STRATEGI PEMASYARAKATAN TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI DI DESA TOBU KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
(Strategy of Fattening Cattle Tecnology Popularization in Tobu Village, South Central Timor District)
D
IDIEKA
GUNGB
UDIANTOdan S. R
ATNAWATYBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur, Jl. Tim Tim Km. 39, Naibonat, Kupang 85111
ABSTRACT
The assessment on introducing technology of fattening for beef cattle was undertaken in Tobu Village, Southern Central Timor (TTS) since 2007. Cattle farms, particularly Bali cattle is part of the Western Timorese culture since it is known as the main commodity, high economical value and as a family saving where the farmers are commonly raised the animals for 2 – 3 years period only. The population of Bali cattle is high in Tobu Village, although not all farmers own the cattle. The farmers are still applying moving belt system for their cattle, that bring to require a longer period to achieve an ideal body weight gain. The purpose of this study was to accelerate technology transfer for fattening process of cattle in Tobu Village. The assessment was designed according to an adaptive research design to get an understanding and dynamic of farmers conducting fattening programme in a per group. The assessment was therefore combining a qualitative and quantitative. The experiment had established four adult farmer groups and two woman farmer groups with members of 68 personsdistributed at 5 of 20 families in Tobu. The introducing technology of fattening has also established 4 animal per groups consisting 10 heads in 2007 followed by 2 additional per groups in 2008. The approach of introducing technology was conduded by 5 approaches, including (1) the community approach, (ii) the communal development in farmer groups, (iii) the introduction of farming technology, (iv) the facilitation of technology, and (v) the local government coordination. The farmer community has beed developed in Tobu under a farmer group engaging in different sectors and activities depend on local interest and potency in every farmer groups.
Key Words: Strategy, Technology Popularization, Fattening Cattle, Tobu
ABSTRAK
Kajian pemasyarakatan teknologi penggemukan sapi telah dilaksanakan di Desa Tobu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sejak tahun 2007. Ternak sapi khususnya sapi Bali sudah merupakan bagian budaya masyarakat Timor Barat karena merupakan komoditas andalan yang cepat menghasilkan uang cukup banyak kapan saja diperlukan dan pada saat-saat petani sangat membutuhkan, sehingga petani biasa memelihara 2-3 tahun sampai ketika jual. Di Tobu sapi Bali cukup banyak walau tidak semua petani memiliki sapi, pemeliharaannya masih menerapkan sistem ikat pindah di mana saja sehingga proses penambahan berat badan ideal memerlukan waktu cukup lama yang berpengaruh pada harga jual sapi. Tujuan pengkajian adalah untuk mempercepat proses alih teknologi penggemukan sapi dalam kandang di Desa Tobu. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah rancangan penelitian adaptif untuk mendapatkan pemahaman dan dinamika petani yang melaksanakan penggemukan sapi dalam kandang kelompok, maka pengkajian ini mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan bentuk kuantitatif menunjang kualitatif.
Hasil pengkajian diperoleh selama kurun tahun 2007 telah terbentuk empat kelompoktani dewasa dan dua
kelompok wanitatani dengan jumlah keanggotaan sebanyak 68 orang yang tersebar pada 5 RT dari 20 RT
yang ada di Desa Tobu. Hasil pendekatan pemasyarakatan pada tahun 2007 juga telah terbangun 4 kandang
kelompok masing-masing 10 ekor sapi dan tahun 2008 bertambah 2 kandang kelompok. Pendekatan
pemasyarakatan teknologi penggemukan sapi dilakukan melalui 5 pendekatan, yaitu: i) pendekatan
masyarakat, ii) menumbuhkembangkan masyarakat dalam kelompoktani, iii) pengenalan teknologi usahatani,
iv) pendampingan teknologi, v) koordinasi dengan Pemda. Telah terjadi tumbuh kembang masyarakat petani
di Desa Tobu dalam suatu wadah yang dinamakan kelompoktani yang bergerak dalam bidang atau kegitan berbeda tergantung dari minat dan potensi lokal yang ada pada setiap poktan.
Kata Kunci : strategi, pemasyarakatan teknologi, penggemukan sapi, Tobu
PENDAHULUAN
Desa Tobu, dulunya merupakan wilayah Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), namun sejak tahun 2008 telah terjadi pemekaran dan menjadi wilayah Kecamatan Tobu.
Desa Tobu membentang dari ketinggian 550 – 950 diatas permukaan laut. Secara umum fisiografi desa Tobu bergelombang sampai berlereng curam (> 25%). Lahan yang dominan adalah seluruhnya berupa lahan kering.
Agroekosistem Desa Tobu termasuk Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Kering (LKDTIK). Curah hujan: 2100 mm/tahun, bulan basah = 7 bulan, bulan kering = 5 bulan, hari hujan =278 hari/tahun. Tingkat kesuburan tanah: rendah-sedang. Penggunaan lahan:
kebun campuran, tegalan. Awal hujan normal biasanya terjadi pada awal Oktober dan berakhir pada bulan Juni. Puncak musim hujan terjadi antara Januari s/d Maret, sedangkan hujan pada bulan Mei dan Juni merupakan hujan sisa atau hujan musim Timur.
Akses masuk dan keluar Desa Tobu yang relative mudah adalah hanya 1 jalur yaitu jalur lintas ke jalan besar Kapan (TTS) – Eban (TTU). Kondisi jalan di Desa Tobu belum cukup baik karena pengaspalan jalan masuk ke Tobu belum selesai sepenuhnya, sisanya masih dalam tahap pengerasan. Jarak dari desa ke kota kecamatan sejauh 12 km dengan jarak tempuh ½ jam, sedangkan jarak dari desa ke kota kabupaten (SoE) 32 km dengan jarak tempuh ± 1 jam, dan ke Kupang (ibukota provinsi) sejauh 132 km dengan jarak tempuh 3,5 jam-4 jam. Angkutan umum dari desa ke kota kecamatan pada umumnya adalah sepeda motor (ojek) dengan tarip Rp 15.000 s/d 20.000, sedang dari kecamatan ke kabupaten dilayani oleh bemo, bus dan ojek.
Jumlah penduduk Desa Tobu sebanyak 2.617 jiwa yang terdiri atas 1.259 jiwa laki- laki dan 1.358 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) 650 KK. Rata-rata jiwa per KK adalah 4 jiwa per KK. Berdasarkan mata pencaharian, penduduk yang menggantungkan
hidupnya pada usaha pertanian sebanyak 600 KK, pedagang 2 KK, dan PNS 48 orang.
Ternak sapi khususnya sapi Bali sudah merupakan bagian budaya masyarakat Timor Barat karena merupakan komoditas andalan yang cepat menghasilkan uang cukup banyak kapan saja diperlukan dan pada saat-saat petani sangat membutuhkan, sehingga petani biasa memelihara 2-3 tahun sampai ketika jual. Di Tobu sapi Bali cukup banyak walau tidak semua petani memiliki sapi, pemeliharaannya masih sistem ikat pindah di mana saja sehingga proses penambahan berat badan ideal memerlukan waktu cukup lama yang berpengaruh pada harga jual sapi.
Usahatani yang dilakukan petani masih bersifat individual, karena belum ada kelompoktani di desa tersebut. Pendampingan petani masih belum optimal sehingga selama ini petani melakukan usahatani masih tradisional.
Tujuan pengkajian ini adalah untuk mempercepat proses alih teknologi penggemukan sapi dalam kandang di Desa Tobu.
METODE
Pengkajian dilaksanakan di Desa Tobu, Kecamatan Tobu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang berlangsung sejak tahun 2007. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah rancangan penelitian adaptif untuk mendapatkan pemahaman dan dinamika petani yang melaksanakan penggemukan sapi dalam kandang kelompok, maka pengkajian ini mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan bentuk kuantitatif menunjang kualitatif (B
RANNEN, 1997).
Memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam memahami suatu realita memberikan hasil yang baik. Informasi kualitatif menjadi sama ilmiahnya dengan data kualitatif malah lebih sering valid (M
IKKELSEN, 1999; M
UHADJIR, 2000).
Jenis data yang dikumpulkan adalah data
sekunder dan data primer, pengambilan data
dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengukuran pada obyek yang dikaji. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanakan pemasyarakatan teknologi penggemukan sapi pada masyarakat desa Tobu dilakukan melalui langkah-langkah pendekatan sebagai berikut:
Pendekatan kepada masyarakat
Ternak sapi merupakan komponen penting dalam suatu sistem usahatani di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya dan di Desa Tobu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) khususnya. Kehidupan petani hampir tidak dapat dipisahkan dengan ternak meskipun kebutuhan hidup pokok keluarga tani diperoleh dari hasil tanaman pangan.
Populasi ternak besar di Desa Tobu, didominasi oleh ternak sapi, sedangkan ternak kerbau dan kuda relatif tidak ada. Populasi ternak kecil didominasi oleh ternak babi dan unggas (ayam). Tabel berikut memperlihatkan populasi ternak yang terdapat di Desa Tobu.
Tabel 1. Populasi ternak di Desa Tobu, Kecamatan Tobu tahun 2006
Jenis ternak Sex
Jantan Betina Jumlah
(ekor)
Sapi 192 242 434
Kuda 4 - 4
Babi 191 348 559
Kambing 12 15 27
Unggas/ayam 139 484 643
Jumlah 1.667 Sumber: A
NONIMUS(2006)
Pada Tabel 1 terlihat populasi ternak sapi mendominasi dibanding ternak besar lainnya dengan jumlah 434 ekor, ternak ayam sebesar 643 ekor (84,97%), serta ternak babi sebesar 559 ekor.
Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang memelihara ternak besar adalah sebanyak 317 KK dan ternak kecil sebanyak 560 KK. Rata- rata kepemilikan ternak sapi sebesar 1 – 2
ekor/KK, ternak babi 2 – 3 ekor/KK dan ternak ayam 5 – 10 ekor/KK.
Pemeliharaan ternak di Desa Tobu. Petani/
peternak masih memelihara ternak sapi secara tradisional yaitu dengan sistem ikat pindah (untuk sapi induk dan anak) dan sistem palang (untuk sapi jantan/penggemukan). Sistem pemeliharaan yang masih sederhana ini akan memberikan hasil atau output yang rendah, karena waktu pemeliharaan (penggemukan) yang panjang dapat mencapai 3 – 4 tahun.
Padahal sudah tersedia teknologi penggemukan sapi yang sederhana dan dapat dilaksanakan di tingkat petani, sehingga lama pemeliharaan untuk penggemukan 6 – 8 bulan sudah dapat dijual.
Pendekatan kepada masyarakat Desa Tobu adalah untuk menggali permasalahan dan kebutuhan utama masyarakat melalui Participatory Rural Appraisal (PRA). Prioritas utama yang dibutuhkan masyarakat adalah membangun ekonomi desa yang bertumpu pada komoditas sapi dan tanaman pangan (jagung, sayuran).
Permasalahan yang dapat diidentifikasi selama melaksanakan PRA di Desa Tobu dapat digambarkan dalam pohon masalah (Gambar 1).
Menumbuhkembangkan masyarakat petani dalam kelompoktani
Kehidupan berkelompok merupakan pengejawantahan dari sikap gotong royong yang melekat dan selalu ada dalam jiwa petani dari manapun mereka berasal. Kemajuan pembangunan pertanian sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas petani yang tergabung dalam kelompok tani (poktan) yang terbentuk karena keinginan petani untuk berkelompok dalam upayanya untuk mengelola usataninya lebih baik.
Kelompok tani yang dibangun selaras
dengan kebutuhan masyarakat setempat. Hasil
pendampingan memperlihatkan bahwa setiap
Rukun Tetangga (RT) di Desa Tobu
menginginkan untuk membentuk kelompok
tani. Dan Ibu-ibu dari dua dusun menginginkan
membentuk kelompok wanita tani. Namun
kenyataannya dari 20 RT yang ada di Desa
Tobu baru terbentuk 4 kelompok tani dan 2
kelompok wanita tani. Awal pembentukan
kelompok hanya 3 kelompok yang bersedia
namun ketika aktivitas berjalan dan tuntutan
kebutuhan masyarakat untuk membentuk kelompok maka dibentuk lagi 3 kelompok tani.
Dari enam kelompok tani ini, 4 diantaranya bergerak pada bidang penggemukan ternak sapi dan 2 diantaranya bergerak pada pengolahan hasil.
Pendampingan teknologi dari BPTP maupun Pemda (penyuluh pertanian) sangat mendukung dalam berdayanya kelompok tani di Desa Tobu. Adapun keberadaan kelompok tani yang tumbuh dan berkembang tersaji dalam Tabel 2.
Data dari Tabel 2 menunjukkan selama kurun tahun 2007 telah terbentuk empat kelompoktani dewasa dan dua kelompok wanitatani dengan jumlah keanggotaan sebanyak 68 orang yang tersebar pada 5 RT dari 20 RT yang ada di Desa Tobu. Hal ini mengindikasikan bahwa di Desa Tobu telah terjadi tumbuh kembang masyarakat petani dalam suatu wadah yang dinamakan kelompoktani yang bergerak dalam bidang atau
kegitan berbeda tergantung dari minat dan potensi lokal yang ada pada setiap poktan.
Masyarakat berpartisipasi secara fungsional pada kelembagaan kelompoktani ini karena masyarakat merasa membutuhkan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama termasuk tukar pendapat dan melakukan perencanaan kedepan.
Pengenalan teknologi usahatani kepada petani
Usaha pengenalan teknologi usahatani dilakukan dengan pemutaran film-film pertanian. Pemutaran film-film pertanian dimaksudkan untuk membuka wawasan petani dalam perkembangan usahatani. Materi film berupa keberhasilan petani dalam menjalankan usahataninya. Melalui pemutaran film pertanian ini diharapkan petani termotivasi untuk meningkatkan kinerja usahataninya di desa.
Gambar 1. Permasalahan yang dapat diidentifikasi selama melaksanakan PRA di Desa Tobu
Sistem pemeliharaan pola eksistingModal terbatas
Jenis HMT terbatas
Ketersediaan HMT kurang pada MK Jenis HMT
tersedia terbatas
Ketersediaan bibit sapi
rendah
Penguasaan teknologi rendah
Kualitas pakan rendah Air tidak
ada
Belum orientasi jual
Air tidak ada
SDM rendah
Pendapatan petani rendah
Ketersediaan pakan berkualitas
sepanjang tahun rendah Populasi rendah
Pemilikan rendah Tidak tersedia
HMT pada MK Ketergantungan
pada rumput alam
Lama pemeliharaan
3 – 4 tahun
Produktivitas ternak rendah
Kematian Anak Sapi Tinggi karena lahir
pada MK