• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGAWASAN MUTU PADA UNIT PENGOLAHAN PENGALENGAN IKAN TUNA (Thunnus albacore) KALENG TUGAS AKHIR ANDI IHSAN FACHRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENGAWASAN MUTU PADA UNIT PENGOLAHAN PENGALENGAN IKAN TUNA (Thunnus albacore) KALENG TUGAS AKHIR ANDI IHSAN FACHRI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ii STUDI PENGAWASAN MUTU PADA UNIT PENGOLAHAN

PENGALENGAN IKAN TUNA (Thunnus albacore) KALENG

TUGAS AKHIR

ANDI IHSAN FACHRI 13 22 03 0099

JURUSAN TEKHNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

2016

(2)

ii HALAMAN PENGESAHAN

STUDI PENGAWASAN MUTU PADA UNIT PENGOLAHAN PENGALENGAN IKAN TUNA (Thunnus albacore) KALENG

TUGAS AKHIR ANDI IHSAN FACHRI

13 22 03 0099

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Imran Mukhtar, M.Si __ Ir. Nurleli Fattah, M.Si NIP. 196412311992031031 NIP. 196808071995122001

Diketahui Oleh :

Direktur Politani Pangkep Ketua Jurusan TPHP

Dr. Ir. Darmawan, M.P. Ir. Nurleli Fattah, M.Si NIP. 196702021998031002 NIP. 196808071995122001

(3)

iii HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Studi Pengawasan Mutu Pada Unit Pengolahan

Pengalengan Ikan Tuna (Thunnus Albacore) Kaleng Nama Mahasiswa : Andi Ihsan Fachri

NIM : 13 22 03 0099

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Disahkan Oleh : Tim Penguji

1. Ir. Imran Mukhtar, M.Si ( ...)

2. Ir. Nurleli Fattah, M.Si ( ...)

3. Ir. Tasir, M.Si (...)

4. Gusni Sushanti,ST.MT ( ... )

(4)

iv

RINGKASAN

Andi Ihsan Fachri 13 22 03 0099 Studi Pengawasan Mutu Pada Unit Pengolahan Pengalengan Ikan Tuna (Thunnus Albacore) Kaleng, dibimbing oleh Imran Mukhtar, dan Nurleli Fattah.

Sumber daya kelautan dan perikanan adalah salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa termasuk Indonesia. Pengembangan produk yang efisien dan produktif dari pengembangan produk bernilai tambah adalah dengan mengolah produk primer menjadi produk sekunder atau produk akhir. Salah satu bentuk diversifikasi atau pengembangan nilai tambah adalah pengalengan ikan tuna.

Maka dari itu di perlukan suatu sistem pada suatu perusahaan perikanaan agar dapat memproduksi ikan tuna yang bermutu baik sesuai ketentuan SNI, GMP, SSOP, dan SOP sebagai pedoman perusahaan dalam memproduksi ikan tuna kaleng dengan baik dan benar,dan mutu ikan tuna kaleng tetap terjaga sehingga layak untuk di terima konsumen. Dan dengan demikian masyarakat dapat dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang telah memenuhi syarat mutu dan keamanan.

Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah pengalengan ikan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium.

Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa. Oleh karena itu pada penulisan tugas akhir ini ini akan dijelaskan lebih detail tentang pengalengan ikan dan pengawasan mutu pengolahan ikan kaleng.

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah observasi atau pengamatan dan partisipasi di lapangan, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan para staf karyawan PT.

Delta Pasific Indotuna. Untuk pengolahan data dilakukan dengan analisis secara deskriptif berdasarkan data primer dan sekunder.

Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini menunjukkan bahwa proses pengalengan ikan di PT. Delta Pasific Indotuna meliputi tahap receiving, chilling/thawing, butchering, precooking, cooling 1, skining, loining, filling, retorting, cooling 2, case up, incubation, coding, labelling, packing dan storage. menggunakan bahan baku skipjack dan yellow fin.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulisan tugas akhir dari hasil Pengalaman Kerja Praktek Lapangan (PKPM) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua Tercinta ayahanda (Andi Fachri Lolo Haddade) Ibunda (Sriwana) Saudara (Andi ikhwan,Andi Novi,Andi Fitrah) Serta Seluruh Keluraga Yang selalu memberi semangat, motivasi, dan doa.

2. Bapak Dr.Ir.H.Darmawan,M.P. selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkajenne dan Kepulauan

3. Ibu Ir.Nurleli Fattah, M.Si selaku ketua jurusan Politeknik Pertanian Negeri Pangkajenne dan Kepulauan

4. Terimah Kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Imran Mukhtar, M.Si selaku Dosen pembimbing I dan Ir.Nurleli Fattah, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi bimbingan dalam melaksanakan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM).

5. Terimah Kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan sampaikan kepada Bapak Basmi Said SE, M.Si selaku pembimbing Lapangan memberi bimbingan dan arahan dalam melaksanakan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) di PT. Delta Fasific Indotuna Bitung sulawesi Utara.

6. Seluruh staf PT.Delta Fasific Indotuna Bitung Sulawesi Utara (Ibu Nur Asyurah,Pak Darmaji S.Pi, Ibu yuli,Pak Nofri,Pak Aidwar,Pak Yakop,Ibu Sulastri,Pak Suwono,Pak Budi,Pak Donal,Pak daniel,Mrs.Viraj,Kak Emes,Kak Suri,Kak Iche,Kak Abdul Rahim,Andika,Kak yati.Kak Jamal,Kak Acok,Kak Yusuf)

(6)

vi 7. Kakanda Rendy dan Jefri yang selalu membimbing dan mengarahkan selama di

Bitung sulawesi utara.

8. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang melaksanakan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) di PT. Delta Fasifik Indotuna.

9. Teman-teman satu Kos (Saipul,Akmal,Khairul,Asrul,Prima,Lutfi,Herman) yang sudah menjemput dan mambagi waktu selama di Bitung Sulawasi Utara.

a. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna,yang tak lain kita tak lepas dari bentuk kekurangan dan kesalahan manusia, semoga laporan ini berguna bagi saya sendiri dan seluruh pembaca, maka penulis mengharapkan atas kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

Mandalle, 19 Agustus 2016

Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... ii

RINGKASAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah... 3

1.3 Tujuan ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tinjauan Umum Ikan Tuna ... 4

2.1.1 Morfologi Dan Klasifikasi Ikan Tuna ... 5

2.1.2 Komposisi Kimia Dan Kandungan Nutrisi Daging Ikan Tuna ... 6

2.2 Pengalengan Ikan Tuna ... 8

2.2.1 Prinsip Pengalengan ... 8

2.2.2 Proses Pengalengan Ikan Tuna ... 9

2.2.3 Persyaratan Mutu Bahan Mentah ... 13

2.2.4 Persyaratan Mutu Bahan Pembantu ... 16

2.2.5 Persyatan Mutu Bahan Pembungkus ... 17

2.3 Kemunduran Mutu ... 20

2.4 Penerapan Sistem Rantai Dingin ... 23

(8)

viii

2.5 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan ... 24

2.5.1 Persyaratan Fisik... 24

2.5.2 Persyaratan Operasional ... 28

III METODOLOGI ... 35

3.1 Waktu Dan Tempat ... 35

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.3 Metode Kerja... 35

3.3.1 Pengamatan Alur Proses Pengalengan Tuna ... 35

3.3.2 Pengamatan Mutu Bahan Baku Dan Produk Akhir ... 35

3.3.3 Pengamatan Kelayakan Dasar ... 36

3.4 Metode Pengujian ... 36

3.4.1 Pengujian Histamine ... 36

3.4.2 Pengujian ALT ... 36

3.5 Alat Dan Bahan ... 36

3.5.1 Alat ... 36

3.5.2 Bahan ... 36

3.6 Prosedur Kerja ... 37

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Proses Pengalengan Ikan Tuna... 39

4.1.1 Penerimaan Bahan Baku (Receiving) ... 39

4.1.2 Penimbangan (Weighting) ... 42

4.1.3 Pelelehan (Thawing)... 43

4.1.4 Pengeluaran Isi Perut (Butchering) ... 43

4.1.5 Pencucian Dan Pengaturan Ikan (Washing And Filling) ... 44

4.1.6 Pemasakan Awal (Pre-Cooking) ... 44

4.1.7 Pendinginan (Cooling) ... 46

4.1.8 Pengeluaran Kulit Dan Kepala (Skinning And Beheading)... 46

4.1.9 Pengeluaran Tulang danTaging Cokelat (Loinning) ... 46

4.1.10 Pengecekan Metal Detector... 47

4.1.11 Pengisian Kaleng (Packing) ... 48

4.1.12 Pencucian Kaleng (Can Washing) ... 50

4.1.13 Sterilisasi (Retorting) ... 51

4.1.14 Pendinginan Dan Pembersihan Kaleng (Case Up) ... 54

4.1.15 Pelabelan Dan Pengepakan (Finishing) ... 54

4.1.16 Distribusi (Stuffing) ... 57

(9)

ix

4.2 Pengujian Mutu ... 57

4.2.1 Pengujian Organoleptik Dan Sensori ... 57

4.2.2 Pengujian Mutu Mikrobiologi ... 60

4.2.3 Pengujian Kimia ... 62

4.3 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan ... 63

4.3.1 Persyaratan Fisik ... 63

4.3.2 Persyaratan Operasional ... 66

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75

RIWAYAT HIDUP ... 80

(10)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam % bera

t

) ... 7

2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Ikan Segar... 14

3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tuna Kaleng. ... 15

4. Pembagian Karyawan. ... 46

5. Ukuran Ikan yang Diterima di PT. Delta Pasific Indotuna ... 40

6. Tingkat Kesegaran Ikan di PT. Delta Pasific Indotuna ... 41

7. Waktu Selama Proses Thawing ... 43

8. Suhu dan Waktu Pemasakan Ikan ... 45

9. Standar Pengisian Kaleng ... 48

10. Spesifikasi Kaleng ... 50

11. Standar Sterilisasi Ikan kaleng ... 53

12. Spesifikasi Ukuran Label ... 55

13. Spesifikasi Ukuran Karton ... 56

14. Penilaian Organoleptik Bahan Baku Ikan Segar ... 58

15. Penilaian Sensori Ikan Kaleng ... 59

16. Hasil Pengujian Mutu Mikrobiologi Bahan Baku Ikan Segar ... 60

17. Hasil Pengujian Mutu Mikrobiologi Produk Akhir Ikan Kaleng ... 61

18. Hasil Pengujian Histamin ... 62

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Tuna Sirip Ekor Kuning (Thunn0s albacare) ... 6

2. Mekanisme pembentukan Histamin ... 23

3. Flow Chart Pengolahan Ikan Tuna kaleng PT.DELPI ... 37

4. Diagram tulang ikan pada tahapan receiving ... 40

5. Diagram tulang ikan pada area Loining ... 47

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Proses Produksi Ikan Tuna Kaleng ... 75

(13)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan sangat penting dalam penyediaan pangan yang bermutu tinggi, bentuk tekstur dan rasa yang baik serta disenangi oleh konsumen. Salah satu kegiatan industri perikanan adalah menghasilkan produk ikan kaleng. Produk ikan kaleng sendiri memiliki beberapa keunggulan yang praktis dalam penyajiannya dan tahan lama. Produk makanan olahan yang paling banyak diminati buyers asal Eropa dan Timur Tengah adalah produk perikanan dan hasil laut (seafood) berupa Tuna dalam kaleng (Anonymous, 2013).

Ikan kaleng (canned fish) merupakan salah satu hasil perikanan yang diolah melalui teknologi moderen yang memiliki harga yang relatif berfluktuasi.

Ikan kaleng merupakan salah satu bentuk dari diversifikasi produk perikanan yang bertujuan untuk memenuhi keinginan konsumen dalam mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung protein. Berbagai merek produk ikan kaleng yang beredar di pasar membuktikan bahwa semakin ketatnya persaingan yang mengarah pada mekanisme pasar, yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar atau market share (Saidah, 2010).

Ikan kaleng sendiri mendapat respon yang cukup baik di konsumen, selain tuntutan gaya hidup yang ingin serba cepat, prkatis dan instan keinginan untuk membeli produk ikan kaleng diperkuat dengan kelebihan utama produk ikan kaleng yaitu kemasannya berupa kaleng. Selain itu produk ikan kaleng sebagai salah satu produk perikanan yang diolah dengan menggunakan teknologi modern sehingga menghasilkan produk perikanan yang lebih hygienis dan juga memiliki harga yang lebih tinggi dibanding produk ikan yang sama bila diolah secara tradisional (Nagara, 2007).

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa volume ekspor produk perikanan Tuna segar, beku dan kalengan ke Afrika pada tahun 2010 sebesar 24 ribu ton dengan nilai 58 juta dollar AS dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 29 ribu ton dengan nilai 81 juta dollar AS, kemudian menurun pada periode agustus 2012 sebesar 23 ribu ton dengan nilai 56 juta dollar AS. Untuk kawasan Timur Tengah sendiri volume ekspor produk perikanan Tuna segar, beku

(14)

2 dan kalengan pada tahun 2010 mencapai 14 ribu ton dengan nilai 29 juta dollar AS. Tahun 2011 turun sebesar 13 ribu ton dengan nilai 30 juta dollar AS yang kemudian meningkat lagi pada periode agustus 2012 dengan volume mencapai 14 ribu ton dengan nilai sebesar 40 juta dollar AS (Anonymous, 2013).

Bitung selain letaknya yang strategis, kota ini juga memiliki sumberdaya laut dan perikanan yang sangat potensial mencapai 587 ribu ton, sementara yang dimanfaatkan baru 147 ribu ton atau sekitar 25,04%. Potensi ikan ini tersebar di TelukTomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Teluk Berau, Laut Sulawesi, dan utara Pulau Halmahera. Sumberdaya laut yang terkandung di perairan tersebut antara lain ikan Tuna, Cakalang, Tongkol, Paruh Panjang, ikan Tenggiri, Cumi-cumi, ikan karang, dan lain-lain. Melihat potensi sumberdaya laut dan perikanan yang besar ini, pemerintah pusat menetapkan Kota Bitung Sulawesi Utara sebagai pusat perikanan Tuna atau ”World Tuna Center”, guna dijadikan salah satu pemasukan devisa bagi negara. Ikan Tuna dari Bitung sudah menjadi salah satu ekspor andalan ke beberapa negara di dunia yang ikut membantu pertumbuhan ekonomi di daerah dan nasional (Anonymus, 2012). PT. Delta Pasific Indotuna merupakan salah satu perusahaan perikanan yang bergerak dalam bidang penanganan dan pengolahan produk ikan tuna, salah satunya adalah pengalengan ikan tuna di kota Bitung, Sulawesi Utara.

Unit pengolahan sangat diperlukan tenaga kerja yang produktif artinya tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan suatu produk yang sesuai standar dalam waktu yang singkat. Selain itu tenaga kerja yang digunakan harus cepat, cekatan dan mempunyai ketelitian yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan adalah produk dengan mutu baik, dalam waktu yang relatif singkat dan menggunakan bahan dan biaya yang relatif rendah (Ravianto, 1999). Kendati memberikan harapan yang baik dimasa mendatang, namun salah satu masalah pokok yang perlu mendapatkan perhatian bagi industri pengalengan di Indonesia adalah peningkatan standar mutu produk. Selain masalah tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah dalam efisiensi produk baik dalam efisiensi processing maupun tenaga kerja. Apabila masalah-masalah tersebut dapat teratasi, maka diharapkan ikan kaleng Indonesia akan lebih mampu bersaing dengan ikan kaleng produksi negara lain (B2PMHP, 1995).

(15)

3 1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan pada:

1. Mengamati proses pengalengan ikan Tuna mulai dari penerimaan bahan baku sampai menjadi produk akhir

2. Mengamati mutu bahan baku yang meliputi mutu organoleptik bahan baku, mutu mikrobiologi meliputi ALT dan mutu kimia meliputi histamin serta mengamati mutu produk akhir ikan tuna kaleng yang meliputi mutu sensori ikan tuna kaleng,mutu mikrobiologi meliputi ALT, mutu kimia meliputi histamin

3. Pengamatan penerapan kelayakan dasar pada unit pengolahan di PT. Delta Pasific Indotuna yang meliputi GMP dan SSOP.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui alur proses pengalengan ikan tuna di PT. Delta Pasific Indotuna 2. Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir

3. Mengetahui penerapan kelayakan dasar pada unit pengolahan

(16)

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Ikan Tuna

Berbagai jenis Ikan tuna hidup di berbagai lautan. Pada umumnya badan Ikan tuna tampak padat dan silindris panjang. Mulutnya cukup lebar, posisi mulut terletak di muka sedikit di bawah mata. Mempunyai gigi kecil dan runcing yang makin ke belakang makin kecil ukurannya. Mata Ikan tuna lebar, Mempunyai dua sirip dorsal yang berdekatan, di belakang sirip dorsal yang kedua sampai ekor terdapat delapan hingga sembilan sirip kecil. Sirip seperti itu juga terdapat diantara sirip anal dan ekor pada bagian bawah badan. Warna badan bagian atas atau punggung biru gelap, makin ke bawah warnanya makin cerah atau putih perak. Panjang Ikan tuna bisa mencapai lebih dari 1,8 m dengan berat lebih dari 140 kg (Hadiwiyoto, 1993).

Ikan tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan dunia dan termasuk golongan ikan pelagis. Ikan tuna banyak dimanfaatkan sebagai ikan kaleng dan shasimi dalam industri perikanan dunia. Spesies ikan ini memiliki karateristik yang mirip sehingga dapat disebut dengan golongan tuna dan spesies mirip tuna. Ikan tuna dan spesies mirip tuna dapat diklasifikasikan kedalam empat genus, yaitu Thunnus, Euthynnus, Katsuwonus, dan Auxis dengan jumlah spesies sebanyak 15 spesies (Nurjanah, 2011).

Sistem klasifikasi, Tuna termasuk famili Scombroidea dengan ciri kandungan asam amino bebas histidin yang tinggi dan jika tidak ditangani dengan tepat, maka histidin dalam daging Tuna akan diubah oleh bakteri menjadi senyawa toksik yang disebut histamin. Histamin akan mengakibatkan keracunan scombroid atau semacam alergi (Junianto, 2003).

Ikan tuna adalah ikan pelagis besar yang menyebar di perairan yang relatif dalam, memiliki sifat yang bergerak aktif dan sifat pergerakannya dapat vertikal maupun kearah lainnya. Ikan tuna ada yang hidup menetap pada perairan tertentu, namun kebanyakan mengadakan migrasi sepanjang tahun. Pergerakan kelompok ikan tuna di wilayah perairan Indonesia mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) Indonesia. Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada

(17)

5 lintasan perbatasan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, sehingga beberapa wilayah perairan pantai dan teritorial memiliki sumberdaya perikanan tuna yang besar (Nugroho dan Budi, 2003 dalam Widarmasto, 2005).

Tuna terdapat di perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Ikan tuna bergerak dalam rombongan dan dapat berpindah-pindah dengan jarak yang sangat jauh. Di lautan Hindia penyebarannya meluas dari 300 lintang Selatan ke Utara dan Timur Afrika hingga Barat Australia. Di lautan Pasifik mulai dari Utara Irian dan Timur Australia hingga pantai Amerika. Di lautan Atlantik meluas dari pantai Amerika hingga benua Afrika. Di Nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut pedalaman seperti laut Bali, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Arafuru, dan Laut Banda (Simorangkir, 1978 dalam Widarmasto, 2005).

Tuna adalah ikan yang aktif mengejar makanan dan selalu bergerak.

Kebutuhan makanan ikan tuna diperkirakan sekitar 15 % dari berat badannya per hari. Tuna akan memilih ruang hidup sesuai dengan keinginannya, namun dalam keadaan darurat tuna akan bergerak ke arah lingkungan yang kurang sesuai (Stequert dan Marsac, 1989 dalam Widarmasto, 2005).

2.1.1 Morfologi Dan Klasifikasi Ikan Tuna

Ikan tuna yang termasuk ke dalam famili Scombridae memiliki tubuh berbentuk tegak, memanjang dan fusiform (streamline) dengan dua buah sirip dorsal terpisah yang memiliki satu jari-jari keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal berbentuk bulan sabit. Sirip ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip pektoral. Sirip dorsal pertama dan sirip anal pertama dapat melipat kedalam lipatan, sedangkan sirip pektoral dan sirip ventral menekan kedalam tubuh saat berenang dengan cepat. Daging ikan tuna tuna berwarna merah muda sampai merah tua (Nurjanah, 2011).

Daging merah pada ikan tuna mempunyai kandungan mioglobin tinggi diimbangi dengan banyaknya jaringan pengikat dan pembuluh darah, sementara daging putih mempunyai protein yang berkualitas tinggi. Daging ikan mempunyai nilai biologik yang tinggi tetapi nilai biologik dapat turun karena penanganan yang kurang baik (Hadiwiyoto, 1993).

(18)

6 Sistem klisifikasi, tuna termasuk dalam famili Scombroidae. Salah satu ciri dari ikan anggota famili Scombroidae yaitu kandungan asam amino bebas histidin yang tinggi (Junianto, 2003).

Klasifikasi Ikan Tuna menurut Nurjanah (2011) adalah : Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata Superclass : Gnathostomata Class : Osteichthyes Subclass : Actinopterygii Order : Perciformes

Suborder : Scombroideic Famili : Scombroidea

Subfamili : Thunnini Genus : Thunnus

Species : Thunnus albacares Thunnus obesus Thunnus alalunga Thunnus maccoyii Thunnus tonggol

Gambar 1. Tuna Sirip Ekor Kuning (Thunnus albacare) 2.1.2 Komposisi Kimia Dan Kandungan Nutrisi Daging Ikan Tuna

Komposisi kimia daging tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelompok dan musim. Perubahan nyata terjadi pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain, ketebalan lapisan lemak dibawah kulit berubah menurut umur dan atau musim. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut yang berfungsi

(19)

7 sebagai gudang lemak, bagian ini adalah termahal sebagai bahan sashimi dan sushi(Murniyati dan Sunarman, 2000). Komposisi tuna dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam % berat)

Spesies Air Protein Lemak Karbohidrat Abu

Bluefin

Daging merah Daging berlemak

68,70 52,60

28,30 21,40

1,40 24,60

0,10 0,10

1,50 1,30 Soulthern

Daging merah Daging berlemak

65,60 63,90

23,60 23,10

9,30 11,60

0,10 0,10

1,40 1,30 Yellowfin

Daging merah (akami) 74,20 22,20 2,10 0,10 1,40

Marlin 72,10 25,40 3,00 0,10 1,40

Macerel 62,50 19,80 16,50 0,10 1,10

Skipjack 70,40 25,80 2,00 0,40 1,40

Sumber : Muryati dan Sunarman (2000).

Tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi yang banyak diminati, baik di pasar lokal maupun internasional. Ini dikarenakan selain rasanya yang lezat juga kandungan zat gizinya yang mampu menyehatkan orang dewasa dan mencerdaskan anak-anak. Ikan tuna mempunyai nilai gizi yang sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing-masing 22 g dan 13 g, (Efendi, 2008).

Salah satu komoditas laut, Ikan tuna juga kaya akan asam lemak omega-3.

Kandungan omega-3 pada ikan air laut, seperti Ikan tuna adalah 28 kali lebih banyak daripada ikan air tawar. Asam lemak omega-3 mempunyai peran penting untuk proses tumbuh kembang sel-sel saraf, termasuk sel otak, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan terutama pada anak-anak. Ikan tuna juga kaya berbagai mineral penting yang esensial bagi tubuh. Kandungan iodium pada ikan tuna mencapai 28 kali kandungan iodium pada ikan air tawar. Kandungan vitamin pada ikan tuna, terutama jenis sirip biru sangat tinggi, yaitu mencapai 2,183 IU.

Konsumsi 100 gram ikan tuna sirip biru cukup untuk memenuhi 43,6 persen

(20)

8 kebutuhan tubuh akan vitamin A setiap hari. Ikan tuna juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat (Efendi, 2008).

2.2 Pengalengan Ikan Tuna 2.2.1 Prinsip Pengalengan

Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng.

Ikan dimasukkan dalam kaleng, kemudian disterilkan dengan panas (Murniyati dan Sunarman, 2000). Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermitis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum yang paling berbahaya. Pengalengan secara hermitis memungkinkan makanan yang dikalengkan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau perubahan cita rasa (Astawan, 2006).

Menurut Winarno (2007), proses pengalengan juga disebut canning, yang pada umumnya tidak hanya melibatkan penggunaan bahan kemasan kaleng, tetapi dapat menggunakan bahan kemasan gelas atau botol, maupun plastik yang disebut retortable pouch. Prose pengalengan adalah suatu cara pengawetan makanan dimana makanan beserta wadahnya mengalami sterilisasi komersial dengan menggunakan panas, baik sendiri atau kombinasi dengan cara lain yaitu dengan pengaturan pH dan water activity. Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan lama (adawyah, 2007).

2.2.2 Proses Pengalengan Ikan Tuna 1. Penerimaan Bahan Baku

Setiap bahan baku yang diterima harus diperiksa mutunya paling tidak secara sensori, ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak.

Kesegaran ikan dalam pengalengan memegang peranan sangat penting, sebab bila ikan sudah tidak segar lagi maka mutu ikan kaleng pun menurun. Bau ikan yang

(21)

9 busuk atau tektstur ikan yang mulai lembek tidak dapat dihilangkan sebab pada pengukusan pendahuluan (precooking) yang seharusnya menyebabkan daging ikan makin kompak, malahan membuat daging ikan yang mulai busuk menjadi rapuh. Tempat, cara, dan lama penyimpanan bahan mentah juga mempengaruhi mutu produk akhir (Moeljanto, 1992).

2. Penyiangan dan Pencucian

Isi perut dan bagian-bagian yang tidak dikalengkan seperti kepala, sirip- sirip, ekor dan daging bagian perut dipisahkan dan tulang-tulangnya harus dibuang, kemudian ikan dicuci sebersih-bersihnya. Air pencucian sebaiknya mempunyai mutu seperti air minum karena bila mutunya diragukan akan menjadi sumber pengotoran dan pembusukan. Penyiangan dan pencucian harus diawasi baik-baik sesuai dengan syarat-syarat kesehatan karena ini langkah awal untuk menentukan mutu dan besarnya kerugian akibat pembusukan dan kerusakan fisik (Moeljanto, 1992).

3. Pengukusan Pendahuluan

Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak kemudian dimasukkan kedalam alat pemasak yang menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pengukusan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar antara 1-4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari ikan) dengan suhu pemasakan 100º-105ºC. Menurut Moeljanto (1985), air yang keluar pada ikan tuna kurang lebih 17,5 % . Hal ini bergantung pada kandungan lemaknya, bila semua air yang keluar itu tertampung didalam kaleng maka saus yang berminyak akan jadi encer tercampur air.

Lama pengukusan (steaming atau precooking) dan ketinggian suhu juga tidak boleh berlebihan. Suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi rupa dan tekstur daging dan terlalu banyak air yang keluar. Hal ini akan menurunkan mutu.

Keseimbangan antara lama pemasakan, tinggi suhu, mutu daging serta biaya produksi hendaknya selalu dijaga (Moeljanto, 1992).

Daging ikan tuna yang telah di precook terdiri atas dua bagian yaitu daging putih (white meat) dan daging merah (dark meat). Waktu pemotongan, daging merah harus dipisahkan sebab mutunya dalam perdagangan lebih rendah.

Warna merah tersebut disebabkan oleh darah yang membeku karena pemanasan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

(22)

10 4. Penurunan Suhu dan Pembersihan Daging

Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30ºC) dalam waktu maksimum 6 jam. Sebaiknya dilakukan diruangan khusus yang selalu terjaga kebersihannya dan masih berlangsung penguapan sehingga daging bertambah kompak, keras dan mudah dipisah-pisahkan antara daging dan tulang. Lamanya waktu pendinginan tergantung dari ukuran ikan (Ditjenkan, 1994).

Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah dengan menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah. Loin masak kadang timbul perubahan warna daging, yaitu munculnya warna hijau muda kekuningan. Makin tidak segar bahan mentahnya, ternyata makin banyak terjadi perubahan warna ini bahkan sampai masuk ke celah-celah daging (Moeljanto, 1985).

5. Pemotongan

Pemotongan ikan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran ikan yang sesuai dengan kalengnya. Hasil pemotongan dibagi menjadi dua, yakni : potongan pokok, potongan sisa dan serpihan (waste /flake) (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Daging yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah dipotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Tahap ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/di isi kedalam kaleng. Panjang potongan ikan diperkirakan tepat dengan isi kaleng sehingga jarak antara permukaan ikan setelah ditambahakan saus dengan bibir kaleng (head space) kira-kira setinggi 3-4,5 mm : (1/8-1/6 inchi). Hal ini untuk mendapat ruang hampa yang cukup (Moeljanto, 1985).

Pemotongan ikan dapat dilakukan dengan mesin atau dengan tangan.

Pemakaian mesin pemotong akan memperoleh kesulitan untuk memperoleh bahan dengan ukuran yang sama dan banyak menghasilkan waste meskipun prosesnya berjalan cepat. Pemotongan dengan tangan menghasilkan potongan-potongan yang tidak sama ukurannya dan kecepatannya rendah (Murniyati dan Sunarman, 2000).

(23)

11 6. Pengisian dalam Kaleng

Ikan tuna yang dikalengkan memiliki empat cara pengepakan, yakni solid pack, standard pack, belly meat pack dan flake pack. Solid pack berisi sepotong daging dalam kaleng. Standard pack, disamping potongan daging yang besar, untuk memenuhi standar ditambahkan serpihan daging. Flake pack hanya terisi serpihan daging, sedangkan belly pack hanya daging bagian perut saja(Poernomo, 2002).

Pengisian wadah yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah persiapan selesai. Pengisian hendaknya dilakukan dengan teratur dan seragam.

Produk diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya head space, kemudian medium pengalengan (canning medium) diisikan menyusul. Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi gembung (Adawyah, 2007).

Menurut Moeljanto (1985), cara pengisian ikan yang sudah dipotong- potong kedalam kaleng harus sepadat mungkin supaya tidak mudah rusak akibat goncangan waktu pengemasan atau pengangkutan.

7. Penambahan Medium

Penambahan medium sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium tidak boleh kurang dari 70ºC. Pengisian media hingga batas head space atau 6-10% dari tinggi kaleng (Putra, 2005). Medium yang umum dipakai dalam tuna kaleng adalah air garam (brine) atau minyak. Pengisian medium biasanya digunakan mesin secara otomatis untuk menentukan jumlah yang dimasukkan atau diisikan.

8. Penghampaan Udara dan Penutupan Kaleng

Kaleng yang telah berisi ikan dihampakan kandungan udaranya sehingga tekanan udara didalam kaleng setelah proses sterilisasi dan pendingian menjadi lebih kecil dibanding tekanan udara luar. Penghampaan bermanfaat untuk meniadakan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan korosi (perkaratan) pada bagian dalam kaleng, perkaratan dapat menyebabkan kebocoran kaleng, mengurangi kaehidupan bakteri aerob (Murniyati dan Sunarman, 2000).

(24)

12 Penutupan hermitis artinya penutupan kaleng sedemikian rupa sehingga tidak ada gas, molekul uap air maupun udara yang dapat lolos atau masuk ke dalam kaleng. Proses penutupan kaleng dilakukan dengan alat penutup kaleng yang disebut double seamer, kaleng-kaleng dapat tertutup secara hermitis (Winarno, 2007).

9. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan pemberian jumlah panas yang cukup, artinya panas diberikan dalam gabungan suhu dan waktu, sehingga produknya steril tetapi baik tekstur, citarasa masih cukup baik sesuai harapan konsumen. Jumlah panas dalam kombinasi suhu dan waktu tersebut sangat tergantung pada jenis bahan pangan khususnya sifat perambatan panasnya yaitu konduksi atau konveksi, serta pH dari bahan pangan tersebut (Winarno, 2007).

10. Pendinginan (Cooling)

Kaleng-kaleng atau kemasan setelah proses sterilisasi harus didinginkan secepatnya untuk mencegah terjadinya gejala lewat masak pada produk dan untuk mencegah tumbuhnya spora mikroorganisme yang tahan panas. Pendinginan dapat dilakukan dengan udara atau dengan air. Bila digunakan dengan air maka umumnya digunakan air yang dikhlorinasi untuk mencegah terhisapnya air yang mengandung mikroorganisme ke dalam kaleng melalui lubang-lubang kecil dalam bahan kaleng, hal ini dapat terjadi karena dalam kemasan terdapat keadaan vakum (Effendi, 2008). Menurut Winarno (2007). Pendinginan yang berlangsung lambat akan memberikan waktu yang cukup bagi spora tumbuh dan berkembang biak.

11. Inkubasi

Kaleng yang telah dingin dimasukkan kedalam suatu ruangan dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik dan kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.

12. Pelabelan (Labelling) dan Pengepakan

Kaleng yang sudah dingin kemudian diberi label sesuai dengan keinginan produsen, pemberian label ditujukan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui kapan waktu produksi sehingga dapat menentukan masa kadaluarsanya, dan tentunya dengan

(25)

13 pemberian label produk akan dikenal masyarakat,kemudian dikemas dalam karton atau kotak kayu dalam jumlah tertentu (Adawyah, 2007).

13. Penyimpanan

Suatu pabrik makanan kaleng seringkali diperlukan penyimpanan sementara, misalnya karena besarnya jumlah produksi, selain itu penyimpanan juga untuk menguji mutu produk sebelum dipasarkan, maka diperlukan ruang penyimpanan yang baik (Adawyah, 2007).

Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng.

Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia dan juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan. Mencegah timbulnya karat pada bagian luar kaleng atau tumbuhnya jamur, kelembaban ruang penyimpanan hendaknya diatur serendah mungkin (Adawyah, 2007).

2.2.3 Persyaratan Mutu Bahan Mentah

Tidak diperbolehkan mengolah ikan yang berasal dari atau ditangkap didaerah perairan tercemar. Ikan yang diolah harus dari mutu yang baik, bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan bebas dari tanda-tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari cacat fisik dan bebas dari benda-benda yang dapat menurunkan mutu produk (Ditjenkan, 1994). Bahan baku yang berupa ikan tuna segar harus memenuhi syarat sesuai SNI 2729:2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Ikan Segar

(26)

14

Parameter uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik - Min 7 (skor 1-9)

b. Cemaran Mikroba*

- ALT

- Eschericia coli - Salmonella - Vibrio cholera

- Vibrio parahaemolyticus

Koloni/g APM/g - -

5,0 5

< 3

Negatif/25 g Negatif/25 g

< 3 c. Cemaran Logam*

- Arsen (As) - Kadmium (Cd)

- Merkuri (Hg)

- Timah (Sn) - Timbel (Pb)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 1, 0 Maks. 0,1 Maks. 0,5**

Maks. 0,5 Maks. 1, 0**

Maks. 40, 0 Maks. 0,3 Maks. 0,4**

d. Kimia*

- Histamin*** mg/kg Maks. 100

e. Residu Kimia*

- Kloramfenikol - Malachite green dan

Leuchomalachite green - Nitrouran

- -

-

Tidak boleh ada Tidak boleh ada

Tidak boleh ada f. Racun Hayati*

- Ciguatoksin - Tidak terdeteksi

g. Parasit - Tidak boleh ada

Catatan * bila diperlukan ** untuk ikan predator

*** untuk ikan scombridae (scombroid), clupeidae, pomatomidae, coryphaenedae

Sumber : SNI 2729:2013

Setelah diolah menjadi ikan tuna kaleng maka produk akhir harus memenuhi syarat sesuai SNI 2712:2013 adalah sebagai berikut :

(27)

15 Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tuna Kaleng

Parameter uji Satuan Persyaratan

a. Sensori Min 7 (skor 1-9)

b. Kimia***

- Histamin Mg/kg Maks 100

c. Cemaran Mikroba*

- ALT anaerob

- ALT aerob (themofilik) - Clostridium perfringens

koloni/g koloni/g -

<1 101

<1 101

<1 101 d. Cemaran logam*

- Arsen (As) - Kadmium (Cd)

- Merkuri (Hg)

- Timah (Sn) - Timbal (Pb)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 1, 0 Maks. 0,1 Maks. 0,5**

Maks. 0,5 Maks. 1, 0**

Maks. 40, 0 Maks. 0,3 Maks. 0,4**

e. Cemaran fisika*

- Filth 0

f. Fisika - Bobot tuntas - Pelagis kecil - Pelagis besar

%

%

Min. 50 Min. 60 Catatan * bila diperlukan

** untuk ikan predator

*** untuk ikan scombridae (scombroid), clupeidae, pomatomidae, coryphaenedae

Sumber : SNI 2712:2013

2.2.4 Persyaratan Mutu Bahan Pembantu

(28)

16 1. Air

Secara garis besar, menurut sumber atau letaknya, air dapat dibedakan menjadi 2, yaitu air tanah dan air permukaan. Air tanah adalah jenis air terletak di bawah tanah, dan biasanya memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya ke permukaan misalnya dengan membuat sumur atau dengan menggunakan pompa.

Air permukaan tanah seperti air sungai, kolam, danau, ataupun air hujan.

Air tanah umumnya lebih bersih dari pada air permukaan, namun tidak dapat dijamin bahwa semua jenis air tanah aman untuk dikonsumsi atau digunakan dalam pengolahan makanan. Air permukaan, karena letaknya pada tempat relatif terbuka, cenderung lebih mudah terkontaminasi/ tercemar, baik secara fisik, kimiawi, mikrobiologis, maupun radiologis. Air permukaan memerlukan tindakan sanitasi spesifik sebelum digunakan sebagai air minum ataupun air untuk keperluan pengolahan makanan (Purnawijayanti, 2012).

Menurut pengamatan Putra (2005) air untuk penanganan dan pengolahan harus cukup aman dan saniter, berasal dari sumber yang diizinkan dengan angka Coliform (angka paling memungkinkan-APM) maksimal 2 (dua) untuk 100 ml air.

Air tersebut bertekanan minimal 145,26 gram/cm2 (20 pound per square inchi).

Air untuk pencucian tuna disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang dengan sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengolahan, sebelum dipakai harus disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air tersebut bersih. Air hendaknya meenuhi persyaratan air minum dan diperiksa secara kontinyu ke laboratorium yang telah terakreditasi.

2. Es

Es harus dibuat dari air yang bersih, yang memenuhi persyaratan air minum. Penggunaan es harus ditangani dan disimpan ditempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar.

Menurut Imesh (2012), ikan yang dijual dalam keadaan segar selalu membutuhkan suhu yang rendah sehingga mutu ikan yang dijual dapat dipertahankan. Es merupakan cara yang paling umum digunakan, karena selain murah, es juga mudah didapatkan. Es yang dipergunakan harus berasal dari air yang bersih dan kualitasnya terjamin. Untuk hasil yang lebih baik, es yang digunakan harus berasal dari air yang siap minum. Es merupakan bahan yang

(29)

17 berhubungan langsung dengan bahan makanan, sehingga apabila tidak diperhatikan dengan baik, maka es kemamanan bahan makanan yang diproduksi.

Sebaiknya es yang digunakan untuk menjaga suu ikan sebelumnya telah dihancurkan terlebih dahulu, sehingga proses perpindahan suhu terjadi secara lebih efektif.

3. Garam/Saus

Garam/saus yaitu berfungsi sebagai bahan tambahan yang digunakan sebagai media pada pengalengan ikan tuna. Garam/saus sebelum dimasukkan dalam kaleng harus dimasak terlebih dahulu (Moeljanto, 1985).

Penggunaan saus atau medium dalam pengalengan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Sedangkan penambahan air garam, minyak, saus tomat dan bumbu-bumbu lain tidak saja memberikan rasa tertentu pada produk yang dikalengkan tetapi juga menonjolkan rasa sedap alami yang terdapa dalam daging ikan (Moeljanto, 1992). Selain itu saus atau medium mempunyai fungsi :

1. Memperpendek waktu proses (sterilisasi) karena saus merupakan pengantar panas

2. Merendahkan konsentrasi (kadar) ion zat air (hydrogen ion) atau pH (misalnya pemakaian saus tomat pada pengalengan jenis kerang tertentu (Moeljanto, 1992).

2.2.5 Persyaratan Mutu Bahan Pembungkus 1. Kaleng

Kaleng yang dipakai untuk mengawetkan ikan dibuat dengan bahan dan kontruksi khusus. Kaleng terbuat dari tin-plate yaitu lembaran-lembaran besi (Fe) yang dilapisi timah (Pb) dengan cara pencelupan atau secara elektrolit. Cara pencelupan dalam cairan timah ternyata lebih baik daripada cara elektrolit sebab menghasilkan tin-plate dengan jumlah pori-pori yang kecil (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Spesifikasi kaleng kaleng ditentukan oleh dua buah kebutuhan, yaitu : kebutuhan akan kekuatan yang dimiliki oleh wadah dan daya simpan yang dimiliki oleh produk dalam kaleng. Kebutuhan akan kekuatan kaleng perlu disesuaikan dengan beberapa hal, yaitu : kecepatan jalur pengolahan, keadaan dan kondisi alat penutup kaleng (atmosfer, aliran uap air, kevakuman) yang banyak

(30)

18 mempengaruhi pendinginan dengan tekanan (pressure cooling), serta cara penanganan pasca proses. Sedangkan kebutuhan terhadap daya simpan isi kaleng ditentukan oleh daya korosif produk, lapisan timah putih (tin free steel), sifat-sifat basic steel-nya, place surface treatment, dan jenis organic coating (Winarno, 2004).

Pengolahan tuna kaleng memiliki beberapa ukuran jenis kaleng diantaranya 307 112 dan 603 408. Kaleng 307 112 adalah jenis kaleng two piece can bodies dimana kaleng hanya terdiri dari badan kaleng dan sebuah tutup kaleng. Sedangkan kaleng ukuran 603 408 adalah jenis kaleng three piece can bodies yang terdiri dari tiga bagian yaitu badan kaleng dan dua tutup kaleng bagian bawah dan atas. Untuk tutup bagian bawah biasanya sudah ditutup oleh perusahaan kaleng sedangkan bagian atasnya ditutup setelah proses pengisian.

Pada bagian atas terdapat kode yang menunjukkan jenis produk dan tanggal kadaluarsa produk. Standar vacum untuk kaleng ukuran 603 408 adalah 27-28 cm Hg dan untuk ukuran kaleng 307 112 adalah 35 cm Hg. Kaleng yang telah ditutup dinyatakan bagus dan baik apabila kevakuman kaleng sesuai dengan standarnya (Putra, 2005).

Kemasan untuk pengalengan harus memenuhi persyaratan antara lain : dapat ditutup secara hermitis, tahan dalam pemanasan suhu tinggi dan aman terhadap produk serta mampu melewatkan panas kedalam produk secara efektif (Winarno, 2004).

Menghindari kemungkinan terjadinya proses karat atau perubahan warna (discoloration) produk, pada lapisan terluar dari lapisan kaleng bagian dalam diberi lapisan “lacquer” atau “coating”. Dari berbagai jenis coating, khusus untuk olahan ikan digunakan jenis SR (Sulphur resistant) atau juga disebut dengan C-enamel yang khusus ditujukan untuk mencegah terjadinya black sulfide, yaitu noda hitam hasil reaksi besi dengan sulfide menjadi FeS (Winarno, 2004). Hal ini disebabkan, daging ikan pada umumnya banyak mengandung gugusan sulfhydril (-SH) yang dapat bereaksi dengan unsure besi (Fe) dari tin plate dan membentuk endapan hitam (FeS) yang menempel pada daging ikan pada waktu kaleng dibuka.

Metode penutupan kaleng yaitu penutupan sambungan ganda yang terdiri dari dua langkah. Pertama, pinggir tutup kaleng dilipat sehingga membentuk kait

(31)

19 tutup (cover hook) disekeliling bibir badan. Kedua, kait tutup dan bibir atas badan kaleng dilipat kebawah kearah dinding kaleng sehingga membentuk kait badan (body hook) yang rapat (Suprayitno, 2011).

Makanan kaleng mungkin mengalami kerusakan atau kebusukan selama transpor atau penyimpanan. Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan menjadi tiga yaitu kerusakan fisik, kerusakan kimia dan kerusakan mikrobiologi.

Jenis-jenis kerusakan makanan kaleng : 1. Kerusakan fisik

Umumnya tidak membahayakan konsumen. Misalnya penyok karena benturan.

2. Kerusakan kimia

Dapat disebabkan penggunaan jenis kaleng yang tidak sesuai sehingga terjadi reaksi kimia antara kaleng dan makanan yang dikalengkan. Kerusakan kimia dapat juga berupa kerusakan zat gizi atau nutrien makanan. Kerusakan kimia yang dapat terjadi yaitu kembung hydrogen, pembentukan warna hitam, pemudaran warna, korosi.

Kembung hydrogen adalah suatu keadaan penggembungan kaleng yang disebabkan terbentuknya gas hydrogen. Gas hydrogen terbentuk akibat reaksi asam dari produk dan logam pada kaleng. Kembung hydrogen dapat terjadi jika makanan bersifat asam dan kaleng tergores lapisan timahnya atau penggunaan jenis kaleng yang tidak sesuai sifat produk.

Pembentukan warna hitam sering terjadi pada pengalengan jagung, udang, kepiting, ikan dan daging. Terjadi karena waktu proses sterilisasi terjadi pemecahan senyawa sulfide dari protein yang bereaksi dengan besi dari kaleng.

3. Kerusakan mikrobiologi

Pada kerusakan jenis ini kaleng terlihat normal (tidak menggembung) tapi produk berubah asam. Penyebabnya Bacillus stearothermophilus pada makanan berasam rendah dan Bacillus coagulans (Bacillus thermoacidurans) pada makanan asam.

Pembentukan warna hitam yaitu tumbuhnya bakteri pembentuk spora yang bersifat termofilik, misalnya Clostridium nigrificans (anaerobic), Bacilus betanigrificans (anaerobic fakultatif), keduanya bersifat proteoilitik dan

(32)

20 memproduksi H2S sehingga makanan menjadi busuk dan berwarna hitam karena reaksi sulfide dengan besi.

2. Kerusakan dengan pembentukan gas

Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya penggembungan kaleng karena terbentuk gas oleh mikroba (CO2 dan H2). Penampakan kaleng yang kembung ada 4 jenis :

1. Flipper : kaleng terlihat normal, tapi bila salah satu tutup ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.

2. Springer : salah satu tutup normal (tidak kembung), sedang tutup lainnya kembung, jika bagian kembung ditekan maka bagian ini akan masuk ke dalam dan tutup lainnya akan menjadi kembung.

3. Soft well (kembung lunak) : kedua tutup kembung tapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.

4. Hard well (kembung keras) : kedua tutup kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu jari.

Kerusakan makanan kaleng berasam tinggi dengan pH < 4 biasanya diusebabkan mikroba jenis mikrokoki, bakteri batang tidak berspora, kapang dan khamir. Mikroba tersebut biasanya tidak tahan panas, kontaminasi biasanya disebabkan kebocoran kaleng (Anonymous, 2012).

2. Karton

Karton adalah suatu bahan pengepak untuk membungkus ikan yang telah dikalengkan atau suatu barang hasil industri lainnya. Sesuai dengan fungsinya maka karton yang digunakan untuk pengemas ikan kaleng harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu : ringan dan kuat, ringkas dan praktis indah dan rapi, diberi motif tertentu untuk menghindari pemalsuan.

2.3 Kemunduran Mutu

Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan. Oleh karenanya sangat penting

(33)

21 untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati (Junianto, 2003).

Sejak ikan diangkat dari air, serangkaian kemunduran mutu terjadi dan membuat rupa, bau dan rasa ikan berubah menjadi semakin buruk sehingga menurunkan nilai ekonomisnya. Perubahan ini terjadi sangat cepat, tergantung jenis, ukuran dan bentuk ikan, suhu dan kondisi lingkungan ikan (Poernomo dan Dharmayanti, 2004).

1. Penurunan Mutu Secara Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim- enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan mati melewati fase rigormortis (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Proses autolisis biasanya akan diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Penurunan secara autolisis ini berlangsung sebagai aksi dari kegiatan enzim yang menguasai senyawa kimiawi pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel dan jaringan tubuh maupun yang merombaknya (Sumandiarsa, 2013).

2. Penurunan Mutu Secara Kimiawi

Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses kemunduran kesegaran ikan adalah penguraian lemak oleh aktivitas enzim jaringan tubuh dan enzim yang dihasilkan oleh bakteri serta berlangsung oksidasi adanya oksigen manjadi asam lemak. Akibat dari reaksi ini adalah terjadinya ketengikan, perubahan warna daging menjadi pucat yang mengarah pada rasa, bau, dan perubahan lain yang tidak dikehendaki (Irianto dan Giyatmi, 2009).

3. Penurunan Mutu Secara Bakteriologis

Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Bakteri akan tumbuh pada suhu selang suhu yang lebar yaitu, antara 0-45ºC. Di dalam air, kehidupannya meningkat antara 25-35ºC.

Enzim yang berperan pada proses autolisis akan bekerja dengan baik pada suhu

(34)

22 40-45ºC untuk ikan laut dan 23-27ºC. Pada suhu di bawah 10ºC pertumbuhan bakteri secara nyata (Irianto dan Giyatmi, 2009).

Menurut Sumandiarsa (2013), fase pembusukan berikutnya yang terjadi setelah ikan mati adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak pada tubuh ikan, dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan temperatur hidupnya, yaitu:

1. Bakteri Termofilik

Bakteri ini merupakan golongan bakteri yang hidup dengan baik pada temperatur tinggi (55 – 80oC), kemampuan hidup optimal pada temperatur 60oC.

2. Bakteri Mesofilik

Bakteri ini merupakan golongan bakteri yang dapat hidup dengan baik pada temperatur 20 – 55 oC, kemampuan hidup optimal pada temperatur 37oC.

3. Bakteri Psikofilik

Bakteri ini dapat hidup dengan baik pada temperatur 7 – 20oC, kemampuan hidup optimal pada temperatur 10oC. Adapun jenis bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter, Pseudomonas, Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus.

4. Histamin

(35)

23 Senyawa histamin terbentuk karena dekarboksilase dari amino histidin oleh bakteri atau mikroorganisme. Hal ini dapat terjadi pada produk ikan basah

karena keterlambatan dalam penjagaan mutunya. Bakteri pembusuk histamin selalu terdapat pada permukaan kulit ikan segar. Dalam hal ini, ikan yang berdaging gelap menghasilkan lebih banyak histidin daripada ikan berdaging putih. Dari ratusan jenis bakteri yang telah diteliti ada 3 jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin dalam jumlah tinggi yaitu : Proteus morganii (big eye, skipjack), Enterobacteri aerogenes (skipjack), dan Clostridium pefringes (skipjack) (Tampubolon, 1983 dalam Halleb, 2007). Adapun Mekanisme Perubahan senyawa Histidin menjadi senyawa Histamin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme pembentukan Histamin (Winarno, 1997).

2.4 Penerapan Sistem Rantai Dingin

Rantai dingin yaitu pengusahaan suhu rendah sekitar 0oC atau beberapa derajat diatas 0ºC selama proses produksi dan distribusi ikan basah. Perlakuan pendinginan harus dilakukan pada setiap tahapan proses dan menjaga suhunya tetap konstan. Perlakuan pendinginan tersebut dapat dilakukan dengan mesin refrigasi atau dengan cara yang paling sederhana yaitu penggunaan es (Ilyas, 1993).

Prinsip dari penerapan rantai dingin yaitu menekan proses terjadinya kenaikan suhu ikan sejak ikan ditangkap harus segera diturunkan suhu pusatnya menjadi 0ºC dan perlu dipertahankan suhunya selama penanganan dan pengolahannya (Moeljanto,1992). Menurut Murniyati dan Sunarman, (2000) Suhu dingin cukup efektif untuk mencegah proses penurunan mutu secara bakteriologis, autolisisi dan kimiawi. Penerapan rantai dingin dalam usaha penanganan dan

COOH H

H 2 N C H Enzim Histidin H 2 N C H Dekarboksilase

CH 2 CH 2

Morganella morganii C NH

C NH

CH CH

HC N HC N

Histidin Histamin

.

(36)

24 pengolahan dilakukan pada setiap tahap proses, dimana setiap tahapan proses mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

Pendinginan ikan pada dasarnya merupakan penghilangan panas dari ikan seharusnya dilakukan seawal mungkin setelah ikan diangkat dari air tanpa memperhatikan bagaimana ikan akan diolah. Prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak dalam keadaan beku (Irianto dan Giyatmi, 2009)

Adawyah (2007), menjelaskan bahwa kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa, dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Pendinginan dilakukan sebelum rigormortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang benar. Pendinginan setelah proses autolisis berlangsung tidak akan banyak membantu. Pendinginan dapat dilakukan dengan teknik seperti di bawah ini atau dengan pengkombinasian:

1. Pendinginan dengan es.

2. Pendinginan dengan es kering.

3. Pendinginan dengan udara dingin.

Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan (kemunduran mutu) ikan yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri. Sebagaimana diketahui < 4ºC aktivitas enzim dapat dihambat, demikian juga pertumbuhan bakteri (Nurjanah dan Abdullah, 2010).

Metode dalam mendinginkan ikan dinamakan pendinginan (chilling), yang suhunya hanya mendekati suhu es yang meleleh (0oC) dan mempertahankannya sampai pada penanganan selanjutnya. Faktor suhu sangat menentukan, begitu ikan tertangkap secepat mungkin didinginkan dengan es.Kondisi dingin ini tetap dipertahankan hingga sampai pada unit pengolahan.Suhu medium es jangan sampai melebihi 4oC.Penurunan suhu tubuh ikan dilakukan dengan media pendingin yang berfungsi untuk menarik panas dari dalam tubuh ikan sehingga suhu tubuh ikan menjadi lebih rendah, semakin besar panas ikan yang diserap oleh media pendingin maka suhu ikan akan semakin rendah (Junianto, 2003).

2.5 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan

(37)

25 2.5.1 Persyaratan Fisik

1. Lokasi dan Lingkungan

Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007, unit pengolahan harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan yang menjamin tersedianya ikan yang bermutu baik.

Perusahaan harus berlokasi di daerah yang bebas dari kotoran yang bersifat bakteriologis, biologis, fisis dan kimia (seperti daerah rawa, pembuangan sampah, perkampungan yang padat penduduk dan kotor, daerah kering dan berdebu, dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, dekat gudang pelabuhan dan sumber pengotor lainnya), sehingga tidak menimbulkan penularan dan kontaminasi produk dan bahaya bagi masyarakat (Winarno dan Surono, 2004).

2. Bangunan

Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa bangunan dan peralatan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap produk dan terpisah antara bagian bersih dan yang terkontaminasi. Bangunan unit pengolahan dan sekitarnya harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan sanitasi. Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sedemikian rupa sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan.

Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk pekerjaan basah harus kedap air, permukaannya halus dan rata serta berwarna terang. Bagian dinding sampai ketinggian 2 meter dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia, sampai batas ketinggian tersebut jangan menempatkan sesuatu yang mengganggu operasi pembersihan. Sudut antar dinding, antara dinding dan lantai dan antara dinding dengan langit-langit harus tertutup rapat dan mudah dibersihkan. Ruang pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air dan berwarna terang. Harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan menimbulkan kondensasi serta mudah dibersihkan. Tidak ada pipa yang terlihat. Tinggi langit-langit minimal 3 meter (Winarno dan Surono, 2004).

(38)

26 Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebih, kondensasi uap dan debu serta untuk membuang udara terkontaminasi. Arah aliran udara harus diatur dari daerah berudara bersih ke daerah berudara kotor, jangan terbalik.

Ventilasi harus dilengkapi dengan tabir atau alat pelindung lain yang korosif.

Tabir harus mudah diangkat dan dibersihkan.Penerangan yang baik berasal dari cahaya matahari maupun dari lampu harus cukup menerangi semua ruangan pabrik. Intensitas harus tidak kurang dari:

1. 540 lux (50-foot [15m] Candle) pada semua ruang inspeksi 2. 220 lux (20-foot [6m] Candle) pada ruang proses

3. 110 lux (10-foot [3m] Candle) pada ruang-ruang lainnya.

Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa pada setiap pintu masuk ruang pengolahan dan tempat-tempat tertentu harus disediakan perlengkapan pencuci- hama. Permukaan pintu harus tahan karat, halus dan rata serta tahan air dan mudah dibersihkan. Jendela harus tahan air, halus dan rata, mudah dibersihkan dan apabila dibuka harus dapat menahan debu, kotoran atau serangga (dilengkapi dengan tabir yang mudah dibersihkan). Jendela harus sekecil mungkin dan tingginya dari lantai 1,5 meter (Winarno dan Surono, 2004).

Berdasarkan KEP. 01/MEN/2007 bahwa pembuangan kotoran atau limbah (padat, cair atau gas) dari lingkungan kerja harus dilakukan dengan sempurna dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Selokan harus berukuran cukup, dapat mengalirkan air dan kotoran dengan lancar, harus kedap air dan tahan lama, permukaannya halus dan rata. Bagian-bagian selokan yang keluar melalui dinding ruangan pengolahan harus dilengkapi dengan alat pelindung, misalnya jeruji besi yang dapat diangkat sehingga mempermudah pembersihan dan mencegah masuknya tikus dan binatang lainnya masuk ke dalam ruangan. Tutup selokan harus terbuat dari atau alat lain yang bukan kayu. Bila selokan ini dihubungkan dengan saluran induk pembuangan air, harus dilengkapi dengan saringan penahan.

3. Fasilitas

Berdasarkan PER.011/DJ-P2HP/2007 bahwa Pest Control di UPI tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat. Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan.

Gambar

Gambar 1. Tuna  Sirip Ekor Kuning (Thunnus albacare)  2.1.2    Komposisi Kimia Dan Kandungan Nutrisi Daging Ikan Tuna
Gambar 2. Mekanisme pembentukan Histamin (Winarno, 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang

Kunjungan kerja spesifik masa sidang IV Tahun Sidang 2020 – 2021 dalam rangka peninjauan sarana prasarana infrastruktur di Kampus Universitas Islam Internasional

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam dengan informan yaitu anggota IDN Times Community Bandung mengenai pemenuhan kebutuhan

Uji ANOVA dari masing-masing kelompok uji baik aktivitas dan kapasitas fagositosis dari variasi konsentrasi logaritma yang diberikan 0,1 – 1000 µg maupun terhadap kontrol (-)

Indikator menurut Rizkia (2014) bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu kemampuan siswa dalam; 1) Memahami masalah, yaitu mengetahui maksud dari

• SDS init dikarang untuk membantu pembeli, pemproses atau mana-mana pihak ketiga yang mengendalikan kimia yang disebutkan di dalam SDS; malahannya, ia tidak

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dengan menggunakan motivasi sebagai variabel