• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang yang telah berkembang pesat di Indonesia, dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha skala kecil, menegah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas pelayanannnya .

Pada kenyataanya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya masih relative masih rendah dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan tenaga ahli / trampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan serta penguasaan teknologi.

Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.

Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode kerja dan lain-lain.

Pelaksanaan konstruksi bendungan yang memerlukan biaya mahal juga mempunyai resiko yang tinggi bila terjadi kegagalan konstruksi.

Untuk hal tersebut diperlukan adanya Pelaksana Bendungan yang professional, mampu mewujudkan sasaran dan tujuan tugas pekerjaan (X) sebanyak (Y) kualitas (Z) selesai tempo (T).

Materi pelatihan pada jabatan pelaksana bendungan ini terdiri dari 10 (sepuluh) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang diperlukan dalam pelatihan untuk jabatan kerja pelaksana bendungan.

Kami sadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangannya khususnya untuk modul Pengetahuan dan Karakteristik Bahan, pekerjaan konstruksi SDA.

Dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik, saran, masukan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Jakarta, Desember 2005

Penyusun

(2)

LEMBAR TUJUAN

Judul Pelatihan : Pelaksana Bendungan

TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum Pelatihan

Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan dapat : Melaksanakan konstruksi bendungan sesuai gambar pelaksanaan Rencana Mutu dan Dokumen Kontrak.

B .Tujuan Pelatihan Khusus

Pada akhir penyampaian Modul ini peserta diharapkan dapat:

1. Menguasai gambar pelaksanaan, Spesifikasi Teknik, Rencana Mutu, jadwal Pelaksanaan, K3, RKL dan RPL.

2. Membuat program mingguan berdasarkan jadwal Pelaksanaan Proyek.

3. Membuat Pekerjaan Persiapan Pelaksanaan Konstruksi.

4. Melaksanakan Pekerjaan Konstruksi sesuai Gambar Pelaksanaan, Spesifikasi Teknik, Metode Pelaksanaan, K3, RKL dan RPL

5. Membuat Laporan Harian.

6. Memantau dan mengevaluasi hasil pekerjaan

MODUL NOMOR : DCE – 08 Pengetahuan Dan Karakteristik Bahan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mengikuti modul ini, para peserta mampu menjelaskan jenis-jenis bahan dan karakteristiknya disekitar lokasi untuk pekerjaan bendungan tipe urugan yang efektif dan efisien dengan mutu sesuai spesifikasinya.

TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS (TIK)

Setelah Modul ini diajarkan peserta diharapkan mampu :

1. Menjelaskan jenis-jenis bendungan tipe urugan dan jenis-jenis pondasi.

2. Menjelaskan jenis kegagalan bendungan tipe urugan dan penanganan rembesan melalui

pondasi.

(3)

3. Menjelaskan macam-macam instrumentasi dan perlindungan lereng pada bendungan tipe urugan.

4. Menjelaskan jenis-jenis bahan dan karakteristik untuk bahan timbunan tubuh bendungan

dan jalan pada puncak bendungan.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i LEMBAR TUJUAN ... ii DAFTAR ISI ... iv DESKRIPSI SINGKAT

DAFTAR MODUL ... vii PANDUAN PEMBELAJARAN ... vii MATERI SERAHAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

1.1. Umum ... 1-1 1.2. Lingkup Pekerjaan Pelaksana Bendungan ... 1-1 1.3. Maksud Dan Tujuan ... 1-2

BAB 2 BENDUNGAN URUGAN... 2-1 2.1.Bendungan Homogen ... 2-2 2.2.Bendungan tipe Zonal ... 2-6 2.2.1. Bendungan Tirai ... 2-6 2.2.2. Bendungan Inti Tegak... 2-6 2.2.3. Bendungan Sekat ... 2-9

BAB 3 PONDASI BENDUNGAN TIPE URUGAN ... 3-1 3.1.Pondasi batuan ... 3-1 3.2.Pondasi pasir dan kerikil ... 3-1 3.3.Pondasi tanah ... 3-2

BAB 4 PENYEBAB KEGAGALAN BENDUNGAN URUGAN ... 4-1

4.1. Kegagalan Hidrolik ... 4-1

4.2. Kegagalan Akibat Rembesan ... 4-1

4.2.1. Pondasi lulus air ... 4-2

4.2.2. Bocoran melalui timbunan ... 4-2

4.2.3. Rembesan pada pipa pengeluaran ... 4-2

4.2.4. Longsoran pada tubuh bendungan ... 4-3

4.3. Kegagalan struktural ... 4-3

4.3.1. Keruntuhan akibat pondasi ... 4-3

4.3.2. Longsoran pada tubuh bendungan ... 4-4

(5)

BAB 5 PENANGANAN REMBESAN MELALUI PONDASI ... 5-1 5.1. Grouting dan groutimg tirai ... 5-1 5.2. Parit halang ... 5-2 5.3. Parit halang partial ... 5-5 5.4. Sekat pancang penghalang ... 5-5 5.5. Parit penghalang dengan perkuatan semen ... 5-5 5.6. Diafrgma beton cor setempat ... 5-5 5.7. Lapisan blanket (selimut) hulu ... 5-6 5.8. Sumur drainase ... 5-6

BAB 6 INSTRUMENTASI ... 6-1 6.1. Maksud ... 6-1 6.2. Kebutuhan Minimal Instrumen ... 6-1 6.3. Instrumen Untuk Bendungan Urugan ... 6-2 6..3.1. Pisometer dan Sumur-sumur Pengamatan ... 6-2 6.3.1.1. Pisometer sistem tertutup ... 6-2 6.3. 1.2 Hydraulik Twin Tube ... 6-3 6.3.1.3. Pneumatik Piezometersometerl ... 6-5 6.3.1.4. Vibrating Wire Piezometer ... 6-8 6.3.1.5. Total Pressure Cell ... 6-9 6.3.1.6. Pisometer sistem Terbuka ... 6-10 6.3.2. Alat Ukur Rembesan ... 6-14 6.3.3. Alat Ukur Gerak Internal ... 6-16 6.3.4. Alat ukur Gerak Permukaan ... 6-19

BAB 7 PERLINDUNGAN LERENG ... 7-1 7.1.Perlindungan Lereng hulu ... 7-1 7.2. Perlindungan Lereng hilir ... 7-3

BAHAN TIMBUNAN TUBUH BENDUNGAN ... 8-1

8.1. Bahan untuk zona kedap air ... 8-1

8.1.1.Koefisien filtrasi ... 8-2

8.1.2. Kekuatan Geser ... 8-2

8.1.3. Karakteristika proses konsolidasi ... 8-2

8.1.4. Konsolidasi pada saat pelaksanaan bendungan ... 8-3

8.1.5. Montmorillnite ... 8-3

8.1.6.Zat organis yang terkandung di dalam bahan ... 8-4

(6)

8.2. Bahan untuk filter dan zone transisi ... 8-4 8.3. Bahan batu ... 8-7 8.4. Bahan-bahan lainnya ... 8-8

BAB 9 BAHAN UNTUK JALAN PADA PUNCAK BENDUNGAN ... 9-1 9.1. Umum ... 9-1 9.2. Bahan Agregat ... 9-1 9.2.1. Pasir ... 9-1 9.2.2. Kerikil ... 9-2 9.2.3. Batu pecah ... 9-2 9.2.4. Aspal (bitumen) ... 9-3

RANGKUMAN ...

DAFTAR PUSTAKA ... 9-7

(7)

DESKRIPSI SINGKAT

PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja diisyaratkan untuk jabatan kerja Pelaksanan Bendungan dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi,dan criteria unjuk kerja, sehingga dalam Pelatihan Pelaksana Bendungan, unit-unit kompetensi tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.

2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Pelaksana Bendungan

DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. DCE - 01 UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja 2. DCE – 02a Keselamatan dan Kesehatan Kerja

DCE – 02b Manajemen Lingkungan 3. DCE – 03 Dokumen Kontrak

4. DCE - 04 Spesifikasi Teknik bidang Sumber Daya AirI 5. DCE - 05 Manajemen Proyek

6. DCE – 06 Tahapan dan Metode Pelaksanaan 7. DCE – 07 Pengendalian Mutu, Biaya dan Waktu 8. DCE – 08 Pengetahuan dan Karakteristik Bahan

9. DCE – 09 Pengukuran Dan Perhitungan Hasil Pekerjaan

10. DCE – 09 Sistem Manajemen Mutu

(8)

P A N D U A N P E M B E L A J A R A N

(9)

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan - Menjelaskan tujuan

Instruksional (TIU & TIK) - Merangsang motivasi

peserta dengan

pertanyaan atau

pengalamannya dalam memakai bahan-bahan dilapangan

Waktu = 5 menit

- Mengikuti penjelasan TIU dan TIK serta pokok dan sub pokok bahasan dengan tekun

- Mengajukan

pertanyaan, bila ada hal yang kurang jelas

OHT

1

2. Ceramah :Pendahauluan : - Menjelaskan Jenis dan

konstruksi, lingkup pekerjaan dari jabatan kerja seorang pelaksana Bendungan

Waktu : 15 menit Bahan

Materi serahan (Bab1, bagian ke satu, Pendahuluan

SDA OHT

2

3. Ceramah :

- Tipe bendungan

- Bendungan tipe urugan - Pondasi bendungan tipe

urugan Waktu : 15 menit Bahan : Materi Bab 3

SDA OHT

3

(10)

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

4. Ceramah : Penyebab Kegagalan Bendungan Urugan

Waktu : 25 menit

Bahan : Materi Bab 4 dan Bab 5 Penyebab Kegagalan Bendungan Urugan dan Penganan rembesan

SDA OHT

1

5. Ceramah :

- Jenis Instrumentasi - Perlindungan Lereng - Bahan timbunan tubuh

bendungan

- Bahan untuk jalan pada puncak bendungan

Waktu : 30 menit Bahan

Materi serahan Bab 6, 7, 8 dan bab 9

SDA OHT

5

(11)

MATERI SERAHAN

(12)
(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Umum .

Sebagian besar bendungan di Indonesia adalah bendungan tipe urugan yang pada umumnya dibangun dengan inti kedap air dan tanah lempung. Sedangkan untuk menjaga kestabilannya dalam menahan tekanan air dipergunakan tanah lempung, sirtu atau batuan.

Namun banyak juga yang menggunakan tipe Homegen dari tanah lempung saja, untuk menurunkan garis rembesan air untuk bendungan yang menggunakan inti kedap air dipergunakan lapisan material yang lolos air, misalnya pasir sirtu atau batu sedangkan yang tipe homogen dipergunakan drainase tumit dari batu.

Bahan kedap air mutlak diperlukan untuk pembangunan bendungan tipe urugan.

Mengingat karakteristik dari bahan kedapan air ini sangat beragam dan dipengaruhi tingkat kedap air yang terkandung didalamnya. Demikian juga untuk bahan pasir, sirtu maupun batu terkandung dari tipe material dasarnya dan proses pelapukannya.

Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan adanya seorang pelaksana Bendungan yang berkwalitas dan maupun memahami karakteristik bahan yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan konstruksi dan mampu memanfaatkan sumber daya bahan yang tersedia disekitar lokasi pekerjaan.

1.2. Lingkup Pekerjaan Pelaksana Bendungan

Yang dimaksud dalam ruang lingkup pekerjaan Pelaksana Bendungan disamping pelaksanaan pembangunan tubuh bendungan juga termasuk antara lain:

1. Pekerjaan Dewatering (Pengeringan)

2. Pelaksana pekerjaan perbaikan pondasi dasar bendungan.

3. Pelaksanaan pekerjaan pemasangan instrumentasi.

4. Pelaksanaan pekerjaan batu pelindung hulu dan hilir lereng bendungan (Rip-Rap)

5. Pelaksanaan pekerjaan jalan diatas puncak bendungan.

6. Pekerjaan beton untuk menfasilitasi pemasangan drainase.

7. Pekerjaan gebalan rumput.

Dimana masing-masing pekerjaan tersebut tata cara dan perhitungan hasil

pekerjaannya mempunyai cara sendiri.

(14)

1.3. Maksud dan Tujuan

Seperti yang dimaksud dalam kata pengantar bahwa seseorang Pelaksana Bendungan, harus mempunyai standard kompetensi dengan tingkatan tertentu. Untuk itu diperlukan beberapa pengetahuan yang salah satunya adalah untuk pengetahuan Bendungan dan karakteristik bahan, bahan yang akan dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan konstruksi bendungan. Namun disamping hal tersebut pengetahuan tentang apa yang harus dilaksanakan tidak kalah pentingnya untuk diketahui oleh seorang Pelaksana Bendungan.

Jadi maksud dan tujuan dari modul ini adalah untuk memberikan tambahan ilmu

kepada pelaksana Bendungan tentang bendungan serta pengetahuan karakteristik

bahan yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan Konstruksi.

(15)

BAB 2

BENDUNGAN URUGAN

Seperti yang telah d i u r a i k a n di atas, bahwa b e n d u n g a n s e c a r a u m u m , dapat dibedakan dalam dalam 3 tipe :

1) Bendungan homogen 2) Bendungan zonal dan 3) Bendungan sekat.

P e n e t a p a n suatu tipe bendungan urugan yang paling cocok untuk suatu tempat kedudukan, didasarkan pada beberapa faktor, terutama :

1) Kualitas dan kuantitas dari bahan tubuh bendungan yang terdapat disekitar tempat kedudukan calon bendungan

2) Upaya penggarapan/pengerjaan bahan tersebut (penggalian, pengolahan,pengangkutan, penimbunan, dan lain-lain) termasuk peralatan kerja.

3) Kondisi geologi lapisan lanah pondasi pada tempat kedudukan calon bendungan

4) Kondisi al u r .sungai serta lereng kedua tebingnya d a n hubungannya dengan calon bendungan beserta bangunan pelengkapnya.

5) Klimatologi 6) Hidrologi

Yang terpenting dari keempat faktor tersebut diatas adalah usaha untuk mendapatkan k ualita s dan kuantitas bahan tubuh bendungan yang memadai, terutama untuk bahan pada zona kedap air yang berupa tirai a t a u i n t i kedap air.

Bahan untuk inti kedap air karakteristiknya sangat beraneka ragam, akibat pengaruh kelembaban serta metode penimbunan y a n g akan digunakan, oleh karena kartakterist ik dari bahan sudah harus d ik t e t a h u i secara detail.

Dengan memperhitungkan penyusutan, volume bahan timbunan yang harus diperhitungkan disarankan sebanvak 1,5 sampai dengan 2 kali volume yang dibutuhkan.

2-1 Bendungan Homogen

Apabila di d a e r a h sekitar tempat kedudukan s u a t u calon bendungan

hanya terdapat bahan-bahan kedap air, semi kedap air atau bahan Iempungan ,

(16)

sedangkan pasir dan kerikil tidak dapat diperoleh dalam jumlah yang memadai, maka bendungan homogen merupakan pilihan vang terbaik. Ditinjau dari sudut pelaksanaan pembangunannya, bendungan homogen merupakan vang paling sederhana dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya, akan tetapi sering dihadapi masalah yang menyangkut dengan tubuh bendungan. Hal ini disebabkan karena diseluruh tubuh bendungan terletak di bawah garis rembesan (seepage line), senantiasa dalam kondisi jenuh , sehingga daya dukung, kekuatan geser serta susut luncur alamiahnya menurun pada tingkat yang rendah (gambar "I)

Gambar. 1 Garis rembesan pada bendungan homogen

Oleh sebab i t u tipe homogen hanya menguntungkan untuk bendungan yang relatif rendah. Untuk bendungan y a n g lebih tinggi d a r i 6 meter, diperlukan sistem drainase pada bendungan bagian hilir untuk menurunkan garis rembesannya.

Semakin rendah elevasi garis rembesan di bagian hilir dari tubuh bendungan homogen, ketahanannya terhdap gejala longsoran semakin meningkat dan stabilitas bendungan akan meningkat pula.

Selain itu apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu bendungan , berarti akan terjadi aliran fil tras i keluar ke permukaan lereng dan dapat munimbulkan gejala erosi buluh (piping) serta sembulan.

Hal i n i dapat mengakibatkan keruntuhan atau longsoran-longsoran kecil pada permukaan lereng.

Beberapa contoh system drainase pada bendungan homogen secara skematis,

ditunjukan pada gambar 2

(17)

Gambar.2 Contoh skema konstruksi drainase pada bendungan homogen.

Pada tubuh bendungan homogen, koefisien filtrasi (K) horisontal biasanya 10 sampai 100 kali lebih besar dari K vertikal .Untuk itu, usaha-usaha peningkatan drainase pada bendungan tersebut akan bermanfaat, termasuk untuk bendungan yang lebih rendah dari 25 m.

Konstruksi drainase yang sekaligus berfungsi sebagai filter, biasanya menggunakan bahan dengan koefisien rembesan (K) antara 20 sampai 100 kali lebih besar dan harga K dan bahan tubuh bendungan Pembuatan sistem drainase perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, dilakukan pada hal-hal sebagai berikut :

1) Perbandingan nilai K antara urugan tubuh bendungan dan drainasi yang terpilih .

2) Angka kadar air yang akan terdapat dalam tubuh bendungan.

(18)

3) Metode pemadatan tubuh bendungan.

4) Kemungkinan pencampuran yang dilakukan untuk bahan tubuh bendungan.

5) dan lain-lain.

Bahan yang akan dipergunakan untuk drainase diusahakan agar mempunyai nilai K yang 100 kali lebih besar dari nilai K dari bahan tubuh bendungan dan dari lapisan teratas pondasi.

Apabila bahan drainase vang memenuhi syarat-syarat tersebut tidak dapat diperoleh dalam jumlah yang memadai, maka disarankan untuk membuat konstruksi drainase dengan 2 lapisan. (Gambar. 3)

Untuk mengetahui nilai K secara kasar dari suatu bahan drainase dapat digunakan

Tabel 1

a.drainase horizontal b.Drainase vertikal

Gambar.3 Contoh konstruksi zonal horizontal dan vertikal

(19)

Tabel 1. Ukuran butiran dan kefisien filtrasi

20% yang tertinggal pada saringan (mm)

Koefisien Filtrasi Cm/sec

Kalsifikasi

0,05 3,0 x 10

-6

Lempung

0,01 0,02 0,03 0,04 0,05

1,0x10

-5

4,0x10

-5

8,5x10

-4

1,8x10

-4

2,8x10

-4

Lanau

0,06 0,07 0,08 0,09 0,10

4,6x10

-4

6,5x10

-4

9,0x10

-4

1,4x10

-3

1,8x10

-3

0,12

0,14 0,16 0,18 0,20 0,25

2,6x10-

3

3,8x10

-3

5,1x10

-3

6,9x10

-3

8,9x10

-3

1,4x10

-2

Pasir Halus

0,30 0,35 0,40 0,45 0,50

2,2x10

-2

3,2x10

-2

4,5x10

-2

5,8x10

-2

7,5x10

-2

Pasir sedang

0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

1,1x10

-4

1,6x10

-4

2,2x10

-4

2,8x10

-4

3,6x10

-4

Pasir kasar

2,00 1,8x10

-0

Kerikil halus

(20)

2.2 Bendungan Zonal

Apabila di calon bendungan di temukan bahan lain yang semi kedap air, lulus air atau bahan campuran, maka bendungan zonal rnenggunakan lebih dari 2 (dua) jenis bahan merupakan alternatif yarig paling eknomis. Berdasarkan letak dan posisi dari. zona kedap airnya, maka bendungan menjadi :

1) Bendungan tirai 2) Bendungan inti miring 3) Bendungan inti tegak 4) Bendungan sekat (Facing)

Penentuan tipe vang paling sesuai untuk sesuatu tempat kedudukan harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain kondisi topograrfi, kondisi pelapisan pondasinya, kualitas serta kuantitas bahan-bahan..

2.2.1 Bendungan tirai ;

1) Penimbunan zona kedap air untuk bendungan tirai dapat dilaksanakan dalam waktu yang berbeda dengan zona-zona lainnya. Dan penimbunan zona lulus air (bagian hilir dari tubuh bendungan) dapat dilaksanakan lebih dahulu,

2) Semakin sedikit jumlah zona pada bendungan akan lebih baik, karena pelaksanaan penimbunannya lebih mudah dan sederhana. Sebaliknya pada pembangunan bendungan yang rendah tepi dengan zona yang jumlahnya banyak.. pengunaan alat-alat besar akan mengalami kesukaran, karena sempitnya ruang gerak untuk penimbunan setiap zona.

3) Pada tempat kedudukan calon bendungan yang memerlukan blanket di atas permukaan pondasi pada dasar a t a u tebing-tebing waduk, maka kontak antara alas kedap air dengan tirai kedap airnya harus dilaksanakan dengan mudah,

4) Berhubung garis rembesan yang terletak di belakang tirai biasanya sangat rendah, yang menyebabkan daerah yang jenuh air menjadi sangat kecil, maka lereng hilir dapat dibuat curam, tanpa kekhawatiran akan timbulnya longsoran- Iongsoran seperti pada bendungan homogen.

2.2.2 Bendungan inti tegak.

1) Dengan posisi inti kedap air vertikal, maka perpotongan garis lingkaran

suatu bidang luncur dengan inti akan lebih kecil.

(21)

Meskipun inti kedap air merupakan zona yang terlemah, namun dengan posisi inti kedap air vertikal akan menguntungkan stabilitas tubuh bendungan, terutama untuk bendungan urugan yang tinggi, dengan demikian kedua lerengnya dapat dibuat lebih curam.

2) Dapat menyesuaikan dengan gejala kondisi dan getaran-getaran sehingga dapal dihindarkan timbulnya rekahan-rekahan pada tubuh bendungan 3) Kebutuhan bahan inti kedap air relatif lebih sedikit dibandingkan dengan

kebutuhan bahan yang sama pada bendungan tirai,

Disamping itu penggalian pada tempat kedudukan inti akan berkurang, dan volume pekerjaan sementasi akan berkurang pula.

4) Gradien hydraulic garis rembesan relatif rendah, sehingga lebih aman terhadap gejala erosi buluh, dengan demikian ketebalan inti kedap air dapat dipertipis.

Walaupun demikian perlu diingat, bahwa ketebalan setiap jenis i n t i kedap air mempunyai batas minimum.

Beberapa faktor yang membatasi ketebalan minimum pada inti kedap air adalah:

1) Kapasitas air filtrasi yang diperkenankan mengalir melalui inti.

2) Dimensi (lebar dan tinggi) dari inti kedap air.

3) Perbedaan plastisitas dan gradasi antara bahan inti kedap a i r dengan bahan-bahan pada zona yang berdekatan dengan inti.

4) Karakteristika dari lapisan filter yang melindungi inti kedap a i r

Pada bendungan urugan dengan inti kedap air yang tipis dan dengan zona peralihan yang tidak cukup tebal, ketahanan inti semacam ini lerhadap tekanan air filtrasi tak dapat diandalkan, lebih-lebih lagi apabila pondasi berupa lapisan batuan (rock layer) dan karenanya dalam pelaksanaan pembuatan inti kedap air ini perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Suatu inti kedap air dengan ketebalan antara 30 sampai dengan 50% dari tekanan air yang bekerja pada inti tersebut pada umumnya sudah cukup mampu berfungsi dengan baik dalam kondisi yang terburuk sekalipun.

2) Suatu inti kedap air dengan ketebalan antara 15 sampai dengan 20% dari tekanan air yang bekerja pada inti tersebut, umumnya dianggap terlalu tipis.

Waiaupun demikian, apabila pembuatan. rencana teknisinya sangat hati-

(22)

hati dan penimbunannya dilaksanakan dengan mengikuti syarat- syarat teknis yang ketat, biasanya inti tersebut dapat bekerja dengan sangat memuaskan.

3 ). Suatu inti dengan keketebalan 10% lebih tipis dari tekanan air yang bekerja pada inti biadanya tak pernah dibuat, kecuali untuk bendungan yang tak akan rusak, walaupun terjadi kebocoran-kebocoran .

Kelebihan dan kelemahan penggunaan inti kedap air tipis(B/H<0,3) adalah sebagai berikut: :

1. Pada penggunaan bahan inti yang rendah daya dukungnya, volume yang dibutuhkan relatif akan lebih kecil, dengan demikian lereng hulu dan lereng hilir dapat dibuat lebih curam yang berarti volume timbunan untuk zona-zona lulus air relative akan lebih kecil pula.

2. Karena gradient hidrolis air filtrasi pada permukaan inti kedap air biasanya relatif lebih besar,maka bahan filter atau bahan semi kedap air yang besentuhan dengan inti agar dipilih secara seksama.

3. Diperlukan penelitian yang seksama pada kemampuan adaptasi bahan inti kedap air terhadap kemungkinan terjadainya konsolidasi yang tidak merata serta gerakan-gerakan atau geseran-geseran sebagian tubuh bendungan yang disebabkan oleh gempa bumi.

Pada pembuatan teknis bendungan zonal, perlu pertimbangan sedemikian rupa, sehingga baik kearah hilir maupun kearah hulu dari inti kedap air tersusun berurutan dari bahan-bahan yang permeabilitasnya semakin meningkat.

Selain itu perlu diperhatikan agar volume, gradasi dan karakteristik bahan tubuh bendungan tidak mudah berubah, karena itu zona kedap air dan lulus airnya dipisah oleh zona transisi atau filter dengan ketebalan yang telah ditetapkan berdasarkan analisis dan penelitian yang seksama

Bahan untuk zona transisi sebaiknya terdiri dari bahan bergradasi yang Iebih melebar

(Skema 1) (Skema 2) Skema 3)

(23)

dibandingkan dengan gradasi pada zona lainnya dan dengan ketebalan yang memadai. Untuk zona lulus air, dipergunakan bahan dengan kekuatan geser yang tinggi serta mempunyai kemampuan kelulusan yang baik. Terutama untuk zona sebelah hulu dari zona kedap air perlu diperhatikan agar bahan-bahan tidak mudah lapuk akibat perubahan dari tingkat kandungan air yang terdapat di dalamnya. Dalam hal zona lulus airnya sangat tebal, maka agar diatur sedemikian rupa sehingga bahan yang berbutiran Iebih halus dapat ditempatkan di bagian dalam tubuh bendungan, sedangkan makin ke arah luar bahan timbunan semakin kasar.

Bahan yang karakteristiknya tidak konstan serta tidak mernenuhi persvaratan di atas (yang diperoleh dari pondasi, bangunan pelengkap, terowong dan lain-lain), dapat digunakan untuk zona sembarang, yang biasanya merupakan bagian tubuh bendungan yang tidak begitu vital (seperti timbunan pada lereng hulu maupun lereng bendungan).

2.3.3. Bedungan sekat (Facing)

Apabila di daerah sekitar calon lokasi bendungan, terdapat bahan lulus air yang berlimpah tetapi langka akan bahan kedap air maka bendungan sekat merupakan alternalif yang paling memungkinkan. Untuk bahan sekat biasanya digunakan lembaran beton bertulang, lembaran baja, lembaran karet, dan lain-lain, terutama untuk bendungan yang rendah atau untuk daerah gempa yang aktif. Dewasa ini untuk bahan sekat mulai dipergunakan aspal dan bahan ini ternyata dapat pula dipergunakan untuk bendungan yang cukup tinggi, melebihi 50 meter. Beberapa kelebihan dan kelemahan dari sekat aspal, adalah sebagai berikut:

a) Kelebihannya antara l a i n :

1) Karena sangat tipisnya lapisan .sekat, hampir tidak memberikan beban tambahan yang berrarti, maka tubuh bendungan sekat aspal ini dapat dibangun le b ih ramping dengan volumenya yang lebih diperkecil.

2) Tubuh bendungan umumnya terdiri dari bahan batu, kerikil atau pasir, sehingga penimbunannya dapat dilaksanakan sepanjang tahun dan tak tergantung dari musim, sehingga periode pembangunannya dapat dipersingkat

3) Sekat aspal dapat bertahan terhadap beban gelombang air waduk, sehingga tidak dibutuhkan konstruksi pelindung untuk sekat tersebut

4) Sekat aspal merupakan konstruksi yang tidak kaku, sehingga mudah

mengikuti bentuk permukaan lereng hulu timbunan dan karenanya sekat

tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan gejala konsolodasi

yang tidak merata dari tubuh bendungan. Selain i t u perbaikannya dapat

(24)

dilaksanakan dengan mudah.

b) Kelemahannya antara lain :

1) Diperlukannya peralatan khusus seperti mesin pengaduk dan mesin pengeras

2) Sekat aspal merupakan konstruksi yang relatif tidak tahan lama dibandingkan dengan umur bendungannya, sehingga diperlukan pemeliharaan yang seksama.

3) Penggunaan sekat aspal terbatas hanya untuk bendungan yang tingginya kurang dari 80 meter.

4) Sering terjadi retakan yang mengakibatkan bocoran yang fatal akibat konsilidasi, getaran–getaran yang ditimbulkan oleh aliran air melalui terowongan atau bangunan pelimpah, dan ketiadaan sifat adhesi yang sempurna antara sekat dengan timbunan tubuh bendungan, retakan tersebut dapat mengakibatkan kebocoran yang cukup fatal.

Dengan memperhatikan kelebihan-kelebihan pada penggunaan sekat aspal untuk

menghindarkan kelemahan-kelemahannya yang dapat berakibat fatal , terutama untuk

daerah-daerah yang kegempaannya tidak terlalu aktif, sekat aspal dapat ditempatkan

ditengah-tengah bendungan dan seolah-olah merupakan inti kedap air.

(25)
(26)
(27)
(28)

BAB 3

PONDASI BENDUNGAN URUGAN

Syarat pokok y a n g perlu diperhatikan. pada pondasi bendungan tipe urugan adalah rnampu mendukung bahan timbunan d a l a m keadaan basah (saturated) dan beban di atasnya, kedap terhadap rembesan untuk moncegah aliran buluh (piping) berta mampu mencegah kehilangan air y a n g berlebihan.

Di laboratorium perlu dilakukan guna menentukan sifat dasar seperti tahanan geser dan tekanan air pori. Penyelidikan-penyelidikan bawah permukaan dan pemahaman sifat dasar pondasi diperlukan untuk disain pondasi.

Pada umumnya pondasi dapat di klasifikasikan dalam kelompok besar sesuai dengan karakternya yang dominan :

1. Pondasi batuan;

2. Pondasi pasir dan kerikil;

3. Pondasi tanah.

3.1 Pondasi Batuan.

Pada pondasi tipe batuan umumnya tidak ada masalah tentang daya dukung.

Secara prinsip yang perlu diperhatikan adalah rembesan yang terjadi yang dapat menyebabkan erosi, kehilangan air yang berlebihan melalui sambungan (joint), rekahan {fissures)

f

celah-celah (crevices), lapisan lulus air, disepanjang bidang patahan atau ditempat lain. Untuk mengatasi masalah ini biasanya digunakan injeksi semen.

Masalah lain yang mungkin akan timbul adalah adanya batuan shale, khususnya bila terdapat pada sambungan, rekahan, terlihat terisi dengan material lunak dan lapisan yang lemah.

Contoh klasifikasi pondasi batuan untuk bendungan.

Banyak ahli yang telah mengusulkan metode klasifikasi teknis untuk masa batuan, namun masih selalu dibutuhkan penyempurnaan-penyempurnaan agar dapat diterapkan untuk semua lokasi bendungan.

Metode klasifikasi Tanaka untuk pondasi bendungan merupakan metode yang pernah di Jepang dan merupakan dasar pengembangan metode selanjutnya. Didalam metode klasifikasi ini, faktor-faktor yang digunakan adalah :

1. Kekerasannya, yakni sewaktu dipalu dengan palu geologi .

2. Tingkat pelapukan mineral/batuan dan 3

(29)

3. Karakteristika kekar.

Katagori batuan beserta karakteristiknya berdasarkan metode Tanaka tersebut disajikan pada tabel dibawah ini. Metode ini telah digunakan secar luas karena sangat sederhana ditinjau dari dasar klasifikasi yang hanya menggunakan ”Hammering” dan pengamatan lapangan, dan sampai sekarang masih berlaku walaupun harus didukung oleh parameter sifat-sifat mekanik batuan.

3. 2 Pondasi pasir dan kerikil.

Pondasi bendungan tanah urugan sering terdiri dari endapan atau aluvial yang tersusun atas pasir dan kerikil yang lulus air dan terhampar di atas formasi geologi yang kedap air. Pada kondisi ini umumnya dijumpai dua permasalahan pokok :

1) Rembesan air yang berlebihan di bawah pondasi

2).Erosi buluh (piping) dan sembulan air akibat dari gaya yang ditimbulkan oleh rembesan

Perbaikan yang diperlukan untuk mengontrol masalah ini harus memperhatikan ketebalan dan penyebaran lapisan lulus air.

Pasir halus lepas atau lanau yang terdapat pada pondasi dapat menimbulkan masalah tersendiri. Kesulitan yang ditimbulkan tidak hanya akibat daya dukung yang rendah atau pemampatan yang tinggi, tetapi juga melaluj fenomena likuifaksi (liquefaction). Pasir halus dengan keseragaman tertentu pada keadaan Iepas apabila dipengaruhi oleh getaran yang tiba-tiba seperti gempa dapat mengakibatkan kehilangan ketahanan geser dan bersifat seperti cairan yang mudah Ieleh.

Fenomena ini sering dijumpai pada pasir sangat halus berbutir seragam dan

berbentuk bulat dengan kepadatan relatif kurang dari 50 %.

(30)

Klasifikasi criteria batuan untuk pondasi bendungan (Menurut Tanaka)

Katagori Karakteristika

A

Batuan sangat segar, tanpa pelapukan atau tidak nampak adanya perubahan pada mineral-mineralnya, Rekahan kekar-kekar yang tertutup rapat dan bidangnya tidak mengalami pelapukan. Pada waktu

“hammering” suaranya metalik (nyaring)

B

Batuan sangat keras, retakan kekar tertutup rapat (walaupun hanya 1 mm). Namun sebagian telah mengalami pelapukan ringan, juga perubahan pada mineral-mineralnya. Suaranya pada waktu ”hammering”

metalik (nyaring)

CH

Relatif keras walaupun mineral-mineral partikelnya mengalami pelapukan, kecuali mineral kwarsa. Pada umumnya secara kimiawi mengandung limonit, lain-lain. Kuat tarik pada bidang kekar retakan sedikit berkurang.

Pecahan-pecahan batu dijumpai pada bidang kekar sewaktu ”hammering”

dan material lempung kadang-kadang nampak pada permukaannya kekar.

Suara yang ditimbulkan pada saat ’hammering” adalah sedikit gedug (dull).

CM

Baik batuan, mineral-mineral dan partikel-partikelnya, kecuali mineral kwarsa sedikit melunak akibat pelapukan. Kuat tarik pada bidang-bidang kekar sedikit berkurang. Dengan pukulan biasa pada waktu ”hammering”

menimbulkan pecahan-pecahan batu pada bidang- bidang kekar. Suara yang timbul sewaktu ”hammering” sedikir gedug (dull)

CL

Batuan mineral-mineral dan partikel-partikel melunak. Kuat tarik pada kekar berkurang. Pecahan-pecahan batu timbul pada bidang-bidang kekar walaupun hanya sedikit pukulan ringan sewaktu ”hammering”, juga material lempung dijumpai pada bidang-bidang kekar. Sewaktu dipukul suaranya gedug (dull).

D

Batuan, mineral-mineral dan partikel-partikel lunak karena lapuk. Tidak ada

kuat tarik diantara bidang-bidang kekar. Batuan mudah pecah bila dipukul

dengan palu sedikit saja serta dijumpai material lempung pada bidang-

bidang kekarnya. Suaranya sewaktu dipalu adalah gedug (dull)

(31)

3.3 Pondasi tanah.

Pondasi dari lanau dan lempung yang sangat tebal atau dalam, cukup kedap untuk menahan rembesan dan aliran buluh. Masalah utama pondasi jenis ini adalah adanya tekanan air pori yang berlebihan dan deformasi yang cukup besar. Bila timbunan dibangun di atas pondasi yang terdiri atas batuan yang rapuh, lempung yang plastisitasnya tinggi atau konsolidasinya berlebihan, diperlukan penyelidikan yang lebih teliti mengingat pondasi tersebut dapat menyebabkan deformasi yang berlebihan.

Dalam hal ini disain timbunan harus dikontrol dengan tegangan yang terjadi pada pondasi. Apabila terdapat l a n a u dan lempung yang sangat dalam, maka tidak diperlukan lagi perbaikan pondasi untuk mencegah rembesan dan erosi b u l u h Masalah utama pada pondasi inii a d a l a h stabilitas, untuk mengatasi hal.

tersebut pada umumnya lereng timbunan di b u a t lebih handal atau dibuat berm pada kedua sisinya.

Apabila bangunan melintasi daerah rawa atau daerah yang sejenis yang material pondasinya secara alamiah plastis, perlu dilakukan penyelidikan yang sangat teliti karena tanah plastis kekuatan gesernya sangat rendah.

(32)
(33)

BAB 4

PENYEBAB KEGAGALAN BENDUNGAN URUGAN

Pada umumya keruntuhan yang terjadi pada bendungan urugan disebabkan oleh disain vang tidak mantap karena kurangnya investigasi serta kurangnva perhatian saat pelaksanaan konstruksi dan pemeliharaan.

Berdasarkan penyebab utamanya, kegagalan bendungan urugan dapat dikelompokan menjadi : 1) KegagaL hidrolik (hydraulic failures);

2) Kegagalan akibat rembesan (Seepage failures);

3) Kegagalan struktural (Structural failures)

4.1. Kegagalan Hidrolik

Dari perhitungan, kira-kira sepertiga dari keruntuhan bendungan diakibatkan oleh erosi pada permukaan bendungan, Termasuk kerusakan akibat limpasan gelombang (gambar 4), ero.si pada lereng hulu, gerusan pada bangunan pelimpah, pengerusan akibat debit erosi ak ibat air hujan.

4.2 .Kegagalan akibat rembesan.

l.ebih dari sepertiga kejadian keruntuhan bendungan, diakibatkan oleh rembesan air melalalui pondasi atau tubuh bendungan. Rembesan merupakan hal yang biasa pada bendungan tanah dan pada urnumnya tidak menimbulkan masalah. Namun rembesan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan erosi pada timbunan atau pada pondasi yang dapat mengakibatkan aliran buluh (Gambar. 4b). Erosi buluh merupakan erosi yang berkembang pada bendungan. Diawali dari titik pusat rembesan yang mempunyai beda tinggi tekanan yang cukup besar sehingga mampu menimbulkan kecepatan yang menimbulkan erosi. Apabila gaya yang menahan rembesan seperti kohesi, pengaruh saling mengunci (interlocking), berat pertikel tanah, pengaruh filter di hilir dan lain-lain lebih kecil dari pada gaya erosi, rnaka pertikel tanah dapat hanyut dan menimbulkan aliran buluh.

Keruntuhan akibat rembesan pada umumnya disebabkan oleh : 1). Pondasi lulus air

2). Rembesan melalui timbunan

3). Bocoran pada pipa pengeluaran (conduit),

4 ) Longsoran pada tubuh bendungan.

(34)

5) Kontak bahan urugan 6) Deformasi

4..2.1. Pondasi lulus air.

l.ensa-lensa pasir alau kerikil yang berlapis-lapis, dengan permeabilitas yang tinggi atau rongga d a n celah-celah dapaL menimbulkan konsentrasi aliran air dari waduk yang menyebabkan erosi b u l u h . Penyebab kegagalan akibat rembesan lainya adalah adanya saluran yang tertimbun dibawah bendungan.

4.2.2 Bocoran melalui timbunan.

Bocoran pada timbunan umumnya disebabkan oleh :

1) Pengawasan pelaksanaan pekerjaan yang lemah termasuk pemadatan yang tidak sempurna terutama disekitar bidang kontak antara timbunan dan tebing atau bangunan pelengkap dan ikatan yang lemah di antara tubuh bendungan dengan pondasi a t a u di antara setiap lapisan pada timbunan.

2) Retakan yang terjadi pada timbunan atau pipa pengeluaran yang diakibatkan oleh penurunan pondasi.

3) Lubang yang diakibatkan oleh aktivitas binatang.

4) Pengerukan dan retak akibat pengeringan.

5) Adanya akar-akar, kantong-kantong kerikil atau batuan pada timbunan.

6) Kemungkinan urugan tidak homogen (separasi)

4.2.3 Rembesan pada pipa pengeluaran (conduit).

Pipa pengeluaran melalui tubuh bendungan menjadi salah satu penyebab timbulnya rembesan, dan statistik hampir seperdelapan dari seluruh kegagalan bendungan disebabkan oleh bocoran ini. Kegagalan tersebut ada dua (2) tipe yaitu (i) rembesan melalui sepanjang bidang kontak pipa pengukuran bagian luar dan berkembang menjadi aliran buluh dan (ii] rembesan akibat bocornya pipai pengeluaran yang berkembang menjadi aliran erosi buluh. Bidang kontak rembesan sepanjang dinding pipa pengeluaran tidak hanya disebabkan oleh pemadatan tanah yang tidak baik, tetapi dapat juga karena adanya rongga antara pipa pengeluaran dan timbunan.

Rembesan melalui zona pemadatan yang tidak baik akan berkembang aliran erosi

buluh. Penurunan yang berbeda atau pembebanan yang berlebihan dari timbunan

akan mengakibatkan pipa retak,

(35)

4.2.4 Longsoran pada tubuh bendungan.

Keruntuhan akibat sloging diakibatkan oleh terjadinya kejenuhan air pada bagian hilir bendungan karena tersumbatnya filter pada drainase tumit (toe drain) atau adanya lapisan yang sangat kedap a i r ditubuh bendungan.Proses diawali dengan terjadiniya erosi sejumlah kecil material pada tumit bagian hilir yang mengakibatkan longsoran kecil. Kejadian ini mengakibatkan permukaan lereng menjadi relatif curam dan jenuh air oleh rembesan dari reservoir (waduk), sehingga akan menimbulkan longsor lagi dengan bidang longsoran yang semakin tinggi dan permukaan yang lebih tidak stabil.

Proses ini berkelanjutan sampai bagian bendungan yang tersisa menjadi terlalu tipis untuk menahan tekanan air dan terjadilah keruntuhan total

4.3 Kegagalan struktural.

Seperlima dari total keruntuhan bendungan yang pernah terjadi diakibatkan oleh keruntuhan struktural pada tubuh bendungan atau pada pondasi, Kegagalan struktural diakibatkan oleh longsoran di dalam pondasi atau tubuh bendungan sebagai akibat dari berbagai hal seperti dijelaskan sebagai berikut.

4.3.1 Keruntuhan ak ib at pondasi. (Gambar. 4e).

Sesar dan sisipan-sisipan dari batuan lapuk, serpih (shils) dan lapisan lempung lunak adalah penyebah dari keruntuhan akibat pondasi yang menyebabkan retakan-retakan pada puncak bendungan, dan penurunan (amblas) sehingga lereng bagian bawah bergerak ke arah luar dan terbentuk gelembung lumpur di depan tumit. Bentuk lain dari keruntuhan akibat pondasi, karena adanya tekanan air pori yang berlebihan, pada sisipan la n a u atau pasir terkekang (confined).

Tekanan a i r pori pada material tertekan yang t i d a k berkohesi, sisipan, tekanan artesis pada tumpuan a t a u konsolidasi pada lempung yang berlapis-lapis dengan pasir atau lanau, akan mengurangi kekuatan tanah sehingga tidak mampu menahan gaya geser akibat beban t u b u h bendungan.

Pergerakan ini tejadi sangat cepat tanpa tanda-tanda yang j el a s Penurunan yang

berlebihan pada pondasi dapat juga menyebabkan retak-retak pada tubuh

bendungan (Gambar. 4c).

(36)

C. Retak pada timbunan akibat penurunan pondasi

D.Retak pada timbunan akibat penyusutan

Gambar. 4 Jenis-jenis keruntuhan bendungan tanah

4 . 3 . 2 . Longsoran (slide} pada tubuh bendungan

Tubuh bendungan mendapat tekanan geser yang diakibatkan oleh fluktuasi air waduk, rembesan atau gaya gempa bumi. Longsoran pada tubuh bendungan dapat terjadi karena lerengngnya terlalu curam untuk menahan gaya geser, biasanya pergerakannya sangat lambat d a n didahului retakan-retakan pada puncak atau pada lereng dekat puncak Keruntuhan jenis ini umumnya disebabkan oleh kesalahan desain dan pelsaksanaan konstruksi . Lonngsoran lereng pada bendungan tinggi, dapat terjadi selama berkurangnya tekanan pori

Keruntuhan pada lereng sebelah hulu dapat terjadi akibat surut cepat, seperti ditunjukan pada gambar. 4f,

Kondisi kritis Iereng bagian hilir dapat terjadi pada rembesan langgeng “steady"

b.Aliran buluh timbunan dan pondasi a. Limpasan Gelombang

e..Keruntuhan akibat pondasi lunak

f. Keruntuhan pada lereng hilir akibat surut cepat

g.Keruntuhan lereng hilir akibat material urugan lunak

(37)
(38)

BAB V

PENANGANAN REMBESAN MELALUI PONDASI.

Dalam bab ini dijelaskan beberapa cara penangan rembesan melalui pondasi. Cara terbaik untuk penanggulangannya tergantung dari kondisi alam setempat, namun pada umumnya melalui salah satu cara di bawah ini:

1 Grouting dan grouting tirai (grouting and grout curatin) 2. Paritan halang (cut-off trenches)

3. Parit halang sepenggal (partial cut-off) 4. Sekat pancang penghalang (sheet piling cut-off)

5. Parit halang dengan perkuatan semen (cement bound curtain cut-off) 6. Tembok beton diaphragma (cast ins tu concrete diaphragma) 7. Selimut tanah di hulu (upstream blanket)

8. Sumur pelepas tekanan (pressure relief wells)

5-1 Grouting dan grouting tirai

Bahan tertentu yang diinjeksikan ke dalam lapisan pondasi dan berfungsi sebagai perekat dan pengisi celah diantara batuan sehingga mengurangi permeabilitas dan meningkatkan stabilitasnya. Material grouting yang biasa digunakan antara lain semen, aspal, lempung dan berbagai macam bahan kimia tertentu. Pemilihan material grouting, pola kedalaman dan urutan grouting tergantung pada keadaan pondasi, tipe dan tinggi bendungan serta tujuan kegunaannya. Penggunaan grouting dengan semen banyak digunakan pada pondasi batuan. Pada pondasi lolos air pemilihan grouting yang paling sesuai terutama tergantung dari ukuran butiran material dan permeabilitasnya. Tabel 2, menunjukkan perkiraan batas ukuran butiran yang umumnya digrouting dengan berbagai tipe dari material dan campuran grouting.

(39)

Tabel 2 Jenis material dan campuran grouting

Tipe injeksi Diameter material yang dapat dapat diinjeksi

(mm) Semen 0,6 – 1,4 Lempung semen bentonite 0,3 - 0,5 Kimia semen campur 0,2 – 0,4 Campur kimia

Bahan kimia 0,1 – 0,2

Grouting blanket dilaksanakandengan kedalaman (5 - 10) m dengan jarak lubang antara (3 - 5) m, untuk mencegah terjadinya erosi buluh .

Grouting tirai dilaksanakan dengan kedalaman yang jauh lebih besar untuk mengurangi rembesan melalui pondasi. Jumlah baris dan jarak lubang grouting tergantung pada kondisi pondasi a la mi a h dan lebar grouting tirai biasanya diambil sepertiga sampai seperlima ketinggian waduk,

Di beberapa bendungan, grouting tirai dilaksanakan hanya satu baris, telapi sangat disarankan urtuk dilaksanakan 2 baris. Zona yang porous harus digrouting terlebih dahulu dengan bahan yang kasar dengan jarak yang renggang, dilanjutkan dengan material grouting yang lebih halus dan jarak lebih rapat.

5.2 Parit halang (gambar 5 a)

Parit halang dengan sisi miring atau tegak digali di bawah pondasi, ditimbunan dengan material kedap air dan dipadatkan dengan derajat kepadatan tertentu. Parit halang ini dibuat sedikit di hulu d a n as bendungan namun masih di bawah zona ini kedap air, hal ini untuk menjaga agar rembesan dari atas masih dapat dihambat paling kurang sampai batas parit halang itu sendiri. As parit halang dibuat sejajar dengan as bendungan dan kedalamannya harus mencapai tanah keras atau lapisan kedap air. Lebar dasarnya dibuat sedemikian rupa sehingga cukup untuk pengoperasian alat dan pelaksanaan pekerjaan perbaikan pondasi, biasanya lebar dasar diambil minimum 5 m.

Apabila pondasi tanah keras terletak jauh di kedalaman, dibandingkan dengan parit halang penggunaan tipe lain lebih ekonomis.

Dengan demikian kedalaman maksimum parit haling harus mempertimbangkan faktor

ekonomis.

(40)

Untuk pondasi lapisan kedap airnya cukup dalam, dapat digunakan penghalang sekat pancang, tirai halang dari semen atau diafragma beton

a.Parit halang untuk pondasi kedap air yang dangkal

b. Perbaikan Pondasi untuk pondasi kedap air agak dalam Gambar. 5 Parit Halang

Zona lolos

Air

As Bendungan

Zona Kedap Air

Lubang Grouting Paritan Halang

Lapisan lulus Air Zona Lolos

Air

Lapisan Keras

Tirai tiang pancang atau tirai injeksi Kunci Parit (key Trench) Inti Kedap air

Lulus air Lulus air

Pondasi lulus air

(41)

c. Perbaikan Pondasi untuk lapisan kedap air yang dalam

d.Perbaikan Pondasi untuk lapisan kedap air yang dangkal

e.Perbaikan pondasi untuk lapisan kedap air dengan tebal >3 dan <h Gambar.5 Tipikal perbaikan Pondasi dan paritan

10-

15m

Lapisan keras

Zona kedap air Zona Kedap Air

Inti Kedap air

Penghalan

g parsial

Selimut drainase horizontal

Tumit drainase 10-15m

Lapisan kedap air

Paritan kunci

Paritan tumit drainase H=2m

Lolos air Lolos air

Inti kedap air

Inti kedap air

Lolos air

Filter drainase Lolos air

Lapisan kedap air ketebalan >1m< H

Sumur atau pipa engumpul

(42)

5.3. Parit halang partial/ Partial Cut-off trench (gambar 18 c)

Parit halang partial cocok digunakan pada pondasi dan memperpanjang garis lintasan rembesan dalam arah vertikal Namun untuk lapisan porous yang uniform, efek dari parit halang sepenggal sebagai sarana untuk mengurangi rembesan dirasakan sangat terbatas. Sebagai perbandingan, parit halang sedalam 80% dari total kedalaman hanya mengurangi rembesan sebesar 50%. Sehingga kegunaan parit halang semata-mata hanya untuk memperpanjang garis lintasan rembesan Oleh karena itu untuk pondasi yang lapisan kedap airnya terletak jauh di kedalaman dan pembuatan parit haling tidak ekonomis, maka kombinasi parit halang sepenggal dan selimut dibagian hulu bendungan, dapat mengurangi debit dan tekanan dari rembesan,

5.4 Sekat pancang penghalang / Sheet piling cut off (gambar 5 b)

Sekat pancang penghalang dan baja digunakan u n t u k lokasi yang mempunyai pondasi tanah l u n a k dan pasiran halus. Tetapi bila lapisan pondasjnva terdapat bongkahan batu, maka t i d a k mudah untuk dipancang, sehingga s u l i t untuk memperoleh sekat penghalang rembesan air yang tidak tembus air. Pada kenyataan akan selalu ada kemungkinan rembesan a i r melalui sambungan dan pada tempat pertemuan antara sekat pancang dengan batuan pondasi Kelemahan dan keterbatasan dari sistim sekat pancang penghalang dapat diatasi dengan menggunakan jenis yang berbentuk lingkaran dan setelah pemancangan dicor dengan beton. Cara lain untuk merekatkan hubungan sekat pancang adalah dengan membuat j al u r pengeboran dan mengisinya dengan bentonite sebelum dilakukan pemancangan, memotong lubang-lubang tersebut

5-5 Parit halang dengan perkuatan semen / Cement bound cut off

Tipe ini biasanya digunakan pada pondasi yang lolos air dimana mengandung batuan kecil (cablles) dan b a t u besar (boulders) material grouting dipompa m e l a l u i lobang pada pipa bor. Material grouting ditekan ke bawah dengan hasil akhir berupa formasi silinder-silinder semen. Tirai menerus terbentuk dari silinder-silnider yang overlap

5-6 Diafragma beton cor setempat /Cast insitu concrete diaphragma.

Dalam proses ini dibuat paritan sepanjang (5 - 10) meter dan Iebar 1,2 meter

dengan menggunakan alat khusus, untuk menghindari terjadinya longsor pada

lubang galian, dinding paritan diisi dengan bentonite. Setelah galian mencapai

(43)

kedalaman yang direncanakan selanjutnya diisi dengan beton, metode ini cocok untuk dikerjakan pada tanah pasir.

5.7 Lapisan selimut hulu 1) Keuntungan

Penggunaan lapisan lempung kedap air pada h u l u bendungan dan menyambung dengan lapisan yang kedap merupakan cara yang baik untuk mengurangi rembesan gambar. 6

Gambar 6. Lapisan Kedap air hulu

Besarnya rembesan kira-kira berkurang berbanding terbalik dengan panjang total material kedap air. Efektifitas lapisan tersebut tergantung secara proporsional sebanding dengan bertambahnya jumlah equipotensial drop.

Dalam keadaan normal ketebalan selimut hulu antara 1,5 sampai 3,0 meter dan panjang kira-kira 8 sampai dengan 10 kali tinggi tekan air diwaduk. Dalam kondisi pasir halus atau pondasi lanauan, panjang selimut diambil 15 kali tinggi tekan air

5.8 Sumur drainase/ Pressure Relief Wells

T ujuan utama dari pembuatan sumur drainase adalah untuk mengurangi tekanan

artesis, yang disebabkan oleh terjadinya sembulan pasir dan erosi buluh. Sumur

drainase juga melokalisir dan mengendalikan bocoran yang tidak terkontrol di h i l i r

bendungan. Secara teoritis erosi buluh terjadi bila tekanan ke atas pada suatu titik di

pondasi dengan ketinggian tertentu dekat dengan tumit hilir lebih besar dan kombinasi

berat tanah dan air di atasnya.

(44)

Jika ketebalan lapisan kedap air sama dengan tinggi tekan air di reservoir maka tekanan ke atas di bawah lapisan tersebut tidak akan melebihi berat dari lapisan tersebut karena berat tanah yang jenih, kurang lebih sama dengan dua kali berat air.

Dengan demikian jika ketebalan bagian atas zona kedap air sama dengan tinggi tekan a i r di waduk, maka tidak ada bahaya terhadap erosi buluh. Pada kondisi ini tidak diperlukan tindakan perbaikan terhadap pondasi. ]ika bahan lapisan kedap air bagian atas kurang dari pada tinggi tekan air di wadu k, tetapi terlalu tebal untuk diperbaiki dengan paritan drainase atau bila pondasi lolos air berlapis- lapis, maka diperlukan sumur drainase.

Sum ur d rainas e harus didisain sampai menembus lapisan lolos air, untuk mendapatkan pelapisan tekanan yang efisien , kususnya apabila pondasi berlapis- lapis. Apabila dijumpai lapisan aquifer yang dangkal (tebal 6 m sampai 9 m) maka sumur dranasi minimal harus menembus 50% dari ketebalan aquifer. Umumnya kedalaman sumur dra inas e sama dengan tinggi bendungan. Ja r a k diantara sumur-kesumur harus cukup dekat (umumnya diambil sama dengan 15 meter) u n t u k menangkap rembesan dan. mengurangi tekanan ke atas diantara sumur.

Sumur harus tahan terhadap infiltrasi karena rembesan dan debit tersebut. Sumur tersebut harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak menjadi efektif karena penyumbatan atau korosi.

Apabila tidak ada usaha pencegahan tersebut di atas sumur drainase harus didisain sedermikian rupa sehingga gradien antara sumur-kesumur atau bagian h i l i r sumur t i d a k melebihi 0,5sampai 0,6. Apabila bagian hilir dilengkapi dengan berm maka titik gradien a nt a r a sumur tidak boleh melebihi 0,6 sampai 0,7.

Ukuran lubang saringan sumur, harus sedemikian r u p a sehingga tidak bisa dilewati oleh butir-butir f i l t e r melalui saringan dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut

D

85

butiran filter ≥ 2 Ф maksimun lubang saringan pipa

Gradien filter harus memenuhi pula kriteria yang dijelaskan pada bab 7.4.2

Saringan sumur terdiri dari pipa tahan karat/galvanis Ф 10 cm - 15 cm dengan lebar celah 4,75 mm - 6 mm dengan panjang 50 mm, luas lubang tersebut kurang lebih

"10% dari laus keliling pipa . Lubang-lubang dengan a r ah memanjang lebih baik

dari lubang-lubang arah melintang . Pipa tersebut harus dilapisi dengan cat anti korosi

(45)

atau digalvanis ulang setelah dilubangi. Disain tipikal dari sumur drainasi ditunjukkan pada gambar 8. Dalam gambar 9 perbaikan y a n g mamadai untuk kondisi-kondisi pondasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pondasi dengan lapisan lolos air vang dangkal 2) Pondasi dengan lapisan lolos sedang

3) Pondasi dengan lapisan lolos sangat d a la m

4) Pondasi dengan lapisan kedap air yang tipis di atas lapisan lolos air

5) Lapisan kedap air yang dengan ketebalan lebih besar dari 3 meter dan lebih kecil dari tinggi bendungan

Gambar 7. Contoh darainase sumuran pada bendungan urugan

Radius Y0

Lapisan kedap air

Lapisan lulus Air

( ƒ/2f )

Sumur

drainase

Installation line of well Tubuh Bendungan

(46)

Gambar.8 . Tipikal drainase sumuran pada bendungan urugan

(47)

BAB 6

INSTRUMENTAS1 BENDUNGAN

6. 1. Maksud

Instrumentasi bendungan adalah segala jenis peralatan yang dipasang pada tubuh maupun pondasi bendungan guna memantau kinerja atau perilaku bendungan, baik selamasa konstruksi maupun pada tahap operasinya. Dengan demikian diharapkan bahwa segala bentuk peyimpangan dan perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih awal, sehingga tindakan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dapat dilakukan sedini mungkin dan menjaga/menjamin keamanannya. Lebih dari itu, secara umum maksud pemasangan instrumentasi bendungan diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Selain sebagai alat pemantau, pemasangan instrumentasi bendungan sekaligus untuk memperoleh rekaman data sebagai bahan kajian, apakah desain bendungan betul-betul sudah memadai dan cocok atau sesuai kondisi Iapangan yang ada.

b. Membantu dalam mencegah efek negatif yang mungkin timbul sebagai akibat ketidak sempurnaan desain yang disebabkan oleh faktor-faktor yang belum diketahui sebelumnya.

c. Bersama-sama dengan hasi! uji kendali mutu di lapangan, data pembacaan instrumen bisa digunakan sebagai alat bantu dalam rangka mengevaluasi hasil penerapan suatu metode terapan maupun modifikasi teknologi untuk keperluan pengembangan di bidang desain bendungan yang akan datang.

d. Untuk mendiagnosa dalam menentukan seluk-beluk dan penyebab terjadinya kegagalan atau kerusakan bendungan.

6.2. Kebutuhan Minimal Instrumen

Meskipun kinerja bendungan dipengaruhi oleh banyak faktor, namun permalahan umum yang perlu diwaspadai :

a. Meningkatnya debit air rembesan dari sumber tidak jelas asal-usulnya atau tidak diketahui penyebabnya

b. Amblesan yang terjadi secara berlebihan dengan disertai perubahan bentuk atau distorsi pada lereng bendungan akibat gerak-gerak vertikal dan horisonlal.

c. Tegangan air pori berlebihan, baik yang terjadi pada tubuh bendungan,

(48)

pondasi atau pada ke dua bukit tumpuannya.

d. Gerak-gerik diferensial yang terjadi pada bangunan pelimpah terowongan injeksi dan/atau pada bangunan pengeluarannya.

Oleh karena itu , jenis instrumen yang diperlukan untuk suatu bendungan, paling tidak dapat digunakan unfuk memantau permasalahan di atas. Sedangkan jumlahnya, tergantung kepada dimiensi, desain serta maksud dan kegunaan bendungan yang dibangun.

6 .3 Instrumentasi untuk Bendungan Urugan

Instrumentasi yang umum dan sering dipasang dalam rangka memantau kinerja urugan antara lain adalah :

6.3.1. Pisometer dan Sumur-sumur Pengamatan

Digunakan untuk memantau atau mengukur/mengetahui ditribusi dan besarnya tegangan air pori, baik di dalam tubuh bendungan maupun pada pondasinya. Juga untuk memantau elevasi dan konfigurasi pola muka air rembesan di dalam lapisan atau zona lulus air yang kondisinya dapat menjadi kritis bila diikuti dengan erosi buluh (piping) atau jumlahnya berlebihan akibat tidak stabilnya tubuh dan/atau pondasi bendungan.

Terdapat 2 (dua) jenis pisometer yakni sistem terbuka dan sistem tertutup

.

6.3.1.1. Pisometer system tertutup

Hydrostatic Pressure Indicator (HPI), atau Indikator Tekanan Hidrostatic Biasanya dipasang baik pada pondasi maupun di tubuh bendungan. HPl ini tidak hanya digunakan untuk memantau tegangan air pori selama pelaksanaan konstruksi, sebab instalasinya dilakukan lewat lubang pemboran vertikal setelah konstruksi bendungan selesai dikerjakan.

Dengan demikian instalasinya tergolong relatif mahal. Mekanisme kerja HPI

adalah kombinasi antara sistem tekanan dan elektrik, dimana tegangan air

pori yang menekan diafragma akan menyebabkan terjadinya kontak elektrik

sehingga lampu di dalam kotak terminal menyala. Besarnya tekanan udara

balik yang diperlukan guna memutuskan kontak elektrik atau memadamkan

lampu, adalah sama dengan tegangan air pori yang besarnya bisa dibaca

pada alat ukur tekanan jenis Bourdon. Pembacaan tekanan dilakukan baik

pada saat lampu mati dan menyala kembali keduanya digunakan sebagai

data pembanding.

(49)

Walaupun HPI ini tergolong akurat dan bisa diandalkan, namun dewasa ini sudah jarang digunakan karena peralatan maupun instalasinya relatif mahal serta diafragmanya sering atau mudah rusak akibat tekanan udara balik yang kadang tidak terkontrol atau berlebihan.

6.3.1.2. Hydraulik Twin-Tube Pizometer (HTTP) atau Pisometer Hidrolik Selang Ganda.

Pisometer jenis hidrolik ini juga biasa dipasang pada pondasi ataupun tubuh bendungan. Karena instalasinya dilakukan pada saat pelaksanaan konstruksi maka diperukan koordinasi yang baik diantara para pelaksana agar tidak tarjadi gangguan/hambatan terhadap jadwal pekerjaan penimbunan.

Secara umum instalasi HTTP terdiri atas kepala pisometer betabung ganda (twin-tube), sepasang slang plastik, alat ukur tekanan jenis Bourdon, klep- klep atau katup-katup asesoris, perangkap udara, pemasok air, dan pompa.

Pada saat pekerjaan penimbunan, kepala pisometer (pizometer tips) diletakkan pada elevasi-elevasi tertentu. .Mekanisme kerja HTTP adalah menggunakan sistem tekanan hidroilik, dimana tegangan air pori yang menekan kepala pisometer (tip) akan diteruskan kealat ukur tekanan yang dipasang pada bangunan terminal melalui 2 (dua) buah selang plastic yang terbuat dari bahan polypropylene dan berisi air yang bebas dari kandungan udara. Bangunan terminal pembacaan biasanya dekat dengan tumit hilir bendungan. Walaupun pembacaannya relatif cepat, permasalahn utama system hidrolik ini adalah perawatannya yang relatif sulit karena air yang digunakan harus betul-betul bebas dari gelembung udara.

Disamping itu juga diperlukan perawatan secara teratur,terutama bila terjadi

permasalahan di terminal pembacaan akibat genangan air limpasan.

(50)

`

Gambar.1 Kepala Pisometer (piesometer HTTP jenis Pondasi bendungan)

Gambar.2. Kepala Pisometer Hdrolik jenis timbunan

(51)

Gambar 1dan gambar 2 masing-masing adalah pisometer HTTP, masing-masing untuk pondasi dan tubuh bendungan beserta filter dan lempengan dasar sebagai bidang perletakan filter.

Gambar .3 menunjukan pemasangan (rakitan) kepala pisometer pada pondasi serta tata-letak dan rangkain slang secara rinci.

6.3.1.3. Pneumatic Piezometer (PP) atau Pisometer Pneumatik

Biasa dipasang pada pondasi atau pada tubuh bendungan. Meskipun perawatannya relative mudah, namun belum teruji kehandalan penggunaannya untuk jangka waktu lama. Bila jarak antara terminal pembacaan dengan pisometer relatif jauh (lebih dari 150 meter), pembacaannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan agak sulit, sehingga dibutuhkan operator yang betul-betul berpengalaman dan terlatih baik. Disamping itu, data yang diporoleh tidak langsung bisa dimanfaatkan, karena terlebih dahulu harus dilakukan koreksi atau direduksi dengan kalkulasi matematika.

Prinsip kerja PP adalah kesetaraan antara tegangan air pori dengan tekanan

gas. Tegangan air pori yaing masuk ke kepala pisometer lewat batu pori

(Gambav. 3) akan menekan dan menyebabkan pelengkungan pada diafragma

sehingga menutup lubang slang (tube). Besarnya tekanan gas yang dibutuhkan

untuk mengembalikan diafragma ke posisi semula (slang terbuka kembali)

adalah sama dengan tegangan air pori yang besarnva bisa dibaca/diukur pada

manipol unit pembacaan yang dipasang pada terminal pembacaan (Gamhar. 5)

atau dirakit pada kotak Portabel yang mudah dibawa.(gambar.4`)

(52)

Gambar.4 Kepala Pisometer Gas (atas)

(53)

Gambar.4 Panel Terminal PembacaanPisometer Gas

Gambar

Table 4  Perbandingan  dari  beberapa  konstruksi  pelindung  pada  lereng  udik  bendungan

Referensi

Dokumen terkait

Etika bisnis dalam Kode Etik Perseroan adalah nilai dan norma yang menjadi acuan bagi seluruh jajaran manajemen dan karyawan untuk berperilaku dengan etika bisnis sesuai

Berdasarkan semua kajian ini, Kumpulan Kerja Februari 2006 di Agensi Antarabangsa untuk Penyelidikan Kanser (IARC) menyimpulkan bahawa bukti kekarsinogenan dalam kalangan

HSA relatif lebih kecil, dan hanya mencapai ± 2% dari 20 ppm ion logam yang terdapat dalam larutan, dan dengan meningkatnya waktu perendaman hingga 60 menit nilai adsorpsi

Gambar freehand atau menggambar tangan bebas untuk membuat skesta secara cepat dalam memvisulisasikan suatu obyek ataupun gambar – gambar teknik sering dilakukan oleh orang –

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir berjudul Pembenihan dan Pembesaran Ikna Gurame Osphronemus gouramy di Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Selatan adalah

15 Saya mampu mengumpulkan informasi baik melalui online maupun offline yang berkaitan dengan pilihan karir/ studi lanjut atau jurusan diperkuliahan

Apabila salah satu Pihak berkeinginan untuk mengungkapkan data kekayaan dan/atau informasi yang dihasilkan dari aktivitas kerja sama di bawah Pengaturan ini kepada

&#34;Mereka berasal dari mana?&#34; tanya Rangga yang teringat akan Raden Segara, laki-laki berwajah cukup tampan dan bertubuh tinggi besar setengah raksasa itu.. &#34;Tidak ada