• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETUNJUK TEKNIS PENDEDERAN IKAN NILA Oreochromis sp. DALAM MEDIA SALIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PETUNJUK TEKNIS PENDEDERAN IKAN NILA Oreochromis sp. DALAM MEDIA SALIN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PETUNJUK TEKNIS

PENDEDERAN IKAN NILA

Oreochromis sp. DALAM MEDIA SALIN

Oleh :

Mohamad Soleh Siswanto

Dian Permana

Agustien Naryaningsih Sugeng Raharjo

Editor :

Mohamad Soleh Darmawan Adiwidjaja Akhmad Fairus Mai Soni Wiwik Malistyani

Teguh Sukrisno M. Abdul Chorim

Dicetak oleh :

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

© Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan Dan Perikanan 2020

PETUNJUK TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYA

(3)

ii

Buku Petunjuk Teknis diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai Pedoman untuk melaksanakan dan memperlancar tugas di lapangan. Disusun secara sederhana dan dilengkapi dengan gambar-gambar teknis yang relevan, dengan maksud agar mudah dipahami dan dipraktekkan oleh para pembudidaya dan pengguna lainnya.

Redaksi Buku :

Pengarah Kepala BBPBAP Jepara

Penanggung Jawab Kepala Bidang Uji Terap dan Kerjasama Ketua Kepala Seksi Kerjasama Teknis dan Informasi Wakil Ketua Arief Taslihan

Anggota Mohamad Soleh

Darmawan Adiwidjaja Akhmad Fairus Mai Soni M. Abdul Chorim

Hak Cipta dilindungi. Penggandaan materi buku petunjuk teknis ini untuk tujuan pendidikan atau tujuan lain yang non komersial diberi hak tanpa ijin tertulis dari pihak hak cipta sepanjang sumbernya secara penuh diakui.

Reproduksi bahan-bahan yang ada dibuku informasi ini untuk penjualan kembali atau tujuan kemersial, dilarang tanpa ijin tertulis dari pihak pemilik hak cipta. Aplikasi untuk izin seperti hal tersebut dapat ditunjukan melalui email : bbpbapjpr@gmail.com/bbpbapjpr@kkp.go.id

PETUNJUK TEKNIS PERIKANAN BUDIDAYA

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Petunjuk Teknis ini merupakan suatu informasi teknologi bagi usaha pembenihan ikan nila Oreochromis sp. khususnya pada kegiatan pendederan ikan nila dalam media salin untuk menghasilkan benih ukuran deder yang siap dibesarkan dalam wadah tambak, kolam berplastik.

Ikan nila salin dipilih sebagai komoditas alternatif budidaya di media payau atau asin untuk kebutuhan komsumsi masyarakat dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Sebagian besar pembudidaya ikan nila di tambak saat ini memperoleh benih dari unit pembenihan di air tawar dengan ukuran masih kecil sehingga rentan atau tidak tahan terhadap kondisi media salin sehingga menimbulkan kematian yang besar. Ikan nila salin yang didederkan terlebih dahulu hingga ukuran besar akan lebih tahan terhadap permasalahan lingkungan sebelum ditebarkan ke tambak pembesaran.

Semoga petunjuk teknis pendederan ikan nila dalam media salin dapat bermanfaat bagi banyak pihak dalam meningkatkan produktivitas lahan tambak dan meningkatkan pendapatan bagi pembenih maupun pembudidaya tambak.

Jepara, Desember 2020

Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara,

Sugeng Raharjo, A.Pi

(5)

iv PRAKATA

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah saw, alhamdulillah Petunjuk Teknis Pendederan Ikan Nila Oreochromis sp. Dalam Media Salin dapat disusun meskipun dalam bentuk sederhana. Berawal dari kegiatan produksi benih ikan nila di BBPBAP Jepara dan pembesarannya di lahan tambak air payau/asin serta distribusi dan pendampingan budidayanya di masyarakat maka penyediaan benih yang berukuran lebih besar perlu dilakukan melalui kegiatan pendederan di media salin.

Diharapkan petunjuk teknis pendederan ikan nila dalam media salin ini menjadi pedoman atau acuan khususnya bagi pelaku pembenihan untuk menyediakan benih yang berukuran lebih besar dan siap ditebarkan ke tambak. Teknik pendederan ikan nila salin dapat diterapkan dalam produksi benih deder di dalam wadah atau bak dan lahan tambak.

Semoga petunjuk tekanis pendederan ikan nila salin ini dapat lebih bermanfaat dalam meningkatkan produksi ikan budidaya dan penghasilan secara berkelanjutan. Dengan segala keterbatasan yang ada, penyusun mengharapkan adanya saran yang konstruktif untuk meningkatkan kualitas petunjuk teknis di masa mendatang.

Tim Penyusun

(6)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

PRAKATA... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vi

I. PENDAHULUAN ... .... 1

II. BIOLOGI IKAN NILA (Oreochromis sp.). ... .... 3

2.1. Taksonomi Ikan Nila ... .... 3

2.2. Diskripsi Ikan Nila ... .... 6

III. PROFIL STRAIN IKAN NILA SALIN DI INDONESIA .... 9

3.1. Larasati (Nila Merah Strain Janti) ... .... 9

3.2. GESIT (Genetically Supermale Indonesia Tilapia) ... .... 9

3.3. BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) ... .. 10

3.4. Nirwana (Nila Ras Wanayasa) ... .. 10

3.5. JICA (Japan International Cooperation Agency) ... .. 12

3.6. Jatimbulan ... .. 13

3.7. SALINA (Saline Tolerance Indonesian Tilapia) ... .. 14

3.8. Nila Srikandi (Nila Ras Sukamandi) ... .. 15

IV. PENDEDERAN BENIH ... .. 16

4.1. Penyiapan Larva Ikan ... .. 16

4.2. Teknik Pendederan Benih di Bak/Wadah ... .. 18

4.2.1. Sistim green water di bak ... . 18

4.2.2. Sistim heterotrofic (floc) di bak ... .. 19

4.2.3. Sistim air stagnan (tenang) di wadah berlapis plastik) . 88 4.2.4. Sistim resirkulasi air di wadah berlapis plastik) ... .. 88

4.2.5. Sistim resirkulasi air di wadah bak semen) ... .. 88

(7)

vi

4.3. Teknik Pendederan II di Tambak ... .. 88

V. TEKNIK PANEN BENIH... .. 88

5.1. Panen Benih dari Bak atau Wadah ... .. 16

5.2. Panen Benih dari Tambak ... .. 18

VI. PENGEMASAN dan TRANSPORTASI BENIH ... .. 88

VII. PENYAKIT DAN PENANGGULANGANNYA ... .. 88

VIII.DAFTAR PUSTAKA ... .. 88

IX.LAMPIRAN ... .. 88

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ikan nila hitam ... .... 4

Gambar 2. Bak konstruksi concrete/beton dilengkapi sistim filtrasi air ... .... 6

Gambar 3. Wadah pendederan benih sistem heterotrofik atau floc ... .... 8

Gambar 4. Wadah pendederan benih sistim air stagnan dengan bahan plastik (terpal, HDPE) ... .. 11

Gambar 5. Wadah pendederan benih berlapis plastik terpal atau HDPE, dilengkapi sistim resirkulasi air (air berputar) ... .. 12

Gambar 6. Komponen sistim resirkulasi air sederhana pada wadah pendederan plstik LDPE/HDPE ... .. 12

Gambar 7. Bak pendederan benih nila salin sistim resirkulasi air ... .. 17

Gambar 8 Sistim resirkulasi air pada unit pendederan benih di bak ... .. 18

Gambar 9. Petakan tambak untuk perkawinan induk dan pemeliharaan larva ikan nila salin ... .. 19

Gambar 10. Petakan tambak pendederan benih ikan nila salin ... .. 20

(8)

vii

Gambar 11 Unit Pompa air tawar untuk mengatur salinitas pemjahan induk dan pendederan benih di

tambak. ... .... 4

Gambar 12. Petakan tambak pendederan dengan dasar tanah .... 6

Gambar 13. Unit pompa air tanah, posisi di pematang tambak... .... 8

Gambar 14. Pipa air untuk pengaturan volume dan salinitas media pendederan benih ... .. 11

Gambar 15. Wadah pendederan benih nila di lahan tambak .. 12

Gambar 16. Kemasan kantong plastik untuk pengangkutan benih ... .. 12

DAFTAR TABEL Tabel 1. Kriteria pokok pendederan benih nila salin sistim green water ... .... 4

Tabel 2. Kualitas air optimal media pemeliharaan benih deder nila salin ... .... 6

Tabel 3 Produktivitas benih deder nila salin sistim heterotrofik ... .... 8

Tabel 4 Produktivitas benih deder nila salin sistim floc atau heterotrofik ... .. 11

Tabel 5. Kualitas air optimal dalam media pemeliharaan benih deder nila salin sistem heterotrofik ... .. 12

LAMPIRAN 1. Ikan nila salin... .... 1

2. Pendederan... .. 88

3. Persyaratan kualitatif benih ... .... 1

4. Persyaratan kuantitatif benih ... .. 88

5. Pendederan pertama (P-1) ... .. 88

3. Pendederan kedua (P-2) ... .... 1

4. Pendederan ketiga (P-3 ... .. 88

(9)

1

PETUNJUK TEKNIS PENDEDERAN IKAN NILA Oreochromis sp. DALAM MEDIA SALIN

I. PENDAHULUAN

Budidaya ikan nila telah berkembang secara luas di Indonesia, sebagian besar hasil produksinya diperoleh dari usaha budidaya di air tawar. Tahun 2014, produksi ikan nila diproyeksikan sebesar 1.242.900 ton, meningkat 329 % dari tahun 2009 atau sebesar 27 % setiap tahunnya (Anonim, 2013). Diperkirakan produksinya akan terus meningkat tiap tahunnya dari semakin bertambahnya usaha budidaya ikan nila di tambak air payau. Budidaya ikan nila di tambak air payau yang cenderung semakin naik karena teknik budidayanya tidak rumit, permintaan konsumen tinggi dan harga jual yang kompetitif baik di tingkat lokal maupun ekspor. Di pasar lokal harga jual ikan nila mencapai lebih dari Rp. 20.000,- per kg untuk ukuran 5-6 ekor/kg.

Sehubungan dengan program hibah atau bantuan benih ikan nila kepada kelompok budidaya yang semakin bertambah jumlahnya hingga tahun 2020an maka diharapkan produktifitas budidaya ikan nila salin semakin naik.

Ikan nila, merupakan komoditas ikan yang dibudidayakan secara komersial. Dalam perdagangannya secara internasional, ikan ini memegang peran penting dan sering disebut dengan “aquatic chiken”

dan berada pada posisi kedua setelah ikan salmon (Yuvatajan et.al., 2018). Sekitar 120 negara telah membudidayakan ikan nila dengan dukungan penyediaan induk unggul (hasil pemuliaan), jenis pakan low tropic level dan daya tahan terhadap berbagai kondisi sistim budidaya (Fitzsimmons et.al., 2011).

(10)

2

Permasalahan penyakit virus pada budidaya udang windu di tambak beberapa dekade lalu masih menyisakan trauma bagi pembudidaya untuk beraktifitas. Perpindahan budidaya udang windu ke komoditas udang vaname lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya yang cukup modal dengan teknologi maju dan hanya sebagian kecil oleh pembudidaya skala sederhana. Dengan demikian banyak tambak udang di kawasan air payau yang tidak operasional atau terbengkalai (idle). Diperkirakan sekitar 30-50 % lahan tambak marjinal belum termanfaatkan secara optimal untuk budidaya.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka komoditas ikan nila salin memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangannya di masa mendatang. Untuk itu budidaya ikan nila di kawasan pertambakan dapat menjadi alternatif karena sedikitnya ikan bersirip yang telah terdomestikasi dan dapat dibudidayakan (Anonim, 2013).

Sebagai komoditas ikan budidaya untuk kebutuhan konsumsi, ikan nila dapat dimanfaatkan juga sebagai penghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyii dari mucus atau lendir yang dihasilkan oleh ikan (Tendencia et.al., 2004). Peran atau fungsi lain dari ikan nila tersebut mendorong peningkatan kebutuhannya untuk penanggulangan masalah penyakit pada budidaya udang dan keutamaan lainnya adalah untuk konsumsi masyarakat. Kondisi ini mendorong penyediaan kebutuhan benih untuk budidaya yang terus meningkat (benih nila salin/air payau) dan ketersediaan benihnya menjadi kendala utama dalam usaha budidaya di tambak.

Pada era tahun 2010 an, program pemuliaan atau seleksi genetik mulai dikembangkan pada ikan nila yang mampu hidup dan berkembang secara baik di media payau atau asin. Di Indonesia, beberapa strain ikan nila telah dikaji kemampuan hidup dan perkembang biakannya di air payau atau laut antara lain adalah strain GESIT/Sultana, Srikandi, Pandu, Kunti, Larasati (Soleh dkk., 2012 a-

(11)

3

b-c dan 2014 a-b), strain Best, Nirwana, Sultana, Red NIFI dan Nila Merah (Anonim, 2013), strain GESIT, GIFT, Nirwana dan Nila merah (Putra et.al., 2013).

Pengembangan ikan nila unggul yang dapat hidup di perairan dengan salinitas tinggi yang disebut dengan ikan nila SALINA (Saline Tolerance Indonesian Tilapia) yang mampu berkembang dan tumbuh di perairan payau dengan salinitas > 20 ppt atau bahkan di perairan laut dengan salinitas higga 32 ppt, telah dilakukan melalui pemanfaatan karakter euryhaline yang dimiliki oleh ikan nila (Anonim, 2013). Di beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, Jamaica, Mesir, Israel, pengembangan budidaya ikan nila di perairan payau (brackishwater) dan perairan dengan salinitas tinggi sudah menjadi perhatian yang intensif. Terjadinya perubahan lingkungan perairan akibat pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan laut, air tanah menjadi lebih asin dan lahan persawahan di kawasan pesisir menjadi tergenang air laut, maka semakin mendorong bertambahnya luas lahan air payau ataupun asin yang memerlukan antisipasi solusi pemanfaatannya (Anonim, 2013).

Perkembangan budidaya ikan nila salin di tambak sementara ini kebutuhan benihnya sebagian besar dipasok dari hasil pembenihan di air tawar. Umumnya benih nila air tawar menunjukkan performa kehidupan relatif rendah saat dipelihara di tambak air payau atau asin, dengan rata-rata sintasannya sekitar 50 %. Untuk meningkatkan daya tahan yang tinggi terhadap salinitas yang tinggi perlu disiapkan benih nila salin yang diproduksi dari indukan yang benar-benar toleran terhadap salinitas tinggi maupun melalui proses salinasi sejak ukuran benih (uji stress). Guna mendapatkan benih ikan nila yang memiliki daya toleransi terhadap salinitas yang tinggi dari strain-strain tilapia, Anonim (2013) melakukan uji stress salinitas tinggi (35 ppt) pada benih nila air tawar dengan berat 100 g/ekor dan dipelihara dalam

(12)

4

salinitas 20 ppt hingga mencapai ukuran induk. Uji stress salinitas tinggi dengan maksud agar muncul gen toleran salinitas tinggi pada induk ikan nila dan akhirnya muncul gen tersebut kepada keturunannya. Uji stress pada salinitas tinggi (35 ppt) telah pula dilakukan terhadap populasi benih nila air tawar dari berbagai strain hasil kegiatan pemuliaan dengan ukuran panjang 3-5 cm/ekor atau berat antara 2-3 g/ekor (Soleh, 2014 un publish). Jaspe and Caipang (2011), menyatakan bahwa nila air tawar strain Oreochromis niloticus memilki toleransi yang rendah terhadap level salinitas tinggi, namun cukup baik dalam hal pertumbuhan. Di lain pihak O. mossambicus merupakan jenis euryhaline, namun pertumbuhan rendah. Pada nila merah hybrid strain Florida, tumbuh baik dalam salinitas tinggi (Watanabe et al 2006 dalam Jaspe and Caipang, 2011).

Salah satu upaya untuk menekan tingkat kematian benih ikan nila yang ditebar ke lahan pembesaran adalah penyediaan benih melalui upaya pendederan baik menggunakan wadah bak maupun tambak. Pendederan benih di wadah bak atau sejenisnya memudahkan dalam pengelolaan air, pakan dan kesehatan ikan. Sedang pemeliharaan di tambak mudah dalam pengelolaan air yang kontinyu dan benih cepat teradaptasi dan stabil pertumbuhannya (Cahyono dkk., 2014).

Sistim penyediaan benih yang siap tebar (benih deder) dalam media salin dapat dikatagorikan dalam dua sistim yaitu clear water dan green water atau heterotrof (floc). Umumnya banyak digunakan sistim green water karena banyak alga atau plankton yang tumbuh.

Pertumbuhan alga ini didukung oleh nutrien dari pakan dan hasil metabolisme ikan yang lepas kedalam media pemeliharaan.

Penerapan sistim heterotrop atau floc memungkinkan untuk dilakukan dalam pembenihan nila di air payau. Melalui cara ini kepadatan tebar benih dapat diperbanyak, hemat dalam penggunaan air, kualitas air

(13)

5

lebih baik dan sekaligus penyediaan pakan alami bagi kultivan yaitu dalam bentuk floc (Avnimelech, 1999). Sistim green water dan floc dalam pendederan ikan nila salin telah diterapkan oleh Nur dkk.

(2019). Perkembangan berikutnya penerapan teknik pendederan benih sistim resirkulasi air maupun air stagnan (tenang) baik dalam wadah bak concrete maupun dengan bahan plastik (terpal, HDPE) di lahan daratan/tanah atau tambak.

Tujuan dari penyusunan petunjuk teknis Pendederan Ikan Nila dalam Media Salin ini adalah menyediakan petunjuk secara teknis untuk memproduksi atau menghasilkan benih deder ikan nila yang toleran terhadap salinitas medium maupun tinggi (air laut), praktis dan efisien. Diharapkan benih yang dihasilkan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap fluktuasi salinitas, tumbuh cepat, sintasan tinggi, tahan penyakit.

II. BIOLOGI IKAN NILA (Oreochromis sp.) 2.1. Taksonomi ikan nila

Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Osteichtyes Sub Class : Acanthopterigii

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis sp.

2.2. Diskripsi Ikan Nila

Ikan nila (Oreohromis sp.) adalah jenis ikan air tawar. Awalnya ikan ini diintroduksi dari Afrika tahun 1960an. Termasuk jenis ikan

(14)

6

yang tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora (pemakan segalanya yaitu phitoplankton, epipiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus) dan mampu mencerna makanan secara efisien serta pertumbuhannya cepat dan relatif tahan terhadap serangan penyakit.

Ikan nila memiliki bentuk tubuh pipih kesamping, memanjang dengan garis-garis pada sirip ekor berwarna merah sejumlah 6-12 buah, pada sirip punggung terdapat garis-garis miring, mata nampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna putih, mempunyai garis vertical sepanjang tubuh 9-11 buah. Ciri khas ikan nila adalah garis- garis vertical berwarna hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur.

Selain itu juga memiliki karakteristik sebagai ikan parental care yang merawat anaknya dengan menggunakan mulut (mouth breeder).

Gambar 1 menunjukkan morfologi bagian luar dari ikan nila.

Ikan nila ini merupakan jenis ikan tropis yang menyukai perairan dangkal. Ikan ini hidup di lingkungan air tawar, air payau dan bahkan air laut. Salinitas air yang disukai antara 0 -35 ppt. Oleh karena itu ikan ini dapat dibudidayakan di perairan tawar, payau dan perairan laut.

(15)

7

Gambar 1. Ikan nila hitam

III. PROFIL JENIS/STRAIN IKAN NILA DI INDONESIA Terdapat beberapa strain ikan nila yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan dan sebagian besar diproduksi dalam media air tawar dan sedikit strain yang berasal dari media salin. Pada dasarnya jenis-jenis ikan nila memiliki toleransi yang lebar atau tinggi terhadap salinitas walaupun dihasilkan dari pembenihan di air tawar. Ikan nila air tawar dapat hidup dalam media yang bersalinitas tinggi (salin) melalui cara adaptasi secara bertahap. Beberapa jenis ikan nila dihasilkan melalui kegiatan pemuliaan sebagai berikut:

3.1. Larasati (Nila Merah Strain Janti)

Ikan nila hasil perekayasaan dari PBIT Janti, Klaten. Larasati adalah singkatan dari Nila Merah Strain Janti. Merupakan persilangan dari ikan nila hitam dan nila putih atau agak merah. Keunggulannya adalah pertumbuhan seperti nila putih/merah namun respon pakannya seperti nila hitam, waktu pemeliharaan lebih cepat, daging lebih banyak, sintasan lebih tinggi.

3.2. GESIT (Genetically Supermale Indonesia Tilapia)

Ikan nila hasil pemuliaan dari BBBAT Sukabumi, Jawa Barat.

GESIT adalah singkatan dari Genetically Supermale Indonesia Tilapia. Nila ini secara genetik diarahkan untuk menjadi nila jantan super. Perbaikan genetis yaitu menciptakan chromosome sex YY yang dibuat dengan metode rekayasa kromosom jantan normal (XY) dan betina (XX). Keunggulannya adalah benih 90% berkelamin jantan, pertumbuhan 30 % lebih cepat.

(16)

8

3.3. BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia)

Ikan nila hasil riset Balai Riset Perikanan Air Tawar, Bogor, Jawa Barat. BEST singkatan dari Bogor Enhanced Strain Tilapia.

Keunggulannya adalah tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim, pertumbuhan lebih cepat, memiliki jumlah telur 3-5 kali lebih banyak dibandingkan ikan nila lainnya, larva yang dihasilkan relatif besar, tahan terhadap penyakit dan sintasan > 90%.

3.4. Nirwana (Nila Ras Wanayasa)

Ikan nila hasil pemuliaan dari Balai Pengembangan Benih ikan Wanayasa di Purwakarta, Jawa Barat. Nirwana dalah singkatan dari Nila Ras Wanayasa. Keunggulannya lebih cepat tumbuh, bentuk tubuh lebih lebar, kepala lebih pendek, dan struktur daging lebih tebal.

3.5. JICA (Japan International Cooperation Agency)

Ikan nila ini merupakan hasil pengembangan rekayasa genetik dari Balai Budidaya Air Tawar, Jambi. Ikan ini didatangkan langsung dari Lembaga Riset Kagosima Fisheries Research Station di Jepang yang dibantu sepenuhnya oleh JICA (Japan International Cooperation Agency). Ikan ini sangat disukai oleh pembudidaya karena pertumbuhannya cepat dan disenangi oleh konsumen.

3.6. Jatimbulan

Ikan nila hasil rekayasa dari UPTD Umbulan, Pasuruan, Jawa Timur. Keunggulannya adalah lebih cepat tumbuh dibanding nila biasa, struktur dagingnya lebih kenyal.

3.7. SALINA (Saline Tolerance Indonesian Tilapia)

(17)

9

Ikan nila hasil inovasi dari BPPT yaitu ikan nila toleran terhadap salinitas tinggi atau tingkat keasinan air > 30 ppt. Bibit diperoleh dari seleksi nila bersifat unggul melalui metode diallel crossing untuk mengetahui bibit tahan salinitas tinggi. Keunggulan ikan ini yaitu tahan salinitas tinggi dan dapat tumbuh lebih cepat.

3.8. Nila Srikandi (Nila Ras Sukamandi)

Ikan nila yang dihasilkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Ikan Air Tawar, Sukamandi, Jawa Barat. Ikan nila ini merupakan singkatan dari Nila Ras Sukamandi. Keunggulan resisten atau tahan terhadap salinitas 10-30 ppt.

IV. PENDEDERAN BENIH

Pendederan ikan nila dibagi menjadi 3 katagori yaitu pendederan satu (P-1), pendederan dua (P-2) dan pendederan tiga (P- 3) berdasarkan ukuran benih yang dihasilkan.

Pendederan benih ikan merupakan bagian kegiatan sistim pembenihan ikan meliputi: penyiapan larva, teknik pendederan benih di lahan darat maupun lahan tambak, penyakit dan upaya penanggulangannya serta panen dan transportasi benih. Hasil dari kegiatan pendederan adalah ukuran benih yang lebih besar dan seragam, toleran dan adaptif terhadap media salin serta lebih tahan terhadap kondisi lingkungan dan penyakit. Tahapan pendederan benih meliputi beberapa hal sebagai berikut:

4.1. Penyiapan Larva Ikan

Kegiatan pendederan diawali dengan penyiapan larva ikan.

Larva ikan diperoleh dengan dua cara yaitu larva ikan berasal dari pemijahan induk ikan dalam media air salinitas rendah (5-10 ppt),

(18)

10

kemudian larva dipindahkan ke wadah pendederan dengan salinitas media awal dan ditingkatkan secara bertahap hingga salinitas yang diinginkan. Cara kedua, larva ikan berasal dari proses pemijahan induk ikan dalam air tawar kemudian larva dipindahkan ke wadah pendederan dengan air tawar dan salinitas ditingkatkan secara bertahap hingga salinitas yang diinginkan.

4.2. Teknik Pendederan I di Wadah/Bak

Kegiatan pendederan benih ikan Nila salin dapat dilaksanakan dengan beberapa sistim atau teknik pemeliharaan baik dalam wadah bak maupun dalam lahan tambak.

4.2.1. Sistem Green Water di Bak

Wadah dapat berupa bak konstruksi beton (concrete) berukuran 5,0x8,0x1,0 m, diisi air tawar dengan ketinggian 45-50 cm (Gambar 2 A). Unit fasilitas pendederan benih dilengkapi dengan unit tandon yang berisi sistim filtrasi air terdiri yaitu pasir kuarsa dan busa.

(Gambar 2 B). Ukuran bak disesuaikan dengan ketersediaan lahan.

Media air pemeliharaan benih diinokulasi dengan plankton sebanyak 5% dari volume media bak kemudian didiamkan selama lima hari.

Selanjutnya larva ikan panjang < 1 cm/ekor atau masih mengandung kuning telur ditebarkan dengan kepadatan 1.000 ekor/m2. Pakan yang diberikan dalam bentuk tepung (pendederan 1 atau P-1). Dosis pakan harian sebanyak 20-30 % biomas ikan, dengan frekwensi pemberian 4 kali dalam sehari.

(19)

11

A B

Gambar 2. Bak konstruksi concrete/beton (A), Dilengkapi sistim filtrasi air (B)

Salinitas media pemeliharaan benih disesuaikan dengan salinitas air peliharaan awal larva selanjutnya ditingkatkan atau dinaikkan secara bertahap satu minggu setelah penebaran larva hingga batas salinitas yang diperlukan. Peningkatan salinitas dengan cara menambahkan air laut sebanyak 1-2 liter /menit hingga mencapai salinitas sekitar 15 ppt atau sesuai kebutuhan. Salinitas air dipertahankan hingga akhir masa pendederan benih. Penggantian air dilakukan terutama pada kondisi plankton dengan kepadatan atau densitas yang tinggi (air media pekat). Molase diberikan tiap hari hingga hari ke tujuh dan selanjutnya diberikan dua kali seminggu hingga menjelang panen benih. Inokulan bakteri komersial dari jenis Bacillus sp. dan bakteri asam lactat dapat digunakan sesuai kebutuhan.

Secara ringkas batasan kriteria pendederan benih disajikan dalam Tabel 1 dan 2.

(20)

12

Tabel 1. Kriteria pokok pendederan benih nila salin sistim greenwater

Uraian Keterangan

Wadah Bak semen, ukuran 5x8x1 m

Kepadatan tebar benih 1.000 ekor/m2

Media air Warna hijau, dominan plankton Pergantian air Lebih sering (tergantung

kepekatan air)

Limbah nutrien Stimulasi green water

Pakan Pellet komersial, frekwensi 4

kali/hari Waktu pemeliharaan 3 minggu

Sintasan 55 %

Pertumbuhan akhir Panjang: 2,6 cm Berat: 0,26 g Catatan: berat awal larva 0,009 - 0,015 g

Tabel 2. Kualitas air optimal media pemeliharaan benih deder nila salin

Parameter Batas Minimal

Oksigen terlarut (ppm) 4,00-7,60

Temperatur (0C) 31,3-31,4

pH 8,00-8,43

Salinitas (ppt) 15

4.2.2. Sistim Heterotrofic (Floc) di Bak

Bak pemeliharaan benih berupa konstruksi semen (concrete) berukuran 5,5x1,8x0,8 m, dilengkapi dengan sistim air tawar dan air laut. Ukuran bak dapat disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan kondisi lingkungan sekitarnya. Posisi wadah dalam ruang yang terbuka sehingga mendapatkan sinar matahari untuk keperluan produksi floc. Awalnya bak diisi air tawar setinggi 45-50 cm

(21)

13

kemudian diatur salinitas medianya dengan penambahan air laut yang dilakukan secara bertahap.

Stimulasi agregat flock dapat dirangsang dengan pemberian pakan buatan sebanyak 30 g/m2 (Hargreaves, 2013), dan molase (kadar C 32%) hingga berada pada nilai C/N rasio>10. Aerasi diatur sedemikian rupa sehingga menjamin ketersediaan oksigen terlarut sedikitnya 5 ppm dan tidak terdapat arus titik mati. Penyediaan air ini dispersiapkan selama 1 minggu sebelum penebaran benih atau pada kondisi agregat floc mencapai < 5 ml/L (diukur dengan Inhoff cone)

Benih ikan nila yang akan didederkan berumur kurang dari 1 minggu setelah menetas dan diberi pakan buatan (bentuk tepung) sebanyak 40 % biomas (Ekasari et.al., 2015). Frekwensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, sore). Sumber karbon diberikan melalui 2 cara yaitu konsentrasi amoniak air atau melalui jumlah pakan yang diberikan untuk periode tertentu. Cara pertama untuk meniadakan 1 unit amoniak dengan 20 unit sumber karbon (Avnimelech, 2009), sedangkan cara kedua digunakan untuk mendukung jumlah karbon yang diperlukan sehingga mencegah akumulasi amoniak dalam media (dengan formulasi seperti yang disebutkan sebelumnya).

Setelah benih mencapai umur satu minggu, salinitas air mulai ditingkatkan secara bertahap dan mencapai kisaran 15-20 ppt (sesuai kebutuhan) hingga akhir masa pemeliharaan benih deder (3-4 minggu). Selama pemeliharaan penggantian air dilakukan sekecil mungkin. Tingkat produktivitas benih, parameter kualitas air dan wadah pendederan benih sistim heterotrof/floc masing-masing terlihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Gambar 4 menunjukkan wadah pendederan benih ikan nila salin sistim heterotropik.

(22)

14

Tabel 3. Produktivitas benih deder nila salin sistim heterotrofik

Uraian Keterangan

Wadah : Bak semen, ukuran 5,5x1,8x0,8 m Kepadatan tebar benih : 3.000 ekor/m2

Media air : Dominan floc

Pergantian air : Sedikitnya 10 %

Limbah nutrien : Pengendalian dengan sumber karbon Waktu pemeliharaan : 4 minggu

Pakan : Pellet komersial, frekwensi 3 kali/hari

Sintasan : 77 %

Rerata pertumbuhan akhir

: Panjang: 3,3 cm; Berat : 2,15 g Catatan: berat awal 0,009-0,015 g

Tabel 4. Produktivitas benih deder nila salin sistim floc atau heterotrofik

Uraian Tebar 3.000 ekor/m3

Tebar 6.000 ekor/m3

Total tebar benih (ekor) 15.000 30.000

Total panen benih (ekor) 11.550 23.700

Biomas (kg/m3) 0,85 0,60

Pakan (kg) 3 4

Sintasan (%) 77 79

Waktu (minggu) 4 3

Berat awal (g) 0,015 0,007

Berat akhir (g) 0,28-2,15 0,04-0,80

Panjang awal (cm) 0,9-1,0 0,9-1,0

Panjang akhir (cm) 2-5 1,5-1,8

Keseragaman (%) 77 82

Keterangan: volume akhir media 5 m3

(23)

15

Tabel 5. Kualitas air optimal dalam media pemeliharaan benih deder nila salin sistim heterotrofik

Parameter Kisaran

Oksigen terlarut (ppm) 5,8-6,2

Temperatur (°C) 26,4-28,3

pH 7,8-8,3

TAN (ppm) 0,000

N-NO2 (ppm) 0,000-0,029

N-NO3 (ppm) 0,000-0,445

Bahan organik (ppm) 98,12-161,98

Salinitas (ppt) 0-15

Oksigen terlarut (ppm) 5,8-6,2

Gambar 3. Wadah pendederan benih sistim heterotrofik/floc 4.2.3. Sistim Air Stagnan (Tenang) Dalam Wadah Berlapis

Plastik

Pendederan benih sistim air stagnan menggunakan wadah berbentuk segi empat, ditopang rangka bambu atau kayu di sekeliling luar, dilapisi plastik terpal atau HDPE (lihat Gambar 5) atau bahan

(24)

16

plastik lainnya. Wadah terletak dalam ruang terbuka (outdoor).

Ukuran wadah yaitu panjang, lebar dan tinggi masing-masing 8 m, 2 m dan 0,6 m (8x2x0,6 m). Ketinggian air sebagai media pemeliharaan benih sekitar 40 cm. Sebagai sumber pengudaraan berupa aerasi.

Selain itu dilengkapi dengan aerasi sistim gantung di bagian caren sebanyak 8 titik

Di bagian tengah wadah dibuat caren yang memanjang hingga ke arah kotak panen yang terletak di dalam wadah. Lebar caren sekitar 30 cm dan ukuran petak panen 60x60x15 cm. Wadah dilengkapi dengan kran air tawar dan air laut yang terletak pada salah sisi wadah terpendek (berlawanan dengan arus air pembuangan atau panen).

Langkah pertama, wadah diisi dengan air tawar, dilanjutkan dengan penebaran benih kemudian didiamkan selama satu minggu. Benih yang ditebarkan adalah stadia larva dengan kepadatan 20.000 ekor per unit wadah.

Gambar 4. Wadah pendederan benih sistim air stagnan dengan bahan plastik (terpal HDPE)

Setelah satu minggu salinitas air media pendederan benih ditingkatkan secara bertahap sekitar 3 ppt per hari hingga mencapai

(25)

17

sekitar 15 ppt. Salinitas air dipertahankan hingga selesai masa pendederan benih. Bilamana plankton tumbuh sangat pekat volume air media pendederan dikurangi sebanyak 70 % dan diganti air baru dengan cara memasukkan air tawar dan air asin secara bersamaan hingga mencapai salinitas semula. Pengamatan parameter kualitas air pendederan benih dilakukan secara periodik yang meliputi oksigen terlarut (DO), temperatur, pH dan salinitas masing-masing sekitar 8,41 ppm; 27,00C; 8,08 dan 15 ppt.

Selama pemeliharaan benih, diberikan pakan pelet komersial berbentuk tepung, dosis adlibitum dan frekwensi pemberian 3 kali dalam sehari (pagi, siang, sore). Benih didederkan selama 25-30 hari hingga mencapai ukuran sekitar 2-3 cm/ekor.

4.2.4. Sistim Resirkulasi Air Dalam Wadah Berlapis Plastik

Sistim pendederan benih ini menggunakan wadah berbentuk segi empat, berbahan plastik terpal atau HDPE dengan petopang rangka bambu atau kayu di sekeliling luar dan dilapis plastik. Satu unit wadah terdiri atas 2 buah petakan (lihat Gambar 6). Ukuran wadah yaitu panjang, lebar dan tinggi masing-masing 8 m, 2 m dan 0,6 m (8x2x0,6 m). Di bagian tengah wadah dibuat caren yang memanjang menuju ke arah kotak panen di dalam wadah. Lebar caren sekitar 30 cm dan ukuran petak paenen dalam wadah yaitu 60x60x15 cm.

(26)

18

Gambar 5. Wadah pendederan benih berlapis plastik terpal atau HDPE, dilengkapi sistim resirkulasi air (air berputar)

Wadah dilengkapi dengan kran air untuk air tawar dan air laut yang terletak pada salah sisi wadah terpendek (berlawanan dengan arus air pembuangan atau panen). Di bagian luar wadah pendederan dilengkapi dengan unit wadah tampung air dan pompa untuk mengatur sistim resirkulasi air (Gambar 6).

Gambar 6. Komponen sistim resirkulasi air sederhana pada wadah pendederan berlapis plastik LDPE/HDPE

Air tawar sebagai media awal pemeliharaan benih deder diisi setinggi 40 cm dan didiamkan selama satu minggu. Setelah satu minggu salinitas air dinaikkan secara bertahap yaitu 3 ppt per hari hingga mencapai salinitas 15 ppt (atau sesuai kebutuhan). Salinitas air dipertahankan hingga selesai masa pendederan benih. Penggantian air

(27)

19

dilakukan bilamana terjadi kondisi plankton yang pekat dan diganti sebanyak 70 % volume media air. Air tawar dan air asin/laut dimasukkan secara bersamaan hingga mencapai salinitas semula.

Penggantian air dilakukan secara air resirkulasi (air berputar) dengan debit 0,5-0,7 L/10 detik. Pengamatan parameter kualitas air pendederan benih dilakukan secara periodik yang meliputi oksigen terlarut (DO), temperatur, pH dan salinitas masing-masing sekitar nilai 8,48 ppm; 27,80C; 8,65 dan 15 ppt.

Benih ikan ditebarkan setelah penyiapan air media pemeliharaan telah selesai. Benih stadia larva ditebarkan ke wadah sejumlah 20.000 ekor per wadah (kepadatan tebar dapat dirubah sesuai dengan luasan wadah). Selama pemeliharaan benih diberikan pakan pelet komersial berbentuk tepung, dosis adlibitum dan frekwensi pemberian 3 kali dalam sehari (pagi, siang, sore). Benih didederkan selama 25-30 hari hingga mencapai ukuran sekitar 2-3 cm/ekor.

4.2.5. Sistim Resirkulasi Air Di Wadah Bak Semen

Wadah berbentuk segi empat, konstruksi semen. Ukuran wadah yaitu panjang, lebar dan tinggi masing-masing 6 m, 2 m dan 0,6 m (6x2x0,6 m). Wadah dilengkapi dengan kran air untuk air tawar dan air laut serta pengatur aerasi yang terletak pada sisi luar bak/wadah.

Aerasi menggunakan sistim gantung sebanyak 6 titik. Di bagian luar wadah pendederan dilengkapi dengan unit wadah tampung air dan pompa untuk mengatur sistim resirkulasi air. Bak dilengkapi dengan petakan penen, 2 unit ukuran 0,5x0,5x0,4 m. Satu unit wadah terdiri atau 2 petakan bak (lihat Gambar 10 dan 11).

Air tawar sebagai media awal pemeliharaan benih diisi setinggi 60 cm dan didiamkan selama satu minggu. Setelah satu minggu salinitas air media pemeliharaan benih deder ditingkatkan secara bertahap yaitu 3 ppt per hari hingga mencapai salinitas 15 ppt. Salinitas air

(28)

20

dipertahankan hingga selesai masa pendederan benih. Setelah penyiapan air media pemeliharaan selesai, benih stadia larva ditebarkan ke wadah sejumlah 10.000-15.000 ekor per wadah (kepadatan tebar dapat dirubah sesuai dengan luasan wadahnya).

Selama pemeliharaan benih diberikan pakan pelet komersial berbentuk tepung, dosis adlibitum dan frekwensi pemberian 3 kali dalam sehari (pagi, siang, sore).

Gambar 7. Bak pendederan benih nila salin sistim resirkulasi air

(29)

21

Gambar 8. Sistim resirkulasi air pada unit pendederan benih di bak Penggantian air dilakukan bilamana terjadi plankton yang pekat dan diganti sebanyak 70 % volume media air. Air tawar dan air asin/laut dimasukkan secara bersamaan hingga mencapai salinitas awalnya. Selanjutnya penggatian air secara resirkulasi dengan debit 1,0-1,3 L/10 detik. Benih didederkan selama 25-30 hari hingga mencapai ukuran sekitar 2-3 cm/ekor. Pegamatan parameter kualitas air pendederan benih dilakukan secara periodik yang meliputi oksigen terlarut (DO), temperatur, pH dan salinitas masing-masing sekitar nilai 5,69 ppm; 29,3 0C; 7,44 dan 15 ppt.

4.3. Teknik Pendederan II di Tambak

Pendederan II merupakan lanjutan dari pendederan I yang dapat dilakukan baik di bak maupun tambak. Pendederan benih ikan nila salin di tambak dapat dilakukan mulai dari pendederan 1 (P-1), pendederan 2 (P-2) maupun pendederan 3 (P-3). Di tambak, kegiatan produksi benih ikan nila salin dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu:

terintegrasi mulai dari pemijahan induk hingga pendederan dan hanya

(30)

22

mengkhususkan pendederan benih saja. Sistem terintegrasi, lahan tambak terbagi dalam petak perkawinan induk, pemijahan hingga pendederan benih ukuran petakan relatif kecil. Petakan tambak dapat dikonstruksi dengan berbagai ukuran sekitar 10 x 20 m dan ketinggian air kurang dari 50 cm dan antar petakan dipisahkan oleh pematang (Gambar 9). Digunakan petakan tambak untuk perkawinan induk sekaligus penetasan telur menjadi larva. Dalam petakan ini disekat dengan jaring happa untuk menampung induk yang telah melepaskan telur atau larva. Ukuran petakan tambak dalam sistim ini dapat dirubah sesuai kebutuhan dan luasan lahan tambak.

Proses produksi benih di tambak, digunakan induk ikan nila warna merah atau hitam dalam petakan perkawinan induk terpisah atau dicampur bersamaan. Rasio induk ikan nila betina dan jantan 2-3 : 1. Salinitas perkawinan atau pemijahan induk ikan nila salin diatur sekitar 5-10 ppt. Umumnya pemijahan induk membutuhkan waktu sekitar 2 minggu, selanjutnya induk dipindahkan atau dengan memindahkan larva yang berada di permukaan air tambak dengan alat seser. Larva ikan dipindahkan ke petakan tambak pendederan yang bersebelahan dengan petakan tambak pemijahan induk (Gambar 10).

Tiap siklus pemijahan induk (sekitar 2 minggu) dengan sejumlah induk tersebut dihasilkan larva sedikitnya 15.000 ekor tergantung pada jumlah induk dan luasan lahan yang tersedia. Semakin banyak induk ikan yang digunakan dan semakin luas lahan, produksi benihnya akan semakin besar.

(31)

23

Gambar 9. Petakan tambak untuk perkawinan in duk dan pemeliharaan larva ikan nila salin

Larva ikan nila salin yang dihasilkan dari pemijahan induk berukuran sekitar 8-9 mm dipanen dengan cara penyeseran larva yang berkumpul di permukaan media pemijahan. Larva didederkan dalam waktu sekitar 2 minggu hingga benih berukuran 3-5 cm per ekor.

Salinitas air pendederan benih dikeloka sekitar 10-12 ppt yang diatur dengan penambahan air tawar dari unit pompa (Gambar 11). Larva awal diberikan pakan bentuk tepung selanjutnya diganti dengan butiran halus seiring dengan bertambahnya ukuran benih. Dosis pakan larva dan dan benih deder adalah adlibitum. Dalam pendederan benih ini diperoleh tingkat kehidupan atau sintasan sekitar 70 % dari jumlah larva yang ditebar.

(32)

24

Gambar 10. Petakan tambak pendederan benih ikan nila salin Salinitas media pemijahan induk maupun pendederan yaitu sekitar 5-10 ppt dan 10-12 ppt, digunakan 1 unit pompa boor air tawar (Gambar 11) dengan kedalaman air sekitar 20 meter. Posisi pompa berdekatan dengan petakan tambak pemijahan maupun pendederan benih.

(33)

25

Gambar 11. Unit pompa air tawar untuk mengatur salinitas pemijahan induk dan pendederan benih di tambak

Sistem kedua adalah kegiatan yang hanya mendederkan benih mulai dari penebaran larva ikan hingga berukuran siap tebar.

Pelaksanaan produksi benih deder ikan nila dilakukan dalam lahan tambak yang berukuran lebih luas (Gambar 12). Lahan tambak pendederan benih berupa petakan berbentuk empat persegi panjang, berukuran sekitar 30 x 60 m (seluas 1.800 m2), dengan kedalaman air sekitar 30 cm. Salinitas air diatur sekitar 5 ppt dengan memanfaatkan sumber air tawar dari sumur bor dengan pompa air dalam tanah, kedalaman sekitar 20 m dan posisi pompa air di pematang tambak (Gambar 13). Air tanah selanjutnya dialirkan menggunakan pipa plastik ke lahan tambak pendederan ikan (Gambar 14).

Gambar 12. Petakan tambak pendederan dengan dasar tanah

(34)

26

Gambar 13. Unit pompa air tanah, posisi di pematang tambak

Gambar 14. Pipa air untuk pengaturan volume dan salinitas media pendederan benih

Sebelum diisi air, lahan tambak pendederan dipersiapkan dengan cara pengeringan selama beberapa hari kemudian dipupuk

(35)

27

organik untuk menumbuhkan pakan alami. Tambak selanjutnya diisi air dengan cara mencampur air laut dan air tawar yang diperoleh dari sumur bor untuk mendapatkan salinitas air antara 3-5 ppt. Larva ikan nila diperoleh dari unit pembenihan ikan air tawar sejumlah 150.000 - 200.000 ekor kemudian ditebarkan ke petak pendederan melalui adaptasi temperatur dan salinitas. Padat tebar larva sekitar 75 - 100 ekor per m2 luas lahan tambak. Larva ikan nila dipelihara selama 15- 20 hari dengan pemberian pakan ikan bentuk tepung hingga berukuran panjang 2-3 cm per ekor.

Sistim pendederan benih nila salin lainnya adalah menggunakan wadah pendederan di dalam tambak. Wadah dikonstruksi dari jaring happa dengan bahan penguat (bambu atau kayu) yang ditancapkan pada beberapa sisi happa. Bentuk happa adalah segi empat dan ukurannya bervariasi tergantung luasan lahan tambak. Dalam lahan terbatas dapat dikonstruksi ukuran unit happa 2x5x1 m3 yang dipasang dalam tambak (Gambar 15).

Gambar 15. Wadah pendederan benih nila di lahan tambak Petakan tambak pendederan benih ikan nila disiapkan dengan cara pengeringan tanah, perbaikan pematang agar tidak mengalami

(36)

28

kebocoran. Langkah berikutnya adalah pengaturan salinitas media pemeliharaan seperti awal pemeliharaan larva ikan di unit pembenihan. Media air pendederan merupakan pencampuran air tawar dan air laut dengan rasio air tawar dan air laut 50:50 dan ketinggian air sekitar 1 m. Penyiapan media air pendederan dilakukan satu minggu sebelum penebaran benih, hingga volume dan salinitas yang diinginkan. Salinitas dinaikkan bertahap hingga batas yang diinginkan, sekitar 15 ppt dan dipertahankan hingga panen.

Media air pemeliharaan benih deder yang telah siap sesuai salinitas awal larva, selanjutnya dilakukan penebaran larva. Larva yang ditebar berumur D14 (panjang sekitar 1,5 cm/ekor). Larva ikan nila dari bak pembenihan kemudian diangkut ke tambak pendederan dengan kepadatan 200-400 ekor/m2. Penebaran benih dilakukan saat pagi atau sore hari.

Waktu pemeliharaan benih di bak sekitar tiga atau empat minggu. Penggantian air dilakukan saat densitas/kepadatan plankton tinggi (air pekat), dalam jumlah minimal untuk menjaga salinitas air agar optimum. Benih ikan diberi pakan komersial bentuk tepung/powder, frekwensi tiga kali sehari (pagi, siang, sore) dengan dosis 10-20% biomas.

V. TEKNIK PANEN BENIH

5.1. Panen Benih Dari Bak Atau Wadah

Panen benih pada wadah berlapis plastik, dilakukan dengan cara menurunkan air pendederan hingga mencapai sekitar 95 % volume air atau hanya menyisakan air di bagian caren dan petakan panen. Benih akan terkumpul selanjutnya diseser dan ditampung dalam wadah tersendiri yang diisi dengan air baru dan salinitasnya media

(37)

29

pendederan benih. Wadah penampungan benih dilengkapi dengan aerasi yang cukup. Untuk mendapatkan keseragaman ukuran benih menggunakan alat grading (pemilahan ukuran) dari bahan ember plastik yang berlubang sesuai dengan ukuran ikan masing-masing.

Penghitungan jumlah benih dengan cara sampling menggunakan alat takar.

Panen benih dilakukan dalam wadah bak pendederan sistim resirkulasi air dengan cara menurunkan air pemeliharaan benih hingga tuntas. Aliran air diatur perlahan untuk mengurangi tingkat stres ikan.

Benih deder terkumpul pada petakan panen di bagian luar bak pendederan. Dengan penurunan volume air, benih akan terkumpul dalam petakan panen, kemudian benih diseser dan ditampung dalam wadah tersendiri yang diisi dengan air baru dan salinitasnya disesuaikan dengan salinitas media pendederan benih. Penghitungan jumlah benih dihitung dengan cara sampling menggunakan alat takar.

5.2. Panen benih dari tambak

Volume air tambak pendederan diturunkan hingga batas ikan masih terendam air. Benih ikan dipanen menggunakan alat jaring atau krikit yang ditarik dari satu sisi pematang ke arah pematang lain hingga tuntas. Ikan akan terkumpul kemudian diseser dan ditampung dalam wadah terpisah dengan salinitas media air disesuaikan dengan salinitas media pendederan. Selanjutnya dilakukan grading ukuran dan dihitung jumlahnya.

VI. PENGEMASAN DAN TRANSPORTASI BENIH

Proses pengangkutan atau transportasi benih ikan nila salin diawali dengan penyiapan media baru yang salinitasnya sesuai dengan salinitas media pendederan atau menyesuaikan permintaaan konsumen. Perbedaan salinitas air antara pendederan dan permintaan

(38)

30

konsumen khususnya yang salinitasnya lebih tinggi disesuaikan dengan cara meningkatkan salinitas secara bertahap. Media air untuk transportasi disiapkan dalam wadah tersendiri.

Wadah kemasan benih menggunakan kantong plastik (sistim tertutup) atau wadah lain (sistim terbuka). Bentuk kemasan kantong plastik persegi empat (60 x 35 cm) yang diisi air sekitar 1,5 liter seperti Gambar 16. Besar kecilnya kantong plastik tergantung pada jumlah dan ukuran benih yang dikemas. Untuk ukuran benih 2-3 cm , media air 1 liter dan oksigen sebanyak 3 bagian dari volume kantong palstik. Jumlah benih ukuran tersebut sekiyar 500 ekor per kantong dengan perjalanan sekitar 1 jam ke lokasi konsumen. Ukuran benih ikan semakin besar (misalnya 3-5 cm per ekor), jumlah ikan dapat dikurangi. Ukuran benih 2-3 cm per ekor jumlah kepadatan benih 300- 400 ekor per kantong, dalam waktu kuran dari 5 jam, sebaliknya kepadatan dikurangi menjadi sektar 200 ekor dalam waktu lebih dari 5 jam. Temperatur media angkut sekitar 25 °C dengan salinitas sekitar 15 ppt. Sarana transportasi menggunakan angkutan darat, laut maupun udara. Untuk transportasi jarak jauh dengan sistim tertutup dilengkapi dengan pecahan es yang dibungkus plastik dan kertas koran.

(39)

31

Gambar 16. Kemasan kantong plastik untuk pengangkutan benih VII. PENYAKIT DAN PENANGGULANGANNYA

Seperti halnya budidaya ikan lainnya, penyakit juga dapat menyerang pada pendederan nila salin. Jenis penyakit beragam, bakteri, parasit maupun disebabkan oleh virus. Upaya budidaya nila salin sebetulnya adalah memutus penyakit, dengan cara meniadakan patogen yang umum ada di air tawar, seperti bakteri Aeromonas, Edwardsiella tidak ditemukan dalam lingkungan kualitas air payau.

Streptococcus memang terdapat di air payau dan laut, namun hingga saat ini belum pernah dilaporkan menyerang nila salin dan mengakibatkan kematian masal. Selain bakteri juga ada parasit yang biasa menyerang ikan di air tawar, seperti Trichodina. Akibat serangan patogen ini dapat mengakibatkan kematian masal benih ikan.

(40)

32

Merubah habitat dari air tawar ke lingkungn payau, salinitas antara 5-20 ppt, beberapa penyakit yang umum menyerang ikan air tawar memang tidak dijumpai pada ikan pada pemeliharaan di lingkungan tambak.

Jenis yang umum diamati menyerang ikan nila salin adalah parasit Zoothamnium sp. Parasit jenis ini banyak ditemukan menempel pada ikan dan udang sebagai ektokomensal, yaitu organisme penempel yang memanfaatkan bahan organik yang ditemukan menempel pada tubuh ikan. Melalui manajemen kualitas air yang baik maka parasit dapat dikendalikan dan tidak mengakibatkan kerugian yang berarti.

Beberapa penyakit terkait dengan status biologis seperti umur dan faktor stress biasa terjadi menyerang ikan, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian masal.

 Umur. Ikan muda lebih mudah terinfeksi dibanding ikan dewasa.

Sebagai contoh, larva yang baru menetas dan ukuran juvenile, sangat sensitif terhadap infeksi parasit jenis protozoa. Tindakan sekrining parasit perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menjamin kehidupan yang maksimal.

 Stress. Jumlah ikan yang terlalu padat dalam pemeliharaan dan kualitas air lingkungan yang berubah dapat mengganggu sistim immun ikan dan membuatnya lebih mudah terinfeksi. Ikan dalam kondisi lemah, jumlah parasit akan meningkat secara berubah- ubah. Populasi ikan yang terinfeksi parasit, lebih memudahkan terjadi infeksi sekunder dari bakteri atau virus melalui kulit yang luka atau oleh kelelahan fisiologis atau tekanan imunitas dari ikan.

 Nutrisi. Bila diet pakan kurang, sistim imum ikan dapat tertekan dan tidak toleran terhadap besarnya beban infeksi parasit. Tingkat

(41)

33

diet awal saat ikan mulai makan merupakan bagian penting dalam membantu daya tahan hidup ikan dari serangan parasit.

 Padat tebar. Padat tebar yang tinggi menyebabkan ikan mudah stress dan kondisi demikian ini menjadi tempat transmisi parasit.

Parasit jenis siliata protozoa dan monogenean trematodes memanfaatkan transmisi langsung dari satu ikan ke ikan lain.

Dalam populasi yang sangat padat, parasit lebih mudah mendapatkan inang dan bereproduksi dengan cepat dan efektif.

Faktor-faktor lingkungan:

 Salinitas. Salinitas air untuk pemeliharaan nila salin yang ideal adalah dibawah 20 ppt. Makin tinggi salinitas air mengakibatkan pertumbuhan ikan dibawah optimal. Salinitas diatas 20 ppt akan mengakibatkan ikan menjadi stress, lepas sisik dan produksi lendir berlebihan. Hal ini berkaitan dengan proses osmosis.

 Kualitas air. Parameter kualitas air yang rendah seperti bahan organik dan ammonia yang tinggi, DO rendah dan kandungan bakteri tinggi dapat menciptakan lingkungan suboptimal yang dapat membuat ikan stres dan memicu terjadinya wabah parasit yang besar.

Tindakan pencegahan dan pengobatan :

Sering disebutkan bahwa tindakan pencegahan lebih baik daripada pengobatan penyakit. Organisme parasit juga merupakan bagian yang normal dari lingkungan ikan, sehingga sulit untuk menghindarinya. Oleh karena itu, sekrening kesehatan ikan dari infeksi parasit perlu dilakukan secara rutin dan strategi pencegahannya adalah memahami parasit mana yang harus dikeluarkan dari ikan yang sakit.

(42)

34

Beberapa bahan kimia potensial dapat digunakan untuk penanggulangan parasit melalui cara pemandian antara lain adalah garam, formalin, peroksidan (H2O2) dan KMnO4.

 Umur dan kondisi fisiologis ikan

Ikan ukuran juvenil lebih sensitif dibanding ikan dewasa terhadap perlakuan kimia. Konsentrasi kimia yang sama toleransinya bisa berbeda untuk masing-masing ukuran ikan.

 Ketersediaan oksigen atau aerasi selama perlakuan

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam air dapat menjadi factor pembatas yang mengakibatkan terjadi kematian ikan, terutama pada tambak dengan kepadatan tebar yang tinggi. Kejadian kematian ikan pada tambak dengan pertumbuhan fitoplankton yang tinggi sering dijumpai hingga mengakibatkan kematian masal. Antisipasi terhadap oksigen rendah dilakukan dengan cara menambah konsentrasinya dengan memasang kincir air atau menggerakkan air (sirkulasi).

(43)

35 DAFTAR PUATAKA

Akoll P, Konecny R, Mwanja WW, Nattabi JK, Agoe C, Schiemer F. 2011. Parasite fauna of farmed Nile tilapia (Oreochromis niloticus) and African catfish (Clarias gariepinus) in Uganda.

Europe PMC. Parasitology Research, 18 Jun 2011, 110(1):315- 323. DOI: 10.1007/s00436-011-2491-4 PMID: 21688067

Anonim. 2013. Benih Hibrida Ikan Nila Salina (Oreochromis sp.).

Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. 69 halaman.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon and nitrogen ratio as a control element in Aquaculture systems. Aquaculture, 176(3-4), 227-235.

Chang, P.H. 1996. Effects of Salinity on Streptococcus Infection of Nile Tilapia, Oreochromis niloticus. Journal of Applied Aquaculture 6(1):39-45. Taiwan University.

Dong Ha Thanh, Saengchan Senapin, Warachin Gangnonngiw, Vuong Viet Nguyen, Channarong Rodkhum, Partho Pratim Debnath, Jerome Delamare-Deboutteville, Chadag Vishnumurthy Mohan.

2019. Experimental infection reveals transmission of tilapia lake virus (TiLV) from tilapia broodstock to their reproductive organs and fertilized eggs. Aquaculture, vol 515.

Doulah, M. A., Islam, S., Rahman, M. S., Islam, M. S., Rashid, M. H.,

& Razzak, M. A. (2020). Investigation of parasite and diseases at cage culture Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in Southern region of Bangladesh. Research in Agriculture Livestock and Fisheries, 6(3), 431-437. https://doi.org/10.3329/ralf.v6i3.44809 Fitzsimmons K.; M. Garcia R.; Gonzales A.P. 2011. Why tilapia is

becoming the most important food fish on the planet. In: Liping and Fitzsimmons (eds). Proceedings of the Ninth International Symposium on Tilapia in Aquaculture. AquaFish Collaborative Research Support Program USAID

Jaspe, C.J. and C.M.A. Caipang. 2011. Small scale hatchery and larval rearing techniques for local strains of saline-tolerant

(44)

36

tilapia, Oreochromis spp. ABAH Bioflux. Animal Biology and Animal Husbandry. International Journal of the Bioflux Society.

Volume 3, Issue 1. p. 71-77.

Jansen MD and Mohan CV. 2017, Tilapia lake virus (TiLV):

Literature review, Penang, Malaysia: CGIAR Research Program on Fish Agri-Food Systems

Kaemudin, S. Apriliyani dan Indrian R.A. 2019. Teknik Pendederan Nila Salin di Tambak. Laporan Kerekayasaan BBPBAP Jepara Tahun 2019. Hal. 381-390.

Khairuman dan Amri, 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif.

Agromedia Pustaka. Jakarta. 89 halaman.

Komar C. and Neil Wendover. 2007. Parasitic Diseases of Tilapia.

The Fish Site. University of St. Andrews, UK.

Nur, A.; Desintha, A.W. dan E. Sutanti. 2019. Produksi benih nila payau system floc. BBPBAP Jepara 2019. 11 halaman.

OIE, 2017. Tilapia Lake Virus (TiLV). A Novel Orthomyxo-Like Virus. OIE, World Organization for Animal Health.

Putra, Nana S.S.U., Imran Lapong, Michael A. Rimmer, Sugeng Raharjo and Navneet K. Dhand. 2013. Comparative Performance of Four Strains of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) in Brackish Water Ponds in Indonesia. Brackishwater Aquaculture Center, Takalar-South Sulawesi-Indonesia; ACIAR Field Support Office, Makassar-South Sulawesi-Indonesia and Faculty of Veterinary Science, University of Sydney, Camden, Australia. Journal of Applied Aquaculture, 25:293–307, 2013.

SNI 6140-2009. Benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI 6141-2009. Produksi benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar. ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional

Soleh, M.; M. Mardjono dan L. Ruliaty. 2012 a. Peningkatan Produktivitas Induk Ikan Nila (Oreochromis sp) Melalui Pemijahan Inter dan Intra Species Pada Media Salin. Balai Besar

(45)

37

Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Bulletin Budidaya Mina. Volume 12. 11 halaman.

Soleh, M.; A. Fairus Mai Soni dan Tri Supratno K.P. 2012 b.

Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Nila Strain Gesit Pada Media Air Payau. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Bulletin Budidaya Mina. Volume 12. 7 halaman.

Soleh, M.; Suhartono dan A. Fairus Mai Soni. 2012 c. Aplikasi Ekstrak Buah Pepaya Untuk Peningkatan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Gesit Salin. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Bulletin Budidaya Mina. Volume 12. 10 halaman.

Soleh, M.; M. Rizal dan Ita R. 2014 a. Performa Pertumbuhan dan Ketahanan Benih Nila Salin Melalui Vaksinasi. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau, Jepara. Indoaqua 2014 di Jakarta. 21 halaman.

Soleh, M.; A. Fairus May Soni. 2014 b. Penggunaan Ekstrak Buah Pepaya Pada Pendederan Benih Nila Salin Sebagai Alternatif Efisiensi Pakan. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau, Jepara. Indoaqua 2014 di Jakarta. 12 halaman.

Soleh, M; Agustien N dan Khaemudin. 2016. Produksi Induk Ikan Nila Salin (Oreochromis sp): Performa Pertumbuhan dan Reproduksi Dalam Upaya Penyediaan Benih Untuk Budidaya.

Dipresentasikan pada APA 2016, Surabaya tanggal 26-29 April 2016.

Tendencia E.A.; Fermin A.C.; dela Pena M.R.; Choresca Jr.C.H.

2006. Effect of Epinephelus coioides, Chanos chanos, and GIFT tilapia in polyculture with Penaeus monodon on the growth of the luminous bacteria Vibrio harveyii. Aquaculture 253:48-56.

Yuvatajan P.; S.Felix, Cheryl A.; A. Gopalakannan; M. Menaga and S. Enhilmathi. 2018. Nursery intensive rearing of GIFT tilapia in outdoor lined pond utilizing aerobic microbial floc technology (AMFT). Journal of Entomology and Zoology Studies 2018: 6(3): 705-709.

(46)

38

VIII. LAMPIRAN : BATASAN-BATASAN

1. Ikan nila salin adalah : jenis-jenis ikan nila yang dapat hidup atau toleran dan tumbuh normal atau lebih cepat pada salinitas media >

0 ppt hingga sekitar 30 ppt. Ikan nila salin dapat dihasilkan dari pembenihan di air tawar kemudian diadaptasikan dalam media salin maupun kegiatan pembenihan ikan dalam media salin.

2. Pendederan adalah : kegiatan lanjutan pemeliharaan benih ikan nila sejak ukuran larva hingga ukuran tertentu (P1, P2 dan P3) yang siap ditebar untuk pembesaran. Tujuannya adalah untuk memperoleh ikan yang berukuran relatif seragam, pakan yang optimal sehingga pertumbuhannya seragam, dan lainnya (Khairuman dan Amri, 2007).

3. Persyaratan kualitatif benih (SNI 6140-2009) Larva

a) asal: hasil pemijahan induk kelas induk pokok;

b) warna: hitam keabu-abuan; merah

c) bentuk tubuh: agak pipih (Gambar 2 dan 3);

d) tingkah laku : bergerak aktif dan bergerombol di permukaan

(47)

39

Ukuran larva ikan nila (< 1 cm)

Gambar 2. Larva ikan nila hitam Gambar 3. Larva ikan nila merah

Benih

a) asal: larva berumur maksimal 10 hari, hasil pemijahan induk kelas induk pokok;

b) warna: bagian perut berwarna putih, bagian punggung

berwarna hitam keabu-abuan dan atau hitam kehijauan; merah c) bentuk tubuh: pipih (Gambar 4 dan 5);

d) tingkah laku: bergerombol di permukaan air, aktif melawan arus air dan bereaksi positif terhadap cahaya dan kejutan.

Ukuran benih ikan nila (P-1)

Gambar 4. Benih ikan nila hitam Gambar 5. Benih ikan nila merah

(48)

40

4. Persyaratan Kuantitatif (SNI 6140-2009)

Kriteria kuantitatif benih ikan nila hitam kelas benih sebar seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria kuantitatif benih ikan nila hitam kelas benih sebar No Kriteria Satuan Larva Benih

P1

Benih P2

Benih P3

1 Umur hari 10 30-40 80 100

2 Panjang total cm 0,9-1,3 1-5 5-8 8-12 3 Bobot, min g 0,002 0,5-2,5 4,5 2,5 4 Keseragaman

ukuran, min. % 90 90-90 80 80

5 Keseragaman

warna, min. % 90 90-90 95 95

5. Pendederan pertama (P-1) adalah pemeliharaan benih dari tingkat larva sampai ukuran maksimal 5 cm (SNI 6141:2009) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kuantitatif benih ikan nila hitam kelas benih sebar P-1

No Standar Bak Happa Kolam

1 Mata jaring (cm) - - -

2

Penebaran benih:

- padat tebar (ekor/m2) - ukuran minimum (cm)

300-500 0,9

75-100 0,9

100 larva 3 Pakan:

- ransum harian

(49)

41 maksimal (%)

- bentuk pakan - pellet: dedak

- frekuensi pemberian (kali)

30 tepung butiran - 4

30 tepung butiran - 3

20-30 tepung butiran - 5

4 Waktu pemeliharaan (hari) 15 30 30

5

Pemanenan :

- sintasan minimum (%) -panjang total (cm)

80 1 - 3

60 1 - 3

60 3-5 6. Pendederan kedua (P-2) adalah pemeliharaan benih dari tingkat P-1

sampai ke tingkat benih ukuran maksimal 8 cm (SNI 6141:2009) Tabel 3. Kriteria kuantitatif benih ikan nila hitam kelas benih sebar P-2

No Standar Kolam Waring

1 Mata jaring (cm) - 0,2

2 Penebaran benih:

- padat tebar (ekor/m2) - ukuran minimum (cm)

500 3

1.500 3 3 Pakan:

- ransum harian maksimal (%) - bentuk pakan

- pellet: dedak

- frekuensi pemberian (kali)

15 remah - 3

10 remah - 4

4 Waktu pemeliharaan (hari) 30 20

5 Panen :

- sintasan minimum (%) - panjang total (cm)

70 5 - 8

80 5 - 8

(50)

42

7. Pendederan ketiga (P-3) adalah pemeliharaan benih dari tingkat P-2 sampai ke tingkat benih ukuran maksimal 12 cm (SNI 6141:2009) Tabel 4. Kriteria kuantitatif benih ikan nila hitam kelas benih sebar P-3

No Standar Kolam Waring

1 Mata jaring (cm) - 1,27-1,90

2 Penebaran benih:

- padat tebar (ekor/m2) - ukuran minimum (cm)

25 5

1.000 5 3 Pakan:

- ransum harian maksimal (%) - bentuk pakan

- pellet: dedak

-frekuensi pemberian (kali)

10 pellet - 3

5 pellet - 3

4 Waktu pemeliharaan (hari) 30 30

5 Pemanenan :

- sintasan minimum (%) - panjang total (cm)

75 8-12

70 8-12

(51)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diduga dikarenakan ikan nila kontrol yang diberi pakan mendapatkan kuantitas pakan yang lebih banyak dibandingkan dengan nila integrasi, dapat dilihat pada

Data pertumbuhan ikan nila salin yang diberikan pakan dengan penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera lamk) hasil fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger

Berdasarkan hasil pengukuran laju pertumbuhan harian selama penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ikan nila salin yang tertinggi terdapat pada

Hasil dari data karakter reproduksi ikan nila pandu F6 dengan ikan nila nilasa dan performa benih dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. niloticus ) menunjukkan pemijahan

Analisis Karakter Reproduksi Ikan Nila Pandu F6 Oreochromis niloticus Persilangan Strain Nila Merah Singapura Menggunakan Sistem Resiprokal Pada Pendederan 1.. Journal of

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa benih ikan nila pada media salinitas 5 ppt memiliki tingkat persentase efisiensi pakan tertinggi

Benih ikan nila merah yang hidup pada perairan dengan salinitas 0 ppt bersifat hypertonik terhadap lingkungannya, yaitu tekanan osmotik dalam jeringan tubuhnya lebih

Untuk mengetahui performan ikan nila SALIN hibrid pada lingkungan tambak bersalinitas 25 ppt, dilakukan pemeliharaan pada ikan nila SALIN yang akan dirilis, dibandingkan