1
BAB I PENGANTAR
1. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu dari barang kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia
1. Sebagai salah satu dari barang kebutuhan pokok, ketersediaan (supply) minyak goreng di pasar harus senantiasa terjaga. Variabel penting yang mempengaruhi ketersediaan (supply) minyak goreng di pasar adalah harga minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) dunia.
Menurut Kementerian Perdagangan, pergerakan harga minyak sawit (CPO) dunia dalam 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan. Meskipun saling berhubungan erat, tren pergerakan harga minyak sawit (CPO) tidak selalu seirama dengan tren pergerakan harga minyak goreng di Indonesia.
Perkembangan harga minyak goreng, baik minyak goreng curah maupun minyak goreng kemasan, di Indonesia menunjukkan tren yang beragam.
1
Menurut Penjelasan Pasal 25 Angka (1) dari Undang-Undang Perdagangan yang sudah disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Februari 2014 yang dimaksud dengan “Barang Kebutuhan Pokok” adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, seperti: beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai, dan garam beryodium.
Sebelumnya, Keputusan Menteri Industri dan Perdagangan No. 115/MPP/KEP/2/1998 tanggal 27
Februari 1998 juga menetapkan ke-sembilan bahan pokok (SEMBAKO) sebagai berikut: (i) beras
dan singkong; (ii) gula pasir; (iii) minyak goreng dan margarin; (iv) daging sapi dan ayam; (v) telur
ayam; (vi) susu; (vii) jagung dan sagu; (viii) minyak tanah atau gas ELPIJI; dan (ix) garam
beryodium
2
Sepanjang tahun 2010 hingga 2012 harga minyak goreng (baik minyak goreng curah maupun minyak goreng kemasan) di Indonesia mengalami peningkatan.
Selanjutnya, selama periode Januari hingga April 2013 harga minyak goreng (baik minyak goreng curah maupun minyak goreng kemasan) mengalami penurunan. Di bulan Mei 2013, harga minyak goreng kembali meningkat. Pada bulan Desember 2013 harga rata-rata minyak goreng curah di pasar adalah Rp 10.802/liter, sementara harga minyak goreng kemasan adalah Rp 13.889/liter.
Gambar I.1 dan Gambar I.2 menunjukkan perkembangan harga bulanan minyak goreng curah dan minyak goreng dalam kemasan selama 3 (tiga) tahun terakhir.
Gambar I.1. Perkembangan Harga Bulanan Minyak Goreng Curah Dalam Negeri (Rp/Kg)
Sumber: Kementerian Perdagangan, 2014
3
Gambar I.2. Perkembangan Harga Bulanan Minyak Goreng Kemasan Dalam Negeri (Rp/Kg)
Sumber: Kementerian Perdagangan, 2014
Gambar I.1 dan Gambar I.2 juga menunjukan peningkatan harga input (minyak kelapa sawit mentah/CPO) segera tertransmisi dalam bentuk peningkatan harga jual eceran minyak goreng di pasar, namun tidak demikan sebaliknya.
Korelasi yang kuat antara harga CPO dunia dan harga minyak goreng di
Indonesia dapat turut dijelaskan oleh pengertian dan/atau sifat dasar dari
minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak yang merupakan hasil akhir dari
sebuah proses pemurnian minyak nabati. Ragam minyak nabati yang dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng antara lain adalah:
4
minyak kelapa sawit, minyak palm kernel, minyak palm olein, minyak palm stearin, minyak bunga matahari, minyak kedelai, dan minyak zaitun
2. Minyak goreng yang beredar di pasar Indonesia adalah rata-rata berbahan dasar minyak kelapa sawit.
Selanjutnya dalam peredaran di pasar, masyarakat Indonesia mengenal 2 (dua) jenis minyak goreng, yaitu: (i) minyak goreng dalam kemasan; dan (ii) minyak goreng tanpa merek atau minyak goreng curah. Adapun minyak goreng dalam kemasan merujuk pada minyak goreng berbagai merek yang dijual dalam kemasan 1 liter, 2 liter dan dirijen. Sementara, minyak goreng tanpa merek atau minyak goreng curah merujuk pada minyak goreng yang dijual tanpa kemasan (umumnya diperjual-belikan dalam plastik, drum atau tangki). Oleh masyarakat, minyak goreng kemasan dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding minyak goreng tanpa kemasan atau minyak goreng curah karena memiliki kadar olein yang lebih tinggi.
Selanjutnya kedua jenis minyak goreng ini dipasarkan dengan sistem yang berbeda, dalam hal ini: (i) minyak goreng kemasan pada umumnya dipasarkan melalui distributor yang ditunjuk oleh produsen; sementara (ii) minyak goreng tanpa merk/minyak goreng curah umumnya dipasarkan oleh produsen dalam volume besar atau dengan mengadopsi sistem putus. Adapun kurang lebih 70%
2
Sutanto, Adi. Minyak Goreng. http://www.ntust-
isa.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=60. NTUST Indonesian Student
Association. 2008.
5
masyarakat di Indonesia mengkonsumsi minyak goreng tanpa merek atau minyak goreng curah. Penyebabnya tentu saja adalah harga minyak goreng tanpa kemasan atau minyak goreng curah yang lebih murah.
Melihat sensitivitas masyarakat terhadap harga minyak goreng di pasar dan guna menjaga kestabilan harga minyak goreng, pemerintah Indonesia telah mengadopsi berbagai Kebijakan Stabilisasi Harga, antara lain melalui:
i. Pengendalian sisi industri hulu (input)
Industri hulu dalam hal ini adalah industri-industri yang mengelola bahan mentah hasil produksi sektor primer. Industri ini umumnya berorientasi kepada bahan mentah dan berlokasi di daerah sumber bahan mentah. Di dalam kajian terkait minyak goreng sawit, pengertian industri hulu mengacu pada industri kelapa sawit. Kebijakan pengendalian sisi industri hulu (input) dilakukan melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) bagi komoditi minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan kebijakan Pajak Ekspor (PE) yang progresif
ii. Pengendalian sisi industri hilir (output)
Industri hilir adalah industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri
hulu (primer). Bahan baku yang digunakan oleh industri hilir bersumber
dari industri hulu dan industri lainnya. Dalam kajian terkait minyak goreng
sawit, maka istilah industri hilir mengacu pada industri minyak goreng
sawit. Kebijakan pengendalian sisi industri hilir (output) dilakukan
pemerintah melalui penerbitan kebijakan stabilisasi harga minyak goreng
6
secara langsung lewat Operasi Pasar (OP) minyak goreng bersubsidi dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan minyak goreng curah
3.
Pada tahun 2009, pemerintah mengeluarkan kebijakan stabilisasi harga minyak goreng lewat program MINYAKITA. Program ini dilakukan pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas pengadaan dan harga minyak goreng di dalam negeri; melaksanakan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Sawit Di dalam Negeri Untuk Tahun Anggaran 2009; dan untuk mengatur lebih lanjut mengenai minyak goreng sawit kemasan sederhana. Adapun tujuan dari program MINYAKITA adalah untuk menjaga stabilitas pengadaan dan harga minyak goreng serta mendukung ketersediaan minyak goreng dalam negeri.
Obyek dari program MINYAKITA adalah minyak goreng sawit kemasan sederhana yakni minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek MINYAKITA yang diproduksi oleh produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.011/2008.
Merek MINYAKITA adalah merek untuk minyak sawit kemasan sederhana yang dimiliki oleh Departemen Perdagangan cq Direktorat Jenderal
3Positioning Paper Minyak Goreng. KPPU. 2009.
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/positioning_paper_minyak_goreng.pdf
7
Perdagangan Dalam Negeri yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setiap Produsen minyak goreng sawit yang akan menggunakan merek MINYAKITA wajib mendaftarkan kepada Departemen Perdagangan, apabila tidak mendaftar dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Produsen dapat menyalurkan minyak goreng sawit kemasan sederhana dengan merek MINYAKITA kepada masyarakat secara langsung atau melalui Distributor dan/atau Pengecer dengan terlebih dahulu Produsen wajib mendapatkan ijin edar berupa nomor MD dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan minyak goreng sawit kemasan sederhana oleh Produsen sebagai Pengusaha Kena Pajak Ditanggung Pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Meski pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan stabilisasi namun
dalam kenyataannya harga minyak goreng di pasar Indonesia tetap bergerak
secara fluktuatif. Belum stabilnya harga minyak goreng di Indonesia
menunjukkan bahwa program Kebijakan Stabilisasi Harga (KSH) yang
diterapkan oleh pemerintah sejak tahun 2007 hingga kini belum membuahkan
hasil yang diinginkan. KPPU dalam Positioning Paper Minyak Goreng (2009)
menyoroti masalah ini dan melakukan analisa terhadap kegagalan pemerintah
dalam merealisasikan kebijakan stabilisasi harga minyak goreng. Tabel I.1
berikut menampilkan hasil rangkuman atas hasil analisa yang dilakukan oleh
KPPU tersebut.
8
Tabel I.1. Realisasi Kebijakan Stabilisasi Harga Minyak Goreng di Indonesia:
Analisa oleh KPPU Kebijakan terkait
Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Implementasi Kebijakan Pemerintah
Catatan
A. Kebijakan Pemerintah Pada Sisi Hulu a. Kebijakan Domestic
Market Obligation (DMO)
Tidak sepenuhnya direalisasikan
Komitmen perusahaan-perusahaan dalam memenuhi alokasi pasokan yang ditetapkan dalam DMO tidak terealisasi sepenuhnya
b. Kebijakan Pajak Ekspor (PE) Progresif
Menimbulkan masalah bagi pengelola
perkebunan kelapa sawit
Peningkatan beban Pajak Ekspor (PE) secara langsung akan ditransfer produsen minyak kelapa sawit mentah (CPO) kepada pekebun melalui penurunan harga beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang diproduksi oleh pekebun.
Kebijakan ini memicu kenaikan harga CPO dunia akibat berkurangnya pasokan CPO
4.
4
Indonesia, saat ini, masih merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit mentah (CPO)
terbesar di dunia (Sumber: Positioning Paper Minyak Goreng. KPPU. 2009)
9 Tabel 1.1. (Lanjutan)
Kebijakan terkait Stabilisasi Harga
Minyak Goreng
Implementasi Kebijakan Pemerintah
Catatan
B. Kebijakan Pemerintah Pada Sisi Hilir / Ouput
a. Kebijakan PPN
ditanggung pemerintah
Tidak efektif, karena tidak mempengaruhi harga
x Karakter permintaan minyak goreng yang inelastis atau permintaan sensitif terhadap perubahan harga
5x PPN yang ditanggung pemerintah tidak mempengaruhi biaya produksi minyak goreng secara langsung
b. Kebijakan MINYAKITA
Tidak efektif (Harga minyak di 6 kota besar Indonesia tidak berubah; dan harga minyak curah cenderung naik)
Program MINYAKITA bersifat Corporate Social Responsibility (CSR)
6daripada wajib
Sumber: Rangkuman Penulis dan Positioning Paper Minyak Goreng KPPU (2009).
Kurang berhasilnya program pengendalian harga minyak goreng menimbulkan pertanyaan terhadap kinerja industri minyak goreng nasional.
Idealnya perubahan harga pada industri hulu (industri minyak kelapa sawit mentah / CPO) diikuti secara paralel dengan perubahan harga pada industri hilir
5
Pada permintaan yang bersifat inelastis, sedikit saja harga komoditi berubah akan menyebabkan jumlah permintaan berkurang secara signifikan (Sumber: Mankiw, 2009)
6Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah suatu
konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan, memiliki tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan
(Sumber: Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan)
10
(industri minyak goreng / cooking oil). Pergerakan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di pasar dunia idealnya paralel dengan harga minyak goreng di pasar (berubah dengan arah yang sama (naik/turun)). Menurut teori ekonomi, kondisi yang demikian mencirikan kondisi ketidaksempurnaan pasar, terutama yang berbentuk Asymmetric Price Transmission (APT)
7. Keberadaan transmisi harga yang tidak simetris (Asymmetric Price Transmission / APT) akan berakibat kerugian pada penjual atau pembeli di pasar.
Dengan menggunakan tinjauan teori ekonomi terhadap Asymmetric Price Transmission (APT) maka dapat ditarik analisa sementara bahwa faktor-faktor
yang dapat menjelaskan ketidakstabilan harga minyak goreng antara lain adalah: struktur pasar minyak goreng yang (kemungkinan) tidak kompetitif, adanya biaya penyesuaian dan menu (adjustment and menu costs), serta faktor- faktor lain. Di antara faktor-faktor tersebut, struktur pasar minyak goreng yang tidak kompetitif telah paling dicurigai sebagai penyebab utama ketidakstabilan harga minyak goreng di Indonesia. Dalam hal ini terutama dicurigai adanya penguasaan pasar yang tidak sehat dalam bentuk praktek oligopoli
8.
Pada tahun 2009, KPPU menyelidiki dan memeriksa pasar minyak goreng di Indonesia. Hasil penyelidikan KPPU kemudian diterbitkan dalam bentuk
7
Asymmetric Price Transmission (APT) adalah suatu kondisi dimana pergerakan harga di pasar
input tidak diikuti secara simetris oleh pergerakan harga di pasar output8
Menurut teori ekonomi, oligopoli merupakan suatu keadaan dimana hanya ada beberapa (antara 2
hingga 10) buah perusahaan yang menguasai pasar, baik secara sendiri-sendiri (independent)
maupun secara bersama-sama (misalnya: melalui kerjasama yang bersifat rahasia)
11
Positioning Paper Minyak Goreng
9. Dari hasil penyelidikan tersebut diduga terdapat pelanggaran Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 11 dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia menurut hasil penyelidikan KPPU adalah berbentuk oligopoli. Selama periode 2007 hingga 2009, struktur pasar minyak goreng (baik minyak goreng curah maupun minyak goreng kemasan) adalah sangat terkonsentrasi
10. Dalam pasar minyak goreng curah, rasio konsentrasi dari 4 (empat) perusahaan terbesar di dalam industri adalah relatif stabil dengan interval 86.46 persen hingga 97.57% (Gambar I.3).
Secara umum Musim Mas Group dan Wilmar Group merupakan perusahaan dengan pangsa pasar terbesar di pasar minyak goreng curah. Selanjutnya pangsa pasar minyak goreng curah kedua kelompok usaha tersebut diikuti oleh PT.
Smart, Tbk, dan Permata Hijau Group.
9
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/positioning_paper_minyak_goreng.pdf
10
Positioning Paper Minyak Goreng, KPPU, 2009.
12
Gambar I.3. Rasio Perkembangan Konsentrasi Pasar: Minyak Goreng Curah (2007-2009)
Sumber: KPPU
Sementara itu dalam pasar minyak goreng kemasan, struktur pasar juga sangat
terkonsentrasi. Perkembangan rasio konsentrasi 4 (empat) perusahaan besar
dalam pasar minyak goreng kemasan selama periode 2007 hingga 2009 adalah
relatif stabil dalam interval 94.08% hingga 98.67% (Gambar I.4). PT. Salim
Ivomas, Wilmar Group, PT. Smart, Tbk dan PT. Bina Karya Prima merupakan
perusahaan dengan pangsa pasar terbesar di pasar minyak goreng kemasan.
13
Gambar I.4. Rasio Perkembangan Konsentrasi Pasar: Minyak Goreng Kemasan (2007-2009)
Sumber: KPPU