• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jamur yang Terdapat pada Tubuh Lalat Rumah (Musca domestica L., 1758)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jamur yang Terdapat pada Tubuh Lalat Rumah (Musca domestica L., 1758)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

12

Jamur yang Terdapat pada Tubuh Lalat Rumah (Musca domestica L., 1758)

Wiwin Melsilawati1, Siti Khotimah1, Rizalinda1

1Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email: wiwin.imoed@gmail.com

Abstrak

Lalat rumah (Musca domestica) merupakan serangga yang memiliki bulu dan cairan lengket pada kakinya dan hidup di tempat yang kotor, sehingga dapat membawa berbagai macam mikroorganisme. Jamur adalah salah satu mikroorganisme yang dibawa oleh M. domestica. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan genus jamur dari seluruh tubuh lalat rumah (M. domestica). Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juni 2012. Tempat pengambilan sampel M. domestica yaitu warung makan, tempat pembuangan sampah sementara, peternakan ayam dan penjualan ikan. Isolasi dilakukan pada seluruh permukaan tubuh dan usus M. domestica dengan metode tanam langsung, pengenceran dan goresan. Hasil penelitian ini didapatkan 7

genus jamur dari tubuh dan usus M. domestica. Genus jamur tersebut adalah Acremonium, Aspergillus (2 spesies), Debaryomyces, Hanseniaspora, Fusarium, Penicillium, dan Geotrichum.

Kata kunci : Fungi, Musca domestica, Aspergillus, Permukaan Tubuh, Usus

PENDAHULUAN

Lalat merupakan jenis serangga yang termasuk ordo Diptera yang hidupnya dekat dengan lingkungan manusia dan penyebarannya sangat luas di seluruh dunia. Ordo Diptera yang sering berada di sekitar lingkungan manusia salah satunya adalah lalat rumah (Musca domestica).

Musca domestica merupakan salah satu serangga yang penting karena berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Lalat dapat berperan dalam proses pembusukan, sebagai predator, parasit pada serangga, sebagai polinator (Byrd dan Castner, 2001), penyebab myasis (David dan Anathakrishnan, 2004) dan dapat berperan sebagai transmisi mekanik dari berbagai penyakit pada manusia seperti kolera, aspergilosis, tifus dan disentri (Santi, 2001). Permukaan tubuh luar merupakan organ yang kontak secara langsung dengan habitat tempat hidupnya. Hal ini memungkinkan banyaknya jenis jamur yang dapat terbawa oleh tubuh M. domestica karena tubuhnya memiliki banyak bulu dan terdapat cairan perekat

pada kakinya. Di dalam usus terjadi berbagai perombakan berbagai bahan makanan yang masuk ke dalamnya. Mikroorganisme yang berperan sebagai perombak dalam usus salah satunya adalah jamur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui genus jamur yang terdapat pada seluruh tubuh dan usus lalat rumah (Musca domestica).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April 2012 sampai Juli 2012, yang meliputi persiapan, pengumpulan dan pengolahan data.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lalat rumah (Musca domestica) yang

(2)

13 diambil di peternakan ayam, tempat pembuangan

sampah sementara, penjualan ikan dan warung makan, kloramfenikol 10 mg, alkohol, pewarna lactofenol, media Czapek’s Yeast Agar (CYA).

Alat Penelitian

Alat yang digunakan di laboratorium yaitu jarum ose, pinset lurus, pinset bengkok, pisau preparat, kapas, plastik mika, kertas merang, bunsen, timbangan, allumunium foil, rak tabung, tabung reaksi, cawan petri, gelas beaker, erlenmeyer, inkubator, kamera, mikroskop binokuler merek Olympus CX 21, jarum pentul, gelas piala, hot plate, clean pack, entkas, vortex, magnetik stirer, penggaris, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, dan autoklaf.

Cara Kerja Sterilisasi Alat

Peralatan tahan panas yang berhubungan dengan isolasi dan identifikasi jamur yang tahan panas disterilisasi terlebih dahulu. Alat-alat berupa tabung ditutup dengan penutup yang terbuat dari kapas sedangkan cawan petri dibungkus dengan kertas merang. Sterilisasi menggunakan autoklaf pada tekanan 2 atm, suhu 1210 C dan waktu 15 menit (Gunawan dkk., 2004).

Pengambilan Sampel Penelitian

Sampel lalat rumah (M. domestica) dewasa diambil di tempat pembuangan sampah sementara (TPS), peternakan ayam, rumah makan dan pasar ikan.

Lalat ditangkap dengan menggunakan plastik.

Lalat yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik (Aminah dan Supraptini, 2003).

Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan identifikasi dengan menggunakan buku Binatang Parasit (Kardasan dkk., 1983).

Pembuatan Media Czapek Yeast Agar (CYA)

Media CYA 1000 ml yang terdiri dari sukrosa 30 gr, ekstrak ragi (yeast) 5 gr dan agar 15 gr dimasukan ke dalam gelas beker dan ditambahkan akuades 750 ml kemudian dipanaskan hingga mendidih dan ditambahkan 1 gr K2HPO4 dan 10 ml Czapek’s pekat, media tersebut ditambahkan kloramfenikol 10 mg kemudian ditambah akuades hingga 1000 ml sampai mendidih. Media CYA dimasukan dalam erlenmeyer (Gunawan dkk., 2004). CYA dalam erlenmeyer ditutup rapat

kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121ºC pada tekanan 2 atm selama 15 menit.

Isolasi Jamur

Isolasi jamur dari tubuh lalat menggunakan metode pengenceran dan metode tanam langsung pada permukaan tubuh dan usus lalat (M. domestica) sebagai berikut:

Seluruh tubuh M. domestica

Pengambilan inokulum jamur dari tubuh M. domestica dengan dua cara yaitu pengenceran

dengan cara dibilas (rinse) dan metode tanam langsung (Tim Penyusun, 2008). Sampel M.

domestica diambil dan dibilas menggunakan akuades. Hasil pembilasan tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri steril dengan menggunakan mikro pipet secara aseptis. Medium CYA yang masih encer yang telah ditambah kloramfenikol dituangkan kedalam cawan petri, selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggoyangkan cawan petri sampai suspensi tersebar merata dalam media. Menurut Banjo dkk. (2005), inkubasi pada suhu kamar dilakukan selama 5-7 hari.

Pengambilan inokulum jamur pada tubuh M.

domestica dengan metode tanam langsung. Tubuh lalat yang digunakan terlebih dahulu dicuci dengan larutan garam fisiologis, selanjutnya di cuci dengan air steril. Lalat ditanam dalam cawan petri yang telah diisi dengan medium CYA sebanyak 10 ml kemudian disimpan dalam temperatur kamar ± 280C selama 72 jam. Setelah terbentuk koloni jamur kemudian dilakukan identifikasi secara makroskopis (Aminah dan Supraptini, 2003; Banjo dkk., 2005).

Usus M. domestica

Menurut Banjo dkk. (2005), tubuh M. domestica yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci menggunakan garam fisiologis kemudian dibilas dengan air steril. Perut M. domestica dibedah menggunakan pinset, kemudian jarum ose dipanaskan dan dibiarkan dingin. Jarum ose tersebut digunakan untuk mengambil eksudat dari perut (usus). Eksudat yang diperoleh, digoreskan (streak) ke media CYA padat.

Pemurnian Jamur

Koloni jamur M. domestica dari permukaan tubuh yang tumbuh pada pengenceran, tanam langsung, dan usus M. domestica dipindahkan ke media CYA baru. Biakan jamur yang telah murni kemudian diamati secara makroskopis dan

(3)

14 mikroskopis untuk proses identifikasi (Misman

dkk., 1988; Nakagiri, 2005).

Identifikasi Jamur

Identifikasi jamur dilakukan dengan dua tahap pengamatan, yaitu pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis adalah identifikasi jamur berdasarkan sifat-sifat morfologi koloni, seperti warna koloni, bentuk koloni, bentuk tepi koloni dan warna balik koloni. Pengamatan secara mikroskopis adalah identifikasi fungi di bawah mikroskop untuk melihat konidia atau spora, miselium, bentuk konidia dan warna konidia, hifa (bersekat/tidak bersekat), alat tambahan dan konidiofor.

Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan cara gelas objek dibersihkan dengan alkohol kemudian dipanaskan. Gelas benda ditetesi laktofenol pada bagian tengah. Biakan jamur diambil secara aseptis menggunakan jarum ose kemudian diletakkan di atas gelas objek yang telah ditetesi laktofenol.

Preparat ditutup dengan kaca penutup dan dilewatkan di atas nyala api lalu dilihat di bawah mikroskop untuk mendapatkan ciri mikroskopiknya. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan karakteristik jamur yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan buku identifikasi Introduction To Food Borne (Samson dkk., 1995) dan Morphology and Taxonomy of Fungi (Bessey, 1979), Introductory Mycology (Alexopoulus dkk., 1996), Pengenalan Kapang Tropik Umum (Gandjar dkk., 1999); dan Illustrated Genera of Imperfect Fungi (Barnet dan Hunter, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis diperoleh 7 genus jamur teridentifikasi dan 2 genus tidak teridentifikasi.

Genus jamur yang terdapat pada tubuh M.

domestica, yaitu Acremonium, Aspergillus (2 spesies), Debaryomyces, Hanseniaspora, Fusarium, Penicillium, Geotrichum dan 2 genus tidak teridentifikasi.

Aspergillus

Aspergillus yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 koloni berwarna putih pada bagian tepi, kuning-kehijauan pada bagian tengah dan terdapat gelembung

berwarna putih di sekitar permukaan koloni.

Warna balik koloni putih kecoklatan, bentuk tidak beraturan dan tepi tidak rata, hal ini dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh ke permukaan media CYA.

Koloni Aspergillus pertumbuhannya cepat, berwarna putih, kuning, kuning kecoklatan, coklat sampai hitam atau bercorak hijau (Samson dkk., 1995).

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur Aspergillus dengan perbesaran 10x100, diperoleh hifa bersekat, konidiofor berwarna hialin, konidiofor tidak bercabang dan tidak bersekat, terdapat metula dan fialid berbentuk botol (lanset), konidia berbentuk bulat dan jumlahnya tidak banyak serta tidak ditemukan adanya sifat tambahan (Gambar 1).

Konidiofor dari genus Aspergillus biasanya tidak bersepta, tidak bercabang dan terdapat vesikel yang gembung (uniserate), terdapat metula (biserate) dan fialid (Samson dkk., 1995).

Gambar 1. Aspergillus :1. konidiofor, 2. vesikel, 3.

konidia, 4. fialid, 6. metula.

Penicillium

Penicillium yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 warna koloni putih-hijau kebiruan (bagian tengah berwarna putih) dan terdapat garis konsentris, tekstur permukaan kasar dan hifa hanya terlihat pada bagian tepi, warna balik koloni coklat, pertumbuhan koloni lambat.

Koloni Penicillium biasanya memiliki corak berwarna hijau dan kadang-kadang putih (Samson dkk., 1995; Gandjar dkk., dalam Purwantisari dan Hastuti, 2009).

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur Penicillium dengan perbesaran 10x100, hifa bersekat, konidiofor berwarna hialin dengan

1 2 3

4

5

(4)

15 cabang terverticillate (cabangnya 2 tingkat),

terdapat metula dan setiap metula terdiri 3 fialid.

Fialid berbentuk lanset, konidia berbentuk bulat (Gambar 2).

Ada beberapa tipe percabangan pada Penicillium yaitu percabangan tunggal, biverticillate, terverticillate, quaterverticillate sampai percabangan yang lebih banyak lagi. Fialid biasanya berbentuk botol atau lanset dan konidia memiliki bentuk bulat, elips dan silindris (Samson dkk., 1995).

Gambar 2. Penicillium:1. Percabangan konidiofor, 2. Konidiofor, 3. Metula, 4. Fialid, 5. konidia

Geotrichum

Geotrichum yang diperoleh dari hasil memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 pertumbuhan koloni lambat, berwarna putih seperti kapas bergerombol, warna balik koloni coklat keputihan, tepi koloni tidak rata dan bentuk bulat. Koloni tumbuh menyebar pada media CYA dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh ke permukaan. Menurut Samson dkk. (1995) Geotrichum sp. biasanya berwarna putih halus.

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur Geotrichum sp. dengan perbesaran 10x100, hifa bersekat dan percabangannya dikotom, konidia banyak dengan bentuk silindris (Gambar 3).

Konidia berwarna hialin. Menurut Samson dkk.

(1995) bentuk konidia Geotrichum adalah silindris atau elips, hifa bersepta dengan percabangan dikotom.

Gambar 3. Geotrichum: 1. hifa, 2. konidia

Debaryomyces

Debaryomyces yang diperoleh dari hasil pengamatan, yaitu inkubasi hari ke-7 koloni tumbuh menyebar berwarna putih-kecoklatan, terdapat jalinan hifa di bagian tengah koloni. Tepi koloni berlekuk terlihat jalinan hifa yang merekat pada media dengan susunan yang rapat dan halus, koloni jamur yang tumbuh memiliki bau yang khas yaitu asam dan terdapat gelembung, tekstur permukaan kasar dan basah, warna balik koloni putih-coklat dan bentuk koloni tidak beraturan.

Pengamatan secara mikroskopis preparat Debaryomyces dengan perbesaran 10x100, di dapatkan hifa yang bersekat berwarna hialin.

Konidia bulat dengan tunasnya berbentuk bulat (Gambar 4).

Yeast adalah jamur yang uniselular, dengan hifa bersekat atau pseudohypae, bereproduksi secara vegetatif dengan bertunas. Tunas biasanya bulat, oval. Salah satu tipe tunas vegetatif yeast adalah multilateral dan bipolar Samson dkk., 1995).

Gambar 4. Debaryomyces:1. sel Yeast

Acremonium

Deskripsi jamur Acremonium dari hasil pengamatan secara makroskopis inkubasi hari ke-7 dengan juluran hifa yang panjang seperti kapas halus. Bentuk koloni tidak beraturan dan tepi tidak rata. Warna koloni putih dan warna balik koloni putih. Menurut Samson dkk. (1995) koloni Acremonium biasanya berwarna putih, merah jambu, kuning-hijau, atau orange.

Pengamatan secara mikroskopis preparat Acremonium dengan perbesaran 10x100, terlihat warna miseliumnya hialin, hifa tidak bersekat, terdapat konidiofor dan fialid, konidia berbentuk elips yang memanjang hingga bulat. Warna konidia hialin (Gambar 5).

1 2

3

5 4

1

1 2

(5)

16 Koloni Acremonium pertumbuhannya lambat,

fialid kebanyakan seperti jarum, tegak dan tunggal.

Konidia bersel satu, hialin atau berpigmen, kebanyakan berkumpul pada ujung fialid (Samson dkk., 1995).

Gambar 5. Acremonium:1. konidiofor, 2. konidia

Fusarium

Fusarium yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 tekstur permukaan koloni seperti kapas halus berwarna putih-orange, bentuk koloni bulat, tepi rata, warna balik koloni putih-orange. Menurut Samson dkk.

(1995) koloni Fusarium sp. biasanya berwarna putih-kecoklatan, kuning cerah, coklat, merah muda, merah dan ungu.

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur Fusarium dengan perbesaran 10x100, terlihat warna miselium hialin, hifa bersekat, konidia dengan tipe makrokonidia dan mikrokonidia (Gambar 6). Sekat konidia lebih dari 2, konidiofor bercabang, terdapat klamidosopra yang terletak pada bagian tengah hifa dan terdapat fialid.

Menurut Samson dkk. (1995) Fusarium memiliki tipe konidia berupa makrokonidia dan mikrokonidia, terdapat fialid, dan klamidospora terkadang tidak ada.

Gambar 6. Fusarium: 1. hifa, 2. mikrokonidia

Hanseniaspora

Hanseniaspora yang diperoleh dari hasil memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 koloni berwarna coklat-putih, permukaan kasar dan bergerombol, terdapat juluran hifa dari koloni berwarna putih,

bentuk koloni bulat, tepi koloni rata dan warna balik koloni coklat.

Pengamatan secara mikroskopis preparat Hanseniaspora dengan perbesaran 10x100, terlihat miselium berwarna hialin, hifa bersekat, spora berwarna hijau muda, konidia berbentuk lanset (bagian tengan lonjong dan menyempit pada bagian leher ) (Gambar 7) ada yang bergerombol dan tersebar.

Reproduksi vegetatif pada Yeast terjadi dengan cara bertunas, kecuali dari genus Schizosaccharomyces reproduksinya dengan cara pembelahan sel. Hasil dari pertunasan akan menghasilkan sel yang multilateral, bipolar dan monopolar. Konidia pada Yeast ada dua bentuk yaitu Arthoconidia dan Ballistoconidia (Samson dkk., 1995).

Gambar 7. Hanseniaspora: 1. sel Yeast

Aspergillus

Aspergillus yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki ciri yaitu, inkubasi pada hari ke-7 koloni berwarna putih dan kuning di bagian tengahnya.

Permukaan koloni seperti kapas halus dan terdapat eksudat berwarna hialin, warna balik koloni putih- coklat, tepi rata dan bentuk koloni bulat. Menurut Samson dkk. (1995) koloni Aspergillus yang tumbuh biasanya berwarna putih, kuning, kuning- coklat, coklat sampai hitam atau corak kehijauan.

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur Aspergillus dengan perbesaran 10x100, diperoleh hifa bersekat berwarna hialin, konidiofor berwarna hialin, konidia berwarna coklat berbentuk bulat, vesikel bulat, dan terdapat fialid (Gambar 8).

Rangkaian konidia tidak dapat terlihat bentuknya karena saat pengamatan tidak ditemukan bentuk yang utuh berupa rangkaian radiate atau kolumnar.

Aspergillus memiliki konidiofor tegak, padat, aseptat dan tidak bercabang. Konidia tersusun atas rangkaian berbentuk kolumnar dan radiate (menyebar), satu sel, lembut atau ornamen, hialin 1

2

1

1 2

(6)

17 atau berpigmen. Kadang-kadang terdapat Hulle

cell atau sclerotia (Samson dkk., 1995).

Gambar 8. Aspergillus: 1. konidiofor, 2. vesikel, 3.

metula, 4. konidia

Genus A (tidak teridentifikasi)

Deskripsi jamur ini dari hasil pengamatan inkubasi hari ke-7, bentuk koloni tersebar, tekstur permukaan koloni seperti kapas berwarna putih kusam, dengan warna balik koloni putih-orange, tepi rata.

Pengamatan secara mikroskopis dari hasil pembuatan preparat jamur ini dengan mikroskop pada perbesaran 10x100, memiliki karakter warna miselium hialin, hifa bersekat, serta tidak ditemukannya spora/konidia (gambar 9). Menurut Bessey (1987) jamur yang membentuk miselium rhizomorf tanpa spora atau konidia termasuk dalam kelompok miselia steril.

Gambar 9. Genus A :1. kumpulan hifa steril

Genus B (tidak teridentifikasi)

Deskripsi jamur ini dari hasil pengamatan inkubasi hari ke-7 koloni berwarna putih, tekstur permukaan koloni seperti kapas halus, warna balik putih- orange, tepi koloni rata dengan bentuk koloni bulat.

Pengamatan secara mikroskopis dari hasil pembuatan preparat jamur ini dengan mikroskop pada perbesaran 10x100 memiliki karakter warna miselium hialin, hifa bersekat, terdapat konidia berwarna coklat dengan 3 sekat, sekat pada bagian tengah lebih coklat daripada sekat sel yang lain.

Bentuk konidia bulat lonjong dengan ujung tumpul (Gambar 10). Terlihat adanya klamidospora yang terletak pada bagian apeks dan bagian tengah hifa.

Gambar 10. Genus B: 1. hifa, 2. konidia

Pembahasan

Beberapa jamur yang ditemukan dalam penelitian juga ditemukan pada penelitian Sales dkk. (2002);

Banjo dkk. (2005) di negara Iran dan Nigeria didapatkan Fusarium oxysporum, Aspergillus tamari, Penicillum axalicum yang diperoleh dari permukaan tubuh M. domestica sedangkan jamur Alternaria sp., Fusarium oxysporum, Cladosporium sp. ditemukan pada usus M.

domestica. Jamur tersebut dapat bersifat parasitik maupun saprofit.

Pengambilan sampel lalat rumah (M. domestica) dilakukan pada empat tempat yaitu,

pembuangan sampah, warung makan, peternakan ayam dan penjualan ikan. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat yang berhubungan dengan aktivitas manusia dan menjadi habitat yang paling disukai lalat karena kondisi yang kotor dan berbau.

Menurut Hidayatun dkk. (1996) lalat banyak dijumpai pada habitat pembuangan sampah, peternakan, rumah makan, tempat pemotongan hewan, pasar dan perkampungan nelayan. Lalat dapat berperan sebagai perombak pada sampah, kotoran ternak, dan lain-lain. Habitat lalat yang kotor memungkinkan adanya mikroorganisme salah satunya jamur dapat berada pada tubuh lalat.

Keberadaan jamur pada tubuh lalat dapat berasal dari makanan, struktur tubuh yang memiliki cairan perekat dan bulu-bulu halus maupun karena terjadinya infeksi jamur pada lalat.

Jamur yang ditemukan pada seluruh permukaan tubuh dan usus M. domestica berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan keberadaan jamur pada suatu tempat dipengaruhi oleh sumber makanan dan kemampuan jamur untuk bertahan hidup.

Permukaan tubuh M. domestica merupakan bagian yang berinteraksi secara langsung dengan 1

2 3

4

1

1 2

(7)

18 lingkungan tempat tinggalnya. Adanya bulu-bulu

halus dan cairan perekat pada kaki M. domestica meyebabkan insekta ini menjadi salah satu pembawa berbagai macam mikroorganisme terutama jamur. Jamur dapat berada pada tanah, udara, tempat lembab dan tempat yang banyak terdapat bahan organik. Jamur yang dibawa lalat dapat bersifat parasit maupun saprofit pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Jamur dapat hidup pada tubuh M. domestica diduga karena jamur menyerap materi organik dari tubuhnya.

Menurut Narayanan (2004) dalam Mulia (2010) materi organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur terdiri dari sumber karbon berupa glukosa, sukrosa, maltosa, tepung, nitrogen organik dan materi anorganik berupa potasium, fosfor, magnesium dan sulfur.

Pertumbuhan jamur tidak hanya pada permukaan tapi dapat masuk ke dalam tubuh M. domestica.

Masuknya jamur ke dalam tubuh M. domestica melalui penetrasi ke dalam kutikulanya. Menurut Narayanan (2004) dalam Mulia (2010) spora jamur yang berkecambah akan menembus lapisan kitin dan membran sel, sehingga jamur akan masuk ke dalam jaringan tubuh inang. Keberadaan jamur atau mikroorganisme secara umum dalam tubuh M. domestica dapat bersifat merugikan atau menguntungkan. Merugikan apabila jamur tersebut menyebabkan kematian. Jamur bersifat menguntungkan karena M. domestica membutuhkan mikroorganisme untuk menghancurkan dan mengubah zat yang masuk ke dalam usus M. domestica.

Usus merupakan organ pencernaan tempat pengolahan dan penyerapan berbagai makanan yang masuk ke dalamnya. Pencernaan dalam usus dibantu dengan adanya mikroorganisme. Menurut Batubara (2002) hubungan jamur dengan sistem pencernaan serangga adalah mikroorganisme berfungsi dalam mengasimilasi makanan, mengubah atau menghancurkan zat yang terdapat dalam pencernaan serta mampu menghasilkan dan melepaskan enzim.

Jamur yang ditemukan pada penelitian tidak hanya terdapat pada M. domestica tetapi ditemukan juga pada tanah, buah, sayur. Penelitian Aminah dan Supraptini (2003) menemukan jamur dari genus Aspergillus sp., Penicillum sp., Fusarium sp., Geotrichum sp., dan Yeast pada berbagai genus buah-buahan. Saryono dkk (2002) menemukan jamur Aspergillus sp., Fusarium sp., Geotrichum

sp., dan Penicillium sp. pada umbi dahlia.

Penelitian yang dilakukan Saragih (2009) mendapatkan adanya jamur Aspergillus sp., Fusarium sp., dan Penicillium sp. pada berbagai tingkat kematangan tanah gambut. Hal ini mengindikasikan bahwa jamur yang didapat pada tubuh lalat rumah (M. domestica) mempunyai sebaran yang luas dan memiliki daya hidup yang tinggi dengan berbagai substrat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis pertama mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu yang telah memberikan dukungan dana dalam penyelesaian manuskrip ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, N. dan Supraptini. 2003. Jamur pada Buah- buahan. Sayuran. Kaki Lalat dan Lingkungan di Pasar Tradisional dan Swalayan. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol 2 (3) : 299-305.

Banjo, A. D; Lawal O. A; Adeduji. O.O. 2005. Bacteria and Fungi Isolated from Housefly (Musca domestica L.) Larvae. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (8) :780-784.

Batubara, R. 2002. Biologi Serangga Penggerek Kayu.

Fakultas Pertanian. Program Ilmu Kehutanan.

Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.

Bessey, E. A. 1979. Morphology and Taxonomy of Fungi. Edisi ke-3. Vikas Publishing House PVT LTD. New Delhi. 12 Desember 2011.

Byrd, J.H and Castner, J.L. 2001. Insects of Forensic Importance. In Forensic Entomology : the utility of arthropods in legal investigation. New York:

CRC press.

David, B.V and Anathakrishnan, T.N. 2004. General and Applied Entomology. 2nd ed. New Delhi:

Tata Mc Graw-Hill Companies.

Gunawan, A.W; Dharmaputra, O.S dan Rahayu, G.

2004. Cendawan Dalam Praktik Laboratorium.

IPB Press. Bogor.

Hidayatun; I. Barodji dan L. Santoso. 1996. Spesies lalat yang dapat Berkembang biak di dalam Daging Ikan yang Dikeringkan untuk Pembuatan Ikan Asin. Hasil Penelitian. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. III. 1996 41.

Kardasan, S; Achmad, S; Endang, P; Hasan, B.M; Iyok, B; dan Sri, H. 1983. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor.

Misman, R; Purnomowati; Endang, S.R. 1988. Petunjuk Praktikum Mikologi. Fakultas Biologi.

Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

(8)

19 Mulia, Y.S. 2010. Patogenitas Kapang Verticillium

lecanii (Zemm) Viegas Terhadap Larva Lalat Rumah (Musca domestica L.). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Tesis.

Nakagiri, A. 2005. Preservation of Fungi and Freezing Methods.dalam: Workshop on Preservation of Microorganisms. Biotechnology Center-NITE &

Research and Development Center for Biotechnology-LIPI. Cibinong. Diakses 12 Desember 2011.

Purwantisari, S dan Hastuti. R.B. 2009. Isolasi dan Identifikasi Jamur Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis. Magelang. BIOMA. Vol 11 (2) : 45-53.

Samson, R.A; Hoekstra, E.S; Frisvad, J.C; and Filtenborg, O. 1995. Introduction to Food Borne Fungi. Ed ke-4. Ponsen & Looyen. Netherlands.

Santi, D.N. 2001. Manajemen Pengendalian Lalat.

Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.

Sales, M.S.N; Gisela, L.C and Vania, R.E. 2002.

Isolation of Fungi in Musca domestica Linnaeus.

1758 (Diptera:Muscidae) Captured at Two Natural Breeding Grounds in the Municipality of Seropedica. Rio de janeiro. Brazil. Vol. 97 (8):

1107-1110.

Tim Penyusun. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Porwokerto.

Gambar

Gambar 1. Aspergillus :1. konidiofor, 2. vesikel, 3.
Gambar 4. Debaryomyces:1. sel Yeast
Gambar 9. Genus A :1. kumpulan hifa steril

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji serapan unsur hara nitrogen dan phospor pada tanaman legum pada jenis tanah yang berbeda.. Perlakuan jenis

Konsep pelaporan data morbiditas sendiri, untuk Puskesmas di Indonesia disusun sesuai Keputusan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat (1998) dalam laporan

Konflik antar Ormas terjadi dan berulang tersebut disebabkan perekonomian (Pengangguran, Pemuda, dan perebutan wilayah). Namun bentrok yang terjadi tidak pernah sampai kepada bentrok

Myös Pirkanmaan TE-keskuksen julkaisussa (2009b) ”Työvoimatarpeiden ja toimialojen kehitys Pirkanmaalla - Ennakointi- ja seurantatietoa työvoimakoulutuksen suunnitteluun”

Penderita memiliki sikap mendukung tentang hipertensi terjadi pada usia lanjut, hipertensi lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan, hipertensi terjadi pada

Atau bisa dikatakan ketika pemerintah daerah memiliki respon Belanja Daerah (BD) yang lebih banyak dari dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada

Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.. sikap peduli sosial siswa juga bisa dipengaruhi oleh faktor lain. Jadi, asumsi penulis