• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) TERHADAP Propionibacterium acnes

dan Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

OLEH :

JULISA MELINDA GULTOM

171501041

(2)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) TERHADAP Propionibacterium acnes

dan Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH :

JULISA MELINDA GULTOM

171501041

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalani penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga berterimaksih kepada ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.

dan bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi kelengkapan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi USU ini.

Penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.Kj., M.Kes dan Ibunda Dr. Meylina Togatorop atas doa, dukungan dan pengorbanan baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada rekan penelitian satu dosen pembimbing, teman-teman dan sahabat kuliah yaitu Hanna Panjaitan, Vivienne Wijaya, Ayunda Safira, Intan Pepayosa, dan Lewi Theresia yang telah memberikan dukungan selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis meminta maaf atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi. Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca dan berguna untuk ilmu pengetahuan.

Medan, 14 Juni 2021

Julisa Melinda Gultom NIM 171501041

(5)

SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Julisa Melinda Gultom

Nomor Induk Mahasiswa 171501041 Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis

(Cinnamomum burmanni) Terhadap

Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan bukan plagiat. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi saya tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 14 Juni 2021

Julisa Melinda Gultom NIM 171501041

(6)

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) TERHADAP Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus epidermidis

ABSTRAK

Latar belakang: Beberapa bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Kulit kayu manis diketahui mengandung senyawa-senyawa yang berguna sebagai antibakteri seperti tanin, flavonoid dan saponin. Pada penelitian ini, ekstrak etanol kulit kayu manis diformulasikan dalam bentuk sediaan gel karena sediaan ini memiliki kemampuan menghantarkan obat yang baik dan mudah dibersihkan.

Tujuan: Untuk membuat sediaan gel yang stabil dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis dan uji aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis

Metode: Dilakukan karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia kulit kayu manis, pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis, formulasi dan evaluasi sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis dengan variasi konsentrasi ekstrak F0 (0 mg/ml), FI (20 mg/ml), FII (30 mg/ml), dan FIII (40 mg/ml) yang meliputi uji stabilitas selama 12 minggu penyimpanan, uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji iritasi, serta uji aktivitas antibakteri sediaan terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

Hasil: Karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis telah memenuhi persyaratan yang tertera. Simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin, dan steroid/

triterpenoid. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis diperoleh konsentrasi hambat minimum (KHM) pada konsentrasi 2 mg/ml dengan rata-rata diameter hambat 7,30 mm pada Propionibacterium acnes dan 7,20 mm pada Staphylococcus epidermidis. Sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis yang diperoleh stabil selama 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar, homogen, rentang pH 5,0-6,1, viskositas 2235-2708 cP dan tidak menimbulkan iritasi. Uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi FI (20 mg/ml); FII (30 mg/ml) dan FIII (40 mg/ml) memiliki rata-rata diameter hambat 13,93;14,66;16,70 mm pada bakteri Propionibacterium acnes dan 12,86; 14,20; 16,40 mm pada bakteri Staphylococcus epidermidis.

Kesimpulan: Ekstrak etanol kulit kayu manis dapat diformulasi menjadi sediaan gel yang stabil. Sediaan gel yang memiliki aktivitas antibakteri yang efektif adalah sediaan gel konsentrasi FII (30 mg/ml) dan FIII (40 mg/ml).

Kata kunci: Kulit kayu manis, Cinnamomum burmanni, formulasi, gel, Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis.

(7)

FORMULATION AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF CINNAMON (Cinnamomum burmanni) BARK ETHANOL EXTRACT GEL PREPARATIONS

AGAINST Propionibacterium acnes AND Staphylococcus epidermidis ABSTRACT

Background: Some of the bacteria that cause acne generally are Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. Cinnamon bark is known to contain compounds that are useful as antibacterials such as tannins, flavonoids and saponins. In this study, the ethanolic extract of cinnamon bark was formulated in a gel dosage form because this preparation had good drug delivery ability and was easy to clean.

Objective: To make a stable gel preparation with various concentrations of cinnamon bark ethanol extract and test its antibacterial activity against Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis

Methods: Performed characterization and phytochemical screening of cinnamon bark simplicia, manufacture of cinnamon bark ethanol extract by maceration using 96% ethanol solvent, antibacterial activity test of cinnamon bark ethanol extract, formulation and evaluation of cinnamon bark ethanol extract gel preparations with various extract concentrations F0 (0 mg/ml), FI (20 mg/ml), FII (30 mg/ml), and FIII (40 mg/ml) which included stability testing for 12 weeks of storage, homogeneity test, pH test, viscosity test, irritation test, and antibacterial activity test of the preparation against Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis.

Results: The simplicia characterization and ethanol extract of cinnamon bark met the stated requirements. Simplicia and ethanol extract of cinnamon bark contain alkaloids, flavonoids, glycosides, tannins, and steroids/triterpenoids. The antibacterial activity test of cinnamon bark ethanol extract obtained a minimum inhibitory concentration (MIC) at a concentration of 2 mg/ml with an average inhibitory diameter of 7.30 mm for Propionibacterium acnes and 7.20 mm for Staphylococcus epidermidis. The gel preparation of cinnamon bark ethanol extract obtained was stable for 12 weeks of storage at room temperature, homogeneous, pH range 5.0-6.1, viscosity 2235-2708 cP and did not irritate. Antibacterial activity test of cinnamon bark ethanol extract gel with FI concentration (20 mg/ml); FII (30 mg/ml) and FIII (40 mg/ml) had an average inhibitory diameter of 13.93; 14.66; 16.70 mm in Propionibacterium acnes and 12.86; 14.20; 16.40 mm in Staphylococcus epidermidis bacteria.

Conclusion: Cinnamon bark ethanol extract can be formulated into a stable gel preparation. Gel preparations that have effective antibacterial activity are gel preparations with concentrations of FII (30 mg/ml) and FIII (40 mg/ml).

Keywords: cinnamon bark, Cinnamomum burmanni, formulation, gel, Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis Penelitian... 5

1.4 Tujuan Penelitian... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Uraian Tumbuhan... 8

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 8

2.1.2 Daerah tumbuh ... 9

2.1.3 Nama Daerah ... 9

2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 9

2.1.5 Kandungan Kimia Tumbuhan ... 10

2.1.6 Khasiat Tumbuhan ... 10

2.2 Simplisia... 10

2.3 Ekstraksi ... 11

2.4 Uraian Bakteri ... 14

2.4.1 Bakteri pada Kulit ... 15

2.4.2 Bakteri Propionibacterium acnes... 16

2.4.3 Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 16

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri ... 17

2.6 Uraian Kulit... 19

2.7 Uraian Jerawat... 20

2.7.1 Tahap Terjadinya Jerawat ... 20

2.7.2 Jenis- Jenis Jerawat ... 21

2.7.3 Penyebab Terjadinya Jerawat ... 22

2.7.4 Pengobatan Jerawat ... 24

2.8 Gel ... 25

2.9 Bahan Pembentuk Gel ... 26

2.9.1 Karbopol... 26

2.9.2 Trietanolamin (TEA)... 27

2.9.3 Gliserin ... 28

2.9.4 Propilen Glikol ... 28

2.9.5 Metil Paraben ... 29

BAB III METODE PERCOBAAN... 30

(9)

3.1 Alat dan Bahan ... 30

3.1.1 Alat ... 30

3.1.2 Bahan ... 31

3.2 Penyiapan Sampel ... 31

3.2.1 Pengumpulan Sampel ... 31

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ... 31

3.2.3 Penyiapan serbuk simplisia ... 32

3.3 Karakterisasi Simplisia... 32

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 32

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 32

3.3.3 Penetapan Kadar air ... 32

3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 33

3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ... 34

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 34

3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 34

3.4 Skrining Fitokimia Simplisa Kulit Kayu Manis... 35

3.4.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 35

3.4.2 Pemeriksaan Glikosida ... 35

3.4.3 Pemeriksaan Flavonoid ... 36

3.4.4 Pemeriksaan Tanin ... 36

3.4.5 Pemeriksaan Saponin ... 36

3.4.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 37

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 37

3.6 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 37

3.7 Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 38

3.8 Sterilisasi Alat ... 38

3.9 Pembuatan media ... 38

3.9.1 Nutrient Agar (NA) ... 38

3.9.2 Nutrient Broth (NB) ... 39

3.9.3 Mueller Hinton Agar (MHA) ... 39

3.9.4 Pembuatan Agar Miring ... 39

3.10 Pembiakan bakteri ... 39

3.10.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis ... 40

3.10.2 Pembuatan Inokulum Bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis ... 40

3.11 Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 41

3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ektrak Etanol Kulit Kayu Manis Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis ... 41

3.13 Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 42

3.13.1 Formula Dasar ... 42

3.13.2 Formula yang digunakan ... 42

3.13.3 Prosedur Pembuatan Sediaan ... 43

3.14 Evaluasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 43

3.14.1 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan ... 43

3.14.2 Pemeriksaan Stabilitas Fisik Sediaan ... 43

viii

(10)

3.14.3 Penentuan pH Sediaan... 44

3.14.4 Penentuan Visktositas Sediaan ... 44

3.15 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 44

3.16 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Identitas Tanaman… ... 47

4.2 Karakteristik Simplisia Kulit Kayu Manis ... 47

4.2.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 47

4.2.2 Pemeriksan Mikroskopik ... 48

4.2.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Kulit Kayu Manis ... 49

4.2.4 Hasil Ekstraksi dan Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 50

4.3 Kandungan Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 51

4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 54

4.5 Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 55

4.6 Evaluasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 58

4.6.1 Homogenitas Sediaan ... 58

4.6.2 Stabilitas Sediaan ... 59

4.6.3 pH Sediaan ... 61

4.6.4 Viskositas Sediaan ... 63

4.7 Uji Iritasi ... 65

4.8 Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol Kulit Kayu Mani s ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan… ... 69

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74

(11)

DAFTAR TABEL

3.1 Komposisi formula sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 42

4.1 Karakteristik serbuk simplisia kulit kayu manis ... 49

4.2 Karakteristik ekstrak etanol kulit kayu manis ... 50

4.3 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis ... 51

4.4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis ... 54

4.5 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak etanol kulit Kayu manis ... 59

4.6 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 60

4.7 Data pengukuran pH sediaan ... 61

4.8 Data pengukuran viskositas sediaan ... 63

4.9 Hasil uji iritasi sediaan ... 65

4.10 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 66

(12)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 7

2.1 Kulit kayu manis ... 8

4.1 Hasil Makroskopik Simplisia Kulit Kayu Manis ... . 47

4.2 Hasil Mikroskopik Simplisia Kulit Kayu Manis ... . 48

4.3 Sediaan Gel Pada Awal Pembuatan ... . 57

4.4 Sediaan Gel Setelah Penyimpanan 12 Minggu ... . 58

4.5 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Gel ... . 58

4.6 Grafik hasil pengukuran pH sediaan ... . 62

4.7 Grafik hasil pengukuran viskositas sediaan ... . 64

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil identifikasi sampel kulit kayu manis... 74

2. Gambar tanaman dan simplisia kulit kayu manis ... 75

3. Bagan pembuatan simplisia kulit kayu manis ... 76

4. Bagan pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis ... 77

5. Bagan kerja pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis ... 78

6. Bagan pembuatan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 79

7. Bagan pembuatan uji aktivitas antibakteri gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 80

8. Perhitungan karakteristik simplisia kulit kayu manis ... 81

9. Perhitungan karakteristik ekstrak etnol kulit kayu manis ... 84

10. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis ... 86

11. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis ... 87

12. Data hasil pengamatan pH sediaan ... 90

13. Data hasil pengamaatn viskositas sediaan ... 91

14. Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 92

15. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis ... 93

16. Gambar uji iritasi sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis konsentarsi 40 mg/ml ... 95

17. Hasil Persetujuan Surat Ethical Clearance ... 96

18. Contoh Surat Pernyataan Sukarelawan ... 97

19. Daftar Nama Sukarelawan ... 98

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jerawat adalah suatu kondisi abnormal kulit akibat gangguan produksi kelenjar minyak yang berlebihan dan akhirnya menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori–pori kulit (Komala, dkk, 2018). Faktor utama yang terlibat dalam pembentukan jerawat adalah peningkatan produksi sebum, peluruhan keratinosit, pertumbuhan bakteri dan inflamasi (Fissy dkk., 2014).

Walaupun jerawat tidak mengancam jiwa, penyakit kulit ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan memberikan efek psikologis yang buruk pada penderitanya. Jerawat sendiri sering ditemukan pada permukaan kulit wajah, leher, dada dan punggung (Wasitaatmaja, 2008). Ukuran jerawat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar serta berwarna merah, kadang-kadang bisa bernanah serta menimbulkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada penderitanya (Djajadisastra dkk., 2009).

Bakteri yang umumnya menginfeksi jerawat adalah Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Oleh sebab itu, pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan menurunkan populasi bakteri dengan menggunakan suatu zat antibakteri (Fissy dkk., 2014). Sediaan anti jerawat yang banyak beredar di pasaran mengandung antibiotik sintetik seperti eritromisin dan klindamisin, namun tidak sedikit yang memberikan efek samping seperti iritasi, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi bahkan kerusakan organ dan imunohipersensitivitas. Obat jerawat yang menggunakan bahan-bahan

(15)

ataupun senyawa kimia (Djajadisastra, dkk, 2009). Oleh karena itu perlu digunakan zat antibakteri dari bahan alam yang sudah diketahui aman. Kayu manis (Cinnamommum burmani) merupakan salah satu tanaman yang secara empiris dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit dan juga memiliki khasiat antibakteri (Pelen dkk., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Julianti dkk (2016) mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol kayu manis terhadap beberapa bakteri penyebab jerawat membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dengan KHM pada konsentrasi 0,256 mg/ml terhadap Propionibacterium acnes dan 1,024 mg/ml terhadap Staphylococcus epidermidis.

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis tersebut diketahui terjadi karena pada pengujian skrining fitokimia ditemukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid pada ekstrak (Julianti dkk, 2016).

Banyak sediaan anti jerawat yang telah beredar dalam bentuk gel, krim, salep, maupun lotion. Sediaan gel dikenal memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak lengket, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci, cepat menguap, memberikan rasa dingin di kulit dan dapat menghantarkan obat dengan baik ke kulit sehingga akan membuat jerawat lebih cepat kering (Pelen dkk., 2016).

Sediaan gel mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneum dan mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya minyak pada pori-pori (Lieberman, 1997). Bentuk sediaan gel

(16)

cocok untuk terapi topikal pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit berminyak sehingga lebih cocok untuk digunakan oleh masyarakat Indonesia yang beriklim tropis dan mayoritas memiliki kulit berminyak (Fissy dkk., 2014).

Penelitian sebelumnya oleh Pelen dkk (2016) melaporkan bahwa minyak kulit batang kayu manis dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel antijerawat yang stabil dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus Penelitian lain yang mendukung oleh Pangudyaswara (2013) mengenai formulasi sediaan krim M/A dan gel antibau kaki dari minyak kayu manis dengan basis karbopol diketahui bahwa sediaan dalam bentuk gel memiliki diameter daya hambat yang lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis daripada bentuk krim, karena sifat dari basis gel yang cenderung hidrofil menyebabkan lebih cepat berdifusi ke media agar yang juga bersifat hidrofilik. Adanya perbedaan jenis bahan aktif minyak dan ekstrak kulit kayu manis pada penelitian, dimungkinkan dapat mempengaruhi daya aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis.

Penentuan aktivitas antibakteri suatu senyawa dapat dilakukan dengan menggunakan metode dilusi dan difusi. Metode difusi ada 2 cara yaitu dengan sumuran maupun cakram kertas. Pada penelitian ini digunakan metode difusi agar sumuran. Prinsip uji dari metode ini adalah pada lempeng agar padat yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang kemudian diisi dengan zat antimikroba uji, lalu dilakukan proses inkubasi (Rahmawati, 2019). Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai, maka dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang. Pengujian daya antibakteri sediaan gel menggunakan metode sumuran karena metode ini lebih

(17)

efektif untuk menguji sampel yang berbentuk semisolid daripada menggunakan cakram kertas yang akan menyebabkan difusi tidak sempurna (Pangudyaswara, 2013).

Penelitian sebelumnya oleh Hastuti dkk (2019) mengenai perbandingan pengujian aktivitas antibakteri sediaan gel antijerawat terhadap Propionibacterium acnes dengan metode difusi sumuran dan difusi cakram menunjukkan bahwa penggunaan metode sumuran lebih dipertimbangkan. Hal ini terjadi karena pada metode cakram, sampel gel yang diletakkan diatas media menyebabkan difusi cairan ke dalam media paper meluber dan mempengaruhi zona hambat yang terbentuk.

Keuntungan lain dari metode sumuran yaitu lebih mudah mengukur luas zona hambat yang terbentuk karena bakteri yang beraktivitas tidak hanya di permukaan atas tetapi juga sampai ke bagian bawah agar, sedangkan kekurangannya adalah pada proses pembuatannya diperlukan alat pelubang dan lubang sumuran yang dibuat dapat meninggalkan sisa-sisa agar. Selain itu, kemungkinan media agar dapat retak atau pecah di sekitar sumuran akan mengganggu peresapan zat aktif ke media uji (Nurhayati dkk., 2020).

Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk membuat sediaan gel dari ekstrak etanol kulit kayu manis dengan berbagai konsentrasi dan uji aktivitasnya terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis secara difusi sumuran.

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis?

2. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis dapat diformulasikan menjadi sediaan gel yang memenuhi persyaratan dalam evaluasi sediaan?

3. Apakah sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri yang efektif terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:

1. Ekstrak etanol kulit kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

2. Ekstrak etanol kulit kayu manis dapat diformulasikan menjadi sediaan gel yang memenuhi persyaratan dalam evaluasi sediaan.

3. Sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri yang efektif terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

(19)

2. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit kayu manis dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dan memenuhi persyaratan dalam evaluasi sediaan.

3. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri yang efektif darisediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas antibakteri dari sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis, sehingga dapat menjadi sediaan yang dapat digunakan dalam mengurangi jerawat.

(20)

Ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi (0,5;

1; 2; 5; 10; 20; 30;

40; 50; 100; 125;

250; dan 500) g/ml

Aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium

acnes

Diameter hambat minimum

Diameter hambatan Aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium

acnes

- Stabilitas fisik - pH

- Homogenitas - Viskositas Karakteristik sediaan

gel ekstrak etanol kulit kayu manis Sediaan gel tanpa

ekstrak etanol kulit kayu manis (F0) dan dengan ekstrak

etanol kulit kayu manis konsentrasi FI (20 mg/ml), FII (30 mg/ml), FIII

(40 mg/ml)

Iritasi terhadap sukarelawan

Eritema Edema Gatal-gatal 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, daerah tumbuh, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

Gambar 2.1 Kulit Kayu Manis (Depkes RI., 2017).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Klasifikasi tanaman kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001) adalah sebagai berikut :

Divisi : Gymnospermae Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Sub Kelas : Dialypetalae Ordo : Policarpicae Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanni

(22)

2.1.2 Daerah Tumbuh

Tanaman kayu manis akan tumbuh baik pada ketinggian 600-1500 m dpl.

Kayu manis ini merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak dijumpai di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Bengkuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Maluku (Dalimartha, 2009).

2.1.3 Nama Daerah

Kayu manis mempunyai berbagai nama lokal di Indonesia, seperti di daerah Sumatera dinamakan holim, holim manis, padang kulik manih, kanigar, modang siak-siak; untuk daerah daerah Jawa dinamakan huru mentek, ki amis, manis jangan, kanyengar; dan untuk di daerah Nusa Tenggara yaitu kasingar, kecingar, cingar, onte, kuninggu, puundinga (Dalimartha, 2009).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tanaman kayu manis dapat mencapai ketinggian 15-30 meter, batangnya tinggi dan lurus, kulit batang berwarna coklat kehitaman. Daun berbentuk lonjong, panjang 4-14 cm, lebar 1,5–6 cm. Permukaan atas halus, permukaan bawah

berambut berwarna kelabu kehijauan. Daun muda berwarna merah pucat. Panjang tangkai daun 0,5–1,5 cm. Bunga terletak di ujung daun. Merupakan bunga malai dan berwarna putih kekuningan. Memiliki 12 benang sari dalam 3-4 lingkaran (Depkes RI., 1977).

Kulit batang kayu manis mempunyai bau khas aromatik, rasa manis, agak pedas, dan kelat. Berupa kulit batang, menggulung panjang sampai 1 m tebal 1-3 mm, tebal, pipih atau berupa berkas yang terdiri atas tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur. Permukaan luar yang tidak bergabus berwarna coklat kemerahan, bergaris garis pendek melintang yang menonjol, yang bergabus

(23)

berwarna hijau kehitaman. Permukaan dalam berwarna coklat kemerahan sampai kehitaman, bekas patahan tidak rata; warna cokelat kekuningan (Depkes RI., 1977).

2.1.5 Kandungan Kimia

Penelitian oleh Mubarak dkk (2016) menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, saponin, tanin, polifenol, flavonoid, kuinon dan triterpenoid. Hasil uji fitokimia oleh Anggriawan dkk (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa karbohidrat, protein, dan senyawa metabolit sekunder flavonoid, senyawa fenolik dan tanin. Selain itu, kulit kayu manis mengandung minyak esensial, seperti eugenol, citral, safrole, dan cinnamaldehyde. Terdapat pula tannin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak (Dalimartha, 2009).

2.1.6 Khasiat Tumbuhan

Kayu manis berkhasiat menghilangkan dingin untuk menghangatkan lambung, sebagai peluruh angin (karminatif), meluruhkan keringat (diaforetik), antirematik, meningkatkan nafsu makan (stomakik), antibakteri dan meredakan nyeri (analgesik) (Dalimartha, 2009). Selain itu juga untuk penyembuhan reumatik, mencret, pilek, sakit usus, jantung, pinggang, dan dapat juga untuk penyembuhan jerawat (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.2 Simplisia

Simplisia merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dimana belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,berupa bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,

(24)

simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes RI, 1979).

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia. Derajat kehalusan serbuk simplisia untuk pembuatan ektrak merupakan simplisia halus dengan nomor pengayak 60 dengan lebar nominal lubang 0.,05 mm, garis tengahnya 0,064, dan 250 μm (Depkes RI., 1979).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari proses ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM., 2000).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara panas maupun dingin. Refluks, soklet, destilasi, infusa, dan dekokta merupakan ekstraksi dengan cara panas, sedangkan pengocokan, maserasi, dan perkolasi adalah metode ekstraksi dengan cara dingin. Ekstraksi panas pada umumnya relatif lebih cepat karena akan memperbesar kelarutan suatu senyawa, namun terkadang akan terbentuk suatu senyawa baru akibat peningkatan suhu, menjadi senyawa yang berbeda. Oleh

(25)

karena itu ekstraksi dengan cara dingin lebih disarankan untuk senyawa yang tidak stabil jika dilakukan dengan pemanasan (Emelda, 2019).

Keuntungan yang diperoleh jika melakukan ekstraksi dengan cara dingin dalam proses ekstraksi total, meminimalkan kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada sampel. Oleh karena itu diantara ekstraksi cara dingin dan panas, yang dianggap paling sederhana dan mudah adalah ekstraksi dengan cara dingin. Sebagian besar senyawa pada senyawa pada umumnya dapat terekstraksi dengan cara dingin, sedangkan di sisi lain ada beberapa jenis senyawa yang tidak mudah larut jika dilarutkan pada suhu ruangan (Emelda, 2019).

Ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Emelda, 2019), yaitu:

1. Cara Dingin

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

Keuntungan maserasi yaitu pelarut yang dibutuhkan cenderung sedikit, hanya diperlukan peralatan sederhana dengan biaya relatif tidak besar dan tidak diperlukan keahlian khusus melakukannya. Kekurangannya yaitu perlu dilakukan pengadukan berulang-ulang. perlu dilakukan penyaringan ampas yang diperoleh, memiliki residu pelarut dalam ampas, mutu ekstrak yang diperoleh biasanya tidak konsisten, dan waktu yang digunakan untuk mengekstraksi cukup lama.

b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Keuntungan perkolasi yaitu tidak terjadi kejenuhan, tidak memerlukan langkah tambahan karena sampel padat telah terpisah dari ekstraknya. Sedangkan kekurnagannya yaitu memerlukan cairan

(26)

pelarut cukup banyak dan terdapat resiko cemaran mikroba karena proses ekstraksi secara terbuka.

2. Cara Panas

a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna. Keuntungan refluks yaitu proses pengekstraksian dapat dilakukan dalam jangka waktu lama tanpa penambahan pelarut dan tidak perlu khawatir bila bejana reaksi mendidih, karena setiap uap yang terbentuk akan mengental dalam kondensor. Kerugiannya adalah membutuhkan pelarut dalam jumlah yang besar dan memerlukan keahlian karena tidak sesederhana metode maserasi.

b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak continue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan sokletasi yaitu jumlah sampel yang diperoleh sedikit, proses ekstraksinya berlangsung cepat, sampel diekstraksi dengan sempurna (karena berulang kali), sistem pemanasan dapat disesuaikan dan hemat pelarut. Kerugiannya adalah dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, kurang cocok untuk ekstraksi berskala besar karena menggunakan pelarut dengan titik didih tinggi, dan jumlah senyawa yang diekstraksi dapat mengendap dalam wadah.

c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinue) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.

(27)

d. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98 oC selama 15-20 menit di penangas air dapat berupa bejana infus tercelup dengan penangas air mendidih.

e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90 oC selama 30 menit.

2.4 Uraian Bakteri

Bakteri adalah salah satu dari kelompok organisme prokariotik, yakni sekelompok organisme yang tidak mempunyai selubung inti sama sekali. Sebagai suatu organisme hidup, bakteri juga mempunyai sekumpulan informasi genetik yang berupa DNA dengan bentuk sirkuler, memanjang, dan biasa disebut nukleoi, meskipun DNA tersebut tidak terlokalisasi pada suatu tempat khusus tertentu yakni nukleus (Rahmawati, 2019).

Komponen utama struktur bakteri terdiri atas makromolekul, yaitu DNA, RNA, protein, polisakarida, dan fosfolipida. Sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu bentuk basil/batang, bulat, atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan.

Bakteri umumnya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua sel yang berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri umumnya menggunakan bahan kimia organik yang dapat diperoleh secara alami dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati. Beberapa bakteri dapat membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis, sedangkan beberapa bakteri yang lain memperoleh nutrisi dari substansi organik. Bakteri mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Sebagian besar sel bakteri memiliki diameter 0,2-2 mikron dan panjang 2-8 mikron (Radji, 2013).

(28)

Berdasarkan perbedaannya dalam menyerap zat warna gram bakteri dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan dinding sel berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkan dinding sel berwarna merah (Dwijoseputro, 1978).

Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) dibandingkan bakteri gram negatif (10%). Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1994).

2.4.1 Bakteri pada Kulit

Kulit merupakan bagian tubuh yang terus-menerus berhubungan secara langsung dengan bakteri dari udara maupun dari benda yang bersentuhan dengan kulit. Bakteri-bakteri yang ada pada kulit terdapat pada bagian epitelium yang terlihat seperti bersisik. Bakteri-bakteri tersebut kemudian membentuk koloni pada permukaan sel-sel kulit mati. Sebagian besar dari bakteri-bakteri yang ada pada kulit merupakan bagian dari spesies Sthapylococcus diantaranya adalah S.

epidermidis dan S.aureus (Rahmawati, 2019).

Flora normal tidak hanya terdapat pada permukaan kulit tetapi juga ada yang berada di kelenjar lemak yang merupakan bakteri–bakteri anaerobik lipofilik, seperti Propionibacterium acnes yang merupakan penyebab jerawat.

Pada umumnya, beberapa jenis bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup dalam waktu yang lama, karena kulit kita mengeluarkan substansi bakterisida, contohnya lisozym. Lisozym adalah enzim yang dapat

(29)

menghancurkan dinding sel bakteri. Selain itu, kelenjar lemak juga mengekspresikan lipid yang kompleks. Lipid tersebut mampu diuraikan oleh sebagian jenis bakteri namun asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain (Rahmawati, 2019).

2.4.2 Bakteri Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes adalah organisme utama yang pada umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Sistematika bakteri Propionibacterium acnes menurut Berman (2012) adalah sebagai berikut :

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa: Eubacteriales

Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium

Jenis : Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes termasuk dabakteri Gram positif dengan bentuk batang, tidak berspora, anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen klinis.

Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sehingga hal ini menjadikannya dinamakan Propionibacterum (Irianto, 2006).

2.4.3 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Irianto (2006) adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa: Eubacteriales

(30)

Suku : Micrococaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus termasuk ke dalam bakteri gram positif dengan bentuk bulat dan biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa warna abu-abu sampai putih, non patogen, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob maupun anaerob. Staphylococcus epidermidis sendiri merupakan flora normal pada kulit manusia. Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006).

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri

Antibakteria atau amtimikroba merupakan sejumlah substansi yang dapat menghambat laju pertumbuhan serta menghancurkan atau membunuh sejumlah mikroorganisme melalui empat mekanisme kerja, yaitu melakukan penghambatan sintesis pada dinding sel mikroorganisme, melakukan pengubahan terhadap permeabilitas kapiler, menghambat sintesis protein, dan mengganggu proses metabolisme yang terjadi dalam sel mikroorganisme tersebut (Rahmawati, 2019).

Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Metode yang sering digunakan untuk uji aktivitas antibakteri ada dua yaitu metode pengenceran dan metode difusi.

(31)

1. Metode Dilusi

Prinsip dari metode ini adalah pengenceran larutan uji hingga diperoleh bebrapa konsentrasi. Metode ini dibagi lagi menjadi metode dilusi cair dan dilusi padat. Pada dilusi cair masing-masing konsentrasi larutan uji ditambahkan suspensi mikroba dalam media agar, dengan menggunakan tabung steril, pada tabung tersebut ditambahkan 0,1 ml suspensi mikroba yang kemudian diinkubasi, setelah itu diamati daya hambatnya. Keuntungan dilusi cair ini adalah penggunaan media yang lebih efisien dan kekurangannya adalah kekeruhan yang terjadi pada tabung kurang jelas saat pengamatan (Jawetz, 1995).

Sedangkan pada dilusi padat, zat yang memiliki daya antimikroba dicampurkan pada agar yang masih mencair pada suhu 45-50 oC ke dalam tabung reaksi. Pencampuran dilakukan dengan cara memutarkan agar homogen, kemudian dituangkan dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Mikroba uji kemudian ditanam dengan cara dioleskan di atas permukaan agar secara merata, pengolesan dilakukan mengguanakn ose. Kelebihan metode ini yaitu penggunaan media akan lebih efisien, sedangkan kekurangannya yaitu sulit memastikan bahwa agar sudah mencapai suhu 45-50 oC, dan bakteri kemungkinan tidak dapat memberikan hambatan secara maksimum karena harus dimasukkan agar yang bersuhu 45-50 oC, sedangkan suhu optimum bakteri hanya 35 oC (Jawetz, 1995).

2. Metode Difusi

a. Metode Silinder, yaitu dengan menggunakan silinder gelas steril yang diletakkan di atas agar yang berisi suspense mikroba yang telah membeku, kemudian silinder tersebut diisi dengan zat yang akan diperiksa lalu diinkubasi.

(32)

Kelebihan metode ini yaitu jumlah zat yang dimasukkan dalam media agar lebih jelas, sedangkan kekurangannya mempunyai resiko tinggi karena silinder dapat jatuh.

b. Metode Perforasi, uaitu media agar yang masih cair dicampurkan dengan suspensi mikroba pada cawan petri steril, kemudian dibiarkan membeku. Setelah agar membeku, dibuat lubang dengan perforator. Lubang tersebut dimasukkan zat yang akan diperiksa daya antimikrobanya dan diinkubasi. Kelebihan metode ini adalah media yang digunakan tidak terlalu tebal, sedangkan kekurangannya adalah terkadang lubang yang dibuat kurang sempurna.

c. Metode Cakram Kertas, yaitu metode dengan menggunakan cakram kertas saring yang mendukung zat antimikroba dengan kekuatan tertentu. Cakram kertas tersebut diletakkan pada permukaan agar yang telah ditanami mikroba uji, lalu diinkubasi dan diukur zona hambatnya. Kelebihan dari metode ini adalah jumlah zat yang digunakan dapat diatur, namun kekurangannya tidak kuantitatif karena tidak semua zat aktif terserap dalam agar (Jawetz dan Adellberg, 2005).

2.6 Uraian Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan ransangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi, pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari (Tranggono dan Latifah, 2014). Kulit manusia memiliki luas rata-rata lebih kurang 2 m2, dengan berat

(33)

sebesar 10 kg dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 (Wasitaatmadja, 1997).

2.7 Uraian Jerawat

Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebihan produksi kelenjar minyak (sebaseus) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori - pori kulit. Daerah yang mudah terkena jerawat ialah pada daerah muka, dada dan punggung (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Peradangan pada kulit terjadi jika kelenjar minyak meproduksi minyak kulit (sebum) secara berlebihan sehingga terjadi penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo (whiteheads). Apabila sumbatan membesar, komedo terbuka (blackheads) muncul sehingga terjadi interaksi dengan bakteri jerawat (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya jerawat. Salah satu faktor terpenting terjadinya jerawat biasanya disebabkan oleh genetik, disertai dengan perubahan hormon. Prevalensi jerawat pada orang berkulit gelap, orang- orang wilayah Mediterania, wilayah Laut Kaspia dan orang-orang wilayah Teluk Persia lebih tinggi dari dunia bagian lain. Anak laki-laki lebih sering terkena jerawat yang parah, sedangkan pada wanita, jerawat berlangsung lebih lama (Behzadi, 2016).

2.7.1 Tahap terjadinya jerawat

Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan, khususnya pada kulit yang memilki tingkat reproduksi minyak

(34)

yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut kemudian terkena bakteri P.

acnes, maka timbulah jerawat. Dalam waktu tertentu, jerawat yang tidak diobat akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna kemerahan), disebut papul (Mitsui, 1977).

Bila peradangan semakin parah, sel darah putih mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah maka jerawat tersebut disebut pastul. Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis mengembang karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan serbuan sel darah putih ke area folikel sebasea, sehinnga terjadilah reaksi radang. Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke dalam jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau benda lain yang tidak steril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah, cepat membesar, berisi nanah dan terasa nyeri. Pastul yang tidak terawat, maka jaringan kolagen akan mengalami kerusakan sampai pada lapisan dermis, sehingga kulit/wajah menjadi bopeng (Mitsui, 1977).

2.7.2 Jenis-jenis Jerawat

Ada beberapa jenis jerawat, diantaranya (Ray, Trivedi, & Sharma, 2013) 1. Komedo

Komedo adalah jerawat yang tidak menyebabkan rasa sakit karena jenis jerawat ini muncul akibat tersumbatnya pori-pori kulit wajah oleh minyak dan sel kulit mati. Ada 2 jenis komedo :

a. Whitehead (komedo putih) adalah komedo yang tertutup, berupa bintik kecil berwarna putih yang letaknya di dalam kulit.

(35)

b. Blackhead (komedo hitam) adalah komedo yang terbuka pada permukaan kulit.

Warnanya berwarna hitam karena mengalami oksidasi langsung dengan udara.

2. Papula (benjolan merah)

Komedo yang tidak diobati dapat memburuk menjadi papula ketika dinding kelenjar yang terinfeksi mengalami kerusakan sehingga memungkinkan campuran sebum dan bakteri menembus kulit di sekitarnya. Sel-sel darah putih akan masuk ke kelenjar yang rusak untuk melawan bakteri yang akan menimbulkan peradangan.

3. Pustula (benjolan merah dengan puncak putih)

Pustula terjadi beberapa hari kemudian ketika sel darah putih keluar kepermukaan kulit. Pustula memiliki ciri-ciri memiliki noda di bagian tepi, meradang berwarna kemerahan dan bagian tengahnya berwarna kekuningan atau putih.

2.7.3 Penyebab Terjadinya Jerawat Penyebab terjadinya jerawat yaitu:

1. Hormonal

Sekresi kelenjar sebasea yang hiperaktif dipacu oleh pembentukan hormone testosteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada usia pubertas akan banyak timbul jerawat pada wajah, dada, punggung, sedangkan pada wanita selain hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormone luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi.

2. Kosmetik

Penggunaan kosmetik yang melekat pada kulit dan menutupi pori-pori, jika tidak segera dibersihkan akan menyumbat saluran kelenjar palit dan

(36)

menimbulkan jerawat yang disebut komedo. Kosmetik yang paling umum menjadi penyebab timbulnya jerawat yaitu kosmetik pelembab yang langsung menempel pada kulit (Mitsui, 1997).

3. Makanan

Para pakar peneliti di Colorado State University Department of Health and Exercise menemukan bahwa makanan yang mengandung kadar gula dan kadar karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menimbulkan jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa mengkonsumsi terlalu banyak gula dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana hal tersebut memicu produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi berminyak dan kadar minyak yang tinggi dalam kulit dapat memicu timbulnya jerawat (Mitsui, 1997).

4. Infeksi Bakteri

Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi acne. Berbagai strain Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dapat menghidrolis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo (Mitsui, 1997).

5. Penggunaan obat

Obat-obatan yang dapat memicu timbulnya jerawat, misalnya kortikosteroid, narkotika, stimulansia susunan saraf pusat, karena obat-obatan ini dapat memicu sekresi kelenjar lemak yang berlebihan (Wasitaatmadja, 1997).

6. Psikososial Stres

Psikis secara tidak langsung dapat memicu timbulnya jerawat karena penigkatan stimulasi kelenjar sebasea (Wasitaatmadja, 1997).

(37)

7. Lingkungan

Debu, polusi, maupun bahan kimia dapat menyebabkan tertutupnya saluran keluarnya sebum dari kelenjar sebasea. Selain itu, radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari atau sinar radio aktif dapat menyebabkan saluran keluar kelenjar sebasea menyempit (hyperkeratosis) (Wasitaatmadja, 1997).

2.7.4 Pengobatan Jerawat

Pengobatan jerawat bertujuan untuk mengurangi proses peradangan kelenjar polisebasea, memperbaiki penampilan pasien dan mencegah timbulnya jaringan parut akibat jerawat. Pengobatan jerawat dilakukan dengan cara memperbaiki abnormalitas folikel, menurunkan produksi sebum, menurunkan jumlah koloni Propionibacterium acnes atau hasil metabolismenya dan menurunkan inflamasi pada kulit (Nurwulan, 2017).

Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997) dapat dilakukan dengan 3 cara:

1. Pengobatan topikal

Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo (jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat dengan pemberian bahan iritan dan antibakteri topikal seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.

2. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang, menekan

(38)

produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat antibiotik (tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin).

3. Bedah kulit

Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.

2.8 Gel

Gel atau kadang-kadang disebut jelly, merupakan sistem semipadat yang terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Gel mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneum. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif sehingga akan meningkatkan permeasi zat aktif. Kandungan air yang banyak pada gel juga dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawa. Oleh sebab itu sediaan ini cocok digunakan sebagai sediaan dalam formulasi obat anti jerawat (Roudhatini, 2013).

Bentuk sediaan gel yang mengandung basis senyawa hidrofilik memiliki konsistensi lembut dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi (penguapan) air. Keuntungan lain dari bentuk sediaan gel adalah setelah kering, gel akan meninggalkan lapisan tipis (film) tembus pandang elastis dengan adanya daya lekat yang tidak menyumbat pori kulit dan

(39)

dapat dengan mudah dicuci dengan air (Voight, 1994). Sedangkan kekurangannya adalah sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, sediaan gel harus menggunakan zat aktif yang larut dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, dan kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harganya lebih mahal. Selain itu, dalam sediaan gel dapat terjadi peristiwa swelling dan sinersis. Swelling merupakan kemampuan gel untuk mengembang karena kemampuan komponen pembentuk gel yang mampu mengabsorpsi larutan yang membuat volume bertambah. Sedangkan sinersis merupakan proses keluarnya cairan yang terjerat di dalam gel dan berada di permukaan gel (Lieberman, 1998).

2.9 Bahan Pembentuk Gel 2.9.1 Karbopol

Karbopol merupakan suatu polimer sintetik dari asam akrilat yang memiliki berat molekul yang besar. Polimer karbopol memiliki susunan dari unit- unit asam akrilat. Karbopol mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna putih, lembut, bersifat asam, higroskopis, dengan karakteristik bau yang tidak begitu tajam, karbopol juga tersedia dalam bentuk granul (Nurwulan, 2017). Penggunaan karbopol sebagai gelling agent yang baik berada pada konsentrasi 0,50-2,00%

(Rowe dkk., 2009).

Pemilihan karbopol sebagai pembentuk gel dalam penelitian ini adalah karena karbopol merupakan gelling agent yang kuat, diguankan dalam konsentrasi yang rendah, memiliki stabilitas yang baik seperti dapat mengikat air dengan

(40)

cepat sedangkan pelepasannya lambat, memiliki bentuk basis yang bening dan tekstur yang baik sehingga penerimaannya baik di tangan konsumen (Rowe, dkk., 2009).

Karbopol memiliki pH yang asam dan ketika ditambahkan dalam air masih memiliki pH yang asam dan strukturnya belum terionisasi. Pada pH asam tersebut, struktur polimer dalam carbopol masih sangat fleksibel dan memiliki struktur yang terbentuk secara acak sehingga pada pH ini karakteristik gel masih belum terbentuk. Agen penetralisasi seperti TEA dapat menggeser keseimbangan ion sehingga terbentuk struktur garam larut air. Hal ini menyebabkan terjadinya tolakan ionik pada grup karboksilat dan polimer menjadi kaku dan keras, sehingga meningkatkan viskositas air dan karakteristik gel terbentuk. Penetralan berlebihan oleh agen penetralisasi dapat menyebabkan menurunnya viskositas atau menyebabkan presipitasi dikarenakan reaksi counter ion (Osborne dan Amann, 1990).

2.9.2 Trietanolamin (TEA)

Bentuk dari TEA adalah cairan kental, berwarna kuning pucat, larut dalam kloroform, etanol dan dapat bercampur dengan aseton. TEA akan mengalami perubahan warna bila terkena sinar cahaya langsung dan udara, maka akan mengalami discoloration atau berubah warna menjadi coklat. TEA biasanya berfungsi sebagai agen penetral pH dari karbopol dengan mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan kejernihan pada kosentrasi 2-4% b/v. Pada formulasi gel, konsentrasi TEA yang efektif dan stabil untuk menetralkan pH dan penjernih dari basis karbomer adalah 1% b/v (Nurwulan, 2017). TEA juga

(41)

berperan untuk meningkatkan pH sediaan agar sediaan memiliki pH yang sesuai dengan karakteristik pH kulit yaitu 4,5-6,4 (Tranggono dan Latifah, 2007)..

2.9.3 Gliserin

Gliserin memiliki ciri-ciri larutan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan yang higroskopis; gliserin mempunyai rasa manis. Gliserin digunakan secara luas di bidang farmasi yaitu dalam formulasi sediaan oral, sediaan mata, sediaan topikal dan sediaan parenteral. Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Humektan akan menjaga kestabilan gel dengan cara mencegah kehilangan air dalam gel, (Rowe dkk., 2006). Humektan, seperti propilen glikol, gliserin dan sorbitol pada konsentrasi 5% sering ditambahkan ke sediaan dermatologis untuk mengurangi penguapan air selama penyimpanan dan penggunaan. Glieserin yang digunakan sebagai humektan pada kulit mampu memberikan efek lembut pada kulit (emolien). Namun pada konsentrasi tinggi juga dapat menghapus kelembaban dari kulit dan menyebabkan kekeringan (Aulton dan Taylor, 2013).

2.9.4 Propilen Glikol

Propilen gilkol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, hampir tidak berbau,memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau alkohol 95%

(Rowe dkk., 2006).

Propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan, pelarut, agen penstabil dan ekstraktan pada berbagai sediaan parenteral maupun non parenteral.

Humektan pada propilen glikol mampu berikatan dengan air membentuk ikatan

(42)

hidrogen sehingga akan menjerat air, oleh karena itu penggunaan humektan ini tidak boleh terlalu besar agar Karbopol masih berikatan dengan air dan menjaga konsistensi gel. Komposisi propilen glikol dalam formulasi dikatakan baik adalah kurang lebih sebesar 15% (Rowe dkk., 2006). Penggunaan humektan yang terlalu tinggi akan menyebabkan air dalam sediaan berinteraksi seluruhnya dengan propilen glikol membentuk ikatan hydrogen, bahkan saat diaplikasikan dapat kehilangan kelembabannya dan dapat mengalami dehidrasi. Namun apabila konsentrasinya terlalu kecil dikhawatirkan kandungan air dalam sediaan tidak dapat dijaga (Aulton, 2017).

2.9.5 Metil Paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Rowe dkk., 2006). Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Penggunaan metil paraben sebagai antimikroba dalam sediaan topikal adalah pada konsentrasi 0,02-0,3% dan stabil pada pH 3-7 (Rowe dkk., 2006).

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, yang meliputi identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) secara maserasi, pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar sumuran, pembuatan sediaan gel (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis dan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 20, 30 dan 40 mg/ml), pengujian aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni), uji iritasi terhadap sukarelawan, evaluasi sediaan seperti homogenitas sediaan, pengamatan stabilitas, viskositas, dan uji pH sediaan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kosmetologi, Laboratorium Farmasi Fisik, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, aluminium foil, autoklaf (Express), benang wol, Biological Safety Cabinet, bunsen, blender (Xingfeng), botol ekstrak, botol maserasi, cawan petri, cawan penguap, deck glass, desikator, inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kain kassa,

(44)

kapas, kertas perkamen, kertas saring, kertas whatmann no.1, kompor gas (Sharp), kurs porselin, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200 L), lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, lumpang dan Alu porselen, mikroskop (Zeiss), neraca analitik (Sartorius), oven (Biosan), object glass, penangas air, pH meter, pinset, pipet mikro (Eppendorf), pipet tetes, rotary evaporator (Stuart), spatula, spektrofotometer UV/Vis (Thermo Scientific), tanur, vial, vortex (Biosan) dan viskometer NDJ-8S

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni), etanol 96%, air suling, dimetil sulfoksida (DMSO), bakteri uji: Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, media nutrient agar (NA), media nutrient broth (NB), propilenglikol, gliserin, metil paraben, TEA, air suling, dimetil sulfoksida (DMSO), dan etanol 96%.

3.2 Penyiapan Sampel 3.2.1 Pengumpulan Sampel

Kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) diperoleh di Pasar Induk Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain.

3.2.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi FMIPA USU.

(45)

3.2.3 Penyiapan serbuk simplisia

Sampel kulit kayu manis dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan cara dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, dipotong menjadi bagian yang lebih kecil lalu ditimbang berat basahnya dan dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40 – 50 ºC sampai sampel kering kemudian disortasi kering dan berat kering sampel ditimbang, lalu sampel dihaluskan sampai menjadi serbuk dan ditimbang beratnya. Serbuk simplisia disimpan didalam kantung plastik yang tertutup rapat.

3.3 Karakterisasi Simplisia 3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dengan mengamati morfologi luar tumbuhan seperti bentuk, warna, aroma dan rasa (Depkes RI, 2017).

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit kayu manis. Sedikit serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop (Depkes RI, 2017).

3.3.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode destilasi (Azeotropi) yang meliputi penjenuhan toluen dan penetapan kadar air simplisia (Depkes RI., 2017).

a. Penjenuhan toluen

Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 mL air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi

(46)

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 mL.

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam % b/v.

(Depkes RI., 2017).

Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:

Kadar air : Volume air (ml)

Berat sampel (g) x 100%

3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform, dikocok berkali- kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20,0 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Depkes RI., 2017).

Perhitungan kadar sari larut air adalah sebagai berikut:

Berat sari air (g) 100

𝑥 100%

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Kulit Kayu Manis (Depkes RI., 2017).
Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan gel ekstrak etanol kulit kayu manis
Gambar 4.1 Hasil Makroskopik Simplisia Kulit Kayu Manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

dapat mengetahui masalah atau potensi peserta pelatihan yang perlu diselesaikan dan atau dikembangkan lebih lanjut. Sesi pertama pada pelatihan ini memiliki judul besar

Oleh karena itu dalam banyak hal fungsi sangat penting dalam analisis ekonomi, karena fungsi berguna untuk : (1) menentukan besaran pengaruh variabel bebas

Virus AI yang terdeteksi pada beberapa organ DOC dalam penelitian ini sejalan dengan laporan Brown et al., (1992), bahwa antigen HPAI dapat dideteksi pada organ otak, jantung,

Peratusan yang tinggi dari aspek sanggup mengambil risiko dalam kalangan banduan melalui hasil kajian ini menunjukkan bahawa keputusan kajian selari dengan kajian barat yang

Memulihara dan membangunkan semula bangunan atau kawasan bersejarah (andaian seperti di Britain atau Prague). Tidak mengetahui mengenai peristiwa Mahsuri, selepas berkunjung ke

Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa efek dari pemberian ekstrak etanol daging buah Labu Kuning (Cucurbita moschata D.) dapat menurunkan edema

Berdasarkan Tarigan menulis sangat penting bagi dunia pendidikan karena dengan menulis siswa dapat mengungkapkan apa yang ada pada dirinya secara utuh.Kegiatan menulis

Hal itu dikarenakan in- strumen penilaian afektif siswa hasil pengembangan ini telah mengalami tahap uji coba dan revisi, dimana untuk aspek isi; uraian isi materi