STRUKTUR BATIN SEPULUH PUISI PADA KUMPULAN PUISI DALAM MATAHARI KARYA ANTONIUS SILALAHI: KAJIAN
STRUKTURAL
SKRIPSI
OLEH
EKA PUTRI PURBA 140701029
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Eka Putri Purba NIM : 140701029 Fakultas : Ilmu Budaya
Jurusan : Program Studi Sastra Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Struktur Batin Sepuluh Puisi pada Kumpulan Puisi Dalam Matahari Karya Antonius Silalahi: Kajian Struktural” ini merupakan hasil karya saya sendiri. Sejauh pengetahuan saya, skripsi ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan atau literatur dengan mengikuti cara dan etika penulisan skripsi pada umumnya. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi dan bertanggung jawab sepenuhnya.
Medan, September2018
Eka Putri Purba 140701029
ABSTRAK
Struktur Batin Sepuluh Puisi
pada Kumpulan Puisi Dalam Matahari Karya Antonius Silalahi: Kajian Struktural
Oleh:
Eka Putri Purba Sastra Indonesia FIB USU
Puisi merupakan karya sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan pengungkapannya tidak terperinci, tidak mendetail, atau tidak meluas. Puisi memiliki struktur batin yang saling berkaitan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur batin sepuluh puisi pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi. Manfaat penelitian ini untuk memberikan pemahaman dan memperluas ilmu pengetahuan tentang struktur batin,memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu sastra khususnya tinjauan struktural dalam bidang pengkajian struktur batin puisi, serta menjadi referensi yang bermanfaat dalam menambah wawasan pembaca untuk penelitian selanjutnya.Landasan teori yang digunakan adalah teori struktur batin I. A Richards. Teori ini menguraikan pembagian struktur batin:
tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention). Metode penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kumpulan puisi Dalam Matahari menghasilkan temuan struktur batin yaitu (1) tema, yang terdiri atas: (a) ketuhanan, (b) kemanusiaan, (c) patriotisme (d) kedaulatan rakyat, (e) keadilan sosial, dan (f) cinta. (2) Nada puisi yang terdiri atas: (a) menasihati, (b) religius, (c) duka, (d) protes, (e) kritik, (f) ragu dan gelisah, dan (g) memohon. (3) perasaan dalam puisi terdiri atas: (a) kecewa, (b) ragu, (c) marah, (d) sedih, (e) ragu dan gelisah, dan (f) penuh harap. (4) amanat puisi terdiri atas:(a) tidak putus asa, (b) rendah hati (c) menghargai perjuangan pahlawan, (d) tidak menindas orang lemah, (e) menepati janji, (f) melestarikan alam, (g) percaya diri, (h) bertanggung jawab, (i) peduli sesama, dan (j) tabah.
Kata kunci: Struktur Batin, Puisi, Kajian Struktural.
PRAKATA
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Struktur Batin Sepuluh Puisi pada Kumpulan Puisi Dalam Matahari Karya Antonius Silalahi: Kajian Struktural”.
Adapun tujuan penulis menyelesaikan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan berupa doa, dukungan, bimbingan, serta nasihat dari berbagai pihak. Penulis sadar tanpa adanya dukungan tersebut, skripsi ini tidak akan selesai sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dari dalam hati kepada pihak-pihak di bawah ini:
1. Bapak Dr. Budi Agustomo, M.S. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia.
3. Bapak Dr. Hariadi Susilo, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, serta petuah yang baik kepada penulis selama
proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas semua kesediaan waktu, kerja keras, dan kesabaran Bapak dalam membimbing penulis. Penulis sangat bangga dan
4. Seluruh dosen dan staf administrasi, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pembinaan dan bantuan yang bermanfaat selama kurun waktu yang lama penulis mengikuti kegiatan akademis di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Keluarga tercinta yang telah banyak memberi dukungan, baik nasihat maupun ajaran yang baik selama penulis mengenyam pendidikan. Terimakasih untuk Bapakku terkasih Sabar Wadi Purba yang merupakan figur pahlawan yang tegas membina setiap anggota keluarga. Begitu juga kepada Ibuku Hermianna Damanik yang selalu setia menopang anak-anaknya dalam doa dan usaha agar bisa berhasil di tanah rantau.
Tidak lupa dua adik tersayang Rosfinaria Purba dan Amelia Purba yang selalu memberikan semangat untuk penulis.
6. Bapak Petrus Sihombing dan Ibu Rindu Berkatyang sudah seperti “orang tua kedua”
dan senantiasa mendidik dan mengayomi penulis. Terimakasih untuk Nini dan Bulang yang selama tiga tahun mendidik dan membesarkan penulis. Terimakasih juga kepada Ibu Risma S, tante Willy yang telah membina penulis dengan motivasi emas.
7. Sahabat sejatiku Karo Indah, Mariani Munte, Maria, Angelina S., Ester, Lammewah, Elivia dan Eskaria. Terimakasih telah menjadi sahabat yang terbaik dalam setiap situasi.
8. Abangda terkasih Lasarus Silaban yang selalu setia begadang menemani penulis dalam proses penyusunan skripsi.
9. Sahabat kecil Irawani dan Srimawati terimakasih untuk pengenalan dini dalam pertumbuhan sewaktu kecil. Sahabat terhebat Desi Susanti, Lolita Anggraini, Priska Devina dan Atria Dea Malda yang selama tiga tahun bersama di bangku sekolah.
10. Pelayan tim Youth GSJA, Lasarus S, Parto, Yunus, Agung, Febriyanto, dan Gea yang menghabiskan banyak waktu dengan penulis dalam pelayanan untuk tumbuh maju.
Teristimewa untuk adek rohani, tamborin, serta jemaat GSJA yang selalu mendukung penulis di dalam doa yang teguh.
11. Sahabat terbaik sealmamater yang telah menempuh proses panjang bersama, Hertina S., Amris, Lina, Remsi, Epa, Suci, Eka, Lilis M, Latifah Y, Sri Wahyuni, Fitri Elisa, dan teman kelas A - 2014 yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu.
12. Sahabat KKN Karo 1 yang cantik dan rupawan.
Medan, Juli 2018 Penulis,
Eka Putri Purba
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
PRAKATA ... ii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1 Manfaat Teotetis ... 7
1.5.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA .. 8
2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Karya Sastra ... 8
2.1.2 Puisi ... 8
2.1.3 Struktur Batin ... 9
2.2 Landasan Teori ... 9
2.2.1 Strukturalisme Sastra ... 9
2.2.2 Teori Struktur Batin ... 11
2.2.2.1 Tema ... 11
2.2.2.2 Perasaan ... 12
2.2.2.3 Nada ... 13
2.2.2.4 Amanat ... 13
2.3 Kajian Pustaka ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Metode Penelitian ... 17
3.2 Data dan Sumber Data ... 17
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 18
3.4 Teknik Analisis Data ... 19
BAB IV STRUKTUR BATIN SEPULUH PUISI PADA KUMPULAN PUISI DALAM MATAHARI KARYA ANTONIUS SILALAHI: KAJIAN STRUKTURAL ... 20
4.1 Tema ... 20
4.1.1 Ketuhanan ... 20
4.1.2 Kemanusiaan ... 22
4.1.3 Patriotisme ... 24
4.1.4 Kedaulatan Rakyat ... 25
4.1.5 Keadilan Sosial ... 27
4.1.6 Cinta ... 29
4.2 Nada ... 32
4.2.1 Menasihati ... 32
4.2.2 Religius ... 32
4.2.3 Duka ... 34
4.2.4 Protes ... 36
4.2.5 Kritik ... 36
4.2.6 Ragu dan Gelisah ... 37
4.2.7 Memohon ... 38
4.3 Perasaan ... 39
4.3.1 Kecewa ... 39
4.3.2 Ragu ... 41
4.3.3 Marah ... 41
4.3.4 Sedih ... 42
4.3.5 Ragu dan Gelisah ... 44
4.3.6 Penuh Harap ... 44
4.4 Amanat ... 44
4.4.1 Tidak Putus Asa ... 45
4.4.2 Rendah Hati ... 46
4.4.3 Menghargai Perjuangan Pahlawan ... 46
4.4.4 Tidak Menindas Orang lemah ... 46
4.4.5 Menepati Janji ... 47
4.4.6 Melestarikan Alam ... 48
4.4.7 Percaya Diri ... 48
4.4.8 Bertanggung Jawab ... 49
4.4.9 Peduli Sesama ... 50
5.1 Simpulan ... 52
5.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN... 53
1. Sepuluh Puisi Kumpulan Puisi Dalam Matahari ... 53
2. Biografi Penyair ... 62
3. Dokumentasi Penelitian ... 64
4. Surat Izin Penelitian ... 67
5. Surat Balasan Bukti Penelitian ... 68
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia sastra selalu berkaitan erat dengan istilah karya sastra yang membahas masalah kehidupan manusia. Karya sastra pada hakikatnya berbicara tentang pengejawantahan dari kebudayaan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini disebabkan karena karya sastra merupakan potret atau gambaran kehidupan masyarakat dimana karya sastra itu dituliskan. Karya sastra merekam setiap perasaan, perjalanan, dan kejadian hidup yang ada disekitar pengarang (penyair) lalu dikisahkan melalui bahasa sebagai pengantarnya.
Karya sastra merupakan wadah seni menampilkan keindahan lewat penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi (Keraf, 1984:
115). Karya sastra lahir dari kehidupan masyarakat dan berguna dalam membentuk masyarakat. Damono (1984: 1) menjelaskan hal yang sama bahwa karya sastra diciptakan pengarang atau sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan. Manusia memanfaatkan karya sastra tersebut sebagai alat pemenuhan kebutuhan jiwa, sarana hiburan, alat pelipur lara, dan bahan penyampaian pesan serta nilai kehidupan.
Bentuk karya sastra dibagi atas tiga bagian yaitu puisi, prosa, dan drama (Suroto, 1989: 1). Tiga bentuk dari bagian karya sastra ini merupakan hasil refleksi kehidupan manusia yang diceritakan ulang oleh pengarang atau penyair melalui karyanya. Ketiga jenis karya sastra ini sama-sama menjadikan kehidupan
sebagai objek pengisahan dalam fokus cerita. Puisi merupakan salah satu karya sastra yang menjadikan kehidupan sebagai objeknya.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima
‘membuat’ atau poeisis ‘pembuatan’, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan ‘membuat’ dan ‘pembuatan’, karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminuddin, 2000: 134).
Puisi merupakan karya sastra yang terikat ketentuan atau syarat tertentu dan pengungkapannya tidak terperinci, tidak mendetail, atau tidak meluas (Zainuddin, 1992: 100). Hal ini sejalan dengan pengertian puisi menurut Nurgiyantoro (2005: 312) yang menjelaskan bahwa puisi adalah jenis karya sastra yang bahasanya tersaring penggunaannya.
Penggunaan bahasa yang tersaring itu mengharuskan penyair cermat dalam menyusun kata-kata dan memaparkan perasaannya dengan bahasa singkat.
Sehingga patutlah disebut bahwa karya sastra puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan hal-hal yang pokok dan pengungkapannya dengan cara pengonsentrasian, pemusatan, dan pemadatan (Zainuddin, 1992: 100). Herman J.
Waluyo (2003:1) menjelaskan puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
Puisi juga merupakan karya imajinasi dari hasil rekaman hidup manusia dan dilahirkan dari proses perenungan penyair. Imajinasi itu kemudian dikreasikan melalui bahasa sehingga menghasilkan karangan hasil kreativitas
yang indah dan berkesan. Seperti ungkap Pradopo dalam bukunya Pengkajian Puisi (1990: 7) bahwa puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan.
Kegiatan dalam pembacaan puisi memiliki banyak manfaat. Setiap pembaca maupun pendengar dapat memperoleh pengetahuan dari isi puisi.
Pengetahuan tentang pendidikan, lingkungan sosial, kebudayaan, politik, agama, dan nilai moral yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Di samping menambah wawasan, pembaca juga dapat memetik pesan kehidupan yang tersimpan di dalam puisi. Manfaat lain yang paling penting yaitu setiap pembaca dapat mengetahui struktur puisi ketika pembacaan puisi berlangsung.
Dalam pemahaman puisi, hal yang dipandang erat berhubungan dengan puisi itu adalah penyair dan kenyataan sejarah atau ditafsirkan melalui pengenalan kita terhadap penyair (Waluyo, 1991: 145). Oleh karena itu, pemahaman puisi tidak sepenuhnya bersumber dari tanggapan pembaca ketika membaca puisi, tetapi proses penciptaan penyair terhadap puisinya.
Setiap karya sastra yang baik pasti memiliki sistem yang bulat, baik sistem bentuk, bahasa maupun isi (Siswanto, 2008: 82). Kebulatan sistem pada karya sastra juga terlihat dalam setiap puisi yang memiliki struktur yang bulat yakni struktur pembangun. Struktur pembangun puisi merupakan struktur yang menyusun secara bentuk maupun isinya. Struktur itu terdiri atas struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik adalah unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi (Waluyo, 1991: 71). Struktur kebahasaan (struktur fisik) ini berkaitan erat dengan bentuk puisi secara utuh.
Sebuah karya sastra merupakan hasil polemik batin dalam diri seorang sastrawan (Umry, 1997: 2). Puisi sebagai karya sastra berasal dari polemik dan proses perenungan batin si penyair. Suasana batin penyair ketika menciptakan puisi akan mencapai tahap pergulatan yang menguasai dirinya dan karyanya. Oleh karena itu, di samping memiliki struktur fisik, puisi juga memiliki struktur batin yang berkaitan langsung dengan suasana batin penyair ketika menciptakan puisi.
Struktur batin atau disebut hakikat puisi (Siswanto, 2008: 124) berkenaan dengan maksud dan nilai yang terkandung dalam puisi.
Struktur batin juga berfokus pada keadaan jiwa penyair ketika mengalami proses perenungan dalam menuliskan puisi. Kondisi batin dan suasana kejiwaan penyair akan menentukan sejauh mana perasaan penyair terhadap karyanya. Hal ini dikatakan oleh Waluyo (dalam Rokhmansyah, 2014: 26) bahwa struktur batin merupakan pikiran, perasaan yang diungkapkan penyair. Pikiran dan perasaan penyair yang mengandung makna utuh kemudian dituliskan melalui tahap penghayatan.
Puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi ini merupakan salah satu kumpulan puisi yang banyak menyampaikan kata-kata yang lahir dari simbolis keadaan batin Antonius terhadap kejadian disekitarnya. Antonius adalah seorang penyair yang lahir pada tanggal 21 Mei 1973 di Pematang Siantar. Penyair yang bernama lengkap Xilferius Antonius Arison Silalahi atau biasa dipanggil Anton ini mengalami tunanetra sejak berumur 9 tahun. Pada jejak kepenulisannya, dia telah banyak menciptakan puisi terbaik dan sudah dibukukan. Karya-karyanya sudah banyak beredar dikalangan masyarakat terutama di daerah Medan, di
antaranya kumpulan sajak Bara Hati (2004), Dalam Matahari (2005), dan Dari Langit (2008).
Kumpulan puisi Dalam Matahari ini terdiri atas 74 judul puisi. Namun, peneliti hanya tertarik mengkaji sepuluh judul puisi yang menurut peneliti menggambarkan suasana batin penyair terhadap peristiwa dalam kehidupannya.
Kesepuluh judul puisi yang peneliti pilih merupakan puisi-puisi yang memiliki topik yang berbeda, tetapi lebih menonjolkan suara hati Antonius sebagai penyair tunanetra yang berbakat. Kesepuluh judul puisi tersebut yaitu Meledakkan pesawat diskriminasi, Tuhan, Penjanji, Orang-orang Kecil,Dalam matahari, Tanah Air Menyerpih Duka,, Namamu, Perempuanku, Sebatang kara, dan Ibu.
Puisi Meledakkan pesawat diskriminasi dan Tuhan adalah puisi yang menggambarkan suasana batin Antonius Silalahi terhadap dirinya yang mengalami masalah ketunanetraan. Puisi Penjanji dan Orang Kecil adalah puisi yang menggambarkan suasana batin Antonius Silalahi terhadap keadaan politik di tanah air yang selalu mengecewakan masyarakat. Puisi Dalam Matahari adalah puisi yang menggambarkan suasana batin Antonius Silalahi terhadap lingkungan sosialnya. Puisi Tanah Air Menyerpih Duka merupakan puisi yang menggambarkan pandangan Antonius terhadap rasa nasionalis di negara ini.
Selanjutnya, puisi Namamu, Perempuanku, Sebatang Kara, dan Ibu adalah puisi- puisi yang menggambarkan kondisi batin Antonius Silalahi dalam pandangannya terhadap cinta dan kasih sayang kepada orangtua maupun wanita.
Berdasarkan uraian di atas, kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi banyak menghasilkan puisi yang bersumber dari suasana batin penyair. Oleh karena itu, perlu diadakan sebuah penelitian yang tuntas terhadap
puisi-puisi tersebut. Pada kesempatan ini, peneliti akan menganalisis struktur batin yang terkandung dalam kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
1.2 Rumusan Masalah
Sebuah penelitian memiliki permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah struktur batin yang terdapat pada kumpulan puisi Dalam Matahari Karya Antonius Silalahi?
1.3 Batasan Masalah
Puisi memiliki dua struktur penting yang menyusun bentuk maupun isinya.
Struktur tersebut dinamakan struktur fisik dan struktur batin.Struktur fisik adalah struktur pembangun puisi dari segi bentuk. Struktur fisik terdiri atas: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tipografi.
Struktur batin adalah struktur pembangun puisi dari segi isi (makna). Struktur batin terdiri atas: tema, perasaan, nada, dan amanat (pesan). Penelitian terhadap struktur batin ini perlu dibatasi agar terfokus pada masalah yang hendak dikaji sehingga tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. Pada kesempatan ini, penelitian dibatasi pada struktur batin puisi saja yakni tema, perasaan, nada, dan amanat.
1.4 Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian yang baik tentu memiliki tujuan yang menjadi fokus sasaran penelitian. Tujuan tersebut harus bisa menjawab rumusan masalah yang
telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
menganalisis struktur batin yang terdapat pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoretis
1) Hasil penelitian ini akan memberikan pemahaman tuntas dan memperluas ilmu pengetahuan tentang struktur batin yang terdapat pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
2) Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu sastra, khususnya tinjauan struktural dalam bidang pengkajian struktur batin karya sastra.
3) Hasil penelitian ini akan menjadi hasil yang bermanfaat dalam menambah wawasan pembaca dalam penelitian selanjutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Untuk mahasiswa: penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dan calon akademisi dalam mempelajari jenis struktur batin pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
2) Untuk guru: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai telaah struktur batin pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
3) Untuk peneliti lainnya: Hasil penelitian ini diharapakan mampu menjadi sumber literatur, referensi, dan bahan bantuan untuk penelitian berikutnya.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah hasil abstraksi yang diperoleh melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya (Djojosuroto dan Sumaryati, 2000: 10). Berikut ini adalah konsep yang digunakan dalam penelitian ini:
2.1.1 Karya Sastra
Karya sastra merupakan cermin emosi manusia yang dikumpulkan dalam keheningan mendalam, yang kemudian direvisi dalam penciptaan melalui pemikiran. Dengan kata lain, unsur ekspresi, peluapan, atau ungkapan perasaan pengarang yang telah diimajinasikan menjadi perhatian utama (Endraswara, 2008:34). Karya sastra dihasilkan dari proses pemikiran dan perenungan manusia yang menjadi refleksi kehidupan manusia. Berbagai aspek hidup manusia dibahas dalam karya sastra, mulai dari ide dasar manusia, kehidupan sehari-hari, karya imajinasi (fantasi), kondisi sosial, kebudayaan, sejarah, sampai pergolakan politik.
2.1.2 Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya (Waluyo, 1991: 25). Struktur fisik dan struktur batin yang menyusun sebuah puisi
membuat puisi tersusun dengan struktur yang baik dan sistematis. Puisi secara sistematis terusun rapi dengan bentuk bait-bait. Karena memang puisi atau sajak memang bukan susunan kata yang sembarangan tetapi kata yang mesti keluar dari sukma, seperti kata Sanusi Pane (dalam Haqani, 2002: 11) puisi mengandung banyak pengalaman yang dialami penyair. Pengalaman yang diungkapkan itu mungkin pengalaman intelektual, emosional dan imajinal (Sayuti, 1985: 184).
2.1.3 Struktur batin
Struktur batin puisi adalah mengungkapkan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya (Waluyo, 1991: 102). Sesuatu yang berkaitan dengan perasaan dan suasana jiwa penyair akan diimajinasikan melalui penghayatan sehingga menghasilkan puisi yang menyentuh hati.
Penuturan Rokhmansyah (2014: 26) menjelaskan bahwa struktur batin puisi merupakan wacana teks puisi secara utuh yang mengandung arti atau makna yang hanya dapat dilihat atau dirasakan melalui penghayatan.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Strukturalisme Sastra
Pendekatan struktural dipelopori oleh Levi-Strauss yang kemudian mempopulerkan ide strukturalisme tersebut dalam berbagai kalangan. Secara etimologis, kata struktur berasal dari bahasa Latin structura, yang berarti bentuk atau bangunan. Asal usul strukturalisme ini dapat dilacak sejak abad ke-4 SM dalam poetica karya pemikir besar Aristoteles (384-322) dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot (Sehandi, 2016:
104).
Strukturalisme sastra merupakan teori terhadap teks-teks karya sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks (Sehandi, 2016: 108).
Keterjalinan relasi antarunsur tersebut terletak pada hubungan dalam benda itu sendiri, sebagaimana menurut Foley (dalam Siswantoro, 2010: 13) menjelaskan bahwa doktrin pokok strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu.
Pada dasarnya tidak ada unsur yang mempunyai makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan. Struktur tersebut terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga membantuk totalitas. Oleh karena itu, untuk memahami karya sastra terlebih dahulu harus diketahui unsur-unsur pembangunnya, yakni melalui analisis struktural (Isnainiyah, 2015: 2).
Strukturalis sendiri merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan dekskripsi struktur-struktur (Endraswara,2008: 49). Penjelasan tersebut sejalan dengan penuturan Pradopo yang merumuskan bahwa strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur (Pradopo, 1990: 119).
Menurut Jean Peaget, strukturalisme mengandung tiga hal pokok (unsur- unsur). Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian – bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah instrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur
transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri (self regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain (Endraswara,2008: 50).
Puisi adalah sebuah struktur, yang maknanya dapat diperoleh dengan cara menganalisis makna tiap-tiap unsur kaitannya dengan makna unsur lain di dalam puisi itu sendiri sebagai sistem struktur (Siswantoro, 2010: 13). Dengan demikian teori struktural sangat penting dalam menganalisis keterjalinan unsur –unsur (struktur) dalam sebuah puisi.
2.2.2 Struktur Batin
Penelitian ini menggunakan teori struktur batin dari I. A Richards yang menjelaskan ada empat struktur batin puisi, yaitu: tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention) (Waluyo, 1991: 106; Djojosuroto, 2006: 23; Rokhmansyah, 2014: 26).
2.2.2.1 Tema
Setiap puisi mengandung suatu pokok persoalan (subject matter) yang hendak dikemukakan (Situmorang, 1983: 12; Waluyo, 1991: 106). Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang (Siswanto, 2008: 124).
Tema yang dituangkan penyair dapat berasal dari dirinya sendiri, dapat pula berasal dari orang lain atau masyarakat (Djojosuroto, 2006: 24).
Pengertian rinci tentang tema pun dijelaskan oleh C. Hugh Holman (dalam Siregar, 1997: 46) melalui sebuah defenisi yang luas, seperti berikut:
“ The central or dominating idea in a literary work. In non-fiction prose it may be thought of as the general topic of discuasion, the subject of the discourse, the thesis. In poetry, fiction, and drama it is the abstract concept which is made concrete through it’s representation in person, action, and tonage in the work”.
“Pusat atau yang mendominasi ide dalam sebuah karya sastra.Dalam prosa nonfiksi, tema boleh merupakan pemikiran umum dari pembicaraan yang dimasalahkan, menjadi pokok pembicaraan yaitu berupa alasan.Dalam puisi, fiksi, drama, tema merupakan kosep abstrak yang membuat jelas pemikiran yakni gambaran dalam tokoh, peristiwa, serta keadaan suatu masyarakat pada zaman tertentu di dalam karyanya”.
Tema ditujukan pengarang dalam mengembangkan puisi seluas mungkin. Tema memberikan ruang untuk pembaca menelaah isi dengan cara menyimak puisi dengan baik.
2.2.2.2 Perasaan
Rasa merupakan apa yang dialami hati atau batin ketika pancaindra menanggapi sesuatu atau pertimbangan pikiran atau hati mengenai baik-buruk, salah-benar terhadap sesuatu pendapat (Siregar, 1994: 18). Perasaan dalam puisi adalah perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya (Waluyo, 1991: 134).
Perasaan (feeling) dapat juga diartikan sebagai sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya (Aminuddin, 2000: 150).
Perasaan penyair yang tertuang di dalam puisi terjadi karena peristiwa yang dialami dalam hidupnya. Perasaan yang bersifat individual itu dapat berupa marah, benci, sedih, kecewa, senang, bahagia, dan lain sebagainya. Perasaan itulah yang ingin penyair bagikan melalui puisinya sehingga pembaca atau pendengar dapat memahami suasana hati penyair saat menulis puisi. Suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca.(Waluyo, 1991: 121).
2.2.2.3 Nada
Dalam kepenulisan puisi, penyair tentu memiliki maksud tertentu yang hendak ia sampaikan kepada pembacanya. Keadaan hati yang ingin ia sampaikan tentu memberikan nada tertentu sebagai pengekspresian suasana batin penyair.
Tjahjono (dalam Rokhjmansyah, 2014: 29) mengungkapkan bahwa nada adalah sikap penyair terhadap pembaca berkenaan dengan pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Hal ini dijelaskan lebih detail, bahwa nada adalah sikap penyair terhadap para pembacanya (Waluyo, 1991: 125). Penyair sebagai pengamat utama bertugas untuk melihat respon pembaca atau pendengar terhadap karyanya.
2.2.2.4 Amanat
Sebuah puisi pasti memiliki amanat atau pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca atau pendengar. Amanat adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan, pesan, tujuan yang hendak disampaikan penyair melalui puisinya (Rokhmansyah, 2014: 30). Tujuan itulah yang mendorong penyair memberikan amanat di dalam puisinya. Amanat yang hendak disampaikan penyair tidak secara langsung terlihat di dalam puisi.
Amanat berada di belakang puisi namun memengaruhi nilai yang ada di dalam puisi. Seperti penuturan Waluyo (1991: 130) meskipun penyair tidak secara khusus dan sengaja mencantumkan amanat dalam puisinya, amanat tersirat dibalik kata dan juga dibalik tema yang diungkapkan penyair. Oleh sebab itu, perlu pemahaman yang jelas dari pembaca dalam menyimak isi puisi sehingga amanat puisi dapat tersampaikan dengan baik. Itulah tujuan utama mengapa sebuah puisi
harus diciptakan. Pesan atau amanat itu ditujukan penyair kepada pembaca atau pendengar sebagai alat untuk memotivasi hidup.
2.3 Kajian Pustaka
Tujuan utama kajian pustaka adalah untuk mengetahui asli tidaknya sebuah karya ilmiah.Inilah yang menjadi dasar mengapa sebuah penelitian perlu mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian terhadap struktur batin pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi belum ada yang meneliti menggunakan teori struktur batin. Penelitian analisis struktur batin terhadap kumpulan puisi Dalam Matahari ini akan menjadi hasil penelitian pertama berlandaskan pendekatan strukturalisme. Akan tetapi, penelitian dengan menggunakan teori struktur batin dengan objek yang berbeda telah banyak dilakukan, seperti tertera di bawah ini.
Pada tahun 2011 Ervin Hariningtyas melakukan sebuah penelitian yang berjudul “ Analisis Struktur Kumpulan Puisi Aku Ini Puisi Cinta Karya Abdurahman Faiz dan Kesesuaiannya Sebagai Materi Pembelajaran Apresiasi Puisi Pada Jenjang SMP”. Penelitian ini menunjukkan bahwa kumpulan puisi Aku Ini puisi Cinta menghasilkan temuan struktur batin: (1) tema, yaitu tema cinta dan kritik sosial, (2) Nada, yaitu nada serius, belas kasih, dan santai, (3) perasaan, yaitu perasaan sedih yang mendalam, (4) Amanat, yaitu mencintai orangtua layaknya Allah, mencintai sesama dengan penuh kesadaran tanpa adanya pengaruh paksaan dari siapapun, mencintai guru sebagai orang berjasa dalam hidup, memiliki kebesaran jiwa dan kebersamaan layaknya kehidupan semut, memiliki rasa belas kasihan terhadap anak jalanan, mengikuti rasul dengan rasa rindu, hendaknya para zionis menghentikan perangnya yang telah melukai anak
kecil yang tidak bersalah, mendoakan saudara-saudara yang masih berada dalam keadaan terpuruk, jangan sering mengeluh dan menyalahkan kinerja presiden, mengungkapkan kesenangan dan ketidaksenangan dengan cara halus dan sopan, hidup jangan diselimuti dengan kesal dan amarah, seorang pelajar jangan terpengaruh dengan acara TV yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Pada tahun 2016 Darlis melakukan sebuah penelitian yang berjudul
“Struktur Batin Lima Puisi Chairil Anwar dalam Kumpulan Puisi Aku Ini Binatang Jalang”. Penelitian ini menemukan hasil penelitian terhadap struktur batin lima judul puisi Chairil Anwar. Puisi Diponegoro memiliki struktur batin seperti: (1) tema, yaitu semangat perjuangan Diponegoro , (2) nada, yaitu nada ajakan bagi pembaca untuk mengisi kemerdekaan dengan semangat revolusioner seperti semangat yang dimiliki Diponegoro di masa lampau, (3) perasaan, yaitu perasaan haru, (4) amanat, yaitu kita harus tetap membangun semangat.
Puisi Aku memiliki struktur batin yaitu: (1) tema, yaitu semangat, (2) nada, yaitu menggambarkan suasana ambisi dan perjuangan si aku dalam lirik puisi, (3) perasaan, yaitu perasaan ingin bebas, (4) amanat, yaitu adanya keinginan penyair kepada pembaca agar bersikap tegar, penuh prinsip, kuat penuh semangat perjuangan, dan pantang mundur dengan berbagai rintangan yang ada. Puisi Krawang Bekasi memiliki struktur batin yaitu: (1) tema, yaitu perjuangan kemerdekaan, (2) nada, yaitu bujukan namun tidak dengan paksaan, (3) perasaan, yaitu cara pandang untuk mereka yang perlu dikenang, (4) amanat, yaitu perlunya kepedulian pada mereka yang wafat melawan penjajah.
Puisi Prajurit Jaga Malam memiliki struktur batin seperti: (1) tema, yaitu tentang kepahlawanan, (2) nada, yaitu nada yang disampaikan melalui si aku lirik
menuangkan perasaan kagum hingga perasaan bangga kepada pemuda, (3) perasaan, yaitu dicermati melalui berbagai ungkapan kekaguman didalamnya, (4) amanat, yaitu bisa menghargai bentuk keberanian, kegigihan, serta semangat kepahlawanan yang dimiliki oleh para prajurit.
Puisi Persetujuan dengan Bung Karno memiliki kajian struktur batin seperti: (1) tema, yaitu semangat mengisi kemerdekaan, (2) nada, yaitu bernada kekaguman seorang bung karno dalam puisi, (3) perasaan, yaitu kekaguman akan kepribadian seorang bung karno, (4) amanat, yaitu keinginan yang sangat kuat melalui ambisi pengarang yang hadir secara tersirat menjadi pesan kepada kita untuk juga memiliki ambisi yang sama.
Pada tahun 2017 Muntazir melakukan sebuah penelitian berjudul “Struktur Fisik dan Struktur Batin pada Puisi Tuhan, Aku Cinta Padamu Karya WS Rendra”. Penelitian ini menghasilkan temuan: (1) tema, yaitu tema ketuhanan, (2) nada dan suasana, yaitu nada mengajak pembaca untuk mencintai ajaran Allah dengan tulus dan senantiasa direalisasikan dengan sepenuh hati tanpa reserve dimanapun dan kapanpun manusia berada, (3) perasaan, yaitu rasa rindu yang dalam terhadap Tuhannya, (4) amanat, yaitu mengajak umat manusia dalam setiap tarikan nafasnya digunakan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah selagi masih ada waktu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Analisis Struktur Batin pada Kumpulan Puisi Dalam Matahari Karya Antonius Silalahi” belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang diutamakan bukan kuantifikasi tetapi kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Djojosuroto dan Sumaryati, 2000: 2). Penelitian kualitatif yang digunakan dalam proposal ini bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif disebut bersifat deskriptif karena penelitian menguraikan data yang terkumpul, menganalisisnya, dan menginterpretasikannya dalam rangka menemukan model, kaidah, pola, formula, nilai, dan norma dari sebuah fenomena yang diteliti (Sibarani, 2014:277).
Penelitian deskriptif akan dijelaskan lebih terperinci oleh Nawawi (dalam Siswantoro, 2010: 56-57) seperti berikut:
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Dengan metode deskriptif, seorang peneliti sastra dituntut mengungkapkan fakta-fakta yang tampak atau data dengan cara memberi deskripsi.
3.2 Data dan Sumber Data
Data yang terdapat dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan informan di lapangan (Handayani, 2017: 53). Data primer yang terdapat dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara dengan informan yang terkait. Informan yang dimaksud yaitu Antonius Silalahi, seorang
penulis kumpulan puisi Dalam Matahari yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Data sekunder adalah penelitian yang menggunakan data-data yang telah ada, selanjutnya dilakukan proses analisis dan interpretasi terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian (Handayani, 2017: 53). Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data tulis berupa kumpulan puisi Dalam Matahari. Data yang mendukung sebagai sumber data penelitian yaitu sebagai berikut:
Judul Puisi : Dalam Matahari Penyair : Antonius Silalahi Penerbit : Sastera Leo Medan Jumlah halaman : 104
Cetakan : I (pertama) Tahun terbit : 2005
Warna sampul : merah, hitam
Data yang ditetapkan peneliti adalah sepuluh judul puisi yang akan diteliti struktur batinnya. Judul puisi tersebut diantaranya: Meledakkan pesawat diskriminasi, Tuhan, Penjanji, Orang-orang Kecil, Dalam matahari, Tanah Air Menyerpih Duka, Namamu, Perempuanku, Sebatang kara, dan Ibu. Puisi-puisi tersebut akan dikaji struktur batin yang terdapat di dalamnya.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan untuk memeroleh data mengenai struktur batin sepuluh puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi. Pada tahapan pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara. Wawancara ialah
usaha yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk mencari dan mendapatkan informasi yang bersangkutan (Handayani, 2017: 56).
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data bertujuan untuk memeroleh jawaban atas permasalahan yang terdapat dalam sebuah penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan, kemudian dianalisis dan interpretasikan dengan memberikan kesimpulan (Handayani, 2017: 58). Dalam penelitian ini peneliti mencatat penjelasan data dari infroman yang bersangkutan yang mengacu pada data tulis tersebut. Setelah semua data terkumpul, data tersebut dianalisis dengan cara melukiskan kembali data yang telah terkumpul. Langkah-langkah yang dilakukan untuk teknik analisis data adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan data tertulis berupa sepuluh puisi pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
2) Melakukan wawancara dengan penulis Antonius Silalahi mengenai struktur batin yang digunakan sepuluh puisi pada kumpulan puisi Dalam Matahari karya Antonius Silalahi.
3) Mendeskripsikan bukti konkret berupa larik yang menggambarkan jenis struktur batin sepuluh puisi pada kumpulan puisi Dalam Matahari.
4) Mengumpulkan data-data dari buku dan sumber informasi yang terkait dengan penelitian.
BAB IV
STRUKTUR BATIN SEPULUH PUISI PADA KUMPULAN PUISI DALAM MATAHARI KARYA ANTONIUS SILALAHI
4.1 Tema
Tema adalah pokok persoalan atau pokok pikiran yang mendasari terbentuknya sebuah puisi (Suroto, 1989: 99). Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya (Waluyo, 1991: 106). Tema sepuluh puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Dalam Matahari terdiri atas enam jenis yaitu:
4.1.1 Ketuhanan
Tema ketuhanan adalah tema yang muncul jika desakan yang kuat tentang hubungan penyair dengan Tuhan (Waluyo, 1991: 106). Tema ketuhanan ini berdasar atas pengalaman religius penyair yang didasarkan pengalaman hidup penyair secara konkret (Waluyo, 1991: 107). Kedalaman rasa ketuhanan itu tidak lepas dari bentuk fisik yang terlahir dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan, dan sebagainya yang menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dengan Tuhan (Waluyo, 1991: 108).
Puisi-puisi mengenai Tuhan umumnya merepresentasikan struktur penceritaan monolog dan struktur penceritaan monolog naratif (Refly, 2006: 130).
Dikatakan struktur penceritaan monolog karena penyair tidak berkomunikasi secara timbal balik layaknya hubungan antar manusia. Penyair hanya menceritakan secara sepihak pandangannya dengan Tuhan melalui puisinya.
Penyair menulis puisi bertemakan Tuhan karena ada hal khusus yang mendorong di dalam batin penyair. Ada sesuatu yang harus diungkapkan ketika tidak ada lagi
tempat lain untuk mengadu, maka Tuhan menjadi tumpuan pengaduan (Refly, 2006: 119).
Puisi-puisi dengan tema ketuhanan biasanya akan menunjukkan
“religious experience” atau pengalaman religi penyair (Waluyo, 1991: 107). Puisi bertema ketuhanan yang terdapat pada kumpulan puisi ini adalah puisi berjudul Tuhan. Tema ketuhanan yang dimaksud penyair adalah kesadaran sejati terhadap keberadaan diri sendiri. Tema ini jelas terlihat dari penggalan puisi seperti berikut:
Akan tetapi Tuhan
Aku telah membasuh tanganku hingga bersih Di bejana yang tersedia di muka pintuMu (Silalahi, 2005: 13).
dan terlihat juga dalam penggalan berikut:
Siapakah yang Kau salam dari antara kami Lalu masuk turut dalam perjamuanMu (Silalahi, 2005: 13).
Tema ketuhanan ini terlihat jelas dari sikap penyair yang datang menghadap Tuhannya. Penyair menempatkan diri sebagai hamba yang rendah hati yang datang di muka pintuNya. Sikap kesadaran sejati penyair sangat jelas ketika ia bertanya, siapakah yang Kau salam dari antara kami kepada Tuhan. Ia menunjukkan sikap tunduk dan menyerahkan keputusan penuh kepada Tuhan.
Disamping bertemakan ketuhanan, puisi ini tak lepas dari kisah kemanusiaan penyair dalam hidupnya.
Puisi tersebut mengisahkan sikap tertentu yang berkaitan dengan pandangan penyair tentang tanggapan Tuhan. Penyair menceritakan bahwa dia adalah pekerja keras sehingga tangannya selalu kotor, badannya selalu lusuh ketika ia menghadap Tuhannya. Sedangkan, temannya adalah seorang yang punya
segalanya, sehingga tak perlu bekerja dan tangannya pun tidak kotor. Dua perbandingan yang jelas berbeda. Berikut penggalan puisi tersebut:
Aku orang yang tidak dapat melihat Saban hari meraba-raba
Hingga tanganku tak pernah bersih Sahabatku orang yang dapat melihat Tak perlu meraba-raba
Hingga tangannya senantiasa bersih (Silalahi, 2005: 13).
Melalui dua perbandingan itu, penyair ingin bertanya dengan sikap rendah hati kepada Tuhan, siapakah yang berkenan dihadapanNya dan layak untuk menghadap Dia.
4.1.2 Kemanusiaan
Tema kemanusiaan adalah tema yang muncul jika desakan yang kuat berupa rasa kasih atau kemanusiaan (Waluyo, 1991: 106). Tema kemanusiaan muncul ketika penyair berada diposisi tidak menyenangkan. Tema ini muncul ketika penyair melihat fakta- fakta di lingkungan yang menyimpang dari rasa kemanusiaan.
Tema ini berisi tentang kesenjangan sosial, penyisihan, tindakan diskriminasi, dan sikap ketidakpedulian terhadap nasib orang lain. Melalui tema kemanusiaan, penyair berharap pembaca dapat menghargai, merefleksi diri, mengintrospeksi diri, dan ikut mengalami penderitaan orang lain. Penyair menyampaikan pesan melalui puisinya dengan tujuan untuk menegakkan harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk sosial. Puisi-puisi bertema kemanusiaan sering kita jumpai ketika kejadian tersebut terjadi disekitar penyair.
Rasa kemanusiaan dapat menunjukkan tema cinta, belas kasih, nasihat seorang ayah kepada anaknya, penghormatan seorang murid kepada gurunya,
perjuangan hak-hak azasi manusi, perjuangan, dan sebagainya (Waluyo, 1991:
115). Puisi bertemakan kemanusiaan selalu berkaitan dengan nilai atau norma yang berada di tengah masyarakat. Melalui puisi bertema kemanusiaan ini, penyair bertujuan mengubahkan paradigma masyarakat tentang pentingnya budaya saling mengasihi.
Puisi yang bertema kemanusiaan di dalam kumpulan puisi Dalam Matahari adalah puisi Dalam Matahari. Penyair menggunakan tema kemanusiaan untuk mengutarakan pendapatnya tentang harta kekayaan negara. Tema ini jelas terlihat dari penggalan berikut:
Harta karun dalam matahari Takkan ada yang mencuri Apalagi jatuh tempo (Silalahi, 2005: 61).
Tema kemanusiaan disini menganjurkan agar setiap masyarakat ikut serta dalam melestarikan kekayaan alam Indonesia. Melihat situasi sekarang ini, kekayaan alam Indonesia banyak yang tidak terlestari, mengalami kerusakan, bahkan ada beberapa pulau terabaikan yang dicuri oleh negara lain. Dengan melihat fakta-fakta tersebut, penyair menganjurkan supaya setiap oknum masyarakat turut serta dalam melestarikan kekayaan alam tersebut. Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah surga wisatawan asing, dimana wilayahnya dipenuhi harta karun yang tak terhingga nilainya. Harta karun (kekayaan alam) itu adalah tanggung jawab kita bersama. Tema kemanusiaan dapat kita simak lebih lanjut melalui penggalan berikut:
Membuat pemilik harta karun itu Tak peduli dan masa bodoh Ketika nestapa ambil posisi
Namun matahari tak dendam (Silalahi, 2005: 61).
Kalimat Tak peduli dan masa bodoh mengungkapkan sikap manusia yang tidak peduli terhadap kekayaan alam itu. Manusia kurang memiliki karakter kemanusiaan yang seharusnya peduli terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Namun, seketika orang lain mencuri kekayaan alam Indonesia, di sinilah umpatan dan penyesalan terjadi pada masyarakat Indonesia. Pemilik harta (manusia) mengalami penyesalan atas kelalaiannya dalam melestarikan harta (kekayaan alam) tersebut.
Tema kemanusiaan pada dasarnya menunjukkan rasa belas kasih atau kemanusiaan yang kuat (Waluyo, 1991: 106-107). Puisi Dalam Matahari ini mengisahkan sikap manusia yang tak memiliki rasa belas kasih terhadap lingkungan alam tempat ia tinggal.
4.1.3 Patriotisme
Tema patriotisme adalah tema yang dapat meningkatkan perasaan cinta akan bangsa dan tanah air (Waluyo, 1991: 115). Tema patriotisme melukiskan perjuangan merebut kemerdekaan dan mengisahkan riwayat pahlawan yang berjuang melawan penjajah serta dapat juga diwujudkan dalam bentuk usaha penyair untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalan (Waluyo, 1991: 115). Dalam puisi bertema patriotik penyair berada dipihak pemersatu keadilan. Tema patriotisme tidak hanya menceritakan ungkapan cinta penyair terhadap tanah air namun dapat juga mengungkapkan kecintaan penyair terhadap tanah kelahirannya (Waluyo, 1991: 116).
Salah satu puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Dalam Matahari yang bertema patriotisme adalah Tanah Air Menyerpih Duka. Tema patriot ini dapat diwujudkan dalam bentuk usaha penyair untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalan (Waluyo, 1991: 115). Tema patriotisme yang dimaksud penyair adalah kepedulian dan turut serta dalam pembangunan negeri untuk mengisi kemerdekaan. Tema ini dapat kita simak dari penggalan berikut:
Tanah air menyerpih duka
Punahnya sejarah dibenak-benak kaula Dan kekosongan nasionalisme melanda Merobohkan pilar-pilar patriotik Yang kokoh kala desingan peluru Menghujan di persada nusantara (Silalahi, 2005: 31).
Puisi ini mengisahkan tentang keadaan negeri yang kehilangan orang- orang yang memiliki nasionalis yang tinggi. Hal ini terlihat dari ungkapan dan kekosongan nasionalisme melanda. Kurangnya pemuda yang bersifat nasionalis di bangsa ini. Sehingga tanah air tercinta yang dulunya kokoh kala desingan pelurukini mengalami krisis terhadap sikap patriotisme. Indonesia yang dulunya terpandang nasionalis kini mengalami “kepunahan”. Punahnya sejarah dibenak- benak kaula, kalimat ini menandakan sejarah negeri yang dahulu terpandang di mata dunia kini hilang tak dihiraukan lagi.
4.1.4 Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab: “daulah”, yang artinya kekuasaan tertinggi (Sutoyo, 2016: 11). Tema kedaulatan rakyat adalah tema yang memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa (Waluyo, 1991: 116-117). Dalam puisi bertema kedaulatan
berkuasa yang tidak mendengarkan jeritan rakyat atau dapat juga berupa kritik terhadap sikap otoriter penguasa (Waluyo, 1991: 117).
Puisi bertema kedaulatan rakyat berarti rakyat mempunyai suara yang penting dan menentukan kekuasaan (Waluyo, 1991: 117). Pemerintahan yang demokratis semestinya mencerminkan kehendak rakyat. Namun, rakyat yang berdaulat masih jarang ditemukan di lapangan. Sehingga yang penyair suarakan melalui puisi bertema kedaulatan rakyat adalah ketidakadilan. Penyair begitu sensitifnya perasaanya untuk memperjuangkan, kedaulatan rakyat, dan menentang sikap kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa (Waluyo, 1991: 116-117).
Tema yang terdapat dalam puisi penjanji adalah tema kedaulatan rakyat.
Tema kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam puisi ini adalah menentang sikap politikus yang suka berjanji. Tema ini terlihat dari penggalan berikut:
Kemarin ada janji membangun irigasi Agar tak susah cari beras
Ada janji pendidikan gratis
Agar semuanya menjadi pintar dan terpandang Ada janji negeri tak lagi berdarah
Dan air mata berhenti (Silalahi, 2005: 43).
Melalui penggalan di atas penyair mengutarakan kritiknya terhadap kenyataan yang terjadi di lapangan yang bertolak belakang dari janji pemerintah.
Penyair mengungkapkan protes terhadap kesewenang-wenangan pemerintah yang tak mempedulikan rakyat kecil yang selalu berharap janji kampaye mereka dilakukan dengan kerja nyata. Dalam puisi bertemakan kedaulatan rakyat adalah penyair berada di pihak rakyat. Kekuasaan yang seharusnya berada di tangan rakyat menjadi ternoda akibat keserakahan penguasa.
4.1.5 Keadilan Sosial
Tema keadilan sosial adalah tema yang berisi nada protes sosial (Waluyo, 1991: 118). Tema ini melukiskan ketidakadilan dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial ditegakkan dan diperjuangkan (Waluyo, 1991: 119). Dalam puisi bertema keadilan sosial, yang ditonjolkan adalah kepincangan sosial (Waluyo, 1991: 117). Melalui puisi bertema keadilan sosial kita sebagai manusia harus ingat kepada orang-orang terlantar, nasib si miskin, para penderita kekurangan fisik, dan yang lainnya.
Penyair juga berharap sebagai manusia hendaklah kita mengutamakan keadilan yang terjadi di tengah-tengah lingkungan. Artinya, kita tidak hanya mengejar harta kekayaan pribadi namun juga mengusahakan kesejahteraan bersama.
Salah satu puisi bertema keadilan sosial adalah puisi Meledakkan Pesawat Diskriminasi. Tema keadilan sosial yang dimaksud penyair dalam puisi ini adalah ketidakadilan yang dialami kaum difabel dalam lingkungan sosialnya.
Secara umum, kaum difabel selalu mendapatkan sikap diskriminasi dalam kehidupan sehari hari. Mereka selalu tersisih dalam pergaulan bahkan dalam menyelesaikan proses pendidikan. Tema keadilan sosial ini berawal dari suasana batin Antonius yang ia rasakan sebagai salah satu penyandang tunanetra. Tema keadilan sosial ini dapat kita lihat dari penggalan berikut:
Hentakkan tanpa henti pacul-paculmu Keringat yang mengalir deras
Mengucur ke bumi
Akan tumbuh menjadi gunung-gunung menjulang tinggi Dan pesawat –pesawat diskriminasi itu
Tak kuasa melampaui lalu meledak dan mati (Silalahi, 2005: 7)
Tema keadilan sosial sangat jelas terlihat pada proses perjuangan diri penyair dalam menumpas tindakan diskriminasi. Usaha itu terlihat melalui larik, hentakkan tanpa henti pacul-paculmu, keringat mengalir deras, mengucur ke bumi. Penyair mengutarakan pengorbanan yang tiada henti untuk menyuarakan ketidakadilan yang ia rasakan. Pengorbanannya itu diharapkan kokoh layaknya gunung-gunung menjulang tinggi. Semua itu dilakukannya untuk menyuarakan keadilan sosial dilapisan masyarakat yang masih mengecewakan.
Dalam puisi ini, penyair mengibaratkan diskriminasi seperti “pesawat”, karena pesawat identik dengan ketinggian (sering berada ditempat tinggi). Melalui kata pesawat ini, tema juga sudah dapat kita temukan. Tema keadilan sosial yang dimaksud mengarah pada kesenjangan sosial antara orang-orang ‘tinggi’
(berkuasa) terhadap orang-orang lemah yang memiliki keterbatasan.
Tema keadilan sosial terdapat juga dalam puisi berjudul Orang Kecil.
Tema yang digunakan penyair dalam puisi ini adalah tema keadilan sosial terhadap rakyat umum. Dikatakan tema keadilan sosial karena yang ditonjolkan dalam puisi ini adalah kepincangan sosial. Dengan menonjolkan kepincangan sosial, penyair berharap agar orang yang kaya ingat kepada penderita (Waluyo, 1991: 117). Tema keadilan sosial yang dimaksud adalah mengenai politik di negara ini. Kaum politisi selalu memanfaatkan rakyat umum untuk melancarkan ambisinya untuk menjadi pemerintah dan pejabat. Kaum politisi kerap memberikan materi agar rakyat umum mendukungnya untuk naik ke atas kursi jabatan. Tema ini dapat kita simak dari penggalan berikut:
Orang kecil menjadi peluru dan belati Bagi orang-orang yang kesulitan Memperoleh kursi
Dan orang-orang kecil kembali disimpan Di kolong-kolong jok mobil
Di kolong-kolong tempat tidur (Silalahi, 2005: 42).
Rakyat diibaratkan penyair sebagai orang kecil yang selalu dijadikan korban ketika kaum politisi ingin memperoleh kursi. Ketidakadilan dan kepincangan sosial tergambar dari perilaku penguasa atau orang-orang kesulitan yang memanfaatkan orang kecil demi melancarkan jalannya memeroleh kedudukan.
4.1.6 Cinta
Cinta adalah salah satu bentuk emosi yang mengandung ketertarikan, hasrat seksual, dan perhatian kepada seseorang (Ariyati & Nuqul, 2016: 29).
Sedangkan, tema cinta adalah tema yang terjadi jika dorongan yang kuat di dalam diri penyair sebuah perasaan cinta atau patah hati yang kuat (Waluyo, 1991: 107).
Tema yang dikisahkan penyair dalam puisinya yang berjudul Namamu adalah tema cinta. Dikatakan tema cinta karena dorongan yang kuat dalam diri penyair ketika menciptakan puisi ini adalah cinta (Waluyo, 1991: 107).
Ah, kau
Hanya kau yang mampu mendamaikan Ragu dan gelisah
Sebab namamu yang terlukis di lempeng ingatan Menjadikan ragu dan gelisah musuh bebuyutan Dan aku gila karenanya
(Silalahi, 2005: 74).
Tema cinta yang tergambar dalam larik puisi di atas adalah cinta kepada lawan jenis. Kalimat sebab namamu yang terlukis di lempeng ingatan memperlihatkan betapa hebat “kau” yang tak bisa dihilangkan dari “ingatan”
penyair. Larik Hanya kau yang mampu mendamaikan ragu dan gelisah
mengungkapkan kehadiran “kau” dalam hidup si “aku” sangatlah berharga dan berkesan. Tema cinta dapat juga kita lihat melalui penggalan berikut:
Namamu hanyutkan gunung hari-hariku (Silalahi, 2005: 74).
Tema cinta juga terdapat dalam puisi Perempuanku. Tema cinta yang dimaksud penyair disini adalah cinta seorang kepala rumah tangga kepada istrinya. Tema cinta ini dapat kita lihat melalui penggalan berikut ini:
Lihatlah perempuanku
Aku datang membawa matahari Yang kurebut dari Simson (Silalahi, 2005: 76).
Melalui penggalan di atas penyair mempersembahkan pengorbanannya melalui kata “matahari” yang ia berikan kepada istri yang dikasihinya. Tema cinta ini juga diperkuat melalui penggalan berikut:
Terimalah matahari ini perempuanku Inilah kehidupan yang akan terus hidup Seperti cintaku padamu
(Silalahi, 2005: 76).
Melalui larik di atas pembaca maupun pendengar dapat memahami tema cinta yang digunakan penyair. Penyair memohon dengan kerendahan hati agar istrinya menerima pengorbanan yang telah ia lakukan itu.
Tema cinta juga terdapat pada puisi berjudul Sebatang Kara. Tema yang digunakan penyair dalam puisi tersebut adalah tema cinta yang berasal dari kedukaan hati. Kedukaan ini timbul karena perasaan cinta atau patah hati yang kuat (Waluyo, 1991: 107). Kedukaan hati terjadi karena desakan yang kuat dalam diri penyair. Penyair mengalami kedukaan hati karena cinta dari kedua
orangtuanya tak dapat dirasakannya lagi. Tema ini dapat kita lihat dari penggalan berikut:
Keras tangisku menggetarkan gunung Menerobos masuk ke rahim bumi
Menggemparkan samudra dan rimba raya Namun nuranimu tak jua bergetar
(Silalahi, 2005: 84).
Kedukaan hati penyair terlihat dari kalimat keras tangisku menggetarkan gunung. Kalimat tersebut mengungkapkan kedukaan hati mendalam yang dirasakan penyair. Tema cinta karena kedukaan hati dapat juga kita simak dari penggalan berikut:
Aku sendiri menganyam hari-hari Dewasa dalam asuhan lara
Menjadi orang tak kenal ayah Tak kenal ibu
Hanya sepenggal kisah kubaca
Di dinding-dinding selokan jalan raya Menjadi teka-teki untukku
Aku anak siapa (Silalahi, 2005: 84).
Kedukaan hati terlihat dari kondisi yang digambarkan penyair melalui sosok
“aku” yang hidup sebatang kara. Sosok “aku” sudah terbiasa hidup dan bertumbuh dewasa dalam asuhan lara tanpa kasih sayang orangtuanya.
Puisi berjudul Ibu juga bertemakan cinta. Cinta itu ditujukan penyair kepada ibunya. Tema cinta tersebut dapat kita lihat melalui rasa kehilangan penyair terhadap ibunya yang terlebih dahulu meninggalkan dunia.
Ibu, di jalan yang pendek dan sempit itu Kini aku bergumul
Dan di depan sebuah pintu Aku tengah mengetuk Mengetuk dan mengetuk (Silalahi, 2005: 85).
Kalimat di jalan yang pendek dan sempit itu menggambarkan cinta yang terlalu cepat hilang dari ibunya.
4.2 Nada
Nada adalah sikap batin penyair yang hendak diekspresikan penyair kepada pembaca (Waluyo, 1991: 134). Nada atau tone juga merupakan sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang ditampilkan (Aminuddin, 2000: 150). Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca (Waluyo, 1991: 125). Ada banyak jenis nada yang dapat kita temukan dalam puisi, seperti nada menasihati, mencemooh, sinis, berontak, iri hati, gemas, penasaran, dan sebagainya (Waluyo, 1991: 134). Ada pula nada duka, kritik, dan nada religius (Waluyo, 1991: 125).
Nada berkaitan erat dengan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya. Berikut keterkaitan antara nada dengan suasana dalam puisi menurut Waluyo (1991: 125) yang menjelaskan bahwa nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembacanya. Nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk , begitu seterusnya.
4.2.1 Menasihati
Nada yang digunakan penyair dalam puisi Meledakkan Pesawat Diskriminasi adalah nada menasihati. Penyair berperan untuk menasihati pembaca
atau pendengar supaya bersikap tegas dalam menghadapi tindakan diskriminasi.
Nada ini terlihat dari penggalan:
Bersihkan ruang hati dari sampah-sampah Kepedihan dan putus asa
Tutup biar tak masuk lagi
Hentakkan tanpa henti pacul-paculmu (Silalahi, 2005: 7).
Penyair berperan sebagai panutan yang ingin menasihati pembaca (pendengar) untuk menangani sikap diskriminasi di tengah masyarakat.
Bersihkan, tutup, dan hentakkan adalah kata-kata perintah yang menyuarakan nasihat penyair. Nasihat itu ditujukan kepada kaum difabel yang sering mendapat perlakuan tak wajar dalam lingkungan mereka. Penyair ingin kaum difabel bangkit dan semangat dalam menjalani kehidupan.
Nada menasihati juga terdapat pada puisi Dalam Matahari. Penyair bertujuan untuk menasihati pembaca atau pendengar dengan maksud menyadarkan. Nada tersebut terlihat jelas dari penggalan berikut:
Berhentilah membuka pintu bagi nestapa Hampiri matahari yang lelah
Dengan harta karun itu (Silalahi, 2005: 61).
Dalam nada ini kita hayati sikap penyair yang secara tersirat dapat ditangkap oleh pembaca (Waluyo, 1991: 128). Nada menasihati atau menyadarkan secara tersirat disampaikan penyair melalui kata berhentilah dan hampirilah.
4.2.2 Religius
Nada yang digunakan penyair dalam puisinya berjudul Tuhan adalah nada religius. Nada religius adalah nada yang dapat menimbulkan suasana khusyuk (Waluyo, 1991: 125). Nada religius ini terlihat dari penanda seperti jika aku dan
sahabatku datang padaMu. Kata padaMu disini adalah untuk Tuhan. Nada yang menimbulkan suasana khusyuk tersebut juga dapat kita lihat dari penggalan berikut ini:
Aku telah membasuh tanganku hingga bersih Dibejana yang tersedia di muka pintuMu Lalu turut masuk dalam perjamuanMu.
(Silalahi, 2005: 13).
Kata Bejana, muka pintuMu, dan perjamuanMu merupakan benda atau istilah yang berkaitan dengan agama Kristen. Dari sini terlihat jelas bahwa tema ketuhanan dan nada religius yang digunakan penyair tergambar dari kata-kata konkret yang digunakan penyair dalam puisinya.
4.2.3 Duka
Nada yang terdapat dalam puisi Tanah Air Menyerpih Duka adalah nada duka. Nada duka adalah nada yang diciptakan penyair untuk menimbulkan suasana iba hati pembaca (Waluyo, 1991: 125). Nada duka pada puisi Tanah Air Menyerpih Duka dapat dilihat dari pengulangan kalimat Tanah air menyerpih duka sebanyak empat kali disetiap bait puisi. Pengulangan ini menekankan kedukaan penyair melihat kondisi tanah air yang sangat memprihatinkan.
Nada duka juga terdapat pada puisi berjudul Sebatang Kara. Nada yang ditimbulkan dalam puisi Sebatang Kara adalah nada duka. Penyair ingin menyampaikan suasana iba hati melalui keadaan si “aku” yang hidup sebatang kara. Nada duka itu dapat kita lihat dari penggalan berikut:
Namun nuranimu tak jua bergetar Untuk mengganti popokku
Menaruh dot dalam mulutku (Silalahi, 2005: 84).
Penyair merasa sendiri, tak ada seorang pun yang peduli terhadap keadaan dirinya. Kalimat Nurani tak jua bergetar ini menunjukkan tak ada siapapun yang hatinya tergerak untuk menolongnya. Nada duka itu juga dapat kita simak dari penggalan berikut:
Aku sendiri menganyam hari-hari Dewasa dalam asuhan lara
Menjadi orang tak kenal ayah Tak kenal ibu
Hanya sepenggal kisah kubaca
Di dinding-dinding selokan jalan raya Menjadi teka-teki untukku
Aku anak siapa (Silalahi, 2005: 84).
Nada duka semakin terlihat jelas ketika si “aku” bertanya penuh harap, aku anak siapa. Pertanyaan ini menjelaskan duka yang dialami si “aku” dalam menghadapi kehidupannya.
Nada yang digambarkan penyair melalui puisi Ibu juga adalah nada duka.
Nada duka adalah nada yang dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca (Waluyo, 1987: 125). Nada duka itu dapat kita lihat dari penggalan berikut:
Dan di depan sebuah pintu Aku tengah mengetuk Mengetuk dan mengetuk (Silalahi, 2005: 85).
Nada duka itu juga dapat kita lihat dari penggalan berikut:
Begitu pendek dan sempit
Jalan yang kau buka untuk kulalui Sementara kubaca mimpimu Di dinding tepas rumah kita Begitu panjang dan lebar (Silalahi, 2005: 85).
4.2.4 Protes
Protes adalah kata yang mengandung beberapa dimensi seperti, penolakan atau keberatan atas sesuatu yang berseberangan yang sudah tidak dapat ditoleransi yang ditujukan kepada pribadi atau lembaga yang berkuasa secara beramai-ramai dan resmi yang didasari oleh perasaan ketidakadilan (Lofland, 2003:2).
Puisi Orang Kecil ditulis penyair untuk menyindir ketidakadilan di negara ini. Nada yang ditimbulkan dari sikap menyindir itu adalah nada protes. Nada protes sosial lebih banyak bersumber dari puisi bertemakan keadilan sosial (Waluyo, 1991: 118). Nada protes ini dapat kita simak dari penggalan berikut:
Belum berubah
Atau telah menjadi titis tulisNya Orang kecil menjadi peluru dan belati Bagi orang –orang yang kesulitan Memperoleh kursi
(Silalahi, 2005: 42).
Nada protes ini terlihat ketika penyair mengungkapkan belum berubah, dimana penyair merasa kecewa dengan realitas di negeri ini yang masih mengalami permasalahan sama. Atau telah menjadi titis tulisNya. Ungkapan tersebut adalah pertanyaan penyair kepada Tuhan, apakah “ketidakadilan” sudah menjadi nasib yang menimpa negeri ini.
4.2.5 Kritik
Puisi yang berjudul Penjanji mempunyai sikap menyindir terhadap pemerintah yang menjadi sasaran utama. Nada yang terdapat dalam puisi ini adalah nada kritik. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca (Waluyo, 1991: 125). Nada kritik ini terlihat langsung dari penggalan berikut:
Tapi hari ini janji menjawab janji
Apakah aku tong penampung janji Mengapa tak jua penuh dan berganti Kini episod tiga ribu satu
Masih menanti
Lapar, bodoh, dan was was (Silalahi, 2005: 43).
Nada kritik yang berupa sindiran itu digunakan penyair dalam menyampaikan suasana tertentu kepada pembaca maupun pendengar.Tapi hari ini janji menjawab janji, apakah aku tong penampung janji. Nada kritik yang terdapat pada larik ini berupa pertanyaan. Tong penampung janji adalah ungkapan kritik dan kekesalan penyair terhadap janji pemerintah yang tak kunjung direalisasikan.
4.2.6 Ragu dan Gelisah
Nada yang terlihat dari puisi Namamu adalah nada ragu. Nada ragu ini dapat kita lihat dari sikap penyair ketika ia mengalami cinta. Berikut penggalannya.
Namamu hanyutkan gunung hari-hariku Aku berlayar di atasnya dinakhodai gelisah Tapi tepi hatimu tak jua kusentuh
Ragu begitu cemburu lantas menikam
Gelisahku padamu aku terdampar di benua redam (Silalahi, 2005: 74).
Nada ragu terlihat dari sikap “aku” saat mengalami jatuh cinta. Tapi tepi hatimu tak jua kusentuh, melalui larik ini penyair mengungkapkan keraguan terhadap perasaan cintanya. Penyair merasa ragu cintanya tak mendapat balasan.
Sementara nada gelisah dapat kita simak dari penggalan berikut:
Gelisahku hidup kembali
Menggulingkan batu penutup terowongan Menuju hatimu
Lagi lagi ragu melintang sigap (Silalahi, 2005: 74).
Nada ragu dan gelisah itu timbul ketika penyair bertekad untuk menuju hatimu.
Namun, tak jua sampai karena sikap ragu masih berada di dalam hati penyair.
4.2.7 Memohon
Nada yang digambarkan penyair melalui puisinya adalah nada memohon.
Penyair mengungkapkan permohonan dengan kata, “lihatlah” sebanyak dua kali dan kata “terimalah” sebanyak dua kali juga di dalam puisi ini.
Lihatlah perempuanku
Aku datang membawa matahari Yang kurebut dari Simson
Lihatlah bekas-bekas pertarungan di sekujur tubuhku Terimalah matahari ini perempuanku
Inilah kehidupan yang akan terus hidup Seperti cintaku padamu
(Silalahi, 2005: 76).
Nada memohon itu menunjukkan kesetiaan penyair kepada istrinya.
Penyair memohon supaya istrinya tidak hanya sibuk mengurus diri sendiri tetapi harus memperhatikan suaminya yang selalu lelah setiap kali pulang kerja. Penyair berharap istrinya dapat berubah menjadi permaisuri yang tidak hanya cantik melainkan harus perhatian. Berikut penggalan puisi tersebut:
Mengapa kau hanya diam membelai mawar Yang tak lama lagi layu
Meninggalkan cerita picisan
Berhentilah berharap sepoi angin berhembus Hanya lenakan dirimu sesaat
Setelah itu gerah mendera Dan kau sibuk mencariku (Silalahi, 2005: 76).
4.3 Perasaan
Perasaan merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkannya (Rokhmansyah, 2014: 29). Perasaan juga adalah suasana yang diekspresikan penyair dan dihayati oleh pembaca (Waluyo, 1991: 121).Setiap puisi tentu mewakili perbedaan sikap penyair dalam menghadapi obyek tertentu dalam puisinya. Perasaan yang disampaikan penyair berkaitan erat dengan tema yang dipaparkan penyair dalam puisinya. Dalam puisi bertema cinta misalnya, penyair menampilkan perasaan senang dan bahagia. Perasaan penyair juga berkaitan dengan sudut pandang penyair dalam melihat suatu masalah.
Masing-masing penyair memiliki ciri khas dalam melihat sebuah objek di lingkungan mereka. Hal ini dikarenakan setiap penyair memiliki cita rasa yang tersendiri di dalam memandang sesuatu pokok persoalan dalam kehidupan ini (Siregar, 1994: 18). Dalam puisi bertemakan keadilan sosial misalnya, penyair satu dengan penyair yang lain memiliki pandangan berbeda dalam menyikapinya.
Perasaan yang disampaikan penyair dalam puisinya ditujukan agar pembaca dapat menghayati pesan yang ingin disampaikan penyair. Perasaan yang diungkapkan penyair dalam puisinya seperti perasaan sedih, kecewa, terharu, benci, rindu, cinta, kagum, marah, bahagia atau perasaan setia kawan (Waluyo, 1991: 134).
4.3.1 Kecewa
Perasaan penyair ketika menulis puisi Meledakkan Pesawat Diskriminasi adalah perasaan kecewa. Perasaan ini terlihat dari bagaimana si penyair menyikapi kejadian hidupnya terhadap kondisi lingkungan. Perasaan kecewa ini dapat kita lihat dari penggalan berikut: