Edisi Khusus Proceding Seminar Bidang Peternakan, ISSN 0852-0372. Universitas Jambi.

Referensi

Dokumen terkait

QR CODE Pemalsuan maupun penyalahgunaan Kartu Identitas PTK ini, merupakan tindak pidana yang dapat dikenai sanksi tertentu. lipat menjadi 2 gunting

nasyaEtat juga loyal kepada sbuah bank l{ena diebabke leem nsyralot p€rcaya balwa pihal bank ake nenbcriks bals jsa a&amp;s d@ ymg

Selain itu juga, akan dilihat dimensi ontologisnya apakah elemen-elemen batik tersebut termasuk kategori paham monisme (paham yang mengang- gap bahwa hakikat dari segala

Pengolahan data dimaksudkan untuk menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa yang dibandingkan dengan kelompoknya, untuk menentukan batas kelulusan

Pada beberapa karya lagu monumental rock di era 1990-an, beberapa di antaranya dijumpai teks lirik tentang patah hati, kerinduan mendalam, dan bentuk-bentuk ungkapan

Nilai kandungan nitrat tertinggi terletak pada stasiun I 1,04 mg/l yaitu inlet pertemuan antara sungai Konto dan sungai Pinjal dimana daerah tersebut mempunyai

3 Operator mengecek oli mesin 31,25 Kategori pekerjaan ringan, dengan karakteristik pekerjaan wajar/tingkat kesulitan ringan 4 Operator menghidupkan mesin 10,00 Kategori

Namun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kriteria religiusitas fikih kita harus mengetahui dahulu apa-apa yang diwajibkan, disunahkan, dimakruhkan, dan